1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
1.1.1 Keragaman Hayati Negara Indonesia
Indonesia merupakan Negara yang kaya dengan sumber daya hayatinya. Indonesia adalah Negara kepulauan yang terletak di garis khatulistiwa dengan jumlah pulau sekitar 18.110 pulau yang membentang dari barat ke timur sepanjang kurang lebih 5.100 km1. Posisi ini menjadikan Indonesia sebagai Negara yang tumbuh dalam iklim tropis dengan kondisi lingkungan yang basah dan lembab, serta curah hujan yang tinggi. Terdapat banyak ekosistem yang mampu hidup dan bertahan di wilayah Indonesia. Kondisi ini memperkaya keragaman flora dan fauna Indonesia, hingga mampu menempati urutan ke-2 dunia setelah Brazil2. Selain keanekaragaman hayati, Indonesia juga diperkuat dengan keragaman etnis budaya yang mencapai lebih dari 370 etnis3 beserta pengetahuan tradisional yang berbeda-beda sebagai warisan budaya bangsa.
Hutan-hutan yang ada di Indonesia, termasuk pada jenis hutan tropis. Hutan tropis Indonesia memiliki wilayah yang sangat luas, misalnya hutan di kalimantan, Sumatra, dan Irian Jaya. Terdapat keanekaragaman hayati yang tinggi di dalamnya, berjumlah lebih kurang 40.000 jenis tumbuh-tumbuhan dengan sekitar 9.600 spesies yang berkhasiat sebagai obat-obatan (Kotranas, 2006)4. Jumlah ini merupakan 80% dari obat dunia yang tumbuh di Negara ini5.
1www.Datastatistik.com
2www.faktaindonesia.co.id 3www.indonesiakaya.co.id
4Ramuan Pusaka Nusantara, Kekayaan Bangsa yang Harus Dipelihara, 2016 5www.bps.co.id
2
1.1.2 Tumbuhan Obat di Indonesia
Gambar 1.1 Naskah kuno dan buku pengobatan tradisional di museum hortus medicus Sumber : Dokumentasi pribadi, 2015
Tumbuhan obat merupakan salah satu hasil hutan bukan kayu Indonesia yang bermanfaat dari berbagai aspek mulai dari segi ekologi, sosial-budaya, maupun ekonomi yang sepatutnya dikelola dengan baik6 oleh Indonesia yang merupakan bank biodiversitas dunia. Tumbuhan obat memiliki potensi yang sangat besar, baik yang tumbuh secara alami maupun yang dibudidaya oleh masyarakat. Menurut Hargono (1987), terdapat lebih kurang 1.100 jenis tumbuhan obat di Indonesia dari tumbuhan berbiji, sedangkan menurut Heyne (1987) terdapat lebih kurang 1.040 jenis tumbuhan obat di indonesia7. Akan tetapi, dari jumlah tersebut eksistensinya semakin berkurang dari waktu ke waktu yang disebabkan oleh banyak faktor.
Masyarakat Indonesia sudah mengenal dan memanfaatkan tumbuhan obat dari sejak lama. Berawal dari hutan, berbagai tumbuhan ini kemudian dimanfaatkan oleh masyarakat yang tinggal di dalam maupun di sekitar hutan baik untuk kesehatan hingga keperluan sehari-hari (masak, perabot, dsb). Sejarah mengatakan, penggunaan tanaman obat sebagai bahan baku utama obat tradisional sudah dimulai pada tahun 772 M, yang
6 www.tanamanherbal.com 7 Jurnal Arsitektur lansekap IPB
3
tercatat dalam dokumen tertua yaitu ukiran obat di Candi Borobudur, Candi Prambanan, Candi Panataran, dan Candi Tegalwangi8. Hal ini membuktikan bahwasanya sejak atau bahkan sebelum periode tersebut, tanaman obat sudah dijadikan sumber bahan baku utama pengobatan masyarakat setempat. Selain dari bukti fisik, beberapa sampel dan penelitian yang dilakukan di hampir seluruh suku di Indonesia menemukan penggunaan tanaman obat sebagai obat tradisional oleh suku lokal, beberapa diantaranya pada suku dayak di Kalimantan dan suku kubu di sakai (sumatera)9. Namun, masih banyak lagi penggunaan tanaman obat dalam pengobatan oleh suku-suku tempatan yang beberapa diantara juga disertai dengan ritual adat.Penggunaan tumbuhan obat dalam bidang kesehatan tersebut mulai dari pasak bumi (eurycoma longifolia), tabat barito (ficus deltoidea), sintok (cinnamomum sintoc), dan jenis lainnya. Masyarakat hanya tinggal mencarinya di hutan sekitar pemukiman mereka berada. Untuk itu, dapat dipahami bahwa dari keragaman hayati Indonesia tersebut tumbuhan obat adalah salah satu yang unggul, bermanfaat, sangat dekat dengan kehidupan masyarakat, dan seharusnya menjadi kebanggaan Indonesia.
