• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kepadatan Mikroba dalam Seduhan Kompos

Hasil pengamatan kepadatan mikroba pada seduhan kompos dengan metode pencawanan pengenceran 10-6 pada media PDA menunjukkan bahwa antara seduhan kompos berbahan kotoran sapi dan ayam baik diberi molase maupun tanpa molase menunjukkan perbedaan yang signifikan. Kepadatan mikroba dalam seduhan kompos berbahan kotoran sapi jauh lebih tinggi dibandingkan dengan seduhan kompos berbahan kotoran ayam (Tabel 2). Dalam Tabel 2 juga dapat dilihat bahwa penambahan molase yang bertujuan meningkatkan kepadatan mikroba dalam seduhan kompos tidak selalu memberikan hasil yang konsisten. Pada seduhan kompos berbahan kotoran sapi yang ditambah molase kepadatan mikrobanya sangat padat dibandingkan dengan tidak ditambah molase. Di pihak lain, pada seduhan kompos berbahan kotoran ayam, pemberian molase justru menurunkan jumlah mikroba. Fenomena hasil pengamatan ini sepenuhnya tidak dipahami.

Tabel 2 Kepadatan mikroba dalam filtrat seduhan kompos Perlakuan a) Jumlah (106 cfu/ml b)) Kotoran Ayam (tanpa molase) 11

Kotoran Ayam + Molase 7

Kotoran Sapi (tanpa molase) 36,67

Kotoran Sapi + Molase 362

a)

Data didapatkan 24 jam setelah pencawanan.

b)

cfu = coloni forming unit.

Intensitas Beberapa Jenis Penyakit yang Dominan

Selama penelitian beberapa penyakit yang muncul didominasi oleh penyakit bercak target (Corynespora cassiicola), penyakit karat (Phakopsora pachyrhizi) dan penyakit layu yang disebabkan oleh cendawan Sclerotium rolfsii. Intensitas penyakit karat dan bercak target tergolong rendah, tidak lebih dari 3 %, sedangkan penyakit layu sclerotium tergolong tinggi, mencapai 31.2 % pada kontrol Tabel 5. Rendahnya intensitas penyakit, terutama pada tajuk, diduga berkaitan erat dengan

(2)

faktor abiotik yang kurang mendukung perkembangan penyakit. Percobaan dilaksanakan dalam musim kemarau sehingga kelembaban sangat rendah, tidak mendukung perkembangan penyakit. Selain faktor abiotik, faktor yang mungkin menyebabkan rendahnya serangan patogen adalah rendahnya jumlah inokulum. Areal pertanaman di sekitar lahan percobaan tidak ada tanaman kedelai, atau tanaman lain yang dapat menjadi inang alternatif dari patogen yang menyerang kedelai.

Penyakit Bercak Target

Penyakit bercak target yang disebabkan oleh C. cassiicola mulai muncul pada tanaman kedelai berumur dua minggu setelah tanam. Penyakit ini berkembang lambat sehingga sampai pada akhir pengamatan intensitasnya hanya berkisar antara 0.7%, untuk perlakuan yang paling efektif, hingga 2,31 % untuk kontrol.

Tabel 3 Intensitas penyakit bercak target (C. cassiicola) dalam berbagai perlakuan seduhan kompos pada tanaman kedelai umur 11 MST Sandi a) Bercak Target (C. cassiicola)

Intensitas (%) b) TE (%) c) Aa1 0,90de 61,04 Aa2 0,87de 62,34 Aa3 0,90de 61,04 Ab1 0,83de 64,07 Ab2 1,03cde 55,41 Ab3 0,90de 61,04 A1 1,07cde 53,68 A2 0,87de 62,34 A3 1,10bcde 52,38 Ba1 0,97cde 58,01 Ba2 0,97cde 58,01 Ba3 0,93cde 59,74 Bb1 0,83de 65,37

