• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEANEKARAGAMAN MAKROZOOBENTOS SEBAGAI BIOINDIKATOR DI PERAIRAN ESTUARI SUAKA MARGASATWA KARANG GADING KABUPATEN DELI SERDANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEANEKARAGAMAN MAKROZOOBENTOS SEBAGAI BIOINDIKATOR DI PERAIRAN ESTUARI SUAKA MARGASATWA KARANG GADING KABUPATEN DELI SERDANG"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

KEANEKARAGAMAN MAKROZOOBENTOS SEBAGAI BIOINDIKATOR DI PERAIRAN ESTUARI SUAKA MARGASATWA KARANG GADING

KABUPATEN DELI SERDANG

(The diversity of macrozoobenthos as a bioindicator Estuary Waterway Wildlife Karang Gading Deli Serdang)

1)

Rio Fentaria S, 2)Miswar Budi Mulya, 3)Yunasfi

1)

Mahasiswa Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia 20155

Email:king.saved10@gmail.com

2)

Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia 20155

3)

Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia 20155

ABSTRACT

Macrozoobenthos is a living organism attached to the bottom of the water or on the surface of the bottom waters. This study aims to determine the level of macrozoobenthos diversity and water quality based The biodiversity Index This study was conducted in May-June 2015 by using purposive sampling method in five different locations of community activities. The research showed 20 species belonging to the 17 families, 4 orders, and 2 classes. The highest density on the station I found the Anadara cornea species of 171.43 ind/m2, the station II on the Anadara cornea species of 304.76 ind/m2, the station III on the species of Murex trapa amounted to 266.67 ind/m2, the station IV in species Volema Myristica and Anadara cornea of 190.48 ind/m2, the station V on the species Monodonta canalifera of 152.38 ind/m2. The highest diversity index of 2.88 at the station I classified in the level of diversity rate as medium and the lowest at station IV of 2.70 were classified in the level of diversity rate as medium. Uniformity index ranged from 0.92 to 0.96 with the uniformity of species category is relatively evenly distributed. Based on the diversity index is known that the estuarine waters of the Coral Ivory wildlife reserve in the category of medium polluted.

Keywords :Macrozoobenthos, Diversity, Pollution Level.

PENDAHULUAN

Estuari merupakan perairan yang memiliki karakteristik subtrat lumpur dan didominasi oleh vegetasi mangrove, keadaan ini menyebabkan estuari memiliki produktivitas yang tinggi sehingga dapat mendukung banyak kehidupan biota air payau. Oleh karena itu perairan estuari berperan sebagai kawasan memijah (spawning ground), kawasan pembesaran (nursery ground) dan mencari makan (feeding ground) berbagai biota perairan.

Kawasan estuari banyak yang dialih fungsikan menjadi lahan perkebunan maupun lahan pertambakan, jika pengalihan fungsi ini dilakukan secara berlebihan maka dapat mengakibatkan degradasi habitat. Aktivitas masyarakat dan nelayan yang tinggal disekitar estuari juga menghasilkan limbah organik dan anorganik yang dapat menyebabkan menurunnya kualitas perairan estuari, sehingga berpengaruh terhadap keberadaan organisme substrat perairannya, termasuk makrozobentos.

(2)

2 Makrozoobentos merupakan organisme yang hidup menempel di dasar perairan maupun di permukaan dasar perairan. Makrozoobentos perairan estuari kebanyakan hidup pada substrat keras sampai lumpur.

Menurunnya kualitas perairan dapat diketahui dengan beberapa cara salah satunya yaitu dengan melihat keberadaan makrozoobentos di substratnya. Sejauh ini belum ada kajian mengenai keanekaragaman makrozoobentos di perairan estuari Suaka Margasatwa Karang Gading Kabupaten Deli Serdang. Hal inilah yang mengindikasikan perlunya dilakukan pengamatan keanekaragaman makrozoobentos sebagai bioindikator perairan Estuari Suaka Margasatwa Karang Gading Kabupaten Deli Serdang. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui Keanekaragaman Makrozoobentos di perairan Estuari Suaka Marga Margasatwa Gading Kabupaten Deli Serdang.

2. Untuk mengetahui kualitas diperairan Estuari Suaka Margasatwa Karang Gading Kabupaten Deli Serdang berdasarkan nilai indeks keanekaragaman.

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juni 2015 di perairan estuari Suaka Margasatwa Karang Gading Kabupaten Deli Serdang . Identifikasi makrozoobentos dilakukan di Laboratorium Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Eckmangrab, refraktometer, termometer, GPS (Global Positioning System), pH meter, botol sampel air, Secchi disk, bola duga, kantong plastik, stopwatch, botol sampel

BOD5, botol Winkler, kertas label, coolbox, alat tulis dan kamera digital.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel air yang diukur berdasarkan parameter fisika dan kimia, alkohol 70%, es batu.Sampel substrat dan makrozoobenthos sebagai parameter biologi yang diidentifikasi sebagai bioindikator kualitas perairan. Deskripsi Lokasi Penelitian

Stasiun I

Stasiun ini terletak di Paluh Tabuan.Pada stasiun ini banyak dijumpai mangrove jenis Bruguierra sp. dan berdekatan dengan tambak milik masyarakat. Secara geografis terletak pada 3052’68’’ LU dan 98038’25’’ LS.

