• Tidak ada hasil yang ditemukan

03_Aspek legal dan etik keperawatan Kritis.pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "03_Aspek legal dan etik keperawatan Kritis.pdf"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

47

ASPEK LEGAL DAN ETIK KEPERAWATAN CRITICAL CARE V. Nurhayati HIPERCCI JATENG/ RS Panti Wilasa Dr Cipto

DESKRIPSI SINGKAT

Kode etik merupakan persyaratan profesi yang memberikan penentuan dalam mempertahankan dan meningkatkan standar profesi. Kode etik menunjukan bahwa tanggung jawab terhadap kepercayaan masyarakat telah diterima oleh profesi (Kelly, 1987). Jika anggota profesi melakukan suatu pelanggaran terhadap kode etik tersebut, maka pihak organisasi berhak memberikan sanksi bahkan bisa mengeluarkan pihak tersebut dari organisasi tersebut. Dalam keperawatan kode etik tersebut bertujuan sebagai penghubung antara perawat dengan tenaga medis, klien, dan tenaga kesehatan lainnya, sehingga tercipta kolaborasi yang maksimal.

Perawat professional tentu saja memahami kode etik atau aturan yang harus dilakukan, sehingga dalam melakukan suatu tindakan keperawatan mampu berpikir kritis untuk memberikan pelayanan asuhan keperawatan sesuai prosedur yang benar tanpa ada kelalaian. Namun mengapa masih banyak terjadi berbagai bentuk kelalaian tanpa tanggung jawab dan tanggung gugat? Hal ini dikarenakan oleh kurangnya pengetahuan perawat dalam memahami kode etik itu sendiri. Sehingga tindakan yang dilakukan adakalanya akan berdampak pada keselamatan pasien. Oleh sebab itu, banyak perawat dimata masyarakat di anggap kurang berpotensi dalam melakukan asuhan keperawatan yang pada akhirnya berdampak pada persepsi masyarakat pada seluruh tenaga keperawatan. Oleh karena itu, sebagai calon perawat maupun para perawat harus mampu memahami dengan baik dan benar tentang kode etik dan salah satu kuncinya yaitu banyak membaca dan memahami pentingnya keselamatan pasien sehingga keinginan untuk mempelajari kode etik sebagai landasan tindakan bisa lebih bermanfaat.

1. Pengertian Legal

Aspek aturan Keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung jawabnya pada berbagai tatanan pelayanan, termasuk hak dan kewajibannya yang diatur dalam undang-undang keperawatan.

KONSEP LEGAL

(2)

48

Keterkaitan dengan legal formal dalam memberikan pelayanan keperawatan kritis Keterkaitan dengan kebijakan yang memberikan jaminan hukum terhadap pelayanan keperawatan kritis, seperti: UU Kes, PERMENKES dan peraturan lainnya

2. Maksud dan Tujuan

a. Memberikan kerangka untuk menentukan tindakan keperawatan mana yang sesuai dengan hukum

b. Membedakan tanggung jawab perawat dengan profesi lain

c. Membantu menentukan batas-batas kewenangan tindakan keperawatan mandiri d. Membantu mempertahankan standard praktik keperawatan dengan meletakkan posisi

perawat memiliki akuntabilitas dibawah hukum.

e. Dalam keadaan darurat yang mengancam jiwa seseorang, perawat berwenang melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan yang ditujukan untuk penyelamatan jiwa.

3. Penerapan legal dalam area critical care

Aspek legal Keperawatan pada kewenangan formalnya adalah izin yang memberikan kewenangan kepada penerimanya untuk melakukan praktik profesi perawat yaitu Surat Tanda Registrasi (STR) bila bekerja di dalam suatu institusi.

Kewenangan itu, hanya diberikan kepada mereka yang memiliki kemampuan, namun memiliki kemampuan tidak berarti memiliki kewenangan. Seperti juga kemampuan yang didapat secara berjenjang, kewenangan yang diberikan juga berjenjang.

Kompetensi dalam keperawatan berarti kemampuan khusus perawat dalam bidang tertentu yang memiliki tingkat minimal yang harus dilampaui.

Dalam profesi kesehatan hanya kewenangan yang bersifat umum saja yang diatur oleh Departemen Kesehatan sebagai penguasa segala keprofesian di bidang kesehatan dan kedokteran.

