• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ofyar Z. TAMIN 2 Ade SJAFRUDDIN 3 Jurair PATUNRANGI 4. Abstrak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Ofyar Z. TAMIN 2 Ade SJAFRUDDIN 3 Jurair PATUNRANGI 4. Abstrak"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH TINGKAT RESOLUSI SISTEM ZONA DAN

SISTEM JARINGAN JALAN TERHADAP AKURASI MATRIKS

ASAL-TUJUAN (MAT) YANG DIHASILKAN DARI DATA ARUS LALULINTAS:

STUDI KASUS DI KOTAMADYA/KABUPATEN BANDUNG

1

Ofyar Z. TAMIN2

Ade SJAFRUDDIN3

Jurair PATUNRANGI4

Abstrak

Hampir seluruh pekerjaan perencanaan dan pengelolaan sistem transportasi membutuhkan data pola pergerakan dalam bentuk arus pergerakan dari setiap zona asal ke setiap zona tujuan dalam suatu daerah kajian pada perioda waktu tertentu. Pola pergerakan tersebut sering dinyatakan dalam bentuk Matriks Asal-Tujuan (MAT). Dalam penelitian ini, MAT akan dihasilkan dengan menggunakan informasi arus lalulintas. Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingkat akurasi MAT yang dihasilkan. Salah satu faktor terpenting adalah tingkat resolusi sistem zona dan sistem jaringan jalan yang ditetapkan dalam usaha merepresentasikan daerah kajian. Makalah ini akan menjelaskan pengaruh yang ditimbulkannya terhadap tingkat akurasi MAT yang dihasilkan dengan melakukan beberapa skenario perubahan pada sistem zona dan sistem jaringan jalan. MAT yang dihasilkan dari setiap tingkat perubahan akan dibandingkan dengan MAT yang dihasilkan pada tingkat resolusi zona dan jaringan jalan terhalus dan dilakukan uji statistik untuk melihat tingkat akurasinya. Beberapa skenario yang dilakukan adalah: 1) sistem zona berubah dengan sistem jaringan jalan tetap; 2) sistem jaringan jalan berubah dengan sistem zona tetap, serta 3) sistem zona dan sistem jaringan jalan berubah. Makalah merekomendasikan tingkat resolusi sistem zona dan sistem jaringan jalan optimum yang dapat digunakan dalam merepresentasikan daerah kajian Kotamadya/Kabupaten Bandung.

Kata-kata kunci: Matriks Asal-Tujuan (MAT), tingkat resolusi, sistem zona, sistem jaringan jalan

Abstract

Most of previous research relating to transport planning and management require the information of travel pattern which can be represented in terms of flows travelling from origins to destinations within a study area in a certain time period. This travel pattern is always represented in terms of Origin-Destination (O-D) matrix. In this research, the O-D matrix is estimated based on the link flow information. There are several factors affecting the level of accuracy of the estimated O-D matrices. The most important factor is the level of resolution of zoning and road network system to represent the study area. This paper will discuss the effect on the accuracy of the estimated matrices by conducting several scenarios of zoning and road network system. The estimated matrices will be compared to the O-D matrix estimated at the densest level and some statistical tests will be carried out to examine the accuracies. Several scenarios conducted in this research are: 1) the zoning system changed while road the network system remains unchanged, 2) the road network system changed while the zoning system remain unchanged, and 3) the zoning and road network system were both changed. This paper recommends the optimum level of resolution of the zoning and road network system to represent the Kotamadya/Kabupaten Bandung.

Keywords: Origin-Destination (O-D) matrix, resolution level, zone system, road network system

1 dipublikasikan di Jurnal Teknik Sipil, Jurusan Teknik Sipil ITB, Vol 6, No 4, Oktober 1999, hal 157177, ISSN:

0853−2982.

2 Staf Pengajar, Jurusan Teknik Sipil, Institut Teknologi Bandung, Ketua Forum Studi Transportasi antar

Perguruan Tinggi (FSTPT) dan Wakil Ketua Program Magister Transportasi ITB.

3 Jurusan Teknik Sipil, Institut Teknologi Bandung dan Ketua Program Magister Rekayasa Transportasi, Jurusan

Teknik Sipil ITB.

(2)

1. PENDAHULUAN

Pergerakan adalah suatu aktivitas yang dilakukan setiap hari dimana aktivitas ini dapat menimbulkan banyak permasalahan seperti kemacetan, tundaan, polusi udara, suara dan pencemaran lingkungan. Kota Bandung dan berbagai kota besar lainnya di Indonesia pada saat ini telah mempunyai permasalahan transportasi perkotaan yang sangat serius. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor seperti tingkat urbanisasi dan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi sehingga menyebabkan tingkat pertumbuhan lalulintas juga menjadi tinggi.

Setiap usaha untuk menanggulangi masalah tersebut membutuhkan informasi tentang pola perjalanan. Konsep Matriks Asal-Tujuan (MAT) telah digunakan oleh para perencana transportasi untuk memperoleh informasi penting dari pola pergerakan. Jika MAT dibebankan ke suatu jaringan jalan, maka pola arus lalu lintas akan dihasilkan. Dengan mempelajari pola tersebut, dapat diidentifikasi permasalahan yang timbul dan beberapa solusi dapat dilakukan. Oleh sebab

itu, MAT mempunyai peranan yang sangat penting dalam banyak studi transportasi.

Hampir seluruh teknik dan metoda pemecahan masalah transportasi (baik perkotaan maupun regional) membutuhkan informasi MAT sebagai informasi dasar dan paling utama dalam merepresentasikan kebutuhan pergerakan. Metoda konvensional yang ada membutuhkan survei yang sangat besar (misal: wawancara di rumah dan wawancara di tepi jalan), biaya yang sangat mahal, waktu proses yang sangat lama, membutuhkan banyak tenaga kerja, serta sangat mengganggu pergerakan arus lalu lintas yang ada.

2. METODA ESTIMASI MAT

Metode untuk mendapatkan MAT dapat dikelompokkan menjadi dua bagian utama, yaitu metode Konvensional dan metode

Tidak Konvensional (Tamin, 1988).

Untuk lebih jelasnya, pengelompokan digambarkan berupa diagram seperti terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1: Metoda estimasi Matriks Asal-Tujuan (MAT) Sumber: Tamin (1988, 1997) Metode AnalogiTanpa-batasan - Seragam • Dengan-satu-batasan - Batasan-bangkitan - Batasan-tarikan • Dengan-dua-batasan - Rata-rata - Fratar - Detroit - Furness Metode Tidak Konvensional Model berdasarkan informasi arus lalulintas • Estimasi Matriks Entropi

Maksimum (EMEM) • Model Estimasi Kebutuhan

Transportasi (MEKT) Metode Sintetis Model Opportunity Model Gravity Model Gravity- Opportunity Metode MAT Metode Konvensional Metode Tidak Langsung Metode Langsung

• Wawancara di tepi jalan • Wawancara di rumah • Metode

menggunakan-bendera

• Metode foto udara • Metode mengikuti-mobil

(3)

metode ini adalah survei wawancara di rumah dan di tepi jalan, metode menggunakan-bendera, foto udara, atau kombinasinya yang penggunaannya sangat tergantung pada permasalahan yang dihadapi dan sumber daya yang tersedia. Tetapi, metode konvensional ini cenderung membutuhkan biaya yang sangat mahal dan tenaga kerja yang sangat banyak, sangat mengganggu pergerakan arus lalulintas, dan yang terpenting, hasil akhirnya hanya berlaku untuk selang waktu yang singkat. Kelompok yang kedua disebut metode

tidak-konvensional, yang hanya

membutuhkan biaya sangat murah berupa informasi data arus lalulintas yang banyak tersedia dan mudah didapat. Metode penaksiran ini banyak mendapat perhatian para peneliti pada beberapa tahun belakangan ini karena keuntungannya secara ekonomi.

Keuntungan tersebut bisa didapat karena metode ini hanya membutuhkan data arus lalulintas yang sangat murah dan mudah mendapatkannya jika dibandingkan dengan survei lain yang membutuhkan waktu yang sangat lama, tenaga kerja yang banyak, serta pekerjaan survei yang intensif yang tentu lebih mahal.

Selain itu, banyak instansi terkait yang mengumpulkan data secara rutin sehingga banyak tersedia dan mudah didapat. Ini memungkinkan perubahan atau tingkat pertumbuhan arus lalulintas dapat dengan mudah dideteksi dan dianalisis. Belakangan ini, teknik pengumpulan data secara otomatis juga berkembang sangat pesat dan baik serta metode lain yang ketepatannya sangat tinggi. Semua hal ini menyebabkan teknik tersebut dapat juga digunakan untuk menganalisis fluktuasi lalulintas untuk setiap jam, hari, dan musim, termasuk informasi MAT-nya.