Stasiun II

Stasiun ini terletak di Paluh Tabuan.Pada stasiun ini banyak dijumpai mangrove jenis Rhizophora sp. dan berdekatan dengan perkebunan kelapa sawit. Secara geografis terletak pada 3052’15’’ LU dan 98038’33’’ LS.

Stasiun III

Stasiun ini terletak di Paluh Semai. Pada stasiun ini banyak dijumpai mangrove jenis Avicennia sp. dan merupakan mangrove alami. Secara geografis terletak pada 3054’09’’ LU dan 98039’36’’ LS.

Stasiun IV

Stasiun ini terletak di Paluh Nypah Larangan. Pada stasiun ini banyak dijumpai mangrove jenis Heriteria sp. dan di stasiun ini terdapat persinggahan nelayan. Secara geografis terletak pada 3053’54’’ LU dan 98039’362’’ LS.

Stasiun V

Stasiun ini terletak di Paluh Nypah Larangan. Pada stasiun ini banyak dijumpai mangrove jenis Rhizophora sp., dan di stasiun ini terdapat banyak rumpon. Secara geografis terletak pada 3053’27’’ LU dan 98039’25’’ LS.

(3)

3 Prosedur Penelitian

Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara menurunkan Eckman grab hingga ke dasar perairan estuari dalam kondisi terbuka. Pada saat Eckman grab mencapai dasar perairan, tali Eckman grab ditarik sehingga Eckman grab menutup bersama dengan masuknya substrat, selanjutnya substrat tersebut disaring menggunakan saringan 0,5 mm. Sampel bentos yang didapat disortir selanjutnya dibersihkan dengan akuades dan dimasukkan ke dalam plastik yang berisi alkohol 70% sebagai pengawet lalu diberi

label. Kemudian sampel dibawa ke Laboratorium Manajemen Sumberdaya Perairan Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara untuk di identifikasi.

Analisis Data

Parameter Fisika Kimia Perairan

Nilai parameter fisika dan kimia yang diperoleh dibandingkan dengan baku mutu air bersih berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air yang dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kriteria Mutu Air Bedasarkan PP No. 82/2001

Parameter Satuan Kelas

I II III

Fisika

Suhu oC Deviasi 3 Deviasi 3 Deviasi 3 Kekeruhan (TSS) mg/L 50 50 400 Kecerahan Meter - - - Kecepatan Arus m/s - - - Kimia DO mg/L 6 4 3 pH - 6-9 6-9 6-9 BOD mg/L 2 3 6 Nitrat (NO3-N) mg/L 10 10 20 Fosfat (PO4-P) mg/L 0.2 0.2 1

Parameter Biologi Kualitas Air a. Kepadatan Populasi (K)

Menurut Brower dkk., (1990), kepadatan populasi di identifikasikan sebagai jumlah individu dari suatu spesies yang terdapat dalam satu satuan luas atau volume. Penghitungan kepadatan populasi dapat dilakukan dengan menggunakan rumus berikut :

K = Jumlah Individu Suatu Spesies (ind )

Luas Area (cm2) x10000

Keterangan :

K : Kepadatan makrozoobenthos jenis ke-i (Individu/m2)

10000 : Nilai konversi dari cm2 ke m2 b. Kepadatan Relatif (KR)

Menurut Brower dkk (1990), Perbandingan antara kelimpahan individu tiap jenis terhadap kelimpahan seluruh

individu yang tertangkap dalam suatu komunitas, yang dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

KR =ni

Ʃ Nx 100 % Keterangan :

KR : Kepadatan Relatif

ni : Jumlah individu spesies ke-i N : Jumlah individu semua spesies c. Frekuensi Kehadiran (FK)

Menurut Barus (2004), frekuensi kehadiran merupakan nilai yang menyatakan jumlah kehadiran suatu spesies dalam sampling plot yang ditentukan, yang dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : FK =Jumlah Plot yang Ditempati Suatu Jenis

(4)

4 Keterangan :

FK=0- 25% : Kehadiran sangat jarang FK = 25 - 50% : Kehadiran jarang FK = 50 - 75% : Kehadiran sedang FK = 75 - 100% :Kehadiran sering/absolute Suatu habitat dikatakan sesuai bagi perkembangan suatu organisme, apabila nilai FK > 25%

d. Indeks Diversitas Shannon (H’) Ludwig dan Reynolds (1988), indeks keanekaragaman (H’) menggambarkan keadaan populasi organisme secara matematis agar mempermudah dalam menganalisis informasi jumlah individu masing-masing jenis pada suatu komunitas. Untuk itu dilakukan perhitungan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

H’ = - ∑ ni N log ni N atau − 𝑃𝑖 ln𝑃𝑖 S 𝑖=1 Keterangan : H’: Indeks Diversitas Ni: Jumlah spesies ke-i N : Jumlah semua spesies

pi : Peluang kepentingan untuk tiap spesies = ni/N Krebs (1985) membagi tingkatan nilai indeks keanekaragaman kedalam tiga tingkat yaitu:

H’ <1,0 : Keanekaragaman Rendah H’ <1,0-3,0 : Keanekaragaman Sedang H’ > 3,0 : Keanekaragaman Tinggi

Kriteria kualitas air berdasarkan indeks keanekaragaman Shannon Wiener

(H’) menurut Wilhm (1975) diklasifikasikan menjadi :

