• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kesehatan setinggi-tingginya baik fisik atau mental maupun sosial dengan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kesehatan setinggi-tingginya baik fisik atau mental maupun sosial dengan"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Kesehatan Kerja

Kesehatan kerja adalah ilmu spesialisasi dalam ilmu kesehatan yang bertujuan agar para pekerja dan masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik atau mental maupun sosial dengan usaha-usaha prevensif dan kuratif terhadap penyakit atau gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta penyakit umum (Suma’mur, 1967).

Status kesehatan seseorang, menurut Blum ditentukan oleh empat faktor yakni :

a. Lingkungan, berupa lingkungan fisik (alami, buatan), kimia (organik, atau anorganik, logam berat atau debu), biologis (virus, bakteri, mikroorganisme lain) dan sosial budaya (ekonomi, pendidikan dan pekerjaan).

(2)

c. Pelayanan kesehatan yang meliputi : promotif, perawatan, pengobatan, pencegahan kecacatan, dan rehabilitasi.

d. Genetik yang merupakan faktor bawaan setiap manusia.

Pekerjaan mungkin berdampak negatif bagi kesehatan akan tetapi sebaliknya pekerjaan juga dapat memperbaiki tingkat kesehatan dan kesejahteraan pekerja bila dikelola dengan baik. Demikian juga status kesehatan pekerja yang sangat mempengaruhi produktivitas kerjanya, pekerja yang sehat memungkinkan tercapainya hasil kerja baik bila dibandingkan dengan pekerja yang terganggu kesehatannya (Suma’mur, 1967).

Pada tahun 1950 satu komisi bersama ILO dan WHO menyusun definisi kesehatan kerja. Menurut komisi tersebut kesehatan kerja adalah merupakan promosi dan pemeliharaan kesejahteraan fisik, mental dan sosial pekerja pada jabatan apapun dengan sebaik-baiknya dan layanan tersebut memerlukan peran serta para manejer dan serikat kerja. Sejumlah kaum professional terlibat dalam bidang ini seperti Dokter, Ahli Higene Kerja, Ahli Toksiologi, Ahli Mikrobiologi, Ahli Ergonomi, Perawat, Sarjana Hukum, Ahli Labotarium, Ahli Epidemiologi, dan Insinyur Keselamatan (Suma’mur, 1967).

Sedangkan tujuan kesehatan kerja menurut Suma’mur adalah sebagai berikut:

(3)

b. Pencegahan dan pemberantasan penyakit-penyakit dan kecelakaan akibat kerja.

c. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan dan gizi tenaga kerja.

d. Pemberantasan kelelahan kerja dan penglipatgandaan kegairahan serta kenikmatan kerja.

e. Perawatan dan mempertinggi efisiensi dan daya produktivitas tenaga manusia.

f. Perlindungan bagi masyarakat sekitar perusahaan yang bersangkutan. g. Dan perlindungan masyarakat luas dari bahaya-bahaya yang mungkin

ditimbulkan oleh produk-produk industri.

2.2. Dasar Hukum Pengaturan K3 di Indonesia

2.2.1. Undang-undang No. 1 Tahun 1951 tentang Kerja

Di dalam UU No.1 tahun 1951 tentang Kerja, mengatur tentang jam kerja, cuti tahunan, cuti hamil, cuti haid bagi pekerja wanita, peraturan tentang kerja anak-anak, orang muda, dan wanita, persyaratan tempat kerja, dan lain-lain. Dalam Pasal 16 ayat 1 UU No. 1 Tahun 1951 yang menetapkan, bahwa “Majikan harus mengadakan tempat kerja dan perumahan yang memenuhi syarat-syarat kebersihan dan Kesehatan”.

Undang-undang No. 2 tahun 1952 tentang Kecelakaan Kerja, Undang-Undang Konpensasi Pekerja (Workmen Compensation Law)

(4)

Undang-undang ini menentukan penggantian kerugian kepada buruh yang mendapat kecelakaan atau penyakit akibat kerja.

2.2.2. Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja Dan Undang- undang Keselamatan Kerja diundangkan pada tahun 1970 dan menggantikan Veilligheids Reglement pada Tahun 1910 (Stb. No. 406).

Mengatur tentang syarat-syarat keselamatan kerja, kewajiban dari pengurus, sanksi terhadap pelanggaran terhadap undang-undang ini dan juga mengatur tentang Panitia Pembina Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Selain Undang-undang tentang Keselamatan Kerja, Pemerintah telah mengeluarkan regulasi guna mendukung Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

2.2.3. Undang-undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek Peraturan ini mengandung empat pokok program, yakni : a. Jaminan Kecelakaan Kerja

b. Jaminan Kematian c. Jaminan Hari Tua

(5)

2.3. Konsep Dasar Perilaku

2.3.1. Pengertian Perilaku

Menurut Notoatmodjo (2007) perilaku manusia adalah semua tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati. Sedangkan dari segi kepentingan kerangka analisis, perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut baik dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung.

2.3.2. Bentuk Perilaku

Teori Bloom (1908) yang dikutip dalam Notoatmodjo (2010) membedakan perilaku dalam 3 domain perilaku yaitu:

1. Pengetahuan (knowledge)

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Tingkat pengetahuan di dalam domain kognitif (Notoatmodjo, 2007), tercakup dalam 6 tingkatan, yaitu:

a. Tahu (know), diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini

(6)

adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

b. Memahami (comprehension), diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan suatu materi tersebut secara benar.

c. Aplikasi (application), diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).

d. Analisis (analysis), yaitu kemampuan untuk menjabarkan suatu materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.

e. Sintesis (synthesis), merupakan kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

f. Evaluasi (evaluation), tingkat pengetahuan yang berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

(7)

2. Sikap

Masih menurut Notoatmodjo (2007), sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Dapat disimpulkan bahwa manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu. Sikap terdiri dari beberapa tingkatan yaitu :

a. menerima (receiving), yaitu sikap dimana seseorang atau subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek)

b. menanggapi (responding), yaitu sikap memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi

c. menghargai (valuing), yaitu sikap dimana subjek atau seseorang memberikan nilai yang positif terhadap objek atau stimulus. Dalam arti membahasnya dengan orang lain dan bahkan mengajak atau mempengaruhi orang lain merespon

d. bertanggungjawab (responsible), sikap yang paling tinggi tindakannya adalah bertanggungjawab terhadap apa yang diyakininya (Notoatmodjo 2007).