Semua alasan di atas menyebabkan data arus lalulintas sangat menguntungkan untuk dipakai. Metode tidak konvensional ini terasa sekali sangat diperlukan untuk negara sedang berkembang, terutama bagi kota yang membutuhkan pemecahan masalah transportasi yang bersifat cepat tanggap. Ini

diperkuat dengan keterbatasan yang biasanya ada di negara sedang berkembang, yaitu dalam hal waktu dan biaya. Oleh sebab itu, sangatlah diperlukan metode tidak konvensional yang hanya memerlukan data yang dapat diperoleh dengan biaya murah dan waktu yang singkat.

3. METODA TIDAK-KONVENSIONAL

Nguyen (1982) mengulas secara rinci

kemutakhiran (state of the art) penelitian yang berkaitan dengan pengestimasian MAT dengan menggunakan data arus lalu lintas. Ulasan disampaikan dalam bentuk umum. Jika P menyatakan suatu set zona asal dan

Q adalah zona tujuan, maka I=PxQ

menyatakan suatu set pasangan zona asal dan tujuan. Total arus $Vl pada ruas jalan tertentu merupakan penjumlahan setiap pergerakan antar zona di dalam daerah kajian yang menggunakan ruas jalan tersebut. Secara matematis dapat dinyatakan sebagai:

∑∑

=

i d l id id l

T

p

V

.

i, d, l (1) Jadi, dengan kata lain, arus pada setiap ruas jaringan jalan (Vl) adalah produk dari:

• pergerakan dari zona asal i ke zona tujuan d atau kombinasi berbagai jenis pergerakan yang bergerak antarzona di dalam suatu daerah kajian (=Tid); dan

• proporsi pergerakan dari zona asal i ke zona tujuan d yang menggunakan ruas jalan l yang didefinisikan sebagai l

id

p

(0l id

p

1).

Nilai pidl ditentukan oleh pemilihan rute yang

dilakukan oleh setiap pengendara dapat diperkirakan dengan menggunakan teknik pembebanan rute yang sesuai. Beberapa teknik pembebanan rute tersedia mulai dari teknik sederhana all-or-nothing sampai ke teknik yang lebih kompleks, yaitu teknik pembebanan keseimbangan (equilibrium).

3.1 Konsep Dasar

Dengan metoda tidak-konvensional ini, perilaku pemakai jalan dianggap dapat diwakili dengan suatu model kebutuhan akan

(4)

transportasi tertentu seperti model gravity (GR). Arus lalu lintas dinyatakan sebagai fungsi MAT yang dinyatakan sebagai fungsi suatu model kebutuhan akan transportasi dengan parameternya.

Pertimbangkan sekarang terdapat sejumlah

K tujuan pergerakan atau komoditas yang

bergerak antarzona di dalam daerah kajian. Anggap bahwa pergerakan antarzona di dalam daerah kajian tersebut dapat diwakili oleh suatu model kebutuhan akan transportasi, katakanlah model GR. Jadi, total pergerakan Tid dengan zona asal i dan

zona tujuan d untuk semua tujuan pergerakan atau komoditas dapat dinyatakan sebagai:

=

k k id id

T

T

i, d, k (2) k id

T adalah pergerakan dari setiap tujuan pergerakan atau komoditas k yang bergerak dari zona asal i ke zona tujuan d seperti yang didefinisikan dengan persamaan (3) berikut: k id k d k i k d k i k id

O

D

A

B

f

T

=

.

.

.

.

i, d, k (3) k i

A

dan k d

B

= faktor penyeimbang yang dapat dinyatakan dengan:

k i

A

=

(

)

1

.

.





d k id k d k d

D

f

B

dan k d

B

=

(

)

1

.

.





i k id k i k i

O

f

A

(4) k id

f

= fungsi biaya:

(

k

)

id

C

.

exp

β

(5) Persamaan (3) biasa disebut model gravity jenis dengan-dua-batasan (doubly-constrai-ned). Dengan memasukkan persamaan (2) ke persamaan (1), persamaan dasar untuk model estimasi kebutuhan akan transportasi dengan data arus lalu lintas adalah:

(

)

∑∑∑

=

k i d l id k id k d k i k d k i l

O

D

A

B

f

p

V

.

.

.

.

.

i, d, k, l (6) Persamaan dasar (6) ini sangat sering digunakan dalam banyak pustaka baik untuk mengestimasi MAT maupun mengkalibrasi

Tamin and Willumsen, 1988). Yang harus

diketahui adalah data arus lalu lintas (

l) yang tidak tersedia untuk setiap tujuan pergerakan k, tetapi tersedia untuk semua jenis pergerakan. Secara teoritis, dengan mengetahui informasi

l dan l

id

p

, akan dapat diestimasi nilai Tid melalui mekanisme

optimasi persamaan (2)(6).

Persamaan (6) adalah sistem persamaan dengan L persamaan simultan yang mempunyai hanya satu parameter β saja yang tidak diketahui. Masalahnya sekarang adalah bagaimana mengestimasi nilai parameter β tersebut sehingga model dapat menghasilkan data arus yang semirip mungkin dengan data lapangan.

3.2 Metoda Estimasi Kuadrat-Terkecil (KT)

Tamin (1988) telah mengembangkan

model estimasi KT dimana secara matematis permasalahannya dapat dinyatakan sebagai persamaan (7): meminimumkan

(

)





=

l l l

V

V

ˆ

2

S

(7) l

= arus lalu lintas hasil pengamatan

l

V

= arus lalu lintas hasil pemodelan

Metoda estimasi KT dapat juga dikelompokkan menjadi dua subkelompok, yaitu: metoda estimasi Terkecil-Linear (KTL) dan metoda estimasi Kuadrat-Terkecil-Tidak-Linear (KTTL).

Tamin (1988) menyimpulkan metoda

estimasi KTTL membutuhkan waktu proses yang lebih lama untuk jumlah parameter yang sama. Hal ini disebabkan karena metoda estimasi KTTL mengandung aljabar yang lebih kompleks yang membutuhkan waktu proses yang lebih lama untuk memecahkannya. Akan tetapi, metoda estimasi KTTL memungkinkan digunakannya model kebutuhan akan transportasi yang lebih realistis dalam mencerminkan perilaku pergerakan. Sehingga, pada umumnya metoda estimasi KTTL memberikan hasil

(5)

3.3 Faktor yang mempengaruhi tingkat akurasi

Dalam menilai suatu model baru, seseorang jelas ingin mengetahui akurasi dari MAT yang dihasilkan. Tamin (1988) menyimpulkan beberapa faktor utama yang sangat mempengaruhi akurasi MAT yang dihasilkan dari data arus lalu lintas, yaitu:

• pemilihan model kebutuhan akan transportasi yang digunakan untuk mencerminkan perilaku pergerakan di dalam daerah studi;

• metoda estimasi yang digunakan untuk mengkalibrasi parameter model transportasi dengan menggunakan data arus lalu lintas;

• teknik pembebanan rute untuk menentukan rute yang digunakan di dalam jaringan;

• tingkat kesalahan pada data arus lalu lintas.

• tingkat kedalaman resolusi pendefinisian sistem zona dan sistem jaringan.

4. PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Batas wilayah kajian yang digunakan dalam penelitian adalah seluruh wilayah Kotamadya Bandung dan Kabupaten Bandung. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa Kabupaten Bandung tidak bisa dipisahkan dari Kotamadya Bandung karena memiliki interaksi kegiatan ekonomi yang sangat tinggi dengan Kotamadya Bandung.

4.1 Pengumpulan data

Data-data yang dibutuhkan dalam penelitian adalah sebagai berikut:

• data arus lalulintas yang diperoleh dari survei primer pada 41 buah ruas jalan dengan waktu pengamatan selama 4 jam (6.30−8.30 dan 16.00−18.00).

• Data sekunder seperti lebar jalan, panjang ruas, peta pembagian sistem zona dan jaringan jalan serta biaya tol diperoleh dari instansi terkait.

