• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI PERIODE KRITIS TANAMAN PADI HIBRIDA (Oryza sativa Linn.) TERHADAP PERSAINGAN GULMA DI LAHAN SAWAH. Oleh: Nur Fithri Meriyanti A

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI PERIODE KRITIS TANAMAN PADI HIBRIDA (Oryza sativa Linn.) TERHADAP PERSAINGAN GULMA DI LAHAN SAWAH. Oleh: Nur Fithri Meriyanti A"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI PERIODE KRITIS TANAMAN PADI HIBRIDA

(Oryza sativa Linn.) TERHADAP PERSAINGAN

GULMA DI LAHAN SAWAH

Oleh:

Nur Fithri Meriyanti

A34104050

PROGRAM STUDI AGRONOMI

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

(Oryza sativa Linn.) TERHADAP PERSAINGAN

GULMA DI LAHAN SAWAH

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh:

Nur Fithri Meriyanti

A34104050

PROGRAM STUDI AGRONOMI

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

RINGKASAN

NUR FITHRI MERIYANTI. Studi Periode Kritis Tanaman Padi Hibrida (Oryza sativa Linn.) terhadap Persaingan Gulma di Lahan Sawah. (Dibimbing oleh DWI GUNTORO).

Kebutuhan beras terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Usaha untuk meningkatkan beras dihadapkan pada berbagai kendala, salah satunya adalah gulma. Namun kehadiran gulma di sepanjang siklus hidup tanaman budidaya tidak selalu berpengaruh negatif. Terdapat suatu periode ketika gulma harus dikendalikan dan terdapat periode ketika gulma juga dibiarkan tumbuh karena tidak mengganggu tanaman.

Penelitian bertujuan untuk mengetahui periode kritis tanaman padi hibrida terhadap persaingan gulma di lahan sawah. Penelitian dilakukan di lahan sawah Cikarawang Dramaga-Bogor, pada bulan Oktober 2007 hingga bulan Februari 2008.

Percobaan dilakukan dengan metode Rancangan Acak Kelompok satu faktor yaitu periode kompetisi gulma dengan 14 taraf : periode bersih gulma (BG) 0-2 MST, BG 0-4 MST, BG 0-6 MST, BG 0-8 MST, BG 0-10 MST, BG 0-12 MST, BG 0-panen ; periode bergulma (G) 0-2 MST, G 0-4 MST, G 0-6 MST, G 0-8 MST, G 0-10 MST, G 0-12 MST, G 0-panen.

Pengamatan yang dilakukan meliputi biomassa gulma total, tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah anakan, indeks luas daun, saat heading, hari saat 50% populasi berbunga, hari saat 80% populasi siap panen, jumlah anakan pada saat panen, biomassa tajuk padi hibrida, panjang malai, jumlah gabah per malai, bobot gabah per malai, bobot gabah isi per rumpun, jumlah anakan produktif, bobot gabah kering panen ubinan, bobot gabah kering giling ubinan, persentase pengisian gabah, bobot 1000 butir, dan mutu fisik beras.

Periode kompetisi gulma berpengaruh terhadap pertumbuhan generatif dan produksi tanaman padi hibrida, namun tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman padi hibrida. Semakin lama periode bergulma, maka pertumbuhan generatif dan produksi tanaman padi hibrida semakin menurun yang ditandai dengan penurunan jumlah anakan produktif, bobot biomassa tajuk pada

(4)

giling, baik ubinan maupun dugaan hasil per hektar. Sebaliknya semakin lama periode bersih gulma, maka pertumbuhan generatif dan produksi tanaman padi hibrida semakin meningkat yang ditandai dengan peningkatan jumlah anakan produktif, bobot kering biomassa tajuk tanaman padi hibrida, bobot gabah per rumpun, bobot gabah kering panen dan bobot gabah kering giling,

Berdasarkan hasil biomassa tajuk padi hibrida dan hasil gabah kering giling per hektar pada periode bergulma dan periode bersih gulma maka periode kritis tanaman padi hibrida terhadap persaingan dengan gulma terjadi pada saat 2 MST hingga 6 MST. Implikasinya adalah bahwa gulma pada tanaman padi hibrida harus dikendalikan pada saat 2 – 6 MST agar kehilangan hasil tanaman padi akibat kompetisi dengan gulma dapat dihindarkan.