Gambar 1.2 Relief yang menceritakan putri-putri kerajaan menggunakan TO sebagai obat kecantikan
Sumber : http://yolandaputria27.blogspot.co.id/, diakses 22 Januari 2016, pukul 13.25
8www.sejarahindonesia.co.id 9www.tanyakamus.com
4
Sejatinya, tumbuhan obat berasal dari alam, diolah oleh alam, dan kembali untuk alam itu sendiri. Keberadaannya sebagai sumber bahan baku utama pengobatan tradisional tidak dapat dipungkiri menjawab kekurangan fasilitas kesehatan di daerah-daerah terpencil. Kemampuan dalam meracik TO, dapat dikatakan sebagai soft skill. Butuh pengalaman dan sense rasa yang tinggi dalam menentukan campuran ramuan serta kadarnya. Potensi dan kemampuan dalam mengenali dan meracik TO diwariskan secara turun temurun dalam satu kelompok masyarakat. Akan tetapi kemampuan ini pun semakin lama semakin hilang seiring dengan berkembangnya pengobatan modern. Saat ini, Kemampuan yang masih dikuasai oleh masyarakat dalam satu komunitas masyarakat adalah yang dimiliki oleh tabib suatu suku tertentu saja, dan oleh masyarakat yang masih setia dengan metode pengobatan tradisional. Sedangkan masyarakat yang sudah berpindah ke kota/masyarakat yang lebih modern, mulai beralih dan meninggalkan metode pengobatan lama. Untuk itu, kelihaian dan kearifan lokal masyarakat dalam memadukan berbagai jenis tumbuhan obat untuk mengobati pengakit pun menurun. Bukan hanya memadu padan tanaman obat, namun untuk mengenali tanaman obat saja masyarakat terutama anak-anak tidak bisa. Mulai dari rimpang-rimpangan yang sederhana, apalagi yang sifatnya langka atau endemik. Padahal idealnya hal ini menjadi satu potensi yang sewajarnya lestari dalam kehidupan kita.Gambar 1.3. Relief budaya meminum jamu di peradaban kerajaan
Sumber : http://bhumihusadacilacap.blogspot.co.id/2011/07/mahakarmawibhangga-mahakarmavibhangga.html, diakses 22 Januari 2016, pukul 13.25
5
Dapat ditarik satu kesimpulan bahwasanya, keberagaman tanaman obat di Indonesia, sebanding dengan keberagaman suku bangsanya. Akan terdapat lebih kurang 370 metode, ramuan, dan kearifan lokal pengobatan tradisional. Disamping itu, kemudahan dalam menemukan tumbuhan obat disekitar kita, memberi nilai tambah pada tumbuhan obat dari sisi ekonomi. Jika dibandingkan dengan obat-obatan kimia tentunya tumbuhan obat akan jauh lebih murah dibandingkan dengan obat kimia.1.1.3 Potensi Tanaman Obat di Indonesia
Potensi indonesia terhadap tanaman obat, sangatlah besar terutama apabila ingin dikembangkan lebih jauh lagi hingga ke luar negeri. Kenyataannya, indonesia memiliki porsentase permintaan pasar akan tanaman obat yang cukup banyak10
Akan tetapi dalam pelaksanaannya, budidaya terhadap tanaman obat tersebut masih rendah dan lemah dari sisi pengelolaan. Akibatnya pemenuhan permintaan tersebut menjadi tidak optimal.
Selain itu, tanaman obat merupakan tanaman yang dikembangkan secara turun temurun oleh masyarakat sekitar hutan, ataupun masyarakat desa. Sedangkan arah perkembangan kependudukan justru mengarah ke kota-kota besar. Ditambah lagi dengan pengelolaanya yang didominasi oleh generasi lama sehingga terjadi miss informasi dan miss ilmu. Untuk itu sangat butuh ditanamkan jiwa nasionalisme terhadap warisan budaya tanaman obat tradisional.