H’ > 3 : Tidak tercemar H’ = 1– 3 : Tercemar Sedang H’ < 1 : Tercemar berat e. Indeks Keseragaman (E)

Nilai keseragaman benthos dihitung berdasarkan rumus Krebs (1985), sebagai berikut:

E = 𝐻

' H max

E : Indeks keseragaman (equitabilitas) H’ : Indeks diversitas Shannon- Wienner

H max : Indeks keanekaragaman maksimum (ln S) S : Jumlah spesies/genus

Dengan kriteria:

E = 0, Keseragaman populasi semakin kecil, artinya penyebaran jumlah individu setiap spesies tidak sama

E = 1, Keseragaman antar spesies relatif merata atau penyebaran jumlah individu masing-masing spesies relatif sama.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Parameter Fisika dan Kimia Perairan Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada lima stasiun penelitian di Perairan Etuari Suaka Margasatwa Karang Gading Kabupaten Deli Serdang diperoleh nilai kisaran dan rata-rata parameter fisika kimia perairan pada Tabel 2.

(5)

5

Tabel 2. Nilai rata rata hasil pengukuran parameter fisika dan kimia di Perairan Estuari Suaka Margasatwa Karang Gading Kabupaten Deli Serdang

No Parameter Satuan Stasiun

I II III IV V 1 Suhu oC K 29-31 30 30-31 30-32 30-31 R 29,55 30 30,25 30,63 30,13 2 Kedalaman M K 2,75-4,23 1,53-2,00 3,33-5,81 3,24-5,81 5,27-5,49 R 3,48 1,77 4,45 4,40 5,38 3 Kecerahan Cm K 42-91 30-80 90-94 90-123 75-125 R 69,75 54,00 88,50 105,70 101,00 4 Kecepatan Arus m/det K

0,09-0,17 0,07-0,17 0,05-0,12 0,06-0,08 0,05-0,07 R 0,13 0,13 0,08 0,07 0,07 5 Subtrat % lempung berpasir lempung liat berpasir lempung berpasir Lempung liat berpasir lempung berpasir 6 Salinitas ‰ K 29-31 28-30 29-30 30 30 R 30 29 29,5 30 30 7 pH K 6,95-7,10 6,30-7,00 5,90-7,10 7,10 7,10 R 7,03 6,65 6,50 7,10 7,10 8 DO mg/l K 4,40-4,45 3,90-4,10 3,85-3,90 3,70-3,90 3,60-3,70 R 4,44 4,00 3,86 3,80 3,68 9 BOD5 mg/l K 0,60-0,70 0,55-0,75 0,70-0,80 0,74-0,90 0,94-0,97 R 0,63 0,65 0,77 0,84 0,96 Keterangan : K=kisaran, R=rata-rata

Parameter Biologi

Berdasarkan hasil pengamatan makrozoobentos pada 5 stasiun di kawasan perairan estuari Suaka Marga Satwa Karang Gading selama Mei hingga Juni 2015 secara keseluruhan terdapat 20 spesies yang termasuk dalam 17 famili, 4 ordo dan 2 kelas.Persentasi komposisi ordo pada bulan Mei hingga Juni 2015 ditunjukan pada Gambar 1.

Hasil penelitian yang dilakukan pada 5 stasiun penelitian sebanyak 2 kali pengambilan sampel ditemukan 17 famili makrozoobentos yang tersebar pada 5 stasiun pengambilan sampel. Jumlah makrozoobentos pada lokasi penelitian yaitu kelas Gastropoda yang terdiri atas 3 ordo, 14 famili dan 16 spesies, sedangkan kelas bivalvia terdiri dari 1 ordo, 3 famili dan 4 spesies. Klasifikasi makrozoobentos dapat dilihat pada Tabel 3.

Gambar 1. Diagram Perbandingan persentase komposisi Makrozoobentospada bulan Mei hingga Juni 2015.

9% 29% 31% 31% Archaeogastropoda Mesogastropoda Neogastropoda Arcoida

(6)

6

Tabel 3.Klasifikasi Makrozoobentos yang di peroleh dari Setiap Stasiun Penelitian.

Kelas Sub-kelas Ordo Famili Spesies

Bivalvia Arcoida Arcidae Anadara cornea

Anadara maculosa

Cardiidae Acrosterigma rugosa Veneridae Tapes literata Gastropoda Prosobranchia Archaeogastropoda Neritidae Clithon oualaniensis Trochidae Monodonta canalifera Mesogastropoda Bursidae Bursa rana

Cymatiidae Gyrineum bituberculare Littorinidae Nodilittorina pyramidalis Naticidae Natica vitellus

Potamididae Cerithidea cingulata

Telescopium telescopium

Tonnidae Tonna dolium

Turritellidae Turritella terebra Neogastropoda Buccinidae Pisania fasciculate Fasciolariidae Latirus polygonus Melongenidae Pugilina cochlidium

Volema myristica

Muricidae Murex trapa

Nassariidae Nassarius olivaceus Berdasarkan data jumlah makrozoobentos

yang diproleh pada setiap stasiun maka

didapat nilai kepadatan jenis dankepadatan relatif dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Nilai Kepadatan jenis (K) dan Kepadatan Relatif (KR) pada Setiap Stasiun

Stasiun Kepadatan jenis (ind/m2) Kepadatan Relatif (%)

I 1619,05 100

II 2076,19 100

III 2247,62 100

IV 1485,71 100

V 1180,95 100

Tabel 4 menunjukan bahwa kepadatan jenis tertinggi dimiliki oleh stasiun III dengan jumlah kepadatan jenis 2247,62 ind/m2, sedangkan kepadatan jenis terendah dimiliki oleh stasiun V dengan

jumlah kepadatan jenis 1180,95 ind/m2. Nilai total kepadatan relatif setiap stasiun sama yaitu 100%, sedangkan nilai FK setiap spesies dapat dilihat pada tabel 5.

