• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENAFSIRAN MUHAMMAD QURAISH SHIHAB TENTANG SUNNATULLAH. A. Pola Penafsiran Muhammad Quraish Shihab

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV ANALISIS TERHADAP PENAFSIRAN MUHAMMAD QURAISH SHIHAB TENTANG SUNNATULLAH. A. Pola Penafsiran Muhammad Quraish Shihab"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

ANALISIS TERHADAP PENAFSIRAN MUHAMMAD QURAISH SHIHAB

TENTANG SUNNATULLAH

A. Pola Penafsiran Muhammad Quraish Shihab

Dari penafsiran Muhammad Quraish Shihab terhadap ayat-ayat tentang sunnatullah seperti yang telah penulis paparkan di bab III maka dapat dianalisis bagaimana pengertian sunnatullah, perintah menjalankan sunnatullah dengan baik, apa akibat orang yang mentaati sunnatullah dan apa akibat bagi orang yang tidak mentaati sunnatullah.

Jika dipahami dari penafsiran Muhammad Quraish Shihab sunnatullah mempunyai arti kebiasaan-kebiasaan Allah dalam memperlakukan masyarakat. Dan perlu diingat bahwa apa yang dinamai hukum-hukum alam juga merupakan kebiasaan-kebiasaan yang dialami manusia menyangkut fenomena alam. Kebiasaan-kebiasaan itu tidak bisa beralih dan tidak bisa berubah karena sifatnya seperti itu maka dapat dinamai juga dengan hukum-hukum kemasyarakatan atau ketetapan-ketetapan bagi masyarakat.

Di dalam Ensiklopedi Islam Indonesia sunnatullah mengandung arti : Cara, jalan, hukum, aturan, atau ketetapan (yang dikehendaki) Allah. Ungkapan sunnatullah dapat dijumpai dalam sejumlah ayat al-Qur’an (33:38, 62; 35:43; 48:23). Juga dapat dijumpai dalam al-Qur’an ungkapan lain dengan maksud yang sama, seperti sunnatuna (sunnah yang Kami kehendaki) pada ayat 17:77, sunnat al-awwalin (sunnah yang berlaku pada orang-orang terdahulu) pada ayat-ayat 8:38, 15:13, 18:55,

(2)

dan 35:43, sunnah yang terjadi bagi para Rasul terdahulu (17:77), dan sunan (jamak sunnat) tanpa dihubungkan kepada siapa pun (3:137) atau dihubungkan kepada “orang-orang sebelum kamu” (4:26).

Ungkapan sunnatullah atau ungkapan lain seperti tersebut di atas, jelas mengacu kepada hukum-hukum, pola-pola, atau undang-undang yang dikehendaki Allah berlaku bagi perkembangan masyarakat manusia pada khususnya, atau segenap alam semesta ini pada umumnya. Sunnatullah yang berlaku dalam perkembangan masyarakat manusia itulah yang sesungguhnya dicari dan ditemukan oleh falsafah sosial atau falsafah sejarah,atau lebih umum : Sunnatullah yang berlaku dalam alam semesta itulah yang sesungguhnya dicari atau ingin diketahui oleh para pencari atau para peneliti kebenaran, seperti ilmuwan, filosof, dan lain-lain.1

Perlu kita ketahui bahwa setiap bagian dari alam ini dibangun dengan benar diatur dengan hukum-hukum tertentu dapat menampakkan kemuliaan (keagungan) Tuhan dalam diskripsi yang sempurna. Seseorang yang buta akan sunnah-sunnah Allah ia tidak akan mengetahui Allah dengan baik. Dan orang yang tidak mengetahui sunnah-sunnah Allah tersebut, bisa dipastikan ia tidak dapat mengemban risalah Allah2.

Dalam ayat-ayat sunnatullah yang telah ditafsirkan oleh Muhammad Quraish Shihab semuanya mengenai hukum kemasyarakatan yang tidak bisa lepas dari hukum

1 Ensiklopedi Islam Indonesia, Disusun oleh Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Penerbit Jambatan, Jakarta, 1992, hlm. 880.

