• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 3 LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 3 LANDASAN TEORI"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

3.1 Peramalan

3.1.1 Pengertian Peramalan

Peramalan (forecasting) merupakan kemampuan dan keterampilan untuk memperkirakan kejadian-kejadian di masa akan datang (Heizer, 1991, p138). Menurut pengertiannya itu, peramalan menjadi suatu alat penting dalam membuat estimasi berapa besarnya permintaan (demand) di masa akan datang. Secara lebih rinci Spyros Makridakis mendefinisikan peramalan (forecasting) sebagai suatu kemampuan untuk memperkirakan atau menduga keadaan permintaan produk di masa depan yang tidak pasti. Sehingga peramalan menjadi dasar bagi perencanaan produksi yang meliputi beberapa pertimbangan seperti sumber daya dan kapasistas persediaan (Makridakis, 1999,p14). Pentingnya peramalan adalah untuk menetapkan kapan suatu perisitiwa akan terjadi, sehingga tindakan yang tepat dapat dilakukan. Namun perlu diingat bahwa peramalan tidak mungkin benar terjadi 100%. Tidak satu metodepun dapat meramalkan secara persis apa yang akan terjadi di masa mendatang.

Dengan demikian dalam konteks tugas akhir ini peramalan dapat dikatakan sebagai suatu dugaan terhadap permintaan yang tidak pasti di masa yang akan datang sehingga perusahaan dapat mengantisipasi permintaan itu dengan membuat suatu perencanaan operasi sampai melakukan perencanaan dan pengendalian persediaan.

(2)

Berdasarkan sifat penyusunannya, maka peramalan dapat dibedakan menjadi:

1. Peramalan yang subjektif, yaitu peramalan yang didasarkan atas perasaan atau intuisi dari orang yang menyusunnya.

2. Peramalan yang objektif, adalah peramalan yang didasarkan atas data yang relevan pada masa lalu, dengan menggunakan metode-metode dalam penganalisaan data itu.

Pada dasarnya ada beberapa langkah peramalan yang penting yaitu:

1. Menganalisa data yang lalu, tahap ini berguna untuk pola yang terjadi pada masa lalu. Analisa ini dilakukan dengan cara membuat tabulasi dari data yang lalu.

2. Menentukan metode yang digunakan. Masing-masing metode akan memberikan hasil peramalan yang berbeda. Dengan kata lain, metode peramalan yang baik adalah metode yang menghasilkan penyimpangan antara hasil peramalan dengan nilai kenyataan yang sekecil mungkin.

3. Memproyeksikan data yang lalu dengan menggunakan metode yang dipergunakan dan mempertimbangkan adanya beberapa faktor perubahan.

4. Penentuan tujuan, yaitu menentukan kebutuhan informasi-informasi bagi para pembuat keputusan seperti :

Variabel-variabel yang akan diestimasi.

Siapa yang akan menggunakan hasil peramalan. Untuk tujuan apa hasil peramalan akan digunakan.

Estimasi jangka panjang atau jangka pendek yang diinginkan. Derajat ketepatan estimasi yang diinginkan.

(3)

Bagian-bagian peramalan yang diinginkan, seperti peramalan untuk kelompok pembeli, kelompok produk, atau daerah geografis.

5. Pengembangan model

Menentukan model yang merupakan penyederhanaan dari sistem dan merupakan kerangka analitik bagi masukan yang akan memperoleh pengeluaran. Model ditentukan berdasarkan sifat-sifat dan perilaku variabel.

6. Pengujian model

Dilakukan untuk menentukan tingkat akurasi, validitas dan reliabilitas, yang ditentukan dengan membandingkan hasil peramalan dengan kenyataan / aktual.

7. Penerapan model

Setelah lulus dalam pengujian, data historik akan dimasukkan ke dalam model untuk menghasilkan ramalan.

8. Revisi dan evaluasi

Ramalan yang telah dibuat harus senantiasa diperbaiki dan ditinjau kembali. Hal ini perlu dilakukan bila terdapat perubahan dalam perusahaan dan lingkungannya (harga produk, karakteristik produk, periklanan, tingkat pengeluaran pemerintah, kebijaksanaan moneter, atau kemajuan teknologi); dan hasil perbandingan antara ramalan dengan data aktual.

(4)

3.1.2 Tujuan Peramalan

Tujuan dari peramalan adalah untuk melihat atau memperkirakan prospek ekonomi atau kegiatan usaha serta pengaruh lingkungan terhadap prospek tersebut, sehingga dapat diperoleh informasi mengenai :

1. Kebutuhan suatu kegiatan usaha di masa yang akan datang.

2. Waktu untuk mengambil keputusan yang berkaitan dengan skala produk pemasaran serta, serta target usaha.

3. perencanaan skala produksi, pemasaran, anggaran, biaya produksi dan arus kas ( cash flow )

3.1.3 Rentang Waktu Peramalan / Time Horizon

Peramalan dapat dibagi menurut rentangnya menjadi tiga jenis (Heizer,1991,p138-139), yaitu:

1. Rentang waktu peramalan pendek / short-range forecast

Peramalan dengan rentang waktu peramalan yang pendek dapat digunakan untuk meramalkan keadaan sampai 1 tahun, namun biasanya digunakan untuk meramalkan masa depan sampai waktu kurang dari 3 bulan. Peramalan dengan rentang waktu ini cocok digunakan untuk merencanakan pembelian (purchase planning), merencanakan pekerjaan (job scheduling), merencanakan tingkat tenaga kerja (workforce level), dan merencanakan tingkat produksi (production levels).

2. Rentang waktu peramalan medium / medium-range forecast / intermediate

range-forecast

Peramalan dengan rentang waktu peramalan yang medium dapat digunakan untuk meramalkan keadaan dari 3 bulan sampai 3 tahun sehingga cocok untuk digunakan untuk merencanakan penjualan (sales

planning), merencanakan produksi beserta anggarannya (production planning and budgeting), merencanakan anggaran tunai (cash budgeting),

(5)

dan menganalisis rencana-rencana operasi (analyzing various operating

plans).

3. Rentang waktu peramalan panjang / long-range forecast

Peramalan dengan rentang waktu panjang dapat digunakan untuk meramalkan keadaan waktu dari 3 tahun ke atas dan digunakan dalam merencanakan peluncuran produk baru, penggunaan investasi, pembukaan cabang perusahaan dan research and development.

Ada tiga perbedaan mendasar antara peramalan rentang waktu pendek dengan peramalan rentang waktu medium atau panjang, yaitu:

a. Peramalan rentang waktu medium dan panjang lebih banyak menggunakan informasi comprehensive dan membantu manejemen untuk menentukan kebijakan yang memerlukan penimbangan bertahun-tahun. b. Peramalan rentang waktu pendek memiliki lebih banyak metode

penggunaan daripada peramalan rentang panjang.

c. Peramalan rentang waktu pendek seringkali lebih akurat daripada peramalan rentang waktu medium atau panjang.

3.1.4 Jenis – jenis pola data

Pemilihan model peramalan yang akan digunakan akan tergantung pada pola data dan horison waktu dari peramalan. Menurut Makridakis (1999,p21), pola – pola data deret waktu yang umum terjadi yaitu :

1. Pola Horisontal ( H )

Terjadi bila nilai data berfluktuasi di sekitar nilai rata – rata yang konstan (Deret seperti itu “ Stasioner “ terhadap nilai rata–ratanya). Suatu produk yang tingkat penjualannya tidak meningkat atau menurun selama waktu tertentu termasuk jenis ini. Demikian pula, suatu keadaan pengendalian mutu yang menyangkut pengambilan contoh dari suatu proses produksi

(6)

berkelanjutan yang secara teoritis tidak mengalami perubahan juga termasuk jenis ini.

Waktu

Gambar 3.1 Gambar Pola Data Horisontal

2. Pola Musiman ( S )

Terjadi bila suatu deret dipengaruhi oleh faktor musiman ( misalnya kuartal tahun tertentu, bulanan, atau hari – hari pada minggu tertentu ). Penjualan dari produk seperti minuman ringan, es krim, dan bahan bakar pemanas ruangan, semuanya menunjukkan jenis pola data ini.

Waktu

Gambar 3.2 Gambar Pola Data Musiman 3. Pola Siklis / Cyclical ( C )

Terjadi bila data dipengaruhi oleh fluktuasi ekonomi jangka panjang seperti yang berhubungan dengan siklus bisnis. Penjualan produk seperti mobil, baja, dan peralatan utama lainnya menunjukkan jenis pola ini.

(7)

Waktu

Gambar 3.3 Gambar Pola Data Siklis

4. Pola Trend ( T )

Terjadi bila terdapat kenaikan atau penurunan sekuler jangka panjang dalam data. Penjualan banyak perusahaan, produk bruto nasional ( GNP ) dan berbagai indikaor bisnis atau ekonomi lainnya mengikuti suatu pola trend selama perubahannya sepanjang waktu.

Waktu

Gambar 3.4 Gambar Pola Data Trend

3.1.5 Tipe-tipe Peramalan

Terdapat 3 tipe peramalan (Heizer,1991,p140), yaitu: 1. Tipe Peramalan Ekonomis

Peramalan ekonomis meramalkan keadaan masa depan dari sebuah bisnis atau keadaan politik sehingga sering digunakan oleh pemerintah dan

(8)

membantu perusahaan untuk mempersiapkan peramalan dengan rentang waktu medium dan panjang.

