• Tidak ada hasil yang ditemukan

Biotek(Ivf)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Biotek(Ivf)"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BIOTEK

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang

Teknik kriopreservasi pada berbagai sel, jaringan,dan organ telah banyak dilakukan, demikian juga dengan kriopreservasi oosit walaupun tidak sebanyak embrio. Salah satu cara penyediaan oosit yang telah banyak dilakukan adalah pengawetan dengan metode freezing atau pembekuan dengan cara slow freezing dan rapid freezing. Namun, saat ini telah dikembangkan pembekuan oosit dengan metode vitrifikasi yang lebih mudah dilakukan dan jauh lebih sederhana.

Etilen glikol, Gliserol, DMSO, dan PROH sebagai krioprotektan yang akan dipakai memiliki perbedaan alamiah biokimia, dan dapat dipakai secara konvensional untuk kriopreservasi pada oosit sapi. Karena DMSO dan PROH keduanya memiliki membrane permeabilitas yang tinggi daripada gliserol, kemampuan hidup post thawing dari oosit yang dibekukan pada stadium matang mungkin dapat diperbaiki dengan menggunakan DMSO atau PROH.

Oleh karena itu, kita mengevaluasi aksi kriopreservasi dari Etilen Glikol, gliserol, DMSO, dan PROH pada oosit sapi mature in vitro. Kita memilih slow freezing method yang dikombinasikan dengan protocol thawing tiga tahap, sebelumnya memakai oosit mature. Penetrasi sperma in vitro dari oosit frozen-thawed dan perkembangan in vitro dari oosit yang diinseminasikan menuju stadium blastosist adalah perlu dievaluasi untuk dinilai kapasitas kriopreservasi dari krioprotektan ini.

Kebutuhan konsumsi daging nasional cenderung meningkat setiap tahunnya. Oleh karena itu dibutuhkan peningkatan populasi ternak terutama ternak ruminansia melalui ketercukupan penyediaan bibit baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Bibit yang baik umumnya dapat menghasilkan keturunan dengan produktivitas yang tinggi. Peningkatan produktivitas ternak dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, salah satunya adalah dengan menerapkan terknologi fertilisasi in vitro. Fertilisasi in vitro ini diharapkan mampu meningkatkan jumlah populasi ternak yang ada sehingga kebutuhan komoditas daging sapi maupun ternak ruminansia lainnya dapat terpenuhi. Fertilisasi in vitro ini umumnya memanfaatkan ovarium dari ternak hasil pemotongan RPH (Rumah Pemotongan Hewan) sehingga mempunyai efisiensi reproduksi yang tinggi.

Sexing atau pemisahan sperma adalah kegiatan yang bertujuan untuk memisahkan spermatozoa yang membawa sifat kelamin jantan dengan betina. Teknologi ini bertujuan untuk menjawab tingginya permintaan peternak terhadap pedet atau anak sapi jantan potong karena harga jualnya yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan anak betina. Sedangkan khusus untuk bangsa sapi penghasil susu atau Frisian Holand (FH), benih yang diminamati adalah yang betina (Anonim, 2009 (a)).

Kloning merupakan salah satu bioteknologi mutakhir yang sangat bernanfaaat untuk memultiplikasi genotip hewan yang memiliki keunggulan tertentu dan preservasi

(2)

hewan yang hampir punah.walaupun keberhasilan produksi hewan kloning lewat transfer inti sel somatik telah di capai pada berbagai spesies seperti domba,sapi,mencit,kambing,babi,kucing dan kelinci.

Transgenik merupakan generasi keempat teknologi reproduksi,teknik ini berkaitan dengan manipulasi mikro dan pemindahan materi genetik ke sel-sel di dalam kultur untuk menghasilkan hewan transgenik.

Definisi Stem Sel Menurut kamus Oxford (1999), stem sel merupakan sel yang belum berdiferensiasi yang berasal dari organisme multiseluler yang mampu berkembang menjadi sel-sel setipe, yang selanjutnya akan berdiferensiasi menjadi berbagai macam sel lainnya. B.Tujuan

Makalah ini dibuat untuk mengetahui pengertian dan manfaat dari kriopreservasi embrio dan oosit, fertilisasi in vitro, sexing spermatozoa, kloning, transgenik dan stem sel.

BAB II PEMBAHASAN 1. KRIOPRESERVASI EMBRIO dan OOSIT

Dua teknik utama yang dipakai untuk kriopreservasi oosit adalah dengan Slow

Freezing dan rapid freezing. Dua cara ini telah dipakai untuk cryoconservation

(konservasi) oosit mamalia dengan fariasi yang tinggi. Krioprotektan yang dipakai adalah:

 Etilen glikol  Gliserol  DMSO  PROH

Krioprotektan Etilen Glikol

Setelah maturasi, oosit yang matang di pindahkan ke cawan petri yang berisi medium vitrifikasi, masing-masing mengandung 30-40 oosit. Oosit didalam krioprotektan ini dipaparkan pada suhu ruangan selama 10 menit, 20 menit, dan 30 menit. Selesai pemaparan, oosit siap dikemas dalam ministraw transparan 0,25 cc (French straw) yang sudah mengalamiOpen Pulled Straw (OPS) (Vajta et al., 1998). Cara pengemasan dilakukan sebagai berikut: aspirasi diluen 1M Sukrosa ke dalam straw sepanjang 3 cm, kemudian dibuat rongga udara 0,25 cm. Sebanyak 6-16 oosit diaspirasi sepanjang 3 cm, setelah itu dipisahkan kembal i dengan rongga udara 0,25 cm. Rongga sisanya diisi dengan diluen 1 M Sukrosa dalam PBS. Segera setelah pengemasan, ministraw langsung dicelupkan ke dalam nitrogen cair, dan dibekukan selama 2 – 4 minggu. (Rimayanti, 2005)

(3)

Pencairan kembali dilakukan dengan memasukkan ministraw ke dalam penangas air 30 °C. Oosit yang telah dikeluarkan dari ministraw dibilas 2 x dengan sukrosa 0,5 M (Sun et

al., 1995).