3. Tindakan (practice)

Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau

(8)

mempraktekkan apa yang diketahui atau disikapinya (dinilai baik). Inilah yang disebut praktik (practice) kesehatan (Notoatmodjo, 2005).

2.3.3. Proses Adopsi Perilaku

Penelitian Roger (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni :

1. Awareness : orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu

2. Interest : orang mulai tertarik kepada stimulus

3. Evaluation : orang mulai menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya

4. Trial : orang mulai mencoba perilaku baru

5. Adoption : orang tersebut telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus (Notoatmodjo, 2007).

2.3.4. Perilaku Kesehatan

Perilaku kesehatan (health behaviour) adalah respon seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sehat-sakit, penyakit, dan faktor-faktor yang memengaruhi sehat-sakit (kesehatan) seperti lingkungan, makanan, minuman, dan pelayanan kesehatan. Oleh sebab itu

(9)

perilaku kesehatan ini pada garis besarnya dikelompokkan menjadi dua yakni (Notoatmodjo, 2010) :

1. Perilaku orang yang sehat agar tetap sehat dan meningkat. Contoh : makan dengan gizi seimbang.

2. Perilaku orang yang sakit atau telah terkena masalah kesehatan, untuk memperoleh penyembuhan atau pemecahan masalah kesehatannya.

2.3.5. Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku

Faktor penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena perilaku merupakan resultan dari berbagai faktor, baik internal maupun eksternal (lingkungan). Salah satu teori yang terkenal tentang terbentuknya perilaku adalah ”Teori Precede-Procede” (1991), yaitu teori yang dikembangkan oleh Lawrence Green, yang dirintis sejak tahun 1980 (Notoadmojo, 2010).

PRECEDE : Predisposing, Enabling, dan Reinforcing Causes in Educational Diagnosis and Evaluation. Precede adalah merupakan fase diagnosis masalah. Sedangkan PROCEDE : Policy, Regulatory, Organizational Construct in Educational and Environmental Development, adalah merupakan arahan dalam perencanaan, implementasi dan evaluasi pendidikan (promosi) kesehatan. Apabila Precede merupakan fase diagnosis masalah, maka Proceed adalah merupakan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi Promosi Kesehatan (Maine, 2001).

(10)

2.4. Alat Pelindung Diri

2.4.1 Pengertian Alat Pelindung Diri

Alat Pelindung Diri yang disingkat APD adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya di tempat kerja. Alat pelindung diri wajib diberikan perusahaan kepada para pekerjanya sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) dan diberikan secara cuma-cuma. Pengusaha dan pengurus wajib memasang rambu-rambu peringatan mengenai kewajiban memakai alat pelindung diri di tempat kerja (Permenaker pasal 1 dan 2, 2010).

Pengusaha dan pengurus harus melakukan manejemen dalam penggunaan APD pada pekerjanya. Hal tersebut meliputi:

a. identifikasi kebutuhan dan syarat APD;

b. pemilihan APD yang sesuai dengan jenis bahaya dan kebutuhan /kenyamanan pekerja/buruh;

c. pelatihan;

d. penggunaan, perawatan, dan penyimpanan; e. penatalaksanaan pembuangan atau pemusnahan; f. pembinaan;

g. inspeksi; dan

(11)

2.4.2 Jenis-jenis Alat Pelindung Diri

Menurut Peraturan Mentri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia tahun 2010, ada beberapa jenis alat pelindung diri, diantaranya: a. Alat pelindung kepala

Jenis alat pelindung kepala terdiri dari helm pengaman (safety helmet), topi atau tudung kepala, penutup atau pengaman rambut, dan lain-lain.

b. Alat pelindung mata dan muka

Jenis alat pelindung mata dan muka terdiri dari kacamata pengaman (spectacles), goggles, tameng muka (face shield), masker selam, tameng muka dan kacamata pengaman dalam kesatuan (full face masker).

c. Alat pelindung telinga

Jenis alat pelindung telinga terdiri dari sumbat telinga (ear plug) dan penutup telinga (ear muff).

d. Alat pelindung pernapasan beserta perlengkapannya

Jenis alat pelindung pernapasan dan perlengkapannya terdiri dari masker, respirator, katrit, kanister, Re-breather, Airline respirator, Continues Air Supply Machine=Air Hose Mask Respirator, tangki selam dan regulator (Self-Contained Underwater Breathing Apparatus /SCUBA), Self-Contained Breathing Apparatus (SCBA), dan emergency breathing apparatus.

(12)

e. Alat pelindung tangan

Jenis pelindung tangan terdiri dari sarung tangan yang terbuat dari logam, kulit, kain kanvas, kain atau kain berpelapis, karet, dan sarung tangan yang tahan bahan kimia.

f. Alat pelindung kaki

Jenis Pelindung kaki berupa sepatu keselamatan pada pekerjaan peleburan, pengecoran logam, industri, kontruksi bangunan, pekerjaan yang berpotensi bahaya peledakan, bahaya listrik, tempat kerja yang basah atau licin, bahan kimia dan jasad renik, dan/atau bahaya binatang dan lain-lain.

g. Pakaian pelindung

Jenis pakaian pelindung terdiri dari rompi (Vests), celemek (Apron/Coveralls), Jacket, dan pakaian pelindung yang menutupi sebagian atau seluruh bagian badan.

h. Alat pelindung jatuh perorangan

Jenis alat pelindung jatuh perorangan terdiri dari sabuk pengaman tubuh (harness), karabiner, tali koneksi (lanyard), tali pengaman (safety rope), alat penjepit tali (rope clamp), alat penurun (decender), alat penahan jatuh bergerak (mobile fall arrester), dan lain-lain.

i. Pelampung

Jenis pelampung terdiri dari jaket keselamatan (life jacket), rompi keselamatan ( life vest), rompi pengatur keterapungan (Bouyancy Control Device).

