DAFTAR PUSTAKA
Harry Oxorn, Ilmu Kebidanan Patofisiologi dan Persalinan, Edisi Human Labor and Birth, Yayasan Essentia Medica : 1990.
Mary Hamilton, Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas, EGC, Jakarta : 1995.
Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta : 2002.
Manuaba, I.G.B, dkk. Pengantar kuliah obstetri. Buku Kedoktera. J akarta : 2007.
Anonim. Retensio Plasenta (http://samoke2012.files.wordpress.com/2012/10/retensio- plasenta.pdf). Di akses pada tanggal 17 February 2014 (Pukul 19.00 WITA).
Anonim. Makalah Retensio Plasenta(http://dahliayaya.blogspot.com/2012/05/makalah-retensio- plasenta.html). Di akses pada tanggal 17 February 2014(Pukul 19.00 WITA).
Debelto Dasto. ASKEP Retensio Plasenta (http://dastodebelto.blogspot.com/ 2010/02/retensio- plasenta.html). Di akses pada tanggal 17 February 2014(Pukul 19.00 WITA).
Placenta yang belum lepas dari dinding uterus. Hal ini dapat terjadi karena (a) kontraksii uterus kurang kuat untuk melepaskan placenta, dan (b) placenta yang tumbuh melekat erat lebih dalam. Pada keadaan ini tidak terjadi perdarahan dan merupakan indikasi untuk mengeluarkannya.
b. Placenta sudah lepas tetapi belum dilahirkan.
Keadaan ini dapat terjadi karena atonia uteri dan dapat menyebabkan perdarahan yang banyak dan adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim. Hal ini dapat disebabkan karena (a) penanganan kala III yang keliru/salah dan (b) terjadinya kontraksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi placenta (placenta inkaserata).
Menurut Wiknjosastro (2007) sebab retensio plasenta dibagi menjadi 2 golongan ialah sebab fungsional dan sebab patologi anatomik.
1. Sebab fungsional
a) His yang kurang kuat (sebab utama)
b) Tempat melekatnya yang kurang menguntungkan (contoh : di sudut tuba) c) Ukuran plasenta terlalu kecil
d) Lingkaran kontriksi pada bagian bawah perut
2. Sebab patologi anatomik (perlekatan plasenta yang abnormal)
Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena melekat dan tumbuh lebih dalam. Menurut tingkat perlekatannya :
a) Plasenta adhesiva : plasenta yang melekat pada desidua endometrium lebih dalam. b) Plasenta inkreta : vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua
endometrium sampai ke miometrium.
c) Plasenta akreta : vili khorialis tumbuh menembus miometrium sampai ke serosa.
d) Plasenta perkreta : vili khorialis tumbuh menembus serosa atau peritoneum dinding rahim.
C. Maninfestasi Klinik a. Waktu hamil
1) Kebanyakan pasien memiliki kehamilan yang normal
2) Insiden perdarahan antepartum meningkat, tetapi keadaan ini biasanya menyertai plasenta previa
4) Kadang terjadi ruptur uterib. b. Persalinan kala I dan II
Hampir pada semua kasus proses ini berjalan normal c. Persalinan kala III
1) Retresio plasenta menjadi ciri utama
2) Perdarahan post partum, jumlahnya perdarahan tergantung pada derajat perlekatan plasenta, seringkali perdarahan ditimbulkan oleh Dokter kebidanan ketika ia mencoba untuk
mengeluarkan plasenta secara manual
3) Komplikasi yang seriun tetapi sering dijumpai yaitu invertio uteri, keadaan ini dapat tejadi spontan, tapi biasanya diakibatkan oleh usaha-usaha untuk mengeluarkan plasenta
4) Ruptura uteri, biasanya terjadi saat berusaha mengeluarkan plasenta
Gejala Akreta parsial Inkarserata Akreta
Konsistensi uterus Kenyal Keras Cukup
Tinggi fundus Sepusat 2 jari bawah pusat Sepusat Bentuk uterus Discoid Agak globuler Discoid
Perdarahan Sedang – banyak Sedang Sedikit / tidak ada Tali pusat Terjulur sebagian Terjulur Tidak terjulur
Ostium uteri Terbuka Konstriksi Terbuka
Pelepasan plasenta
Lepas sebagian Sudah lepas Melekat seluruhnya
Syok Sering Jarang Jarang sekali, kecuali akibat
inversion oleh tarikan kuat pada tali pusat
D. Klasifikasi Stage
1. Plasenta adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.
2. Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki sebagian lapisan miometrium.
3. Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai/memasuki miometrium.
4. Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.
5. Plasenta inkarserata adalah tertahannya plasenta di dalam kavum uteri, disebabkan oleh konstruksi ostium uteri.
E. Patofisiologi
Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi dan retraksi otot-otot uterus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan. Sesudah berkontraksi, sel miometrium tidak relaksasi, melainkan menjadi lebih pendek dan lebih tebal. Dengan kontraksi yang berlangsung kontinyu, miometrium menebal secara progresif, dan kavum uteri mengecil sehingga ukuran juga mengecil. Pengecilan mendadak uterus ini disertai mengecilnya daerah tempat perlekatan plasenta. Ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta yang tidak dapat berkontraksi mulai terlepas dari dinding uterus. Tegangan yang ditimbulkannya menyebabkan lapis dan desidua spongiosa yang longgar memberi jalan, dan pelepasan plasenta terjadi di tempat itu. Pembuluh darah yang terdapat di uterus berada di antara serat- serat oto miometrium yang saling bersilangan. Kontraksi serat-serat otot ini menekan pembuluh darah dan retaksi otot ini mengakibatkan pembuluh darah terjepit serta perdarahan berhenti.
Pada dasarnya perdarahan terjadi karena pembuluh darah di dalam uterus masih terbuka. Pelepasan plasenta memutuskan pembuluh darah dalam stratum spongiosum sehingga sinus-sinus maternalis ditempat insersinya plasenta terbuka.
Pada waktu uterus berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka tersebut akan menutup, kemudian pembuluh darah tersumbat oleh bekuan darah sehingga perdarahan akan terhenti. Pada kondisi retensio plasenta, lepasnya plasenta tidak terjadi secara bersamaan dengan janin, karena melekat pada tempat implantasinya. Menyebabkan terganggunya retraksi dan kontraksi otot uterus sehingga sebagian pembuluh darah tetap terbuka serta menimbulkan perdarahan.
F. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi meliputi:
1. Komplikasi yang berhubungan dengan transfusi darah yang dilakukan.
2. Multiple organ failure yang berhubungan dengan kolaps sirkulasi dan penurunan perfusi organ.
4. Kebutuhan terhadap histerektomi dan hilangnya potensi untuk memiliki anak selanjutnya
G. Pemeriksaan Diagnostik 1. Hitung darah lengkap
Untuk menentukan tingkat hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Hct), melihat adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit. Pada keadaan yang disertai dengan infeksi, leukosit biasanya meningkat.
2. Menentukan adanya gangguan koagulasi :
Menentukan adanya gangguan koagulasi dengan hitung Protrombin Time (PT) dan Activated Partial Time (CT) atau Bleeding Time (BT). Ini penting untuk menyingkirkan perdarahan yang disebabkan oleh faktor lain
H. Penatalaksanaan
a. Retensio plasenta dengan sparasi parsial
1. Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan yang akan diambil. Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengedan. Bila ekspulsi tidak terjadi, coba traksi terkontrol tali pusat.
2. Beri drips oksitosin dalam infuse NS/RL. Bila perlu kombinasikan dengan misoprostol per rectal. (sebaiknya tidak menggunakan ergometrin karena kontraksi tonik yang timbul
dapat menyebabkan plasenta terperangkap dalam kavum uteri)
3. Bila traksi terkontrol gagal untuk melahirkan plasenta, lakukan manual plasenta secara hati-hati dan halus untuk menghindari terjadinya perforasi dan perdarahan. Lakukan trasnfusi darah apabila di perlukan.
