• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gangguan Psikiatri Pada Anak Dan Remaja Autisme

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Gangguan Psikiatri Pada Anak Dan Remaja Autisme"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB V

GANGGUAN PSIKIATRI PADA ANAK DAN REMAJA:

AUTISME TUJUAN BELAJAR

Tujuan Kognitif

1. Mengenal berbagai gangguan autisme pada anak Mengetahui definisi secara umum

Mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya gangguan autisme Mengetahui gejala-gejala autisme

Menentukan tipe gangguan autisme

Menentukan diagnosis autisme dengan tepat Menentukan prognosis

2. Penanganan autisme secara komprehensif Memilih terapi secara tepat

Penanganan yang tepat untuk gangguan autisme Tujuan Afektif

1. Menghargai peranan ilmu kedokteran jiwa anak

Menjelaskan pentingnya ilmu kedokteran jiwa anak Menggambarkan peranan seorang psikiater anak

Menjelaskan bahwa seorang anak memang berbeda dengan orang dewasa bukan saja dari hal ukuran badan

2. Menunjukkan perhatian akan berbagai gangguan jiwa anak

Menjelaskan kepada lingkungan mengenai hal-hal yang dapat menimbulkan gangguan situasional sementara

(2)

PENDAHULUAN

Autisme yang dikenal sebagai autistic spectrum disorder (ASD) atau pervasive

developmental disorder merupakan gangguan yang perlu mendapat perhatian khusus dari

para klinisi ahli kesehatan anak. Autisme merupakan fenomena yang masih menyimpan banyak rahasia walaupun telah diteliti lebih dari 60 tahun yang lalu. Sampai saat ini belum dapat ditemukan penyebab pasti dari gangguan autisme ini, sehingga belum dapat dikembangkan cara pencegahan dan penanganan yang tepat. Pada awalnya autisme dipandang sebagai gangguan yang disebabkan oleh faktor psikologis yaitu pola pengasuhan orangtua yang tidak hangat secara emosional, tetapi barulah sekitar tahun 1960 dimulai penelitian neurologis yang membuktikan bahwa autisme disebabkan oleh adanya abnormalitas pada otak.

Autisme dapat terjadi pada semua kelompok masyarakat kaya, miskin, di desa di kota, berpendidikan maupun tidak serta pada semua kelompok etnis dan budaya di dunia. Jumlah anak yang terkena autisme semakin meningkat pesat di berbagai belahan dunia, kondisi ini menyebabkan banyak orangtua menjadi was-was sehingga sedikit saja anak menunjukkan gejala yang dirasa kurang normal selalu dikaitkan dengan gangguan autisme. Di California pada tahun 2002 disimpulkan terdapat 9 kasus autisme per-harinya. Di Amerika Serikat disebutkan autisme terjadi pada 15.000 – 60.000 anak dibawah 15 tahun. Di Indonesia yang berpenduduk 200 juta, hingga saat ini belum diketahui berapa persisnya jumlah penderita namun diperkirakan jumlah anak autisme dapat mencapai 150-200 ribu orang. Perbandingan antara laki dan perempuan adalah 4 : 1, namun anak perempuan yang terkena akan menunjukkan gejala yang lebih berat.

Autisme termasuk kasus yang jarang, biasanya identifikasinya melalui pemeriksaan yang teliti di rumah sakit, dokter atau sekolah khusus. Dewasa ini terdapat kecenderungan peningkatan kasus-kasus autisme pada anak (autisme infantil) yang datang pada praktek neurologi dan praktek dokter lainnya. Umumnya keluhan utama yang disampaikan oleh orang tua adalah keterlambatan bicara, perilaku aneh dan acuh tak acuh, atau cemas apakah anaknya tuli.

Terapi anak autisme membutuhkan deteksi dini, intervensi edukasi yang intensif, lingkungan yang terstruktur, atensi individual, staf yang terlatih baik, dan peran serta orang tua sehingga melibatkan banyak bidang, baik bidang kedokteran, pendidikan, psikologi

(3)

maupun bidang sosial. Dalam bidang kedokteran, untuk menangani masalah autisme dengan pengobatan khususnya medika mentosa, di bidang pendidikan dapat dilakukan dengan memberikan latihan pada orang tua penderita. Terapi perkembangan perilaku dapat dilakukan dalam bidang psikologi, sedangkan mendirikan yayasan autisme sebagai lembaga yang mampu secara professional menangani masalah autisme adalah salah satu contoh yang dilakukan dalam bidang sosial.

Prognosis untuk penderita autisme tidak selalu buruk. Pada gangguan autisme, anak yang mempunyai IQ diatas 70 dan mampu menggunakan komunikasi bahasa mempunyai prognosis yang baik. Berdasarkan gangguan pada otak, autisme tidak dapat sembuh total tetapi gejalanya dapat dikurangi, perilaku dapat diubah ke arah positif dengan berbagai terapi. Sejauh ini masih belum terdapat kejelasan secara pasti mengenai penyebab dan faktor risikonya sehingga strategi pencegahan yang dilakukan masih belum optimal. Saat ini tujuan pencegahan mungkin hanya sebatas untuk mencegah agar gangguan yang terjadi tidak lebih berat lagi, bukan untuk menghindari kejadian autisme.

AUTISME DEFINISI

Autisme berasal dari bahasa Yunani “autos” yang berarti segala sesuatu yang mengarah pada diri sendiri. Autisme pertama kali dikemukakan oleh Dr. Leo Kanner 1943, seorang psikiater Amerika. Istilah autisme dipergunakan untuk menunjukkan suatu gejala psikosis pada anak-anak yang unik dan menonjol yang sering disebut dengan sindroma Kanner.

Autisme adalah salah satu defisit perkembangan pervasif pada awal kehidupan anak yang disebabkan oleh gangguan perkembangan otak yang ditandai dengan ciri pokok yaitu terganggunya perkembangan interaksi sosial, bahasa dan wicara, serta munculnya perilaku yang bersifat repetitif, stereotipik dan obsesif.

Menurut DSM IV (Diagnostic and Statistical Manual) dari American Psychiatric

Association 1994, autisme digolongkan dalam Perva sive Developmental Disorder (PDD)

atau gangguan perkembangan pervasif pada anak yang gejalanya muncul sebelum berumur 3 tahun.

(4)

komunikasi dan perilaku. Diagnosis autisme ditegakkan bila berdasarkan observasi sejumlah gejala seperti yang tercantum dalam DSM-IV.

ICD-10 menggunakan definisi yang sama ditambah dengan usaha lebih intensif menentukan subgrup autisme. Beberapa gangguan lain digolongkan dalam PDD, yaitu:

1. Autistic disorder . Gangguan interaksi sosial,komunikasi dan bermain imajinatif

sebelum umur 3 tahun dengan perilaku, minat dan aktivitas yang stereotipik.

2. Asperger's disorder. ditandai gangguan interaksi sosial, minat, aktivitas terbatas, tanpa

keterlambatan perkembangan bahasa, dengan IQ normal atau di atas normal.

3. Pervasive Developmental Disorder- Not Otherwise Specified (PDD-NOS) sering

disebut autisme atipikal. Anak tidak memenuhi kriteria diagnosis spesifik, tetapi ada gangguan berat dan pervasif pada suatu tipe perilaku.

4. Rett's disorder . Kelainan progresif hanya pada anak perempuan. Pada mulanya

terlihat perkembangan normal, lalu kemunduran berupa hilangnya kemampuan, hilangnya fungsi tangan yang diganti dengan gerakan tangan seperti "mencuci" pada saat anak tersebut berumur 1-4 tahun.

5. Childhood disintegrative disorder . Perkembangan normal paling tidak 2 tahun

pertama kehidupan, disusul hilangnya kemampuan.