(13)

2.5 Alat Pelindung Pernapasan

Menurut Harnawanti (2009), alat pelindung pernafasan digunakan untuk melindungi pernafasan dari resiko paparan gas, uap, debu, atau udara terkontaminasi atau beracun, korosi atau yang bersifat rangsangan. Sebelum melakukan pemilihan terhadap suatu alat pelindung pernafasan yang tepat, maka perlu mengetahui informasi tentang potensi bahaya atau kadar kontaminan yang ada di lingkungan kerja. Hal-hal yang perlu diketahui antara lain:

a) Bentuk kontaminan di udara, apakah gas, uap, kabut, fume, debu atau kombinasi dari berbagai bentuk kontaminan tersebut.

b) Kadar kontaminan di udara lingkungan kerja.

c) Nilai ambang batas yang diperkenankan untuk masing-masing kontaminan. d) Reaksi fisiologis terhadap pekerja, seperti dapat menyebabkan iritasi mata

dan kulit.

e) Kadar oksigen di udara tempat kerja cukup tidak, dll (Harnawanti, 2009).

Jenis alat pelindung pernafasan antara lain: 1) Masker

Marker digunakan untuk mengurangi paparan debu atau partikel-partikel yang lebih besar masuk kedalam saluran pernafasan (Harnawanti, 2009). Adapun jenis-jenis masker dalam membantu pekerjaan:

(14)

a. masker sekali pakai

masker ini terbuat dari bahan filter, beberapa cocok untuk debu berukuran pernapasan. Npf=5

b. separuh masker

masker ini terbuat dari karet atau plastik yang dirancang untuk menutup mulut dan hidung. Alat ini memiliki cartridge filter yang dapat diganti. Npf= 10

c. masker seluruh muka

masker ini terbuat dari karet atau plastik yang dirancang untuk menutup hidung, mulut dan mata. Cocok untuk menyaring debu, gas dan uap.Npf= 50

d. masker berdaya

masker ini terbuat dari karet atau plastik yang dirancang untuk menutup hidung yang dipertahankan dalam tekanan positif dengan jalan mengalirkan udara melalui filter deengan bantuan kipas baterai. Npf= 500 (Ramaddan, 2008).

2) Respirator

Menurut Harwanti (2009), alat ini digunakan untuk melindungi pernafasan dari paparan debu, kabut, uap logam, asap, dan gas-gas berbahaya. Jenis-jenis respirator ini antara lain:

(15)

a. Chemical Respirator

Merupakan catridge respirator terkontaminasi gas dan uap dengan tiksisitas rendah. Catridge ini berisi adsorban dan karbon aktif, arang dan silicagel. Sedangkan canister digunakan untuk mengadsorbsi khlor dan gas atau uap zat organic (Harwanti,2009).

b. Mechanical Filter Respirator

Alat pelindung ini berguna untuk menangkap partikel-partikel zat padat, debu, kabut, uap logam dan asap. Respirator ini biasanya dilengkapi dengan filter yang berfungsi untuk menangkap debu dan kabut dengan kadar kontaminasi udara tidak terlalu tinggi atau partikel yang tidak terlalu kecil. Filter pada respirator ini terbuat dari fiberglas atau wol dan serat sintetis yang dilapisi dengan resin untuk memberi muatan pada partikel (Harwanti,2009).

2.6 Debu

2.6.1 Sifat dan Karakteristik Debu

Debu adalah partikel-partikel zat yang disebabkan oleh pengolahan, penghancuran, pelembutan, pengepakan dan lain-lain dari bahan-bahan organic maupun anorganik, misalnya batu, kayu, bijih logam,arang batu, butir-butir zat padat dan sebagainya (Suma’mur,1988). Debu umumnya berasal dari gabungan secara mekanik dan meterial yang berukuran kasar yang melayang-layang di udara yang bersifat toksik bagi manusia.

(16)

Menurut Departemen Kesehatan RI yang dikutip oleh Ramaddan (2008), partikel-partikel debu di udara mempunyai sifat:

1. Sifat Pengendapan

Adalah sifat debu yang cendrung selalu mengendap proporsi partikel yang lebih daripada yang ada di udara.

2. Sifat Permukaan Basah

Permukaan debu akan cendrung selalu basah, dilapisi oleh lapisan air yang sangat tipis. Sifat ini penting dalam pengendalian debu di dalam tempat kerja.

3. Sifat Penggumpalan

Oleh karena permukaan debu yang selalu basah maka dapat menempel antara debu satu dengan yang lainnya sehingga menjadi menggumpal. Turbuelensi udara membantu meningkatkan pembentukkan gumpalan. 4. Sifat Listrik Statis

Sifat listrik statis yang dimiliki partikel debu dapat menarik partikel lain yang berlawanan sehingga mempercepat terjadinya proses penggumpalannya.

5. Sifat Optis

Partikel debu yang basah/lembab dapat memancarkan sinar sehingga dapat terlihat di dalam kamar yang gelap. Partikel debu yang berdiameter lebih besar dari 10 mikron dihasilkan dari proses-proses mekanis seperti erosi angin, penghancuran dan penyemprotan , dan pelindasan benda-benda oleh kendaraan atau pejalan kaki.

