• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Temulawak ( Curcuma xanthorhiza Roxb.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA Temulawak ( Curcuma xanthorhiza Roxb."

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Temulawak (Curcuma xanthorhiza Roxb.)

Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) adalah tanaman asli Indonesia yang berkhasiat untuk menjaga kesehatan dari berbagai penyakit (Hembing 2010). Temulawak dikenal dengan nama Koneng Gede (Jawa Barat), temolabak (Jawa Tengah), tetemulawak (Sumatera) (Mangan 2008). Menurut Soesilo (1989), sistematika temulawak yaitu :

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta Super Divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Sub Kelas : Commelinidae Ordo : Zingiberales Famili : Zingiberaceae Genus : Curcuma

Spesies : Curcuma xanthorrhiza Roxb.

Tanaman temulawak termasuk tanaman tahunan yang tumbuh merumpun dengan batang semu dan tingginya dapat mencapai 2-2,5 meter (Mahendra 2005). Tiap rumpun tanaman ini terdiri atas beberapa anakan dan tiap anakan memiliki 2-9 helai daun. Daun tanaman temulawak bentuknya panjang dan agak lebar, berwarna hijau tua dengan garis-garis coklat (Mangan 2008). Panjang daun sekitar 50–55 cm dan lebar ±18 cm (Rukmana 1995). Bunga temulawak biasanya muncul dari batang semunya setelah tanaman cukup dewasa. Bunga berukuran pendek dan lebar, berwarna putih kekuningan bercampur merah (Gambar 1). Temulawak menghasilkan rimpang temulawak (umbi akar) yang bentuknya bulat seperti telur (silinder dengan pusatnya berwarna kuning tua dan kulitnya berwarna kuning muda) (Gambar 1). Jika rimpang dibelah akan beraroma khas dan jika dimakan akan terasa pahit (Mangan 2008). Bagian tanaman yang digunakan sebagai obat adalah umbi akar atau rimpangnya.

(2)

Gambar 1 Tanaman temulawak. Bunga (A). Rimpang (B) (Rukmana 1995) Rimpang temulawak mempunyai efek farmakologi yaitu hepatoprotektor, menurunkan kadar kolestrol, antiinflamasi, laxative, diuretik, meningkatkan produksi ASI, tonikum, dan menghilangkan nyeri sendi (Mahendra 2005). Rimpang temulawak mempunyai berbagai khasiat yaitu sebagai analgesik, antibakteri, antijamur, antidiabetik, antidiare, antiinflamasi, antihepatotoksik, antioksidan, antitumor, depresan, diuretik, hipolipidemik, dan insektisida (Purnomowati 2008). Komposisi kimia rimpang temulawak tersusun atas pati 29-30%, kurkumin 2-2,81% per berat kering (Kiswanto 2005), dan minyak atsiri 6-10% (Sidik et al. 1993). Komposisi kandungan kimia pada rimpang temulawak dan khasiat untuk kesehatan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Komposisi kandungan kimia temulawak dan manfaatnya No. Kandungan kimia Khasiat untuk kesehatan

1. Zat tepung meningkatkan kerja ginjal

2. Kurkumin Antiinflamasi

3. Minyak atsiri antiinflamasi, antihepatotoksik 4. Kurkuminoid antikeracunan empedu, antikolestrol 5. Fellandrean anemia, antioksidan, dan antikanker

6. Turmerol antimikroba, sakit limpa, dan asma

7. Kamfer meningkatkan produksi ASI dan nafsu makan

8. Glukosida obat jerawat, sakit pinggang

9. Foluymetik sakit kepala, cacar

10. Karbinol sariawan, asma, dan nyeri haid.

(Sumber : Istafid 2006)

(3)

Kurkuminoid pada rimpang temulawak merupakan turunan dari diferuloilmetan terdiri atas senyawa dimetoksi diferuloilmetan (kurkumin) dan monodesmetoksi diferuloilmetan (desmetoksikurkumin). Kurkumin berwarna kuning, rasa sedikit pahit, larut dalam aseton, alkohol, asam asetat glasial, dan alkali hidroksida.

