• Tidak ada hasil yang ditemukan

Harus Ada Sorot atau Tumpal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Harus Ada Sorot atau Tumpal"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

dengan menggunakan bahan dari pohon jong,” kata tokoh Pekalongan, Yunus Supriyadi.

Yunus yang juga dikenal sebagai sastrawan ini memaparkan, pohon jong itu kemudian diikuti oleh pembuatan kain tenun dengan menggunakan bahan dari pohon kapas. Pohon jong sendiri, terang Yunus, kala itu banyak dibawa oleh warga Tionghoa ke Pekalongan untuk ditanam dan dibudidayakan sebagai bahan baku kain tenun.

Beranjak pada 1800, bahan baku kain tenun khas Pekalongan banyak menggunakan serat pohon kapas –warga Tionghoa menyebutnya pohon ciam. Menurut Yusus, dunia perte-nunan atau pertekstilan di Kabupaten meng-alami masa keemasannya pada 1920. Saat itu, kekuasaan pemerintahan dikuasi oleh pemerintah Hindia Belanda.

Harus Ada ”Sorot” atau ”Tumpal”

palekat yang tidak boleh ditinggalkan, yakni memasang motif sorot di antara motif utama yang dibuat. Pemasangan motif sorot ini dalam pembuatan batik disebut tumpal.

TIDAK semua penggemar kain palekat mengetahui tentang motif dari selembar kain palekat yang dikenakannya. Memang, ada pakem khusus bagi setiap produk kain

REPRO INTERNET

Kain batik dengan ’sorot’ sebagai cirikhasnya.

REPRO INTERNET

Salah satu motif kain pelekat yang sangat menarik.

(2)

Fungsi sorot atau tumpal dalam selembar kain palekat lebih sebagai variasi sehingga lembaran kain tersebut tampak manis dan cantik. Warna dari motif sorot sendiri kebanyak lebuh tua dari warna motif utamanya. Misalnya, untuk selembar kain palekat yang didominasi warna biru, maka warna motif sorot yang dipakai harus warna biru tua.

Dan, pemasangan sorot, lazimnya memang dipasang di bagian tengah sisi belakang dari lembaran kain palekat. ”Sedangkan motif sorot atau motif tumpal, baik yang ada dalam kain palekat maupun kain batik yang dipergunakan untuk bahan pakaian lebih berfungsi sebagai

motif pemanis,” kata Kunainah, 37 tahun, perajin batik asal Simbang Kulon, Buaran.

Menurut Kunainah, sebelum memasang motif sorot, tentunya bagi setiap produsen kain palekat harus memilih jenis benang yang akan dirajut. Pada umumnya, jelas Kunainah, tenun kain palekat yang bermotif

salur maupun kotak-kotak (geometris),

komposisi benangnya terdiri dari 70 persen benang teteron dan 30 persen benang katun. Komposisi jenis benang ini memang bisa fleksibel sesuai dengan keinginan, seperti menambahkan jenis benang sutra untuk lebih memperkuat kain palekat itu.

Dalam perkembangannya, kain palekat memang tidak hanya dipergunakan sebagai bahan utama pembuatan sarung. Tapi, dengan adanya peraturan –di hampir daerah— untuk seluruh karyawan dan pe-gawai pada hari-hari tertentu wajib meng-gunakan kemeja atau busana bermotif batik, maka kain palekat juga dipakai sebagai bahan utama untuk dibuat kemeja, busana perempuan, dan sebagainya.

sarung Pakaian yang ’Mendunia’

BUSAnA sarung bagi orang Pakistan, india, Thailand, dan negara-negara di Seme-nanjung Melayu sepertinya telah menjadi pakaian ’na sional’ mereka. Orang Myan mar yang juga ge mar memakai sarung me nyebut sarung dengan nama;

REPRO INTERNET

Bentuk ’sorot’ atau ’tumpal’ pada kain batik

REPRO INTERNET

Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono memakai kain sarung saat berjamaah shalat.

(3)

Longyi. Kain sarung sendiri, konon berasal

dari negara Timur Tengah, yakni Yaman. Di negara yang berada di Jazirah Arab itu, sarung lazim disebut futah.

Sementara di kawasan Saudi Arabia menyebut sarung dengan banyak nama, yakni

izaar, wazaar, atau malawis. Lalu di Uni

emirat Arab sarung diberi sebutan; Lungi dan masyarakat Oman menyebut sarung dengan nama wizaar. Bagi masyarakat indonesia, sarung merupakan pakaian khas, utamanya dipergunakan oleh masyarakat Muslim yang berada di lingkungan pendidikan islam atau pondok pesantren.