(17)

2.6.2 Jenis Debu

Jenis debu terkait dengan daya larut dan sifat kimianya. Adanya perbedaan daya larut dan sifat kimiawi ini, maka kemampuan mengendapnya di paru juga akan berbeda pula. Demikian juga tingkat kerusakan yang ditimbulkannya juga akan berbeda pula. Faridawati (1995) mengelompokkan partikel debu menjadi dua yaitu debu organik dan anorganik, seperti yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 2.1 Jenis Debu yang Dapat Mengganggu Pernapasan Manusia

No Jenis Debu Contoh

1. Organik a. Alamiah 1. Fosil 2. Bakteri 3. Jamur 4. Virus 5. Sayuran 6. Binatang b. Sintesis 1. Plastik 2. Reagen

Batu bara, karbon hitam, arang, granit TBC, antraks, enzim, bacillus

Histoplasmosis,kriptokokus, thermophilic

Cacar air, Q fever, psikatosis

Padi, gabus, serat nanas, alang-alang Kotoran burung, ayam

Politetrafluoretilen, toluene diisosianat Minyak isopropyl, pelarut organic 2. Anorganik a. Silika bebas 1. Crystaline 2. Amorphous b. Silika 1. Fibosis 2. Lain-lain c. Metal 1. Inert 2.Bersifat keganasan

Quarz, trymite cristobalite Diatomaceous earth, silica gel Asbestosis, sillinamite, talk Mika, kaolin, debu semen

Besi, barium, titanium, alumunium, seng

(18)

2.6.3 Sumber Debu

Debu yang terdapat di dalam udara terbagi dua, yaitu deposite particulate matter adalah partikel debu yang hanya berada sementara di udara, partikel ini segera mengendap karena ada daya tarik bumi. Suspended particulate matter adalah debu yang tetap berada di udara dan tidak mudah mengendap. Sumber-sumber debu dapat berasal dari udara, tanah, aktivitas mesin maupun akibat aktivitas manusia yang tertiup angin (Yunus, 1997).

2.6.4 Pengukuran Kadar Debu di Udara

Pengukuran kadar debu di udara bertujuan untuk mengetahui apakah kadar debu pada suatu lingkungan kerja berada konsentrasinya sesuai dengan kondisi lingkungan kerja yang aman dan sehat bagi pekerja. Alat-alat yang biasa digunakan untuk pengambilan sampel debu total (TSP) di udara seperti:

1. High Volume Air Sampler 2. Low Volume Air Sampler 3. Low Volume Dust Sampler

(19)

2.6.5 Nilai Ambang Batas (NAB) untuk Debu

Nilai ambang batas kadar debu yang ruangan didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor : 41 Tahun 1999, dan disesuaikan dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1405/Menkes/SK/XV/2002 tanggal 19 November 2002, pada lampiran I tentang Persyaratan dan tata cara penyelenggaraan kesehatan lingkungan kerja. Adapun kandungan debu maksimal di dalam udara dalam pengukuran debu rata-rata 8 jam adalah 0,15 mg/m³ (Menkes, 2002).

2.7 Pengaruh Debu Lingkungan Terhadap Kesehatan Manusia

Partikel debu akan berada di udara dalam kurun waktu yang relatif lama dalam keadaan melayang-layang di udara kemudian masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan. Selain dapat membahayakan terhadap kesehatan juga dapat mengganggu daya tembus pandang mata dan dapat mengadakan berbagai reaksi kimia sehingga komposisi debu di udara menjadi pertikel yang sangat rumit karena merupakan campuran dari berbagai bahan dengan ukuran dan bentuk yang relatif berbeda-beda (Pujiastuti, 2002).

Ada tiga cara masuknya bahan polutan seperti debu dari udara ke tubuh manusia, yaitu melalui inhalasi, ingesti, dan penetrasi kulit. Inhalasi bahan polutan dari udara dapat menyebabkan gangguan di paru dan saluran nafas. Bahan polutan yang cukup besar tidak jarang masuk ke saluran cerna (Aditama,1992).

(20)

Menurut Riyadina (1996), efek biologis paparan debu di udara terhadap kesehatan manusia atau pekerja terdiri dari:

1. Efek Fibrogenik

Debu fibrogenik sebagai debu respirabel dari kristal silika (asbestos), debu batubara, debu berrylium, debu talk, dan debu dari tumbuhan. Konsentrasi massa dari sisa debu yang respirabel sebagai faktor tunggal yang paling penting pada perkembangan/kemajuan keparahan pneumokoniosis pada pekerja.

2. Efek Iritan

Pengaruh iritan dari debu yang berbeda tidak spesifik, sehingga keadaan ini tidak dapat secara langsung dihubungkan dengan pengaruh dari debu. Tetapi secara klinis atau dengan tes fungsional ataupun pemeriksaan secara morfologi dapat diperlihatkan kasus dimana efek yang timbul berasal dari debu.

3. Efek Alergi

Debu dari tumbuhan hewan mempunyai sifat dapat meningkatkan reaksi alergi. Beberapa reaksi kekebalan biasanya membentuk respon secara psikologi berupa iritasi. Secara patologi dapat ditentukan melalui tes alergi sebagai penyakit akibat kerja pada saluran pernafasan yang umumnya berupa asma bronchial. Debu organik yang menyebabkan alergi meliputi tepung, pollen (serbuk sari), rambut hewan, bulu unggas, jamur, cendawan dan serangga. 4. Efek Karsinogenik

Penyebab yang berperan penting dalam pertumbuhan kanker pada manusia adalah debu asbestos, arsenik, chromium dan nikel. Akan tetapi,

(21)

penyebab tersebut kurang lebih 2000 substansi kimia diketahui sebagai penyebab timbulnya kanker.

5. Efek Sistemik Toksik

Banyak substansi yang berbahaya menyebabkan efek sistemik toksik sebagai hasil dari debu yang masuk melalui sistem saluran pernafasan. Paparan debu untuk beberapa tahun pada kadar yang rendah tetapi di atas batas limit paparan, menunjukkan efek sistemik toksik yang jelas.

6. Efek pada Kulit

Partikel-partikel debu yang berasal dari material yang berbentuk pita dan tebal seperti fiberglass, dan material tahan api sering sebagai penyebab dermatitis.

Berbagai gangguan atau penyakit dapat timbul pada pekerja tergantung dari lamanya paparan dan kepekaan individual terhadap debu. Debu yang masuk ke dalam saluran pernafasan menyebabkan timbulnya reaksi mekanisme pertahanan non spesifik berupa bersin dan batuk. Pneumokoniosis biasanya timbul setelah pekerja terpapar selama bertahun-tahun. Penyakit akibat paparan debu yang lain seperti asma kerja, bronchitis industri (Yunus, 1997).