Manfaat kurkumin antara lain sebagai obat jerawat, meningkatkan nafsu makan, antioksidan, pencegah kanker, dan antimikroba (Purnomowati 2008). Zat warna kurkumin dimanfaatkan sebagai pewarna untuk makanan manusia dan ternak. Hasil penelitian Liang et al. 1985 menyatakan bahwa kurkumin rimpang temulawak berkhasiat menetralkan racun, menghilangkan rasa nyeri sendi, menurunkan kadar kolesterol darah, mencegah pembentukan lemak dalam sel hati dan sebagai antioksidan. Jumlah kurkumin yang aman dikonsumsi oleh manusia adalah 100 mg/hari sedangkan untuk tikus 5 g/hari (Commandeur & Vermeulen 1996).

Berdasarkan penelitiaan Zhu et al. (2004), kurkumin dapat melindungi sel saraf dari kerusakan oksidatif setelah sel diiinduksi tert-butyl hydroperoxide (t-BHP). T-BHP merupakan zat yang dapat menimbulkan kerusakan oksidatif pada sel saraf tikus. Perlakuan kultur sel saraf tikus dewasa menggunakan kurkumin dapat melindungi sel saraf dari kerusakan dan kematian sel sehingga kurkumin dapat digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit neurodegenerasi (Kim et al. 2008).

Minyak atsiri merupakan senyawa yang dapat meningkatkan produksi getah empedu dan sebagai antiinflamasi. Kandungan kimia minyak atsiri antara lain feladren, kamfer, tumerol, tolil-metilkarbinol, arkurkumen, zingiberen, kuzerenon, germakron, β-tumeron serta xanthorrhizol yang dihasilkan hingga 40% (Rahardjo & Rostiana 2004). Menurut Ozaki (1990), efek antiinflamasi pada temulawak disebabkan oleh adanya germakron. Senyawa fenol yang terdapat pada temulawak bisa berfungsi sebagai antioksidan karena kemampuannya mennghilangkan radikal-radikal bebas dan radikal peroksida sehingga efektif dalam menghambat oksidasi lipida (Kinsella et al. 1993).

Xanthorrhizol merupakan senyawa yang terkandung dalam minyak atsiri. Xanthorrhizol merupakan antibakteri potensial yang memiliki spektrum luas

(4)

terhadap aktivitas antibakteri, stabil terhadap panas, dan aman terhadap kulit manusia. Xanthorrhizol secara efisien dapat menghambat infeksi pada gigi dan penyakit kulit, dapat dimanfaatkan pada berbagai produk misalnya digunakan sebagai agen antibakteri, pasta gigi, sabun, pembersih mulut, permen karet, dan kosmetik yang memerlukan aktivitas antibakteri (Hwang 2004). Xanthorrhizol memberikan efek antiproliferasi pada sel kanker payudara (Cheah et al. 2006). xanthorrhizol bersifat toksik terhadap sel normal ginjal sapi (Norzilla et al. 2005).

Otak Besar (Cerebrum)

Otak hewan dewasa secara garis besar dibagi menjadi tiga bagian yaitu cerebrum, cerebelum, dan batang otak (Frandson 1992). Cerebrum merupakan bagian terbesar dari otak mamalia. Cerebrum bertugas menerima dan menginterpretasikan informasi sensoris, menginisiasi rangsangan pada otot rangka, dan mengintegrasikan aktivitas sel saraf yang secara normal berhubungan dengan komunikasi, ekspresi respon emosional, belajar, memori, daya ingat, dan kebiasaan lainnya yang dilakukan secara sadar (Colville & Bassert 2002).