Meskipun manfaatnya sangat besar, obat-obatan tradisional/jamu yang dibuat dari tanaman obat, tentu memiliki kelemahan. Namun kelemahan tersebut tidak sebanding/sebesar yang dimiliki oleh obat obat-obatan kimia.
10Jurnal data statistik impor 2012
6
Kelebihannya dan kekurangannya yaitu11Tabel 1.1 Kelebihan dan kekurangan Jamu
No. Kelebihan Kekurangan
1 Memiliki efek samping yang relatif kecil, Efek farmakologisnya rendah
2 Sangat efektif untuk penyakit yang sulit disembuhkan dengan obat kimia, Bahan baku obat belum standar
3 Harganya murah, dan dapat ditanam sendiri,
Umunya bahan tanaman obat belum teruji klinis sehingga rentan tercemar mikroorganisme
4 Penyembuhan bersifat pelan tapi pasti,
Sumber : Pemikiran penulis, 2016
1.1.4 Olahan Tanaman Obat
Tanaman obat, tidak hanya bermanfaat untuk bidang kesehatan saja, namun juga bermanfaat untuk bahan baku memasak, hingga furniture sekalipun. Secara umum, olahan tanaman obat, di indonesia sendiri, lebih dikenal dengan istilah jamu.
Gambar 1.4. Ukiran pajangan hasil olah TO kayu lotrok Sumber : dokumentasi penulis, 2015
11www.herbaluntukhidup.com
7
Jamu merupakan olahan tanaman obat asli indonesia. Jamu memiliki banyak manfaat, untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan penyakit, memulihkan kesehatan, kebugaran, dan kecantikan.Istilah jamu digunakan oleh masyarakat indonesia untuk olahan TO. Tidak ada data pasti kapan kata jamu mulai digunakan. Menurut pakar bahasa Jawa Kuno, jamu berasal dari bahasa Jawa Kuno “Jampi” atau “Usodo” yang berarti penyembuhan yang menggunakan ramuan obat-obatan atau doa-doa dan ajian-ajian. Istilah Jampi banyak ditemukan pada naskah kuno jaman Jawa Kuno seperti pada naskah Gatotkaca Sraya, yang digubah oleh Mpu Panuluh pada jaman Kerajaan Kediri, di masa pemerintahan Jayabaya pada tahun 1135-1159 M. Pada jaman Jawa Baru, yaitu abad pertengahan (15-16 M), istilah usodo jarang digunakan. Sebaliknya istilah jampi yang lebih populer dan digunakan di kalangan keraton sebagai bahasa Jawa Kromo Inggil. Nama Jamu merupakan bahasa Jawa Madyo yang digunakan oleh masyarakat umum, diperkenalkan oleh dukun atau tabib-tabib pengobat tradisional.12
8
Selain diolah menjadi jamu, tanaman obat juga diolah menjadi beberapa jenis obat-obatan herbal yang kemudian dibedakan dari cara pembuatan, klaim pengguna dan tingkat khasiat :Tabel 1.2. Perbedaan jamu, OHT, Fitofarmaka
Sumber : Pemikiran penulis, 2016
Indonesia merupakan negara no 4 di Asia pengguna tanaman obat setelah China, India, dan Thailand. Jika dibandingkan, pengguna olahan tanaman obat sendiri di masih sangat rendah dibanding negara lain. Hal ini sangat tidak sebanding dengan fakta Indonesia sebagai sumber biodiversitas tanaman obat dunia no.2. Menurut data hasil riset kesehatan tahun 2010, Indonesia sebagai negara nomer 4 pengguna tanaman obat di asia, baru 49,53% saja yang menggunakan tanaman obat, dari jumlah
13 http://www.manjur.net/02/10/2012/saintifikasi-jamu-jadikan-jamu-tuan-rumah-di-indonesia
Spesifikasi Jamu Obat herbal terstandar Fitofarmaka Saintifikasi Jamu
Logo
Bentuk
Simplisa sederhana (irisan rimpang, daun, akar kering)
Ekstrak, bahan dan proses pembuatannya terstandarisasi
Ekstrak, bahan dan proses pembuatannya terstandarisasi
Simplisa sederhana, atau bahan dan proses
pembuatannya terstandarisasi Bahan baku - Bahan digunakan terstandar baku yang Bahan digunakan terstandar baku yang Bahan baku yang digunakan terstandar