4.2 Pengolahan data 4.2.1 Sistem zona

Sistem pembagian zona didasarkan pada sistem tata guna tanah di mana satu satuan tata guna tanah didapat dengan membagi wilayah kajian menjadi bagian yang lebih kecil (zona) yang dianggap mempunyai keseragaman tata guna tanah atau berada di bawah suatu administrasi pemerintahan tertentu seperti kelurahan, kecamatan, atau wilayah. Setiap zona akan diwakili oleh satu pusat zona. Daerah kajian dibagi menjadi 145 zona yang terdiri dari 139 zona internal dan 6 zona eksternal; 100 zona internal berada di wilayah Kotamadya Bandung dan 39 zona internal lainnya di Kabupaten Bandung.

Sistem pembagian zona di Kotamadya Bandung dilakukan berdasarkan basis kelurahan (Transkod, 1998); akan tetapi untuk kelurahan yang memiliki jaringan jalan terbatas khususnya pada daerah pinggiran kota digabungkan dengan kelurahan terdekat sehingga jumlah kelurahan menjadi 100 zona. Untuk Kabupaten Bandung, sistem pembagian zona dilakukan berdasarkan kelurahan (Transkab, 1998) sebanyak 39 zona yang diutamakan di lokasi pengambilan data arus lalulintas; sedangkan untuk daerah yang agak jauh dari lokasi pengambilan data dilakukan penggabungan baik kelurahan maupun kecamatan. Dalam kajian ini, sistem zona dibagi seperti Tabel 1 berikut. Untuk lebih rinci, resolusi sistem zona berdasarkan wilayah (Z1) dan kelurahan (Z4) dapat dilihat

pada Gambar 23.

Tabel 1: Sistem zona berdasarkan skenario

No Sistem zona berdasarkan Notasi

1 Kelurahan Z4

2 Gabungan antar kelurahan Z3

3 Kecamatan Z2

4 Wilayah Z1

Penggabungan zona dilakukan secara bertahap berdasarkan hierarki pembagian zona (kelurahan, kecamatan, dan wilayah). Kriteria yang digunakan dalam proses penggabungan zona adalah:

(6)

JATINANGOR RANCAEKEK MAJALAYA 9202 9203 CILEUNYI CILENGKRANG 9101 8500 CIMENYAN 9101 8600 9202 BOJONGSOANG LEMBANG 9101 8400 DAYEUHKOLOT PAMEUNGPEUK 9300 PAROMPONG 8100 8200 8300 9202MARGAHAYU CISARUA CIMAHI UTARA 9201 MARGA ASIH 9300 KATAPANG CIMAHI SELATAN 9201 CIMAHI TENGAH 9201 NGAMPRAH 9102 SOREANG 9300 PADALARANG 9102 Keterangan : 811 = Zona

Gambar 2: Resolusi sistem zona berdasarkan wilayah (Z1)

Keterangan : 811 = Zona 9241 9246 9242 9243 RANCAEKEK MAJALAYA CILEUNYI 9261 9245 9244 8532 8541 8632 JATINANGOR 8541 8541 8532 85041 8541 CILENGKRANG 9131 8532 8532 8532 8531 32 8533 8531 8521 9115 9114 8521 8521 9121 CIMENYAN 8531 8262 8262 8511 8441 8441 8441 8261 8263 8254 82 8264 65 8431 8266 LEMBANG9116 8431 8233 8432 9113 8226 8252 8253 8251 8221 8224 8241 8225 8232 8244 8631 8533 8631 8631 8621 8622 8622 8442 84043 8443 8433 8 8432 8611 3 334 3 84 8611 8423 8424 8425 9211 8611 8414 8421 8422 8611 16 8414 84 8421 BOJONGSOANG DAYEUHKOLOT 9251 8415 8243 8352 8345 11 8344 8413 8412 9211 84 834 2 8343 8146 8352 8351 8333 8341 8352 8353 8333 8331 8332 8326 83 52 8322 8334 MARGAHAYU 9231 8325 8321 8323 8317 8324 8312 8316 83 11 9214 9212 9321 PAMEUNGPEUK 9332 8212 8231 8223 8242 8 2 2 9111 9112 2 8136 8125 8211 8213 8123 8124 8134 8135 8111 8113 8112 8122 81 33 8145 8132 8114 8144 CISARUA PAROMPONG 8121 8131 8141 81 4281 CIMAHI SELATAN 43 CIMAHI UTARA 9271 CIMAHI TENGAH9281 9291 8315 83 14 8313 8313 KATAPANG 9333 9335 9336 MARGA ASIH 9221 9331 9334 SOREANG9311 NGAMPRAH 9151 9152 9142 9143 PADALARANG 9141 9144

(7)

• keseragaman tata guna lahan

• jaringan jalan yang ada dalam suatu zona terbatas

• lokasi zona berdekatan

Hasil pengolahan data resolusi sistem zona yang digunakan pada daerah kajian ini dapat dilihat pada Tabel 2 dan Gambar 4.

4.2.2 Sistem jaringan

Jaringan jalan di Kotamadya Bandung dan sekitarnya merupakan prasana yang sangat menunjang dalam melakukan aktifitas sehari-hari. Sesuai dengan fungsinya, sistem jaringan jalan dibagi atas 3 kelompok yaitu jalan arteri, jalan kolektor, dan jalan lokal.

Dalam kajian ini, sistem jaringan jalan dibagi berdasarkan skenario pada Tabel 3 berikut. Untuk lebih rinci, resolusi sistem jaringan berdasarkan arteri + sebagian kolektor (J1)

dan arteri + kolektor + lokal (J4) dapat

dilihat pada Gambar 56.

Tabel 3: Sistem pembagian jaringan

berdasarkan skenario

No Jaringan jalan berdasarkan Notasi

1 Arteri + Kolektor + Lokal J4

2 Arteri + Kolektor + sebagian

Lokal J3

3 Arteri + Kolektor J2

4 Arteri + sebagian Kolektor J1

Tabel 2: Jumlah zona yang digunakan pada daerah kajian

berdasarkan perubahan sistem zona

Jumlah zona

No Pembagian zona berdasarkan Kotamadya

Bandung Kabupaten Bandung Eksternal

Total

1 Kelurahan 100 39 6 145

2 Gabungan kelurahan 50 39 6 95

3 Kecamatan 26 17 6 49

4 Wilayah 6 6 6 18

4.2.3 Gabungan sistem zona dan

jaringan

Analisis dilakukan berdasarkan 3 (tiga) skenario yang dikembangkan dari berbagai

sistem pembagian zona dan jaringan jalan seperti Tabel 4 berikut.

Tabel 4a: Skenario I (sistem zona tetap, T abel 4b: Skenario II (sistem zona sistem

berubah, jaringan berubah) sistem jaringan tetap)

No Sistem jaringan berubah

Sistem

zona tetap Kombinasi No

Sistem jaringan tetap Sistem zona berubah Kombinasi 1 J4 Z4 J4Z4 1 J4 Z4 J4Z4 2 J3 Z4 J3Z4 2 J4 Z3 J4Z3 3 J2 Z4 J2Z4 3 J4 Z2 J4Z2 4 J1 Z4 J1Z4 4 J4 Z1 J4Z1

Tabel 4c: Skenario III (sistem zona dan jaringan berubah)

No Kombinasi No Kombinasi 1 Z1 x J1 9 Z1 x J3 2 Z2 x J1 10 Z2 x J3 3 Z3 x J1 11 Z3 x J3 4 Z4 x J1 12 Z4 x J3 5 Z1 x J2 13 Z1 x J4 6 Z2 x J2 14 Z2 x J4 7 Z3 x J2 15 Z3 x J4 8 Z4 x J2 16 Z4 x J4

(8)