2 Syeh Muhammad Ghozali, Lima Intisari ALqur’an, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta, 2002, hlm. 69.

(3)

alam itu sendiri. Penyajian kisah-kisah para Nabi atau Rasul terdahulu (sebelum Nabi Muhammad) dan kaum-kaum mereka, baik yang menentang dan terus menerus dalam perbuatan jahat, maupun yang beriman dan sabar menegakkan kebaikan, maksudnya antara lain adalah untuk mengingatkan umat Islam atau umat manusia umunya tentang tetapnya Tuhan memberlakukan sunnah-Nya. Dapat dilihat dalam al-Qur’an bahwa Tuhan antara lain setelah mengisahkan peranan kaum kafir masa lalu bahwa mereka berjanji akan beriman bila datang seorang juru ingat (Rasul).

Menurut Thaba Thabai dalam memahami penggalan surat Faathir ayat 43 dalam arti jika pemberi peringatan itu datang kepada kami, maka kami pasti akan lebih mendapat petunjuk dibandingkan dengan umat lain yang pernah didatangi oleh pemberi peringatan, seperti umat Yahudi dan Nasrani. Ayat ini menurutnya tidak berkata “akan lebih mendapat petunjuk dibanding mereka”, karena kaum musyrikin itu terlebih dahulu ingin menegaskan bahwa mereka adalah umat yang belum pernah didatangi seorang pemberi peringatan. Lalu apabila mereka pada suatu ketika didatangi oleh pemberi peringatan, maka ketika itu baru mereka sama dengan umat-umat yang lain itu. Selanjutnya mereka akan menyambut dan mempercayai pemberi peringatan itu sehingga dengan demikian mereka menjadi lebih banyak mendapat petunjuk dibandingkan dengan umat-umat yang didatangi oleh pemberi peringatan dan yang telah

(4)

menerima peringatan itu sebelum mereka.3 Tetapi setelah

yang mereka tunggu datang, mereka malah bertambah kufur dan sombong, bahkan menyusun rencana-rencana jahat menegaskah bahwa yang mereka tunggu tidak lain dari berlakunya sunnah yang berlaku pada umat terdahulu, dan selanjutnya Ia menegaskan bahwa sunnah-Nya (sunnatullah) yang diberlakukan untuk masyarakat manusia tidak akan berubah (35:42-43). Nabi Muhammad sendiri, setelah diingatkan Tuhan tentang upaya kaum kafir untuk unggelincirkannya dan apa akibat-akibatnya kalau kehendak mereka dituruti, juga diingatkan tentang sunnatullah yang tetap, seperti yang berlaku pada rasul-rasul yang datang terdahulu (17:73-77).

Selain menyajikan kisah-kisah umat terdahulu, sebagai contoh-contoh yang harus dijadikan bahan pengajaran al-Qur’an juga mendorong agar orang-orang melakukan perjalanan di permukaan bumi ini untuk meneliti sendiri dan merenungkan hubungan kausalitas atau sunnatullah dalam peristiwa-peristiwa kebangkitan dan kejayaan suatu masyarakat atau kemunduran dan kehancuran mereka. Berulang-ulang al-Qur’an mendorong : “Berjalanlah kamu di permukaan bumi dan lihat serta pikirkanlah bagaimana kesudahan nasib orang-orang yang mendustakan agama (3:137, 6:11, 16:36), bagaimana kesudahan nasib orang-orang yang berbuat dosa (27:69), bagaimana kesudahan nasib orang-orang dahulu yang kebanyakan musyrik (30:42), atau bagaimana ia memulai penciptaan dan kemudian menciptakan sekali lagi (29:20)”.