2. Tipe Peramalan Teknologis

Peramalan teknologis berhubungan dengan tingkat kemajuan teknologi sehingga penting bagi industri-industri teknologi seperti badan tenaga nuklir, badan antariksa, atau perusahaan minyak.

3. Tipe Peramalan Permintaan

Peramalan permintaan merupakan proyeksi data penjualan suatu perusahaan sehingga mempengaruhi perencanaan, antara lain perencanaan tenaga kerja, penjualan, atau keuangan perusahaan tersebut.

3.1.6 Metode-Metode Peramalan

Metode peramalan secara umum dibagi dua, yaitu metode kualitatif dan metode kuantitatif.

3.1.6.1 Metode Kualitatif

Metode ini biasanya digunakan untuk meramalkan lingkungan dan teknologi, karena kondisi tersebut berbeda dengan kondisi perekonomian dan pemasaran. Teknik-teknik kualitatif adalah subjektif atau “judgmental” atau berdasarkan pada estimasi-estimasi dan pendapat-pendapat.

Berbagai sumber pendapat bagi peramalan kondisi bisnis adalah : • Para eksekutif

• Orang-orang penjualan • Para pelanggan

Sedangkan berbagai teknik peramalan kualitatif yang dapat digunakan, secara ringkas diuraikan sebagai berikut:

(9)

Metode ini merupakan teknik yang mempergunakan suatu prosedur yang sistematik untuk mendapatkan suatu konsensus pendapat-pendapat dari suatu kelompok ahli. Proses Delphi ini dilakukan dengan meminta kepada para anggota kelompok untuk memberikan serangkaian ramalan-ramalan melalui tanggapan mereka terhadap daftar pertanyaan. Kemudian, seorang moderator mengumpulkan dan memformulasikan daftar pertanyaan baru dan dibagikan lagi kepada kelompok. Jadi, ada suatu proses pembelajaran bagi kelompok karena mereka menerima informasi baru dan tidak ada pengaruh pada tekanan kelompok atau dominasi individual.

2. Riset pasar

Adalah alat peramalan yang berguna, terutama bila ada kekurangan data historik atau data tidak reliable. Teknik ini secara khusus digunakan untuk meramal permintaan jangka panjang dan penjualan produk baru. Kelemahan riset pasar mencakup kurangnya kekuatan prediktif, serta memakan waktu dan biaya.

3. Analogi historik

Peramalan dilakukan dengan menggunakan pengalaman-pengalaman historik dari suatu produk yang sejenis. Peramalan produk baru dapat dikaitkan dengan tahap-tahap dalam siklus kehidupan produk yang sejenis.

4. Konsensus panel

Gagasan yang didiskusikan oleh kelompok akan menghasilkan ramalan-ramalan yang lebih baik daripada dilakukan oleh seseorang. Diskusi dilakukan dalam pertemuan pertukaran gagasan secara terbuka.

5. Grass Roots

Peramalan ini dimulai dari bagian bawah organisasi dengan menyusun masukan – masukan dari tingkatan paling bawah berlanjut terus sampai ke tingkatan atas. Contohnya, Untuk meramalkan penjualan dapat dilakukan pengumpulan data dengan mengkombinasikan setiap input atau masukan

(10)

dari setiap bagian penjualan dari setiap area, lalu berlanjut terus sampai ke tingkat atas.

3.1.6.2 Metode Kuantitatif

Metode kuantitatif hanya dapat diterapkan jika tersedia informasi mengenai data masa lalu, informasi dapat dikuantifisir (diwujudkan dalam bentuk angka), dan asumsi beberapa aspek pola masa lalu akan berlanjut. Jenis peramalan kuantitatif dibagi dua, yaitu metode time series dan metode kausal.

3.1.6.2.1 Metode Time Series

Jenis peramalan ini merupakan estimasi masa depan yang dilakukan berdasarkan nilai masa lalu dari suatu variabel dan atau kesalahan masa lalu. Menurut Richard B Chase ( 2004, p468 ), model peramalan yang masuk kedalam metode peramalan time series antara lainnya adalah metode simple moving average, weighted moving average, exponential smoothing, metode regression analysis, Box-Jenkins techniques, metode Shiskin time series, dan metode trend projection.

3.1.6.2.1.1 Simple Moving Average

Salah satu cara untuk mengubah pengaruh data masa lalu terhadap nilai tengah sebagai ramalan adalah dengan menentukan sejak awal berapa jumlah nilai observasi masa lalu yang akan dimasukkan untuk menghitung nilai tengah. Untuk menggambarkan prosedur ini digunakan salah satu istilah rata-rata bergerak (moving average) karena setiap muncul nilai observasi baru, nilai rata-rata dapat dihitung dengan membuang nilai observasi yang paling tua dan memasukkan nilai observasi yang baru karena setiap muncul nilai observasi yang paling tua dan memasukkan nilai observasi terbaru. Rata-rata bergerak ini kemudian akan menjadi ramalan untuk periode mendatang.

(11)

Perhatikan bahwa jumlah titik data dalam setiap rata-rata tetap konstan dan observasi yang dimasukkan adalah yang paling akhir (Makridakis, 1999, p67).

Diberikan N titik data dan diputuskan untuk menggunakan T observasi pada setiap rata-rata ( yang disebut rata-rata bergerak berorde T atau MA(T) bila disingkat MAT sehingga keadaannya adalah sebagai berikut :

Waktu Rata-rata bergerak Ramalan

T T X X X X = 1 + 2 +...+ T T X X F T i i T / 1 1

= + = = T+1 T X X X = 2 +...+ T 1+ T X X F T i i T / 1 2 2

+ = + = = T+3 T X X X = 2 +...+ T 2+ T X X F T i i T / 2 2 1

+ = + = =

Dibandingkan dengan nilai tengah sederhana (dari semua masa lalu) rata-rata bergerak (single moving average) berorde T mempunyai karakteristik sebagai berikut :

• Hanya mengangkut T periode terakhir dari data yang diketahui • Jumlah data dalam setiap rata-rata tidak berubah dengan

bejalannya waktu.

Tetapi metode ini juga mempunyai kelemahan sebagai berikut :

• Metode ini memerlukan penyimpanan yang lebih banyak karena semua T observasi harus disimpan, tidak hanya nilai tengahnya. Metode ini tidak dapat menanggulangi dengan baik adanya trend atau musiman, walaupun metode ini lebih baik dibanding rata-rata total.

(12)

3.1.6.2.1.2 Weighted Moving Average

Metode ini mirip dengan model Simple Moving Average. Hanya saja pada model ini memperbolehkan menggunakan bobot untuk data historis yang ada. Bobot tersebut dapat ditentukan oleh pengguna tetapi dengan batas antara 0 sampai 1, dan semua bobot itu jika ditambahkan harus sama dengan 1. Rumus :

Ft = w1.At-1 + w2 At-2 +…+ wn At-n Dimana :

W1 = bobot untuk periode t-1 A = Data Aktual W2 = bobot untuk periode t-2 n = Total periode peramalan Wn = bobot untuk periode t-n

Dengan syarat

= n

i 1

w

i= 1

Untuk menentukan bobot, cara yang paling mudah adalah dengan menggunakan trial and error. Sebagai aturan dasar, data historis yang terbaru (terakhir) merupakan indikator yang paling penting untuk melakukan permalan. Karena itu data historis yang terakhir diberikan bobot yang lebih besar dari data historis yang sebelumnya.Jika data historis yang ada bersifat musiman maka bobot harus diberikan lebih besar kepada data yang mengalami musiman.

3.1.6.2.1.3 Exponential Smoothing

Menurut Makridakis (1999,p101), Metode Exponential smoothing terdiri dari:

a. Simple exponential smoothing

Metode pemulusan eksponensial tunggal (single exponential smoothing) menambahkan parameter α dalam modelnya untuk mengurangi faktor

(13)

kerandoman (Herjanto, 1999, p122). Sehingga pada simple exponential

smoothing hanya memerlukan 3 buah data untuk melakukan peramalan.

Data aktual, data peramalan, dan smoothing constant alpha ( α ). Konstanta pemulusan ini untuk menentukan tingkat pemulusan dan kecepatan reaksi terhadap perbedaan antara data peramalan dengan data aktual.

Nilai perkiraan dapat dicari dengan: Ft = Ft-1 +α(At-1 – Ft-1)

dimana :

Ft = nilai ramalan untuk periode waktu ke-t

Ft-1 = nilai ramalan untuk satu periode waktu yang lalu, t-1 At-1 = nilai aktual untuk satu periode waktu yang lalu, t-1 a = konstanta pemulusan (smoothing constant)

b. Double Exponential Smoothing satu parameter dari Brown

Dasar pemikiran dari pemulusan eksponensial dari Brown adalah serupa dengan rata – rata bergerak (moving average), karena kedua nilai pemulusan tunggal dan ganda ketinggalan dari data yang sebenarnya bilamana terdapat unsur trend, perbedaan antara nilai pemulusan tunggal dan ganda dapat ditambahkan kepada nilai pemulusan tunggal dan disesuaikan untuk trend.