Begitu juga, di negara-negara jiran seperti Malaysia dan Brunei Darussalam sarung atau

sarong menjadi pakaian khas masyarakat

setem-pat. Masih merujuk tentang asal muasal masuk-nya pakaian sarung ke indonesia, lem baran sejarah menyebutkan bahwa kain sa rung sudah masuk ke Bumi nusantara sejat Abad XiV. Di abad itu, para saudagar dari Arab dan para saudagar dari Gujarat berdagang kain sarung.

Untuk produk-produk sarung palekat di Kabupaten Pekalongan, wilayah yang selama ini dikenal paling banyak di antaranya di wila yah

Kecamatan Tirto, Wonopringgo, dan Buaran. ”Di sentra-sentra kain tenun palekat itu pe-masarannya memang sudah mampu menem bus pasar nasional dan bahkan pasar interna sional,” terang ir. H. Kadir, mantan Kepala Desa Larikan, Kecamatan Doro, Kabupaten Pekalongan.

Sarung khas milik Kabupaten Pekalongan setidaknya sudah menjadi pilihan khusus konsumen. Maka tidaklah berlebihan di Kota Santri ini terdapat banyak perusahaan sarung berskala nasional, dan segmen pasarnya mam-pu menerobos pasar internasional. ”Sarung palekat buatan Kabupaten setidaknya punya cirikhas yang sangat digemari masya rakat,” kata Kadir, menambahkan.

Menurut Kadir, berdasarkan catatan di Pemerintah Kabupaten (Pemkab), dari jumlah penduduk yang ada dan bergerak di bidang usaha sarung palekat dan industri pertenunan mencapai 70 persen. ”Dari jumlah 70 persen itu, khusus untuk industri sarung palekat mampu menyerap tenaga kerja sebesar lebih dari 40 ribu orang,” papar Kadir yang juga legislator Kabupaten Pekalongan, itu.

Serapan tenaga kerja sebanyak 40 ribu orang itu belum termasuk pekerja yang

REPRO INTERNET

(4)

menggarap secara borongan di rumah. Untuk tenaga kerja ini jumlahnya bisa mencapai 100 ribu orang. ini, benar-benar merupakan industri yang tergolong padat karya. Jumlah industri pertenunan sendiri Tahun 2010 sebanyak 164 industri.

Keberadaan sarung khas Pekalongan atau lebih dikenal dengan sarung pesisir, memang memiliki keragaman yang sama dengan sarung-sarung di daerah pesisir yang sejalur.

Setidaknya itu bisa dicermati dari motif-motif sarung yang dibuat di wilayah Cirebon, Lasem (Rembang), Pati, hingga pesisir Gresik.

Motif sarung pesisir Jawa Tengah ini juga tidak bisa lepas dari akulturasi budaya dan seni batik yang dibawa oleh kalangan pendatang dari Arab, Cina, dan indo-Belanda. Motif sarung itu memang tersirat sebagai wantah dari kerukunan antaretnis serta kolaborasi antarseni budaya masyarakat.

JIKA masuk di wilayah Kabupaten Pekalongan, tentu kesan yang pertama tertangkap adalah kentalnya budaya masyarakat dengan pakaian sarung. Ibaratnya, bagi masyarakat Kabupaten Pekalongan, sarung merupakan pakaian resmi keseharian. Ketika pergi ke pasar, atau bahkan jalan sore-sore di mal, misalnya masih banyak ditemukan warga yang mengenakan sarung.

Pendeknya, kain sarung bukan hanya dimiliki oleh masyarakat Kalimantan Barat dengan label khas ’Sarung Samarinda’, lalu sarung sutera Bugis, atau sarung buatan Banjarmasin yang dikenal dengan sebutan

’Raja Raja’ Sarung di Kota Santri

kain Sasirangan. Bagitu pula, sarung bukan hanya milik masyarakat Riau, Nanggroe Aceh Darussalam, Riau, Minangkabau, dan Madura, tetapi sudah menjadi milik seluruh suku yang menyebar di Indonesia.

Busana kain sarung, bagi semua daerah di Indonesia memang telah mentradisi sehingga secara turun temurun juga telah menjadi pakaian khas nasional. Bagi sang pemakai, baik kaum pria maupun perempuan, sarung merupakan pakaian resmi untuk acara-acara pernikahan, acara adat, dan sebagainya. Memang, untuk bahan sarung yang dipakai

REPRO INTERNET

(5)

cu kup beragam, mulai dari kain te nun ikat, songket, maupun kain tapis.