Sementara itu, kewenangan yang bersifat khusus dalam arti tindakan kedokteran atau kesehatan tertentu diserahkan kepada profesi masing-masing.

a. Fungsi Hukum dalm Praktik Perawat

 Memberikan kerangka untuk menentukan tindakan keperawatan mana yang sesuai dengan hukum

(3)

49

 Membantu menentukan batas-batas kewenangan tindakan keperawatan mandiri  Membantu mempertahankan standard praktik keperawatan dengan meletakkan

posisi perawat memiliki akuntabilitas dibawah hukum.

b. Kepmenkes 1239/2001 Tentang Praktik Keperawatan pasal 15 dan 16

 Melakukan asuhan keperawatan meliputi Pengkajian, penetapan diagnosa keperawatan, perencanaan, melaksanakan tindakan dan evaluasi.

 Pelayanan tindakan medik hanya dapat dilakukan atas permintaan tertulis dokter  Dalam melaksanakan kewenangan perawat berkewajiban :

Menghormati hak pasien

Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani

Menyimpan rahasia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

Memberikan informasi

Meminta persetujuan tindakan yang dilakukan Melakukan catatan perawatan dengan baik c. Larangan

 Perawat dilarang menjalankan praktik selain yang tercantum dalam izin dan melakukan perbuatan yang bertentangan dengan standar profesi

d. Sanksi: sesuai dengan kebijakan pimpinan rumah sakit

e. Hak dan Kewajiban Perawat

Aspek Legal Keperawatan juga meliputu Kewajiban dan hak Perawat :

1) Kewajiban:

 Setiap perawat wajib mempunyai: - Sertifikat kompetensi

- Surat Tanda Registrasi - Surat ijin Praktek (SIP)

- Memperbaharui sertifikat kompetensi  Menghormati hak pasien

(4)

50

 Menyimpan rahasia pasien sesuai dengan aturan undang-undang keperawatan

 Wajib memberikan informasi kepada pasien sesuai dengan kewenangan

 Meminta persetujuan setiap tindakan yg akan dilakukan perawat sesuai dgn kondisi pasien baik secara tertulis.

 Mencatat semua tindakan keperawatan secara akurat sesuai peraturan dan SOP yang berlaku

Memakai standar profesi dan kode etik perawat Indonesia dalam melaksanakan praktik

 Meningkatkan pengetahuan berdasarkan IPTEK

 Melakukan pertolongan darurat yang mengancam jiwa sesuai dengan kewenangan

 Melaksanakan program pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat

 Mentaati semua peraturan perundang-undangan

 Menjaga hubungan kerja yang baik antara sesama perawat maupun dgn anggota tim kesehatan lainnya.

2) Hak-Hak Perawat

 Hak mengendalikan praktik keperawatan sesuai yang diatur oleh hukum.  Hak mendapat upah yang layak.

 Hak bekerja di lingkungan yang baik  Hak terhadap pengembangan profesional.

 Hak menyusun standar praktik dan pendidikan keperawatan.

1. Pengertian Etik

Etik adalah sistem nilai pribadi yang digunakan untuk memutuskan apa yang benar atau

apa yang paling tepat, memutuskan apa yang konsisten dengan sistem nilai yang ada dalam organisasi dan diri pribadi.

(5)

51

Etik merupakan prinsip yang menyangkut benar atau salah dan tindakan apa yang akan dilakukan. Etika Keperawatan merefleksikan bagaimana seharusnya perawat berprilaku, apa yang harus dilakukan perawat terhadap kliennya dalam memberikan pelayanan keperawatan kritis.

2. Maksud dan Tujuan Aspek Etik dalam Crritical Care

Secara umum, tujuan kode etik keperawatan adalah sebagai berikut (kozier, Erb. 1990): a. Sebagai aturan dasar terhadap hubungan perawat dengan perawat, pasien, dan anggota

tenaga kesehatan lainnya.

b. Sebagai standar dasar untuk mengeluarkan perawat jika terdapat perawat yang melakukan pelanggaran berkaitan kode etik dan untuk membantu perawat yang tertuduh suatu permasalahan secara tidak adil.

c. Sebagai dasar pengembangan kurikulum pendidikan keperawatan dan untuk mengorientasikan lulusan keperawatan dalam memasuki jajaran praktik keperawatan profesional.