Rumus : 1 ' * ) 1 ( * 't= Xt + − S tS α α 1 " * ) 1 ( * "t = St + − S tS α α t t t S S a =2* ' − "

(

t t

)

t S S b * ' " 1− − = αα m b a Ft+m = t + t*

(14)

Inisialisasi : X1 = S'1 = S"1 Dimana :

t

S' = data pemulusan pertama dari data permintaan t

t

S" = data pemulusan kedua dari data permintaan periode t

α = konstanta pemulusan yang bernilai antara 0 sampai 1 Xt = data aktual permintaan pada periode t

m = periode peramalan yang diinginkan Ft = data peramalan pada periode t

Konstanta pemulusan (α) merupakan nilai desimal antara 0 sampai 1. Konstanta ini mempengaruhi stabilitas dan pengaruh dari peramalan. Pengujian akan menunjukkan bahwa jka α sama dengan 0 maka peramalan lama tidak akan disesuaikan dengan berbagai cara tanpa memperhatikan permintaan aktual yang terjadi. Ini akan menghasilkan permintaan yang stabil tetapi tidak akan tanggap terhadap perubahan. Jika α sama dengan 1 maka peramalan terakhir akan sama dengan nilai permintaan aktual terakhir, sangat tanggap tetapi tidak stabil bila terjadi fluktuasi acak.

c. Double Exponential Smoothing dua parameter dari Holt

Menurut Makridakis (1999,p115), metode pemulusan dari Holt dalam prinsipnya serupa dengan metode pemulusan Brown, kecuali bahwa Holt tidak menggunakan rumus pemulusan berganda secara langsung. Sebagai gantinya, Holt memuluskan nilai trend dengan parameter yang berbeda dari parameter yang digunakan pada deret asli. Ramalan dari pemulusan eksponensial linear Holt didapat dengan menggunakan dua konstanta pemulusan ( dengan nilai antara 0 dan 1 ) dan tiga persamaan :

(15)

1 1) (1 ) ( * − + − = t t t t S S b b γ γ Ft+m = St +bt*m Inisialisasi : X1 = S1 b1 = X2 - X1 dimana:

St = data pemulusan pada periode t bt = data pemulusan trend pada periode t

α = konstanta pemulusan yang bernilai antara 0 sampai 1 β = konstanta pemulusan trend yang bernilai antara 0 sampai 1 Xt = data aktual permintaan pada periode t

m = periode peramalan yang diinginkan m

t

F+ = peramalan pada periode t + m

b1 = taksiran kemiringan “bola-mata” (eyeball) setelah data tersebut diplot

d. Triple Exponential Smoothing : Metode Kuadratik dari Brown

Sebagaimana halnya dengan pemulusan eksponensial linear yang dapat digunakan untuk meramalkan data dengan suatu pola trend dasar, bentuk pemulusan yang lebih tinggi dapat digunakan bila dasar pola datanya adalah kuadratik, kubik, atau orde yang lebih tinggi. Untuk mendapatkan pemulusan kuadratik yang lebih akurat maka dilakukan cara memasukkan tingkat pemulusan tambahan berupa pemulusan triple atau pemulusan dilakukan tiga kali dan memberlakukan persamaan peramalan kuadratik. Persamaan untuk pemulusan triple atau tiga kali ini adalah :

(16)

''' '' ' ''' 1 ''' ''' '' 1 ' '' 1 ' 3 3 ) 1 ( ) 1 ( ) 1 ( t t t t t t t t t t t t t S S S a S S S S S S S X S + − = − + = − + = − + = − − − α α α α α α 2 ''' '' ' 2 2 ''' '' ' 2 2 1 ) 2 ( ) 1 ( ] ) 3 4 ( ) 8 10 ( ) 5 6 [( ) 1 ( 2 m c m b a F S S S c S S S b t t t m t t t t t t t t t + + = + − − = − + − − − − = + α α α α α α α

Dimana : St' = Pemulusan pertama ke-t ''

t

S = Pemulusan kedua ke-t

''' t

S = Pemulusan ketiga ke-t bt = Nilai trend ke-t α = Faktor pemulusan

m t

F+ = Nilai peramalan ke-t

Proses inisialisasi untuk proses pemulusan eksponensial kuadratik dari Brown yaitu : 1 ''' 1 '' 1 ' 1 S S X S = = =

e. Triple Exponential Smoothing : Metode Kecenderungan dan Musiman Tiga Parameter dari Winter

Jika data stasioner, maka periode rata-rata bergerak atau pemulusan eksponensial tunggal adalah tepat. Jika datanya menunjukkan suatu trend linear, maka baik model linear dari Brown atau Holt adalah tepat. Tetapi jika datanya musiman, metode ini sendiri tidak dapat mengatasi masalah tersebut dengan baik. Walaupun demikian metode Winter dapat

(17)

mengangani faktor musiman secara langsung (Makridakis,1999,p96). Metode Winter didasarkan atas tiga persamaan pemulusan, yaitu satu untuk unsur stasioner, satu untuk trend, dan satu untuk musiman.

Adapun persamaan Winter adalah sebagai berikut : • Inisialisasi awal :

(

) (

)

(

)

    − ++ + − = = = = + + + = + +

L X X L X X L X X L b L X X X X I S X L L L L L L t L t L L .... 1 , 2 2 1 1 1 1 1 1 • Pemulusan keseluruhan :

(

1

)(

−1 −1

)

− + − + = t t L t t t S b I X S α α • Pemulusan trend :

(

1

) (

+ 1−

)

1 = t t t t S S b b γ γ • Pemulusan musiman :

(

)

t L t t t I S X I =β + 1−β • Peramalan :

(

t t

)

t L m m t S bm I F+ = + + Keterangan : L = panjang musiman B = komponen trend

I = faktor penyesuaian musiman m

t

(18)

3.1.6.2.1.4 Regression Analysis

Menurut Richard B Chase ( 2004, p 482 ), Regresi dapat diartikan sebagai hubungan fungsional antara 2 atau lebih variabel yang berkorelasi. Digunakan untuk memprediksi suatu variabel terhadap variabel lainnya. Hubungan yang terjadi biasanya berdasarkan data observasi.

Rumus : Y = a + bX Dimana : Y = Variabel Dependen a = intersep B = slope X = variabel independen 3.1.6.2.1.5 Box-Jenkins Techniques

Merupakan bentuk peramalan yang sangat kompleks, tetapi memberikan hasil peramalan yang paling akurat. Data yang digunakan untuk peramalan ini sebanyak 50 data atau lebih, pola datanya harus bersifat seimbang, atau ditransformasi menjadi seimbang.

3.1.6.2.1.6 Shiskin Time Series

Shiskin time series atau X-11, dikembangkan oleh Julius Shiskin dari

biro sensus. Merupakan suatu metode yang efektif untuk mendekomposisi deret waktu ke dalam musiman, trend, dan irregular. Peramalan ini memerlukan data lampau selama 3 tahun. Penggunaan peramalan ini sangat baik untuk mengetahui titik balik, misalnya dalam penjualan.

(19)

3.1.6.2.2 Metode Kausal

Peramalan ini memberikan suatu sumsi bahwa faktor yang diramalkan mewujudkan suatu hubungan sebab akibat dengan satu atau lebih independent variabel. Tujuannya adalah untuk menemukan bentuk hubungan tersebut dan menggunakannya untuk meramalkan nilai mendatang dari dependent variabel. Menurut Richard B Chase ( 2004, p468 ), metode peramalan kausal dibagi menjadi :

1. Regression Analysis 2. Econometric Models 3. Input / Output Model 4. Leading Indicator

3.1.7 Statistik Ketepatan Peramalan

Karena permintaan dipengaruhi oleh banyak faktor dimana nilai di masa mendatang tidak dapat diketahui secara pasti sehingga tidak masuk akal jika ingin mendapatkan peramalan yang tepat setiap waktu. Perhitungan rata-rata kesalahan yang dibuat oleh model peramalan setiap waktu menyediakan ukuran seberapa tepat peramalan. Menurut Richard B Chase (2004, p479), kesalahan dapat diklasifikasikan sebagai bias atau acak. Kesalahan acak terjadi karena kesalahan konsisten dilakukan oleh peramal.

Sumber kesalahan acak berasal dari banyak hal, termasuk diantaranya: menggunakan hubungan yang salah antar variabel, gagal menyertakan variabel yang diperlukan, menggunakan kurva kecenderungan yang salah dan sebagainya. Beberapa pengukuran kesalahan yang sering dipakai adalah MAD, MSE, dan MAPE.

Mean Absolute Deviation (MAD) digunakan karena sangat berguna untuk

menentukan tracking signal , MAD merupakan nilai rata-rata error didalam peramalan, dengan menggunakan nilai absolut. MAD sangat berguna karena

(20)

MAD seperti standar deviasi, pengukuran penyimpangan nilai hasil dari nilai yang diharapkan.

Menurut Chase (2004, p479), MAD dapat dihitung dengan menggunakan rumus : MAD = n n t

A

t

F

= − 1

Dimana t = periode peramalan

A = permintaan aktual pada periode tertentu

F = permintaan hasil peramalan untuk periode tertentu

N = jumlah periode

| | = Simbol untuk nilai absolute

Mean Squared Error ( MSE ) merupakan salah satu pengukuran kesalahan

yang dihitung dengan menjumlahkan kesalahan kuadrat dan membaginya dengan jumlah observasi. Menurut Makridakis (1999, p59) dirumuskan sebagai berikut : n F X MSE n t t t

= − = 1 2 ) (

Dimana Xt = data aktual pada periode t Ft = data peramalan pada periode t n = jumlah data

Mean Absolute Percentage Error ( MAPE ) adalah ukuran kesalahan yang

menghitung ukuran persentase penyimpangan antara data aktual dengan data peramalan.