Sandi Bercak Target (C. cassiicola) Intensitas (%) b) TE (%) c) Bb2 0,73de 69,70 Bb3 0,77de 66,67 B1 0,70e 69,70 B2 0,77de 66,67 B3 1,10bcde 52,38 a1 1,90ab 17,75 a2 2,00a 13,42 a3 1,77abc 23,38 b1 1,57abcd 32,03 b2 1,77abc 23,38 b3 1,57abcd 32,03 Kontrol 2,31a - Keterangan :

a) Aa1 disemprot dan disiram seduhan kompos ayam diencerkan 1 kali, Ba1 disemprot

seduhan kompos sapi dan disiram seduhan kompos ayam diencerkan 1 kali, a1 disiram seduhan kompos ayam diencerkan 1 kali, Ab1 disemprot seduhan kompos ayam dan disiram seduhan kompos sapi diencerkan 1 kali, Bb1 disemprot dan disiram seduhan kompos sapi diencerkan 1 kali, B1 disiram seduhan kompos sapi diencerkan 1 kali, A1 disemprot seduhan kompos ayam dan disiram air diencerkan 1 kali, B1 disemprot seduhan kompos sapi dan disiram air diencerkan 1 kali, Aa2 disemprot dan disiram seduhan kompos ayam diencerkan 10 kali, Ba2 disemprot seduhan kompos sapi dan disiram seduhan kompos ayam diencerkan 10 kali, a2 disiram seduhan kompos ayam diencerkan 10 kali, Ab2

(3)

disemprot seduhan kompos ayam dan disiram seduhan kompos sapi diencerkan 10 kali, Bb2 disemprot dan disiram seduhan kompos sapi diencerkan 10 kali, b2 disiram seduhan kompos sapi diencerkan 10 kali, A2 disemprot seduhan kompos ayam dan disiram air diencerkan 10 kali, B2 disemprot seduhan kompos sapi dan disiram air diencerkan 10 kali, Aa3 disemprot dan disiram seduhan kompos ayam diencerkan 20 kali, Ba3 disemprot seduhan kompos sapi dan disiram seduhan kompos ayam diencerkan 20 kali, a3 disiram seduhan kompos ayam diencerkan 20 kali , Ab3 disemprot seduhan kompos ayam dan disiram seduhan kompos sapi diencerkan 20 kali, Bb3 disemprot dan disiram seduhan kompos sapi diencerkan 20 kali, b3 disiram seduhan kompos sapi diencerkan 20 kali, A3 disemprot seduhan kompos ayam dan disiram air diencerkan 20 kali, B3 disemprot seduhan kompos sapi dan disiram air diencerkan 20 kali, K disemprot dan disiram air tanpa seduhan kompos.

b)

Angka sekolom diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan.

c) Keefektifan pengendalian relatif terhadap kontrol.

Intensitas penyakit bercak target, C. cassiicola, pada semua perlakuan yang dikombinasikan dengan penyemprotan seduhan kompos pada tajuk tanaman pada semua tingkat konsentrasi uji, secara nyata lebih rendah dibandingkan dengan kontrol. Hasil ini menunjukkan bahwa semua perlakuan penyemprotan dengan seduhan kompos secara nyata dapat menekan intensitas penyakit bercak target, dengan tingkat efikasi yang cukup tinggi, berkisar antara 52,38 – 69,70 % tergolong agak efektif hingga cukup efektif menurut kategori yang telah ditentukan. Sementara itu, perlakuan penyiraman seduhan kompos tanpa penyemprotan pada tajuk (a dan b), tidak menunjukkan perbedaan nyata dalam intensitas penyakit dibandingkan dengan kontrol.

Berdasarkan tiga tingkat pengenceran yang diaplikasikan, terlihat bahwa pengenceran seduhan kompos yang disemprotkan pada tajuk tidak memberikan pengaruh nyata terhadap intensitas penyakit bercak target. Aplikasi penyemprotan dengan pengenceran satu kali dan 20 kali sama efektifnya. Oleh karena itu, penyemprotan pada tajuk baik dengan seduhan kompos berbahan kotoran sapi maupun berbahan kotoran ayam dengan pengenceran 20 kali lebih efisien dengan tingkat keefektifan agak efektif hingga cukup efektif dalam menekan penyakit bercak target pada tanaman kedelai di lapangan.

(4)

Penyakit Karat

Penyakit karat mulai muncul pada tanaman kedelai umur dua minggu setelah tanam. Intensitas penyakit ini paling tinggi pada kontrol hanya mencapai 2,77% pada pengamatan terakhir (6 hari setelah aplikasi terakhir).