Cerebrum tersusun atas substansia abu-abu sebagai lapisan terluar dari otak dan substansia putih yang berada di bawah cortek cerebri (Colville & Bassert 2002). Permukaan otak besar menjadi sangat luas karena banyaknya lipatan-lipatan yang disebut gyri dan dipisahkan oleh lekukan (sulcus) dan lekukan dalam (fisura) (Frandson 1992). Cerebrum terdiri atas dua bagian yang disebut hemisphere yang simetris. Tiap hemisphere dibagi menjadi empat lobus yaitu lobus frontal (pusat fungsi intelektual), lobus parietal (pusat kesadaran sensorik), lobus oksipital (pusat penglihatan), dan lobus temporal (pusat pendengaran) (Kuntarti 2007). Hippocampus merupakan bagian otak besar yang terletak di lobus temporal yang berhubungan dengan fungsi memori. Jika suatu bagian dari cerebrum mengalami kerusakan dan tidak berfungsi karena kekurangan oksigen, keracunan, stroke, hewan akan mengalami kegagalan untuk menyimpan atau mengingat informasi (Colville & Bassert 2002). Berdasarkan fungsi otak besar yang berperan dalam memori, maka penelitian ini menggunakan otak besar untuk melihat efek ekstrak rimpang temulawak terhadap sel-sel otak besar yang berpengaruh terhadap fungsi memori.

(5)

Sel Saraf

Sistem saraf merupakan salah satu sistem organ yang ada di tubuh kita. Setiap jaringan saraf terdiri atas sel saraf dan sel glia (sel penunjang) (Frandson 1992). Sel saraf adalah unit anatomis dan fungsional sistem saraf. Menurut Kuntarti (2007), sel saraf terdiri atas tiga bagian yaitu badan sel, dendrit, dan akson (Gambar 2). Badan sel terdiri atas suatu massa sitoplasma yang berukuran relatif besar, sebuah nukleus, dengan satu atau lebih nukleoli. Sitoplasma sering disebut neuroplasma. Diantara bagian-bagian neuroplasma terdapat organel-organel penting meliputi mitokondria, fibril, badan golgi, dan sentrosom (Frandson 1992). Dendrit adalah tonjolan yang menghantarkan informasi menuju badan sel. Tonjolan tunggal dan panjang yang menghantarkan informasi keluar dari badan sel disebut akson (Feriyawati 2006).

Gambar 2 Struktur sel saraf (Anonim 2000a)

Sel saraf dapat diklasifikasikan berdasarkan struktur dan fungsinya. Sel saraf berdasarkan strukturnya dibagi menjadi tiga tipe, yaitu sel saraf multipolar, sel saraf bipolar, sel saraf unipolar (Gambar 3). Sel saraf unipolar hanya mempunyai satu serabut yang dibagi menjadi satu cabang sentral yang berfungsi sebagai akson dan satu cabang perifer yang berfungsi sebagai dendrit. Jenis sel saraf ini merupakan sel saraf sensorik saraf perifer seperti sel-sel ganglion cerebrospinalis. Sel saraf bipolar mempunyai dua serabut yaitu satu akson dan satu dendrit. Jenis sel saraf ini dijumpai dalam epitel olfaktiorus, retina, dan telinga. Sel saraf multipolar mempunyai beberapa dendrit dan satu akson. Jenis

(6)

neuron ini paling sering dijumpai pada sel-sel motoris pada medulla spinalis dan sel ganglion otonom (Chung 1993).

Sel glia merupakan sel penunjang yang berfungsi melindungi, merawat, dan sumber nutrisi sel saraf. Sel glia terdiri atas astrosit, oligodendrosit, mikroglia, dan sel ependimal (Gambar 3). Astrosit merupakan sel glia terbesar, badan sel berbentuk bintang dengan banyak tonjolan. Fungsi astrosit adalah mempertahankan sirkulasi darah di otak, mengatur kadar ion dan nutrien, memperbaiki dan mencegah jaringan saraf dari kerusakan (Kuntarti 2007). Oligodendrosit merupakan sel glia yang melapisi akson dengan menghasilkan myelin. Mikroglia melindungi susunan saraf pusat dengan menghilangkan debris yang berasal dari sel-sel otak yang mati, bakteri, dan lain-lain dengan mekanisme fagositosis. Sel ependim merupakan sel yang melapisi rongga atau ruang yang terdapat pada otak yang disebut ventrikel dan kanalis sentralis pada medulla spinalis. Ependimal berperan dalam produksi cairan cerebrospinal (Feriyawati 2006).