(7)

7

Tabel 5. Kategori Frekuensi Kehadiran (%) Makrozoobentos

Jenis St.I K St.II K St.III K St.IV K St.V K Clithon oualaniensis 33,33 SJ 33,33 J 50,00 S 33,33 J 33,33 J Monodonta canalifera 83,33 S 16,67 SJ 50,00 S 16,67 SJ 66,67 S Bursa rana 50,00 S 16,67 SJ 50,00 S 0,00 - 33,33 J Gyrineum bituberculare 50,00 S 33,33 J 83,33 A 50,00 S 16,67 SJ Nodilittorina pyramidalis 16,67 SJ 33,33 J 33,33 J 0,00 - 66,67 S Natica vitellus 50,00 S 50,00 S 33,33 J 16,67 SJ 50,00 S Cerithidea cingulata 66,67 S 83,33 A 33,33 J 50,00 S 16,67 SJ Telescopium telescopium 33,33 J 50,00 S 33,33 J 16,67 SJ 33,33 J Tonna dolium 50,00 16,67 SJ 50,00 S 33,33 J 33,33 J Turritella terebra 33,33 J 16,67 SJ 16,67 SJ 50,00 S 33,33 J Pisania fasciculate 33,33 J 50,00 S 33,33 J 33,33 J 33,33 J Latirus polygonus 16,67 SJ 50,00 S 66,67 S 50,00 S 50,00 S Pugilina cochlidium 83,33 A 66,67 S 33,33 J 50,00 S 33,33 J Volema myristica 50,00 S 50,00 S 66,67 S 66,67 S 33,33 J Murex trapa 33,33 J 33,33 J 100 A 50,00 S 33,33 J Nassarius olivaceus 66,67 S 66,67 S 66,67 S 16,67 SJ 16,67 SJ Anadara cornea 83,33 A 100 A 83,33 A 66,67 S 33,33 J Anadara maculosa 66,67 S 83,33 A 66,67 S 66,67 S 50,00 S Acrosterigma rugosa 33,33 J 66,67 S 83,33 A 50,00 S 33,33 J Tapes literata 50,00 S 100 A 66,67 S 50,00 S 50,00 S Keterangan :

FK : Frekuensi Kehadiran S : Sedang K : Kehadiran A : Absolut

SJ : Sangat Jarang - : Tidak Ditemukan J : Jarang

Tabel 5 menunjukan bahwa frekuensi kehadiran tertinggi terdapat pada stasiun II dengan frekuensi kehadiran 100 % yaitu spesies Anadara cornea dan Tapes literata sedangkan frekuensi terendah pada stasiun IV dengan frekuensi kehadiran 0 % yaitu

spesies Bursa rana dan Nodilittorina pyramidalis.

Nilai indeks keanekaragaman dan indeks keseragaman pada masing-masing stasiun seperti terlihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Nilai Indeks Keanekaragaman Jenis (H') dan Nilai Keseragaman pada setiap stasiun.

Stasiun H’ E

I 2,88 (keanekaragaman sedang) 0,96 (keseragaman merata) II 2,75 (keanekaragaman sedang) 0,92 (keseragaman merata) III 2,83 (keanekaragaman sedang) 0,94 (keseragaman merata) IV 2,70 (keanekaragaman sedang) 0,93(keseragaman merata) V 2,87 (keanekaragaman sedang) 0,96 (keseragaman merata) Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa

nilai indeks keanekaragaman yang tertinggi pada stasiun I sebesar 2,88 dan indeks keanekaragaman terendah pada

stasiun IV sebesar 2,70. keseragaman tertinggi terdapat pada stasiun I dan V sebesar 0,96 dan indeks keseragaman terendah pada stasiun II sebesar 0,92.

(8)

8 Pembahasan

Parameter Fisika dan Kimia Perairan Suhu

Suhu pada setiap stasiun tidak menunjukan adanya perbedaan yang signifikan karena suhu setiap stasiun berkisar antara 29-31 oC.Tidak adanya perbedaan suhu signifikan antar stasiun karena kesamaan hari pengambilan serta adanya vegetasi mangrove disekitar perairan sehingga suhu antar stasiun juga menjadi konstan dan stabil. Menurut Ginting (2006), suhu perairan dapat dipengaruhi oleh letak lintang perairan tersebut, musim, ketinggian diatas permukaan laut, penutupan awan, penutupan vegetasi, luas permukaan perairan yang langsung terkena sinar matahari serta kedalaman badan air.