(21)

= −       = n t t t t X F X n MAPE 1 * 100

Dimana Xt = data aktual pada periode t Ft = data peramalan pada periode t n = jumlah data

3.1.8 Pengontrolan Peramalan

Bentuk yang paling sederhana untuk mengontrol peramalan adalah statistical control chart. Bagan yang dapat digunakan untuk jumlah data yang tidak terlalu banyak adalah moving range chart (Kusuma,2001,p43).

Moving range chart didisain untuk membandingkan nilai sebenarnya dengan nilai yang diramalkan untuk permintaan yang sama. Sekali kita membuat peramlan dan moving range chart, kita gunakan mereka sebagai pemeriksaan kontinu untuk melihat apakah sistem stabil dan apakah data-data peramalan berbeda dalam batas-batas kontrol.

Untuk itu pertama-tama dicari nilai MR, yang dinyatakan sebagai berikut : MR = | (Xt’ – Xt) – ( Xt-1’ – Xt-1) |

Dimana :

Xt’ = data peramalan Xt = data aktual

Xt-1’ = data peramalan periode yang lalu Xt-1 = data aktual periode yang lalu

Batas-batas Kontrol dalam Moving Range Chart adalah: Batas Kontrol Atas / UCL = +2,66 MRaverage

Batas Kontrol Bawah / LCL = - 2,66 MRaverage

MRaverage adalah rata-rata dari MR, dimana

− =

1

N MR MRaverage

(22)

Variabel yang harus diplotkan pada moving range chart adalah: X = Xt’ – Xt

Harus ada paling sedikit 10 nilai MR dalam membuat batas kontrol. Jika semua da di dalam kontrol, dapatlah dikatakan kita mempunyai peramalan yang aman untuk diterapkan. Jika ada yang di luar kontrol, kita harus menyelidiki sebabnya dan mereka harus diuji. Kita dapat menggunakan control chart untuk mengetahui dimana perubahan terjadi dan dapat membuat persamaan peramalan data dari sistem.

Kriteria di luar kontrol untuk data-data yang diramalkan adalah: 1. Bila ada tiga data berturut-turut, dua atau lebih berada di daerah A. 2. Bila ada lima data berturut-turut, empat atau lebih berada di daerah B. 3. Bila ada delapan data berturut-turut berada pada salah satu sisi garis

tengah.

Daerah A = ±1,77 MRaverage Daerah B = ±0,89 MRaverage

Bila ditemukan kondisi di luar kontrol, maka tindakan yang berhubungan dengan peramalan harus diambil, sebab berarti peramalan kita kurang tepat. Hal ini mengidikasikan bahwa diperlukan peramalan yang baru. Tindakan yang harus diambil adalah dengan mengeluarkan data yang berada di luar kontrol (berarti data tersebut tidak berasal dari kelompok data dalam situasi yang berjalan normal, untuk itu dicari sebab-sebabnya mengapa data tersebut bisa berada di luar kontrol) dan menambah data baru yang ada untuk membuat kelompok data yang baru, setelah itu dibuat peramalan dengan kelompok data yang baru. Bila data-data telah berada di dalam kontrol, maka

(23)

dapat dihasilkan suatu peramalan yang baik dan dapat dipercaya untuk memberikan data di periode mendatang.

3.2 Persediaan

Menurut Herjanto (1999,p219) persediaan adalah bahan atau barang yang disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk proses produksi perakitan, untuk dijual kembali, untuk suku cadang dari suatu peralatan atau mesin.

Menurut Handoko (2000,p333) persediaan adalah suatu istilah umum yang menunjukkan segala sesuatu atau sumber daya-sumber daya organisasi yang disimpan dalam antisipasinya terhadap pemenuhan permintaaan. Pengedalian persediaan merupakan fungsi manajerial yang sangat penting karena banyak perusahaan melibatkan investasi terbesar pada persediaan. Sistem persediaan adalah serangkaian kebijaksanaan dan pengendalian yang memonitor tingkat persediaan dan menentukan tingkat persediaan yang harus dijaga, kapan persediaan harus diisi, dan berapa besar pesanaan yang harus dilakukan. Sistem ini bertujuan menetapkan dan menjamin tersediaannya sumber daya yang tepat, dalam kuantitas yang tepat pada waktu yang tepat. Jenis persediaan menurut Handoko (2000,p334) berdasarkan jenisnya persediaan dapat dibedakan atas :

1) Persediaan bahan mentah (raw materials) yaitu persediaan barang-barang berwujud seperti baja, kayu, dan komponen-komponen lainnya yang digunakan dalam proses produksi. Bahan mentah diperoleh dari sumber-sumber alam atau dibeli dari para supplier dan atau dibuat sendiri oleh perusahaan untuk digunakan dalam proses produksi selanjutnya.

2) Persediaan komponen-komponen rakitan (purchased

(24)

komponen-komponen yang diperoleh dari perusahaan lain, dimana secara langsung dapat dirakit menjadi suatu produk.

3) Persediaan bahan pembantu atau penolong (supplies) yaitu persedian barang yang diperlukan dalam proses produksi, tetapi tidak merupakan bagian atau komponen barang jadi.

4) Persediaan barang dalam proses (work in process) yaitu persediaan barang-barang yang memerlukan keluaran dari tiap-tiap bagian dalam proses produksi atau yang telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi masih diproses lebih lanjut menjadi barang jadi.

5) Persediaan barang jadi (finished goods) yaitu persediaan barang yang telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap untuk dijual atau dikirim kepada langgan.

3.2.1 Fungsi Persediaan

Persediaan merupakan hal yang sangat penting dalam menunjang pelaksanaan operasi maupun pemasaran karena fungsi – fungsi dari persediaan antara lain adalah:

1. Working stock (Lot Size Stock) merupakan persediaan yang dibutuhkan dan diadakan dalam mendukung kebutuhan terhadap barang sehingga pemesana dapat dilakukan dalam bentuk lot size dibandingkan dengan ukuran dasar yang dibutuhkan. Lot Size mempunyai manfaat untuk mengurangi atau meminimaliasikan biaya pemesanan dan simpan, mendapatkan diskon pemesanan kuantitas, dan biaya pengiriman.

2. Stok pengaman (Fluctuation Stock) merupakan persediaan yang diadakan dalam mengantisipasi ketidakpastian penyediaan dan permintaan. Stok pengaman pada umumnya dipakai selama waktu kedatangan barang yang telah dipesan sehingga tidak terjadi kekurangan atau kekurangan barang.

(25)

3. Anticipation stock (Stabilization stock) merupakan persediaan yang diadakan sehubungan dengan permintaan yang bersifat musiman, tidak menentu (program promosi, musim liburan) atau kurangnya kapasitas produksi.

4. Pipeline stock (work in proses) merupakan persediaan yang ada dalam perjalanan yang membutuhkan waktu dari penerimaan barang pada saat masuk, pengiriman bahan dalam proses produksi, pengiriman barang sampai ke outputnya. Secara ekternal, pipeline stock dapat digambarkan persediaan dalam perjalanan di truk, kapal. Sedangkan secara internal, merupakan proses, menunggu diproses dan dipindahkan.

5. Decoupling stock, merupakan persediaan yang memungkinkan perusahaan dapat memenuhi permintaan pelanggan tanpa tergantung pada supplier.

Physic stock, merupakan persediaan barang yang diadakan dalam bentuk

pajangan untuk mendorong pembelian dan stock ini bersifat sebagai seorang sales yang berdiam diri.

Merurut Bowersox (1996,p247), persediaan memiliki fungsi, yaitu :

1. untuk menunjang pemenuhan permintaan yang direncanakan atau yang diharapkan.

2. untuk menunjang kelancaran proses produksi dan pemasaran.

3. untuk mengurangi resiko kekurangan bahan atau barang bila pesanan terlambat datang atau permintaan meningkat.

4. untuk mengurangi jumlah permintaan atau biaya pemesanan.

3.2.2 Biaya-Biaya Persediaan

Unsur-unsur biaya yang terdapat dalam persediaan dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu:

(26)

Biaya pemesanan adalah biaya-biaya yang dikeluarkan berkenaan dengan pemesanan barang-barang atau bahan-bahan dari pemasok, sejak pemesanan sampai barang / bahan tersebut dikirimkan dan diserahkan serta diperiksa di gudang atau di daerah pengolahan.

b. Biaya yang terjadi dari adanya persediaan (inventory carrying cost) Biaya yang terjadi dari adanya persediaan merupakan biaya-biaya yang diperlukan berkenaan dengan pengadaan persediaan, yang meliputi seluruh pengeluaran sebagai akibat adanya sejumlah persediaan.

c. Biaya kekurangan persediaan (out of stock cost)

Biaya kekurangan persediaan adalah biaya-biaya yang timbul sebagai akibat terjadinya persediaan yang tidak mencukupi kebutuhan produksi, misalnya biaya-biaya tambahan yang diperlukan karena konsumen memesan barang, sedangkan barang atau bahan yang dibutuhkan tidak tersedia.

d. Biaya-biaya yang berhubungan dengan kapasitas (capacity associated costs)

Biaya-biaya ini meliputi biaya kerja lembur, biaya pelatihan, biaya pemberhentian kerja dan biaya pengangguran (idle time).

3.2.3 Permintaan Independent dan Permintaan Dependent

Menurut Richard B Chase, (2004, p546), Dalam persediaan manajemen sangat penting untuk memahami perbedaan antara permintaan dependen dan permintaan independen. Alasannya adalah keseluruhan sistem persediaan berdasarkan pada permintaan yang terdiri dari item akhir atau berhubungan dengan item tersebut.