Menurut Junqueira & Carneiro (2005) seluruh otak memiliki jumlah sel glia 10 kali lebih banyak dibandingkan sel saraf pada keadaan in vivo. Pada kondisi in

vitro, astrosit menunjang fungsi sel saraf dengan perbandingan 1:4 (Woehrling et al. 2010). Pada tikus dan mencit, perbandingan jumlah astrosit dengan sel saraf di

korteks serebri pada keadaan in vitro yaitu 1:3 (Nedergaard et al. 2003).

Gambar 3 Berbagai tipe sel saraf dan sel glia (Anonim 2000b)

(7)

Teknik kultur jaringan pertama kali dilakukan oleh Ross Harirson (1907) (Malole 1990). Kultur in vivo merupakan pencangkokan bagian jaringan atau organ ke dalam tubuh dari host dewasa atau embrio, atau ke dalam jaringan aksesori embrio (Thomas 1970). Kebalikan dengan in vivo, in vitro berasal dari bahasa latin yang berarti ”di dalam kaca”. In vitro merupakan semua proses yang berjalan di luar tubuh dimana sebagai pengganti habitat aslinya diperankan oleh unsur yaitu medium sebagai tempat tumbuh, dan keadaan lainnya seperti suhu, substrat, dan udara. Kultur in vitro merupakan pengambilan bagian dari jaringan makhluk hidup yang kemudian ditanam pada suatu lingkungan yang menyerupai kondisi fisiologis untuk diamati pertumbuhan dari sel tersebut (Freshney 2005).

Menurut Paul (1970), metode kultur dibagi menjadi tiga kultur utama yaitu kultur organ, kultur jaringan, dan kultur sel. Diantara kultur organ dan jaringan terdapat sedikit perbedaan pada media dan perkembangannya. Kultur Organ merupakan kultur dari sebagian organ atau seluruh organ secara in vitro dengan sifat jaringan dan fungsi organ masih dapat dipertahankan seperti keadaaan in

vivo. Kultur organ tetap mempertahankan sifat-sifat jaringan yaitu adanya

interaksi antar sel dan perbedaan histologi dan biokimia antar sel dalam waktu yang lama sampai beberapa minggu (Malole 1990). Kultur jaringan merupakan pembiakan jaringan atau potongan organ berdiferensiasi menjadi jaringan tertentu. Sedangkan kultur sel merupakan kultur sel-sel yang berasal dari organ atau jaringan yang telah diuraikan secara mekanis dan atau secara enzimatis menjadi suspensi sel. Suspensi sel dibiakkan menjadi satu lapis jaringan (monolayer) diatas permukaan keras (tabung, botol, dan cawan) atau menjadi suspensi sel dalam media penumbuh (Malole 1990).

Kultur sel membutukan medium dan lingkungan yang sesuai dengan kondisi in vivo. Kondisi ini diciptakan dengan pengaturan temperatur, pH, oksigen, CO2, tekanan osmosis, permukaan untuk melekat sel, nutrien, proteksi

terhadap zat toksik, hormon, dan faktor pertumbuhan yang mengatur pertumbuhan dan diferensiasi sel (Malole 1990). Temperatur yang ideal untuk pertumbuhan sel adalah pada 37°C dengan pH optimum 7,4 (Paul 1970; Malole 1990). Selama kultur diusahakan pH tidak lebih rendah dari 7,0 karena akan memperlambat

(8)

pertumbuhan sel. Pengaturan pH dapat dilakukan dengan menambahkan NaHCO3

pada medium dan inkubasi pada CO2 5% (Malole 1990).

Substrat merupakan tempat melekat sel agar dapat tumbuh. Substrat yang digunakan umumnya plastik polystyrene yang sudah mengalami perlakuan khusus sehingga lembab dan bermuatan negatif. Gelatin, kolagen, laminin, atau

fibronectin merupakan bahan yang digunakan untuk melapisi substrat sehingga

daya lekat sel pada substrat lebih kuat (Freshney 2005). Pada kultur sel saraf, substrat dilapisi oleh gelatin atau kolagen untuk memberikan muatan positif (Malole 1990).