EPIDEMIOLOGI

Gangguan autisme dapat terjadi dengan angka 2-5 kasus/100.000 anak (0,02-0,05%) di bawah usia 12 tahun. Jika retardasi mental berat dengan ciri autistik dimasukkan, angka dapat meningkat sampai setinggi 20/10.000. Pada sebagian kasus autisme mulai sebelum 36

(5)

bulan tetapi mungkin tidak terlihat oleh orangtua, tergantung pada kesadaran mereka dan keparahan gangguan.

Jumlah anak yang terkena autisme semakin meningkat pesat di berbagai belahan dunia. Di Kanada dan Jepang pertambahan ini mencapai 40 persen sejak 1980. Di California sendiri pada tahun 2002 disimpulkan terdapat 9 kasus per-harinya. Di Amerika Serikat disebutkan autisme terjadi pada 15.000 – 60.000 anak dibawah 15 tahun. Di Inggris pada awal tahun 2002 bahkan dilaporkan angka kejadian autisme meningkat sangat pesat, dicurigai 1 diantara 10 anak menderita autisme. Di Indonesia yang berpenduduk 200 juta, hingga saat ini belum diketahui berapa persisnya jumlah penderita namun diperkirakan jumlah anak autisme dapat mencapai 150-200 ribu orang.

Gangguan autisme ditemukan lebih sering pada anak laki-laki dibandingkan pada anak perempuan. Tiga sampai lima kali lebih banyak anak laki-laki yang memiliki gangguan autistik dibandingkan anak perempuan. Tetapi anak perempuan yang memiliki gangguan autistik cenderung terkena lebih serius dan lebih mungkin memiliki riwayat keluarga gangguan kognitif dibandingkan anak laki-laki.

Penelitian permulaan menemukan gangguan ini lebih sering pada status sosio-ekonomi tinggi, namun hal ini mungkin dipengaruhi oleh bias, karena dalam 25 tahun terakhir terdapat peningkatan kasus pada kelompok sosio-ekonomi rendah. Penemuan ini mungkin akibat bertambahnya kewaspadaan akan ganguan ini dan bertambahnya fasilitas kesehatan untuk anak-anak miskin.

ETIOLOGI DAN PATOGENESIS

Penyebab autisme sampai sekarang belum dapat ditemukan dengan pasti. Banyak sekali pendapat yang bertentangan antara ahli yang satu dengan yang lainnya mengenai hal ini.

Gangguan autistik adalah suatu gangguan perkembangan perilaku. Walaupun gangguan autistik pertama kali dianggap berasal dari psikologis atau psikodinamik, banyak bukti-bukti yang terkumpul mendukung adanya substrat biologis.

1. Faktor Genetika

(6)

Angka kesesuaian gangguan autistik pada dua penelitian besar terhadap anak kembar adalah 36% pada pasangan monozigotik dibandingkan 0% pada pasangan dizigotik pada salah satu penelitian dan kira-kira 96% pada pasangan monozigotik dibandingkan kira-kira 27% pada pasangan dizigotik pada penelitian kedua. Laporan klinis dan penelitian menyatakan bahwa anggota keluarga nonautistik memiliki berbagai masalah bahasa atau kognitif lainnya yang sama dengan orang autistik, tetapi dalam bentuk yang lebih ringan.

2. Kelainan Organik-Neurologis-Biologis

Gangguan autistik dan gejala autistik berhubungan dengan kondisi yang memiliki lesi neurologis, terutama rubella kongenital, fenilketonuria (PKU), sklerosis tuberosus dan gangguan rett. Defek metabolisme dasar pada PKU adalah ketidakmampuan untuk mengubah fenilalanin menjadi paratirosin karena adanya atau tidak aktifnya enzim fenilalanin hidroksilase, yang mengkatalisis perubahan tersebut. Anak PKU adalah hiperaktif dan menunjukan perilaku temper tantrum serta kadang-kadang menyerupai anak autisme.

Ada pendapat yang mengatakan bahwa terlalu banyak vaksin Hepatitis B dan MMR (Mumps, Measles dan Rubella) bisa berakibat anak mengidap penyakit autisme. Hal ini dikarenakan vaksin ini mengandung zat pengawet thimerosal, yang terdiri dari etilmerkuri yang menjadi penyebab utama sindrom Autisme Spectrum Disorder. Tapi hal ini masih diperdebatkan oleh para ahli karena tidak adanya bukti yang kuat.

4-32 % orang autistik memiliki kejang grand mal pada suatu saat dalam kehidupannya, dan kira-kira 20-25% orang autistik menunjukkan pembesaran ventrikular pada pemeriksaan tomografi komputer.

Berbagai kelainan elektroensefalogram (EEG) ditemukan pada 10-83% anak autistik, walaupun tidak ada temuan EEG yang spesifik untuk gangguan autistik, terdapat indikasi kegagalan lateralisasi serebral. Pada pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI) ditemukan hipoplasia pada lobulus vermal VI dan VII sereberal, dan penelitian MRI lain menemukan abnormalitas kortikal terutama polimikrogria, pada beberapa pasien autistik.

3. Faktor Imunologis

Beberapa bukti menyatakan bahwa inkompatibilitas imunologi antara ibu dan embrio atau janin dapat menyebabkan gangguan autistik. Limfosit beberapa anak autistik bereaksi

(7)

dengan antibodi maternal yang meningkatkan kemungkinan bahwa jaringan neural embrionik atau ekstraembrional mungkin mengalami kerusakan selama kehamilan.

4. Faktor Perinatal

Selama gestasi, perdarahan maternal setelah trimester pertama dan mekonium dalam cairan amnion telah dilaporkan lebih sering ditemukan pada anak autistik dibandingkan populasi umum. Dalam periode neonatus, anak autistik mempunyai insidensi tinggi sindroma gawat pernapasan dan anemia neonatus. Beberapa bukti menyatakan tingginya insidensi pemakaian medikasi selama kehamilan oleh ibu dari anak autistik.

5. Temuan Neuroanatomi

Lobus temporalis diperkirakan sebagai bagian penting dalam otak yang mungkin abnormal dalam gangguan autistik, hal ini didasarkan pada laporan sindroma mirip autistik pada beberapa orang yang mengalami kerusakan lobus temporalis. Temuan lain pada gangguan autistik adalah penurunan sel purkinye di serebellum, kemungkinan menyebabkan kelainan atensi, kesadaran, dan proses sensorik.

6. Temuan Biokimiawi

Pasien dengan gangguan autistik mengalami peningkatan serotonin plasma pada sepertiga pasien. Temuan ini tidak spesifik untuk gangguan autistik, karena orang dengan retardasi mental tanpa gangguan autistik juga memiliki kecendrungan tersebut. Pasien dengan gangguan autistik tanpa retardasi mental juga memiliki insidensi tinggi hiperserotonemia.

Pada beberapa anak autistik, peningkatan homovanilic acid (suatu metabolit utama dopamin) dalam cairan serebrospinalis adalah disertai dengan peningkatan penarikan diri dan stereotipik. Beberapa bukti menyatakan bahwa keparahan gejala menurun saat rasio 5-hydroxyindoleacetic acid (5-HIAA) yang merupakan metabolit serotonin cairan serebrospinalis terhadap homovanillic acid cairan serebrospinalis meningkat. 5-HIAA cairan serebrospinalis mungkin berbanding terbalik dengan kadar serotonin darah; kadar tersebut meningkat pada sepertiga pasien dengan gangguan autistik, suatu temuan nonspesifik yang juga ditemukan pada pasien dengan retadasi mental.

(8)

7. Faktor Psikodinamika dan Keluarga

Penelitian terakhir yang membandingkan orangtua dari anak-anak autistik dengan orangtua anak-anak yang normal tidak menunjukan perbedaan yang bermakna dalam kemampuan membesarkan anak. Tidak ada bukti memuaskan yang menyatakan bahwa jenis tertentu fungsi keluarga yang menyimpang atau kumpulan faktor psikodinamika yang menyebabkan perkembangan gangguan autistik. Namun demikian, beberapa anak autistik berespon terhadap stresor psikososial, seperti kelahiran seorang adik atau pindah rumah baru, dengan eksaserbasi gejala.