Sama halnya dengan data intensitas penyakit bercak target, intensitas penyakit karat pada semua perlakuan yang dikombinasikan dengan penyemprotan seduhan kompos pada tajuk tanaman, pada semua tingkat konsentrasi uji, secara nyata lebih rendah dibandingkan dengan kontrol. Hasil ini menunjukkan bahwa semua perlakuan penyemprotan dengan seduhan kompos secara nyata dapat menekan intensitas penyakit karat, dengan tingkat efikasi yang cukup tinggi, berkisar antara 52,38 – 69,70 % berturut - turut tergolong agak efektif hingga cukup efektif menurut kategori yang telah ditentukan. Berdasarkan tiga tingkat pengenceran yang diaplikasikan, terlihat juga bahwa pengenceran seduhan kompos disemprotkan pada tajuk tidak memberikan pengaruh nyata terhadap intensitas penyakit karat, Aplikasi penyemprotan dengan pengenceran satu kali dan 20 kali sama efektifnya. Oleh karena itu, penyemprotan pada tajuk dengan pengenceran 20 kali lebih efisien dan cukup efektif dalam menekan penyakit karat pada tanaman kedelai di lapangan. Dua macam perlakuan penyiraman seduhan kompos yang tidak dikombinasikan dengan penyemprotan pada tajuk, a3 dan b1, juga memberikan pengaruh menekan intensitas penyakit karat, namun dengan tingkat efikasi berturut-turut 36,10 % dan 48,38 %, masih tergolong kurang efektif dan agak efektif.

(5)

Tabel 4 Intensitas penyakit karat (P. pachyrizi) dalam berbagai perlakuan seduhan kompos pada tanaman kedelai umur 11 MST

Sandi a) Karat (P. pachyrhizi) Intensitas (%) b) TE (%) c) Aa1 0,70fg 74,73 Aa2 0,93defg 66,43 Aa3 0,73fg 73,65 Ab1 0,67fg 75,81 Ab2 1,10defg 60,29 Ab3 0,97defg 64,98 A1 1,57bcdef 43,32 A2 0,50g 81,95 A3 0,70fg 74,73 Ba1 1,00defg 63,90 Ba2 1,17cdefg 57,76 Ba3 0,93defg 66,43 Bb1 1,03defg 62,82

Sandi Karat (P. pachyrhizi) Intensitas (%) b) TE (%) c) Bb2 1,07defg 61,37 Bb3 0,80efg 71,12 B1 0,70fg 74,73 B2 0,93defg 66,43 B3 0,57fg 79,42 a1 1,87abcd 32,49 a2 2,17ab 21,66 a3 1,77bcde 36,10 b1 1,43bcdefg 48,38 b2 2,20ab 20,58 b3 2,07abc 25,27 Kontrol 2,77a - Keterangan :

a) Keterangan sandi perlakuan sama dengan keterangan Tabel 3.

b) Angka sekolom diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan.

c)

Keefektifan pengendalian relatif terhadap kontrol.

Penyakit Layu Sclerotium

Gejala penyakit layu mulai muncul pada tanaman kedelai umur tiga minggu setelah tanam. Penyakit ini terus berkembang dengan laju yang sangat bervariasi tergantung perlakuan. Intensitas penyakit paling tinggi (31,20%) pada kontrol dan paling rendah (0 %) pada beberapa perlakuan, Aa1, Aa3, Ba1, Ba3, Bb1 dan a2, semuanya dikombinasikan dengan penyiraman seduhan kompos berbahan kotoran sapi atau ayam.

Umumnya pada perlakuan-perlakuan penyemprotan seduhan kompos yang tidak dikombinasikan dengan penyiraman (A1, B1, B2 dan B3), kecuali perlakuan A2 da A3, intensitas penyakit layu sclerotium tidak berbeda nyata dengan kontrol. Tampaknya perlakuan penyemprotan seduhan kompos berasal dari kotoran ayam dengan pengenceran 1 kali (A1) masih mampu menekan intensitas penyakit layu sclerotium, sedangkan dengan pengenceran 10 kali (A2) dan 20 kali (A3) seduhan kompos ayam tidak mampu menekan penyakit ini. Sementara itu, penyemprotan seduhan kompos sapi yang tidak dikombinasikan dengan penyiraman (B1, B2 dan B3) dikategorikan tidak efektif karena intensitas penyakit tidak berbeda dengan

(6)

kontrol, walaupun tingkat efikasi dua perlakuan disebutkan terakhir, B1 dan B2, mencapai nilai efikasi berturut-turut 55,74 % dan 51,92 %.