4. Beri antibiotika profilaksis (ampisilin IV/ oral + metronidazol supositoria/ oral) 5. Segera atasi bila terjadi komplikasi perdarahan hebat, infeksi syok neurogenik. b. Plasenta inkaserata
1. Tentukan diagnosis kerja melalui anamnesis, gejala klinik dan pemeriksaan.
2. Siapkan peralatan dan bahan yang dibutuhkan untuk menghilangkan kontriksi serviks dan melahirkan plasenta.
3. Pilih fluethane atau eter untuk kontriksi serviks yang kuat, siapkan drips oksitosin dalam cairan NS/RL untuk mengatasi gangguan kontraksi yang diakibatkan bahan anestesi tersebut.
4. Bila prosedur anestesi tidak tersedia dan serviks dapat dilakukan cunam ovum, lakukan maneuver skrup untuk melahirkan plsenta.
Pengamatan dan perawatan lanjutan meliputi pemantauan tanda vital, kontraksi uterus, tinggi fundus uteri dan perdarahan pasca tindakan. Tambahan pemantauan yang di perlukan adalah pemantauan efek samping atau komplikasi dari bahan – bahan sedative, analgetika atau anastesi umum misalnya mual, muntah, hipo/ atonia uteri, pusing/ vertigo, halusinasi, mengantuk
c. Plasenta akreta
1. Tanda penting untuk diagnosis pada pemerisaan luar adalah ikutnya fundus atau korpus bila tali pusat ditarik. Pada pemeriksaan dalam sulit di tentukan tepi plasenta karena
imolantasi yang dalam.
2. Upaya yang dapat dilakukan pada fasilitas kesehatan dasar adalah menentukan diagnosis, stabilisasi pasien dan rujuk ke rumah sakit rujukan karena kasus ini memerlukan operatif bagan.
d. Sisa plasenta
1. Penemuan secara dini, hanya dimungkinkan dengan melakukan pemeriksaan kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta dengan perdarahan pasca persalinan lanjut, sebagian besar pasien akan kemabali lagi ke tempat bersalin dengan
keluhan perdarahan setelah beberapa hari pulang ke rumah dan subinvolusi uterus
2. Berikan antibiotika karena perdarahan juga merupakan gejala metritis. Antibiotika yang di pilih adalah ampisilin IV dilanjutkan oral dikombinasikan dengan metronidazol supositoria.
3. Lakukan eksplorasi digital (bila serviks terbuka) dan mengeluarkan bekuan darah atau jaringan. Bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrument, lakukan evakuasi sisa plasenta
dengan dilatasi dan kuretase.
4. Bila kadar Hb<8g/dL berikan transfuse darah. Bila kadar Hb> 8g/ dL, berikan ferosus. Pada kelainan yang luas, perdarahan menjadi berlebihan sewaktu dilakukan upaya untuk melahirkan plasenta. Pada sebagian kasus plasenta menginfasi ligamentum latum dan seluruh serviks (Lin dkk., 1998). Pengobatan yang berhasil bergantung pada pemberian darah pengganti sesegera mungkin dan hampir selalu dilakukan tindakan histerektomi (operasi pengangkatan rahim).
Pada plasenta akreta totalis, perdarahan mungkin sangat sedikit atau tidak ada. Paling tidak sampai di lakukan upaya pengeluaran plasenta secara manual. Kadang-kadang tarikan tali pusat dapat menyebabkan inversion uteri. Inversion uteri adalah uterus terputar balik sehingga fundus uteri terapat dalam vagina dengan selaput lendirnya sebelah luar. Inversion uteri paling sering menimbulkan perdarahan akut yang mengancam nyawa.