GAMBARAN KLINIS

Tanda-tanda awal pada pasien autisme berkaitan dengan usia anak. Usia anak dimana sindroma autisme dapat dikenal merupakan kunci untuk segera melakukan intervensi berupa pelatihan dan pendidikan dini. National Academy of Science USA menganjurkan bahwa pendidikan dini merupakan kunci keberhasilan bagi seorang anak dengan sindroma autisme. Pada umumnya semua peneliti sepakat bahwa sindroma autisme merupakan diagnosis sekelompok anak dengan kekurangan dalam bidang sosialisasi, komunikasi dan afeksi. Mereka juga sepakat bahwa mengenal tanda-tanda awal autisme yaitu sejak usia dini (bayi baru lahir bahkan sebelum lahir) sangat penting untuk upaya penanggulangan.

Ada beberapa gejala yang harus diwaspadai terlihat sejak bayi atau anak menurut usia.

USIA 0 – 6 BULAN

• Bayi tampak terlalu tenang ( jarang menangis)

• Terlalu sensitif, cepat terganggu/terusik

• Gerakan tangan dan kaki berlebihan terutama bila mandi

• Tidak ditemukan senyum sosial diatas 10 minggu

• Tidak ada kontak mata diatas umur 3 bulan

• Perkembangan motor kasar/halus sering tampak normal

USIA 6 – 12 BULAN

• Bayi tampak terlalu tenang ( jarang menangis)

• Terlalu sensitif, cepat terganggu/terusik

• Gerakan tangan dan kaki berlebihan

(9)

• Menggigit tangan dan badan orang lain secara berlebihan

• Tidak ditemukan senyum sosial

• Tidak ada kontak mata

• Perkembangan motor kasar/halus sering tampak normal

USIA 1 – 2 TAHUN

• Kaku bila digendong

• Tidak mau bermain permainan sederhana (ciluk ba, da-da)

• Tidak mengeluarkan kata

• Tidak tertarik pada boneka

• Memperhatikan tangannya sendiri

• Terdapat keterlambatan dalam perkembangan motor kasar/halus

• Mungkin tidak dapat menerima makanan cair

USIA 2 – 3 TAHUN

• Tidak tertarik untuk bersosialisasi dengan anak lain

• Melihat orang sebagai “benda”

• Kontak mata terbatas

• Tertarik pada benda tertentu

• Kaku bila digendong

USIA 4 – 5 TAHUN

• Mengeluarkan suara yang aneh (nada tinggi atau datar)

• Marah bila rutinitas yang seharusnya berubah

• Menyakiti diri sendiri (membenturkan kepala)

• Temperamen tantrum atau agresif

• Sering didapatkan ekolalia (membeo)

Gejala autisme infantil timbul sebelum anak mencapai usia 3 tahun. Pada sebagian anak gejala gangguan perkembangan ini sudah terlihat sejak lahir. Seorang ibu yang cermat dapat melihat beberapa keganjilan sebelum anaknya mencapai usia satu tahun. Yang sangat menonjol adalah tidak adanya kontak mata dan kurangnya minat untuk berinteraksi dengan orang lain.

(10)

Secara umum ada beberapa gejala autisme yang akan tampak semakin jelas saat anak telah mencapai usia 3 tahun, yaitu:

1. Gangguan dalam komunikasi verbal maupun non verbal seperti terlambat bicara, mengeluarkan kata-kata dalam bahasanya sendiri yang tidak dapat dimengerti , ekolalia, sering meniru dan mengulang kata tanpa ia mengerti maknanya.

2. Gangguan dalam bidang interaksi sosial, seperti menghindar kontak mata, tidak melihat jika dipanggil, menolak untuk dipeluk, lebih suka bermain sendiri.

3. Gangguan pada bidang perilaku yang terlihat dari adanya perilaku yang berlebih (excessive ) dan kekurangan ( deficient ) seperti impulsif, hiperaktif, repetitif namun dilain waktu terkesan pandangan mata kosong, melakukan permainan yang sama dan monoton .Kadang-kadang ada kelekatan pada benda tertentu seperti gambar, karet, dll yang dibawanya kemana-mana.

4. Gangguan pada bidang perasaan/emosi, seperti kurangnya empati, simpati, dan toleransi; kadang-kadang tertawa dan marah sendiri tanpa sebab yang nyata dan sering mengamuk tanpa kendali bila tidak mendapatkan apa yang ia inginkan.

5. Gangguan dalam persepsi sensoris seperti mencium-cium dan menggigit mainan atau benda, bila mendengar suara tertentu langsung menutup telinga, tidak menyukai rabaan dan pelukan.

Gejala–gejala tersebut di atas tidak harus ada semuanya pada setiap anak autisme, tergantung dari berat-ringannya gangguan yang diderita anak.

(11)

Gambar. Tingkah laku anak Autis yang sering muncul DIAGNOSIS

Kriteria diagnostik untuk gangguan autistik :

A. Total enam atau lebih hal dari 1, 2 dan 3 dengan sekurangnya dua dari 1 dan masing-masing satu dari 2 dan 3

1. Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial seperti ditujukan oleh sekurang-kurangnya dua dari berikut:

a) Gangguan jelas dalam penggunaan perilaku nonverbal multipel seperti tatapan mata, ekspresi wajah, postur tubuh dan gerak-gerik untuk mengatur interaksi sosial.

b) Gagal untuk mengembangkan hubungan dengan teman sebaya yang sesuai menurut tingkat perkembangan.

(12)

c) Tidak adanya keinginan spontan untuk berbagi kesenangan, minat, atau pencapaian dengan orang lain (misalnya tidak memamerkan, membawa, atau menunjukkan benda yang menarik minat).

d) Tidak ada timbal balik sosial atau emosional.

2. Gangguan kualitatif dalam komunikasi seperti yang ditujukkan oleh sekurangnya satu dari berikut :

a) Keterlambatan dalam atau sama sekali tidak ada, perkembangan bahasa ucapan (tidak disertai oleh usaha untuk berkompensasi melalui cara komunikasi lain seperti gerak-gerik atau mimik).

b) Pada individu dengan bicara yang adekuat gangguan jelas dalam kemampuan untuk memulai atau mempertahankan percakapan dengan orang lain.

c) Pemakaian bahasa atau bahasa idiosinkratik secara stereotipik dan berulang. d) Tidak adanya berbagai permainan khayalan atau permainan pura-pura sosial

yang spontan yang sesuai menurut tingkat perkembangan.

3. Pola perilaku, minat, dan aktivitas yang terbatas, berulang, dan stereotipik, seperti ditunjukkan oleh sekurangnya satu dari berikut :

a) Preokupasi dengan satu atau lebih pola minat yang stereotipik dan terbatas, yang abnormal baik dalam intensitas maupun fokusnya.

b) Ketaatan yang tampaknya tidak fleksibel terhadap rutinitas atau ritual yang spesifik dan nonfungsional.

c) Manerisme motorik stereotipik dan berulang (misalnya menjentikkan, atau memuntirkan tangan atau jari atau gerakan kompleks seluruh tubuh).

B. Keterlambatan atau fungsi abnormal pada sekurangnya satu bidang berikut dengan onset sebelum usia 3 tahun :

1. Interaksi sosial.

2. Bahasa yang digunakan dalam komunikasi sosial. 3. Permainan simbolik atau imaginatif.

C. Gangguan tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan Rett atau gangguan disintegratif masa anak-anak.

(13)

Pedoman Diagnostik (PPDGJ III)

 Biasanya tidak ada riwayat perkembangan abnormal yang jelas, tetapi jika dijumpai, abnormalitas tampak sebelum usia 3 tahun.

 Selalu dijumpai hendaya kualitatif dalam interaksi sosialnya. Ini berbentuk tidak adanya apresiasi adekuat terhadap isyarat sosio emosional yang tampak sebagai kurangnya respon terhadap emosi orang lain dan/atau kurangnya modulasi terhadap perilaku dalam konteks sosial; buruk dalam menggunakan isyarat sosial dan lemah dalam integrasi perilaku sosial, emosional dan komunikatif; dan khususnya, kurangnya respon timbal balik sosial emosional.