234 234 10391039 410 241 411 963 8037 ▲ 673 234 1031 706 705 704 702 798 799 355 399 ▲ 1022 703 701 ▲ 1020 8224 8223 708 674 412 82331032 416 242 700 699 725 681 947 680 798 679 699 413 677 678 668 417 657 424 426 669 670 676 675 943 942 946 945 671 672 664 663 665 427 667 666 941 719 940 415 722 418 ▲8226 709 354 8252102582258241 1037 82421036 939 662 944 312 ▲ 8253 1033 1035 1034 8231 ▲ 410 241 411 963 673 1031 234 8232 ▲ 425 10391039 410 241 411 963 8037 ▲ 673 234 1031 706 705 704 702 798 799 355 399 1022 703 701 1020 708 674 412 1032 416 242 700 699 725 681 947 680 798 679 699 413 677 678 668 417 657 424 426 669 670 676 675 943 942 946 945 671 672 664 663 665 427 667 666 941 719 940 415 722 418 709 354 10258241 1037 82311036 939 662 944 312 1033 1035 1034 410 241 411 963 673 1031 8243 ▲ 425 ▲ 8224 1318 1319 8253 13208241 1324 1322 1317 1039 410 241 411 963 8037 ▲ 673 234 1031 706 705 704 702 798 799 355 399 1022 703 701 1020 708 674 412 1032 416 242 700 699 725 681 947 680 798 679 699 413 677 678 668 417 657 424 426 669 670 676 675 943 942 946 945 671 672 664 663 665 427 667 666 941 719 940 415 722 418 709 354 10258250 1037 82301036 939 662 944 312 1033 1035 1034 410 241 411 963 673 1031 234 8240 ▲ 425 1318 1319 8260 1320 1324 1322 1317 1039 8220 ▲ 410 241 411 963 8037 ▲ 673 234 1031 706 705 704 702 798 799 355 399 1022 703 701 1020 708 674 412 1032 416 242 700 699 725 681 947 680 798 679 699 413 677 678 668 417 657 424 426 669 670 676 675 943 942 946 945 671 672 664 663 665 427 667 666 941 719 940 415 722 418 709 354 1025 1037 1036 939 662 944 312 1033 1035 1034 410 241 411 963 673 1031 425 1318 1319 1320 1324 1322 1317 10398200 234 a. Zona kelurahan 234

b. Zona gabungan kelurahan

c. Zona kecam atan d. Zona wilayah

Gambar 4ad. Skenario I (sistem zona berubah, sistem jaringan tetap) Keterangan gambar:

Jalan arteri 1020 penghubung pusat zona Jalan kolektor batas zona

(9)

Jalan arteri Jalan kolektor Jalan lokal

Keterangan :

Gambar 5: Resolusi sistem jaringan berdasarkan arteri + sebagian kolektor (J1)

Jalan arteri Jalan kolektor Jalan lokal

Keterangan :

(10)

Pangkalan data untuk sistem zona dan jaringan terhalus (Z4J4) akan dijadikan

sebagai acuan dalam melakukan perubahan sistem zona dan sistem jaringan berdasarkan skenario yang telah ditetapkan.

4.2.4 Resolusi sistem jaringan

Resolusi sistem jaringan yang digunakan pada skenario II dan III dilakukan terhadap

sistem zona dan jaringan terhalus (Z4J4).

Pelepasan jaringan dilakukan secara bertahap dengan memperhatikan hierarki jaringan jalan yaitu jalan arteri, kolektor, dan lokal. Dalam melakukan pelepasan jaringan, terdapat beberapa hal tertentu yang harus diperhatikan seperti yang terlihat pada

Gambar 7.

No Alasan Sketsa

1 Ruas tersebut merupakan lokasi tempat pengambilan data volume arus lalulintas

2 Bertemunya arus searah dan dua arah pada suatu titik simpul

3 Berpisahnya arus searah pada satu titik simpul yang berasal dari arus searah

4 Bertemunya arus searah pada satu titik simpul dimana arus tersebut akan berpencar

Gambar 7: Hal khusus yang harus diperhatikan pada saat melakukan penyederhanaan

sistem jaringan

Terlihat bahwa terdapat ruas jalan yang harus dipertahankan sampai keseluruhan perubahan dilakukan tetapi terdapat juga ruas jalan yang pada tahap pelepasan jaringan hierarki tertentu telah dapat dihilangkan. Persyaratan tersebut digunakan sebagai acuan dalam melakukan pelepasan jaringan pada daerah kajian. Resolusi sistem jaringan pada skenario II dapat dilihat pada

Gambar 8 berikut.

5. INDIKATOR UJI STATISTIK

Penaksiran MAT dari data arus lalulintas yang dihasilkan dengan menggunakan pendekatan penaksiran model kebutuhan akan transportasi akan menghasilkan arus lalulintas yang semirip mungkin dengan data arus lalulintas hasil pengamatan. Akan tetapi, hal yang terpenting di sini selain dari tingkat kemiripan dari arus lalulintas yang

dengan MAT hasil pengamatan. Tingkat akurasi MAT hasil penaksiran sangatlah tergantung dari beberapa faktor seperti model kebutuhan akan transportasi yang digunakan, metoda penaksiran, teknik pembebanan lalulintas, data arus lalulintas, dan beberapa faktor lainnya.

Untuk itu, dibutuhkan cara yang dapat digunakan untuk dapat membandingkan MAT hasil penaksiran dengan MAT hasil pengamatan. Tingkat akurasi MAT yang dihasilkan dari data arus lalulintas dapat ditentukan dengan menggunakan beberapa indikator uji statistik. Beberapa kajian yang berkaitan dengan perilaku unjuk kerja beberapa indikator statistik untuk berbagai kondisi telah dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu, misalnya Wilson (1976),

Smith and Huthinson (1981), dan Tamin (1988). 421 653 402 403 467 428 654 207 210

(11)

Beberapa indikator uji statistik yang dapat digunakan untuk membandingkan MAT hasil penaksiran dengan MAT hasil pengamatan dibahas berikut ini.

5.1 Root Mean Square Error (RMSE)

Indikator uji statistik RMSE adalah suatu indikator kesalahan yang didasarkan pada total kuadratis dari simpangan antarpasangan nilai sel MAT yang dapat didefinisikan sebagai persamaan (8):

(

)

(

T

)

i

d

T

i d id id

untuk

1

N

.

N

ˆ

RMSE

2

=

∑∑

(8)

Indikator RMSE tidak dapat digunakan untuk membandingkan MAT yang dihasilkan dari lokasi yang berbeda atau waktu yang berbeda karena nilainya sangat tergantung dari kondisi lokal seperti ukuran matriks N dan T.

Semakin besar nilai RMSE maka semakin tidak akurat MAT hasil penaksiran dibandingkan MAT hasil pengamatan.

5.2 Mean Absolute Error (MAE)

MAE adalah bentuk ukuran simpangan yang paling sederhana yang dapat didefinisikan sebagai persamaan (9). 1 0 3 91 0 3 9 4 1 0 2 4 1 4 1 1 9 6 3 8 0 3 7 ▲ 6 7 3 2 3 4 1 0 3 1 7 0 6 7 0 5 7 0 4 7 0 2 7 9 8 7 9 9 3 5 5 3 9 9 ▲ 1 02 2 7 0 3 7 0 1 ▲ 1 0 2 0 8 2 2 4 8 2 2 3 7 0 8 6 7 4 4 1 2 8 2 3 31 0 3 2 4 1 6 2 4 2 7 0 0 6 9 9 7 2 5 6 8 1 9 4 7 6 8 0 7 9 8 6 7 9 6 9 9 4 1 3 6 7 7 6 7 8 6 6 8 4 1 7 6 5 7 4 2 4 4 2 6 6 6 96 7 0 6 7 6 6 7 5 9 4 3 9 4 2 9 4 6 9 4 5 6 7 1 6 7 2 6 6 4 6 6 3 6 6 5 4 2 7 6 6 7 6 6 6 9 4 1 7 1 9 9 4 0 4 1 5 7 2 2 4 1 8 ▲8 2 2 6 7 0 9 3 5 4 8 2 5 21 0 2 58 2 2 58 2 4 1 1 0 3 7 8 2 4 21 0 3 6 9 3 9 6 6 2 9 4 4 3 1 2 ▲8 2 5 3 1 0 3 3 1 0 3 5 1 0 3 4 8 2 3 1 ▲ 7 0 6 7 0 5 7 0 4 7 0 2 7 9 8 7 9 9 3 5 5 3 9 9 ▲ 1 0 2 2 7 0 3 7 0 1 ▲ 1 0 2 0 8 2 2 4 8 2 2 3 7 0 8 6 7 4 4 1 2 8 2 3 31 0 3 2 4 1 6 2 4 2 7 0 0 6 9 9 7 2 5 6 8 1 9 4 7 6 8 0 7 9 8 6 7 9 6 9 9 4 1 3 6 7 7 6 7 8 6 6 8 4 1 7 6 5 7 4 2 4 4 2 6 6 6 96 7 0 6 7 6 6 7 5 9 4 3 9 4 6 9 4 5 6 7 1 6 7 2 6 6 4 6 6 3 6 6 5 4 2 7 6 6 7 6 6 6 7 1 9 9 4 0 4 1 5 7 2 2 4 1 8 ▲8 2 2 6 7 0 9 3 5 4 8 2 5 21 0 2 58 2 2 58 2 4 1 1 0 3 7 8 2 4 21 0 3 6 9 3 9 6 6 2 3 1 2 ▲8 2 5 3 1 0 3 3 1 0 3 5 1 0 3 4 8 2 3 1 ▲ 4 1 0 2 4 1 4 1 1 9 6 3 6 7 31 0 3 1 2 3 4 8 2 3 2 ▲ 2 3 4 1 0 3 9 6 7 3 8 2 3 2 ▲ 4 1 0 2 4 1 4 1 1 4 2 5 4 2 5 7 0 6 7 0 5 7 0 4 7 0 2 7 9 8 7 9 9 3 5 5 3 9 9 ▲ 1 0 2 2 7 0 3 7 0 1 ▲ 8 2 2 4 8 2 2 3 7 0 8 6 7 4 4 1 2 8 2 3 31 0 3 2 4 1 6 2 4 2 7 0 0 7 2 5 6 8 1 9 4 7 6 8 0 6 7 9 6 9 9 4 1 3 6 7 7 6 7 8 6 6 8 4 1 7 6 5 7 4 2 4 4 2 6 6 6 96 7 0 6 7 6 6 7 5 6 7 1 6 7 2 6 6 4 6 6 3 6 6 5 4 2 7 6 6 76 66 7 1 9 4 1 5 7 2 2 4 1 8 ▲8 2 2 6 7 0 9 3 5 4 ▲8 2 5 2 1 0 2 58 2 2 58 2 4 1 1 0 3 7 8 2 4 21 0 3 6 6 6 2 3 1 28 2 5 3 1 0 3 3 1 0 3 5 1 0 3 4 8 2 3 1 ▲ 4 1 0 2 4 1 4 1 1 6 7 3 2 3 4 8 2 3 21 3 8 0 4 2 5 7 0 4 7 0 2 3 5 5 3 9 9 ▲8 2 2 4 7 0 3 ▲8 2 2 3 7 0 8 6 7 4 4 1 2 8 2 3 31 0 3 2 4 1 6 2 4 2 6 8 0 6 7 9 6 9 9 4 1 3 6 7 7 6 7 8 6 6 8 4 1 7 6 5 7 4 2 4 4 2 6 6 6 96 7 0 6 7 6 6 7 5 6 7 1 6 7 2 4 1 5 4 1 8 ▲8 2 2 6 7 0 9 3 5 4 ▲8 2 5 2 1 0 2 58 2 2 58 2 4 1 1 0 3 7 8 2 4 21 0 3 6 6 6 2 3 1 2 ▲8 2 5 3 1 0 3 3 1 0 3 5 1 0 3 4 8 2 3 1 ▲ 2 4 1 2 3 4 6 7 3 1 3 8 08 2 3 2▲ a . J a rin g a n A + K + L b . J a rin g a n A + K + L * c . Jarin g a n A + K d . Ja rin g a n A + K *