2.8 Gangguan Kesehatan Akibat Merokok

Asap rokok merupakan polutan bagi manusia dan lingkungan sekitarnya. Bukan hanya bagi kesehatan, merokok juga merupakan problem di bidang

(22)

ekonomi. Komponen gas dalam rokok terdiri dari karbon monoksida, karbon dioksida, hidrogen sianida, amoniak, oksida dari nitrogen dan senyawa hidrokarbon. Adapun komponen partikel terdiri dari tar, nikotin, benzopiren, fenol, dan kadmium. Di negara industri maju, kini terdapat kecenderungan berhenti merokok, sedangkan di negara berkembang, khususnya Indonesia, malah cenderung timbul peningkatan kebiasaan merokok. Laporan WHO tahun 1983 menyebutkan, jumlah perokok meningkat 2,1 persen per tahun di negara berkembang, sedangkan di negara maju angka ini menurun sekitar 1,1 persen per tahun (Hans, 2010).

Adapun untuk mengukur derajat berat merokok biasanya dilakukan dengan menghitung indeks Brinkman, yaitu perkalian antara jumlah rata-rata batang rokok yang dihisap setiap hari kemudian dikalikan dengan lama merokok dalam tahun. Ringan : 0-200

Sedang : 200-600

Berat : > 600 (Alsagaff, 2002).

Menurut Antaruddin (2003), dampak-dampak yang ditimbulkan oleh merokok adalah:

a. Dampak paru-paru

Merokok dapat menyebabkan perubahan struktur dan fungsi saluran napas dan jaringan paru-paru. Pada saluran napas besar, sel mukosa membesar (hipertrofi) dan kelenjar mucus bertambah banyak (hiperplasia).

(23)

Pada saluran napas kecil, terjadi radang ringan hingga penyempitan akibat bertambahnya sel dan penumpukan lendir. Pada jaringan paru-paru, terjadi peningkatan jumlah sel radang dan kerusakan alveoli.

Hubungan antara merokok dan kanker paru-paru telah diteliti dalam 4-5 dekade terakhir ini. Didapatkan hubungan erat antara kebiasaan merokok, terutama sigaret, dengan timbulnya kanker paru-paru. Bahkan ada yang secara tegas menyatakan bahwa rokok sebagai penyebab utama terjadinya kanker paru-paru.

b. Dampak terhadap jantung

Banyak penelitian telah membuktikan adanya hubungan merokok dengan Penyakit Jantung Koroner (PJK). Dari 11 juta kematian per tahun di negara industri maju, WHO melaporkan lebih dari setengah (6 juta) disebabkan gangguan sirkulasi darah, di mana 2,5 juta adalah penyakit jantung koroner dan 1,5 juta adalah stroke. Survei Depkes RI tahun 1986 dan 1992, mendapatkan peningkatan kematian akibat penyakit jantung dari 9,7 persen (peringkat ketiga) menjadi 16 persen (peringkat pertama).

Umumnya fokus penelitian ditujukan pada peranan nikotin dan CO. Kedua bahan ini, selain meningkatkan kebutuhan oksigen, juga mengganggu suplai oksigen ke otot jantung (miokard) sehingga merugikan kerja miokard. Nikotin mengganggu sistem saraf simpatis dengan akibat meningkatnya kebutuhan oksigen miokard. Selain menyebabkan ketagihan merokok,

(24)

nikotin juga merangsang pelepasan adrenalin, meningkatkan frekuensi denyut jantung, tekanan darah, kebutuhan oksigen jantung, serta menyebabkan gangguan irama jantung. Nikotin juga mengganggu kerja saraf, otak, dan banyak bagian tubuh lainnya. Nikotin mengaktifkan trombosit dengan akibat timbulnya adhesi trombosit (penggumpalan) ke dinding pembuluh darah.

Karbon monoksida menimbulkan desaturasi hemoglobin, menurunkan langsung persediaan oksigen untuk jaringan seluruh tubuh termasuk miokard. CO menggantikan tempat oksigen di hemoglobin, mengganggu pelepasan oksigen, dan mempercepat aterosklerosis (pengapuran/penebalan dinding pembuluh darah). Dengan demikian, CO menurunkan kapasitas latihan fisik, meningkatkan viskositas darah, sehingga mempermudah penggumpalan darah. Nikotin, CO, dan bahan-bahan lain dalam asap rokok terbukti merusak endotel (dinding dalam pembuluh darah), dan mempermudah timbulnya penggumpalan darah.

c. Penyakit (stroke)

Penyumbatan pembuluh darah otak yang bersifat mendadak atau stroke banyak dikaitkan dengan merokok. Risiko stroke dan risiko kematian lebih tinggi pada perokok dibandingkan dengan bukan perokok.

(25)

Dalam penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat dan Inggris, didapatkan kebiasaan merokok memperbesar kemungkinan timbulnya AIDS pada pengidap HIV. Pada kelompok perokok, AIDS timbul rata-rata dalam 8,17 bulan, sedangkan pada kelompok bukan perokok timbul setelah 14,5 bulan. Penurunan kekebalan tubuh pada perokok menjadi pencetus lebih mudahnya terkena AIDS sehingga berhenti merokok penting sekali dalam langkah pertahanan melawan AIDS (Alsagaff, 2002).

2.9 Faktor Lain Yang Mempengaruhi Gangguan Fungsi Paru

Selain yang telah dijelaskan sebelumnya mengenai faktor yang mempengaruhi fungsi paru seperti paparan debu, serta kebiasaan merokok, ada beberapa hal yang juga menjadi pencetus gangguan fungsi paru, yakni :

a. Usia

Usia merupakan salah satu karateristik yang mempunyai resiko tinggi terhadap gangguan paru terutama yang berumur 40 tahun keatas, dimana kualitas paru dapat memburuk dengan cepat. Menurut penelitian Juli Soemirat dan kawan-kawan dalam Rosbinawati (2002), mengungkapkan bahwa usia berpengaruh terhadap perkembangan paru-paru. Semakin bertambahnya umur maka terjadi penurunan fungsi paru di dalam tubuh. Menurut hasil penelitian Rosbinawati (2002) ada hubungan yang bermakna secara statistik antara usia dengan gejala pernafasan.