KONSEP KEPERAWATAN 2.1 Pengkajian
Beberapa hal yang perlu dikaji dalam asuhan keperawatan pada ibu dengan retensio placenta adalah sebagai berikut :
a. Identitas klien
Data biologis/fisiologis meliputi; keluhan utama, riwayat kesehatan masa lalu, riwayat penyakit keluarga, riwayat obstetrik (GPA, riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas), dan pola kegiatan sehari-hari sebagai berikut :
1. Sirkulasi :
Perubahan tekanan darah dan nadi (mungkin tidak tejadi sampai kehilangan darah bermakna) Pelambatan pengisian kapiler
Pucat, kulit dingin/lembab
Perdarahan vena gelap dari uterus ada secara eksternal (placentaa tertahan) Dapat mengalami perdarahan vagina berlebihan
Haemoragi berat atau gejala syock diluar proporsi jumlah kehilangan darah. 2. Eliminasi :
Kesulitan berkemih dapat menunjukan haematoma dari porsi atas vagina
3. Nyeri/Ketidaknyamanan :
Sensasi nyeri terbakar/robekan (laserasi), nyeri tekan abdominal (fragmen placenta tertahan) dan nyeri uterus lateral.
4. Keamanan :
Laserasi jalan lahir: darah memang terang sedikit menetap (mungkin tersembunyi) dengan uterus keras, uterus berkontraksi baik; robekan terlihat pada labia mayora/labia minora, dari
muara vagina ke perineum; robekan luas dari episiotomie, ekstensi episiotomi kedalam kubah vagina, atau robekan pada serviks.
5. Seksualitas :
Uterus kuat; kontraksi baik atau kontraksi parsial, dan agak menonjol (fragmen placenta yang tertahan)
Kehamilan baru dapat mempengaruhi overdistensi uterus (gestasi multipel, polihidramnion, makrosomia), abrupsio placenta, placenta previa.
b. Pemeriksaan fisik meliputi; keadaan umum, tanda vital, pemeriksaan obstetrik (inspeksi,palpasi,perkusi,danauskultasi)
Pemeriksaan laboratorium. (Hb 10 gr%). 2.2 Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan Volume Cairan 2. Nyeri akut
3. Ansietas
4. Resiko Infeksi
No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Kekurangan Volume Cairan Definisi:
Keadaan individu yang mengalami penurunan cairan intravaskuler, interstisial, dan / atau cairan intrasel. Diagnosis ini merujuk ke dehidrasi yang merupakan kehilangan cairan saja tanpa perubahan dalam natrium. Batasan Karakteristik:
Penurunan status mental enurunan tekanan darah enurunan volume nadi
NOC
Keseimbangan Cairan
Status Nutrisi : Asupan Makanan dan Cairan
Tujuan dan Kriteria Hasil: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam klien mampu :
Mempertahankan keseimbangan cairan, dengan indikator :
Memiliki asupan cairan oral
NIC
Mengurangi Perdarahan : Postpartum
Monitor pasien secara ketat akan perdarahan.
Monitor jumlah dan karakter (nature) kehilangan darah pasien.
Catat kadar Hb/Ht sebelum dan setelah kehilanga darah sebagai indikasi.
Kaji koagulasi, termasuk prothrombin time (PT), partial
enurunan tekanan nadi enurunan turgor kulit enurunan turgor lidah enurunan pengisian vena
ulit kering
embrane mukosa kering ematokrit meningkat uhu tubuh meningkat
Faktor-Faktor yang
berhubungan:
ehilangan volume cairan aktif egagalan mekanisme pengaturan
dan atau intravena yang adekuat
TTV dalam rentang normal. Hb dan Hematokrit dalam batas normal.
Menunjukan status nutrisi, dengan indikator :
Keseimbangan asupan dan haluaran yang seimbang.
Memiliki asupan cairan oral dan/atau intravena yang adekuat.
thomboplastin time (PTT), fibrinogen, degradasi fibrin/split products, dan jumlah platelet jika diperlukan
Kaji kecendrungan transport oksigen di tingkat jaringan misalnya melalui (PaO2, SaO2,
dan tingkat Hb dan cardiac output).
Berikan tambahan darah (misalnya berupa platelet, dan plasma darah) yang sesuai.
Manajemen Cairan
Monitor status hidrasi (seperti:
kelembapan mukosa
membrane, nadi).
Monitor tanda-tanda vital
Monitor adanya indikasi retensi/overload cairan (seperti :edem, asites, distensi vena leher).