d. Membantu masyarakat dalam memahami perilaku keperawatan profesional

3. Penerapan pengetahuan etik di area critical care Terdapat delapan asas etik dalam keperawatan yaitu

a. Autonomi (otonomy)

Yaitu menghormati keputusan pasien untuk menentukan nasibnya, dalam hal ini setiap keputusan medis ataupun keperawatan harus memperoleh persetujuan dari pasien atau keluarga terdekat. Dengan mengikuti prinsip autonomi berarti menghargai pasien untuk mengambil keputusan sendiri berdasarkan keunikan individu secara holistik.

b. Non maleficence (tidak merugikan)

yaitu keharusan untuk menghindari berbuat yang merugikan pasien, setiap tindakan medis dan keperawatan tidak boleh memperburuk keadaan pasien. Berarti tindakan yang dilakukan tidak menyebabkan bahaya bagi pasien, bahaya disini dapat berarti dengan sengaja membahayakan, resiko membahayakan dan bahaya yang tidak disengaja

(6)

52 c. Beneficence ( kemurahan hati)

yaitu keharusan untuk berbuat baik kepada pasien, setiap tindakan medis dan keperawatan harus ditujukan untuk kebaikan pasien. Berarti melakukan yang baik yaitu mengimplementasikan tindakan yang menguntungkan pasien dan keluarga

d. Justice (perlakuan adil)

yaitu sikap dan tindakan medis dan keperawatan harus bersifat adil, dokter dan perawat harus menggunakan rasa keadilan apabila akan melakukan tindakan kepada pasien

e. Fidelity (setia, menepati janji ),

Berarti setia terhadap kesepakatan dan tanggung jawab yang dimiliki oleh seseorang.Kesetiaan berkaitan dengan kewajiban untuk selalu setia pada kesepakatan dan tanggung jawab yang telah dibuat . Setiap tenaga keperawatan mempunyai tanggung jawab asuhan keperawatan kepada individu, pemberi kerja, pemerintah dan masyarakat.

Apabila terdapat konflik diantara berbagai tanggungjawab, maka diperlukan penentuan prioritas sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada.

f. Veracity (kebenaran, kejujuran),

Prinsip ini berkaitan dengan kewajiban perawat untuk mengatakan suatu kebenaran, tidak berbohong atau menipu orang lain. Kejujuran adalah landasan untuk “informed concent” yang baik. Perawat harus dapat menyingkap semua informasi yang diperlukan oleh pasien maupun keluarganya sebelum mereka membuat keputusan.

g. Confidenciality ( kerahasiahan )

Prinsip ini berkaitan dengan penghargaan perawat terhadap semua informasi tentang pasien/klien yang dirawatnya. Pasien/klien harus dapat menerima bahwa informasi yang diberikan kepada tenaga profesional kesehatan akan dihargai dan tidak disampaikan/ diberbagikan kepada pihak lain secara tidak tepat. Perlu dipahami bahwa berbagi informasi tentang pasien/klien dengan anggota kesehatan lain yang ikut merawat pasien tersebut bukan merupakan pembeberan rahasia selama informasi tersebut relevan dengan kasus yang ditangani

h. Accountability ( akuntabilitas )

Dalam menerapkan prinsip etik, apakah keputusan ini mencegah konsekwensi bahaya, apakah tindakan ini bermanfaat, apakah keputusan ini adil, karena dalam pelayanan kesehatan petugas dalam hal ini dokter dan perawat tidak boleh membeda-bedakan

(7)

53

pasien dari status sosialnya, tetapi melihat dari penting atau tidaknya pemberian tindakan tersebut pada pasien.

Hak-hak pasien haruslah dihargai dan dilindungi, hak-hak tersebut menyangkut kehidupan, kebahagiaan, kebebasan, privacy, self determination, perlakuan adil dan integritas diri. Dilema moral masih mungkin terjadi apabila prinsip moral otonomi dihadapkan dengan prinsip moral lainnya, atau apabila prinsip beneficence dihadapkan dengan non maleficence, misalnya apabila keinginan pasien (otonomi) ternyata bertentangan dengan dengan beneficence atau non maleficence, atau bisa saja apabila sesuatu tindakan mengandung beneficence dan nonmaleficence terjadi secara bersamaan sepeti “ Rule of Double Effect (RDE)” yaitu apabila suatu tindakan untuk memberikan kenyamanan berdasarkan prinsip beneficence tetapi sekaligus memiliki resiko terjadinya perburukan sehingga berlawanan dengan prinsip nonmaleficence. Contoh: pemberian morphin sulfat untuk mengendalikan rasa nyeri hebat yang terjadi pada pasien penderita cancer stadium akhir yang beresiko akan memberikan efek depresan yang dapat menekan pusat pernafasan pasien.