(26)

Masa kerja penting diketahui untuk melihat lamanya seseorang terpajan dengan debu, aerosol dan gas iritan. Menurut hasil penelitian Rosbinawati (2002) menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara masa kerja seseorang semakin lama terpajan dengan debu, aerosol dan gas iritan sehingga semakin mengganggu kesehatan paru.

c. Perilaku penggunaan APD

Alat pelindung diri adalah perlengkapan yang dipakai untuk melindungi pekerja terhadap bahaya yang dapat mengganggu kesehatan yang ada di lingkungan kerja. Alat yang dipakai disini untuk melindungi sistem pernafasan dari partikel-partikel berbahaya yang ada di udara yang dapat membahayakan kesehatan. Perlindungan terhadap sistem pernafasan sangat diperlukan terutama bila tercemar partikel-partikel berbahaya, baik yang berbentuk gas, aerosol, cairan, ataupun kimiawi. Alat yang dipakai adalah masker, baik yang terbuat dari kain atau kertas wol (Irga, 2009). d. Riwayat Penyakit

Riwayat penyakit merupakan faktor yang dianggap juga sebagai pencetus timbulnya gangguan pernapasan, karena penyakit yang di derita seseorang akan mempengaruhi kondisi kesehatan dalam lingkungan kerja. Apabila seseorang pernah atau sementara menderita penyakit sistem pernafasan, maka akan meningkatkan resiko timbulnya penyakit sistem pernapasan jika terpapar debu.

(27)

Menurut Guyton (1997) volume dan kapasitas seluruh paru pada wanita kira-kira 20 sampai 25 persen lebih kecil daripada pria, dan lebih besar lagi pada atletis dan orang yang bertubuh besar daripada orang yang bertubuh kecil dan astenis. Menurut Tambayong (2001) disebutkan bahwa kapasitas paru pada pria lebih besar yaitu 4,8L dibandingkan pada wanita yaitu 3,1L.

f. Kebiasaan Olahraga

Faal paru dan olahraga mempunyai hubungan yang timbal balik.Gangguan faal paru dapat mempengaruhi kemampuan olahraga, sebaliknya latihan fisik yang teratur atau olahraga dapat meningkatkan faal paru. Seseorang yang aktif dalam latihan akan mempunyai kapasitas aerobik yang lebih besar dan kebugaran yang lebih tinggi serta kapasitas paru yang meningkat (Sahab, 1997).

Kapasitas Vital Paru (KVP) dapat dipengaruhi oleh kebiasaan seseorang melakukan olahraga. Olahraga dapat meningkatkan aliran darah melalui paru-paru sehingga menyebabkan oksigen dapat berdifusi ke dalam kapiler paru dengan volume yang lebih besar atau maksimum. Kapasitas vital pada seorang atlet lebih besar daripada orang yang tidak pernah berolahraga (Hall, 1997). Menurut Guyton (1997), kebiasaan olah raga akan meningkan kapasitas paru dan akan meningkat 30-40%.

(28)

Kesehatan dan daya kerja erat hubungannya dengan status gizi seseorang. Secara umum kekurangan gizi akan berpengaruh terhadap kekuatan daya tahan dan respon imunologis terhadap penyakit dan keracunan. Status gizi juga berperan terhadap kapasitas paru. Orang dengan postur kurus panjang biasanya kapasitas vital paksanya lebih besar dari orang dengan postur gemuk pendek.

Tanpa makan dan minum yang cukup kebutuhan energi untuk bekerja akan diambil dari cadangan sel tubuh. Kekurangan makanan yang terus menerus akan menyebabkan susunan fisiologis terganggu. Menurut Sridhar (1999) secara fisiologis seseorang dengan status gizi yang kurang maupun lebih dapat mengalami penurunan KVP yang pada akhirnya dapat mempengaruhi terjadinya gangguan fungsi paru (Alsagaf, 2002).

2.10 Anatomi Dan Fisiologi Paru

2.10.1 Anatomi Paru

Saluran pernafasan terdiri dari rongga hidung, rongga mulut, faring, laring, trakea, dan paru. Laring membagi saluran pernafasan menjadi 2 bagian, yakni saluran pernafasan atas dan saluran pernafasan bawah. Pada pernafasan melalui paru-paru atau pernafasan external, oksigen di pungut melalui hidung dan mulut. Pada waktu bernafas, oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronchial ke alveoli dan dapat erat hubungan dengan darah didalam kapiler pulmunaris (Guyton, 2008).

(29)

Hanya satu membran yaitu membran alveoli, memisahkan oksigen dan darah oksigen menembus membran ini dan dipungut oleh hemoglobin sel darah merah dan dibawa ke jantung. Dari sini dipompa didalam arteri kesemua bagian tubuh. Darah meninggalkan paru-paru pada tekanan oksigen 100 mm hg dan tingkat ini hemoglobinnya 95%. Di dalam paru-paru, karbon dioksida, salah satu hasil buangan. Metabolisme menembus membran alveoli, kapiler dari kapiler darah ke alveoli dan setelah melalui pipa bronchial, trakea, dinafaskan keluar melalui hidung dan mulut (Guyton, 2008).

2.10.2 Fisiologi Paru

Udara bergerak masuk dan keluar paru-paru karena ada selisih tekanan yang terdapat antara atmosfir dan alveolus akibat kerja mekanik otot-otot. Seperti yang telah diketahui, dinding toraks berfungsi sebagai penembus. Selama inspirasi, volume toraks bertambah besar karena diafragma turun dan iga terangkat akibat kontraksi beberapa otot yaitu sternokleidomastoideus mengangkat sternum ke atas dan otot seratus, skalenus dan interkostalis eksternus mengangkat iga-iga (Price,1994)

Selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat elastisitas dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis eksternus relaksasi, dinding dada turun dan lengkung diafragma naik ke atas ke dalam rongga toraks, menyebabkan volume toraks berkurang. Pengurangan volume toraks ini meningkatkan tekanan intrapleura maupun