 Demikian juga terdapat hendaya kualitatif dalam komunikasi. Ini berbentuk kurangnya penggunaan sosial dari kemampuan bahasa yang ada; hendaya dalam permainan imaginatif dan imitasi sosial; buruknya keserasian dan kurangnya interaksi timbal balik dalam percakapan; buruknya fleksibilitas dalam bahasa ekspresif dan relatif kurang dalam kreativitas dan fantasi dalam proses pikir; kurangnya respons emosional terhadap ungkapan verbal dan nonverbal orang lain; hendaya dalam menggunakan variasi irama atau tekanan modulasi komunikatif; dan kurangnya isyarat tubuh untuk menekankan atau mengartikan komunikasi lisan.

 Kondisi ini juga ditandai oleh pola perilaku, minat dan kegiatan yang terbatas, pengulangan dan stereotipik. Ini berbentuk kecendrungan untuk bersikap kaku dan rutin dalam aspek kehidupan sehari-hari; ini biasanya berlaku untuk kegiatan baru atau kebiasaan sehari-hari yang rutin dan pola bermain. Terutama sekali dalam masa kanak, terdapat kelekatan yang aneh terhadap benda yang tak lembut. Anak dapat memaksa suatu kegiatan rutin seperti upacara dari kegiatan yang sebetulnya tidak perlu; dapat menjadi preokupasi yang stereotipik dengan perhatian pada tanggal, rute atau jadwal; sering terdapat stereotipik motorik; sering menunjukkan perhatian yang khusus terhadap unsur sampingan dari benda (seperti bau dan rasa); dan terdapat penolakan terhadap perubahan dari rutinitas atau dalam tata ruang dari lingkungan pribadi (seperti perpindahan dari hiasan dalam rumah).

 Anak autisme sering menunjukkan beberapa masalah yang tak khas seperti ketakutan/fobia, gangguan tidur dan makan, mengadat (terpertantrum) dan agresivitas. Mencederai diri sendiri (seperti menggigit tangan) sering kali terjadi, khususnya jika

(14)

spontanitas, inisiatif dan kreativitas dalam mengatur waktu luang dan mempunyai kesulitan dalam melaksanakan konsep untuk menuliskan sesuatu dalam pekerjaan (meskipun tugas mereka tetap dilaksanakan dengan baik). Abnormalitas perkembangan harus tampak dalam usia 3 tahun untuk dapat menegakkan diagnosis, tetapi sindrom ini dapat didiagnosis pada semua usia.

A. TIPE AUTISME

Ada beberapa tipe Autisme;

Aloof

Anak dengan autisme dari tipe ini senantiasa berusaha menarik diri dari kontak sosial, dan cenderung untuk menyendiri di pojok.

Passive

Anak dengan autisme tipe ini tidak berusaha mengadakan kontak sosial melainkan hanya menerima saja.

Active but odd

Sedangkan pada tipe ini, anak melakukan pendekatan namun hanya bersifat satu sisi yang bersifat repetitif dan aneh.

Apabila seorang anak telah mengalami keadaan autis ada baiknya penanganan dimulai sejak dini. Usia yang paling bagus untuk memulai penanganan adalah 2-3 tahun, karena pada usia ini perkembangan otak anak berada pada tahap paling cepat. Dengan terapi 2-3 tahun berikutnya dapat membantu anak untuk memasuki sekolah reguler sesuai dengan umur anak.

Perilaku autistik pada anak dapat digolongkan menjadi 2 macam, yaitu: Perilaku yang

eksesif(berlebihan) yaitu perilaku yang tidak terkontrol antara lain perilaku hiperaktif dan

mengamuk berupa menjerit, menggigit, menyepak, memukul, dan perilaku defisit (berkekurangan).

B. DIAGNOSIS BANDING

- Skizofrenia dengan onset masa anak-anak

Skizofrenia jarang pada anak-anak di bawah 5 tahun. Skizofrenia disertai dengan halusinasi atau waham, dengan insidensi kejang dan retardasi mental yang lebih rendah dan dengan I.Q yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak autistik.

(15)

Kriteria Gangguan Autistik Skizofrenia dengan onset masa anak-anak

Usia onset <36 bulan >5 tahun

Insidensi 2-5 dalam 10.000 Tidak diketahui,

kemungkinan sama atau bahkan lebih jarang

Rasio jenis kelamin (L:P) 3-4:1 1,67:1

Riwayat keluarga skizofrenia Tidak naik atau kemungkinan tidak naik

Naik Status sosioekonomi Terlalu mewakili kelompok

SSE tinggi (artefak)

Lebih sering pada SSE rendah

Penyulit prenatal dan perinatal

Lebih sering pada gangguan autistic

Lebih jarang pada skizofrenia

disfungsi otak dan

karakteristik perilaku

Gagal untuk mengembangkan hubungan : tidak ada bicara (ekolalia); frasa stereotipik; tidak ada atau buruknya

pemahaman bahasa;

kegigihan atas kesamaan dan stereotipik.

Halusinasi dan waham, gangguan pikiran

fungsi adaptif Biasanya selalu terganggu

Tingkat inteligensi Pada sebagian besar kasus subnormal, sering terganggu parah (70%)

Pemburukan fungsi

Pola I.Q. Jelas tidak rata Dalam rentang normal,

sebagian besar normal bodoh (15%)

Kejang Grand mal 4-32% Lebih rata , Tidak ada atau

insidensi rendah - Retardasi mental dengan gangguan emosional/perilaku

Kira-kira 40% anak autistik adalah teretardasi sedang, berat atau sangat berat, dan anak yang teretardasi mungkin memiliki gejala perilaku yang termasuk ciri autistik.

(16)

1. Anak teretardasi mental biasanya berhubungan dengan orang tua atau anak-anak lain dengan cara yang sesuai dengan umur mentalnya.

2. Mereka menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan orang lain. 3. Mereka memilki sifat gangguan yang relatif tetap tanpa pembelahan fungsi - Gangguan bahasa reseptif /ekspresif campuran

Sekelompok anak dengan gangguan bahasa reseptif/ekspresif memiliki ciri mirip autistik.

Kriteria Gangguan autistik Gangguan bahasa reseptif/ekspresif campuran

Insidensi 2-5 dalam 10.000 5 dalam 10.000

Ratio jenis kelamin (L:P) 3-4 : 1 sama atau hampir sama

Riwayat keluarga adanya keterlambatan bicara / gangguan bahasa

25 % kasus 25 % kasus

Ketulian yang berhubungan sangat jarang tidak jarang

Komunikasi nonverbal

(gerak gerik, dll)

tidak ada/rudimenter Ada

Kelainan bahasa (misalnya ekolalia, frasa stereotipik diluar konteks)

lebih sering lebih jarang

Gangguan artikulasi lebih jarang lebih sering

Tingkat intelegensia sering terganggu parah Walaupun mungkin

terganggu, seringkali kurang parah

Pola test IQ tidak rata, rendah pada skor

verbal, rendah pada sub test pemahaman

lebih rata, walaupun IQ verbal lebih rendah dari IQ kinerja

Perilaku autistik, gangguan kehuidupan sosial, aktivitas stereotipik dan ritualistik

lebih sering dan lebih parah tidak ada atau jika ada, kurang parah

Permainan imaginatif tidak ada/rudimenter biasanya ada

(17)

Afasia didapat dengan kejang adalah kondisi yang jarang yang kadang sulit dibedakan dari gangguan autistik dan gangguan disintegratif masa anak-anak. Anak-anak dengan kondisi ini normal untuk beberapa tahun sebelum kehilangan bahasa reseptif dan ekspresifnya selama periode beberapa minggu atau beberapa bulan. Sebagian akan mengalami kejang dan kelainan EEG menyeluruh pada saat onset, tetapi tanda tersebut biasanya tidak menetap. Suatu gangguan yang jelas dalam pemahaman bahasa yang terjadi kemudian, ditandai oleh pola berbicara yang menyimpang dan gangguan bicara. Beberapa anak pulih tetapi dengan gangguan bahasa residual yang cukup besar.