Dalam keadaan RDE biasanya dikenal 4 elemen yang harus dipenuhi yaitu:

1. Sifat tindakan haruslah baik atau setidaknya netral

2. Niat tindakan adalah untuk tujuan baik, dampak buruk boleh saja telah dapat dibayangkan tetapi harus bukan diniatkan.

3. Dampak buruk haruslah bukan cara untuk mencapai tujuan baik 4. Dampak baik harus melebihi dampak buruk

INFORMED CONSENT

Definisi : informed consent adalah pernyataan sepihak dari orang yang berhak (pasien, keluarga atau walinya) yang isinya berup ijin atau persetujuan kepada dokter untuk melakukan tindakan medis sesudah orang yang berhak tersebut diberi informasi secukupnya. Informed consent adalah suatu proses komunikasi yang efektif antara dokter dan pasien dan bertemunya pemikiran tentang apa yang akan dan apa yang tidak akan dilakukan terhadap pasien. Bila dilihat dari aspek hukum bukanlah sebagai perjanjian antara dua fihak, melainkan lebih ke arah persetujuan sepihak atas layanan yang ditawarkan pihak lain. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 290 / MENKES / PER / IX /2008 tentang Persetujuan Tindakan Medis.

(8)

54

Informed consent perlu diberikan karena tidak semua kejadian dalam pengobatan berlangsung seperti yang diharapakan, tidak ada kepastian dan jaminan yang pasti dalam dunia kedokteran karena setiap kasus bagaikan teori permutasi kombinasi, latar belakang setiap orang tidak sama, riwayat kesehatan berbeda, derajat pengobatan yang diberikan juga tidak sama serta reaksi tubuh terhadap respon pengobatan juga bebeda

Tiga Element Informed Consent 1. Threshold Element

Elemen ini sifatnya lebih ke arah syarat, yaitu pemberi consent haruslah seseorang yang kompeten (mampu). Kompeten disini diartikan sebagai kapasitas untuk membuat keputusan medis. Kompetensi manusia untuk membuat keputusan sebenarnya merupakan suatu kontinuum, dari sama sekali tidak memiliki kompetensi hingga memiliki kompetensi yang penuh. Diantaranya terdapat berbagai tingkat kompetensi membuat keputusan tertent. Secara hukum seseorang dianggap kompeten apabila memenuhi kriteria antara lain telah dewasa, sadar dan berada dalam keadaan mental yang tidak di bawah pengampuan. Dewasa diartikan sebagai usia telah mencapai 21 tahun atau telah pernah menikah. Sedangkan keadaan mental yang dianggap tidak kompeten adalah apabila mempunyai penyakit mental sedemikian rupa sehingga kemampuan membuat keputusan menjadi terganggu.

2. Information Elements

Elemen ini terdiri dari dua bagian yaitu, disclosure (pengungkapan) dan understanding (pemahaman). Dalam hal ini, seberapa ”baik” informasi harus diberikan kepada pasien,dapat dilihat dari 3 standar yaitu :

a. Standar Praktik Profesi.

Bahwa kewajiban memberikan informasi dan kriteria ke-adekuat-an informasi ditentukan bagaimana biasanya dilakukan dalam komunitas tenaga keperawatan. Dalam standar ini ada kemungkinan bahwa kebiasaan tersebut di atas tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial setempat, misalnya resiko yang ”tidak bermakna” (menurut medis) tidak diinformasikan, padahal mungkin bermakna dari sisi sosial pasien. b. Standar Subyektif

Bahwa keputusan harus didasarkan atas nilai-nilai yang dianut oleh pasien secara pribadi, sehingga informasi yang diberikan harus memadai untuk pasien tersebut

(9)

55

waktu/kesempatan) bagi profesional medis memahami nilai-nilai yang secara individual dianut oleh pasien.

c. Standar pada reasonable person

Standar ini merupakan hasil kompromi dari kedua standar sebelumnya, yaitu dianggap cukup apabila informasi yang diberikan telah memenuhi kebutuhan umumnya orang awam.