Pengujian Berdasarkan Pengalaman turun menurun, secara empiris Berdasarkan percobaan pada hewan uji, secara ilmiah/praklinik
Berdasarkan uji klinis pada manusia, secara klinis Berdasarkan penelitian berbasis pelayanan kesehatan, khasiat dibuktikan secara keilmuan melalui penelitian13 Tingkat pembuktian khasiat Digunakan selama 3 generasi/ minimal 180 tahun
Uji praklinis Lolos uji fitofarmaka Melalui riset terstandar penelitian,
Contoh
Tolak Angin, Pil Binari, Curmaxan dan Diacinn, dll
Diapet, Kiranti, Psidii, Diabmeneer, dll Penurun kolesterol : kunyit dicampur temulawak, meniran; diabetes : sambiloto dicampur brotowali, temulawak, kunyit, dan meniran
9
tersebut yang rutin menggunakannya sejumlah 4,26 %, 45,17% nya sesekali, dan sisanya memilih menggunakan obat modern.Menurut ketua perhimpunan tanaman obat Denpasar, Selly Dharma Wijaya Mantra, meskipun Indonesia dikenal sebagai gudang tanaman obat, namun karena keterbatasan pemahaman dan keinginan masyarakatnya untuk memanfaatkan potensi keanekaragaman hayati tersebut, potensi ini terabaikan dan tidak dimanfaatkan.
Dari paparan ini, dapat diketahui bahwa ada banyak faktor penyebab tanaman obat kurang maju di Indonesia. Mulai dari faktor edukasi yang mengakibatkan rendahnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap tanaman obat, hingga faktor stigma negatif masyarakat yang menyebabkan rendahnya komoditas pengguna olahan tanaman obat. Padahal tanaman obat sendiri merupakan makhluk hidup yang begitu dekat dan berlimpah dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Permasalahan Non Arsitektural
a. Sedikit dan rendahnya edukasi dan pemahaman masyarakat tentang tanaman obat,
b. Adanya stigma negatif dari masyarakat tentang olahan tanaman obat, yang berimplikasi pada rendahnya pengguna tanaman obat,
1.2.2 Arsitektural
a. Belum terdapat museum yang menjadikan tanaman obat sebagai objek museum,
b. Belum ada museum yang mampu mengedukasikan proses pengolahan tanaman obat sehingga anggapan masyarakat terhadap TO menjadi lebih baik,
c. Belum terdapat wadah penggabung ruang luar dan dalam yang rekreatif, informatif, dan edukatif di Tlogodlingo,
d. Belum terdapat wadah belajar informal sambil bermain yang kompak dan berkesan bersama tanaman obat,
10
e. Belum tersebar dan tersajikan dengan baik hasil penelitian maupun pengetahuan mengenai tanaman obat hasil olah B2P2TOOT sebagai instansi satu-satunya di Indonesia yang meneliti TO sebagai obat-obatan pengganti obat kimia,1.3 Tujuan dan Sasaran
1.3.1 Tujuan- Mengusulkan rancangaan Museum Tanaman Obat yang mampu memberikan informasi dan mengedukasi masyarakat mengenai keragaman tanaman obat dari Indonesia dan dunia dengan informatif, edukatif, dan rekreatif,
- Mengurangi bahkan menghilangkan stigma negatif dan sebelah mata masyarakat terhadap obat tradisional/jamu,
- Membuat ruang-ruang yang rekreatif, informatif, dan edukatif antara ruang luar dan dalam bersama tanaman obat,
- Upaya konservatif terhadap jenis-jenis tumbuhan obat dari Indonesia, - Mewujudkan salah satu impian B2P2TOOT untuk membuat wadah
informasi mengenai tanaman obat dan pengetahuan-pengetahuan yang dihasilkan selama ini oleh B2P2TOOT14.
1.3.2 Sasaran
- Pemahaman tentang tanaman obat dan penelitian terkait tanaman obat,
- Menjadikan Museum Tanaman Obat sebagai ruang untuk Ekplorasi terhadap tanaman obat dengan lebih dekat dan detail melalui experiential learning.