Oosit diperiksa di bawah mikroskop inverted untuk diamati kualitasnya berdasarkan penilaian morfologis normal sebagai berikut: plasma membrane intak, ooplasma bergranulasi homogen, zona pelusida dan ooplasma berbatas jelas. Sedangkan morfologi oosit yang tidak normal menunjukkan bentuk yang tidak teratur dan terjadi degenerasi dengan ooplasma gelap dan berfragmentasi. Terhadap oosit ditambahkan bahan pewarnaan propidium iodide, kemudian preparat ini diinkubasi dalam inkubator selama 30 menit.

Gambaran yang terlihat di bawah mikroskop fluoresen adalah bila oosit hidup, ooplasmanya tidak akan menyerap warna (putih) dan bila oosit mati, ooplasmanya berwarna merah. Menurut Rimayanti (2005) untuk melihat presentase hidup oosit setelah vitrifikasi dengan Etilen Glikol digunakan Rancangan Acak Lengkap pola faktorial dengan 6 perlakuan dan 4 kali ulangan pada setiap kelompok perlakuan. Oosit dibagi dalam 6 kelompok perlakuan sebagai berikut : Kelompok 1, krioprotektan EG+S waktu pemaparan 10 menit; Kelompok 2, krioprotektan EG+S waktu pemaparan 20 menit;Kelompok 3, krioprotektan EG+S waktu pemaparan 30 menit ; Kelompok 4, krioprotektan EG+S+BSA waktu pemaparan 10 menit; Kelompok 5, krioprotektan EG+S+BSA waktu pemaparan 20 menit; Kelompok 6, krioprotektan EG+S+BSA waktu pemaparan 30 menit . Uji statistik yang digunakan adalah Analisis Variansi (Anava), bila terdapat perbedaan yang nyata di antara perlakuan, maka akan dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) untuk mengetahui perlakuan terbaik (Steel dan Torie, 1991).

Krioprotektan Gliserol, DMSO, dan PROH Persiapan Oosit

Koleksi dari ovarium sapi Holstein heifers atau sapi local kemudian ditransferkan dilab dengan 0,9 % cairan Na CL pada suhu 30-35 oC selama dua jam. Cumulus oocyte Complexes (COCs) diambil dari 3-5 antral folikel memakai needle ukuran 18 dan dicuci 4 kali dengan medium maturasi. Morfologi normal COCs dengan granulasi sitoplasma yang datar dan lapisan sel cumulus kompak yang diseleksi, kemudian 30-40 COCs ditransfer kedalam 4 multidish yang baik yang berisi 1 ml media matang dan dikultur selama 22-24 jam pada suhu 39oC dengan 5% CO2 di udara.

Protokol Kriopreservasi

Ini sulit untuk menegaskan bahwa kehadiran Badan Polar I Oosit yang dilampirkan dengan sel cumulus setelah maturasi. Namun demikian, kira-kira 90% (57/63) dari perkembangan oosit menuju stadium metaphase II pada 22-24 jam dari maturasi ketika mereka diperiksa setelah ditetapkan dan stained pada persiapan percobaan. Oleh karena itu, semua COCs ditempatkan secara langsung kedalam 2 ml PBS yang dilengkapi dengan 4mg/ml BSA, 60 µg/ ml penisilin G dan 100 µg/ ml streptomisin sulfat, yang mana 1,0 M gliserol, 1.0 DMSO atau 1.0 PROH ditambahkan. Kemudian, 20-30 COCs disetiap larutan dimuat kedalam 0,25 mL straw dan berimbang selama 30 menit pada suhu ruang. Straw memuat COCs yang kemudian ditabur dengan preecooled forceps dan dengan seketika dimasukkan kedalam

(4)

freezer, dirawat pada suhu -51oC. Setelah memegang straw pada suhu tersebut selama 15 menit, itu semua didinginkan sampai -32,5 oC dan pada angka -0,5oC/ menit. Straw ditempatkan pada uap nitrogen cair selama 10 detik dan pada akhirnya dimasukkan kedalam nitrogen cair.

Setelah disimpan kedalam nitrogen cair selama 2-3 minggu, straw kemudian dithawing pada air selama 5 detik dan akhirnya dimasukkan kedalam water bath 37oC selama 30 detik. Setiap agen krioprotektif diubah dari cairan memakai tiga tahap proses cairan yang berisi krioprotektan dengan konsentrasi 0,7; 0,3 dan o M bersamaan dengan 0,25 M sukrosa. Setelah pembersihan krioprotektan, COCs dicuci 4 kali pada media mature dan dibebaskan dari sel cumulus dengan pipet yang diulang. Morfologinya tampak dari oosit frozen thawed yang kemudian dievaluasi dibawah stereomikroskop. Oosit dengan kegelapan, berganulasi, atau sitoplasma yang terfragmen, membrane vitelin yang tidak jelas, jarak perivitellin yang diperlebar atau zona pelucida yang retak, semua dipertimbangkan dari kerusakan morfologi Pemeriksaan Oosit Selama Penetrasi Spermatozoa