3. Consent Elements

Elemen ini terdiri dari dua bagian yaitu, voluntariness (kesukarelaan, kebebasan) dan

authorization (persetujuan). Kesukarelaan mengharuskan tidak ada tipuan,

misrepresentasi ataupun paksaan. Pasien juga harus bebas dari ”tekanan” yang dilakukan tenaga medis yang bersikap seolah-olah akan ”dibiarkan” apabila tidak menyetujui tawarannya.

Informed consent harus meliputi :

1. Dokter harus menjelaskan pada pasien mengenai diagnosa, tindakan, terapi dan penyakitnya

2. Pasien harus diberitahu tentang hasil terapi yang diharapkan dan seberapa besar kemungkinan keberhasilannya

3. Pasien harus diberitahu mengenai beberapa alternatif yang ada dan akibat apabila penyakit tidak diobati

4. Pasien harus diberitahu mengenai risiko apabila menerima atau menolak terapi, disertai upaya antisipasi yang dilakukan untuk menghindari resiko tersebut. Risiko yang harus disampaikan meliputi efek samping yang mungkin terjadi dalam penggunaan obat atau tindakan pemeriksaan dan operasi yang dilakukan.

5. Biaya yang menyangkut tindakan tersebut walaupun tidak selalu diutamakan Pasien juga berhak untuk mengetahui semua prognosa, komplikasi, sekuele, ketidak nyamanan, kesulitan yang mungkin dalami dengan adanya tindakan tersebut.

Masalah yang ditemukan dalam proses informed consent

1. Bahasa yang digunakan untuk menjelaskan terlalu teknis

2. Perilaku dokter yang terburu-buru atau tidak perhatian atau tidak ada waktu untuk tanya-jawab

3. Pasien sedang dalam keadaan stres emosional sehingga tidak mampu mencerna informasi

(10)

56

4. Pasien dalam keadaan tidak sadar/ mengamuk

DILEMA ETIK a. Pulang Paksa

Pulang paksa adalah istilah yang digunakan apabila pasien tidak mau lagi melanjutkan /menjalani rawat inap lebih lama dan minta dipulangkan , tetapi secara medis belum cukup stabil untuk menjalani perawatan dirumah

Penyebab pulang paksa antara lain:

1. Pasien tidak mengerti kmengapa walaupun dirinya sudah menjalani perawatan tetapi belum juga sembuh atau merasa belum ada perbaikan sehingga merasa tidak menjaani perawatanpun tidak ada pengaruhnya, dalam hal ini ada beberapa faktor yang mempengaruhi antara lain: penjelasan dokter yang tidak jelas sehingga tidak dipahami pasien, tingkat pendidikan, budaya (sebagian masih menganggap pengobatan alternatif lebih baik)

2. Pasien tidak merasa nyaman dirawat yang dapat dipengaruhi oleh suasana, keadaan ruangan, makanan, teman satu ruangan (pasien lain).

3. Pelayanan dinilai kurang baik, perlakuan tenaga kesehatan dalam hal ini dokter dan perawat yang dianggap kurang simpatik.

4. Keterbatasan finansial (biaya) atau keinginan dirawat ditempat yang lebih bergengsi (pada pasien golongan atas)

5. Ada kepentingan pribadi yang dinilai lebih berharga daripada menjalani rawat inap

b. DO NOT RESUSCITATE (DNR): WITH HOLDING/ WITH DRAWAL

With holding adalah menunda terapi atau bantuan hidup pada pasien yang dianggap

sudah tidak punya harapan hidup lagi, sedangkan with drawal artinya menghentikan bantuan hidup pada pasien yang biasanya terpasang alat bantu penunjang kehidupan seperti ventilasi mekanik, alat pacu jantung, dll. Baik with holding maupun with drawing dilakukan pada pasien yang secara medis tidak punya harapan hidup lagi. Keputusan melakukan ini harus dikomunikasikan dengan keluarga setelah team medis mendiskusikannya dengan team lain.