Secara singkat perbedaan antara permintaan dependen dan independen adalah permintaan independen merupakan permintaan bermacam-macam item yang tidak saling berkaitan dengan lainnya, contoh : sebuah workstation

(27)

mampu memproduksi berbagai part yang tidak berhubungan tetapi berhubungan dengan permintaan eksternal. Pada permintaan dependen, kebutuhan atas sebuah part secara langsung merupakan kebutuhan bagi item atau part lainnya. Secara konsep permintaan dependen berhubungan langsung dengan yang sifatnya perhitungan. Kebutuhan kuantitas item permintaan dependen dapat dihitung dengan mudah, berdasarkan jumlah yang diperlukan tiap item yang mempunyai level yang lebih tinggi dalam penggunaannya.

3.2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persediaan

Persediaan terjadi karena penyediaan dan permintaan sulit diselaraskan dengan tepat dan diperlukan waktu untuk melakukan kegiatan tersebut. Hal-hal berikut ini merupakan faktor-faktor yang mendukung fungsi persediaan (Tersine Richard J, 1994, p6), antara lain :

1. Faktor waktu, yang berhubungan dengan lamanya proses produksi dan distribusi yang terjadi sebelum barang sampai ke konsumen.

2. Faktor diskontinuitas, maksudnya untuk menjaga barang tersedia terus menerus sehingga diperlukan penyediaan sehingga tidak terjadi diskontinuitas.

3. Faktor ketidakpastian, maksudnya hal-hal yang tidak diduga yang terjadi di dalam saat mesin breakdown, bencana, dan sebagainya, sehingga dibutuhkan persediaan guna mengantisipasi kemungkinan kejadian tersebut.

4. Faktor ekonomi, yang memberikan keuntungan perusahaan dalam mengurangi biaya yang terdiri dari pemesanan barang, pembelian dengan discount, pengiriman, man power, dan sebagainya.

(28)

3.2.5 Kebijakan persediaan

Menurut Daniel Sipper (1997, p210), Persediaan terjadi karena adanya permintaan yang merupakan variabel yang tidak dapat dikendalikan. Ada 3 (dua) Keputusan persediaan yang harus dilakukan dalam fungsi persediaan yakni :

1. Berapa banyak bahan yang dipesan ketika waktunya bahan dibutuhkan pemesanan (Quantity decision).

2. Kapan pemesanan bahan tersebut dilakukan ? ( Timing decision ) 3. Bahan apa yang akan dipesan.

3.2.6 Aturan Peterson-Silver

Metode ukuran pemesanan dinamis digunakan untuk permintaan yang berubah-ubah. Peterson dan Silver (1979) mengemukakan sebuah alat ukur yang berguna untuk mengukur perubahan permintaan yang disebut koefisien perubahan (V). riode taanTiapPe RataPer iRata KuadratDar pPeriode iDemandTia VariansDar V min − =

Peterson dan Silver menunjukkan bahwa V dapat dievaluasi dengan:

1 2 1 1 2 −       =

= = n t t n t t D D n V

….. (Sipper dan Bulfin, 1998,p256)

Dimana Dt adalah perbedaan peramalan permintaan tiap periode dan n adalah panjang horizontal. Peterson dan Silver menyarankan “lumpiness test” (uji perubahan) sebagai berikut:

(29)

Jika V<0,25 maka gunakan model EOQ dengan Daverage sebagai perkiraan permintaan

Jika V>0,25 maka gunakan metode ukuran pemesanan dinamis

3.2.7 Penyelenggaraan Sistem Persediaan

Hasil dari peramalan dipakai sebagai dasar untuk menentukan jumlah atau kuantitas pesanan barang dagang atau bahan baku. Langkah ini merupakan bagian yang penting dan beresiko, untuk itu kebijakan yang diambil harus benar-benar mempunyai dasar yang kuat.

3.2.7.1 Menentukan Kuantitas Pesanan

Hasil dari pengujian perubahan (lumpiness test) ialah parameter yang dapat dipakai dalam penentuan ukuran besar pemesanan yakni statis atau dinamis.

3.2.7.1.1 Model Persediaan Statis / Model Jumlah Pemesanan Ekkonomis (EOQ)

Ukuran pemesanan dihitung dengan suatu rumus dimana biaya yang minimal dapat dicapai apabila kebutuhan dalam bentuk yang sama untuk setiap periode.

Rumus teknik untuk teknik EOQ adalah sebagai berikut :

H PO

EOQ= 2

dimana :

EOQ = jumlah pemesanan yang ekonomis P = kebutuhan bahan baku dalam suatu periode O = biaya pesan bahan baku

(30)

3.2.7.1.2 Model Persediaan Dinamis (Dinamic Lot Sizing)

Model Persediaan Dinamis terdiri dari berbagai metode, antara lain: - Metode Lot For Lot

- Metode Silver Meal

- Metode Biaya Unit Terkecil - Metode Part Period Balancing - Algoritma Wagner-Within

3.2.7.1.2.1 Metode Lot For Lot

Menurut Sipper (1997,p249) metode ini merupakan kasus khusus pada aturan interval tetap. Aturan ini mengurangi persediaan yang berdampak pada biaya simpan, dan lebih banyak pemesanan dan tambahan biaya pesan. Aturan ini biasa digunakan untuk pembelian produk yang mahal.

3.2.7.1.2.2 Metode Silver Meal

Inti dari metode ini adalah pemesanan untuk periode yang akan datang (m) (Sipper,1997,p249). Metode ini bertujuan untuk mencapai biaya rata-rata tiap periode yang minimum untuk jangka waktu m. Biaya yang dianjurkan adalah biaya variabel seperti biaya pemesanan ditambah biaya penyimpanan. Permintaan yang akan datang untuk n periode berikutnya adalah:

(D1 + D2 + D3 + … + Dn)

Dimana K(m) adalah biaya variabel rata-rata tiap periode jika pemesanan mencakup m periode. Biaya penyimpanan diasumsikan terjadi pada akhir periode dan jumlah yang dibutuhkan untuk periode tersebut digunakan pada awal periode. Jika dilakukan pemesanan D1 untuk memenuhi permintaan pada periode I, didapatkan :

(31)

K(1) = A

Jika dilakukan pemesanan D1 + D2 dalam periode 1 dan 2, didapatkan :

K(2) = ½ ( A + h.D2 ) Secara umum, K(m) = m1 (A + h.D2 + 2.h.D3 + (m-1).h.Dm) Dimana, A = biaya pemesanan h = biaya penyimpanan

Lakukan perhitungan K(m), m = 1,2, … , m dan berhenti pada

K(m+1) > K(m)

Pemesanan pada periode I sebesar permintaan untuk m periode berikut

Qi = D1 + D2 + D3 + … + Dm

Proses diulang pada periode (m+1) dan dilanjutkan melalui perencanaan mendatang.

(32)

3.2.7.1.2.3 Metode Least Unit Cost

Prosedur ini mirip dengan heuristic Silver-Meal. Perbedaannya adalah keputusan didasarkan pada biaya variabel rata-rata tiap unit (Sipper,1997,p251).

K’(m) = biaya variabel rata-rata tiap unit jika permintaan mencakup m periode Secara umum, m m D D D D hD m hD hD A m K + + + + − + + + + = ... ) ) 1 ( ... 2 ( ) ( ' 3 2 1 3 2

Seperti Silver-Meal, aturan perhentian adalah

K’(m+1) > K(m)

dan Qi = D1 + D2 + D3 + … + Dm

Proses diulang dari periode m+1 dan seterusnya.

3.2.7.1.2.4 Metode Part Period Balancing

Metode ini mencoba untuk meminimasi jumlah biaya variabel untuk semua jumlah pesan. Biaya simpan didapatkan dari periode bagian (part period), yaitu satu unit produk untuk satu periode (Sipper,1997,p252).

PPm = periode bagian untuk m periode

PP1 = 0

PP2 = D2 PP3 = D2 + 2.D3

(33)

PPm = D2 + 2.D3 + … + (m-1).Dm

Untuk mencari m periode yang mencakup biaya pesan A, dicari

PPm h

A

h A

adalah faktor ekonomis periode bagian.

Jumlah pemesanan adalah Qi = D1 + D2 + D3 + … + Dm Proses diulang mulai dari periode m+1.

3.2.7.1.2.5 Algoritma Wagner-Within

Algoritma ini mempunyai tujuan yang sama dengan beberapa pendekatan heuristik. Yaitu untuk meminimumkan biaya variabel, pemesanan dan penyimpanan sepanjang perencanaan yang akan datang. Perbedaannya adalah algoritma Wagner-Within menghasilkan solusi biaya minimym yang optimal. Prosedur optimasi tersebut didasarkan pada pemrograman dinamis. Algoritma ini mengevaluasi setiap kemungkinan pemesanan untuk menangani permintaan tiap periode (Sipper,1997,p254). Kuantitas pemesanan optimal itu adalah

= = j i k k i D Q dimana j ≥ i

dan liQi+1 =0 untuk semua i = 0,1,2,…,n-1

Qi adalah banyak unit yang dipesan dalam periode I untuk menangani permintaan dalam periode j, dengan pemesanan berikut pada periode j+1.

(34)

Wagner-Within menggantikan EOQ untuk kasus permintaan yang berubah-ubah. Namun algoritma ini tidak praktis dan sulit untuk dimengerti sehingga tidak banyak diterapkan.