3 Al-Alamah al-Sayyidi Muhammad Khusain at-Thoba Thobai, Al-Mizan

(5)

Tujuan menyadari adanya sunnatullah yang tetap atau tidak mengalami perubahan itu agar masyarakat manusia yang hidup sekarang dan seterusnya tidak lagi mengulangi kesalahan atau kejahatan, yang pasti membawa kepada kehancuran atau pasti mengundang datangnya malapetaka (azab Tuhan) di dunia ini juga. Bila sebab-sebab bagi kehancuran sudah diperbuat, niscaya datang kehancuran (malapetaka atau azab) itu. Inilah makna yang terkandung di dalam banyak peringtan al-Qur’an, seperti “Tiap-tiap umat mempunyai ajal (batas waktu; saat kematian atau kehancuran), bila ajal mereka datang, niscaya mereka sesat pun tidak bisa menunda atau mendahuluinya (10:49, 7:34)”. Umat Islam sendiri berulang kali diingatkan oleh al-Qur’an bahwa mereka bukanlah kaum yang tidak mungkin dimusnahkan Allah, kecuali jika mereka teguh berjuang mencapai tujuan-tujuan yang diridhai-Nya : “Jika kamu berpaling, maka Allah akan menggantikan kamu dengan kaum yang lain, dan mereka tidak akan seperti kamu (48:38, 9:39)”.

Sunnatullah yang tetap (tidak pernah berubah) berlaku dalam kehidupan manusia dan dalam perjalanan alam semesta ini, dipahami oleh para ulama atau pemikir sebagai ungkapan yang mengandung arti : sifat-sifat atau tabiat dasar yang tetap, yang diberikan atau diciptakan Tuhan untuk setiap sesuatu yang diciptakaannya.

Setelah mengkaji pendapat Muhammad Quraish Sihab tentang peristiwa-peristiwa yang terkesan bertentangan dengan sunnatullah seperti terselamatkannya Nabi Ibrahim dari api padahal panas dan membakar, sebagai sifat api adalah sunnatullah yang

(6)

diberikan-Nya kepada api. Dengan demikian api dipahami selamanya bersifat panas dan membakar, bila ada benda yang dapat mengalahkan (memadamkan) api, atau tidak (hangus) oleh api, maka itu berarti sunnatullah yang diberikan Tuhan kepada benda itu adalah dapat memadamkan api atau tahan api. Api tetap dengan sunnatullahnya panas, membakar, tetapi kalah oleh benda tertentu atau tidak mampu merusaknya. Paham ini erat kaitannya dengan paham mestinya berlaku hubungan sebab dan akibat atau hukum kausalitas ini tetap dipandang sebagai akibat kehendak Allah sejak azali. Sebagian ulama, seperti al-Gazali dan yang sepaham dengannya, menolak kemestian hubungan kausalitas itu, karena mengira bahwa paham kemestian itu tidak memberi ruang bagi adanya mukjizat para Nabi atau Rasul Tuhan.4

Maryam adalah sosok wanita shalehah yang melahirkan Nabi Isa, tanpa melalui hubungan intim, maka bagi orang-orang yang menyaksikan kejadian itu tidak percaya, karena sesuai dengan keumuman bahwa manusia itu lahir pasti ada ibu dan bapak, tapi kelahiran Nabi Isa ini merupakan kelahiran yang luar biasa karena lahir tanpa adanya seorang ayah.

Nabi Isa sudah dapat berbicara sewaktu masih bayi (QS. Ali Imran 3 : 46) untuk membantah tuduhan kaumnya terhadap ibunya bahwa ia adalah anak zina. Setelah dewasa, beliau diberi wahyu dan diangkat menjadi Nabi. Beliau termasuk orang-orang yang saleh seperti

(7)

Nabi-Nabi yang lain, karena seluruh ucapan dan perbuatannya terpuji.

Peristiwa-peristiwa di atas hanya terjadi sekali saja dan itu tidak terjadi pada sembarangan orang, dan ini merupakan mu’jizat. Kata mu’jizat dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai “kejadian ajaib yang sukar dijangkau oleh kemampuan akal manusia. Pengertian ini tidak sama dengan pengertian kata tersebut dalam istilah agama Islam.

Mu’jizat, di definisikan oleh pakar Islam antara lain sebagai “ suatu hal atau peristiwa luar bisa yang terjadi melalui seorang yang mengaku Nabi, sebagai bukti kenabiannya yang ditantangkan kepada yang ragu, untuk melakukan atau mendatangkan hal serupa namun mereka tidak mampu melayani tantangan itu”5.