(30)

tekanan intrapulmonal. Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir menjadi terbalik, sehingga udara mengalir keluar dari paru-paru sampai udara dan tekanan atmosfir menjadi sama kembali pada akhir ekspirasi (Price,1994)

Tahap kedua dari proses pernapasan mencakup proses difusi gas-gas melintasi membrane alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5 μm). Kekuatan pendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara darah dan fase gas. Tekanan parsial oksigen dalam atmosfir pada permukaan laut besarnya sekitar 149 mmHg. Pada waktu oksigen diinspirasi dan sampai di alveolus maka tekanan parsial ini akan mengalami penurunan sampai sekiktar 103 mmHg. Penurunan tekanan parsial ini terjadi berdasarkan fakta bahwa udara inspirasi tercampur dengan udara dalam ruangan sepi anatomic saluran udara dan dengan uap air. Perbedaan tekanan karbondioksida antara darah dan alveolus yang jauh lebih rendah menyebabkan karbondioksida berdifusi kedalam alveolus. Karbondioksida ini kemudian dikeluarkan ke atmosfir (Price,1994).

Dalam keadaan beristirahat normal, difusi dan keseimbangan oksigen di kapiler darah paru-paru dan alveolus berlangsung kira-kira 0,25 detik dari total waktu kontak selama 0,75 detik. Hal ini menimbulkan kesan bahwa paru-paru normal memiliki cukup cadangan waktu difusi. Pada beberapa penyakit misal; fibosis paru, udara dapat menebal dan difusi melambat sehingga ekuilibrium mungkin tidak lengkap, terutama sewaktu berolahraga dimana waktu kontak total berkurang. Jadi, blok difusi dapat

(31)

mendukung terjadinya hipoksemia, tetapi tidak diakui sebagai faktor utama (Rab,1996).

2.10.3 Sistem Pertahanan Paru

Paru-paru mempunyai pertahanan khusus dalam mengatasi berbagai kemungkinan terjadinya kontak dengan aerogen dalam mempertahankan tubuh. Sebagaimana mekanisme tubuh pada umumnya, maka paru-paru mempunyai pertahanan seluler dan humoral. Beberapa mekanisme pertahanan tubuh yang penting pada paru-paru dibagi atas (Rab,1996) : 1. Filtrasi udara

Partikel debu yang masuk melalui organ hidung akan : a. Yang berdiameter 5-7 μ akan tertahan di orofaring.

b. Yang berdiameter 0,5-5 μ akan masuk sampai ke alveoli paru

c. Yang berdiameter < 0,5 μ dapat masuk sampai ke alveoli, dan masuk ke pembuluh darah.

2. Mukosilia

Baik mukus maupun partikel yang terbungkus di dalam mucus akan digerakkan oleh silia keluar menuju laring. Keberhasilan dalam mengeluarkan mucus ini tergantung pada kekentalan mucus, luas permukaan bronkus dan aktivitas silia yang mungkin terganggu oleh iritasi, baik oleh asap rokok, hipoksemia maupun hiperkapnia.

(32)

zat-zat yang melapisi permukaan bronkus antara lain, terdiri dari : a. Lisozim, dimana dapat melisis bakteri

b. Laktoferon, suatu zat yang dapat mengikat ferrum dan bersifat bakteriostatik

c. Interferon, protein dengan berat molekul rendah mempunyai kemampuan dalam membunuh virus.

d. Ig A yang dikeluarkan oleh sel plasma berperan dalam mencegah terjadinya infeksi virus. Kekurangan Ig A akan memudahkan terjadinya infeksi paru yang berulang.

4. Fagositosis

Sel fagositosis yang berperan dalam memfagositkan mikroorganisme dan kemudian menghancurkannya. Makrofag yang mungkin sebagai derivate monosit berperan sebagai fagositer. Untuk proses ini diperlukan opsonim dan komplemen.

2.10.4. Sistem Pernafasan a. Pengertian Pernafasan

Pernafasan atau respirasi adalah menghirup udara dari luar yang mengandung O2 (oksigen) kedalam tubuh serta menghembuskan udara yang banyak mengandung CO2 (karbon dioksida) sebagai sisa dari oksidasi keluar tubuh. Penghisapan ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi (Syaifuddin,1996).

(33)

b. Fungsi Pernafasan Fungsi pernafasan adalah:

1.Mengambil oksigen kemudian dibawa oleh darah keseluruh tubuh (sel-selnya) untuk mengadakan pembakaran.

2.Mengeluarkan karbon dioksida yang terjadi sebagai sisa pembakaran, kemudian dibawa oleh darah ke paru-paru untuk dibuang (karena tidak berguna lagi oleh tubuh) (Syaifuddin, 1996).

c. Mekanisme Kerja Sistem Pernapasan

Proses terjadinya pernapasan terbagi 2 yaitu : 1. Inspirasi (menarik napas)

Inspirasi adalah proses yang aktif, proses ini terjadi bila tekanan intra pulmonal (intra alveol) lebih rendah dari tekanan udara luar.

2. Ekspirasi (menghembus napas)

Ekspirasi adalah proses yang pasif, proses ini berlangsung bila tekanan intra pulmonal lebih tinggi dari pada tekanan udara luar sehingga udara bergerak keluar paru (Guyton, 2008).

d. Tanda-tanda dan Gejala Gangguan Fungsi Pernapasan

Gangguan pada fungsi pernapasan di tandai dengan keluhan-keluhan utama berupa :

(34)

1. Batuk 2. Sesak 3. Batuk darah

4. Nyeri dada (Danusantoso, 2000).

2.11 Pengukuran Pernapasan

Pengukuran pernapasan dapat dilakukan dengan menggunakan metode spirometri. Spirometri merupakan suatu metode sederhana yang dapat mengukur sebagian terbesar volume dan kapasitas paru-paru. Spirometri merekam secara grafis atau digital volume ekspirasi paksa dan kapasitas vital paksa. Volume Ekspirasi Paksa (VEP) atau Forced Expiratory Volume (FEV) adalah volume dari udara yang dihembuskan dari paru-paru setelah inspirasi maksimum dengan usaha paksa minimum, diukur pada jangka waktu tertentu. Biasanya diukur dalam 1 detik (VEP1). Kapasitas Vital paksa atau Forced Vital Capacity (FVC) adalah volume total dari udara yg dihembuskan dari paru-paru setelah inspirasi maksimum yang diikuti oleh ekspirasi paksa minimum (Guyton, 2008).