Monitor status nutrisi
Kaji ketersediaan produk darah untuk trsanfusi
Berikan cairan IV HE
Instruksikan pasien dan/atau kaluaga terhadap tanda-tanda perdarahan dan tindakan pertama yang dibutuhkan segera selama terjadi perdarahan (misalnya mencari perawat).
Instruksikan pasien dan keluarga terhadap keparahan kehilangan darah dan tindakan yang tepat untuk dilakukan. 2. Nyeri Akut
Definisi:
Pengalaman emosional dan sensori yang tidak menyenangkan yang muncul dari kerusakan jaringan secara aktual dan potensial atau menunjukkan adanya kerusakan (Assosiation for Study of Pain) : serangan mendadak atau perlahan dari intensitas ringan sampai berat yang diantisipasi atau diprediksi durasi nyeri kurang dari 6 bulan. Batasan Karakteristik:
Melaporkan nyeri secara verbal dan nonverbal
Menunjukkan kerusakan
Posisi untuk mengurangi nyeri
Faktor-Faktor yang
berhubungan:
Agen cedera (biologi, psikologi, kimia, fisika)
NOC
Kontrol Nyeri
Tingkat Kenyamanan Tingkatan nyeri
Tujuan dan Kriteria Hasil: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam klien mampu :
Mengontrol nyeri, dengan indikator :
Mampu mengenali faktor penyebab
Mampu melaporkan gejala pada tenaga kesehatan
Mampu mengenali gejala-gejala nyeri
Mempertahankan tingkat kenyamanan, dengan indikator :
Dapat melakukan aktivitas seperti biasa tanpa harus merasakan nyeri.
Menunjukan tingkat nyeri, dengan indikator :
Mampu melaporkan adanya nyeri, frekuensi nyeri dan episode lamanya nyeri.
Tanda-tanda vital kembali
NIC
Manajemen Nyeri
Kaji secara komphrehensif tentang nyeri, meliputi: lokasi, karakteristik dan onset, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas/beratnya nyeri, dan faktor-faktor presipitasi.
Lakukan penilaian nyeri secara komprehensif dimulai dari lokasi, karakteristik, durasi, frekwensi, kualitas, intensitas dan penyebab.
Gunakan komunikasi terapeutik agar pasien dapat menyatakan pengalaman nyerinya serta dukungan dalam merespon nyeri.
Tentukan dampak nyeri terhadap kehidupan sehari-hari (tidur, nafsu makan, aktifitas, kesadaran, mood, hubungan social, performance kerja dan melakukan tanggung jawab sehari-hari
Modifikasi tindakan mengontrol nyeri berdasarkan respon pasien.
normal. cukup.
Kolaborasikan dengan pasien, orang terdekat dan tenaga profesional lain untuk memilh
tenik non farmakologi Pemberian Analgesik
Menentukan lokasi, karakteristik, mutu, dan intensitas nyeri sebelum mengobati klien.
Cek riwayat alergi obat.
Tentukan jenis analgesic yang digunakan (narkotik, non narkotik atau NSAID) berdasarkan tipe dan tingkat
nyeri.
Tentukan analgesic yang cocok, rute pemberian dan dosis optimal.
Mengevaluasi efektivitas analgesic pada interval tertentu, terutama setelah dosis awal, pengamatan juga diakukan melihat adanya tanda dan gejala
buruk atau tidak
menguntungkan ( berhubungan dengan pernapasan, depresi, mual muntah, mulut kering dan konstipasi).
Kolaborasikan dengan dokter jika terjadi perubahan obat, dosis, rute pemberian, atau interval, serta membuat
rekomendasi spesifik berdasar pada prinsip equianalgesic.
HE
Berikan informasi tentang nyeri, seperti: penyebab, berapa lama terjadi, dan tindakan pencegahan.
Anjurkan pasien untuk memonitor sendiri nyeri.
3. Ansietas Definisi:
Perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai respons autonom (sumber sering kali tidak spesifik atau tidak dikethui oleh individu); perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Perasaan ini merupakan isyarat
kewaspadaan yang
memperingatkan bahaya yang akan terjadi dan memampukan individu melakukan tindakan ntuk menghadapi ancaman.