Tidak ada alasan untuk meragukan adanya mukjizat, karena tidak ada perbedaan antara peristiwa yang terjadi sekali dengan peristiwa yang terjadi berulang-ulang kali, selama kita percaya bahwa yang mewujudkan adalah Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa Lagi Maha Bijaksana. Yang perlu dipertanyakan adalah mengapa ini terjadi pada setiap saat dan pada setiap situasi yang sama, sedang mukjizat hanya terjadi pada suatu saat atau pada manusia tertentu. Itu yang wajar dipertanyakan bukan apakah dia dapat terjadi atau tidak.

Menurut Muhammad Qurais Shihab mengenai peristiwa yang terkesan bertentangan dengan sunnatullah seperti Nabi Ibrahim tidak terbakar oleh api, Maryam

5 Qurais Shihab, Mu’jizat Al-Qur’an, Mizan, Bandung, Cet IV. 1998, hlm. 23.

(8)

melahirkan anak tanpa suami,dan Nabi Isa dapat berbicara pada saat dalam ayunan ibunya. Itu semua merupakan mu’jizat dari Allah, dan semua itu terkesan bertentangan dengan sunnatullah tapi peristiwa itu hanya terjadi satu kali atau tidak berulang-ulang, maka peristiwa-peristiwa tersebut tidaklah bertentangan dengan sunnatullah melainkan bukti-bukti dari sunnatullah itu sendiri kepada masyarakat bahwa Allah itu Maha Kuasa. B. Kelebihan dan kekurangan Penafsirannya

Tidak ada satu kitab tafsir pun yang sempurna dalam semua aspek baik metode, sistematika, atau yang lainnya yang mampu menampilkan pesan Allah secara lengkap. Umumnya kelebihan dan kekurangan kitab tafsir dalam suatu aspek akan menyebabkan kitab tafsir tersebut memiliki kekurangan pada aspek lainnya. Hal ini disebabkan penafsiran seorang mufasir sangat dipengaruhi oleh sudut pandang, keahlian dan kecenderungan masing-masing. Demikian halnya dengan kitab tafsir al-Misbah di samping memiliki kelebihan juga tidak bisa melepaskan diri dari kekurangan yang dikandungnya, seperti pada penafsiran ayat-ayat sunnatullah, diantara kelebihan dan kekurangannya adalah sebagai berikut :

1. Kelebihan Penafsiran Muhammad Quraish Shihab

a. Menggunakan bahasa Indonesia sehingga dapat memudahkan para pembaca dalam memahami isi al-Qur’an sehingga pedoman atau petunjuk bagi manusia.

(9)

b. Pengungkapan kembali tafsir ayat-ayat al-Qur’an yang telah ditafsirkan sebelumnya dalam menafsirkan suatu ayat, yang dimaksud Muhammad Quraish Shihab adalah untuk mengkorelasikan antara ayat sebelumnya dengan ayat yang akan ditafsirkan. Sehingga pembaca akan mudah memahami isi kandungan suatu ayat dan kaitannya dengan ayat yang lain. Dengan demikian akan tercipta pemahaman yang utuh terhadap isi kandungan al-Qur’an.

c. Dalam menafsirkan ayat-ayat sunnatullah Muhammad Quraish Shihab mengungkapkan secara panjang lebar dan mengkaitkan dengan fenomena yang terjadi dalam masyarakat.

2. Kekurangan Penafsiran Muhammad Quraish Shihab

a. Di dalam menafsirkan ayat-ayat sunnatullah Muhammad Quraish Shihab tidak memberikan informasi tentang halaman dan nomor volume buku yang dinukil sehingga menyulitkan pembaca untuk mengetahui penjelasan tersebut secara lengkap dari sumber aslinya.

b. Dalam memberikan periwayatan hadis Muhammad Quraish Shihab tidak menyebutkan kualitas hadis tersebut (sahih atau dhoifnya).

c. Dalam menafsirkan ayat-ayat sunnatullah Muhammad Quraish Shihab selalu tumpang tindih dan pengulangan yang dapat menimbulkan kejenuhan.