Bila diartikan secara umum, pengertian sarung merupakan kain lebar yang dijahit pada kedua ujungnya, sehingga ber -bentuk seperti tabung. Cara memakainya, biasanya dibe-batkan di bagian pinggang dan panjang yang terbawah hingga mata kaki. Untuk jenis bahan kain sarung yang lazim dipergunakan, di antaranya seperti kain katun, kain sutera, atau kain poliester.

Sehubungan dengan produk sarung palekat dan motif-motif sarung lainnya yang digarap para pengusaha tekstil di Kabupaten Pekalongan itu, lantas siapa ”Raja Raja” di bidang usaha ini? Tentu, menjawab pertanyaan ini di wilayah Kota Santri, sejumlah merek sarung yang kini sangat terkenal di antaranya adalah merek Gajah Duduk, Wadimor, Mangga,

Sapphire, Santri, Mannar, dan Zamrud. Begitu

merek lainnya seperti Idola, Bin Saleh, Al

Arafah, Padi Djarum, dan seterusnya.

Produk sarung merek Gajah Duduk, misal-nya, bahkan mampu meraih penghargaan Super brands Award, karena dinilai paling sukses dalam kualitas produk dan marketing pro-duknya. Pabrik sarung dengan label P.T. Pisma-tex yang bermarkas di Bligo, Buaran ini mulai menggerakkan usaha pertekstilan pada 1972.

Kesuksesan merek Gajah Duduk yang mampu membedah pasar internasional itu, seolah memunculkan inspirasi dari beberapa pengusaha sarung di wilayah Pekalongan untuk menggunakan juga nama binatang besar gajah untuk label produknya. Ini, bisa dilihat dengan adanya merek Gajah Bola, Gajah

Palem, Gajah Duku, Boneka Gajah, Ranjang Gajah, Gajah Gunung, atau Gajah Menara.

Pemilik P.T. Duta Ananda Utama Tekstil yang berlokasi di Pekajangan, Kedungwuni, Amin Salim Basymeleh, mengatakan bahwa produk-produk sarung di Kabupaten Pekalongan memang banyak mereknya. Namun dengan banyaknya merek itu, papar Amin, justru masyarakat yang menentukan produk sarung mana yang memunyai kualitas terbaik.

Untuk memproduksi kain-kain sarung ini, hampir semua pabrik sarung di Kabupaten Peka-longan menggunakan peralatan mesin modern. Mereka sudah lama meninggalkan tradisi meng-gunakan lat tenun tradisional dari kayu, yakni biasa disebut Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM).

Nah, dari sejumlah produsen sarung

ternama di Kota Santri itu, selain pasar domistik, pasar mancanegara yang mampu mereka terobos di antaranya ke negara-negara tetatangga seperti Malaysia, Brunei Darussalam, Thailand, dan sebagainya. Begitu pula, pasar luar negeri lainnya adalah ke negara-negara Timur Tengah, seperti Uni Emirat Arab, Arab Saudi, Yaman, Turki, Qatar, Oman, dan sebagainya.

REPRO INTERNET

Kain sarung merek ”gajah Duduk” yang juga sangat digemari masyarakat.

Referensi

Dokumen terkait

REKAPITULASI KARTU INVENTARIS BARANG (KIB) B PERALATAN DAN

dalam Braimah (2008) berpendapat bahwa concurrent delay adalah kondisi dalam dua atau lebih keterlambatan proyek yang terjadi pada waktu bersamaan progress

Huruf Zho diucapkan dengan menyentuhkan ujung lidah dengan dua gigi seri bagian atas sebagaimana kita mengucapkan huruf Dza, yang membedakannya adalah Zho memiliki sifat Al-

Berapa dosis pemberian fungi mikoriza arbuskula (fma) yang optimal dalam mengakumulasi logam Pb tanaman belimbing wuluh, jabon, dan petai yang ditumbuhkan pada

Selisih hasil pengujian dengan progran untuk beban maksimum 7,8 % sedangkan selisih lendutan sebesar 4,6%.Ini dapat terjadi karena dalam material balok beton

Prodi Komunikasi dan penyiaran Islam (KPI) IAIN Palangka Raya. Dalam penelitian ini mahasiswa yang dijadikan sampel dari tahun 2014-. 2016 berjumlah 42 orang, dengan

mirabilis P355 dilakukan secara invitro pada epitel vesika urinaria kelinci, menggunakan protein hemaglutinin pili dengan berat molekul 35,2 kDa.. Protein hemaglutinin dengan berat

Mengubah Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2001 tentang Peraturan Gaji Anggota Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 51,