Gambar 8ad: Skenario II (sistem zona tetap, sistem jaringan berubah) Keterangan gambar:

jalan arteri 1020 penghubung pusat zona jalan kolektor batas zona

(12)

(

)

(

T

)

i

d

T

i d id id

untuk

1

N

.

N

ˆ

MAE

2

=

∑∑

(9)

Dari persamaan (9) terlihat bahwa nilai MAE kurang sensitif terhadap nilai mutlak kesalahan yang besar dibandingkan dengan RMSE. Semakin besar nilai MAE maka semakin tidak akurat MAT hasil penaksiran dibandingkan MAT hasil pengamatan.

5.3 Koefisien Determinasi (R2)

Indikator statistik R2 dapat didefinisikan

sebagai persamaan (10):

(

)

(

T

)

i

d

T

T

i d id i d id id

untuk

T

ˆ

ˆ

1

R

2 l 2 2

=

∑∑

∑∑

(10)

∑∑

=

i d id

1)

(N

N

1

T

1 (11)

Indikator statistik R2 ini merupakan suatu uji

statistik yang paling sering digunakan. Indikator ini akan memberikan bobot sangat tinggi untuk kesalahan absolut besar. Oleh karena itu, nilai R2 yang tinggi tidak dapat

diperoleh dari matriks berjumlah sel besar dengan kesalahan kecil, akan tetapi sangat jelek pada nilai sel yang kecil.

Persamaan (10) juga memperlihatkan bahwa nilai R2 dapat menjadi negatif jika terdapat

simpangan besar antara MAT hasil penaksiran dan MAT hasil observasi. Nilai R2=1 merupakan nilai tertinggi yang dapat

dihasilkan jika dilakukan perbandingan antarMAT. Oleh karena itu, nilai R2 yang

mendekati 1 (satu) menunjukkan tingkat kemiripan yang tinggi antarMAT yang diperbandingkan.

5.4 Normalised Mean Absolute Error

(NMAE)

Beberapa indikator uji statistik yang telah diuraikan di atas seperti RMSE, MAE, dan R2

tidak dapat digunakan untuk membandingkan MAT jika diterapkan pada daerah kajian yang berbeda karena nilai MAT sangat tergantung pada kondisi lokal

tujuan ini, disarankan untuk menggunakan indikator uji statistik NMAE yang didefinisikan sebagai persamaan (12).

100

x

T

MAE

NMAE

1





=

(12) 6. SKENARIO PERUBAHAN

Dari beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat akurasi MAT yang dihasilkan dari data arus lalulintas, faktor yang paling mempengaruhi adalah tingkat resolusi sistem zona dan sistem jaringan jalan dalam daerah kajian. Beberapa analisis perubahan akan diuji yaitu:

analisis pengaruh perubahan sistem zona terhadap tingkat akurasi MAT yang dihasilkan dari data arus lalulintas di mana sistem jaringan dianggap tetap (skenario 1).

analisis pengaruh perubahan sistem jaringan terhadap tingkat akurasi MAT yang dihasilkan dari data arus lalulintas di mana sistem zona dianggap tetap (skenario II).

analisis pengaruh akibat adanya perubahan sistem zona dan sistem jaringan terhadap tingkat akurasi MAT yang dihasilkan dari data arus lalulintas (skenario III).

7. HASIL ANALISIS

Analisis ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh yang ditimbulkan akibat adanya perubahan sistem zona dan jaringan di daerah kajian terhadap tingkat akurasi MAT yang dihasilkan dari data arus lalulintas. Dalam kajian ini, MAT akan dihasilkan dari informasi 74 buah data arus lalulintas hasil pengamatan dengan menggunakan pendekatan model kebutuhan akan transportasi.

Bagan alir dari prosedur pengujian dapat dilihat seperti Gambar 9.

(13)

Gambar 9: Diagram alir pengujian berdasarkan informasi data arus lalulintas

7.1 Penerapan model dan kalibrasi

parameter

Tahap awal yang dilakukan dalam penggunaan model gravity-opportunity (GO) adalah menentukan parameter ε dan µ. Parameter tersebut harus ditetapkan terlebih dahulu sebelum melakukan penaksiran terhadap parameter lainnya. Dengan menetapkan beberapa variasi kombinasi nilai ε=0–1,0 dan µ=0–1,0 dengan interval 0,1; setiap kombinasi akan menghasilkan nilai fungsi tujuan S.

Dari hasil uji yang dilakukan terhadap (ε, µ, dan S) maka nilai minimum S terjadi pada titik ε=1,0 dan µ=0. Nilai ε dan µ tersebut kemudian digunakan selanjutnya untuk menghitung nilai parameter lainnya yang belum diketahui (α dan β) dengan menggunakan metoda penaksiran Kuadrat-Terkecil-Tidak-Linear (KTTL). Nilai parameter yang didapat akan digunakan selanjutnya

untuk menaksir MAT dengan menggunakan model GO.

Hasil nilai ε=1,0 dan µ=0 menunjukkan bahwa pada titik tersebut model GO akan menghasilkan MAT yang paling mendekati MAT hasil observasi. Selain itu, nilai tersebut menunjukkan bahwa pergerakan kendaraan pada daerah kajian memberikan bobot yang lebih besar pada komponen opportunity dibandingkan dengan komponen gravity. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Data yang digunakan adalah data hasil survei antara jam 7.00−8.00 pagi sehingga pergerakan pada saat itu sebagian besar adalah pergerakan untuk tujuan bekerja. Untuk pergerakan untuk tujuan bekerja di daerah perkotaan, efek opportunity diperkirakan lebih dominan dibandingkan dengan efek gravity (biaya). Hal ini disebabkan karena semakin bergesernya daerah perumahan ke daerah pinggiran kota sedangkan lokasi pekerjaan tetap berada di

Skenario perubahan:

1. Sistem zona tetap, sistem jaringan berubah 2. Sistem zona berubah, sistem jaringan tetap 3. Sistem zona dan jaringan berubah

• 74 data arus lalulintas hasil pengamatan

• Model gravity-opportunity

Pembebanan keseimbangan

Kalibrasi parameter model GO dengan metoda KTTL

• MAT hasil proses estimasi

• MAT Z4J4 (sebagai MAT pembanding)

Uji statistik

RMSE, R2, NMAE

(14)

pusat kota (terdapat kecenderungan semakin besarnya rata-rata jarak antara tempat tinggal dengan tempat bekerja). Dengan kata lain, seseorang dengan tujuan bekerja akan melakukan pergerakan ke tempat bekerja (efek opportunity) tanpa memperhatikan berapa besar biaya yang dibutuhkan ke tempat bekerja tersebut (efek gravity).