(35)

Ada beberapa indikasi-indikasi dari pemeriksaan spirometri seperti: a. Untuk mengevaluasi gejala dan tanda

b. Untuk mengukur efek penyakit pada fungsi paru

c. Untuk menilai resiko pra-operasi

d. Untuk menilai prognosis

e. Untuk menilai status kesehatan sebelum memulai aktivitas fisik berat program (Miller MR, Hanikinson JL, 2005)

Prediksi Nilai normal Untuk menginterpretasikan tes fungsi ventilasi dalam setiap individu, bandingkan hasilnya dengan nilai-nilai referensi yang diperoleh dari yang jelas populasi subyek normal cocok untuk jenis kelamin, umur, tinggi dan asal etnis dan menggunakan tes serupa protokol, dan instrumen hati-hati dikalibrasi dan divalidasi. Nilai diprediksi Normal untuk fungsi ventilasi umumnya bervariasi sebagai berikut:

a. Jenis Kelamin: Untuk ketinggian tertentu dan usia, laki-laki memiliki VEP1, KVP, FEF25%-75% dan PEF yang lebih besar tetapi memiliki VEP1/KVP yang relatif lebih kecil.

b. Umur: VEP1, KVP, FEF25-75% dan PEF meningkat sementara penurunan VEP1/ KVP dengan usia sampai sekitar 20 tahun pada wanita dan 25 tahun pada pria. Setelah ini, semua indeks bertahap turun, meskipun kadar penurunan yang tepat tidak diketahui karena keterkaitan

(36)

antara usia dan tinggi badan. Penurunan VEP1/ KVP dengan usia pada orang dewasa karena penurunan yang lebih besar pada VEP1 dari KVP.

c. Tinggi: Semua indeks selain VEP1/ KVP meningkat.

d. Etnis asal: Polinesia termasuk yang paling rendah memiliki VEP1 dan KVP dari berbagai kelompok etnis seperti kaukasia dan afrika. (Miller MR, Hanikinson JL, 2005).

Tes spirometri memiliki Interpretasi Fungsi Ventilasi. Kelainan ventilasi dapat disimpulkan jika ada VEP1, KVP, PEF atau VEP1/KVP adalah luar kisaran normal.

a. Normal: KVP≥ 80%, VEP1/KVP≥75%

b. Gangguan Obstruksi: VEP1< 80% nilai prediksi, VEP1/KVP< 70% nilai prediksi

c. Gangguan Restriksi: Kapasitas Vital (KV)< 80% nilai prediksi, KVP<80%

d. Gangguan Campuran: KVP< 80% nilai prediksi, VEP1/KVP< 75% nilai prediksi (Johns DP, Pierce, 2007).

2.12 Proses Kerja Dalam Industri Pabrik Gula

Dalam melaksanakan produksinya sebuah pabrik gula memiliki proses kerja. Adapun proses kerja yang dilakukan dalam industri pabrik gula adalah sebagai berikut:

(37)

a. Pengiriman Dan Penimbangan Tebu b. Pengendalian Operasional Peralatan Pabrik c. Penanganan Tebu

d. Preparasi Tebu e. Ekstraksi Nira

f. Boiler Dan Pembangkit Tenaga Listrik

3 unit boiler dengan tekanan kerja masing masing 20kg/cm2G digunakan untuk menggerakkan 3 buah back pressure turbo-alternator yang masing masing mampu membangkitkan tenaga listrik sebesar 5MW, juga digunakan untuk menggerakkan turbin uap penggerak unit preparasi (cane cutter dan shredder)dan unit ekstraksi (gilingan). Pada masa tidak giling (off-season) 1 unit boiler tetap beroperasi dan memanfaatkan bahan bakar (ampas tebu) kelebihan dari masa giling untuk melayani kebutuhan uap penggerak turbine generator dalam memenuhi kebutuhan listrik perumahan divisi I s/d divisi VI, perkantoran,maintenance peralatan di pabrik dan pompa irigasi pertanian.

g. Pemurnian Gula

h. Penguapan (Evaporation) i. Kristalisasi Gula

j. Pemisahan Kristal Gula Dan Molasses

Gambar

Tabel 2.1 Jenis Debu yang Dapat Mengganggu Pernapasan Manusia
Gambar 2.1 Spirometri ( Dewan Asma Nasional Australia)

Referensi

Dokumen terkait

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut berupa evaluasi stabilitas kimia selama masa penyimpanan sediaan mikroemulsi kombinasi ekstrak daun mangkokan (Nothopanax

Hanya dua pokok pikiran yang ditulis siswa sesuai dengan bacaan yang telah dibaca,termasuk informasi penting yang didapatkan dari bacaan Keseluruhan pokok pikiran

Peraturan Menteri Tata Cara Penetapan Status Perlindungan Jenis Ikan Draft dipersiapkan oleh Ditjen KP3K 32. Peraturan Menteri Tata Cara Perlindungan Jenis dan Genetik Ikan

data, pelanggaran sikap diam sebanyak 1 data, dan pelanggaran maksim dengan informasi yang terlalu banyak ditemukan sebanyak 2 data, (2) pengaruh pelanggaran

Pada saat fase positif maupun negatif DM tanpa adanya El Nino, anomali angin ke arah barat di sebelah timur ekuatorial Samudera Hindia berperan besar dalam anomali

Kalimat karya sastra diberi sisipan-sisipan kata dan kata sinonimnya, ditaruh dalam tanda kurung supaya artinya menjadi jelas, seperti pembacaan sajak Choiril

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, pemberian bakteri heterotrof komersil C (Bacillus subtilis 1 x 10 12 cfu dan Bacillus licheniformis 1 x 10 12 cfu) dapat

Apakah saudara menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) berupa masker untuk melindungi saluran pernafasan dari paparan debu pada saat melakukan kegiatan bongkar muat4. Apakah