Pada 8 jam postinseminasi, oosit dibebaskan dari spermatozoa dan sejumlah oosit yang degenerasi dinilai. Oosit yang berkurang, terbagi-bagi dan atau sitoplasma yang pucat dipertimbangkan menjadi degenerasi. Beberapa oosit yang sisa diperbaiki dengan 25% acetic ethanol selama 5-7 hari. Oosit yang diwarnai dengan 1% orcein pada 45 % acetic acid dan diperiksa untuk keterangan dari penetrasi sperma dibawah mikroskop fase kontras. Oosit yang dipertimbangkan untuk penetrasi ketika nucleus sperma atau pronukleus jantan dan ekor sperma yang sesuai pada sitoplas disitoplasma. Pada perlakuan selanjutnya menunjukkan bahwa 11-16 % dari oosit yang diinseminasikan dan degenerasi pada 8 jam postinseminasi dengan tidak ada signifikansi (P>0.05) berbeda diantara tiga krioprotektan tsb. Tipe krioprotektan yang baik (P>0.05) mempengaruhi jumlah oosit yang dipenetrasi. Tingginya proporsi oosit yang diinseminasikan yang penetrasi oleh spermatozoa setelah frozen-thawed dengan DMSO (79%) atau PROH (76%) daripada gliserol (59%). Tidak ada pengaruh yang signifikan ketika diobservasi pada proporsi dari oosit yang dipenetrasi dengan pronukleus dan dengan polispermia. Namun demikian, sebuah pembanding proporsi yg luas dari oosit frozen-thawed dengan PROH terbetuk keduanya pronukleus jantan dan betina setelah inseminasi in vitro.

Pencairan Kembali (Thawing). Pencairan kembali dilakukan dengan memasukkan ministraw ke dalam penangas air 30oC. Oosit yang telah dikeluarkan dari ministraw dibilas 2 x dengan sukrosa 0,5 M (Sun et al., 1995).

Setelah disimpan kedalam nitrogen cair selama 2-3 minggu, straw kemudian dithawing pada air selama 5 detik dan akhirnya dimasukkan kedalam water bath 37oC selama 30 detik. Setiap agen krioprotektif diubah dari cairan memakai tiga tahap proses cairan yang berisi krioprotektan dengan konsentrasi 0,7; 0,3 dan o M bersamaan dengan 0,25 M sukrosa. Setelah pembersihan krioprotektan, COCs dicuci 4 kali pada media mature dan dibebaskan dari sel cumulus dengan pipet yang diulang. Morfologinya tampak dari oosit frozen thawed yang kemudian dievaluasi dibawah stereomikroskop. Oosit dengan kegelapan, berganulasi, atau sitoplasma yang terfragmen, membrane vitelin yang tidak jelas, jarak perivitellin yang

(5)

diperlebar atau zona pelucida yang retak, semua dipertimbangkan dari kerusakan morfologi. (Rimayanti, 2001)

Evaluasi Oosit. Oosit diperiksa di bawah mikroskop inverted untuk diamati kualitasnya berdasarkan penilaian morfologis normal sebagai berikut: plasma membrane intak, ooplasma bergranulasi homogen, zona pelusida dan ooplasma berbatas jelas. Sedangkan morfologi oosit yang tidak normal menunjukkan bentuk yang tidak teratur dan terjadi degenerasi dengan ooplasma gelap dan berfragmentasi. Terhadap oosit ditambahkan bahan pewarnaan propidium iodide, kemudian preparat ini diinku basi dalam inkubator selama 30 menit. Gambaran yang terlihat di bawah mikroskop fluoresen adalah bila oosit hidup, ooplasmanya tidak akan menyerap warna (putih) dan bila oosit mati, ooplasmanya berwarna merah (Rimayanti, 2001)

Hasil dari studi yang dijelaskan sekarang ini menunjukkan bahwa dibawah protokol freezing memakai slow cooling dan 3 tahap thawing, PROH adalah krioprotektan yang efektif untuk mendorong kemampuan hidup dari beberapa oosit sapi. Walaupun sejumlah kecil dari oosit yang berkembang menuju stadium blastosist, data dati studi sekarang ini mengindikasikan bahwa perkembangan kemampuan dari frozen-thawed oosit sapi menuju stadium yang spesifik akan dinaikkan dengan seleksi dari krioprotektan yang tepat.

Kandungan biokimia dari PROH menjadikan sitoplasma yang tidak berbentuk selama kriopreservasi, meningkatkan permeabilitas membran, mempengaruhi depolimerasi dari filamen aktin. Pada perbedaan protokol slow freezing untuk oosit sapi, secara signifikan meningkatkan sejumlah kemampuan hidup oosit yang diperoleh dengan PROH atau etilen glikol. Pada manusia, disana tidak ada peningkatan pada aneuploid pada oosit yang matang atau kariotip abnormal pada stadium pronuklear embrio setelah kriopreservasi dengan PROH. Namun demikian, satu sisi dari krioprotektan itu sendiri, faktor seperti prosedur freezing, konsentrasi krioprotektan, suplemen pada cairan beku, stadium perkembangan oosit dan sumber oosit juga mempengaruhi efektivitas dari krioprotektan. Ini dilaporkan, bahwa dibawah protokol yang benar, PROH tidaklah efektif untuk freezing oosit tikus dan manusia, sejak insidensi yang besar dari aktivasi patogen yang ditemukan setelah freezing ketika konsentrasi tinggi dari PROH yang dipakai.

Gliserol telah luas dipakai untuk freezing embrio sapi karena sitotoksisitasnya yang rendah. Namun demikian, gliserol meningkatkan beberapa kerusakan osmotik untuk sitoplasma karena permeabilitas membran yang rendah. Hal tersebut telah diamati pada studi sekarang ini bahwa recovery dari initial shrinkage dari sitoplasma lebih rendah pada oosit yang diekspose dengan gliserol daripada dengan DMSO atau PROH selama proses penyeimbangan dengan krioprotektan. Martino et al menjelaskan bahwa cairan stress yang dihasilkan oleh krioprotektan mengganggu efek ketahanan oosit sapi yang matang setelah kriopreservasi. Temuan kita bahwa oosit sapi yang matang frozen-thawed dengan gliserol memiliki morfologi yang tidak baik dan perkembangan kemampuan yang rendah dalam mendorong hipotesis ini.

Dibandingkan dengan gliserol, keduanya DMSO dan PROH merawat lebih tinggi integritas morfologi dari oosit yang dengan seketika setelah thawing dan penetrasi sperma lebih tinggi pada 8 jam postinseminasi. Namun demikian, proporsi oosit mengembangkan

(6)

menjadi stadium 8 sel yang secara signifikan menurun dari frozen dengan DMSO daripada PROH. Hal ini dilaporkan bahwa DMSO memiliki toksisitas yang spesifik pada system sitoskeletal dan jalur glikolisis. Hal ini juga dilaporkan bahwa oosit sapi yang matang sangat sensitive pada krioprotektan dan bahwa kurang dari 10 % dari metaphase 2 kumparannya memiliki bentuk yang normal setelah pembukaan pada krioprotektan selama satu menit. Namun demikian, data sekarang mengindikasikan bahwa DMSO tidak rusak terhadap respon mikroorganisme untuk morfologi dan penetrasi sperma. Cukup, toksisitas dari DMSO utamanya mempengaruhi perkembangan oosit pada stadium 8 sel.

2. FERTILISASI IN VITRO

Fertilisasi In Vitro dirintis oleh P.C Steptoe dan R.G Edwards (1997). Merupakan suatu upaya peningkatan produksi didalam menyelamatkan bibit unggul yang tidak dapat dilakukan dengan fertilisasi in vivo yaitu dengan suatu teknik pembuahan dimana sel ovum dibuahi diluar tubuh.

Teknologi fertilisasi secara in vitro (FIV) pada ternak, khususnya sapi merupakan salah satu usaha memanfaatkan limbah ovari dari induk sapi betina yang dipotong di Rumah Potong Hewan. FIV ini diharapkan dapat memproduksi embrio sapi dalam jumlah massal untuk dititipkan pada induk resipien, sehingga dapat diperoleh ternak dalam jumlah banyak untuk meningkatkan populasi ternak di Indonesia (Kaiin et al., 2008).

In Vitro Fertilization (IVF) Merupakan metode pengamatan terhadap terjadinya

proses fertilisasi dengan cara membuat percobaan pembuahan di luar tubuh. Menurut Supri Ondho (1998) secara garis besar percobaan IVF meliputi serangkaian kegiatan berupa mengumpulkan ovarium, koleksi oosit, kapasitasi spermatozoa, pembuahan dan perkembangan embrio.

Berikut ini adalah tahapan-tahapan fertilisasi In Vitro :

1. Pengumpulan ovarium dari Rumah Pemotongan Hewan (RPH), Pengumpulan ovarium dilaksanakan dengan cara mengambil ovarium dari ternak yang dipotong. Setelah ovarium didapatkan, kemudian dimasukkan ke dalam NaCl fisiologis 0,9% dan di bawa ke laboratorium.

2. Koleksi Oosit, proses koleksi oosit ini dapat dilakukan dengan tiga metode yaitu aspirasi (menghisap), sayatan dan injeksi medium.

3. Maturasi Oosit, Fertilisasi, Kultur in Vitro 4. Pembekuan Embrio

5. Program Transfer Embrio

METODE KOLEKSI OOSIT

Berikut ini adalah metode yang dapat digunakan didalam melakukan koleksi oosit : Aspirasi

(7)

1. Ovarium dipindahkan ke dalam cawan petri kemudian dicuci/dibilas dengan menggunakan NaCl Fisiologis 0,9%

2. Ovarium diletakkan di dalam beker glass dan pertahankan suhu pada 37,5 ºC.

3. Permukaan ovarium dibersihkan sekali lagi dari kemungkinan adanya kotoran yang masih melekat, dengan cara meletakkan di atas kertas saring.

4. Disposable syringe diisi dengan NaCl Fisiologis 0,9% (1-1,5 ml). Gunakan jarum suntik ukuran 21 g yang dipasang pada disposable syringe ukuran 5 ml tersebut.

5. Tusukan diarahkan pada bagian parenkhim ovarium dekat folikel yang membentuk vesikula (diameter 1-5), kemudian diaspirasi. Atau dapat pula jarum ditusukkan melalui stroma ovarium lalu menuju folikel. Cara ini untuk menghindari terlepasnya oosit keluar dari permukaan ovarium melalui permukaan folikel yang tipis.

6. Setelah seluruh folikerl dalam satu ovarium diaspirasi. Selanjutnya cairan aspirasi yang mengumpul memenuhi syringe dipindahkan segera ke dalam petridish 35 mm yang telah dipersiapkan.

7. Jumlah, kualitas oosit, serta waktu yang dibutuhkan dari setiap ovarium dicatat.

8. Oosit yang didapatkan kemudian dibilas sebanyak tiga kali dengan NaCl Fisiologis 0,9 % kemudian dipindahkan sementara ke dalam medium yang sama untuk menunggu proses selanjutnya.

Teknik sayatan

1. Ovarium disayat menjadi 4 sampai delapan bagian, kemudian setiap bagian disayat menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dengan menggunakan gunting/skapel dalam cawan petri yang diisi NaCl fisiologis 0,9% secukupnya. Dengan bantuan mikroskop pembesaran 200 kali dapat diidentifikasi oosit yang terdapat dalam ovarium tadi.

2. Dengan menggunakan mikropipet dipindah/ dikumpulkan oosit yang sudah diperoleh kedalam cawan petri lainnya.

3. Dihitung jumlah perolehan dari kualitas oosit, media serta waktu yang dibutuhkan dari setiap ovarium dengan cara ini.

4. Oosit yang dipindahkan dibilas tiga kali kemudian dipindahkan ke dalam Na Cl fisiologis 0,9% untuk dilakukan proses selanjutnya.

Teknik injeksi medium

1. Ovarium dicuci bersih dengan menggunakan NaCl fisiologis 0,9%.

2. Isi disposable syringe dengan NaCl fisiologis 0,9% 1-1,5 ml. Tusukan-tusukan dibuat merata diseluruh permukaan ovarium dengan menggunakan jarum ukuran 21 g, kemudian disemprotkan medium perlahan-lahan.

3. Cairan medium mengandung oosit yang keluar dari ovarium ditampung di dalam petridish. 4. Hitung dan amati jumlah, kualitas oosit yang dapat diperoleh serta waktu yang dibutuhkan

(8)

5. Oosit yang didapatkan kemudian dibilas tiga kali dan dipindahkan ke dalam medium NaCl fisiologis 0,9% untuk dilakukan peruses selanjutnya.

KLASIFIKASI OOSIT

Berikut ini merupakan klasifikasi oosit yang didasarkan atas Cumullus

Oophorus yang dapat dijadikan sebagai parameter kualitas oosit :

Kualitas A, adalah oosit dengan Cumullus Oophorus kompak Kualitas B, adalah oosit dengan Cumullus Oophorus sebagian Kualitas C, adalah oosit yang tidak mempunyai Cumullus Oophorus

Maturasi oosit dapat dilakukan pada oosit yang mempunyai kualitas A dan B MATURASI OOSIT, FERTILISASI, KULTUR IN VITRO

 Oosit yang terkoleksi dan mempunyai kualitas sangat baik dan baik (A dan B) kemudian dicuci dalam media maturasi

TCM 199 (GIBCOTM) + 10 % fetal calf Serum (FCS, GIBCOTM) dan ditambahkan hormon E2 (1μg/ ml), hCG (10μg/ml) dan FSH (10μg/ml). Oosit tersebut dimasukkan ke dalam 50 μl spot media maturasi yang sebelumnya telah diekuilibrasi di dalam inkubator CO2 5%, temperatur 38 °C dan dikultur selama 22-24 jam (Margawati et al., 2000).

 Sebelum dilakukan fertilisasi, sperma beku X atau Y sapi PO yang telah dipisahkan dengan menggunakan kolom BSA 5-10% (Kaiin et al., 2003) di-thawing dan masing-masing diperiksa motilitasnya. Motilitas sperma ≥ 40% digunakan untuk memfertilisasi oosit secara in vitro. Sperma X atau Y yang telah di-thawing kemudian dimasukkan ke dalam tabung sentrifugasi, ditambah media semen washing solution (SWS) yang terdiri atas media Brackett Oliphant (BO) yang mengandung kafein dan heparin, kemudian sperma disentrifugasi dengan kecepatan 1800 rpm selama 5 menit pada temperatur 27°C. Supernatan dibuang, kemudian endapan sperma (0,5 ml) ditambah dengan media semen dilution

solution(SDS, yang terdiri atas media BO dan BSA 20 mg/ ml) sampai konsentrasi 1 x 106 /

ml. Spot berisi 100 μl SDS berisi sperma X atau Y dibuat di

dalam cawan petri, kemudian ditutup dengan mineral oil dan diinkubasi untuk kapasitasi sperma selama 1 jam. Setelah itu dilakukan pencucian oosit yang telah dimaturasi dengan menggunakan media oocyte washing solution (OWS, yang terdiri atas media BO dan BSA 10 mg/ml). Oosit yang telah dicuci kemudian ditempatkan ke dalam spot SDS + sperma (10 oosit/ spot) dan dikultur selama 6-7 jam dalam inkubator CO2 (Kaiin et al., 2004).

 Oosit yang difertilisasi kemudian dicuci dengan media kultur CR1aa + 5% FCS sambil dihilangkan sel-sel kumulusnya dengan menggunakan pipet. Zigot kemudian dimasukkan ke dalam spot media kultur yang kemudian dimasukkan ke dalam inkubator CO2 5%, temperature 38°C. Pengamatan perkembangan embrio dari tahap 2 sel sampai morula/blastosis dilakukan setiap 24 jam selama 6-7 hari (Margawati et al., 2000; Kaiin et

al., 2004).

PEMBEKUAN EMBRIO

 Embrio yang mencapai tahap morula atau blastosis dalam kultur in vitro kemudian dicuci dalam media DPBS mengandung 20% FCS, kemudian dipindahkan berturut-turut ke dalam

(9)

media yang mengandung gliserol 3,3%; 6,7% sampai 10% masing-masing selama 10 menit. Embrio dan gliserol dalam volume sesedikit mungkin kemudian dimasukkan ke dalam straw bersama dengan kolom-kolom media berisi sukrosa yang berfungsi sebagai media pencuci gliserol pada saat thawing. Setelah itu, straw yang berisi embrio tersebut dibekukan dengan menggunakan mesin programmable freezer ET-1 (FHK) dengan penurunan temperatur secara bertahap 1oC/menit. Selanjutnya pada saat mencapai temperatur - 30oC, straw dimasukkan dan disimpan dalam tangki nitrogen cair (temperatur -196oC).

PROGRAM TRANSFER EMBRIO

 Seleksi induk sapi yang akan digunakan sebagai ternak resipien dilakukan dengan memeriksa keadaan alat reproduksinya. Sapi dengan kondisi reproduksi yang memenuhi syarat digunakan sebagai ternak resipien.

 Setelah itu sapi diprogram dan disinkronisasi berahinya dengan penyuntikan PGF2α (Prosolvin, Intervet) dengan dosis 2 ml/ ekor secara intra muskular. Transfer embrio menggunakan embrio beku hasil FIV dengan sperma hasil pemisahan dilakukan pada hari ke 6 setelah berahi pada induk resipien sapi Bali di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara dan resipien sapi FH di kandang ternak Puslit Bioteknologi LIPI di Cibinong. Straw embrio beku di-thawing dalam air hangat 37° C kemudian langsung ditransfer ke induk resipien dengan menggunakan gun transfer.

3. SEXING SPERMATOZOA

Sexing atau pemisahan sperma adalah kegiatan yang bertujuan untuk memisahkan spermatozoa yang membawa sifat kelamin jantan dengan betina. Teknologi ini bertujuan untuk menjawab tingginya permintaan peternak terhadap pedet atau anak sapi jantan potong karena harga jualnya yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan anak betina. Sedangkan khusus untuk bangsa sapi penghasil susu atau Frisian Holand (FH), benih yang diminamati adalah yang betina (Anonim, 2009 (a).

Metode dalam sexing spermatozoa yang sering digunakan adalah dengan menggunakan

a. Metode Sentrifugasi

merupakan medium yang terdiri dari partikel silica colloidal dengan lapisan

polyvinyl-pyrrolidone, dapat dijadikan dasar untuk mengisolasi spermatozoa motil, terbebas dari

kontaminasi dari berbagai komponen seminal b. Swim up

bertujuan untuk menganalisis spermatozoa dengan memisahkan spermatozoa motil dari non-motil, celluler debris dan menyingkirkan komponen seminal plasma yang mempengaruhi kualitas spermatozoa. Spermatozoa berkromosom Y bergerak lebih cepat ke permukaaan media dibandingkan spermatozoa berkromosom X.

Metode –metode ini mendasarkan dari spermatozoa yang berada pada lapisan atas setelah inkubasi mengandung populasi spermatozoa berkromosom Y dan Spermatozoa berkromosom Y mempunyai kemampuan bermigrasi lebih cepat dibandingkan spermatozoa

(10)

berkromosom X, sehingga apabila dilakukan sentrifugasi spermatozoa berkromosom X cenderung lebih cepat membentuk endapan.

Pemisahan sperma dengan metode sentrifugasi gradien densitas kolom percoll mempunyai persentase recovery yang tinggi (86,78 % ± 5,55) dibandingkan dengan metode Swim up (62,38 % ± 8,44)

4. KLONING

Merupakan teknik penggandaan gen yang menghasilkan turunan yang sama sifat baik penampakan dari segi hereditas maupun penamapakn dengan induknya pada organisme baik tumbuhan,hewan dan manusia.

Kloning hewan lewat tranplntasi inti melibatkan beberapa tahap yaitu:  Penyediaan ovum yang sudah matang

 Pengeluaran kromosom yang terdapat dalam ovum

 Transfer inti sel hewan yang dikloning kedalam ovum enuklease

 Aktivasi embrio yang baru terbentuk sehingga menginisiasi perkembangan embrionik  kultur embrio in vitro

 transfer embrio yang dikloning ke induk resipen.

Kloning pada kambing

Kambing kloning telah dihasilkan dengan menggunakan sel-sel somatik hewan dewasa dan sel-sel fetus sebagai donor inti untuk tranplantasi ke dalam ovum enukleasae (Baguisi et

al.,1999).seperti pada domba,kebanyakan peneliti menggunakan sel-sel fetus untuk

memproduksi keturunan transgenik.teknik kloning sama dengan yang digunakan pada sapi dan domba,dimana ovum resipen diperoleh dari oosit yang dimatangkan secara in vitro dan in vivo.setelah dikultur selama satu hingga dua hari,embrio ditransfer ke betina resipien pada stadium 2-4sel.walaupun tingkat kelahiran hidup sama dengan sapi dan domba,tetapi tingkat abnormalitas dan kematian baik pada fetus maupun anak yang lahir tidak sama.

5. TRANSGENIK

Transfer gen (transgenik) artinya penyatuan stabil dari suatu Gen dari spesies lain atau bangsa ternak lain dalam satu spesies, sehingga gen itu berfungsi pada ternak penerima dan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Ternaktransgenik adalah seekor ternak DNA keturunannya telah ditingkatkan melalui penambahan atau penggantian DNA dari sumber lain melalui rekombinan DNA. Para ilmuwan telah menggunakan teknologi tersebut mengembangkan ternaktransgenik misalnya babi transgenik yang mempunyai laju pertumbuhan yang tinggi dan kualitas daging yang baik dan juga telah menghasilkan domba transgenik yang mempunyai bulu yang tebal.

Di Inggris telah dihasilkan babi transgenik yanggenetiknya telah diubah sehingga mempunyai bahan-bahan genetik manusia. Embrio babi tersebut telah disuntik bahan genetik manusia, sehingga dapat menghasilkan protein manusia. Hal ini berarti bahwa suatu saat, organ babi dewasa dapat ditransplantasikan ke manusia. Biasanya tubuh manusia akan

(11)

menolak dengan cepat organ-organ yang bukan berasal dari tubuh manusia, tetapi dengan terdapatnya protein manusia akan memperkecil kemungkinan penolakan terhadap organ yang ditransplantasikan. Pada hewan menyusui, kelenjar mammaeadalah target untuk

Teknologi transgenik ini. Laktoferin merupakan protein yang terdapat dalam air susu ibu merupakan bahan makanan bernutrisi bagi bayi. Laktoferin merupakan sumber zat besi dan protein terbaik dan juga mengakibatkan kekebalan alami terhadap penyakit.

Air susu ibu tidak selalu tersedia bagi bayi, sehingga para peneliti merancang untuk mengembangkan sapi perah jantan transgenik yang membawa gen laktoferin. Para peneliti tersebut berhasil menyisipkan gen laktoferin manusia ke dalam embrio sapi. Embrio tersebut berkembang menjadi “HERMAN “ sapi jantan transgenik dan telah menjadi bapak dari 8 ekor anak sapi betina transgenik yang dapat menghasilkan produksi air susu mirip dengan air susu ibu.

. Produksi peternakan 1. Ternak

Pemanfaatan teknologi transgenik memungkinkan diperolehnya ternak dengan karakteristik unggul (Pinkert, 1994; Prather et al, 2003). Petani selalu menggunakan peternakannya yang selektif untuk menghasilkan hewan yang sesuai dengan keinginan. Misalnya meningkatkan produksi susu, meningkatkan kecepatan pertumbuhan. Peternakan tradisional memakan waktu dan sulit memenuhi permintaan. Ketika teknologi menggunakan biologi molekuler untuk mengembangkan karakteristik hewan dengan waktu yang singkat dan tepat. Disamping itu, transenik hewan menyediakan cara yang mudah untuk meningkatkan hasil.

2. Kualitas produksi

Sapi transgenic bisa memproduksi susu yang banyak dan rendah laktosa dan kolesterol, babi dan unggas menghasilkan daging yang lebih banyak, dan domba yang memiliki wool yang tebal. Di masa lampau, petani menggunakan hormone pertumbuhan untuk memacu perkembangan hewan tetapi teknik ini bermasalah, khususnya sejak residu hormone masih terkandung dalm produk.

3. Resistensi penyakit

Ilmuwan mencoba menghasilkan hewan yang resisten terhadap penyakit, seperti babi yang resisten terhadap influenza, tetapi jumlah gen yang berperan masih terbatas jumlahnya.

6. STEM SEL

Sel Punca atau stemcell adalah sel yang tidak/belum terspesialisasi dan mempunyai kemampuan/potensi untuk berkembang menjadi berbagai jenissel-sel yang spesifik yang membentuk berbagai jaringan tubuh

 Sifat/karakter sel punca yaitu differentiate dan self regenerate/renewStem Cell mempunyai 2 sifat yang khas yaitu:

 Differentiate yaitu kemampuan untuk berdifferensiasi menjadi sel lain. SelPunca mampu berkembang menjadi berbagai jenis sel yang khas (spesifik)misalnya sel saraf, sel otot jantung, sel otot rangka, sel pankreas dan lain-lain.

(12)

 Self regenerate/self renew yaitu kemampuan untuk memperbaharui ataumeregenerasi dirinya sendiri. Stem cells mampu membuat salinan sel yangpersis sama dengan dirinya melalui pembelahan sel.

Berdasarkan pada kemampuannya untuk berdifferensiasi sel puncadikelompokkan menjadi 1. Totipoten

yaitu sel punca yang dapat berdifferensiasi menjadi semua jenis sel.Yang termasuk dalam sel punca totipoten adalah zigot dan morula. Sel-sel inimerupakan sel embrionik awal yang mempunyai kemampuan untuk membentuk berbagai jenis sel termasuk sel-sel yang menyusun plasenta dan tali pusat.Karenanya sel punca kelompok ini mempunyai kemampuan untuk membentuk satu individu yang utuh.

2. Pluripoten

yaitu sel punca yang dapat berdifferensiasi menjadi 3 lapisangerminal (ektoderm, mesoderm, dan endoderm) tetapi tidak dapat menjadi jaringan ekstraembrionik seperti plasenta dan tali pusat. Yang termasuk sel puncapluripoten adalah sel punca embrionik (embryonic stem cells).

3. Multipoten

yaitu sel punca yang dapat berdifferensiasi menjadi berbagai jenis selmisalnya sel punca hemopoetik (hemopoetic stem cells) yang terdapat pada sumsum tulang yang mempunyai kemampuan untuk berdifferensiasi menjadiberbagai jenis sel yang terdapat di dalam darah seperti eritrosit, lekosit dantrombosit. Contoh lainnya adalah sel punca saraf (neural stem cells) yangmempunyai kemampuan berdifferensiasi menjadi sel saraf dan sel glia.

4. Unipotent

yaitu sel punca yang hanya dapat berdifferensiasi menjadi 1 jenis sel. 5. Pluripoten

yaitu sel punca yang dapat berdifferensiasi menjadi 3 lapisangerminal (ektoderm, mesoderm, dan endoderm) tetapi tidak dapat menjadi jaringan ekstraembrionik seperti plasenta dan tali pusat. Yang termasuk sel puncapluripoten adalah sel punca embrionik (embryonic stem cells) memperbaharui atau meregenerasi diri (self-regenerate/self renew) Contohnya erythroid progenitor cells hanya mampu berdifferensiasi menjadi sel darahmerah.

(13)

BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN

kriopreservasi embrio adalah suatu proses penghentian untuk sementara kegiatan hidup dari sel tanpa mematikan fungsi sel, dimana proses hidup dapat berlanjut setelah pembekuan dihentikan. Secara umum terdapat dua metode pembekuan yang telah dikembangkan, yaitu metode kriopreservasi konvensional dan metode vitrifikasi.

Bayi tabung atau pembuahan in vitro (bahasa Inggris: in vitro fertilisation) adalah sebuah teknik pembuahan dimana sel telur (ovum) dibuahi di luar tubuh betina. Bayi tabung adalah salah satu metode untuk mengatasi masalah kesuburan ketika metode lainnya tidak berhasil. Prosesnya terdiri dari mengendalikan proses ovulasi secara hormonal, pemindahan sel telur dari ovarium dan pembuahan oleh sel sperma dalam sebuah medium cair.

Sexing atau pemisahan sperma adalah kegiatan yang bertujuan untuk memisahkan spermatozoa yang membawa sifat kelamin jantan dengan betina. Teknologi ini bertujuan untuk menjawab tingginya permintaan peternak terhadap pedet atau anak sapi jantan potong karena harga jualnya yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan anak betina. Sedangkan khusus untuk bangsa sapi penghasil susu atau Frisian Holand (FH), benih yang diminamati adalah yang betina (Anonim, 2009 (a).

Kloning dalam biologi adalah proses menghasilkan individu-individu dari jenis yang sama (populasi) yang identik secaragenetik. Kloning merupakan proses reproduksi aseksual yang biasa terjadi di alam dan dialami oleh banyak bakteria,serangga, atau tumbuhan. Dalam bioteknologi, kloning merujuk pada berbagai usaha-usaha yang dilakukan manusia untuk menghasilkan salinan berkas DNA atau gen, sel, atau organisme. Arti lain kloning digunakan pula di luar ilmu-ilmu hayati.

Kata ini diturunkan dari kata clone atau clon, dalam bahasa Inggris, yang juga dibentuk dari kata bahasa Yunani, κλῶνος ("klonos") yang berarti "cabang" atau "ranting", merujuk

(14)

pada penggunaan pertama dalam bidang hortikulturasebagai bahan tanam dalam perbanyakan vegetatif.

transgenik adalah memindahkan gen dari satu makhluk hidup ke makhluk hidup lainnya, baik dari satu hewan ke hewan lainnya atau dari satu tanaman ke tanaman lainnya, atau dari gen hewan ke tanaman dan sebaliknya. Transgenik secara definisi adalah “ The Use of Gene

Manipulation to Permanently Modify the Cell or Germ Cells of Organism “(Penggunaan

Manipulasi Gen untuk Mengadakan Perubahan yang tetap pada Sel Makhluk Hidup). Transgenik atau teknologi DNA rekombinan (rDNA) merupakan rekayasa genetik yang memungkinkan kombinasi ulang (rekombinasi) atau penggabungan ulang gen dari sumber yang berbeda secara in vitro.

Stem cell pada dasarnya adalah blok pembangun (building block) pada tubuh manusia. Stem cell di dalam embrio pada akhirnya akan berkembang menjadi sel, organ dan jaringan di dalam tubuh janin. Tidak seperti sel biasa, yang hanya bisa mereplikasi untuk membuat sel sejenis, stem cell bersifat pluripotent. Ketika terbelah, stem cell bisa menjadi salah satu dari 220 sel yang berbeda dalam tubuh manusia. Stem cell juga memiliki kemampuan untuk memperbaharui diri sendiri – mereka dapat mereproduksi diri berkali-kali.

Referensi

Dokumen terkait

Syukur alhamdulillah penulis panjatkan terhadap Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian skripsi dengan judul “ ANALISIS

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Peri- laku Hidup Bersih dan Sehat pada penelitian ini mayoritas berada pada kategori sehat purnama dengan persentase 40%, dengan

 Merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi, program pengayaan, layanan konseling dan/atau memberikan tugas baik tugas individual maupun

Folikel ini tumbuh lebih cepat menyekresikan lebih banyak estrogen, sehingga menyebabkan suatu efek umpan balik positif dalam folikel tunggal tersebut karena FSH

Sadu wicara puniki anggen ngrereh data sane kapertama indik kawentenan nganggen sor singgih basa ritatkala mabebaosan ring pepruman olih kramaDesa Adat Ayunan, sane

h. Meminta data dan informasi untuk kelengkapan bahan laporan pelaksanaan kegiatan dan periodik di bidang kerjasama; dan.. Memperbaiki serta meminta data/informasi

dilakukan dengan cara boleh melindungi makanan dan dilakukan dengan cara boleh melindungi makanan dan permukaan yang bersentuhan dengan makanan atau permukaan yang bersentuhan

Penelitian ini berjudul “Kemampuan Menghafal Al-Qur’an Siswa siswa Kelas VIII (Studi Deskriptif pada Siswa kelas VIII SMP Takhassus Plus Al-Mardliyah Kaliwungu Selatan