(10)

C. Relevansinya dengan Perkembangan Ilmu dan Teknologi Jelas bagi kita apa yang telah dikemukakan dalam bab terdahulu bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini telah ditentukan hukum-hukumnya oleh Allah atau disebut dengan sunnatullah. Dengan adanya sunnatullah agar kehidupan ini bisa berjalan secara seimbang. Sunnatullah yang berlaku dalam alam semesta itulah yang sesungguhnya dicari atau ingin diketahui oleh para pencari atau para peneliti kebenaran, seperti ilmuan, Filosof, dan lain-lain.

Mengenai sunnatullah yang menyangkut hukum alam ini melukiskan bagaimana alam bertingkah laku pada kondisi tetentu. Karena dalam penelitian dilakukan pengukuran terhadap besaran-besaran fisik misalnya jarak, kecepatan, suhu, arus listrik dan sebagainya. Maka ilmu yang dihasilkannya bersifat obyektif kuantitatif, dan hukum-hukumnya dapat dirumuskan secara matematis6.

Dalam tatanan lingkungan hidup (ekosistem) yang diciptakan Allah itu mempunyai hukum keseimbangan, dalama al-Qur’an Allah berfirman dalam surat shaad ayat 27 :

ًﻼِﻃﺎَﺑ ﺎَﻤُﻬَﻨْﻴَﺑ ﺎَﻣَو َضْرَﺄْﻟاَو ءﺎَﻤﱠﺴﻟا ﺎَﻨْﻘَﻠَﺧ ﺎَﻣَو

Artinya : “Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dengan sia-sia (tanpa hikmah)”.7

6 Prof. Dr. A. Balquni, Islam dan Ilmu Pengetahuan Modern, Pustaka, Jakarta, Cet. I, 1983, hlm. 3.

7 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya, CV. Jaya Sakti, Surabaya, 1971, hlm. 736.

(11)

Menurut ekologi memang tidak ada mahluk yang percuma diciptakan oleh Tuhan. Kehidupan mahluk baik tumbuh-tumbuhan, binatang, maupun manusia saling berkaitan dalam suatu tatanan lingkungan hidup. Misalnya, bila terjadi gangguan yang luar bisa terhadap salah satu unsur (jenis mahluk) dari lingkungan hidup tadi karena kegiatan manusia atau oleh proses alam, maka akan terjadi pula gangguan terhadap keseimbangan dalam lingkungan hidup (ekosistem) secara menyeluruh.

Sebagai contoh hutan yang berada jauh di hulu sungai, jika di tebang habis secara sewenang-wenang atau terbakar habis akan menimbulkan akibat berupa banjir besar di musim hujan dan kekurangan air di musim kemarau. Selanjutnya hal itu mengganggu kehidupan padi di sawah-sawah, dan akhirnya menimbulkan paceklik (kekurangan makanan), bagi manusia dan binatang yang hidup dalam daerah aliran sungai itu. Semua mahluk di situ mempunyai hubungan dan keterikatan hidup.

Oleh karena itu agar tetap terpelihara keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup (alam) demi kesejahteraan hidup manusia dan mahluk-mahluk lainnya, maka jauh-jauh sebelumnya Tuhan telah memperingatkan kepada manusia dalam al-Qur’an pada surat Al-A’raf ayat 85 :

ﻢُﺘﻨُآ نِإ ْﻢُﻜﱠﻟ ٌﺮْﻴَﺧ ْﻢُﻜِﻟَذ ﺎَﻬِﺣَﻼْﺻِإ َﺪْﻌَﺑ ِضْرَﻷا ﻲِﻓ ْاوُﺪِﺴْﻔُﺗ َﻻَو

َﻦﻴِﻨِﻣْﺆﱡﻣ

Artinya : “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi setelah (Allah memperbaikinya)”.8

8 Ibid, hlm. 235.

(12)

Kata-kata ba’da islahiha pada ayat tersebut dengan jelas menunjukkan adanya hukum keseimbangan (Equilibrium) dalam tatanan lingkungan hidup (alam) yang harus diusahakan agar tetap terpelihara kelestariannya9.