Batasan Karakteristik:
Mengekspresikan kekhawatiran akibat perubahan dalam peristiwa hidup
Gerakan tidak relevan (misalnya, mengeret kaki, gerakan lengan) elisah emandang sekilas NOC Tingkat ansietas Pengendalian-Diri terhadap ansietas
Tujuan dan Kriteria Hasil: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam klien mampu untuk:
Ansietas berkurang, dibuktikan oleh bukti tingkat ansietas hanya ringan sampai sedang, dan selalu menunjukan pengendalian-diri terhadap ansietas, kosentrasi dan koping
Menunjukan pengendalian-diri terhadap ansietas, yang dibuktikan oleh indikator sebagai berikut (sebutakan 1-5: tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering atau selalu) :
NIC
Penurunan Ansietas
Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien
Kaji untuk factor budaya (misalnya, konflik nilai) yang menjadi penyebab ansietas
Menentukan kemampuan pengambilan keputusan pasien
Gunakan pendekatan yang tenag dan meyakinkan
Nyatakan dengan jelas tentang harapan terhadap perilaku pasien
Dampingi pasien (misalnya Selama prosedur) ntuk meningkatkan keamanan dan mangurangi rasa takut
Berikan pijatan punggung/pijatan leher, jika perlu
Jaga peralatan perawatan jauh dari pandangan
somnia esah
etakutan
erasaan tidak adekuat okus pada diri sendiri
ugup
Nyeri dan peningktan ketidakberdayaan yang persisten
arah enyesal ajah tegang eningkatan keringat erguncang remor di tangan uara bergetar
Kesadaran terhadap gejala-gejala fisiologis
Faktor yang Berhubungan:
Ancaman atau perubahan pada status peran, fungsi peran, lingkungan, status kesehatan, status ekonomi, atau pola interaksi.
Merencanakan strategi koping untuk situasi penuh tekanan
Mempertahankan performa peran
Memantau distorsi persepsi sensori
Memantau manifestasi perilaku ansietas
Menggunakan tehnik relaksasi untuk meredakan ansietas
Bantu pasien untuk mengidentifikasikan situasi yang mencetuskan ansietas HE
Sediakan informasi factual menyangkut diagnosis, terapi, dan prognosis
Instruksikan pasien tentang penggunaan tehnik relaksasi
Jelaskan semua prosedur, termasuk sensasi yg biasanya dialami selama prosedur.
4. Resiko Infeksi Definisi:
Kenaikan resiko karena diserang oleh organisme penyakit.
Batasan Karakteristik: enyakit kronik
endapatkan kekebalan yang tidak adekuat
Pertahanan utama yang tidak adekuat (e.g., kerusakan kulit,
NOC
Status Imun Kontrol Infeksi
Tujuan dan Kriteria Hasil: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam klien mampu untuk:
Menunjukan status imun, dengan indikator :
NIC
Kontrol Infeksi
Batasi jumlah
pengunjung/pembezuk.
Gunakan sabun anti mikroba untuk mencuci tangan dengan benar.
Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan perawatan pada pasien.
jaringan yang luka, pengurangan dalam tindakan, perubahan pada sekresi PH, mengubah gerak peristaltic)
Pertahanan kedua yang tidak
adekuat (pengurangan
hemoglobin, leucopenia, respon yang menekan sesuatu yang menyebabkan radang)
Pertambahan pembukaan lingkungan pada pathogen
Agen farmasi (ex: zat yang menghambat reaksi imun)
Membran amniotic pecah sebelum waktunya
Memperpanjang perpecahan pada membrane amniotic
rauma/luka berat estruksi jaringan
Tidak adanya infeksi berulang, tidak adanya tumor, Reaksi tes kulit cocok dengan pembukaan, Kadar zat terlarut pada antibody dalam batas
normal
Menunjukan kontrol infeksi, degan indikator :
Mendeskripsikan mode transmisi, mendeskripsikan factor-faktor yang menyertai transmisi, mendeskripsi-kan tanda-tanda dan gejala, Mendeskripsikan aktivitas-aktivitas meningkatkan daya tahan terhadap infeksi.