Kt,1 adalah biaya yang dipakai untuk menangani permintaan dalam periode t, t+1, … l.       − + =

+ = l t j j t A h j t D K 1 1 , ( ) t = 1,2,…,n l = t+1,t+2,…,n

Kemudian hitung biaya minimum dari periode pertama sampai periode l dengan asumsi tidak ada persediaan di akhir periode l. Persamaan untuk minimasi ini dapat dicari secara rekursif.

Dimana K*l = mint = 1,2,…,l {K*t-l+Kt,l},l = 1,2,…,N

K*0 didefinisikan sebagai nol, dan solusi biaya terkecil diberikan oleh K*N.

3.2.7.2 Menentukan Waktu Pemesanan Kembali – Model Titik Pemesanan Kembali (Reorder Point)

Titik pemesanan kembali dalam hubungannya dengan jumlah, merupakan titik yang memberikan indikasi untuk melakukan pemesanan kembali pada waktu jumlah persediaan yang ada menurun sampai jumlah titik tertentu. Ada empat hal yang harus diperhatikan dalam menentukan jumlah pemesanan kembali ini:

1. Tingkat permintaan 2. Panjang lead time

3. Batas-batas variasi permintaan dan lead time

(35)

3.2.7.2.1 Model ROP – Tingkat Permintaan dan Waktu Tenggang Konstan Bila tingkat permintaan dan waktu tenggang konstan, tidak ada resiko kehabisan bahan baku yang disebabkan oleh tingkat permintaan yang tinggi atau waktu tenggang terlalu lama. ROP dengan kondisi seperti ini dapat dituliskan sebagai berikut:

ROP = Permintaan * Waktu Tenggang

3.2.7.2.2 Model ROP – Tingkat Permintaan Bervariasi dan Waktu Tenggang Konstan

Model ROP ini mengasumsikan bahwa variasi tingkat permintaan selama lead time berdistribusi normal. Untuk menggunakan model ini diperlukan rata-rata tingkat permintaan dan standar deviasinya (Robert,1989,p86).

Informasi tersebut digunakan untuk memperkirakan permintaan dan standar deviasi permintaan selama waktu tenggang. ROP dengan kondisi seperti ini dapat dituliskan sebagai berikut:

ROP = Permintaan selama waktu tenggang + persediaan pengaman

ROP = D . LT + z LT.Sd

Dimana :

D = permintaan LT = waktu tenggang

z = konversi distribusi normal tingkat kepercayaan Sd = standar deviasi permintaan

(36)

Namun bila kenormalan data permintaan tidak terpenuhi, model tersebut tetap dapat memberikan perkiraan waktu pemesanan kembali meskipun distribusinya menyimpang dari normal.

3.2.7.2.3 Model ROP – Tingkat Permintaan Konstan dan Waktu Tenggang Bervariasi

Bila waktu tenggang berdistribusi normal, maka permintaan selama waktu tenggang juga akan terdistribusi normal. Secara umum, model ROP ini dapat dituliskan sebagai berikut:

ROP = DLT +zDSlt Dimana:

D = permintaan LT = waktu tenggang

Slt = standar deviasi waktu tenggang

3.2.7.2.4 Model ROP – Tingkat Permintaan dan Waktu Tenggang Bervariasi Bila tingkat permintaan dan waktu tenggang bervariasi, maka diperlukan persediaan pengaman yang lebih besar untuk menghindari terjadinya kehabisan bahan baku. Permintaan selama waktu tenggang merupakan hasil perkalian rata-rata permintaan dengan rata-rata waktu tenggang. Bila permintaan dan waktu tenggang berdistribusi normal, maka permintaan selama waktu tenggang akan terdistribusi normal juga. Variansinya merupakan jumlah variansi permintaan dan waktu tenggang, standar deviasinya merupakan akar dari jumlah tersebut. Secara umum ROP dengan kondisi tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:

(37)

3.2.7.3 Menentukan Tingkat Persediaan Pengaman

Untuk menjamin kelancaran kegiatan penjualan maupun untuk tidak banyak mengecewakan pelanggan dalam memenuhi permintaannya, maka resko kehabisan persediaan harus dihindari sampai batas-batas yang tidak merugikan perusahaan itu sendiri. Oleh sebab itu perlu disediakan sejumlah barang yang jumlahnya tetap setiap waktu, sebagai penjagaan untuk menghindari resiko kehabisan persediaan. Sejumlah barang tersebut disebut persediaan pengaman atau safety stock atau buffer stock.

Namun barang yang telah disediakan sebagai persediaan pengaman tidak dapat terlalu banyak, sebab bila hal tersebut terjadi, akan merugikan perusahaan. Tetapi persediaan pengaman tersebut juga tidak boleh terlalu sedikit, sebab dengan demikian resiko untuk kehabisan persediaan menjadi semakin besar. Jadi pihak manajemen perusahaan harus mempertimbangkan sampai sejauh mana resiko kehabisan persediaan akan dapat dihindari dengan mengingat biaya yang terkandung di dalamnya.

Terjadinya resiko kehabisan persediaan dapat terjadi yang disebabkan oleh (Kusuma,2001,p156) :

a. Peningkatan laju pemakaian barang

b. Waktu tenggang mundur karena sesuatu hal

c. Peningkatan laju pemakaian dan mundurnya waktu tenggang.

Untuk menghindari hal-hal tersebut, maka diperlukan persediaan pengaman yang jumlahnya tertentu. Penggambaran bagaimana persediaan pengaman dapat mengurangi resiko kehabisan dagang selama waktu tenggang.

Secara teoritis, jumlah barang yang disediakan untuk keperluan persediaan pengaman ini haruslah ditentukan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan bahwa biaya atau kerugian yang ditimbulkan akibat kehabisan persediaan.

(38)

Namun dalam kenyataannya, kriteria di atas sukar dilakukan karena sulitnya menentukan berapa biaya atau kerugian kehabisan persediaan tersebut.

Cara paling umum dalam menentukan besarnya persediaan pengaman adalah dengan menentukan sejumlah persentase yang menggambarkan berapa resiko yang dapat dialami oleh perusahaan atau yang dapat dipertanggungjawabkan karena akan adanya kemungkinan kehabisan persediaan tersebut.

Salah satu cara untuk menghitung persediaan pengaman yaitu dengan metode persentase pengaman. Metode ini menggunakan dasar perkalian rata-rata laju pemakaian dan rata-rata-rata-rata waktu tenggang dan sesudah itu diambil suatu faktor pengaman yang besarnya biasanya diambil suatu persentase antara 25% sampai 40%.

Misalnya: Rata-rata pemakaian = 10 unit per hari Rata-rata tenggang waktu = 9 hari

Faktor pengaman = 30%

Maka besar persediaan pengaman = 30% * (10 * 9) unit = 27 unit Dan besar titik pemesanan kembali = 10 * 9 + 30% * (10 * 9)

(39)

3.3 Sistem Informasi 3.3.1 Pengertian Sistem

Menurut McLeod yang diterjemahkan oleh Hendra Teguh (2001, p.11), pengertian sistem adalah sekelompok elemen yang terintegrasi dengan maksud yang sama untuk mencapai suatu tujuan.

Menurut O’Brien (2003), suatu sistem dapat didefinisikan paling sederhana sebagai sekelompok elemen - elemen yang saling berinteraksi atau saling berhubungan membentuk kesatuan yang utuh. Banyak contoh sistem dapat ditemukan dalam ilmu pengetahuan fisika dan biologi, dalam teknologi modern, dan dalam perkumpulan masyarakat. Bagaimanapun, konsep sistem umum berikut menyediakan suatu dasar konsep yang lebih sesuai untuk bidang sistim informasi: suatu sistem adalah suatu kelompok komponen - komponen yang saling berhubungan yang bekerja sama ke arah tujuan umum dengan menerima input (masukan) dan memproduksi output (keluaran) dalam

suatu proses perubahan bentuk yang terorganisir. Sistim yang demikian mempunyai tiga komponen atau fungsi dasar yang saling berinteraksi :

Input (masukan) melibatkan menangkap dan mengumpulkan

unsur-unsur yang masuk sistem itu untuk diproses. Sebagai contoh, bahan baku, energi, data, dan usaha manusia harus dijamin aman dan terorganisir untuk pemrosesan.

• Proses pengolahan melibatkan proses perubahan bentuk yang merubah input (masukan) menjadi output (keluaran). Contohnya

(40)

proses manufaktur, proses pernafasan manusia, atau perhitungan matematika.

Output (keluaran) melibatkan pemindahan unsur-unsur yang telah

diproduksi oleh suatu proses perubahan bentuk kepada hasil akhirnya. Sebagai contoh, produk yang telah selesai, pelayanan manusia, pengelolaan informasi harus diserahkan pada pengguna manusianya.

Konsep sistem menjadi lebih berguna dengan melibatkan dua tambahan komponen: feedback (umpan balik) dan kontrol. Suatu sistem

dengan komponen feedback (umpan balik) dan kontrol sering disebut sistem cybernetic, itu adalah, sistem yang memonitor diri sendiri, mengatur diri

sendiri.

feedback (umpan balik) adalah data mengenai tampilan suatu sistem.

Sebagai contoh, data mengenai tampilan penjualan adalah feedback

(umpan balik) terhadap manajer penjualan.