- Ketulian kongenital atau gangguan pendengaraan parah

Anak-anak autistik sering kali dianggap tuli oleh karena anak-anak tersebut sering membisu atau menunjukkan tidak adanya minat secara selektif terhadap bahasa ucapan. Ciri-ciri yang membedakan yaitu bayi autistik mungkin jarang berceloteh sedangkan bayi yang tuli memiliki riwayat celoteh yang relatif normal dan selanjutnya secara bertahap menghilang dan berhenti pada usia 6 bulan – 1 tahun. Anak yang tuli berespon hanya terhadap suara yang keras, sedangkan anak autistik mungkin mengabaikan suara keras atau normal dan berespon hanya terhadap suara lunak atau lemah. Hal yang terpenting, audiogram atau potensial cetusan auditorik menyatakan kehilangan yang bermakna pada anak yang tuli. Tidak seperti anak-anak autistik, anak-anak tuli biasanya dekat dengan orang tuanya, mencari kasih sayang orang tua dan sebagai bayi senang digendong.

- Pemutusan psikososial

Gangguan parah dalam lingkungan fisik dan emosional (seperti pemisahan dari ibu, kekerdilan psikososial, perawatan di rumah sakit, dan gagal tumbuh) dapat menyebabkan anak tampak apatis, menarik diri, dan terasing. Keterampilan bahasa dan motorik dapat terlambat. Anak-anak dengan tanda tersebut hampir selalu membaik dengan cepat jika ditempatkan dalam lingkungan psikososial yang menyenangkan dan diperkaya, yang tidak terjadi pada anak autistik.

PERJALANAN PENYAKIT DAN PROGNOSIS

(18)

kemampuan berbicara fungsional dan kurangnya gejala-gejala dan perilaku aneh. Gejala-gejala sering berubah karena anak tumbuh semakin tua. Sebagai aturan umum, anak-anak autistik dengan IQ diatas 70 dan mereka yang menggunakan bahasa komunikatif pada usia 5-7 tahun memliki prognosis yang terbaik. Prognosis membaik jika lingkungan atau rumah adalah suportif dan mampu memenuhi kebutuhan anak tersebut yang sangat banyak.

PENATALAKSANAAN

Autisme merupakan gangguan yang tidak bisa disembuhkan (not curable), namun bisa diterapi (treatable), maksudnya kelainan yang terjadi pada otak tidak bisa diperbaiki namun gejala-gejala yang ada dapat dikurangi semaksimal mungkin sehingga anak tersebut nantinya dapat berbaur dengan anak-anak lain secara normal.

Keberhasilan terapi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : a) Berat ringannya gejala atau kelainan otak.

b) Usia, diagnosis dini sangat penting oleh karena semakin muda umur anak saat dimulainya terapi semakin besar kemungkinan untuk berhasil.

c) Kecerdasan, makin cerdas anak tersebut makin baik prognosisnya

d) Bicara dan bahasa, 20 % anak autis tidak mampu berbicara seumur hidup, sedangkan sisanya mempunyai kemampuan bicara dengan kefasihan yang berbeda-beda.

e) Terapi yang intensif dan terpadu.

Terapi yang terpadu

Penanganan/intervensi terapi pada anak autisme harus dilakukan dengan intensif dan terpadu. Terapi secara formal sebaiknya dilakukan antara 4 – 8 jam sehari. Selain itu seluruh keluarga harus terlibat untuk memacu komunikasi dengan anak. Penanganan anak autisme memerlukan kerjasama tim yang terpadu yang berasal dari berbagai disiplin ilmu antara lain psikiater, psikolog, neurolog, dokter anak, terapis bicara dan pendidik.

Beberapa terapi yang harus dijalankan antara lain : a) Terapi medikamentosa

b) Terapi psikologis c) Terapi wicara d) Fisioterapi

(19)

Terapi medikamentosa

Menurut dr. Melly Budiman (1998), pemberian obat pada anak harus didasarkan pada diagnosis yang tepat, pemakaian obat yang tepat, pemantauan ketat terhadap efek samping dan mengenali cara kerja obat. Perlu diingat bahwa setiap anak memiliki ketahanan yang berbeda-beda terhadap efek obat, dosis obat dan efek samping. Oleh karena itu perlu ada kehati-hatian dari orang tua dalam pemberian obat yang umumnya berlangsung jangka panjang.

Saat ini pemakaian obat diarahkan untuk memperbaiki respon anak sehingga diberikan obat-obat psikotropika jenis baru seperti obat-obat antidepressan SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor) yang bisa memberikan keseimbangan antara neurotransmitter serotonin dan dopamin. Yang diinginkan dalam pemberian obat ini adalah dosis yang paling minimal namun paling efektif dan tanpa efek samping.

Pemakaian obat akan sangat membantu untuk memperbaiki respon anak terhadap lingkungan sehingga ia lebih mudah menerima tata laksana terapi lainnya. Bila kemajuan yang dicapai cukup baik, maka pemberian obat dapat dikurangi bahkan dihentikan.

Terapi psikologis

Dalam penanganan autisme, seringkali perkembangan kemampuan berjalan lambat dan mudah hilang. Umumnya intervensi difokuskan pada meningkatkan kemampuan bahasa dan komunikasi, self-help dan perilaku sosial dan mengurangi perilaku yang tidak dikehendaki seperti melukai diri sendiri (self mutilation), temper tantrum dengan penekanan pada peningkatan fungsi individu dan bukan “menyembuhkan” dalam arti mengembalikan anak autisme ke kondisi normal.

Terapi Wicara

Hampir semua anak dengan autisme mempunyai kesulitan dalam bicara dan berbahasa. Kadang-kadang bicaranya cukup berkembang, namun mereka tidak mampu untuk memakai kemampuan bicaranya untuk berkomunikasi/berinteraksi dengan orang lain. Untuk mendapatkan hasil yang optimal, materi speech therapy sebaiknya dilakukan berkolaborasi dengan metode Applied Behavioral Analysis (ABA). Selain itu mereka juga harus memahami langkah-langkah dalam metode Lovaas sebagai dasar bagi materi yang akan diberikan.

(20)

Terapis wicara adalah profesi yang bekerja pada prinsip-prinsip di mana timbul kesulitan berkomunikasi atau gangguan pada berbahasa dan berbicara bagi orang dewasa maupun anak. Terapis wicara dapat diminta untuk berkonsultasi dan konseling; mengevaluasi; memberikan perencanaan maupun penanganan untuk terapi; dan merujuk sebagai bagian dari tim penanganan kasus.

Terdapat beberapa gangguan komunikasi pada penderita autis. Salah satunya adalah

Autistic Spectrum Disorders (ASD). Gangguan komunikasi ini bisa bersifat verbal,

non-verbal, maupun kombinasi.

Area bantuan dan terapi yang dapat diberikan oleh Terapis Wicara:

1. Artikulasi atau Pengucapan: Artikulasi/ pengucapan menjadi kurang sempurna disebabkan adanya gangguan. Latihan untuk pengucapan diikutsertakan Cara dan Tempat Pengucapan (Place and Manners of Articulation).

2. Untuk Organ Bicara dan sekitarnya (Oral Peripheral Mechanism), yang sifatnya fungsional, terapis Wicara akan mengikutsertakan latihan

Oral Peripheral Mechanism Exercises

OralMotor Activities: merupakan sebuah aktivitas yang melatih fungsi dari

motorik organ bicara pada manusia, sesuai dengan organ bicara yang mengalami kesulitan.