Gunakan aturan umum.
Gunakan sarung tangan yang bersih.
Bersihkan dan siapkan tempat sebagai persiapan untuk prosedur infasi/pembedahan.
Jaga lingkungan agar tetap steril selama insersi di tempat tidur.
Jaga lingkungan agar tetap steril ketika mengganti saluran dan botol TPN.
Tutup/jaga kerahasiaan system ketika melakukan pemeriksaan invasive hemodynamic.
. Ganti peripheral IV dan balutan berdasarkan petunju CDC.
. Pastikan keadaan steril saat menangani IV.
. Tingkatkan pemasukkan nutrisi yang tepat.
. Tingkatkan pemasukan cairan yang tepat.
. Lakukan terapi antibiotic yang tepat.
HE
Ajarkan mencuci tangan untuk memperbaiki kesehatan pribadi. Ajarkan teknik mencuci tangan yang benar.
Ajarkan pasien dan keluarga tentang tanda-tanda dan gejala infeksi dan kapan harus
LAPORAN PENDAHULUAN RETENSIO PLASENTA LAPORAN PENDAHULUAN RETENSIO PLASENTA
A.
A. DefinisiDefinisi
Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah jam setelah Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah jam setelah kelahiran bayi. Pada beberapa kasus dapat terjadi retensio plasenta (habitual retensio kelahiran bayi. Pada beberapa kasus dapat terjadi retensio plasenta (habitual retensio plasenta).
plasenta). Plasenta Plasenta harus harus dikeluarkan kardikeluarkan karena ena dapat dapat menimbulkan bahamenimbulkan bahaya perdarahan, ya perdarahan, infeksiinfeksi sebagai benda mati, dapat terjadi plasenta inkarserata, dapat terjadi polip plasenta dan terjadi sebagai benda mati, dapat terjadi plasenta inkarserata, dapat terjadi polip plasenta dan terjadi degerasi ganas korio karsioma. Sewaktu suatu bagian plasenta (satu atau lebih lobus) degerasi ganas korio karsioma. Sewaktu suatu bagian plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan. Gejala dan tanda yang bisa ditemui adalah perdarahan segera, menimbulkan perdarahan. Gejala dan tanda yang bisa ditemui adalah perdarahan segera, uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang. (Prawiraharjo, 2005).
uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang. (Prawiraharjo, 2005).
Retensio plasenta adalah belum lepasnya plasenta dengan melebihi waktu setengah jam. Retensio plasenta adalah belum lepasnya plasenta dengan melebihi waktu setengah jam. Keadaan ini dapat diikuti perdarahan yang banyak, artinya hanya sebagian plasenta yang Keadaan ini dapat diikuti perdarahan yang banyak, artinya hanya sebagian plasenta yang telah lepas sehingga memerlukan tindakan plasenta manual dengan segera. Bila retensio telah lepas sehingga memerlukan tindakan plasenta manual dengan segera. Bila retensio plasenta
plasenta tidak tidak diikuti diikuti perdarahan mperdarahan maka aka perlu perlu diperhatikan diperhatikan ada ada kemungkinan tekemungkinan terjadi rjadi plasentaplasenta adhesive, plasenta akreta, plasenta inkreta, plasenta perkreta. (Manuaba, 2006).
adhesive, plasenta akreta, plasenta inkreta, plasenta perkreta. (Manuaba, 2006).
Retensio plasenta adalah plasenta yang tidak terpisah dan menimbulkan hemorrhage yang Retensio plasenta adalah plasenta yang tidak terpisah dan menimbulkan hemorrhage yang tidak tampak, dan juga disadari pada lamanya waktu yang berlalu antara kelahiran bayi dan tidak tampak, dan juga disadari pada lamanya waktu yang berlalu antara kelahiran bayi dan keluarnya plasenta yang diharapkan.beberapa ahli klinik menangiani setelah 5 menit, keluarnya plasenta yang diharapkan.beberapa ahli klinik menangiani setelah 5 menit, kebanyakan bidan akan menunggu satu setengah jam bagi plasenta untuk keluar sebelum kebanyakan bidan akan menunggu satu setengah jam bagi plasenta untuk keluar sebelum menyebutn
menyebutnya untuk tertahan (Varney’s, 2007).ya untuk tertahan (Varney’s, 2007).