• Kontrol melibatkan memonitor dan evaluasi feedback (umpan balik)

untuk menentukan apakah sistemnya bergerak ke arah pencapaian dari tujuannya. Fungsi dari kontrol kemudian membuat penyesuaian yang diperlukan terhadap masukan sistem dan komponen pemrosesan untuk memastikan memproduksi keluaran yang sesuai / tepat. Sebagai contoh, manajer penjualan melatih kontrol ketika

(41)

penugasan kembali penjual pada area penjualan baru setelah evaluasi umpan balik terhadap kinerja penjualan mereka.

3.3.2 Pengertian Informasi

Menurut McLeod ( 2001 , p. 4 ), informasi adalah salah satu jenis utama sumber daya yang tersedia bagi manajer. Karakteristik informasi yang baik dan diperlukan manajemen menurut Jogiyanto ( 2003, p.71), harus berdasarkan kepadatan informasinya, luas informasinya, frekuensi informasinya, skedul informasinya, waktu informasinya, akses informasinya dan sumber informasinya.

Kualitas informasi harus diperhatikan supaya informasi dapat lebih berarti dan bermanfaat bagi penerimanya antara lain sebagai berikut :

o Akurat

Tidak ada kesalahan pada informasi tersebut, tidak menyesatkan, menerangkan tujuan dan maksud yang diinginkan secara jelas.

o Tepat waktu

Informasi yang telah usang tidak berarti lagi, karena itu tidak boleh terlambat diterima oleh penerima. Dasar atau landasan dalam pengambilan keputusan adalah informasi, sehingga jika informasi itu terlambat berarti akan menghambat pengambilan keputusan.

o Relevan

Memiliki manfaat bagi penggunanya, relevansi bagi setiap individu akan berbeda, hal ini bergantung pada bidang dan kepentingannya masing-masing.

Menurut O’Brien (2003), orang – orang sering tertukar dalam menggunakan istilah data dan informasi. Bagaimanapun, lebih baik untuk melihat data sebagai sumber daya bahan mentah yang diproses menjadi

(42)

produk informasi yang selesai. Kemudian dapat didefinisikan informasi sebagai data yang telah diubah menjadi konteks yang lebih berarti dan berguna terhadap end user tertentu. Demikianlah, data pada umumnya

diperlakukan untuk suatu proses nilai tambah dimana (1) bentuknya dikumpulkan, dimanipulasi, dan diorganisir; (2) isi nya dianalisa dan dievaluasi; dan (3) ditempatkan dalam suatu konteks yang sesuai untuk seorang pemakai manusia. Jadi harus melihat informasi sebagai data terproses yang ditempatkan dalam konteks yang memberikannya nilai untuk end user

tertentu.

3.3.3 Pengertian Sistem Informasi

Menurut O’Brien (2003), sistem informasi dapat diorganisir kombinasi manapun dari orang-orang, perangkat keras, perangkat lunak, jaringan komunikasi, dan sumber daya data yang mengumpulkan, mengubah bentuk, dan menghamburkan informasi dalam suatu organisasi.

3.4 Analisa dan Perancangan Sistem Informasi

3.4.1 Metodologi Analisa dan Perancangan Sistem Informasi

Pada bagian ini akan diuraikan tentang metodologi analisa dan perancangan sistem informasi yang digunakan yaitu metodologi yang berbasiskan objek dengan menggunakan notasi UML. Dalam website www.ilmukomputer.com (2003) dijelaskan bahwa Unified Modelling Language (UML) adalah sebuah "bahasa" yg telah menjadi standar dalam industri untuk visualisasi, merancang dan mendokumentasikan sistem piranti lunak.

(43)

UML menawarkan sebuah standar untuk merancang model sebuah sistem. Dengan menggunakan UML kita dapat membuat model untuk semua jenis aplikasi piranti lunak, dimana aplikasi tersebut dapat berjalan pada piranti keras, sistem operasi dan jaringan apapun, serta ditulis dalam bahasa pemrograman apapun. Tetapi karena UML juga menggunakan class dan operation dalam konsep dasarnya, maka ia lebih cocok untuk penulisan

piranti lunak dalam bahasa berorientasi objek seperti C++, Java, C# atau VB.NET. Walaupun demikian, UML tetap dapat digunakan untuk modeling aplikasi prosedural dalam VB atau C. Seperti bahasa-bahasa lainnya, UML mendefinisikan notasi dan syntax/semantik. Notasi UML merupakan

sekumpulan bentuk khusus untuk menggambarkan berbagai diagram piranti lunak. Setiap bentuk memiliki makna tertentu, dan UML syntax

mendefinisikan bagaimana bentuk-bentuk tersebut dapat dikombinasikan. Notasi UML terutama diturunkan dari 3 notasi yang telah ada sebelumnya: Grady Booch OOD (Object-Oriented Design), Jim Rumbaugh OMT (Object Modeling Technique), dan Ivar Jacobson OOSE (Object-Oriented Software Engineering).

Sejarah UML sendiri cukup panjang. Sampai era tahun 1990 seperti kita ketahui puluhan metodologi pemodelan berorientasi objek telah bermunculan di dunia. Diantaranya adalah: metodologi booch [1], metodologi coad [2], metodologi OOSE [3], metodologi OMT [4], metodologi shlaer-mellor [5], metodologi wirfs-brock [6], dsb. Masa itu terkenal dengan masa

(44)

perang metodologi (method war) dalam pendesainan berorientasi objek.

Masing-masing metodologi membawa notasi sendiri-sendiri, yang mengakibatkan timbul masalah baru apabila kita bekerjasama dengan group/perusahaan lain yang menggunakan metodologi yang berlainan.

Menurut Mathiassen et al (2000, p.13), metode object oriented dimulai

dari OOP (Object Oriented Programming) yang berkembang menjadi OOD (Object Oriented Design) dan akhirnya menjadi OOA (Object Oriented Analysis). Dan dijelaskan juga dalam Mathiassen et al (2000, p.4) bahwa

metode Object Oriented Analysis & Design menggunakan objek – objek dan class – class sebagai konsep kuncinya dan terdiri atas empat prinsip umum

untuk analisa dan desain: memodelkan system’s context, menekankan

pertimbangan aristektur, penggunaan kembali pola – pola yang menggambarkan gagasan desain yang tersusun dengan baik, dan menyatukan metode dari tiap perkembangan situasi.

Pada Mathiassen et al (2000, p.5), keuntungan dari object-orientation

adalah

Merupakan konsep umum yang dapat digunakan untuk memodel hampir semua fenomena dan dapat dinyatakan dalam bahasa umum

- Noun menjadi object atau class

- Verb menjadi behaviour

(45)

Memberikan informasi yang jelas tentang context dari sistem. Mengurangi biaya maintenance

- Memudahkan untuk mencari hal yang akan dirubah

- Membuat perubahan menjadi lokal, tidak berpengaruh pada modul yang lainnya.

Hermawan (2004, p.3-p.5) dalam bukunya menjelaskan bahwa teknologi obyek ini menganalogikan sistem aplikasi seperti kehidupan nyata yang didominasi oleh obyek. Orang adalah obyek, mobil adalah obyek, komputer adalah obyek. Obyek memilki atribut: orang memiliki nama, memiliki pekerjaan, memiliki rumah; mobil memiliki warna, memilki merek, memiliki sejumlah roda; komputer memiliki kecepatan, memiliki sistem operasi. Obyek dapat beraksi dan bereaksi: orang dapat berjalan, dapat berbicara, dapat berteman; mobil dapat berjalan, dapat mengerem; komputer dapat mengolah data, dapat menampilkan gambar. Keunggulan teknologi obyek dengan demikian adalah bahwa model yang akan dibuat akan sangat mendekati dunia nyata yang masalahnya akan dipecahkan oleh sistem yang dibangun. Ada 4 prinsip dasar dari pemrograman berorientasi obyek, yaitu abstraksi, enkapsulasi, modularitas, dan hirarki. Abstraksi memfokuskan perhatian pada karakteristik obyek yang paling penting dan paling dominan yang bisa digunakan untuk membedakan obyek tersebut dari obyek lainnya. Dengan abstraksi ini developer bisa menerapkan konsep KIS (Keep It Simple)

(46)

abstraksi adalah obyek Dosen yang diabstraksikan sebagai orang yang mengajar di perguruan tinggi, sementara Mahasiswa adalah orang yang terdaftar belajar di perguruan tinggi. Enkapsulasi menyembunyikan banyak hal yang terdapat dalam obyek yang tidak perlu diketahui oleh obyek lain. Dalam praktek pemrograman enkapsulasi diwujudkan dengan membuat suatu kelas interface yang akan dipanggil oleh obyek lain, sementara di dalam

obyek yang dipanggil terdapat kelas lain yang mengimplementasikan apa yang terdapat dalam kelas interface. Obyek lain hanya tahu dia perlu

memanggil kelas interface tanpa perlu tahu proses apa saja yang dilakukan di

dalam kelas implementasinya dan untuk menuntaskan proses tersebut perlu berhubungan dengan obyek mana saja. Dengan demikian bila terjadi perubahan pada proses implementasi maka obyek pemanggil tidak akan terpengaruhi secara langsung. Modularitas membagi sistem yang rumit menjadi bagian – bagian yang lebih kecil yang bisa mempermudah developer

memahami dan mengelola obyek tersebut. Contohnya dalah sistem akademis yang bisa dibagi menjadi kemahasiswaan, katalog mata kuliah, dan pembayaran kuliah. Hirarki berhubungan dengan abstraksi dan modularitas, yaitu pembagian berdasarkan urutan dan pengelompokan tertentu. Misalnya untuk menentukan obyek mana yang berada pada kelompok yang sama, obyek mana yang merupakan komponen dari obyek yang memiliki hirarki lebih tinggi. Semakin rendah hirarki obyek berarti semakin jauh abstraksi dilakukan terhadap suatu obyek. Prinsip hirarki ini terjabar kemudian dalam konsep

(47)

inheritance dan polymorphism. Ke 4 prinsip dasar ini merupakan hal yang

mendasari teknologi obyek dan perlu ditanamkan dalam cara berpikir

developer berorientasi obyek.