3. Untuk bahasa: aktivitas yang menyangkut tahapan bahasa antara lain: a. Phonology (bahasa bunyi);

b. Semantics (kata), termasuk pengembangan kosa kata; c. Morphology (perubahan pada kata);

d. Syntax (kalimat), termasuk tata bahasa;

e. Discourse (Pemakaian bahasa dalam konteks yang luas); f. Metalinguistics (Bagaimana sebuah bahasa bekerja); g. Pragmatics (Bahasa dalam konteks sosial).

4. Pendengaran: Bila keadaan pada anak diikutsertakan dengan gangguan pada pendengaran maka bantuan dan Terapi yang dapat diberikan: (1) Alat bantu yang bersifat medis akan dirujuk pada dokter yang terkait; (2) Terapi; Penggunaan sensori lainnya untuk membamu komunikasi.

5. Suara: Gangguan pada suara adalah penyimpangan dari nada, intensitas, kualitas, atau penyimpangan lain dari atribut dasar pada suara, yang dapat menimbulkan gangguan

(21)

komunikasi, memberi kesan negatif pada si pembicara, mempengaruhi si pembicara maupun si pendengar.

Peran khusus dari terapi wicara adalah mengajarkan suatu cara untuk berkomunikasi: 1. Berbicara

Mengajarkan atau memperbaiki kemampuan untuk dapat berkomunikasi secara verbal yang baik dan fungsional (termasuk bahasa reseptif/ekspresif- kata benda, kata kerja, kemampuan memulai pembicaraan,

2. Penggunaan Alat bantu (Augmentative Communication): Gambar atau symbol atau. bahasa isyarat sebagai kode bahasa;

a) Penggunaan Alat Bantu sebagai jembatan untuk nantinya berbicara menggunakan suara (sebagai pendamping bagi yang verbal);

b) Alat Bantu itu sendiri sebagai bahasa bagi yang memang non verbal.

Fisioterapi

Beberapa penyandang autisme memiliki gangguan perkembangan dalam motorik kasarnya. Kadang tonus ototnya lembek sehingga jalannya kurang kuat. Keseimbangan tubuhnya juga kurang bagus. Fisioterapi dan terapi integrasi sensoris akan sangat banyak menolong untuk menguatkan otot-otot dan memperbaiki keseimbangan tubuh anak. Fisioterapi berfungsi untuk merangsang perkembangan motorik dan kontrol tubuh pada anak autis.

Alternatif terapi lainnya

Selain itu ada beberapa terapi lainnya yang menjadi alternatif penanganan anak autisme , yaitu :

a) Terapi Biomedik

Terapi biomedik dikembangkan oleh kelompok dokter yang bergabung dalam DAN (Defeat Autism Now). Mereka menemukan bahwa gejala-gejala anak ini diperparah oleh adanya gangguan metabolisme yang akan berdampak pada gangguan fungsi otak. Karena itulah, terapi biomedik fokus pada pembersihan fungsi-fungsi abnormal pada otak. Anak-anak akan diperiksa secara intensif. Dengan terapi ini

(22)

diharapkan fungsi susunan saraf pusat bisa bekerja dengan lebih baik sehingga gejala autisme berkurang atau bahkan menghilang.

Obat-obatan juga digunakan untuk penyandang autisme, namun sifatnya sangat individual dan perlu berhati-hati, sebaiknya ketika menggunakan jenis obat diserahkan kepada Dokter Spesialis yang lebih memahami dan mempelajari autisme. Beberapa food suplement dan vitamin yang sering dipakai saat ini untuk anak autisme adalah vitamin B6, TMG, Omega-3, Magnesium, Omega-6, dan sebagainya.

Terapi biomedik melengkapi terapi lainnya dengan memperbaiki ”dari dalam” (biomedis). Dengan penggunaan obat, diharapkan perbaikan akan lebih cepat terjadi. Dengan menggunakan dorongan terapi dari dalam dan luar diri, ternyata banyak anak yang mengalami kemajuan cukup bagus.

b) Terapi Okupasi

Terapi okupasi berguna untuk melatih otot-otot halus anak. Menurut penelitian, hampir semua kasus anak autistik mempunyai keterlambatan dalam perkembangan motorik halus. Gerak-geriknya sangat kaku dan kasar, mereka kesulitan untuk memegang benda dengan cara yang benar, kesulitan untuk memegang sendok dan menyuap makanan ke mulutnya, sulit bermain bola selayaknya anak normal, sulit bersalaman, atau memetik gitar. Dengan terapi ini anak akan dilatih untuk membuat semua otot dalam tubuhnya berfungsi dengan tepat.

c) Terapi Integrasi Sensoris

Integrasi sensoris berarti kemampuan untuk mengolah dan mengartikan seluruh rangsang sensoris yang diterima dari tubuh maupun lingkungan, dan kemudian menghasilkan respons yang terarah.

Terapi ini berguna meningkatkan kematangan susunan saraf pusat, sehingga lebih mampu untuk memperbaiki struktur dan fungsinya. Aktivitas ini merangsang koneksi sinaptik yang lebih kompleks, dengan demikian bisa meningkatkan kapasitas untuk belajar.

(23)

International Association for Play Therapy (APT), sebuah asosiasi terapi

bermain yang berpusat di Amerika mendefinisikan Terapi Bermain sebagai penggunaan secara sistematik dari model teoritis untuk memantapkan proses interpersonal. Pada terapi ini, terapis bermain menggunakan kekuatan terapiutik permainan untuk membantu klien menyelesaikan kesulitan-kesulitan psikososial dan mencapai pertumbuhan, perkembangan yang optimal.

Terapi bermain adalah pemanfaatan pola permainan sebagai media yang efektif dari terapis, melalui kebebasan eksplorasi dan ekspresi diri. Bermain merupakan bagian integral dari masa kanak-kanak, salah satu media yang unik dan penting untuk memfasilitasi perkembangan;Ekspresi bahasa, Ketrampilan komunikasi, Perkembangan emosi, ketrampilan sosial, Ketrampilan pengambilan keputusan, dan Perkembangan kognitif pada anak-anak (Landreth, 2001).

Nilai Terapiutik dari Permainan

Bermain pada anak-anak ibarat berbicara pada orang dewasa. Jika diberikan kesempatan, maka anak akan mengeluarkan perasaan dan kebutuhan dengan ekpresi atau tindakan atau proses takut, puas, marah, bahagia, frustasi menyerupai orang dewasa.

Terapis dapat menggunakan mainan keseharian seperti mobil-mobilan, alat masak memasak tiruan, kartu bergambar,atau kapal-kapalan untuk melihat pengalaman hidup klien.

e) Terapi musik

Terapi musik menurut Canadian Association for Music Therapy (2002) adalah penggunaan musik untuk membantu integrasi fisik, psikologis, dan emosi individu, serta untuk treatment penyakit atau ketidakmampuan. Sedangkan menurut American

Music Therapy Association (2002) terapi musik adalah semacam terapi yang

menggunakan musik yang bersifat terapiutik guna meningkatkan fungsi perilaku, sosial, psikologis, komunikasi, fisik, sensorik motorik, dan/atau kognitif.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan terapi musik adalah suatu terapi yang menggunakan musik untuk membantu seseorang dalam fungsi kognitif, psikologis, fisik, perilaku, dan sosial yang mengalami hambatan maupun kecacatan.

(24)

Memperbaiki self-awareness

 Meningkatkan hubungan sosial, penyesuaian diri, lebih mandiri, dan peduli dengan orang lain

 Mengakomodasi dan membangun gaya komunikasi  Membangun identifikasi dan ekspresi emosi yang sesuai

Musik merupakan satu instrumen yang dapat memaksimalkan kemampuan seseorang, musik juga merupakan reinforcer positif dan feedback langsung, mudah diadaptasi, mempunyai cara yang mudah dipahami. Bagi anak autis musik ini penting untuk meningkatkan kesadaran akan dirinya, memusatkan perhatian, mengurangi perilaku yang negatif yang tidak diharapkan, membuka komunikasi, menciptakan hubungan sosial yang berpengaruh positif pada pertumbuhan dan perkembangan positif.