(11)

57 c. EUTHANASIA

Kematian pada umumnya disepakati sebagai berhentinya kehidupan, meninggal dunia adalah keadaan insani yang diyakini oleh ahli kedokteran yang berwenang bahwa fungsi otak, pernafasan dan atau denyut jantung seseorang telah berhenti

Kematian sebenarnya bukanlah suatu titik waktu, melainkan merupakan suatu tahapan waktu, dimulai dari kematian klinis, kemudian kematian otak, kematian biologis dan akhirnya kematian seluler. Pada kematian klinis ditemukan berhentinya fungsi kardiovaskuler dan pernafasan, yang kemudian akan diikuti oleh kematian otak, kecuali apabila dilakukan resusitasi dan berhasil. Otak tidak dapat hidup lagi dalam waktu 6 sampai 10 menit tanpa oksigen. Kematian otak juga bertahap, biasanya dimulai pada korteks serebri, kemudian disusul oleh serebelum (otak kecil) dan diakhiri dengan kematian batang otak. Apabila terjadi kematian korteks serebri tanpa kematian pusat sirkulasi dan pernafasan, maka terjadilah keadaan ketidaksadaran yang permanen, tetapi kardiovaskuler dan pernafasan masih tetap berfungsi (persistent vegetative state).

Setelah semua bagian otak berhenti bekerja maka terjadilah kematian biologis, suatu kematian yang permanen. Selanjutnya dimulailah kematian seluler, yang berbeda-beda waktunya bagi masing-masing jenis jaringan.

“kapankah seseorang dapat dinyatakan mati, apa kriterianya dan bagaimana prosedur penentuannya”. Ketika pasien belum dapat dinyatakan mati, dokter melakukan tindakan secara aktif menghentikan kehidupannya, maka ia dapat dinyatakan sebagai melakukan pembunuhan. Sebaliknya apabila pasien sudah dapat dinyatakan mati, tetapi dokter masih melakukan tindakan terapetik maka ia dapat dinyatakan melanggar profesi karena melakukan tindakan medik pada mayat.

Pengakuan atas hak otonomi pasien sedemikian kuat, sehingga tidak hanya hak hidup, hak atas informasi dan hak memperoleh layanan yang layak saja yang dituntut, melainkan juga hak untuk mati secara bermartabat.

(12)

58 DAFTAR PUSTAKA

Hegner, Barbara R.2003. Nursing Assistant: a Nursing Proses Approach. Jakarta: EGC.

http://ppnikabupatenbanjar.wordpress.com/2011/03/30/kode-etik-dalam-keperawatan-indonesia_/20/12/2011_09.01

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1239/MENKES/SK/XI/2001 Tentang Praktik Keperawatan

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 290 / MENKES / PER / IX /2008 tentang Persetujuan Tindakan Medis.

.

Referensi

Dokumen terkait

b. Tindakan keperawatan sebagai mana yang dimaksud pada butir a) meliputi Intervensi keperawatan , observasi keperawatan , pendidikan dan konseling ;.. Dalam melaksanakan

Menurut konsorsium ilmu-ilmu Kesehatan (1992) praktek keperawatan adalah tindakan mandiri perawat professional/ ners melalui kerjasama yang bersifat kolaboratif baik

Penerapan Kode Etik Keperawatan di Rumah Sakit Bhakti Wira Tamtama Semarang pada umumnya dinyatakan baik ditunjukkan dengan sikap perawat dalam memberikan asuhan keperawatan

Pada hakikatnya, keperawatan sebagai profesi senantiasa mengabdi kepada kemanusiaan, mendahulukan kepentingan kesehatan klien diatas kepentingan sendiri, bentuk pelayanan

Perawat tidak perlu takut hukum, tetapi lebih melihat hukum sebagai dasar pemahaman terhadap apa yang masyarakat harapkan dari penyelenggara pelayanan keperawatan

Aspek etik dalam praktik pelayanan keperawatan kesehatan reproduksi

Dalam menyusun alat pengukur ini keputusan diambil berdasarkan kode etik sebagai standar yang mengukur dan mengevaluasi perilaku moral perawat (Suhaemi, 2002). Adanya penggunaan

Dari kasus diatas , perawat telah melanggar etika keperawatan yang telah dituangkan dalam kode etik keperawatan yang disusun oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia