• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Kuliah Lapangan Karangsambung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Kuliah Lapangan Karangsambung"

Copied!
243
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN KULIAH LAPANGAN

CAGARALAM KARANGSAMBUNG, KABUPATEN KEBUMEN, JAWA TENGAH

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Penilaian Mata Kuliah Kuliah Lapangan

Oleh: Kelompok II

1 Andri Agung Nugraha 140710120003 2 Oktya Weddy Anugerah 140710120008 3 Indra Rizki Pratama 140710120009 4 Teguh Deo Prambudi 140710120012 5 Melianna Ulfah 140710120013 6 Muhammad Adli Putra 140710120023 7 Shafira Nerissa Arviana 140710120034 8 Yeldi Kurniawan 140710120035

Pembimbing:

Kusnahadi Susanto, S.Si., M.T.

PROGRAM STUDI GEOFISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PADJADJARAN

SUMEDANG 2015

(2)

i HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Laporan Kuliah Lapagan Cagaralam Karangsambung, Kabupaten Kebumen Jawa Tengah

Penyusun : Kelompok II

1 Andri Agung Nugraha 140710120003 2 Oktya Weddy Anugerah 140710120008 3 Indra Rizki Pratama 140710120009 4 Teguh Deo Prambudi 140710120012 5 Melianna Ulfah 140710120013 6 Muhammad Adli Putra 140710120023 7 Shafira Nerissa Arviana 140710120034 8 Yeldi Kurniawan 140710120035

Sumedang, 05 September 2015 Menyetujui,

Dosen Pembimbing,

Kusnahadi Susanto, S.Si., M.T. NIP. 19800914 200501 1 002

(3)

ii KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami sampaikan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Kuliah Lapangan ini. Tugas laporan ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi salah satu syarat penilaian pada mata kuliah “Kuliah Lapangan”. bagi mahasiswa angkatan 2012 Program Studi Geofisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Padjadjaran. Laporan ini dibuat setelah kami menyelesaikan kuliah lapangan yang telah dilaksanakan pada 28 Juli 2015 sampai dengan 05 Agustus 2015 di Cagaralam Karangsambung, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah.

Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak, yakni:

1. Orang tua kami, yang selalu memberikan doa dan semangat yang tidak pernah putus kepada kami.

2. Bapak Dr. Asep Harja, selaku Koordinator Program Studi Geofisika yang telah mendukung terlaksananya kuliah lapangan ini.

3. Bapak Kusnahadi Susanto, S.Si., M.T., selaku pembimbing kelompok kuliah lapangan yang telah banyak membantu kami sepanjang kegiatan kuliah lapangan ini berlangsung.

4. Bapak Sartono, Ph.D., yang selalu mencurahkan ilmu, dorongan, dan bimbingan kepada kami.

5. Asisten dan instruktur yang telah membimbing selama kegiatan di lapangan dan pada saat pengolahan data.

6. Rekan-rekan seperjuangan, Geofisika 2012.

7. Pihak sponsor yang telah mendukung terlaksananya kuliah lapangan ini. 8. Warga dan rekan di Karangsambung yang telah membantu kami selama

kegiatan di lapangan.

Dalam penulisan laporan ini, kami menyadari bahwa laporan ini masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki. Oleh karena itu, kami dengan terbuka menerima segala bentuk kritik dan saran agar laporan ini lebih baik. Pada akhirnya,

(4)

iii kami selaku penulis mengucapkan terima kasih kembali atas dukungan semua pihak dan semoga laporan ini dapat bermanfaat.

Sumedang, 05 September 2015

Tim Penulis “Kelompok II”

(5)

iv DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN ... i KATA PENGANTAR ... ii DAFTAR ISI ... iv DAFTAR LAMPIRAN ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Maksud dan Tujuan ... 1

1.3. Waktu Lokasi Daerah Penelitian ... 2

1.4. Sistematika Penulisan ... 2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1. Geologi Karangsambung ... 3

2.2. Metode Gayaberat ... 5

2.3. Metode Geomagnetik ... 16

2.4. Metode Elektromagnetik CMD ... 21

2.5. Metode Seismik Refraksi ... 22

2.6. Metode Geolistrik ... 26

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 31

3.1. Pemetaan Geologi Karangsambung ... 31

3.2. Metode Gayaberat ... 32

3.3. Metode Geomagnetik ... 36

3.4. Metode Elektromagnetik CMD ... 38

3.5. Metode Seismik Refraksi ... 39

(6)

v

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 48

4.1. Pemetaan Geologi Karangsambung ... 48

4.2. Metode Gayaberat ... 81

4.3. Metode Geomagnetik ... 85

4.4. Metode Elektromagnetik CMD ... 89

4.5. Metode Seismik Refraksi ... 90

4.6. Metode Geolistrik ... 103

BAB V. PENUTUP ... 109

5.1. Kesimpulan ... 109

5.2. Saran ... 110

(7)

vi DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Metode Gayaberat Lampiran II Metode Geomagnetik Lampiran III Metode Elektromagnetik Lampiran IV Metode Seismik Refraksi Lampiran V Metode Geolistrik

(8)

vii DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Pemantulan dan pembiasan gelombang ... 24

Gambar 2.2. Penjalaran gelombang yang dibiaskan ... 25

Gambar 2.3. Konfigurasi Schlumberger ... 26

Gambar 2.4. Konfigurasi Wenner ... 27

Gambar 2.5. Metode sounding ... 30

Gambar 2.6. Metode Mapping ... 30

Gambar 3.1. Diagram alir pengolahan data konduktivitas ... 39

Gambar 3.2. Lintasan mode seismic refraksi ... 40

Gambar 3.3. Lintasan metode geolistrik ... 45

Gambar 4.1. Peta Anomali Bouguer Gayaberat Karangsambung ... 81

Gambar 4.2. Peta Anomali Regional Gayaberat Karangsambung ... 82

Gambar 4.3. Peta Anomali Residual Gayaberat Karangsambung ... 82

Gambar 4.4. Grafik Slicing ... 83

Gambar 4.5. Interpretasi penampang bawah ... 83

Gambar 4.6. Peta Anomali Magnet RTE Karangsambung ... 85

Gambar 4.7. Peta Anomali Magnet RTP Karangsambung ... 86

Gambar 4.8. Penampang nilai anomaly magnet ... 86

Gambar 4.9. Interpretasi penampang bawah permukaan ... 87

Gambar 4.10. Model Table interpretasi penampang bawah ... 88

Gambar 4.11. Peta Sebaran Nilai Konduktivitias ... 89

Gambar 4.12. Kurva kedalaman line 1 metode Hagiwara ... 90

Gambar 4.13. Kurva kedalaman line 2a ... 91

Gambar 4.14. Kurva kedalaman line 2b ... 91

Gambar 4.15. Kurva kedalaman line 3a ... 92

Gambar 4.16. Kurva kedalaman line 3b ... 92

Gambar 4.17. Kurva kedalaman line 5 ... 93

Gambar 4.18. Peta Kedalaman Lapisan metode seismic refraksi ... 94

Gambar 4.19. Penampang kedalaman lapisan line SR1 ... 95

(9)

viii

Gambar 4.21. Penampang kedalaman lapisan line SR-2A ... 95

Gambar 4.22. Kurva kedalaman lapisan line SR-2A ... 96

Gambar 4.23. Penampang kedalaman lapisan line SR-2B ... 96

Gambar 4.24. Kurva kedalaman lapisan line SR-2B ... 97

Gambar 4.25. Penampang kedalaman lapisan line SR-3A ... 97

Gambar 4.26. Kurva kedalaman lapisan line SR-3A ... 98

Gambar 4.27. Penampang kedalaman lapisa line SR-3B ... 98

Gambar 4.28. Kurva kedalaman lapisan line SR-3B ... 99

Gambar 4.29. Penampang kedalaman lapisan line SR-4 ... 99

Gambar 4.30. Kurva kedalaman lapisan line SR-4 ... 100

Gambar 4.31. Penampang kedalaman line SR-5 ... 100

Gambar 4.32. Kurva kedalaman lapisan line SR-5 ... 101

Gambar 4.33. Penampang resistivitas line 1 konfigurasi Dipol-dipol ... 103

Gambar 4.34. Penampang resistivitas line 1 konfigurasi Schlumberger . 103 Gambar 4.35. Penampang resistivitas line 1 konfigurasi Wenner ... 103

Gambar 4.36. Penampang resistivitas line 2 konfigurasi Dipol-dipol ... 104

Gambar 4.37. Penampang resistivitas line 2 konfigurasi Schlumberger . 104 Gambar 4.38. Penampang resistivitas line 2 konfigurasi Wenner ... 104

Gambar 4.39. Penampang resistivitas line 3 konfigurasi Dipol-dipol ... 105

Gambar 4.40. Penampang resistivitas line 3 konfigurasi Schlumberger .. 105

Gambar 4.41. Penampang resistivitas line 3 konfigurasi Wenner ... 105

Gambar 4.42. Penampang resistivitas line 4 konfigurasi Dipol-dipol ... 106

Gambar 4.43. Penampang resistivitas line 4 konfigurasi Schlumberger .. 106

Gambar 4.44. Penampang resistivitas line 4 konfigurasi Wenner ... 106

Gambar 4.45. Penampang resistivitas line 5 konfigurasi Dipol-dipol ... 106

Gambar 4.46. Penampang resistivitas line 5 konfigurasi Schlumberger .. 106

(10)

ix DAFTAR TABEL

Tabel 2.1.Tabel penggolongan nilai resistivitas ... 28

Tabel 4.1. Pemetaan Geologi Hari I ... 48

Tabel 4.2. Pemetaan Geologi Hari II ... 51

Tabel 4.3. Hasil Pemetaan Geologi Wilayah I Kelompok V ... 55

Tabel 4.4. Hasil Pemetaan Geologi Wilayah II Kelompok III ... 64

Tabel 4.5. Hasil Pemetaan Geologi Wilayah III Kelompok II ... 67

Tabel 4.6. Hasil Pemetaan Geologi Wilayah IV Kelompok IV ... 72

Tabel 4.7. Hasil Pemetaan Geologi Wilayah V Kelompok I ... 77

Tabel 4.8. Interpretasi Nilai Densitas Batuan ... 84

(11)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ilmu geofisika menyelidiki dan menjelaskan fenomena fisika yang terjadi di bumi dan lingkungannya pada saat ini untuk mengetahui kejadian masa lalu dan memodelkan masa yang akan datang. Fenomena fisika tersebut dinyatakan dalam bentuk parameter fisis yang terukur. Dalam proses pembelajarannya bumi tidak bisa dipelajari hanya secara teori saja, melainkan perlunya pembelajaran langsung di lapangan agar mahasiswa mengetahui keadaan lapangan sebenarnya. Maka dari itu diadakannya mata kuliah pendukung untuk memenuhi kebutuhan ini. Kuliah Lapangan Geofisika ini mencakup praktek metode geofisika yang meliputi metode geolistrik, gayaberat, magnet, konduktivitas dan juga metode seismik yang berlangsung selama lima hari dan juga pembelajaran geologi langsung melalui pemetaan geologi selama empat hari.

Kuliah Lapangan ini dilaksanakan di Cagaralam Karangsambung, Kebumen, Jawa Tengah. Lokasi ini dipilih karena Karangsambung merupakan daerah bebatuan yang berasal dari kelompok batuan pembentuk lempeng samudera dan lempeng benua. Kumpulan batuan tersebut tercampur dan terhimpun selama jutaan tahun, sehingga memiliki elemen geologi yang kompleks. Merupakan lokasi yang tepat untuk pembelajaran langsung di lapangan untuk mengaplikasikan ilmu geofisika dan geologi yang sudah mahasiswa pelajari di dalam kelas.

1.2. Maksud dan Tujuan

Maksud dari kegiatan kuliah lapangan ini adalah sebagai berikut.

1. Mahasiswa mampu mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama proses perkuliahan dalam kegiatan lapangan di daerah penelitian, dalam hal ilmu geologi dan geofisika.

2. Mahasiswa mampu menjelaskan kondisi geologi daerah penelitian berdasarkan hasil interpretasi metode geofisika yang diterapkan dengan menggunakan ilmu geologi sebagai penunjang.

(12)

2 Tujuan dari kegiatan kuliah lapangan ini adalah sebagai berikut.

1. Mahasiswa dapat melakukan interpretasi kondisi geologi daerah penelitian sebagai bahan penunjang untuk interpretasi metode geofisika. 2. Mahasiswa dapat melakukan interpretasi terhadap gambaran di bawah

permukaan bumi berdasarkan metode geofisika yang digunakan.

1.3. Waktu dan Lokasi Daerah Penelitian

Kegiatan kuliah lapangan ini dilaksanakan selama lima hari, yakni pada tanggal 28 Juli 2015 sampai dengan 05 Agustus 2015 di Cagaralam Karangsambung, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah.

1.4. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan laporan kuliah lapangan ini dibagi menjadi lima bab. Bab I merupakan pendahuluan mengenai gambaran umum dari pokok penelitian yang terdiri dari beberapa bagian, yakni latar belakang, maksud dan tujuan, waktu dan lokasi daerah penelitian, serta sistematika penulisannya. Selanjutnya untuk mengenal keadaan geologi daerah penelitian dan metode yang digunakan, diuraikan dalam bab II mengenai tinjauan pustaka. Bab III merupakan metodologi penelitian yang akan menjelaskan bagaimana proses pemetaan geologi di daerah penelitian, proses akuisisi data metode geofisika, dan proses pengolahan metode geofisika yang digunakan. Selanjutnya mengenai hasil dan interpretasi pemetaan geologi serta metode geofisika dijelaskan pada bab IV. Hingga pada bagian akhir akan diperoleh kesimpulan dari penelitian yang dilakukan, yakni pada bab V mengenai penutup.

(13)

3 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Geologi Karangsambung

Karangsambung merupakan surga bagi para ahli geologi dan geofisika, karena Karangsambung merupakan daerah yang memiliki koleksi batuan terlengkap sedunia dengan segala fenomena geologis yang menakjubkan. Karangsambung juga menjadi bukti adanya pergerakan lempeng antara lempeng benua (Indonesia) dan lempeng samudera (Samudera Hindia) yang bertabrakan satu sama lain dan menyebabkan munculnya zona subduksi. Namun, selain zona subduksi, Karangsambung juga memiliki fenomena antiklin dan sinklin dimana antiklin tersebut menunjam serta membentuk tapal kuda, yang dikenal dengan istilah amphitheater. Karena begitu banyak fenomena menarik yang terdapat di Karangsambung, maka dari itu Karangsambung memiliki batuan lengkap yang terdiri dari berbagai batuan beku, sedimen, dan metamorf. Berbagai macam batuan tersebut menyebabkan terdapatnya formasi yang bermacam-macam di Karangsambung.

2.1.1. Fisiografi Regional

Secara geografis, Karangsambung berada pada koordinat 7° 34’ 00” - 7° 36’ 30” LS dan 109° 37’ 00” - 109° 44’ 00” BT. Karangsambung merupakan sebuah desa yang berada di Kecamatan Sadang Kabupaten Kebumen Provinsi Jawa Tengah. Pada Karangsambung, dikenal dengan istilah amphitheatre, dimana istilah ini menggambarkan suatu antiklin namun menunjam, yakni ke arah Timur. Namun antiklin ini mengalami erosi dimana Watu Rondo (ST – 04) sebagai sayap selatan dan Gunung Paras sebagai sayap utara dari antiklin. Watu Rondo merupakan daerah yang berada di timur sungai, yang ternyata menyambung dengan bukit di barat sungai. Hal ini menunjukkan bahwa erosi yang terjadi tidak menyeluruh, namun masih ada bagian yang disebut dengan Tapal Kuda. Bentuk Tapal Kuda inilah yang dicirikan dengan kata amphitheatre, layaknya amphitheatre yang berada di Roma.

(14)

4 Daerah Karangsambung dilewati oleh sungai besar bernama Lok Ulo dan sungai-sungai kecil yang bermuara di Lok Ulo. Sungai ini mengalir dari Utara ke Selatan (yang nantinya akan membelah Watu Randa). Sungai ini berkelok-kelok sehingga dapat dikatakan bahwa bentuknya adalah meander. Sungai ini banyak berperan dalam proses erosi dan sedimentasi yang terjadi di Karangsambung.

2.1.2. Geomorfologi Karangsambung

Karangsambung dikenal dengan istilah kompleks melange. Melange dalam Karansambung memiliki bentuk dengan berbagai macam ukuran, mulai dari puluhan meter hingga menyerupai perbukitan. Kompleks melange inilah yang menjadi bukti bahwa terjadi tumbukan antara lempeng benua dari arah utara (lempeng Asia) dan lempeng samudera dari arah selatan (lempeng Hindia). Karena tumbukan lempeng berbeda jenis tersebut, terjadilah zona subduksi yang terjadi pada zaman Pra Tersier yakni zaman Paleogene (57 hingga 36 juta tahun yang lalu). Maka dari itu, singakapan melange yang ditemukan umumnya berumur sangat tua. Seperti yang kita tahu, zona subduksi terjadi pada laut yang dalam, namun karena adanya dugaan sesar naik menyebab singakapan melange tersebut terlihat di daratan apalagi sampai membentuk perbukitan (Bukit Wagirsambeng). Pada bukit Wagirsambeng terdapat campuran antara gamping merah dan rijang dalam satu singkapan. Seperti yang kita tahu bahwa rijang hanya terbentuk di laut dalam karena peranan makhluk laut bernama radiolaria. Hal ini membuktikan tumbukan tersebut menghasilkan suatu batuan campuran antara lempeng benua dan lempeng samudera. Batuan campuran seperti inilah yang dinamakan melange. Hal menarik lainnya, di Bukit Wagirsambeng, terdapat singkapan melange yang memiliki dip 87°. Singkapan ini berbentuk vertikal dan mengindikasikan bahwa singkapan tersebut adalah bukti adanya palung laut terdalam di daerah subduksi pada masa itu.

2.1.3. Stratigrafi Karangsambung

Stratigrafi yaitu suatu ilmu yang mempelajari tentang lapisan-lapisan sabtuan serta hubungannya dengan lapisan batuan yang lainnya, yang bertujuan

(15)

5 untuk mendapatkan pengetahuan tentang sejarah bumi. Secara garis besar, stratigrafi daerah Karangsambung diurutkan berdasarkan umur dari tua ke muda, yaitu:

1. Komplek Melange Luk Ulo atau Formasi Melange berumuran Pra-tersier. 2. Formasi Karangsambung yang terdiri atas lempung hitam.

3. Formasi Totogan dengan batuan utamanya lempung bersisik.

4. Formasi Waturanda, terdiri atas perlapisan batu pasir dan batuan breksi. 5. Formasi Penosongan, terdiri dari perselingan lempung dan pasir karbonat.

2.2. Metode Gayaberat

Metode gaya berat dilakukan untuk menyelidiki bawah permukaan berdasarkan perbedaan rapat massa jebakan mineral dari daerah sekeliling (ρ=gram/cm3). Metode ini adalah metode geofisika yang sensitif terhadap

perubahan vertikal, oleh karena itu metode ini disukai untuk mempelajari kontak intrusi, batuan dasar, struktur geologi, endapan sungai purba, lubang di dalam massa batuan, shaff terpendam, dan lain-lain.

Metode gaya berat merupakan metode geofisika yang didasarkan pada pengukuran variasi medan gravitasi bumi. Pengukuran ini dapat dilakukan di permukaan bumi, di kapal, dan di udara. Dalam metode ini yang dipelajari adalah variasi medan gravitasi akibat variasi rapat massa batuan di bawah permukaan, sehingga dalam pelaksanaannya yang diselidiki adalah perbedaan medan gravitasi dari suatu titik observasi ke titik yang lainnya. Karena perbedaan medan gravitasi ini relatif lebih kecil, maka alat yang digunakan harus mempunyai ketelitian yang tinggi.

Unit pengukuran yang digunakan dalam metode gaya berat ini adalah Gal, berdasarkan gaya gravitasi di permukaan bumi. Gravitasi rata-rata di permukaan bumi adalah sekitar 980000 mGal. Unit umum ini digunakan dalam survei gayaberat daerah adalah mGal (10-3 Gal). Teknik aplikasi lingkungan memerlukan pengukuran dengan akurasi dari beberapa µGal (10-6 Gal atau 10-3 mGal), atau sering juga disebut sebagai survei mikro.

(16)

6 Sebuah survei gaya berat rinci biasanya menggunakan stasiun pengukuran berjarak dekat dan dilakukan dengan gravimeter yang mampu membaca dengan ketelitian yang tinggi. Detil survei digunakan untuk menilai geologi lokal ataupun kondisi struktural.

Sebuah survei gaya berat terdiri dari melakukan pengukuran gaya berat di stasiun di sepanjang garis profil atau grid. Pengukuran diambil secara berkala di base station (lokasi referensi stabil noise-free) untuk melakukan koreksi apungan instrumen.

Metode gaya berat tergantung pada variasi lateral dan kedalaman pada kepadatan material bawah permukaan. Kepadatan dari tanah atau batuan merupakan fungsi dari densitas mineral pembentuk batuan, porositas medium dan densitas dari cairan yang mengisi ruang pori. Kepadatan batuan bervariasi dari kurang dari 1,0 g/cm3 untuk beberapa batuan vulkanik vaskular hingga lebih dari 3,5 g/cm3 untuk beberapa batuan beku ultrabasa.

Metode ini umumnya digunakan dalam eksplorasi minyak untuk menemukan struktur yang merupakan jebakan minyak, dan dikenal sebagai metode awal saat akan melakukan eksplorasi di daerah yang berpotensi hidrokarbon. Di samping itu, metode ini juga banyak digunakan dalam eksplorasi mineral dan lain-lain. Meskipun dapat dioperasikan dalam berbagai macam hal, tetapi pada prinsipnya metode ini dipilih karena kemampuannya dalam hal membedakan rapat massa suatu material terhadap lingkungan sekitarnya. Dengan demikian, struktur bawah permukaan dapat diketahui. Pengetahuan ini penting untuk perencanaan langkah-langkah eksplorasi baik minyak maupun mineral lainnya. Eksplorasi ini dilakukan dalam bentuk lintasan melintang.

2.2.1. Pengolahan Data Metode Gaya Berat

Pemrosesan data gaya berat yang sering disebut dengan reduksi data gaya berat, secara umum dapat dipisahkan menjadi dua macam, yakni proses dasar dan proses lanjutan. Proses dasar mencakup seluruh proses berawal dari nilai pembacaan alat di lapangan sampai diperoleh nilai anomali bouguer di setiap titik amat.

(17)

7 Tahapan proses dasar meliputi konversi pembacaan alat gravimeter ke mGal, koreksi apungan (drift), koreksi pasang surut (tidal), koreksi lintang, koreksi udara bebas, koreksi bouguer (sampai pada tahap ini diperoleh nilai anomali bouguer sederhana pada topografi), dan koreksi medan.

1. Konversi Pembacaan ke mGal

Konversi ini dilakukan karena besar nilai yang ditampilkan oleh gravimeter belum mempunyai satuan dan untuk setiap gravimeter mempunyai tabel konversi yang berlainan tergantung spesifikasi model alat. Konversi dilakukan dengan rumus:

Reading in mGal = [(reading − counter reading) × faktor interval + value in mGal ] × CCF

dimana CCF (Correction Calibration Factor) setiap alat berbeda tergantung jenis alat gravimeter yang digunakan.

2. Koreksi Pasang Surut (Tidal)

Koreksi ini dilakukan untuk menghilangkan efek benda-benda yang ada di luar bumi, seperti matahari dan bulan yang dapat mempengaruhi nilai gravitasi di bumi. Posisi matahari dan bulan akan menghasilkan tarikan terhadap bumi sehingga akan menyebabkan terjadinya pasang surut muka air laut yang akan mempengaruhi pembacaan di lapangan. Koreksi ini diberikan oleh persamaan potensial berikut ini.

Um = G(r)(C R) 3 [3 (1 3− sin 2δ) (1 3− sin

2∅) − sin2∅ sin δ cos t + cos2∅ cos2δ cos 2t]

dimana: ∅ = lintang 𝛿 = deklinasi

t = sudut waktu bulan C = jarak rata-rata ke bulan

(18)

8 3. Koreksi Apungan (Drift)

Koreksi ini dilakukan akibat perbedaan pembacaan gravimeter di stasiun yang sama pada waktu yang berbeda oleh alat gravimeter yang disebabkan karena terjadi guncangan pegas dan perubahan temperatur pada alat selama proses perjalanan dari satu stasiun ke stasiun berikutnya. Efek ini dapat dihilangkan dengan merancang lintasan tertutup pada saat akuisisi data agar besar penyimpangan dapat diketahui. Koreksi apungan diberikan oleh persamaan:

Dn = gakhir− go

takhir− to (tn− to) dimana:

Dn = koreksi apungan pada titik n

gakhir = pembacaan gravimeter di titik akhir looping

go = pembacaan gravimeter di titik awal looping

takhir = waktu pembacaan di akhir looping

to = waktu pembacaan di awal looping

tn = waktu pembacaan pada stasiun n

4. Koreksi Lintang

Koreksi lintang dilakukan karena rotasi bumi yang akan menyebakan: a. Bentuk bumi yang berubah pada ekuator dan kutub.

b. Akumulasi massa ekuator.

c. Terjadinya percepatan sentrifugal, yang maksimal pada ekuator dan minimal terjadi di kutub.

Hasil rotasi bumi ini menyebabkan variasi percepatan gravitasi dari ekuator ke kutub atau terhadap lintang. Untuk menghilangkan efek ini digunakan persamaan Geodetic Reference System 1967 (GRS 67), yaitu:

g∅ = 97803186 (1 + 0,0005278895 sin2∅ − 0,000023462 sin4∅) dengan∅ adalah sudut lintang dalam radian.

(19)

9 5. Koreksi Udara Bebas (Free Air Correction)

Koreksi ini dilakukan karena pengaruh variasi ketinggian terhadap medan gravitasi bumi. Perhitungan koreksi udara bebas (free air correction) dilakukan dengan cara: g = GM r2 → dg = −2G M r3dr → −2 g rdr

Jika pertambahan jari-jari dr dinyatakan dalam bentuk ketinggian di atas muka laut h, maka:

dg dr = dg h = −2 g r

dengan memasukkan nilai g dan r ke dalam persamaan, maka besar koreksi udara bebas adalah:

δg = −0,3086 h

dimana h adalah ketinggian dalam pengukuran gaya berat.

6. Koreksi Bouguer

Koreksi Bouguer memperhitungkan massa batuan yang terdapat di antara stasiun pengukuran dengan bidang geoid. Koreksi ini dilakukan dengan menghitung tarikan gravitasi yang disebabkan oleh batuan berupa slab dengan ketebalan H dan densitas rata-rata ρ. Besar koreksi ini diberikan oleh persamaan:

BC = 0,04185 h ρ

7. Koreksi Medan (Terrain Correction)

Koreksi medan diperlukan oleh karena setiap stasiun pengukuran gaya berat memiliki bentuk permukaan yang tidak datar atau memiliki undulasi. Jika stasiun pengukuran berada dekat dengan gunung, maka akan terdapat gaya ke atas yang menarik pegas pada gravimeter sehingga akan mengurangi pembacaan nilai gravitasi. Sementara jika stasiun berada dekat dengan lembah, maka akan ada gaya tarik ke bawah yang hilang sehingga pegas pada gravimeter tertarik ke atas yang akan mengurangi nilai pembacaan gravitasi juga.

(20)

10 Dengan demikian pada kedua kondisi tersebut, koreksi medan ditambahkan pada nilai gravitasi dimana perhitungan besar nilai koreksi medan dapat dilakukan dengan menggunakan Hammer Chart.

Hammer Chart dikelompokkan berdasarkan besarnya radius dari titik pengukuran gaya berat, yaitu:

a. Inner Zone

Memiliki radius yang tidak terlalu besar sehingga bisa didapatkan dari pengamatan langsung di lapangan, dengan beberapa zona, yakni:

 Zona B, radius 6,56 ft dibagi menjadi 4 sektor.

 Zona C, radius 5,46 ft dibagi menjadi 6 sektor. b. Outer Zone

 Zona D, radius 175 ft dan dibagi 6 sektor.

 Zona E, radius 558 ft dan dibagi 8 sektor.

 Zona F, radius 1280 ft dan dibagi 8 sektor.

 Zona G, radius 2396 ft dan dibagi 12 sektor.

 Zona H, radius 5018 ft dan dibagi 12 sektor.

 Zona I, radius 8575 ft dan dibagi 12 sektor.

 Zona J, radius 14612 ft dan dibagi 12 sektor.

 Zona K dan M masing-masing dibagi 16 sektor.

Koreksi medan pada setiap sektor dihitung dengan menggunakan persamaan: TC = 0,04191 ρ

n[r1− r2+ √r1

2+ z2− √r

22+ z2]

Sehingga besar koreksi medan pada setiap stasiun pengukuran gaya berat adalah total dari koreksi medan sektor-sektor dalam satu stasiun pengukuran tersebut.

dimana: z = zs - za

zs = ketinggian stasiun pengukuran

za = ketinggian rata-rata di dalam sektor

r2 = jari-jari luar sektor

(21)

11 8. Anomali Bouguer

Setelah melakukan koreksi, maka akan diperoleh nilai yang disebut anomali bouguer, yakni anomali yang disebabkan oleh variasi densitas secara lateral pada batuan kerak bumi yang telah berada pada bidang referensi, yakni bidang geoid. Persamaan untuk mendapatkan nilai anomali ini adalah:

gobs= gread− gtidal− gdrift gAB= gobs− g∅ + gFAA − gBC+ TC dimana:

gread = nilai pembacaan gravitasi di lapangan

gtidal = koreksi pasang surut

gdrift = koreksi apungan

g∅ = koreksi lintang gFAA = koreksi udara bebas

gBC = koreksi bouguer

TC = koreksi medan

Nilai anomali bouguer di atas sering disebut sebagai Complete Bouguer Anomaly (CBA), sedangkan anomali bouguer yang didapatkan tanpa memasukkan koreksi medan ke dalam perhitungan disebut Simple Bouguer Anomaly (SBA). Sementara nilai lain yang biasa digunakan untuk survei daerah laut adalah Free Air Anomaly (FAA).

2.2.2. Penentuan Rapat Massa Rata-Rata

Kuantitas yang akan ditentukan pada eksplorasi gravitasi adalah variasi densitas total secara lateral. Secara umum densitas tidak diukur secara insitu, meskipun densitas dapat diukur dengan menganalisa batuan dari sumur pemboran. Densitas juga dapat diperkirakan dari kecepatan seismik. Seringkali pengukuran densitas dilakukan di laboratorium dengan menggunakan sampel batuan dari pemboran (core). Namun, hasil laboratorium jarang memberikan nilai true bulk density karena sampel bahan tersebut mungkin mengalami pelapukan, fragmentasi, dehidrasi, atau aliterasi dalam proses pengambilannya.

(22)

12 Dalam eksplorasi geofisika dengan metode gaya berat dimana besaran yang menjadi sasaran utama adalah rapat massa, maka perlu diketahui distribusi harga rapat massa batuan baik untuk keperluan pengolahan data maupun interpolasi.

Rapat massa batuan dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya adalah rapat massa butir atau matriks pembentuknya, kesarangan atau porositas dan kandungan fluida yang terdapat dalam pori-porinya. Namun demikian, terdapat banyak faktor lain yang ikut mempengaruhi rapat massa batuan di antaranya adalah proses pembentukan, pemadatan (kompaksi) akibat tekanan dan kedalaman serta derajat pelapukan yang telah dialami batuan tersebut.

Dengan demikian harga rapat massa batuan tidak dapat ditentukan secara tunggal atau unik hanya berdasarkan jenis batuannya saja, melainkan meliputi suatu distribusi harga tertentu. Dengan tambahan informasi mengenai sifat-sifat fisik dan kondisi sekitarnya, maka harga rapat massa batuan belum dapat ditentukan secara lebih spesifik.

Untuk keperluan pengolahan data atau reduksi data gravitasi, terlebih dahulu perlu ditentukan harga rapat massa batuan rata-rata yang mewakili daerah penelitian. Rapat massa batuan rata-rata dapat ditentukan dengan beberapa metode, yakni metode Nettleton dan metode Parasnis.

1. Metode Nettleton

Pada metode ini, hasil dari pengukuran dibuat grafik anomali bouguer dengan berbagai macam nilai densitas dan dibandingkan dengan peta topografi. Setelah dibandingkan sehingga menghasilkan nilai densitas yang memiliki beberapa variasi minimum dengan peta topografi yang dianggap sebagai nilai densitas yang sebenarnya. Rapat massa rata-rata diperoleh dari harga rapat massa yang diasumsikan (ρo) ditambah dengan suatu faktor “koreksi” berdasarkan persamaan:

ρ = ρo+ Σ (∆greal− ∆g𝑟𝑒𝑎𝑙 Rata rata ) (h − hRata rata) 0,04191 Σ(h − hRata rata+ ∆g + ∆gr) dimana:

ρ = harga rapat massa batuan sebenarnya

ρo = harga rapat massa rata-rata yang diasumsikan

(23)

13 ∆g𝑟𝑒𝑎𝑙 Rata rata = anomali bouguer rata-rata

h = ketinggian titik pengamatan

hRata rata = ketinggian titik pengamatan rata-rata ∆gr = anomali gravitasi

2. Metode Parasnis

Untuk menentukan rapat massa rata-rata telah dikembangkan oleh Parasnis dalam persamaan bouguernya, yaitu:

gobs− gN+ 0,3086 h = (0,04193 h − TC)ρ + BA

dengan asumsi bahwa harga anomali bouguer yang mempunyai nilai randomerror-nya sama dengan nol pada daerah survei. Data diplot (gobs− gN+ 0,3086 h) terhadap (0,04193 h − TC) untuk memastikan garis regresi linier yang tepat pada kemiringan ρ yang dianggap sebagai nilai densitas yang benar.

2.2.3. Pemisahan Anomali Regional dan Residual

Anomali bouguer merupakan penjumlahan dari anomali regional dan residual. Kedua anomali tersebut saling berinteraksi dan menimbulkan anomali yang tumpang tindih. Oleh sebab itu, anomali tersebut harus dipisahkan. Sehingga diperlukan suatu metode yang cukup baik agar diperoleh anomali residual yang akurat. Pemisahan ini dapat dilakukan dengan beberapa metode, seperti Griffin, Smoothing, Moving Average, dan SVD.

1. Metode Moving Average

Metode ini dilakukan dengan cara merata-ratakan nilai anomalinya. Hasil dari perata-rataan ini merupakan anomali regional. Sedangkan anomali residualnya diperoleh dengan mengurangkan data hasil pengukuran gaya beratnya dengan anomali regionalnya.

∆Treg (i,j) =

(∆T(i−n,j−n) + . . + ∆T(i,j)+ ∆T(i+n,j+n)) N

dimana: N =N−1

2 dimana N = ganjil

(24)

14 ∆Tres = ∆T − ∆Treg

2. Metode Griffin

Prinsip dari metode ini adalah mencari anomali regional dengan merata-ratakan harga anomali bouguer yang berjarak dari titik pengamatannya. Besarnya jari-jari R disesuaikan dengan besarnya radius kontur tertutup dari kontur anomali bouguernya.

∆Reg = ∆g1+ ∆g2 + . . +∆gn n

dan anomali residualnya:

∆Res = BA − ∆Reg 3. Metode Second Vertical Derivative (SVD)

Metode ini digunakan untuk membantu interpretasi jenis struktur terhadap data anomali bouguer yang diakibatkan oleh adanya struktur sesar naik atau turun. Formula dasar diturunkan dari persamaan Laplace untuk anomali gaya berat di permukaan: ∇2∆g = 0 ∇2∆g = ∂ 2∆g ∂x2 + ∂2∆g ∂y2 + ∂2∆g ∂z2 = 0

Untuk penampang satu dimensi, anomali SVD diberikan oleh: ∂2∆g ∂z2 = − ∂2∆g ∂x2 = − ∂ ∂x( ∂∆g ∂x) Cara pendekatan SVD:  Formula Elkins ∂2g ∂z2 = 1 60r2(64g(0) − 2g(r) − 4g(r√2) − 5g(r√5))  Formula Nettleton ∂2g ∂z2 = 0,710 r2 (g(0) + 0,364g(r) − 0,273g(r√2) − 1,091g(r√5)) 4. Metode Smoothing

(25)

15 Metode ini menggunakan cara grafis. Anomali regional memiliki tendensi lebih smooth disbanding dengan anomali bouguernya.

2.2.4. Interpretasi

Dalam menentukan sebuah besaran tertentu dari anomali bouguer yang telah diperoleh, perlu adanya proses lanjutan, yakni interpretasi terhadap data tersebut. Interpretasi gaya berat secara umum dibedakan menjadi dua, yaitu interpretasi kualitatif dan kuantitatif.

1. Interpretasi Kualitatif

Interpretasi kualitatif dilakukan dengan mengamati data gaya berat berupa anomali bouguer. Anomali tersebut akan memberikan hasil secara global yang masih mempunyai anomali regional dan residual. Hasil interpretasi dapat menafsirkan pengaruh anomali terhadap bentuk benda, tetapi tidak sampai memperoleh besaran matematisnya. Misal pada peta anomali bouguer diperoleh bentuk kontur tertutup, maka dapat ditafsirkan sebagai struktur batuan berupa lipatan (sinklin atau antiklin). Dengan interpretasi ini dapat dilihat arah penyebaran anomali atau nilai anomali yang dihasilkan.

2. Interpretasi Kuantitatif

Interpretasi kuantitatif dilakukan untuk memahami lebih dalam hasil interpretasi kualitatif dengan membuat penampang gaya berat pada peta kontur anomali. Teknik interpretasi kuantitatif mengasumsikan dstribusi rapat massa dan menghitung efek gaya berat kemudian memandingkan dengan gaya berat yang diamati. Interpretasi kuantitatif yang digunakan dalam pemodelan data gaya berat umumnya menggunakan metode yang dibedakan ke dalam dua cara, yaitu pemodelan ke depan (forward modeling) dan inversi (inverse modeling). Prinsip umum kedua pemodelan ini adalah meminimumkan selisih anomali perhitungan dengan anomali pengamatan melalui metode kuadrat terkecil (least square), teknik matematika tertentu, baik linier ataupun nonlinier dan menerapkan batasan-batasan untuk mengurangi ambiguitas.

(26)

16 2.3. Metode Geomagnetik

Metode geomagnetik merupakan salah satu contoh metode pasif yang menjadikan bumi diyakini sebagai batang magnet raksasa sebagai tempat menghasilkan medan magnet utama bumi. Kerak bumi menghasilkan medan magnet jauh lebih kecil daripada medan magnet utama yang dihasilkan bumi secara keseluruhan. Teramatinya medan magnet pada bagian bumi tertentu, biasanya disebut anomali magnetik yang dipengaruhi suseptibilitas bahan tersebut dan remanen magnetiknya. Berdasarkan pada anomali magnetik batuan ini, pendugaan sebaran batuan dapat dipetakan baik secara lateral maupun vertikal.

Eksplorasi menggunakan metode magnetik, pada dasarnya terdiri atas tiga tahap, yaitu akuisisi data lapangan, pemrosesan data, dan interpretasi. Setiap tahap terdiri dari beberapa perlakuan atau kegiatan. Pada tahap akuisisi data, dilakukan penentuan titik pengamatan dan pengukuran dengan satu atau dua alat. Untuk koreksi data pengukuran dilakukan pada tahap pemrosesan data. Koreksi pada metode magnetik terdiri atas koreksi harian (diurnal), koreksi topografi (terrain), dan beberapa koreksi lainnya. Sedangkan untuk interpretasi dari hasil pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software untuk memperoleh peta anomali magnetik.

Metode ini didasarkan pada perbedaan tingkat kemagnetan suatu batuan yang diinduksi oleh medan magnet bumi. Kemampuan untuk termagnetisasi tergantung dari suseptibilitas magnetik masing-masing batuan. Harga suseptibilitas sangat penting di dalam pencarian nilai anomali karena sifat merupakan sifat khas untuk setiap jenis mineral atau mineral logam. Harganya akan semakin besar bila jumlah kandungan benda magnetik pada batuan semakin banyak.

Metode magnetik memiliki kesamaan latar belakang fisika dengan metode gravitasi, kedua metode ini merupakan metode pasif yang didasarkan pada Hukum Newton. Namun demikian, ditinjau dari segi besaran fisika yang terlibat, keduanya mempunyai perbedaan yang mendasar. Dalam metode magnetik harus mempertimbangkan variasi arah dan besaran vektor magnetisasi, sedangkan dalam gravitasi hanya meninjau variasi besar vektor percepatan gravitasi. Data pengamatan magnetik lebih menunjukkan sifat residual kompleks. Dengan

(27)

17 demikian, metode magnetik memiliki variasi terhadap waktu yang lebih besar. Pengukuran intensitas medan magnetik bisa dilakukan melalui darat, laut, maupun udara. Metode magnetik sering digunakan dalam eksplorasi pendahuluan minyak bumi, panas bumi, dan batuan mineral, serta bisa diterapkan pada pencarian prospek benda-benda arkeologi.

2.3.1. Pengolahan Data Geomagnetik 1. Pengaksesan Data IGRF

IGRF merupakan singkatan dari The International Geomagnetic Reference Field yang merupakan acuan geomagnetik internasional. Standar nilai IGRF ini dibuat untuk menyeragamkan nilai-nilai medan utama magnet bumi yang diperbarui setiap lima tahun sekali yang disebabkan oleh karena medan magnet utama bumi yang berubah terhadap waktu. Nilai-nilai IGRF tersebut diperoleh dari hasil pengukuran rata-rata pada daerah luasan sekitar 1.000.000 km2 yang dilakukan dalam waktu satu tahun. Pada dasarnya nilai IGRF merupakan nilai kuat medan magnetik utama bumi (Ho). Nilai IGRF termasuk nilai yang ikut terukur

pada saat pengukuran medan magnetik di permukaan bumi, yang merupakan komponen paling besar dalam survei geomagnetik, sehingga perlu dilakukan koreksi untuk menghilangkannya. Koreksi nilai IGRF terhadap data medan magnetik hasil pengukuran dilakukan karena nilai yang menjadi target survei magnetik adalah anomali medan magnetik.

Nilai IGRF yang diperoleh dikoreksikan terhadap data kuat medan magnetik total dari hasil pengukuran di setiap stasiun atau lokasi titik pengukuran. Meskipun nilai IGRF tidak menjadi target survei, namun nilai ini bersama-sama dengan nilai sudut inklinasi dan sudut deklinasi sangat diperlukan pada saat memasukkan pemodelan dan interpretasi.

2. Koreksi Harian

Koreksi harian (diurnal correction) merupakan penyimpangan nilai medan magnetik bumi akibat adanya perbedaan waktu dan efek radiasi matahari dalam satu hari yang dapat dituliskan menurut rumusan:

(28)

18 ∆H = Htotal ± ∆Hharian

3. Koreksi IGRF

Kontribusi medan magnetik utama dihilangkan dengan menggunakan koreksi IGRF dengan cara dikurangkan nilai IGRF terhadap nilai medan magnetik total yang telah terkoreksi harian pada setiap titik pengukuran pada posisi geografis yang sesuai dengan rumusan:

∆H = Htotal ± ∆Hharian− Ho dengan Ho = nilai IGRF

4. Koreksi Topografi

Koreksi topografi dilakukan jika pengaruh topografi dalam survei magnetik sangat kuat. Salah satu metode untuk menentukan nilai koreksinya adalah dengan membangun suatu model topografi dengan menggunakan pemodelan beberapa prisma segiempat dengan mengetahui nilai suseptibilitas magnetik (k) batuan topografi, sehingga model topografi yang dibuat menghasilkan nilai anomali magnetik (ΔHtop) sesuai dengan fakta. Persamaan koreksinya adalah:

∆H = Htotal ± ∆Hharian− Ho− ∆Htop

5. Koreksi Apungan (Drift Correction)

Koreksi ini dilakukan karena adanya perbedaan bacaan magnetometer pada titik yang sama jika pengukuran membentuk lintasan tertutup. Adapun perbedaan bacaan tersebut salah satunya akibat berkurangnya fluida pada sensor alat.

6. Koreksi Alat

Koreksi ini dilakukan karena adanya perbedaan harga bacaan antara alat yang ada di basestation dengan alat yang ada di titik pengukuran (field). Koreksi alat bisa dihitung dengan menggunakan persamaan:

(29)

19 2.3.2. Penyajian Data Harga Anomali Magnetik

1. Cara Tanda atau Titik

Dalam cara ini, intensitas atau besarnya anomali magnet di suatu tempat digambarkan dengan titik atau tanda. Kerapatan titik sebanding dengan besarnya anomali di tempat tersebut.

2. Cara Perspektif

Penggambaran data ini biasanya dilakukan dengan sistem komputer.

3. Cara Kontur

Titik-titik dengan intensitas magnetik yang sama dihubungkan sehingga membentuk kontur-kontur magnetik.

2.3.3. Interpretasi Data Geomagnetik

Data-data magnetik yang diperoleh dari hasil pengukuran dan kemudian diolah dengan menggunakan berbagai macam koreksi hingga diperoleh anomali magnetiknya disajikan dalam bentuk peta kontur untuk memasuki tahap akhir dari metode geomagnetik, yakni tahap interpretasi. Secara umum, interpretasi geomagnetik dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu interpretasi kualitatif dan interpretasi kuantitatif.

1. Interpretasi Kualitatif

Interpretasi kualitatif didasarkan pada pola kontur anomali medan magnet magnetik yang bersumber dari distribusi benda-benda termagnetisasi atau struktur geologi di bawah permukaan bumi. Selanjutnya pola anomali medan magnetik yang dihasilkan ditafsirkan berdasarkan informasi geologi setempat dalam bentuk distribusi benda magnetik atau struktur geologi yang dijadikan dasar pendugaan terhadap keadaan geologi yang sebenarnya. Interpretasi kualitatif ini bertujuan untuk menentukan strike, arah dan sifat polarisasi, dan perkiraan bentuk benda anomali berdasarkan peta anomali magnetik yang telah dibuat. Hasil dari interpretasi kualitatif sangat penting dalam menyusun model interpretasi secara numerik.

(30)

20 a. Arah Polarisasi Magnet

Arah polarisasi magnet ditentukan dengan cara:

Memperhatikan kontur anomali magnet yang bersifat closure atau tertutup.

Mencari pasangan-pasangan closure positif dan negatif dan menentukan arah pasangan yang dominan.

Garis hubung antara pusat closure negatif dan positif merupakan arah induksi magnetik yang berpasangan atau dipol.

b. Menentukan Strike Benda Anomali

Strike benda anomali dapat ditentukan dari bentuk garis kontur yang memanjang.

c. Memperkirakan Benda Anomali

Dapat dilakukan dengan cara membuat penampang dari kontur sepanjang garis induksi magnetik dan kemudian memperkirakan benda anomali berdasarkan kurva teoritis yang terdapat dalam literatur-literatur.

2. Interpretasi Kuantitatif

Interpretasi kuantitatif bertujuan untuk menentukan bentuk atau model dan kedalaman benda anomali atau struktur geologi melalui pemodelan cara matematis. Untuk melakukan interpretasi kuantitatif, ada beberapa cara dimana satu cara dengan cara yang lainnya dimungkinkan berbeda. Hal ini tergantung dari bentuk anomali yang diperoleh, sasaran yang dicapai dan ketelitian hasil pengukuran. Beberapa pemodelan yang biasa digunakan, yaitu pemodelan dua setengah dimensi dan pemodelan tiga dimensi. Dari peta anomali magnetik dibuat sayatan yang melewati bidang anomali yang didasarkan pada hasil interpretasi kualitatif untuk pemilihan posisi sayatannya.

(31)

21 2.4. Metode Elektromagnetik CMD

Conductivity Measurment Direct (CMD) merupakan pengukuran metode elektromagnetik yang bersifat aktif sehingga pada pengukuran CMD dilengkapi dengan instrumen source (sumber) yang berfungsi menimbulkan gelombang elektromagnetik, pada instrumen survei elektromagnetik, koil penerima mendeteksi medan primer dan sekunder dengan beda fase tertentu. Besaran fisis yang terdeteksi berupa konduktivitas bahan dalam satuan Siemen/meter yang merupakan kebalikan dari resistivitas. Seperti pada survei konduktivitas, konduktivitas yang terukur merupakan konduktivitas semu sesuai dengan persamaan:

σa = 4 ωμ0s2(

Hs

Hp) dimana:

𝜎𝑎= konduktivitas semu (Siemen/m) Hs= medan magnet sekunder (Tesla) Hp= medan magnet primer (Tesla)

μ0= permeabilitas ruang hampa

s = jarak antara koil pemancar dank oil penerima (meter) ω = 2πf

Pengukuran menggunakan alat CMD ini akan diperoleh parameter terukur, yakni:

1. Konduktivitas

Konduktivitas merupakan parameter utama yang terukur dari instrumen CMD, hal ini dikarenakan adanya proses induksi gelombang elektromagnetik di bawah permukaan bumi yang menginduksi material yang bersifat konduktif. Konduktivitas itu sendiri merupakan kemampuan material atau bahan yang terdapat di bawah permukaan untuk menghantarkan arus ataupun panas. Konduktivitas didefinisikan sebagai kuantitas dalam mS/m.

2. In-Phase

Parameter kedua yang diukur secara simultan dengan konduktivitas adalah In-Phase. Hal ini didefinisikan sebagai kuantitas relatif dalam ppt dari medan

(32)

22 magnet primer dan terkait erat dengan kerentanan magnetik bahan diukur. Jadi peta In-Phase dapat membantu membedakan struktur buatan dari geologi alam di peta konduktivitas terlihat jelas.

3. Meas Error (ME)

ME merupakan standar batas pengambilan data pada saat pengukuran yang terbaca pada alat CMD. ME yang digunakan biasanya bernilai kurang dari 0,3 %.

2.5. Metode Seismik Refraksi

Metode seismik merupakan salah satu metode yang sangat penting dan banyak dipakai di dalam teknik geofisika. Hal ini disebabkan metode seismik mempunyai ketepatan serta resolusi yang tinggi di dalam memodelkan struktur geologi di bawah permukaan bumi. Dalam menentukan struktur geologi, metode seismik dikategorikan ke dalam dua bagian yang besar, yaitu seismik bias dangkal (head wave or refrected seismic) dan seismik refleksi (reflected seismic). Seismik refraksi efektif digunakan untuk penentuan struktur geologi yang dangkal sedang seismik refleksi untuk struktur geologi yang dalam.

Dasar teknik seismik dapat digambarkan sebagai berikut. Suatu sumber gelombang dibangkitkan di permukaan bumi. Karena material bumi bersifat elastik maka gelombang seismik yang terjadi akan dijalarkan ke dalam bumi dalam berbagai arah. Pada bidang batas antar lapisan, gelombang ini sebagian dipantulkan dan sebagian lain dibiaskan untuk diteruskan ke permukaan bumi. Di permukaan bumi gelombang tersebut diterima oleh serangkaian detektor (geophone) yang umumnya disusun membentuk garis lurus dengan sumber ledakan (profil line), kemudian dicatat atau direkam oleh suatu alat seismogram. Dengan mengetahui waktu tempuh gelombang dan jarak antar geophone dan sumber ledakan, struktur lapisan geologi di bawah permukaan bumi dapat diperkirakan berdasarkan besar kecepatannya.

(33)

23 2.5.1. Pemantulan dan Pembiasan Gelombang

Hal-hal yang menjadi dasar pada pemantulan dan pembiasan gelombang adalah sebagai berikut.

1. Asas Fermat

Gelombang menjalar dari satu titik ke titik lain melalui jalan tersingkat waktu penjalarannya.

2. Prinsip Huygens

“Titik-titik yang dilewati gelombang akan menjadi sumber gelombang baru”.

3. Sudut Kritis

Sudut datang yang menghasilkan gelombang bias sejajar bidang batas (r = 90o).

4. Hukum Snellius

“Gelombang akan dipantulkan atau dibiaskan pada bidang batas antara dua medium”, menurut persamaan:

sin i sin r= V1 V2 dimana: i = sudut datang r = sudut bias

V1 = kecepatan gelombang pada medium 1 V2 = kecepatan gelombang pada medium 2

2.5.2. Metode Refraksi

Bila gelombang elastik yang menjalar dalam medium bumi menemui bidang batas perlapisan dengan elastisitas dan densitas yang berbeda, maka akan terjadi pemantulan dan pembiasan gelombang tersebut. Bila kasusnya adalah gelombang kompresi (gelombang P) maka terjadi empat gelombang yang berbeda yaitu, gelombang P-refleksi (PP1), gelombang S-refleksi (PS1), gelombang P-refraksi

(34)

24 (PP2), gelombang S-refraksi (PS2). Dari hukum Snellius yang diterapkan pada kasus tersebut diperoleh: Vp1 sin i= Vp1 sinθP = VS1 sin θS = VP2 sin rP = VS2 sin rS dimana:

VP1 = Kecepatan gelombang-P di medium 1 VP2 = Kecepatan gelombang-P di medium 2 VS1 = Kecepatan gelombang-S di medium 1 VS2 = Kecepatan gelombang-S di medium 2

Gambar 2.1. Pemantulan dan pembiasan gelombang

2.5.3. Pembiasan pada Bidang Batas Lapisan

Prinsip utama metode refraksi adalah penerapan waktu tiba pertama gelombang baik langsung maupun gelombang refraksi. Mengingat kecepatan gelombang P lebih besar daripada gelombang S maka kita hanya memperhatikan gelombang P. Dengan demikian antara sudut datang dan sudut bias menjadi:

sin i sin r=

V1 V2

Pada pembiasan kritis sudut r = 90o sehingga persamaan menjadi: sin i = V1

V2

Hubungan ini dipakai untuk menjelaskan metode pembiasan dengan sudut datang kritis. Gambar di bawah ini memperlihatkan gelombang dari sumber S menjalar pada medium V1, dibiaskan kritis pada titik A sehingga menjalar pada bidang batas

(35)

25 lapisan. Dengan memakai prinsip Huygens pada bidang batas lapisan, gelombang ini dibiaskan ke atas setiap titik pada bidang batas itu sehingga sampai ke detektor P yang ada di permukaan.

Gambar 2.2. Penjalaran gelombang yang dibiaskan

Jadi gelombang yang dibiaskan ke bidang batas yang datang pertama kali ke titik P pada bidang batas diatasnya adalah gelombang yang dibiaskan dengan sudut kritis.

2.6. Metode Geolistrik

Metode geolistrik adalah metode geofisika yang dapat menggambarkan keberadaan batuan atau mineral di bawah permukaan berdasarkan sifat kelistrikan dari batuan atau mineralnya. Tujuan dari metode ini adalah untuk memperkirakan sifat kelistrikan medium atau formasi batuan di bawah permukaan yang berhubungan dengan kemampuannya untuk menghantarkan atau menghambat listrik (konduktivitas atau resistivitas). Oleh karena itu metode geolistrik dapat digunakan pada penyelidikan penetrasi kedalaman hidrogeologi seperti penentuan akuifer dan adanya kontaminasi, penyelidikan mineral, dan survei arkeologi. Metode ini biasanya dipakai untuk eksplorasi dangkal, yaitu sekitar 300-500 m. Prinsip yang digunakan adalah arus listrik diinjeksi ke dalam bumi melalui dua elektroda potensial. Dari pengukuran tersebut bisa didapat variasi harga resistivias listrik bawah permukaan titik ukur. Dari pengukuran metode ini, parameter yang diukur dalam metode geolistrik adalah beda potensial, arus dan jarak antar elektroda.

Geolistrik merupakan salah satu metoda geofisika untuk mengetahui perubahan tahanan jenis lapisan batuan di bawah permukaan tanah dengan cara mengalirkan arus listrik DC yang mempunyai tegangan tinggi ke dalam tanah, dengan menggunakan elektroda (A dan B). Dengan adanya aliran arus listrik

(36)

26 tersebut maka akan menimbulkan tegangan listrik di dalam tanah. Tegangan listrik yang terjadi di permukaan tanah diukur dengan multimeter yang terhubung dengan elektroda tegangan (M dan N) yang jaraknya lebih pendek dari A dan B.

2.6.1. Konfigurasi

Setiap konfigurasi memiliki metode tersendiri untuk mengetahui nilai ketebalan dan tahanan jenis batuan di bawah permukaan. Setelah diturunkan dari persamaan Laplace, dengan asumsi:

1. Bumi dianggap homogen isotropis.

2. Permukaan bumi dianggap setengah lingkaran. 3. Bidang batas antar lapisan horizontal.

4. Di bawah permukaan tanah terdiri dari lapisan dengan ketebalan tertentu, kecuali lapisan ke bawah mempunyai ketebalan tak terhingga.

maka didapatkan rumusan:

V = Iρ 2πr dan ρ = k r ∆V = Iρ 2π[( 1 r1− 1 r2) − ( 1 r3− 1 r4)] −1

Maka konfigurasi (k) adalah: k = 2π [(1 r1 − 1 r2 ) − (1 r3 − 1 r4 )] −1

Nilai k berbeda-beda bergantung pada susunan keempat elektrodanya. 1. Konfigurasi Schlumberger

(37)

27 ∆ V = Iρ

π( 2b L2− i2)

Konfigurasi ini memiliki jangkauan yang paling dalam. Konfigurasi ini menggunakan dua elektroda arus yang sering dinamakan A dan B dan elektroda potensial yang dinamakan M dan N. Pada konfigurasi ini letak elektroda potensial (M dan N) diantara elektroda arus (A dan B). Jarak elektroda potensial dibuat tetap, namun jarak elektroda arus dibuat berubah-ubah agar diperoleh banyak informasi tentang bagian dalam bawah permukaan tanah. Untuk mengetahui struktur bawah permukaan yang lebih dalam, maka jarak masing-masing elektroda ditambah secara bertahap.

2. Konfigurasi Wenner

Gambar 2.4. Konfigurasi Wenner ∆V = Iρ

2πa

Dalam konfigurasi ini, arus dan elektroda mempunyai jarak yang sama. Pada resistivitas mapping, jarak elektroda tidak berubah untuk setiap titik yang diamati, sedangkan pada resisitivitas sounding jarak elektroda diperbesar secara bertahap untuk satu titik sounding.Batas pembesaran bergantung pada sensitivitas alat. Kekurangan konfigurasi ini adalah pembacaan tegangan pada elektroda MN lebih kecil, terutama ketika jarak AB jauh. Kelebihan konfigurasi ini adalah mampu mendeteksi adanya nonhomogenitas lapisan batuan pada permukaan

(38)

28 3. Konfigurasi Dipole-Dipole

∆V = Iρ

nπa(n + 1)(n + 2)

2.6.2. Sifat Resistivitas Batuan

Pada batuan, sifat kelistrikan dihasilkan oleh listrik alami yang terbawa oleh cairan (fluida) dan nilai resisitivitasnya bergantung pada porositas dan kandungan air. Batuan yang memiliki kandungan air, resistivitasnya lebih rendah apabila dibandingkan batuan kering. Berikut tabel nilai resistivitas.

Tabel 2.1. Tabel Penggolongan Nilai Resistivitas Harga resistivitas (Ωm) Golongan

10−8< 𝜌 < 1 Konduktor baik

1 < 𝜌 < 107 Konduktor pertengahan

𝜌 < 107 Isolator

2.6.3. Sifat Konduktivitas Batuan 1. Konduksi Secara Elektronik

Aliran elektron bebas yang terdapat pada batuan maupun mineral. Karena pada batuan atau mineral ini terdapat banyak elektron bebas, maka arus listrik dialirkan oleh elektron bebas.

2. Konduksi Secara Elektrolitik

Terjadi ketika pori-pori batuan atau mineral yang terisi oleh fluida elektrolitik dimana aliran muatan terjadi melalui aliran ion elektrolit.

3. Konduksi Secara Dielektrik

Terjadi bila batuan atau mineral berperan sebagai dielektrik ketika dialiri arus sehingga terjadi polaritas pada batuan atau mineral tersebut.

(39)

29 2.6.4. Pengambilan Data Geolistrik

Berdasarkan tujuannya, metode resistivitas dibagi menjadi dua, antara lain sebagai berikut.

1. Sounding, dipakai bila ingin mendapatkan distribusi hambatan jenis listrik bumi terhadap kedalaman dibawah suatu titik di permukaan bumi. Dalam hal ini, spasi antara elektroda dengan titik pengukuran diperbesar secara berangsur-angsur.

2. Mapping, dipakai untuk mengetahui variasi hambatan jenis bumi secara lateral mauoun horizontal. Kedalaman di bawah permukaan yang tersurvei adalah sama. Dalam pengukuran ini, jarak antar elektroda dipertahankan tetap dan secara bersama-sama digeser sepanjang lintasan pengukuran. Jadi, metode mapping merupakan metode yang bertujuan mempelajari variasi resistivitas lapisan bawah permukaan secara horizontal, sedangkan sounding dalam arah vertikal. Pada mapping, elektroda digeser namun dengan jarak yang tetap, sedangkan sounding semakin menjauhi titik tengah.

Dalam metode mapping dengan konfigurasi Wenner, elektroda arus dan elektroda potensial mempunyai jarak yang sama, yaitu C1P1= P1P2 = P2C2 sebesar a. Jadi jarak antar elektroda arus adalah tiga kali jarak antar elektroda potensial. Perlu diingat bahwa keempat elektroda dengan titik datum harus membentuk satu garis. Pada sounding, batas pembesaran spasi elektroda tergantung pada kemampuan alat. Makin sensitif dan makin besar arus yang dihasilkan alat maka makin leluasa dalam memperbesar jarak spasi elektroda tersebut, sehingga makin dalam lapisan yang terdeteksi atau teramati. Sedangkan, pada resistivitas mapping, jarak spasi elektroda tidak berubah-ubah untuk setiap titik datum yang diamati (besarnya a tetap).

Langkah lanjut jika pada metode sounding adalah memplot harga tahanan jenis semu hasil pengukuran versus spasi elektroda pada grafik log-log. Survei ini berguna untuk menentukan letak dan posisi kedalaman benda anomali di bawah permukaan.

(40)

30 Gambar 2.5. Metode sounding

Sedangkan, metoda mapping digunakan untuk menentukan distribusi tahanan jenis semu secara vertical setiap kedalaman. Pengukurannya dilakukan dengan cara memasang elektroda arus dan potensial pada satu garis lurus dengan spasi tetap, kemudian semua elektroda dipindahkan atau digeser sepanjang permukaan sesuai dengan arah yang telah ditentukan sebelumnya. Untuk setiap posisi elektroda akan didapatkan harga tahanan jenis semu. Dengan membuat peta kontur tahanan jenis semu akan diperoleh pola kontur yang menggambarkan adanya tahanan jenis yang sama.

(41)

31 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

1.1. Pemetaan Geologi Karangsambung

Pemetaan Geologi Karangsambung dibagi menjadi lima bagian dengan masing-masing bagian dilakukan oleh satu kelompok dengan peralatan lapangan meliputi antara lain: buku catatan lapangan, peta topografi (peta dasar), peta geologi regional daerah pemetaan, kompas geologi, kamera, skala komparator bongkah batuan serta peralatan tulis lainnya.

Pemetaan Geologi Karangsambung mencakup observasi dan pengamatan singkapan batuan pada lintasan yang dilalui, mengukur strike dan dip batuan, pengambilan sampel batuan, membuat catatan pada buku lapangan dan memplotkan data geologi hasil pengukuran keatas peta topografi.

Catatan hasil observasi lapangan dibuat beserta deskripsi batuan yang ditemukan di area pemetaan. Kemudian lokasi singkapan ditentukan dengan menggunakan kompas serta membuat sketsa singkapan dan mendokumentasikan melalui kamera dengan skala perbandingan tertentu untuk mengetahui besar bongkahan batuan.

Semua hasil pemetaan di lapangan berupa hasil pengukuran kedudukan batuan, lokasi-lokasi singkapan batuan dan unsur-unsur geologi lainnya diplot pada peta topografi dan analisis terhadap hubungan antar batuan atau satuan batuan juga dilakukan. Kemudian peta geologi disusun dan diolah untuk kemudian disempurnakan dengan menyatukan bagian-bagian dari masing-masing area pemetaan yang dibagi menjadi lima bagian.

Hasil akhir dari suatu pemetaan geologi lapangan adalah suatu peta geologi beserta penampang geologinya yang mencakup uraian dan penjelasan dari bentuk-bentuk bentang alam atau satuan geomorfologinya, susunan batuan atau stratigrafinya, struktur geologi yang berkembang beserta waktu pembentukannya dan sejarah geologinya.

(42)

32 1.2. Metode Gayaberat

1.2.1. Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam metode gayaberat ini adalah sebagai berikut. 1. Satu buah alat gravimeter LaCoste&Romberg

Berfungsi sebagai alat untuk mengukur percepatan gravitasi bumi. 2. Barometer atau altimeter

Berfungsi sebagai alat untuk mengukur ketinggian dan tekanan udara lokasi pengukuran.

3. Arloji

Berfungsi sebagai alat untuk menghitung waktu. 4. Global Positioning System (GPS)

Berfungsi sebagai alat untuk mengetahui koordinat lokasi pengukuran dengan menggunakan bantuan satelit.

5. Tabel harga pasang surut

Berfungsi sebagai pedoman untuk melakukan koreksi pasang surut. 6. Kalkulator dan alat tulis

Berfungsi sebagai alat untuk membantu mencatat dan mengolah data. 7. Data pengukuran gayaberat

Berfungsi sebagai data yang akan diolah untuk keperluan interpretasi. 8. Tabel konversi pembacaan dalam mGal

Berfungsi sebagai pedoman untuk mengkonversikan data pengukuran ke dalam mGal.

9. Peta Rupa Bumi Bakosurtanal atau peta topografi.

Berfungsi sebagai media untuk mengetahui topografi lokasi pengukuran. Data anomali bouguer

Berfungsi sebagai data yang akan dipisahkan menjadi anomali regional dan residual.

10. Peta anomali bouguer

Berfungsi sebagai peta yang akan dipisahkan menjadi peta anomali regional dan residual.

(43)

33 11. Peta anomali residual

Berfungsi sebagai peta yang akan digunakan sebagai bahan interpretasi.

1.2.2. Akuisisi data

Akuisisi data metode gayaberat ini dilakukan di Kecamatan Karangsambung dan sekiarnya, pada tanggal 1 – 5 Agustus 2015 dengan luas daerah penelitian 3,5 km x 2,8 km. Jumlah total titik pengukuran 56 titik, dengan spasi pengukuran pada area target ± 350 meter. Pengambilan data dilakukan menggunakan sistem tertutup (looping) yaitu sistem pengukuran yang dimulai dan diakhiri di base stasiun yang sudah diketahui nilainya.

1.2.3. Pengolahan Data

1. Konversi Pembacaan ke mGal

Koreksi ini dilakukan dengan menggunakan persamaan:

Reading in mGal = [(reading − counter reading) × faktor interval + value in mGal]

2. Koreksi Pasang Surut (Tidal)

Koreksi ini dilakukan dengan cara memperoleh tabel data pasang surut dari referensi dengan memasukkan waktu dan koordinat lokasi pengukuran sehingga diperoleh tabel data pasang surut referensi.

Kemudian dilakukan pendekatan untuk memperoleh data pasang surut pada waktu pengukuran dari tabel pasang surut yang diperoleh dari referensi. Perhitungan koreksi pasang surut dilakukan dengan menggunakan persamaan:

𝑔𝑡𝑖𝑑𝑒 = 𝑅𝑒𝑎𝑑 (𝑚𝐺𝑎𝑙) − 𝑇𝑖𝑑𝑒 (𝑚𝐺𝑎𝑙)

3. Koreksi Apungan (Drift)

Untuk memperoleh nilai drift pada masing-masing titik pengukuran, maka digunakan persamaan:

Dn = gakhir− go takhir− to

(tn− to)

(44)

34 Dn = koreksi apungan pada titik n

gakhir = pembacaan gravimeter di titik akhir looping

go = pembacaan gravimeter di titik awal looping

takhir = waktu pembacaan di akhir looping

to = waktu pembacaan di awal looping

tn = waktu pembacaan pada stasiun n

Dan untuk mendapatkan koreksi apungan pada masing-masing titik dapat digunakan persamaan:

𝑔𝑑𝑟𝑖𝑓𝑡= 𝑔𝑡𝑖𝑑𝑒(𝑚𝐺𝑎𝑙) − 𝑑𝑟𝑖𝑓𝑡(𝑚𝐺𝑎𝑙)

4. Perhitungan Nilai Gravitasi Observasi (gobs)

Nilai gobs dapat diperoleh melalui persamaan:

gobs = gabsolut(mGal) + ∆gtitik pengukuran (mGal)

dimana gabsolut adalah 978201,635 mGal dan

∆gtitik pengukuran = 𝑔𝑑𝑟𝑖𝑓𝑡titik pengukuran− 𝑔𝑑𝑟𝑖𝑓𝑡𝑏𝑎𝑠𝑒 𝑠𝑡𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛

5. Koreksi Lintang

Koreksi lintang dilakukan dengan menggunakan persamaan:

g∅ = 978031,85 × (1 + (0.0052884 sin2∅ − 0.0000059 sin22∅))

dimana∅ merupakan sudut lintang dalam radian.

6. Koreksi Udara Bebas (Free Air Correction)

Koreksi udara bebas dilakukan dengan menggunakan persamaan: FAC = 0,3086 h

7. Perhitungan Nilai Free Air Anomaly

Free Air Anomaly dapat dihitung dengan menggunakan persamaan: FAA = gobs− g∅ + FAC

(45)

35 8. Koreksi Bouguer

Koreksi bouguer dilakukan menurut persamaan: BC = 0,04191 × ρrata−rata× h

dimana: ρrata-rata = 2.67 g/cm3 diperoleh dari literature kerak bumi pulau Jawa.

9. Perhitungan Nilai Simple Bouguer Anomaly

Perhitungan Simple Bouguer Anomaly dilakukan menggunakan persamaan: SBA = FAA + BC

10. Koreksi Medan

Koreksi medan dilakukan menurut persamaan: TC = 0,04191 (2,5 4 ) [r1− r2+ √r1 2+ z2 − √r 22+ z2] dimana: z = zs - za

zs = ketinggian stasiun pengukuran

za = ketinggian rata-rata di dalam sektor

r2 = jari-jari luar sektor

r1 = jari-jari dalam sektor

dan keadaan di sekitar medan pengukuran dapat dilihat melalui tabel di bawah ini. Kemudian dihitung nilai koreksi medan untuk masing-masing zona dan untuk koreksi medan masing-masing titik diperoleh dengan cara menjumlahkan hasil koreksi medan di setiap zonanya.

11. Perhitungan Anomali Bouguer

Perhitungan anomali bouguer dilakukan menggunakan persamaan: BA = SBA + TC

(46)

36 1.3. Metode Geomagnetik

1.3.1. Peralatan

1. Magnetometer Proton (Proton Procession Magnetometer – PPM) Untuk mengukur nilai magnetik di lokasi pengukuran

2. Kompas

Untuk mengetahui arah mata angin 3. Arloji

Untuk mengetahui waktu saat pengambilan data 4. Data pengukuran magnet

Untuk melakukan pengolahan data magnet

1.3.2. Akuisisi Data

Dalam pengukuran geomagnetik dilakukan pada da titik, yaitu titik BS (Base Station) dan di field. Pada BS pengukuran di lakkan setiap 5 menit, sedangkan alat ukur yang berada di field mengukur titik-titik yang telat di grid pada peta dengan jarak antar titik sebesar 150 meter.

1.3.3. Pengolahan Data

1. Menghitung Nilai Rata-Rata Pembacaan Titik Pengukuran

Pembacaan di titik pengukuran dilakukan tiga kali untuk setiap titik. Oleh karena itu, nilai pembacaan setiap titiknya dirata-ratakan. Rata-rata pembacaan di titik pengukuran dilakukan dengan menggunakan persamaan:

Rata Bacaan = Jumlah nilai bacaan di titik pengukuran Banyaknya pembacaan

2. Menghitung Nilai Rata-Rata Bacaan di Base Station

Nilai rata-rata pembacaan di base station dilakukan menggunakan persamaan:

Rata Bacaan = Jumlah nilai bacaan di 𝑏𝑎𝑠𝑒 𝑠𝑡𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 Banyaknya pembacaan

(47)

37 3. Melakukan Interpolasi untuk Koreksi Harian

Interpolasi dilakukan dengan cara mencari nilai anomali pembacaan di titik pengukuran mendekati dengan pengukuran di base station berdasarkan waktu pengukurannya. Interpolasi dilakukan dengan menggunakan persamaan:

Hn = [ tf− tb

tb− tb−1× (Hb− Hb−1)] + Hb−1 dimana:

Hn = nilai anomali interpolasi pada titik masing-masing titik pengukuran

tf = waktu field

tb = waktu base station yang mendekati

tb-1 = waktu sebelum base station yang mendekati

Hb = nilai anomali base station yang mendekati

Hb-1 = nilai anomali sebelum base station yang mendekati

4. Menghitung Koreksi Harian

Koreksi harian untuk masing-masing titik pengukuran dihitung dengan menggunakan persamaan:

∆Hharian = Hn ± Rata Bacaan 𝐵𝑎𝑠𝑒 𝑆𝑡𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 5. Menghitung Koreksi IGRF

Koreksi IGRF dilakukan karena besarnya pengaruh medan magnet utama bumi terhadap pengukuran anomali magnet. Pada tahap ini, awalnya nilai IGRF referensi untuk masing-masing titik pengukuran diperoleh dari sumber di internet dengan memasukkan tanggal pengukuran dan koordinat titik pengukuran.

6. Membuat Peta Anomali Magnetik

Nilai anomali magnetik yang telah diperoleh dibuat ke dalam peta kontur dengan menggunakan program Oasis Montaj dengan memasukkan beberapa data, seperti koordinat titik pengukuran, nilai anomali, nama titik, deklinasi, inklinasi, dan elevasinya.

Gambar

Gambar 3.2. Lintasan metode seismik refraksi
Gambar 3.3. Lintasan metode geolistrik
Tabel 4.5. Hasil Pemetaan Geologi Wilayah III Kelompok II  Hari/Tanggal     : Kamis, 30 Juli 2015
Gambar 4.1. Peta Anomali Bouguer Gayaberat Karangsambung
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam Proses pengolahan data pada metode geomagnet dilakukan dengan menghitung nilai anomali magnetik dari medan magnetik total yang telah dilakukan koreksi terhadap koreksi

Pada bagian puncak bukit inilah kita dapat melihat panorama daerah Karangsambung secara leluasa sehingga ada istilah khusus yang sering digunakan oleh para

Anomali gayaberat mikro tiap periode pengukuran diperoleh dengan melakukan koreksi data pengukuran dengan koreksi pasang surut gayaberat dan drift untuk tiap looping

Dalam Proses pengolahan data pada metode geomagnet dilakukan dengan menghitung nilai anomali magnetik dari medan magnetik total yang telah dilakukan koreksi terhadap koreksi

Diagram alur pengolahan data Pengambilan Data Koreksi Variasi Harian Koreksi IGRF Anomali Magnetik Total Pemisahan Anomali Regional–Residual Peta Kontur dan

Berdasarkan hasil yang diperoleh baik dari data medan magnetik hasil penelitian dan juga anomali magnetik hasil pengolahan data dapat di interpretasikan bahwa

Data anomali magnetik residual dapat dilihat pada Gambar 3, yang didapat dari koreksi kontinuitas keatas selanjutnya akan dikoreksi terhadap data anomali medan

Setelah dilakukan koreksi data self potensial, kemudian data hasil koreksi diolah menggunakan surfer9 untuk mengetahui arah sebaran aliran air yang terdapat di daerah