Terapi musik ini dilakukan dengan mengajak anak secara rutin meluangkan waktunya dan memperkenalkan dia dengan bermacam-macam alat musik yang nantinya musik ini akan dia pilih dan diajarkan cara bermain yang benar.

f) Terapi Visual

Individu autistik lebih mudah belajar dengan melibat (visual learners/visual

thinkers}. Hal inilah yang kemudian dipakai untuk mengembangkan metode belajar

komunikasi melalui gambar-gambar. Beberapa video games bisa juga dipakai untuk mengembangkan ketrampilan komunikasi.

g) Terapi Perkembangan

Terapi ini didasari oleh adanya keadaan bahwa anak dengan autis melewatkan atau kurang sedikit bahkan banyak sekali kemampuan bersosialisasi. Yang termasuk terapi perkembangan misalnya Floortime, Son-rise dan RDI (Relationship

Developmental Interventum.

Floortime dilakukan oleh orang tua untuk membantu melakukan interaksi dan

kemampuan bicara. Sebagai contoh: Anak mungkin menikmati/asyik memukul-mukulkan mainannya ke lantai. Pada saat sesi Floortime, memungkinkan orang tua untuk mengimitasi (menirukan) aksi tersebut. Dari situ orangtua mendorong anak

(25)

untuk menghasilkan skema permainan yang lebih kompleks dan menggabungkan kata dan bahasa ke dalam permainan.

Sementara RDI (Relationship Developmental Intervention) mencoba untuk membantu anak menjalin interaksi positif dengan orang lain, meskipun tanpa menggunakan bahasa. Pada waktu anak mempelajari akan nilai dan menikmati sebuah hubungan pribadi, dengan RDI, mereka akan menemukan bahwa sangat mudah mempelajari bahasa dan kemampuan sosial.

Son-rise dan RDI disini adalah terapi untuk mempelajari minat anak, kekuatannya dan tingkat perkembangannya, kemudian ditingkatkan kemampuan sosial, emosional, dan intelektualnya. Terapi perkembangan berbeda dengan terapi perilaku seperti ABA yang lebih mengajarkan ketrampilan yang lebih spesifik.

Program ini berdasarkan pada sikap menerima dan mencintai tanpa syarat pada anak-anak autistik. Diciptakan oleh orangtua yang anaknya didiagnosa menderita autisme tetapi karena program latihan dan stimulasi yang intensif dari orangtua anak dapat berkembang tanpa tampak adanya tanda-tanda autistik.

h) Terapi Perilaku

Terapi perilaku, berupaya untuk melakukan perubahan pada anak autistik dalam arti perilaku yang berlebihan dikurangi dan perilaku yang berkekurangan (belum ada) ditambahkan. Termasuk ke dalam jenis terapi ini adalah metode Applied

Behavioral Analysis (ABA) yang diciptakan oleh O Ivar Lovaas PhD dari University

of California Los Angeles (UCLA), seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.

Terapi ini memfokuskan penanganan pada pemberian reinforcement positif setiap kali anak berespons benar sesuai instruksi yang diberikan. Tidak ada hukuman

(punishment} dalam terapi ini, akan tetapi bila anak berespons negatif (salah/ tidak

tepat) atau tidak berespons sama sekali maka ia tidak mendapatkan reinforcement positif yang ia sukai tersebut. Diharapkan dengan perlakuan ini dapat meningkatkan kemungkinan anak agar berespons positif dan mengurangi kemungkinan dia berespons negatif (atau tidak berespons) terhadap instruksi yang diberikan. Misalnya: ketika anak diminta untuk duduk atau anak mampu untuk menulis sesuai perintah maka dengan otomatis kita memberikan sikap positif, bisa dengan mengajak dia "tos"

(26)

Tujuan penanganan ini terutama adalah untuk meningkatkan pemahaman dan kepatuhan anak terhadap aturan. Dari terapi ini hasil yang didapatkan signifikan bila mampu diterapkan secara intensify teratur dan konsisten pada usia dini.

i) Program Fasilitas Komunikasi

Meskipun sebenarnya bukan bentuk terapi, tetapi program ini merupakan metode penyediaan dukungan fisik kepada individu dalam mengekspresikan pikiran atau ide-idenya melalui papan alfabet, papan gambar, mesin ketik atau komputer.

j) Terapi vitamin

Anak autis mengalami kemajuan yang berarti setelah mengkomsumsi vitamin tertentu seperti B 6 dalam dosis tinggi yang dikombinasikan dengan magnesium, mineral dan vitamin lainnya.

k) Diet Khusus ( Dietary Intervention)

Keluhan autisme dipengaruhi dan diperberat oleh banyak hal, salah satunya karena manifestasi alergi. Renzoni A dkk tahun 1995 melaporkan setelah melakukan eliminasi/diet makanan beberapa gejala autisme tampak membaik secara bermakna. Proses alergi dapat mengganggu saluran cerna, gangguan saluran cerna itu sendiri akhirnya dapat mengganggu susunan saraf pusat dan fungsi otak. Teori gangguan pencernaan berkaitan dengan sistem susunan saraf pusat saat ini sedang menjadi perhatian utama. Teori inilah juga yang menjelaskan tentang salah satu mekanisme terjadinya gangguan perilaku seperti autisme melalui Hipermeabilitas Intestinal atau dikenal dengan Leaky Gut Syndrome. Secara patofisiologi kelainan Leaky Gut Syndrome tersebut salah satunya disebabkan karena alergi makanan. Salah satu teori yang menjelaskan gangguan pencernaan berkaitan dengan gangguan otak adalah kekurangan enzim dipeptidilpeptidase IV (DPP IV) pada gangguan pencernaan ternyata menghasilkan zat caseo morfin dan glutheo morphin (semacam morfin atau neurotransmiter palsu) yang mengganggu dan merangsang otak.

Terapi melalui makanan (diet therapy) diberikan untuk anak-anak dengan masalah alergi makanan tertentu. Di sisi lain, ada pula beberapa makanan yang mengandung zat yang dapat memperberat gejala autis pada anak. Pada jenis terapi ini

(27)

biasanya ditemukan anak penderita autis terkadang susah makan atau mengalami alergi ketika mengkonsumsi makanan tertentu, oleh sebab itu dalam terapi ini diberikan solusi tepat bagi para orangtua untuk menyiasati menu yang cocok dan sesuai bagi putra-putrinya sesuai dengan petunjuk ahli mengenai gizi makanan.

Diet yang sering dilakukan pada anak autis adalah GFCF (Glutein Free

Casein Free}. Zat casein biasa ditemukan dalam susu sapi serta produk olahannya,

sementara glutein terkandung dalam produk gandum dan turunannya. Anak dengan autisme memang tidak disarankan untuk mengasup makanan dengan kadar gula tinggi. Hal ini berpengaruh pada sifat hiperaktif sebagian besar dari mereka.

TIPS MAKANAN UNTUK ANAK AUTIS:

Sebaiknya sajikan makanan kaya vitamin B6, Magnesium, Asam Amino, dan zat besi,yang banyak terdapat pada beras merah, kedele, ikan laut dalam, alpukat, biji bunga matahari, kacang-kacangan dan ayam kalkun.

Hindari makanan yang mengandung pengawet, penyedap atau yang mengandung ' phenol tinggi seperti jeruk, anggur, tomat, gula, apel, pisang gandum dan susu.

Memang ada banyak metode terapi untuk anak autis. Namun demikian, hal yang harus diperhatikan adalah pengaruh setiap jenis terapi pada anak sangatlah bervariasi, tergantung kondisi anak itu sendiri. Lamanya terapi dari awal hingga mencapai kesembuhan pun tidak sama antara anak satu dengan lainnya. Karenanya, orangtua harus telaten dalam memberikan terapi untuk anak-anak autis dan terus memberikan perhatian terbaik pada mereka. Sebab bagaimanapun kasih sayang orangtua adalah obat paling mujarab dari segala jenis penyakit.