Retensio Placenta adalah tertahannya atau keadaan dimana placenta belum lahir dalam Retensio Placenta adalah tertahannya atau keadaan dimana placenta belum lahir dalam waktu satu jam
waktu satu jam setelah bayi lahir. setelah bayi lahir. Pada proses persalinan, Pada proses persalinan, kelahiran placenta kadangkelahiran placenta kadang mengalami hambatan yang dapat berpengaruh bagi ibu bersalin. Dimana terjadi mengalami hambatan yang dapat berpengaruh bagi ibu bersalin. Dimana terjadi keterlambatan bisa timbul perdarahan yang merupakan salah satu penyebab kematian ibu keterlambatan bisa timbul perdarahan yang merupakan salah satu penyebab kematian ibu pada
pada masa masa post post partum. partum. Apabila Apabila sebagian sebagian placenta placenta lepas lepas sebagian sebagian lagi lagi belum, belum, terjaditerjadi perdarahan karena uterus tidak bisa berkontraksi dan beretraksi dengan baik pada batas antara perdarahan karena uterus tidak bisa berkontraksi dan beretraksi dengan baik pada batas antara dua bagian itu. Selanjutnya apabila sebagian besar placenta sudah lahir, tetapi sebagian kecil dua bagian itu. Selanjutnya apabila sebagian besar placenta sudah lahir, tetapi sebagian kecil masih melekat pada dinding uterus, dapat timbul perdarahan masa nifas.
masih melekat pada dinding uterus, dapat timbul perdarahan masa nifas.
B.
B. EtiologiEtiologi
Penyebab terjadinya Retensio Placenta adalah : Penyebab terjadinya Retensio Placenta adalah : a.
Placenta yang belum lepas dari dinding uterus. Hal ini dapat terjadi karena (a) kontraksii uterus kurang kuat untuk melepaskan placenta, dan (b) placenta yang tumbuh melekat erat lebih dalam. Pada keadaan ini tidak terjadi perdarahan dan merupakan indikasi untuk mengeluarkannya.
b. Placenta sudah lepas tetapi belum dilahirkan.
Keadaan ini dapat terjadi karena atonia uteri dan dapat menyebabkan perdarahan yang banyak dan adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim. Hal ini dapat disebabkan karena (a) penanganan kala III yang keliru/salah dan (b) terjadinya kontraksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi placenta (placenta inkaserata).
Menurut Wiknjosastro (2007) sebab retensio plasenta dibagi menjadi 2 golongan ialah sebab fungsional dan sebab patologi anatomik.
1. Sebab fungsional
a) His yang kurang kuat (sebab utama)
b) Tempat melekatnya yang kurang menguntungkan (contoh : di sudut tuba) c) Ukuran plasenta terlalu kecil
d) Lingkaran kontriksi pada bagian bawah perut
2. Sebab patologi anatomik (perlekatan plasenta yang abnormal)
Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena melekat dan tumbuh lebih dalam. Menurut tingkat perlekatannya :
a) Plasenta adhesiva : plasenta yang melekat pada desidua endometrium lebih dalam. b) Plasenta inkreta : vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua
endometrium sampai ke miometrium.
c) Plasenta akreta : vili khorialis tumbuh menembus miometrium sampai ke serosa.
d) Plasenta perkreta : vili khorialis tumbuh menembus serosa atau peritoneum dinding rahim.
C. Maninfestasi Klinik a. Waktu hamil
1) Kebanyakan pasien memiliki kehamilan yang normal
2) Insiden perdarahan antepartum meningkat, tetapi keadaan ini biasanya menyertai plasenta previa