Medium pada kultur in vitro sangat dibutuhkan karena sel atau jaringan tidak dapat mensintesa nutrisi sendiri (Paul 1970). Medium dasar untuk kultur sel adalah larutan garam seimbang. Larutan ini berfungsi sebagai pengatur pH, tekanan osmosis dalam medium, dan sumber ion inorganik yang esensial (Malole 1990). Medium pertumbuhan yang sering digunakan untuk kultur sel mamalia adalah Dulbecco’s Modified Eagle Medium (DMEM). DMEM mengandung konsentrasi asam amino dua kali lipat lebih banyak dari Eagle’s Minimal

Essential Medium (MEM), empat kali vitamin, dan mengatur konsentrasi HCO3

dan CO2 (Freshney 2005).

Kebutuhan nutrisi untuk pemeliharaan sel tidak hanya terdapat pada medium. Penambahan serum pada medium dapat mendukung daya hidup dan pertumbuhan berbagi sel hewan mamalia dalam kultur. Serum yang digunakan dapat diperoleh dari berbagai hewan seperti sapi (Fetal Calf Serum (FCS),

Newborne Calf Serum (NBCS)), kuda, dan manusia. Jumlah serum yang

ditambahkan biasanya 5-20% (Malole 1990). Serum berfungsi sebagai penyedia faktor pertumbuhan, faktor hormonal, dan faktor pelekat dan penyebar sel (Malole 1990). Penggunaan antibiotik pada kultur sel dapat mencegah risiko kontaminasi bakteri (Jakoby & Pastan 1979).

Kultur Sel Saraf

Kultur sel merupakan teknik menumbuhkan dan mengembangbiakan tipe sel yang berbeda-beda. Sel yang langsung diperoleh dari organ lalu ditumbuhkan secara in vitro disebut kultur primer (Malole 1990). Kultur sel berguna untuk

(9)

menyelidiki karakteristik fisiologi dan metabolisme sel dan menguji efek zat tertentu terhadap suatu sel (Malole 1990). Kultur primer sel saraf didapatkan dari jaringan saraf pada masa embrionik (Butler 2004). Penggunaan jaringan embrional lebih baik karena dapat berkembang biak secara terus menerus dalam media kultur optimal dan dalam keadaan tertentu dapat diarahkan untuk berdifferensiasi menjadi berbagai sel yang terdifferensiasi seperti sel jantung, sel kulit, sel saraf, dan sel hati sehingga dapat dipakai untuk mengganti jaringan yang rusak (Trenggono 2009).

Sel glia yang berasal dari mencit dan manusia dalam kultur in vitro tumbuh seperti fibroblast yang multipolar (Trenggono 2009). Sel glia mampu menjalankan serangkaian pembelahan mitosis sehingga jumlah sel glia dalam kultur bertambah dan jumlah sel glia lebih banyak dari jumlah sel saraf. Ukuran sel menjadi semakin kecil pada setiap pembelahan sehingga mencapai suatu konfluenitas sel pada cawan petri.

Gambar

Tabel 1     Komposisi kandungan kimia temulawak dan manfaatnya  No.  Kandungan kimia  Khasiat untuk kesehatan

Referensi

Dokumen terkait

Pada pembuatan plastik antibakteri digunakan silika gel terimobilisasi EDTA-Ag dan kitosan dengan variasi 0,3 dan 0,7 gram yang kitosan dilarutkan dalam asam asetat 1% yang

1) Pada masukan berupa tangga satuan ( step ), sistem suspensi aktif yang dirancang dapat menekan harga puncak menjadi 12,57 cm dari 15,71 cm dan waktu mantap

Yang telah memberikan petunjuk dan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Pengaruh Kepercayaan diri Petugas Protokoler terhadap

Pengukuran ini tidak hanya melihat dari rasio keuangan tetapi juga mengukur rasio-rasio non keuangan, yaitu dari perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal,

Tujuan penelitian ini diharapkan dapat menganalisis bagaimana pengaruh PDRB, tingkat pendidikan dan pengangguran terhadap kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah, sehingga dapat

Jadi dapat disimpulkan dari pengertian-pengertian diatas bahwa pernikahan dini adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan wanita sebagai suami isteri di

• Aliran vena : vena superfisial  vena perforantes  vena profunda, bila katup perforantes rusak setiap otot kontraksi  insufisiensi  beban tekanan hidrostatik ke