Nilai rata-rata tertinggi suhu di perairan estuari Suaka Margasatwa Karang Gading berada pada stasiun IV berkisar 30,63o C sedangkan nilai terendah berada di stasiun I berkisar 29,55o C. Keadaan suhu perairan estuari Suaka Margasatwa Karang Gading ini tergolong normal dan

mendukung pertumbuhan

makrozoobentos. Menurut Edward (1988) diacu oleh Fahdilah dkk., (2013) bahwa Gastropoda dapat melakukan proses metabolisme secara optimal pada kisaran suhu antara 25o C- 31o C. Hal ini juga terbukti dengan banyaknya didapat kelas Gastropoda pada setiap stasiun.

Kedalaman

Kedalaman setiap stasiun tidak sama. Berdasarkan hasil pengukuran dilapangan diketahui bahwa stasiun V memiliki kedalaman tertinggi dengan rata-rata kedalaman 5,38 m, sedangkan stasiun II memiliki kedalaman terendah dengan rata-rata kedalaman 1,77 m. Kedalaman perairan perlu diamati karena mempengaruhi keberadaan dari bentos itu sendiri. Menurut Susanto (2000), perubahan tekanan air ditempat-tempat yang berbeda kedalamannya sangat berpengaruh bagi kehidupan hewan yang hidup di dalam air. Perubahan tekanan di

dalam air sehubungan dengan perubahan kedalaman adalah sangat besar. Faktor kedalaman berpengaruh terhadap hewan bentos pada jumlah jenis, jumlah individu, dan biomass. Sedangkan faktor fisika yang lain adalah pasang surut perairan, hal ini berpengaruh pada pola penyebaran hewan bentos.

Kecerahan

Kecerahan di stasiun lokasi penelitian tergolong jauh berbeda, berdasarkan hasil pengukuran diketahui kecerahan tertinggi terdapat pada stasiun IV sebesar 105,70 cm dan kecerahan terendah terdapat pada stasiun II sebesar 54 cm. Tingginya kecerahan pada stasiun IV membuktikan sedikitnya bahan-bahan yang tersuspensi diperairan, sedangkan di stasiun II kecerahan rendah karena banyaknya bahan tersuspensi yang membuat warna perairan menjadi keruh. Menurut Suriawiria (1996) diacu dalam Simamora (2009), bahwa kekeruhan air terjadi disebabkan oleh adanya zat-zat koloid, yaitu zat yang terapung serta zat yang terurai secara halus sekali.Zat-zat tersebut diantaranya jasad-jasad renik, lumpur, tanah liat, dan zat-zat koloid yang dapat dihubungkan dengan kemungkinan adanya pencemaran melalui buangan. Kecepatan Arus

Kecepatan arus pada setiap stasiun penelitian relatif sama antara stasiun satu dengan stasiun lainnya. Berdasarkan hasil pengukuran dilapangan diketahui rata-ratakecepatan arus tertinggi terdapat pada stasiun I dan II sebesar 0,13 m/det sedangkan kecepatan arus terendah terdapat pada stasiun IV dan V sebesar 0,07 m/det. Kecepatan arus stasiun I dan II tergolong arus lambat, sedangkan stasiun IV dan V tergolong arus sangat lambat. Menurut Macon (1980) diacu oleh Yunitawati dkk., (2012), tipe arus berdasarkan kecepatannya, yaitu arus sangat cepat > 1 m/det, arus cepat 0,5 – 1 m/det, arus sedang 0,2 – 0,5 m/det, arus

(9)

9 lambat 0,1 – 0,2 m/det, arus sangat lambat < 0,1 m/det.

Kecepatan arus juga mempengaruhi keberadaan makrozoobentos, karena jika arus cenderung deras maka mengakibatkan bentos dapat berpindah tempat dan berpindah habitat juga.

Substrat

Subtrat dasar perairan yang ditemukan pada setiap stasiun penelitian tergolong sama, substrat lempung berpasir pada stasiun I, III, dan V sedangkan substrat lempung liat berpasir pada stasiun II dan IV. Pada jenis substrat pasir seperti pada setiap stasiun cenderung di temukan makrozoobentos dari kelas Gastropoda dan kelas Bivalvia. Menurut Suartini (2010) bahwa kelompok moluska dari kelas gastropoda merupakan organisme yang mempunyai kisaran penyebaran yang cukup luas yaitu pada substrat berbatu, berpasir maupun berlumpur.

Salinitas

Salinitas pada setiap stasiun pada lokasi penelitian identik sama dan tidak menunjukan adanya perbedaan yang signifikan.Berdasarkan hasil pengukuran dilapangan diketahui rata-rata salinitas setiap stasiun berkisar antara 29-30 o/oo.

Salinitas ini sendiri pada umumnya bersifat alami dimana tinggi rendahnya hanya dipengaruhi oleh cuaca dan faktor alam. Menurut Nontji (2000) salinitas pada perairan yang dekat pantai biasanya lebih rendah karena pengaruh aliran sungai sedangkan pada daerah dengan penguapan tinggi salinitas bisa meningkat juga.

Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman pada setiap stasiun pada lokasi penelitian tidak jauh berbeda berkisar antara 6,50-7,10. Berdasarkan hasil pengukuran diketahui pH tertinggi terdapat pada stasiun IV dan V sebesar 7,10 sedangkan pH terendah terdapat pada stasiun III sebesar 6,50. Derajat keasaman merupakan salah satu

faktor kualitas perairan yang mempengaruhi kehidupan biota air termasuk makrozoobentos, berdasarkan hasil penelitian tingkat pH pada setiap stasiun tergolong mendukung kehidupan makrozoobentos, hal ini dilihat dari kepadatan relatif tiap stasiun yang tergolong tinggi dan sama. Menurut Odum (1993) bahwa secara keseluruhan nilai pH pada lokasi penelitian masih dapat mendukung kehidupan makrozoobentos, pH sangat berperan penting dalam proses metabolisme makrozoobentos.