Tabel 5 Intensitas penyakit layu (S. rolfsii) dalam berbagai perlakuan seduhan kompos pada tanaman kedelai umur 11 MST

Sandi a) Layu (S. rolfsii) Intensitas (%) b) TE (%) c) Aa1 0c 100 Aa2 2,77bc 91,12 Aa3 0c 100,00 Ab1 2,77bc 91,12 Ab2 2,08c 93,33 Ab3 2,77bc 91,12 A1 21,06ab 32,50 A2 4,17bc 86,63 A3 2,08c 93,33 Ba1 0c 100 Ba2 5,56bc 82,18 Ba3 0c 100 Bb1 0c 100

Sandi a) Layu (S. rolfsii) Intensitas (%) b) TE (%) c) Bb2 5,93bc 80,99 Bb3 6,67bc 78,62 B1 13,81abc 55,74 B2 15,00abc 51,92 B3 30,00a 3,85 a1 7,64bc 75,51 a2 0c 100 a3 5,13bc 83,56 b1 0c 100 b2 0c 100 b3 4,46bc 85,71 Kontrol 31,20a - Keterangan :

a) Keterangan sandi perlakuan sama dengan keterangan Tabel 3.

b) Angka sekolom diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan.

c)

Keefektifan pengendalian relatif terhadap kontrol.

Tabel 5 juga menunjukkan bahwa semua perlakuan seduhan kompos yang diaplikasikan dengan penyiraman baik yang dikombinasikan dengan penyemprotan maupun yang tidak, dikategorikan efektif (75% ≤ TE < 95%) hingga sangat efektif (TE > 90 %) dalam pengendalian penyakit layu sclerotium pada tanaman kedelai. Tingkat keefektifan ini ditunjukkan oleh perlakuan penyiraman seduhan kompos pada semua tingkat pengenceran yang diuji. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perlakuan seduhan kompos kotoran ayam atau sapi dengan pengenceran 20 kali dengan aplikasi seminggu sekali sudah cukup efektif dalam pengendalian penyakit layu sclerotium pada tanaman kedelai di lapangan.

(7)

Pengaruh Seduhan Kompos Terhadap Bobot Basah Tanaman dan Polong

Bobot tanaman pada kontrol dan semua perlakuan yang mendapat seduhan kompos tidak menunjukkan perbedaan nyata (Tabel 6). Tidak berbedanya bobot basah tanaman dan polong dari hasil penelitian salah satunya disebabkan rendahnya intensitas penyakit yang muncul sehingga belum mempengaruhi bobot tanaman dan polong. Umumnya bobot basah tanaman dan polong pada perlakuan seduhan kompos relatif lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol, hanya beberapa perlakuan yang lebih rendah yaitu : a1, Aa1, Bb3, a2, B3.

Tabel 6 Bobot basah tanaman dan polong per plot dalam berbagai perlakuan seduhan kompos pada tanaman kedelai

Sandi a) Bobot Basah (g) Tanaman b) Polong b) Aa1 232,9a 107,61a Aa2 351,7a 221,09a Aa3 309,9a 164,17a

Ab1 296a 202,79a

Ab2 322,4a 151,49a

Ab3 265,3a 141a

A1 381,2a 197,41a

A2 284,7a 120,77a

A3 379,3a 221a

Ba1 336,9a 198,16a Ba2 448,1a 216,08a Ba3 263,3a 141,49a Bb1 265,5a 164,12a

Sandi Bobot Basah (g) Tanaman b) Polong b) Bb2 426,7a 209,99a Bb3 228,2a 114,47a B1 277a 145,95a B2 335,8a 175,35a B3 207,3a 111,17a a1 251,4a 118,90a a2 220a 108,33a a3 332,9a 165,84a b1 368,1a 169,51a b2 297,6a 166,31a b3 439a 220,07a

Kontrol 262,2a 124,54a Keterangan :

a) Keterangan sandi perlakuan sama dengan keterangan Tabel 2.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian tentang perbedaan lama waktu perendaman kerang hijau dengan larutan tomat yaitu perlakuan perendaman kerang hijau

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menerapkan model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) pada tema Kayanya Negeriku berbantu media gambar sketsa siswa

The paper tries to elaborate the ideas of Hisham Sharabi on Neo-patriarchy culture and its relevance to the current situations. He perceived that Neo-patriarchy as one of main

seperti yang tertera dalam prospektus atau ada perkiraan harga apabila menggunakan sistem book building. 2) Pembeli tidak dipungut biaya transaksi. 3) Pembeli belum pasti

Membuat lembar kerja siswa (LKS) yang berisi kegiatan yang harus dilakukan siswa. Mempersiapkan media pembelajaran berupa alat dan bahan yang akan digunakan untuk percobaan

Ini kerana mangsa gangguan seksual kerap kali menghadapi perasaan yang tertekan, benci, marah dan hilang pertimbangan dan dalam masa yang sama menjejaskan kesihatan mangsa