7.2 Pengujian skenario I (sistem zona tetap, sistem jaringan berubah)

Uji ini dilakukan untuk mengetahui berapa besar pengaruh yang ditimbulkan akibat adanya perubahan sistem jaringan terhadap tingkat akurasi MAT hasil penaksiran dari data arus lalulintas dengan menggunakan

pendekatan model GO. Kuantifikasi yang digunakan untuk melihat perubahan sistem jaringan pada uji skenario I terlihat pada

Tabel 5. Uji ini dilakukan dengan

menggunakan 3 indikator uji statistik RMSE, R2, dan NMAE seperti terlihat pada Tabel 6,

sedangkan hasil uji dengan indikator RMSE dan NMAE dapat dilihat pada Gambar 10. Dari Tabel 6 dan Gambar 10 terlihat bahwa tingkat kesalahan antara MAT terhalus (Z4J4) dengan MAT (Z4J4−Z4J1)

dengan indikator uji statistik RMSE menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan. Hal ini mengindikasikan bahwa dampak perubahan sistem jaringan cukup signifikan terhadap tingkat akurasi MAT hasil penaksiran.

Tabel 5: Kuantifikasi perubahan sistem jaringan skenario I Kuantifikasi perubahan jaringan

No Panjang x Kapasitas (smp.km/jam) Panjang/Luas daerah (Km/Km2) PanjangxKapasitas/Luas daerah (smp.km/jam)/Km2 1 2.137.948 1,718 4.922,726 2 1.974.517 1,574 4.546,419 3 1.778.676 1,479 4.095,486 4 1.704.089 1,453 3.923,745

Tabel 6: Beberapa indikator uji statistik perbandingan antara MAT

terhalus (J4Z4) terhadap MAT (J3Z4−J1Z4) dengan menggunakan 74 data

arus lalulintas

No Jenis pengujian MAT-1 MAT-2 MAT-3 MAT-4

1 RMSE 0,0000 4,1898 4,9451 5,1741

2 R2 1,0000 0,9874 0,,9642 0,8208

3 NMAE 0,0000 49,2628 64,4671 71,6649 Gambar 10 memperlihatkan bahwa

perubahan sistem jaringan yang dilakukan pada skenario I memberikan MAT hasil penaksiran dengan tingkat kesalahan yang bervariasi seperti ditunjukkan oleh pertemuan titik-titik antara indikator uji statistik terhadap kuantifikasi dari perubahan sistem jaringan. Titik pertemuan antara RMSE terhadap kuantifikasi perubahan sistem jaringan mencapai titik optimum pada saat penggunaan jaringan AK. Hal ini

yang cukup besar dibandingkan dengan titik lainnya. Penggunaan sistem jaringan AK merupakan pemodelan sistem jaringan optimum bagi daerah kajian yang dapat digunakan patokan bagi pelaksanaan pemodelan selanjutnya. Selain itu, perubahan sistem jaringan pada skenario I (AKL, AKL*, AK, AK*) seperti terlihat pada

gambar 10 dengan jumlah zona tetap (145

buah) memperlihatkan tingkat kesalahan yang cukup besar terhadap MAT

(15)

1,40 1,45 1,50 1,55 1,60 1,65 1,70 1,75

Panjang / Luas daerah 145 Zona AKL AKL* AK AK* 0 10 20 30 40 50 1550 1650 1750 1850 1950 2050 2150 145 Zona AK* AK AKL* AKL 600 625 650 675 700 725 750 Panjang 145 Zona AKL AKL* AK AK* 145 Zona AKL AKL* AK AK* 145 Zona AKL AKL* AK AK* 3700 3900 4100 4300 4500 4700 4900 5100 Panjang x Kapasitas

Luas daerah 145 Zona

AKL AKL* AK AK* AKL AKL* AK AK* 0,00 1,50 3,00 4,50 6,00 7,50 1550 1650 1750 1850 1950 2050 2150

Panjang x Kapasitas (x 103) 145 Zona AK* AKL AK AKL* RM SE Panjang x Kapasitas (x 103) NM AE 0,00 1,50 3,00 4,50 6,00 7,50 RM SE 1,40 1,45 1,50 1,55 1,60 1,65 1,70 1,75

Panjang / Luas daerah

0 10 20 30 40 50 NM AE 0,00 1,50 3,00 4,50 6,00 7,50 RM SE 0,00 1,50 3,00 4,50 6,00 7,50 RM SE 3700 3900 4100 4300 4500 4700 4900 5100 145 Zona 600 625 650 675 700 725 750 Panjang 0 10 20 30 40 50 NM AE 0 10 20 3 40 50 NM AE Panjang x Kapasitas Luas daerah

Gambar 10: Uji statistik RMSE dan NMAE perbandingan antara MAT terhalus (J4Z4)

(16)

7.3 Pengujian skenario II (sistem zona berubah, sistem jaringan tetap)

Uji ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh perubahan sistem zona terhadap tingkat akurasi MAT hasil penaksiran dari data arus lalulintas dengan menggunakan pendekatan model GO. Kuantifikasi yang digunakan untuk melihat perubahan sistem zona pada uji skenario II terlihat pada Tabel 7. Uji ini dilakukan dengan menggunakan 3 indikator uji statistik RMSE, R2, dan NMAE seperti

terlihat pada Tabel 8, sedangkan hasil uji dengan indikator RMSE dan NMAE dapat dilihat pada Gambar 11.

Dari Tabel 8 dan Gambar 11 terlihat bahwa perubahan jumlah zona, jumlah penghubung pusat zona, dan perkalian antara jumlah zona x penghubung pusat zona terhadap tingkat kesalahan dengan uji

statistik RMSE meningkat seiring dengan berkurangnya kuantifikasi perubahan sistem zona yang dilakukan. Hasil uji ini menunjukkan bahwa nilai RMSE dan R2 yang

didapat dengan menggunakan model GO semakin besar bersamaan dengan berkurangnya jumlah zona yang digunakan pada daerah kajian. Hasil ini menggambarkan bahwa perubahan jumlah zona sangat berpengaruh terhadap tingkat akurasi MAT yang dihasilkan. Jika hal ini dibandingkan dengan hasil skenario I (sistem zona tetap, sistem jaringan berubah), lihat Gambar 10, ternyata dapat disimpulkan bahwa perubahan sistem zona mempunyai dampak yang lebih besar terhadap akurasi MAT hasil penaksiran dibandingkan dengan perubahan sistem jaringan.

Tabel 7: Kuantifikasi yang digunakan untuk menggambarkan

perubahan sistem zona skenario II (sistem zona berubah, sistem jaringan tetap)

Kuantifikasi perubahan sistem zona No Jumlah zona

(buah) Jumlah penghubung pusat zona (buah) penghubung pusat zona Jumlah zona x

1 145 188 27.260

2 95 152 14.440

3 49 99 4.851

4 18 41 738

Tabel 8: Beberapa indikator uji statistik perbandingan antara MAT

terhalus (J4Z4) terhadap MAT (J4Z3 s/d J4Z1) dengan menggunakan 74

data arus lalulintas

No Jenis pengujian MAT-1 MAT-2 MAT-3 MAT-4

1 RMSE 0,0000 16,0154 68,2895 102,9655

2 R2 1,0000 0,5056 0,2805 0,0167

3 NMAE 0,0000 59,4445 70,6668 115,7805

Hasil uji statistik RMSE pada Tabel 8 yang diperlihatkan pada Gambar 11 menunjukkan bahwa perubahan jumlah zona pada daerah kajian sangat berpengaruh besar terhadap tingkat akurasi MAT. Hal ini dapat dilihat dari tingkat kesalahan yang semakin meningkat seiring dengan

berkurangnya jumlah zona yang digunakan pada daerah kajian. Tingkat kesalahan ini dimungkinkan karena pergerakan intrazona pada MAT pembanding semakin membesar dengan berkurangnya jumlah zona yang digunakan.