DO (Dissolved Oxygen)

Kandungan oksigen terlarut pada setiap stasiun lokasi penelitian tidak jauh berbeda berkisar antara 3,68-4,44 mg/l. Berdasarkan hasil pengukuran laboratoriun kandungan oksigen terlarut tertinggi terdapat pada stasiun I sebesar 4,44 mg/l sedangkan kandungan oksigen terlarut terendah terdapat pada stasiun V sebesar 3,68 mg/l. Kandungan oksigen terlarut pada setiap stasiun tergolong rendah karena adanya aktifitas yang berlebihan di setiap stasiun oleh nelayan, rendahnya kadar oksigen terlarut pada kawasan perairan pada suatu saat dapat berdampak kematian pada biota perairan tersebut. Menurut Effendi (2003), hampir semua organisme menyukai kondisi kadar oksigen terlarut > 5,0 mg/l.

BOD5 (Biochemical oxygen demand)

Nilai BOD5 pada setiap stasiun

tergolong tidak jauh berbedan berkisar antara 0,63-0,96 mg/l. Berdasarkan hasil pengukuran laboratorium nilai BOD5

teringgi terdapat pada stasiun V sebesar 0,96 mg/l sedangkan nilai BOD5 terendah

terdapat pada stasiun I sebesar 0,63 mg/l. Adanya perbedaan kadar BOD5 antar

stasiun dipengaruhi oleh jumlah bahan organik yang terkandung dalam perairan tersebut. Semakin tinggi kadar bahan organik maka semakin tinggi pula oksigen yang dibutuhkan organisme untuk menguraikan bahan organik tersebut. Menurut APHA (1989) diacu dalam

(10)

10 Situmorang (2014) bahwa nilai BOD yang besar menunjukkan aktivitas organisme

yang semakin tinggi dalam menguraikan bahan organik.

Parameter Biologi

Komunitas Makrozoobentos

Berdasarkan Gambar 1 diagram persentase perbandingan kehadiran diketahui didapat 4 ordo dari 2 kelas yaitu kelas Bivalvia dan kelas Gastropoda. Adapun persentase kelas bilvavia sebesar 31% dengan banyak spesies 4 antara lain Anadara cornea, A. maculosa, Acrosterigma rugosa dan Tapes literata sedangkan kelas Gastropoda 69% dengan banyak spesies 16 antara lain Clithon oualaniensis, Monodonta canalifera, Bursa rana, Gyrineum bituberculare, Nodilittorina pyramidalis, Natica vitellus, Cerithidea cingulata, Telescopium telescopium, Tonna dolium, Turritella terebra, Pisania fasciculata, Latirus polygonus, Pugilina cochlidium, Volema myristica, Murex trapa dan Nassarius olivaceus. Kelas Gastropoda didapat lebih banyak dari setiap stasiun karena kondisi substrat yang cocok bagi Gastropoda. Menurut Suartini (2010) bahwa kelompok moluska dari kelas Gastropoda yang merupakan organisme yang mempunyai kisaran penyebaran yang cukup luas yaitu pada substrat berbatu, berpasir maupun berlumpur.

Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat stasiun I memiliki nilai kepadatan dan kepadatan relatif sebesar 1619,05 ind/m2 dan 100% didominasi oleh kelas Gastropoda, sedangkan nilai FK tertinggi berdasarkan Tabel 5 pada spesies Monodonta canalifera, Pugilina cochlidium dan Anadara cornea sebesar 83,33%. Pada stasiun I nilai kepadatan terbesar dihuni oleh spesies Anadara cornea dari kelas Bivalvia 171,43 ind/m2 dan nilai kepadatan relatif sebesar 10,59% sedangkan kepadatan Nodilittorina pyramidalis dan Latirus polygonus dari kelas Gastropoda 19,05 ind/m2 dan nilai kepadatan relatif terendah 1,18%.

Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat stasiun II memiliki nilai kepadatan dan

kepadatan relatif sebesar 2076,19 ind/m2 dan 100% didominasi oleh kelas Gastropoda, sedangkan nilai FK tertinggi berdasarkan Tabel 5 pada spesies Anadara cornea dan Tapes literata sebesar 100%. Pada stasiun II nilai kepadatan terbesar dihuni oleh Anadara cornea dari kelas bivalvia 304,76 ind/m2 dan nilai kepadatan relatif sebesar 14,68% sedangkan kepadatan terendah dihuni oleh Tonna dolium dan Turritella terebra dari kelas Gastropoda 19,05 ind/m2 dan nilai kepadatan relatif terendah 0,92%. Menurut Situmorang (2015), hewan ini memiliki adaptasi khusus yang memungkinkan dapat bertahan hidup pada daerah yang memperoleh tekanan fisik dan kimia seperti terjadi pada daerah intertidal. Bivalvia juga memiliki adaptasi untuk bertahan terhadap arus dan gelombang, namun organisme ini tidak memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat, sehingga menjadi organisme yang sangat mudah untuk ditangkap.

Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat stasiun III memiliki nilai kepadatan dan kepadatan relatif sebesar 2247,62 ind/m2 dan 100% didominasi oleh kelas Gastropoda, sedangkan nilai FK tertinggi berdasarkan Tabel 5 pada spesies Gyrineum bituberculare, Anadara cornea dan Acrosterigma rugosa sebesar 83,33%. Pada stasiun III nilai kepadatan terbesar dihuni oleh spesies Murex trapa dari kelas Gastropoda 266,67 ind/m2 dan nilai kepadatan relatif sebesar 11,86% sedangkan kepadatan terendah dihuni oleh Turrtella terebra dari kelas Gastropoda 19,05 ind/m2 dan nilai kepadatan relatif terendah 0,85%.

Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat stasiun IV memiliki nilai kepadatan dan kepadatan relatif sebesar 1485,71 ind/m2 dan 100% didominasi oleh kelas Gastropoda, sedangkan nilai FK tertinggi berdasarkan Tabel 5 pada spesies Volema myristica, Anadara cornea dan Anadara

(11)

11 maculosa sebesar 66,67%. Pada stasiun IV nilai kepadatan terbesar dihuni oleh spesies Volema myristica dan Anadara cornea dari kelas Gastropoda dan Bilvavia 190,48 ind/m2 dan nilai kepadatan relatif sebesar 12,82% sedangkan kepadatan terendah dihuni oleh Natica vitellus, Telescopium telescopium dan Nassarius olivaceus dari kelas Gastropoda 19,05 ind/m2 dan nilai kepadatan relatif terendah 1,28%. Namun pada stasiun ini ada beberapa spesies yang tidak ditemukan keberadaanya yaitu Bursa rana dan Nodilittorina pyramidalis. Hal ini terjadi karena habitat tidak mendukung spesies tersebut bertahan hidup di stasiun IV.

Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat stasiun V memiliki nilai kepadatan dan kepadatan relatif sebesar 1180,95 ind/m2 dan 100% didominasi oleh kelas Gastropoda, sedangkan nilai FK tertinggi berdasarkan Tabel 5 pada spesies Monodonta canalifera, dan Nodilittorina pyramidalis sebesar 66,67%. Pada stasiun V nilai kepadatan terbesar dihuni oleh spesies Monodonta canalifera dari kelas Gastropoda 152,38 ind/m2 dan nilai kepadatan relatif sebesar 12,90% sedangkan kepadatan terendah dihuni oleh Gyrineum bituberculare dan Cerithidae cingulata dari kelas Gastropoda 19,05 ind/m2 dan nilai kepadatan relatif terendah 1,61%.

Keanekaragaman Makrozoobentos Berdasarkan tabel 6 dapat dilihat bahwa setiap stasiun memiliki indeks keanekaragaman sedang, karena penyebaran jumlah serta individu makrozoobentos yang ditemukan pada masing-masing stasiun dominan sama. Brower dkk., (1990) menyatakan bahwa suatu komonitas dikatakan mempunyai keanekaragaman spesies yang tinggi apabila terdapat banyak spesies dengan jumlah individu masing-masing spesies relatif merata. Apabila suatu komonitas hanya terdiri dari sedikit spesies dengan jumlah individu yang tidak merata, maka

komonitas tersebut mempunyai keanekaragaman yang rendah

Nilai indeks keanekaragaman tertinggi terdapat pada stasiun I dengan nilai sebesar 2,88. Jumlah bentos yang didapat pada stasiun I tidak lebih banyak dibandingkan dengan stasiun lainnya namun penyebaran jumlah individu masing-masing spesies yang cukup merata membuat stasiun I memiliki nilai indeks keanekaragaman lebih tinggi dibandingkan stasiun lainnya.

Nilai indeks keanekaragaman terendah terdapat pada stasiun IV 2,70. Nilai ini juga termasuk kedalam keanekaragaman sedang. karena Menurut Begon dkk., (1986), bahwa nilai keanekaragaman Shannon-Wienner dihubungkan dengan tingkat pencemaran yaitu apabila: H’<1 : Keanekaragaman rendah 1<H’<3 : Keanekaragaman sedang H’>3 : Keanekaragaman tinggi. Berdasarkan nilai keanekaragaman Shannon-Wienner tingkat perairan Suaka Margasatwa Karang Gading Deli Serdang tergolong tercemar sedang.

Indeks Keseragaman (E)

Berdasarkan table 6 dapat dilihat bahwa indeks keseragaman (E) antara stasiun tidak berbeda jauh dan menunjukan keseragaman populasi baik dan merata. Indeks keseragaman tertinggi terdapat pada stasiun I dan V sebesar 0,96. Krebs (1985) menyatakan jika E = 0, Keseragaman populasi semakin kecil, artinya penyebaran jumlah individu setiap spesies tidak sama E = 1, keseragaman antar spesies relatif merata atau jumlah individu masing-masing spesies relatif sama. Selanjutnya Odum (1993) menyatakan bahwa keseragaman menunjukan komposisi individu dari setiap spesies dalam satu komunitas.

Nilai indeks keseragaman terendah terdapat pada stasiun II sebesar 0,92. Nilai keseragaman terendah ini juga masih tergolong dalam kategori keseragaman baik karena nilai E mendekati 1.