C. BENTUK LAYANAN PENDIDIKAN BAGI ANAK AUTISTIK

Bentuk layanan pendidikan bagi anak autistic merupakan bagian dari upaya penanganan masalah autisme, seperti tampak dalam skema dibawah ini:

(28)

Kelas terpadu sebagai kelas transisi:

Kelas ini ditujukan untuk anak autistik yang telah diterapi secara terpadu dan terstruktur, dan merupakan kelas persiapan dan pengenalan akan pengajaran dengan kurikulum sekolah biasa, tetapi melalui tata cara pengajaran untuk anak autistik (kelas kecil dengan jumlah guru besar, dengan alat visual/gambar/kartu, instruksi yang jelas, padat dan konsisten, dan sebagainya).

Tujuan kelas terpadu adalah:

a. Membantu anak dalam mempersiapkan transisi ke sekolah reguler

b. Belajar secara intensif pelajaran yang tertinggal di kelas reguler, sehingga dapat mengejar ketinggalan dari teman-teman sekelasnya.

Program Inklusi (Mainstreaming)

Pada bulan-bulan pertama ini sebaiknya anak autistik didampingi oleh seorang terapis yang berfungsi sebagai shadow/guru pembimbing khusus (GPK). Guru pembimbing khusus adalah seseorang yang dapat membantu guru kelas dalam mendampingi anak penyandang autistik pada saat diperlukan, sehingga proses pengajaran dapat berjalan lancar tanpa gangguan. Guru kelas tetap mempunyai wewenang penuh akan kelasnya serta bertanggung jawab atas terlaksananya peraturan yang berlaku.

Untuk mendukung program ini diperlukan keterbukaan dari sekolah umum; pada saat test masuk sekolah tidak hanya didasari oleh tes IQ untuk anak normal; terdapat proses

(29)

seseorang yang dapat membantu guru kelas dalam mendampingi anak penyandang autistik pada saat diperlukan; disediakannya tempat khusus bila sewaktu-waktu anak memerlukan terapi.

Sekolah Khusus

Pada kenyataannya dari kelas Terpadu terevaluasi bahwa tidak semua anak autistik dapat transisi ke sekolah reguler. Anak autis ini sangat sulit untuk berkonsentrasi dengan adanya distraksi di sekeliling mereka. Beberapa anak memperlihatkan potensi yang sangat baik dalam bidang tertentu misalnya olah raga, musik, melukis, komputer, matematika, ketrampilan dan sebagainya. Anak-anak ini sebaiknya dimasukkan ke dalam Kelas Khusus, sehingga potensi mereka dapat dikembangkan secara maksimal

KESIMPULAN

1. Autisme adalah gangguan perkembangan pervasif yang ditandai oleh adanya kelainan atau hendaya perkembangan yang muncul sebelum usia 3 tahun, dan dengan ciri kelainan fungsi dalam tiga bidang interaksi sosial, komunikasi dan perilaku yang terbatas dan berulang.

2. Angka kejadian gangguan autisme yaitu sekitar 2-5 kasus dalam 100.000 anak (0,02-0,05%) di bawah usia 12 tahun, dimana tiga sampai lima kali lebih banyak pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan.

3. Penyebab autisme sampai saat ini belum diketahui secara pasti namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu faktor psikodinamika dan keluarga, kelainan organik-neurologis-biologis, faktor genetika, faktor imunologis, faktor perinatal, temuan neuroanatomi dan temuan biokimiawi.

4. Tanda-tanda awal pada pasien autisme berkaitan dengan usia anak, dimana beberapa gejala yang tampak semakin jelas saat anak berusia 3 tahun yaitu gangguan dalam komunikasi verbal dan non verbal, interaksi sosial, perilaku, perasaan/emosi dan persepsi sensoris.

5. Kriteria diagnostik gangguan autisme yaitu ditemukan dua gejala dari gangguan interaksi sosial dan masing-masing satu gejala dari gangguan komunikasi dan pola perilaku serta minimal satu keterlambatan atau fungsi abnormal.

(30)

6. Diagnosis banding untuk gangguan autistik adalah skizofrenia dengan onset masa anak-anak, retardasi mental dengan gejala perilaku, gangguan bahasa reseptif/ekspresif campuran, ketulian kongenital,dan pemutusan psikososial.

7. Terapi autisme membutuhkan deteksi dini, intervensi edukasi yang intensif, lingkungan yang terstruktur, atensi individual, staf yang terlatih baik, dan peran serta orang tua dan melibatkan banyak bidang yaitu bidang kedokteran, pendidikan, psikologi maupun bidang sosial.

8. Prognosis gangguan autisme dipengaruhi oleh tingkat intelegensi, kemampuan berbicara fungsional, ada/tidaknya perilaku aneh dan faktor lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Sinopsis Psikiatri Jilid II, Edisi Ketujuh. Jakarta: Binarupa Aksara, 1997. Hal ; 712-722.

(31)

2. McCandless J. Children with Starving Brains (A Medical Treatment Guide for Autism

Spectrum Disorder).Canada : Bramble Books, 2002. P.90-94.

3. Veskarisyanti,Galih A, 12 Terapi Autis Paling Efektif & Hemat untuk Autisme,

Hiperaktif, dan Retardasi Mental. Yogyakarta : Pustaka Anggrek, 2008.

4. American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental

Disorders (DSM-IV). (Fourth ed.). Washington DC: American Psychiatric Association,

1994.

5. Alisjahbana A. Tanda-tanda awal dari Autisme. Dalam : Konferensi Nasional Autisme I. Jakarta : PDSKJI, IDAI, PERDOSSI. 2003. Hal : 28-29.

6. PDSKJI. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III,

cetakan I. Jakarta : Depkes RI. 1993. Hal : 327-330.

7. Dalton R, Forman MA. Psikosis Pada Anak. Dalam: Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15

Volume I. Jakarta: EGC. 2000. Hal : 121.

8. Ginanjar A. Memahami Spektrum Autistik Secara Holistik.

http://www.putrakembara.org

9. Judarwanto W. Deteksi Dini dan Skrening Autis. http://www.autime.blogsome.com 10. Autisme. http//www.medlinux.blogspot.com

11. Seminar Autisme. http://www.bpkpenabur.or.id

12. Yusuf EA. Autisme Masa Kanak. http://www.library.usu.ac.id 13. Autisme Pada Anak. http://www.med.unhas.ac.id

14. Autisme. http://www.wikipedia.org.

Referensi

Dokumen terkait

Paket pekerjaan Perencanaan Teknik dan Pengembangan SPAM di Kawasan / Klaster Kecamatan Konang Kabupaten Bangkalan, setelah dilakukan Evaluasi Dokumen Penawaran

Jika dalam spesifikasi teknis yang ditetapkan oleh Pertamina mensyaratkan Pemilik Kapal untuk menyediakan peralatan untuk Ship to Ship (STS) Transfer, maka Pemilik Kapal

Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai perbedaan sifat fisikokimia, terutama kadar air, protein, lemak, amilosa, serta profil gelatinisasi pati

vVTA User Agent bertugas untuk menerima file-file \fi./TA dari WTA server kemudian menjalankannya. Dalam WT A User Agent sudah termasuk fungsi untuk pengorganisasian buku

Pada tahap ini kelompok menyimpulkan upaya pemecahan tentang Penyebab Pada tahap ini kelompok menyimpulkan upaya pemecahan tentang Penyebab Lama Waktu Tunggu Pasien Rawat Jalan

34 Inkuiri naturalistik adalah pertanyaan dari diri penulis terkait persoalan yang sedang diteliti, yaitu tentang karakteristik orang-orang yang meraih al-fala&gt;h{

haddelemenin fazla olduğu ve yüzey kalitesinin çok önemli olduğu finish merdanelerinde sertliği düşük, tokluğu yüksek malzeme tercih edilmekte, tersi durumlarda ise

Tujuan penelitian ini adalah untuk membuat sebuah sistem yang menerapkan konsep Internet of Things (loT) dan sistem kendali jaringan (NCS) untuk aplikasi rumah