11
1.4 Lingkup Pembahasan
1.4.1 Non Arsitektural
Lingkup pembahasan non arsitektural meliputi penjabaran tanaman obat untuk meluruskan persepsi masyarakat terhadap tanaman obat, macam-macam tanaman obat dan khasiatnya, bagian-bagian dari tanaman obat, obat tradisional/jamu,
1.4.2 Arsitektural
Lingkup bahasan arsitektural meliputi merancang ruang-ruang museum yang mampu memberikan experiential learning pada pengunjung, baik melalui sikulasi, bentuk ruang, hubungan antar ruang, fasilitas, metode display, hingga program dalam museum. Selain itu merancang kerekatan hubungan antara bangunan dan tanaman obat melalui ruang luar maupun ruang dalam.
1.5 Metodologi
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah : 1.5.1 Studi literature
Metode ini dilakukan dengan mencari data baik peraturan-peraturan, standar, data kualitatif dan kuantitatif, serta preseden, mengenai perancangan museum dan tanaman obat, baik melalui buku, jurnal, artikel, internet, dan lain sebagainya,
1.5.2 Observasi lapangan
Observasi lapangan dilakukan dengan mendatangi langsung bangunan dengan tipologi yang sama yaitu museum, serta kunjungan ke lokasi bangunan perancangan yang dipilih,
1.5.3 Analisis
Melakukan analisis pada studi kasus dan data yang didapatkan pada tahap observasi hingga didapatkan solusi dari masalah yang diangkat sebagai hasil perancangan,
12
1.5.4 SintesisSistesis didasarkan pada hasil analisis dengan maksud untuk menemukan solusi desain perancangan museum tipologi baru yaitu Museum Tanaman Obat.
1.6 Sistematika Penulisan
BAB 1
PENDAHULUAN
Pendahuluan terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan, lingkup pembahasan, metodologi, sistematika penulisan, keaslian penulisan, dan kerangka berfikir yag menguraikan garis besar substansi pembahasan,
BAB II
TANAMAN OBAT
Berisikan mengenai pengertian tanaman obat, jenis-jenis tanaman obat, prilaku terhadap tanaman obat, metode penanaman, pembibitan, dan budidaya tanaman obat, Selain itu juga dijelaskan mengenai pengolahan tanaman obat di B2P2TOOT, serta kegiatan B2P2TOOT yang berhubungan dengan tanaman,
BAB III
MUSEUM TANAMAN OBAT
Tinjauan pustaka berisi tentang tinjauan mengenai museum, tipologi museum, kebutuhan museum. Lalu dijelaskan lebih spesifik definisi Museum Tanaman Obat, upaya pengenalan tanaman obat, berkegiatan bersama tanaman, eksplorasi berbasis edukasi dalam museum terhadap tanaman, serta studi pustaka dan studi kasus terhadap bangunan yang bertipologi sama (Museum Tanaman Obat), atau yang berkaitan dengan tanaman.
BAB IV
TINJAUAN LOKASI
Penjelasan terkait lokasi site yang akan digunakan mulai dari profil site, luasan, batas, kontur, dan potensi-potensi site, dan cara mengolah site yang berkontur.
13
BAB V
PENDEKATAN KONSEP
Berisikan tinjauan terhadap site, analisis tapak, dan pendekatan perencanaan dan perancangan dari aspek bangunan, lansekap, suasana, sistem, struktur, juga utilitas,
BAB VI
PERANCANGAN KONSEP
Meliputi konsep-konsep dalam Museum Tanaman Obat mulai dari konsep massa, konsep lansekap, konsep sistem, konsep ruang, dan lain sebagainya.
1.7 Keaslian Penulisan
Beberapa referensi atau acuan yang terkait dengan tipologi perancangan Museum Tanaman Obat adalah :
1. Museum Tanaman Langka
Oleh : Riesta Ariani (97/114739/TK/24928)
Proposal ini mengangkat isu tanaman langka di daerah Kalimantan yaitu pada Kawasan Agrowisata Karang Joang sebagai bank tanaman Kalimantan.
2. Perancangan Museum Pinisi di Bulukumba, Sulawesi Selatan Oleh : Nuzuli Ziadatun (10/301902/TK/37195)
Proposal ini mengangkat kapal Pinisi sebagai sejarah masyarakat Makassar melalui pembuatan museum dengan mengintegrasikan bangunan dengan sentra pusat kapal Pinisi yaitu di Bulukumba. Konsep yang diangkat adalah Museum Pinisi as an Identity melalui pendekatan karakteristik lokal setempat agar bangunan lebih kontektual terhadap lingkungan sekitar. Museum ini memadukan unsur modern dan lokalitas masyarakat pengrajin pinisi setempat.