Lebih jauh lagi dijelaskan Hermawan (2004, p.5-p.7) bahwa analisis dan desain yang berorientasi obyek amat sangat perlu dilakukan dalam pengembangan sistem berorientasi obyek. Hanya dengan kemampuan menggunakan bahasa pemrograman berorientasi obyek yang andal anda akan dapat membangun suatu sistem berorientasi obyek, namun sistem aplikasi yang dibangun akan menjadi lebih baik lagi bila langkah awalnya didahului dengan proses analisis dan desain yang berorientasi obyek, terutama untuk membangun sistem yang robust dan mudah dipelihara. Proses analisis

bertujuan memahami masalah, yaitu dengan memahami apa yang sebenarnya ada di dalam dunia nyata . Sementara proses desain bertujuan memahami pemecahan masalah yang didapatkan dari proses analisis, yaitu dengan mengusulkan secara detail sistem komputer seperti apa yang perlu dibangun untuk mengatasi masalah. Proses analisis dan desain ini memang merupakan suatu proses yang saling berkelanjutan: proses analisis dulu dan kemudian baru proses desain. Tujuan keduanya adalah jelas untuk mendapatkan domain

masalah dan pemecahan logis atas masalah dari kacamata teknologi obyek. Dalam analisis berorientasi obyek diidentifikasikan dan dijelaskan obyek – obyek yang terlibat dalam domain masalah dan bagaimana interaksi terjadi

(48)

dunia nyata. Dalam desain berorientasi obyek didefinisikan obyek – obyek yang bakal diimplementasikan oleh bahasa pemrograman berorientasi obyek. Obyek dalam desain adalah obyek yang sudah dilihat dari perspektif perangkat lunak komputer. Pemrograman berorientasi obyek merupakan kelanjutan dari proses analisis dan desain berorientasi obyek. Dalam pemrograman berorientasi obyek ini komponen yang didesain dalam proses desain kemudian diimplementasikan dengan menggunakan bahasa pemrograman berorientasi obyek.

Syarat sebuah bahasa pemrograman bisa digolongkan sebagai berorientasi obyek adalah bila bahasa pemrograman tersebut memiliki fitur untuk mengimplementasikan ke 4 konsep berorientasi obyek, yaitu abstraksi,

encapsulation, polymorphism, dan inheritance

3.4.2 Aktivitas Dalam Object Oriented Analysis and Design

1. System Definition

Menurut Mathiassen et al (2000, p.24), system definition

adalah suatu uraian ringkas suatu sistem yang terkomputerisasi yang dinyatakan dalam bahasa alami / bahasa umum. Dapat dinyatakan dalam bentuk text atau rich picture.

(49)

Gambar 3.5 Aktivitas dalam OOAD

Gambar 3.6 System Context

2. Problem Domain Analysis

Dalam Mathiassen et al (2000, p.49) diuraikan bahwa untuk

memilih elemen – elemen dalam model problem domain analysis,

prinsip dan konsep yang harus diterapkan adalah: Prinsip: Klasifikasikan object didalam problem domain

Object: suatu entitas yang mempunyai indentitas, state dan behaviour Class: adalah deskripsi dari kumpulan object yang mempunyai

struktur, behaviour pattern dan attribute yang sama.

Prinsip : Object diberi karakter sesuai dengan eventnya

Event: Kejadian yang terjadi seketika yang melibatkan satu atau lebih

(50)

Pada Mathiassen et al (2000, p.56-59), kandidat untuk class adalah:

Kata Benda dalam deskripsi atau percakapan Daftar dari general / typical object

dan cara memberi nama pada class: simple, mudah dibaca, mulai dari problem domain, dan mengindikasikan single instance / singular.

Mathiassen et al juga menjelaskan kandidat untuk event adalah:

Kata kerja dalam deskripsi atau percakapan

Daftar event yang umum atau tipikal type dari event.

Cara memilih nama event yang: simple dan mudah dibaca, mulai dari problem domain, dan mengindikasikan single event

Kemudian Mathiassen et al (2000, p.61) menjelaskan kriteria evaluasi

untuk class adalah:

Dapatkah mengidentifikasikan object dari class ? Apakah class mempunyai informasi yang unik? Apakah class dapat menurunkan banyak object ?

Apakah class mempunyai jumlah event yang cocok dapat di manage ?

Sedangkan dalam Mathiassen et al (2000, p.63) menjelaskan kriteria

evaluasi untuk event adalah:

Apakah event itu instant ? Apakah event atomic?

(51)

Gambar 3.7 Problem Domain Analysis

Dalam Mathiassen et al (2000, p.69) diuraikan konsep, prinsip, dan

hasil dari structure adalah:

Konsep:

Class structure:

- Generalization: Sebuah ‘Super-Class’ (general class) yang

mendeskripsikan properties umum dari subclass-subclass (specialized classes).

- Cluster : Sebuah kumpulan dari class - class yang saling

berhubungan.

Object stucture:

- Aggregation : Sebuah object-superior (the whole) yang

terdiri dari beberapa inferior-object (the parts).

- Association : hubungan yang memiliki arti antara beberapa

object.

Prinsip:

Study-Abstract, hubungan yang static between classes

Study-Concrete, hubungan yang dynamic between objects

(52)

Hasil : Class diagram dengan class – class dan structure

Kemudian akan dibahas mengenai aktivitas behaviour dalam problem domain analysis, dalam Mathiassen et al (2000, p.89-p.111)

menjelaskan bahwa:

Tujuan dari behaviour activity adalah:

memodelkan keadaan problem domain yang dinamis dengan

memperluas class definitions yang ada di dalam class diagram

dengan menambahkan behavioral patterns dan attribut untuk

setiap class.

Konsepnya :

- Event trace : rangkaian atau urut – urutan event yang

meliputi suatu objek tertentu

- Behavioral Pattern : deskripsi dari event trace yang mungkin

untuk seluruh objek dalam sebuah class.

- Attribute : suatu deskripsi property dari suatu class atau

event.

Prinsip :

- Ciptakan behavioral patterns dari event traces

- Pelajari common events

- Tentukan class attributes dari behavioral patterns.

Notasi untuk behavioral patterns :

- Sequence : events in a set muncul satu persatu (+)

- Selection : tepat satu keluar dari sekumpulan event muncul (|)

(53)

Hasilnya adalah :

membuat behavioral patterns dengan attributnya untuk setiap class

yang ada di dalam class diagram.

3. Application Domain Analysis

Gambar 3.8 Application Domain Analysis

Gambar 3.9 Application Domain Activity

Berdasar Mathiassen et al (2000, p.115-p.118), application domain analysis berfokus kepada pertanyaan : “Bagaimana suatu

sistem akan digunakan?”. Tujuan dari pertanyaan tersebut adalah untuk mendefinisikan fungsi dan interface dari sistem.

Tujuan :

(54)

Konsep :

- Application domain : kumpulan yang mengadministrasikan,

memonitor, atau mengontrol problem domain

- Kebutuhan : suatu behaviour sistem secara eksternal tampak

Prinsip :

- menentukan application domain dengan usecase

- berkolaborasi dengan users

Hasil :

Sebuah daftar lengkap dari kebutuhan kegunaan sistem secara keseluruhan.

Tabel 3.1 Aktivitas dalam application domain analysis

Aktivitas Isi Konsep

Usage

Bagaimana sistem berinteraksi dengan manusia dan sistem dalam konteks

Use case dan aktor

Functions Apa kemampuan sistem

memproses informasi Function

Interfaces Apakah target kebutuhan

sistem interface

Interface, user interface, dan system interface

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ketahanan bakteri Staphylococcus sciuri terhadap senyawa antimikrobial yang terkandung dalam jahe, kunyit, kencur,

katagori sangat tinggi dan nilai reliabilitas kinerja guru (Y) sebesar r11 = 0,911 dengan butir pertanyaan sebanyak 43 dengan katagori sangat tinggi. Rangkuman hasil analisis

Media Plan adalah sebuah rencana rekomendasi dalam penyebaran materi iklan yang akan di tempatkan dalam posisi dan media yang tepat dalam memperkenalkan produk atau jasa yang

Oleh karena -ttabel&lt;thitung&lt; ttabel maka dapat disimpulkan bahwa terima Ho, artinya rata-rata nilai pretest kemampuan berpikir orisinil siswa pada materi larutan

Fasilitas kegiatan dan pertunjukan seni untuk lingkup Ibukota Jakarta dapat ditemukan di beberapa lokasi dengan kapasitas yang beragam, seperti Gedung Kesenian

daging ayam digantikan oleh kacang merah. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui cara pembuatan nugget tahu kacang merah yang paling disukai ditinjau dari

pemasungan pada klien gangguan jiwa di Desa Sungai Arpat Kecamatan Karang Intan Kabupaten Banjar berdasarkan karakteristik pekerjaan pada masyarakat yang tidak bekerja

Materi : Memahami dan memilih peralatan dan kelengkapan yang digunakan dalam gambar teknik otomotif.. Kelas : XI Teknik Kendaraan Ringan Waktu :