(17)

0 5000 10000 15000 20000 25000 30000

Zona x Penghubung zona Jar. AKL

145

95 49

18

0 30 60 90 120 150 180 210

Jumlah penghubung zona Jar. AKL

145 95 49 18 0 15 30 45 60 75 90 105 0 25 50 75 100 125 150

Jumlah zona Jar. AKL

49 95 145 18 RM S E 0 15 30 45 60 75 90 105 RM S E 0 15 30 45 60 75 90 105 RM S E 0 20 40 60 80 100 120 0 25 50 75 100 125 150 Jar. AKL 145 95 49 18 Jar. AKL 145 95 49 18 Jar. AKL 145 95 49 18 NM A E Jumlah zona 0 30 60 90 120 150 180 210

Jumlah penghubung zona

0 20 40 60 80 100 120 NM A E 0 20 40 60 80 100 120 NM A E 0 5000 10000 15000 20000 25000 30000

Zona x Penghubung zona

Gambar 11: Uji statistik RMSE dan NMAE perbandingan antara MAT terhalus (J4Z4)

terhadap MAT (J4Z3−J4Z1) akibat perubahan sistem zona

Gambar 11 memperlihatkan bahwa

perubahan sistem zona yang dilakukan pada skenario II memberikan MAT hasil penaksiran dengan tingkat kesalahan yang bervariasi seperti ditunjukkan oleh pertemuan titik-titik antara indikator uji statistik terhadap kuantifikasi dari perubahan

sistem zona. Titik pertemuan antara RMSE terhadap kuantifikasi perubahan sistem jaringan mencapai titik optimum pada saat perubahan dari sistem 95 zona ke 49 zona. Hal ini ditunjukkan dengan adanya perbedaan hasil yang cukup besar dibandingkan dengan titik lainnya.

(18)

Penggunaan sistem 95 zona merupakan pemodelan sistem zona optimum bagi daerah kajian yang dapat digunakan patokan bagi pelaksanaan pemodelan selanjutnya.

7.4 Pengujian skenario III (sistem

zona dan jaringan berubah)

Pengujian ini dilakukan untuk melihat pengaruh yang ditimbulkan akibat adanya

perubahan sistem zona dan jaringan pada daerah kajian.

Data kuantifikasi untuk menggambarkan pengaruh perubahan sistem zona dan jaringan terlihat pada Tabel 9; sedangkan hasil uji statistik dapat dilihat pada Tabel

10.

Tabel 9: Kuantifikasi yang digunakan untuk menggambarkan perubahan sistem zona dan

sistem jaringan skenario III (sistem zona dan sistem jaringan berubah)

Kuantifikasi perubahan sistem zona dan jaringan Panjang x

Kapasitas Panjang x Kapasitas x

Jumlah zona {(Panjang x Kapasitas)/ (Luas total)} xJumlah zona No Perubahan sistem jaringan dan zona Jumlah zona (buah)

(smp.km/jam) (smp.km/jam) (smp.km/jam)/km2

Jaringan A+K+L Kelurahan 145 2.137.948 310.002.388 713.795 Gab.kelurahan 95 2.137.948 203.105.013 467.659 Kecamatan 49 2.137.948 104.759.428 241.214 1 Wilayah 18 2.137.948 38.483.055 88.609 Jaringan A+K+L* Kelurahan 145 1.974.517 286.304.936 659.231 Gab.kelurahan 95 1.974.517 187.579.096 431.910 Kecamatan 49 1.974.517 96.751.323 222.775 2 Wilayah 18 1.974.517 35.541.302 81.836 Jaringan A+K Kelurahan 145 1.778.676 257.907.991 593.845 Gab.keluraha n 95 1.778.676 168.974.201 389.071 Kecamatan 49 1.778.676 87.155.114 200.679 3 Wilayah 18 1.778.676 32.016.164 73.719 Jaringan A+K* Kelurahan 145 1.704.089 247.092.833 568.943 Gab.kelurahan 95 1.704.089 161.888.408 372.756 Kecamatan 49 1.704.089 83.500.337 192.263 4 Wilayah 18 1.704.089 30.673.593 70.627

(19)

Tabel 10: Indikator uji statistik perbandingan antara MAT terhalus (J4Z4) terhadap MAT

setelah perubahan sistem zona dan jaringan

Perubahan Indikator pengujian

No

Jaringan Zona RMSE R2 NMAE

A+K+L

Kelurahan 145 Sebagai Pembanding (Z4J4)

Gabungan kelurahan 95 16,0154 0,5056 59,4445 Kecamatan 49 68,2895 0,2805 70,6668 1 Wilayah 18 102,9655 0,0167 115,7805 A+K+L* Kelurahan 145 1,6296 0,9874 11,3285 Gabungan kelurahan 95 16,0649 0,5026 60,2072 Kecamatan 49 68,9097 0,2748 71,3542 2 Wilayah 18 104,6629 0,0122 117,0648 A+K Kelurahan 145 2,7529 0,9642 19,1883 Gabungan kelurahan 95 16,7717 0,4578 64,5732 Kecamatan 49 69,0859 0,2635 72,5668 3 Wilayah 18 108,7215 0,0059 119,2671 A+K* Kelurahan 145 6,1573 0,8208 46,5160 Gabungan kelurahan 95 17,0046 0,4074 66,0428 Kecamatan 49 69,9809 0,2445 73,9892 4 Wilayah 18 109,7215 0,0041 119,9865

Tabel 10 menunjukkan nilai uji statistik

dengan melakukan perbandingan antara MAT terhalus (J4Z4) terhadap MAT hasil

penaksiran (MAT 2−16) dari data arus lalulintas dengan menggunakan pendekatan model GO. Hasil uji dari skenario III (perubahan sistem zona dan jaringan) terlihat pada Gambar 12.

Hipotesa awal tentang perubahan sistem zona dan jaringan pada skenario III adalah semakin sedikit jumlah zona yang diikuti dengan pengurangan jumlah jaringan akan menghasilkan MAT hasil penaksiran yang semakin tidak akurat. Tingkat kesalahan yang besar pada skenario III terjadi karena pergerakan intrazona cukup besar pada MAT

pembanding. Hal ini terlihat pada Tabel 10 dari indikator uji statistik RMSE, R2, dan

NMAE yang memperlihatkan tingkat kesalahan yang semakin besar seiring dengan pengurangan jumlah zona dan jaringan jalan pada daerah kajian.

Hal ini juga dapat dibuktikan dari hasil yang diperlihatkan Gambar 12. Terlihat bahwa pengurangan jumlah zona dan pengurangan aksesibilitas pergerakan akibat perubahan sistem jaringan akan mencapai titik optimum pada saat zona berjumlah 95 buah untuk setiap sistem jaringan yang digunakan.

(20)

0 20 40 60 80 100 120

Panjang x Kapasitas x Jumlah zona (x10

6

)

A+K+L A+K+L

* A+K A+K*

49 Zona

95 Zona

145 Zona

A+K+L A+K+L* A+K A+K*

18 Zona

49 Zona 95 Zona

145 Zona

A+K+L A+K+L* A+K A+K*

18 Zona 145 Zona 95 Zona 49 Zona 145 Zona 95 Zona 18 Zona 49 Zona 18 Zona

RM

SE

50 0 100 150 200 250 300 350 0 20 40 60 80 100 120

Panjang x Kapasitas x Jumlah zona (x10

6

)

NM

AE

50 0 100 150 200 250 300 350 0 20 40 60 80 100 120

RM

SE

(Panjang x Kapasitas)

Luas daerah

100 0 200 300 400 500 600 700800

x Jumlah zona (x10

3

)

A+K+L A+K+L* A+K A+K*

(Panjang x Kapasitas)

Luas daerah

100 0 200 300 400 500 600 700 800

x Jumlah zona (x10

3

)

0 20 40 60 80 100 120

NM

AE

Gambar 12: Uji statistik RMSE dan NMAE perbandingan antara MAT resolusi terhalus (J4Z4)

terhadap MAT (1−16) akibat perubahan sistem zona dan jaringan

Gambar 12 memperlihatkan bahwa

perubahan sistem zona dan jaringan yang dilakukan pada skenario III memberikan MAT hasil penaksiran dengan tingkat kesalahan yang bervariasi seperti ditunjukkan oleh pertemuan titik-titik antara indikator uji statistik terhadap kuantifikasi dari perubahan sistem zona dan jaringan.

kuantifikasi perubahan sistem zona dan jaringan mencapai titik optimum pada saat perubahan dari sistem 95 zona ke 49 zona. Hal ini ditunjukkan dengan adanya perbedaan hasil yang cukup besar dibandingkan dengan titik lainnya. Sekali lagi dapat disimpulkan bahwa penggunaan

(21)

yang dapat digunakan patokan bagi pelaksanaan pemodelan selanjutnya. Keuntungan utama dari temuan ini adalah adanya efisiensi dari sisi biaya dan waktu pengumpulan data serta efisiensi biaya dan waktu analisis dan pengolahan data. Hal penting lainnya yang dapat disimpulkan dari

Gambar 12 adalah dampak perubahan

sistem zona mempunyai pengaruh yang lebih besar dibandingkan dari perubahan sistem jaringan terhadap akurasi MAT hasil penaksiran.