Sekarang ini adalah zaman atom dan segalanya serba otomatis. Dengan perantaraan satelit komunikasi bisa bicara langsung antar benua, bahkan orang yang diajak bicara pun dapat dilihat di layar Televisi (audio visual micro wive) seakan-akan dunia ini bagaikan satu keluarga saja. Komputer dan serba mesin adalah salah satu pertanda dunia modern, kecepatan pesawat terbang super sonic satu koma enam kali kecepatan suara, seakan-akan membuat dunia ini dekat antara Negara satu dengan yang lain atau antar benua bagi manusia.

Ketahuilah bagi segala undang-undang dan peraturan tekhnologi itu hanya merupakan olahan dari pada undang-undang ciptaan Tuhan. Hukum listrik, radio, televisi, tenaga atom dan lain-lain itu sudah menjadi peraturan alam, manusia tinggal mencari dan menemukan untuk diolah demi kesejahteraan manusia.

Sifat api membakar, segala benda yang kena panas akan memuai, hukum uap listrik, hukum udara, gravitasi bumi, semua itu adalah merupakan undang-undang alam yang telah ada sebelum manusia ada dan sampai besok alam musnah adalah merupakan hukum sebab akibat (hukum kausalitas). Manusia tidak menciptakan hukum alam atau membuatnya, tetapi menemukan hukum yang sebelumnya telah ada. Itulah yang dinamakan undang-undang alam atau sunnatullah yang tidak pernah

9 Prof. KH. Bustani Al-Ghani, Beberapa Aspek Ilmiah Tentang Qur’an, Pustaka, Jakarta, 1986, hlm. 171.

(13)

berubah. Manusia mencari hukum dan rahasia alam untuk diacu dan diolah yang kesemuanya itu adalah untuk kesejahteraan hidupnya10.

Hal itu semua merupakan peringatan Allah kepada seluruh mahluknya dan Allah telah menentukan undang-undang atau hukum-hukumnya semua itu demi kesejahteraan mahluknya dan adanya keseimbangan dalam kehidupan ini, dan hukum-hukum Tuhan itu tidak bisa berubah dan tidak bisa pindah.

10 Umar Hasyim, Mencari Takdir, Ramadlani, Solo, Cet. III, 1983, hlm.12-13.

Referensi

Dokumen terkait

dari “muqarobah” (kedekatan). 5 Munasabah ayat adalah hubungan yang terdapat di antara ayat-ayat Al-Quran dan surat-surat nya baik dari sudut makna, susunan kalimat, letak

Pertama, bahwa Nabi Muhammad SAW perlu menyadari bahwa Allah SWT yang kepadanya menurunkan Al- Qur‟an dan memberikan tugas dan kewajiban berdakwah, tidak akan membiarkan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep pendidikan yang terkandung dalam Al- Qur’ an surat An-Nahl ayat 125: Setelah menelaah, surah An-Nahl ayat 125 bisa disimpulkan bahwa

Ayat ini menyebut sebagian yang lain dari rincian kezaliman itu, yakni bahwa pengharaman sebagian dari apa yang tadinya dihalalkan adalah juga disebabkan mereka

Quraish Shihab dalam al-Qur‟an Surat Luqman ayat 13-19 adalah memberikan peran penting terehadap keluarga khususnya orang tua, dalam mendidik anak (dimulai usia dini)

Sebagian besar dari masyarakat Indonesia akan berkata bahwa ulama adalah orang yang memiliki wawasan dalam ilmu agama, yaitu orang yang mengerti dan hafal

Quraish Shihab, adalah satu corak tafsir yang menjelaskan petunjuk- petunjuk ayat-ayat al-Qur‟an yang berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat, serta usaha-usaha

urutan-urutan yang sesuai dengan susunan ayat-ayat dalam al- Qur‟an, yang disusun ayat demi. ayat, surah demi surah, yang dimulai dari Surah al-Fatihah dan diakhiri