(12)

12 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Keanekaragaman pada stasiun I hingga V termasuk keanekaragaman sedang, keseragaman (E) pada stasiun I hingga V cenderung merata karena nilai E mendekati 1.

2. Berdasarkan Indeks shannon-wiener kategori kualitas perairan estuari Suaka Margasatwa Karang Gading tercemar sedang.

3. Komposisi makrozoobentos yang ditemukan di Perairan Estuari Suaka Margasatwa Karang Gading terdiri dari kelas Gastropoda yang terdiri atas 3 ordo, 14 famili, 16 spesies, dan kelas Bivalvia yang terdiri dari 1 ordo, 3 famili dan 4 spesies dengan Kepadatan jenis (K) makrozoobentos tertinggi terdapat pada stasiun III (2247,62 ind/m2) dan terendah pada stasiun V (1180,95 ind/m2).

Saran

1. Perlu adanya penelitian lanjutan mengenai struktur komonitas plankton dengan keterkaitan beban pencemaran yang masuk dalam estuari.

2. Perlu adanya pengawasan yang lebih ketat terhadap penggunaan sumberdaya estuari karena lingkungan perairan ini termasuk dalam kawasan suaka margasatwa agar tidak terjadi pencemaran yang lebih buruk.

DAFTAR PUSTAKA

Barus, T. A. 2004. Pengantar Limnologi, Studi Tentang Ekosistem Sungai dan Danau. Jurusan Biologi Fakultas Mipa USU. Medan.

Begon, M., John, dan Colin. 1986. Ecology. Blackwall Scientific Publication, London.

Brower, J. E., J. H. Zar dan C. V. Ende. 1990. Field and Laboratory Methode for General Ecologi.

Third Edition. W. M. C. Brown Publishers, USA

Effendi, H. 2003.Telaah Kualitas Air. Kanisius. Yogyakarta.

Fadhilah, N., Masrianih, Sutrisnawati., 2013. Keanekaragaman Gastropoda Air Tawar di Berbagai Macam Habitat di Kecamatan Tanambulava Kabupaten Sigi. E-Jipbiol 2 (1): 13-19

Ginting, E. H. 2006. Kualitas Perairan Hulu Sungai Ciliwung Ditinjau dari Struktur Komunitas Makrozoobentos. [SKRIPSI] Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Krebs, C. J. 1985. ExperimentalAnalysis of Distribution and Abudanc. Third Edition. Hopper and Prow Publisher. New York.

Ludwig, J. A dan , J. F. Reynolds. 1988. Statistical Ecology. A Primer on Methods and Computing Jhon Wiley dan Sons, Inc. Toronto. Canada.

Munarto. 2010. Studi Komunitas Gastropoda di Situ Salam Kampus Universitas Indonesia, Depok. [Skripsi] Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia. Depok. Nontji, A. 2002. Laut Nusantara.

Djambatan. Jakarta.

Odum E. P. 1993. Dasar – Dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Diterjemahkan oleh T. Samingan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Simamora, D. R. 2009. Studi

Keanekaragaman Makrozoobentos di Aliran Sungai Padang Kota

(13)

13 Tebing Tinggi. [SKRIPSI] Universitas Sumatera Utara. Medan.

Situmorang, D. P. P. 2014. Komunitas Makrozoobentos di Sungai Percut Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara. [SKRIPSI] Universitas Sumatera Utara. Medan.

Situmorang, N. M. K. 2015. Keanekaragaman Makrozoobentos di Hilir Sungai Asahan Tanjung Balai Sumatera Utara. [SKRIPSI] Universitas Sumatera Utara. Medan.

Suartini, N. M., Sudatri, N. W., Pharmawati, M., Dalem, A. A. G. R., 2010. Identifikasi Makrozoobenthos di Tukad Bausan

Desa Pererenan Kabupaten Bandung Bali. Jurnal Echotropic. 5 (1): 41-4.

Susanto, P. 2000. Pengantar Ekologi Hewan. Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.

Wilhm, J. F. 1975. Biological Indicator of Pollution in B. A. Whitton, (Ed). River Ecology. Blackwell Sci Publ. London.

Yunitawati., Sunarto dan Z. Hasan. 2012. Hubungan Antara Karakteristik Substrat Dengan Struktur Komunitas Makrozoobentos di Sungai Cantigi, Kabupaten Indramayu. Jurnal Perikanan dan Kelautan 3(3): 221-227.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

5.1 Mengidentifika sibunyi huruf hijaiyah dan ujaran ( kata, kalimat ) tentang يف ،ةسردملا يف ،ةبتكملا يف ،لمعلا فصقملا يف Tema-tema tersebut

[r]

 Melafalkan kata-kata atau kalimat dalam teks bacaan dengan benar dan tepat sesuai dengan tanda baca... 7.2 Menyalin kata, kalimat dan menyusun

[r]

 Inflasi di Kota Padang terjadi karena adanya peningkatan indeks di seluruh kelompok pengeluaran antara lain; kelompok bahan makanan mengalami inflasi sebesar

Cara penggalangan sumber dana untuk dana operasional pendidikan, riset, pengabdian masyarakat, dan dana invesitasi untuk menunjang penyelenggaraan Program Studi

Sedangkan untuk Nasional, pertumbuhan produksi Industri Manufaktur Besar dan Sedang pada triwulan I tahun 2015 ( q-to-q ) juga mengalami pertumbuhan negatif, yaitu