8. KESIMPULAN

Kajian yang dilakukan bertujuan untuk melihat dampak perubahan resolusi sistem zona dan jaringan terhadap akurasi MAT hasil penaksiran seperti dinyatakan dalam skenario (I−III) dengan menggunakan 74 buah data arus lalulintas di Kotamadya dan Kabupaten Bandung. Metoda penaksiran model transportasi menggunakan model gravity-opportunity (GO) sebagai usaha memodel perilaku pergerakan yang terjadi pada daerah kajian, sedangkan untuk mengkalibrasi parameter model digunakan metoda Kuadrat-Terkecil-Tidak-Linear (KTTL). Dari hasil uji skenario I−III dapat ditarik beberapa kesimpulan dan saran sebagai berikut:

a. Hasil uji statistik pada skenario I menunjukkan bahwa dampak perubahan sistem jaringan pada daerah kajian cukup signifikan terhadap tingkat akurasi MAT hasil penaksiran. Hal ini diperlihatkan pada Gambar 10 di mana terdapat perubahan nilai uji statistik RMSE seiring dengan perubahan sistem jaringan.

b. Hasil uji statistik RMSE terhadap skenario II seperti terlihat pada Tabel 8 dan

Gambar 11 memperlihatkan adanya

dampak perubahan sistem zona yang sangat signifikan terhadap tingkat akurasi MAT hasil penaksiran. Hal ini terlihat dari meningkatnya nilai uji statistik RMSE seiring dengan berkurangnya jumlah zona yang digunakan pada daerah kajian. c. Tingkat kesalahan yang besar pada saat

melakukan perubahan sistem zona seperti pada Tabel 8 dan Gambar 11

menunjukkan bahwa perubahan sistem zona memberikan dampak yang jauh lebih besar terhadap tingkat akurasi MAT hasil penaksiran dibandingkan dengan perubahan sistem jaringan. Tingkat kesalahan ini disebabkan karena cukup besarnya pergerakan intrazona yang terbentuk pada saat perubahan jumlah zona.

d. Hasil uji skenario III seperti terlihat pada

Gambar 12 menunjukkan bahwa

dampak perubahan sistem zona dan jaringan terhadap tingkat akurasi MAT hasil penaksiran sangat signifikan. Hal ini diperlihatkan dari hasil uji yang dilakukan di mana semakin berkurang jumlah zona dan jaringan pada daerah kajian maka semain besar tingkat kesalahan yang terjadi. Tingkat kesalahan yang besar pada skenario III ini disebabkan karena besarnya pergerakan intrazona yang terjadi pada MAT pembanding.

e. Hasil analisis dari ketiga skenario menghasilkan MAT optimum untuk setiap skenario adalah:

Skenario I (perubahan sistem zona), MAT optimum terjadi pada sistem 95 zona atau zona gabungan kelurahan. Skenario II (perubahan sistem

jaringan), MAT optimum terjadi pada sistem jaringan AK (arteri + kolektor). Skenario III (perubahan sistem zona

dan jaringan), MAT optimum terjadi pada sistem 95 zona atau zona gabungan kelurahan dengan sistem jaringan AK (arteri + kolektor).

Hasil pengujian perubahan sistem zona dan jaringan optimum dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan pemodelan di daerah kajian karena kebutuhan informasi mengenai sistem zona maupun jaringan jauh semakin berkurang sehingga waktu pengolahan datapun menjadi lebih singkat.

Berdasarkan hasil kajian yang telah dilakukan, beberapa saran perlu dilakukan sebagai langkah pengembangan lanjut dalam upaya lebih meningkatkan kualitas kajian. Adapun saran tersebut adalah sebagai berikut:

(22)

a. Semakin banyak jumlah data yang digunakan maka semakin akurat MAT yang akan dihasilkan untuk setiap skenario perubahan sistem zona dan jaringan. Ruas jalan yang akan disurvai data arus lalulintasnya adalah ruas jalan yang banyak digunakan oleh setiap pasangan zona asal-tujuan.

b. Untuk kajian lanjut, pembagian sistem zona dapat dilakukan berdasarkan tata guna tanah seperti permukiman, industri, perdagangan, dan perkantoran sehingga pola pergerakan yang terjadi pada setiap zona dapat lebih diketahui sehingga sistem penanganan sistem jaringan jalan dapat lebih optimal.

9. PENGHARGAAN

Penelitian ini merupakan bagian dari proyek penelitian Graduate Team Research Grant, Batch IV, 1998/1999, University Research for Graduate Education (URGE) Project dengan judul ‘Dynamic Origin-Destination (O-D) Matrices Estimation From Real Time Traffic Count Information’.

DAFTAR PUSTAKA

Nguyen, S. (1982) Estimating Origin-Destination Matrices From Observed Flows, Proceeding of the 1st Course on

Transportation Planning of the International School of Transportation Planning, Amalfi, Italy.

Smith, D.P. and Hutchinson, B.G. (1981) Goodness of Fit Statistics for Trip Distribution Models, Transportation Research, 15A(4), 295−303.

Transkod (1998) Studi Sistem Transportasi Terpadu di Kotamadya Dati II Bandung, Laporan Akhir, Lembaga Penelitian ITB.

Transkab (1998) Penyusunan Rencana

Pengembangan Transportasi Kabupaten Bandung, Laporan Akhir, Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat ITB.

Tamin, O.Z. (1988) The estimation of

transport demand models from traffic counts, PhD Dissertation, University of

Tamin, O.Z. and Willumsen, L.G. (1988)

Freight Demand Model Estimation From Traffic Counts, Proceedings of the 16th

PTRC Summer Annual Conference, University of Bath (UK).

Tamin, O.Z. (1997) Perencanaan dan

Pemodelan Transportasi, Edisi I, Penerbit ITB.

Wilson, S.R. (1976) Statistical Notes on the Evaluation of Calibrated Gravity Models, Transportation Research, 10(5), 343−345.

Gambar

Gambar 1: Metoda estimasi Matriks Asal-Tujuan (MAT)  Sumber: Tamin (1988, 1997)  Metode Analogi• Tanpa-batasan - Seragam •  Dengan-satu-batasan - Batasan-bangkitan - Batasan-tarikan • Dengan-dua-batasan - Rata-rata - Fratar - Detroit - Furness Metode Tidak
Gambar 3: Resolusi sistem zona berdasarkan kelurahan (Z 4 )
Tabel 3: Sistem pembagian jaringan  berdasarkan skenario
Gambar 5: Resolusi sistem jaringan berdasarkan arteri + sebagian kolektor (J 1 )
+7

Referensi

Dokumen terkait

Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) merupakan kegiatan yang berkaitan dengan proses pembelajaran. Kegiatan PPL terdiri dari pembuatan rencana pelaksanaan pembelajaran,

Penelitian perkembangan wilayah di perkotaan Klaten ini dilakukan untuk mengetahui arah perkembangan wilayah yang terjadi karena adanya pembangunan dari tahun 2009 sampai

Daripada persamaan 2 juga, telah diperhatikan bahawa magnitud pekali-pekali untuk beban serbuk adalah lebih besar daripada pekali-pekali untuk suhu larutan dan masa

Selanjutnya, ANOVA yang ditunjukkan oleh Jadual 3 menunjukkan bahawa suhu air yang digunakan untuk merendam jasad anum bagi tujuan penyahikatan larutan mempunyai tahap signifikan

2.1 Penelitian Terdahulu Adapun penelitian terdahulu yang peneliti jadikan sebagai acuan terkait dengan penelitian ini diantaranya: Zuraidha 2015 misalnya, dalam penelitiannya

Zaključno, pri implementaciji Vitke metodologije, posebice u području razvoja novog proizvoda treba imati na umu da fokus Vitke metodologije nije samo na ukljanjanju gubitaka

Jika tabel dan diagram diatas dianalisis , maka nampak bahwa keterampilan guru mengadakan variasi mengajar dalam pembelajaran belum dapat meningkatkan hasil