(5)

LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL : STUDI PERIODE KRITIS TANAMAN PADI

HIBRIDA (Oryza sativa Linn.) TERHADAP PERSAINGAN GULMA DI LAHAN SAWAH

NAMA : Nur Fithri Meriyanti

NRP : A34104050

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dwi Guntoro, SP., MSi. NIP. 19700829.199703.1.001

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr NIP. 19571222.198203.1.002

(6)

Penulis dilahirkan di Jakarta, 19 Mei 1987. Penulis merupakan anak pertama dari pasangan Bapak Moch. Malsi (alm.) dan Ibu Mamik Seni Warni, S.Sos.

Penulis lulus dari SD Negeri Sukatani IV Depok tahun 1998. Setelah itu, penulis melanjutkan sekolah di SLTPN IV Depok dan lulus tahun 2001. Pada tahun 2004 penulis lulus dari SMAN 106 Jakarta Timur.

Pada tahun 2004 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Agronomi melalui jalur BUD (Beasiswa Utusan Daerah). Pada saat menjadi mahasiswa penulis pernah mengikuti Pekan Ilmiah Nasional Mahasiswa di Lampung pada tahun 2007 dan mendapatkan penghargaan setara perak untuk kategori penyaji presentasi dan penghargaan setara perak untuk kategori penyaji poster. Penulis juga aktif dalam kegiatan kepanitiaan Himpunan Profesi Mahasiswa Agronomi (Himagron). Penulis pernah menjadi asisten praktikum matakuliah Pengendalian Gulma pada tahun ajaran 2008/2009.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberi kekuatan dan hidayah sehingga kegiatan penelitian dan penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian yang telah dilakukan ialah “Studi Periode Kritis Tanaman Padi Hibrida (Oryza sativa Linn.) terhadap Persaingan Gulma di Lahan Sawah”. Penelitian ini dilaksanakan sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana pertanian di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada: 1. Dwi Guntoro, S.P., M.Si selaku pembimbing skripsi atas bimbingannya

kepada penulis.

2. Ir. Adolf Pieter Lontoh, MS dan Dr. Ir. Agus Purwito M.Sc.Agr atas kesediaan untuk menguji.

3. Ibunda tercinta atas semua kasih sayang dan dukungan yang diberikan. 4. Kedua adik, Nur Indah Yuniastuti dan Dewi Khairunnisa atas perhatian

dan dukungannya.

5. Teman-teman Agronomi angkatan 41 dan semua teman penulis yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

6. Keluarga Bapak H. Taufik Hadiawan beserta istri Dra. Elliswati, dan kakanda Ellwangga Hadyanto atas semua kasih sayang dan dukungan yang diberikan.

Semoga hasil penelitian ini berguna bagi yang memerlukan.

Bogor, Maret 2010

(8)

Halaman PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Tujuan ... 3 Hipotesis ... 3 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Botani Tanaman Padi ... 4

Morfologi Tanaman padi ... 4

Syarat Tumbuh Tanaman Padi ... 5

Fase Pertumbuhan Tanaman Padi ... 5

Padi Hibrida ... 6

Periode Kritis Tanaman ... 7

BAHAN DAN METODE ... 10

Waktu dan Tempat ... 10

Bahan dan Alat ... 10

Rancangan Penelitian ... 10

Pelaksanaan Penelitian ... 11

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 14

Hasil ………. 14

Pembahasan ………. 29

KESIMPULAN DAN SARAN ... 32

Kesimpulan ……….. 32

Saran ………... 32

DAFTAR PUSTAKA ……….. 33

(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Teks

1. Skoring intensitas serangan hama penyakit pada lahan percobaan berdasarkan jumlah populasi ... 14 2. Rekapitulasi hasil sidik ragam perlakuan periode kompetisi gulma .... 15 3. Analisis vegetasi gulma pada awal pengamatan gulma (2 MST) ... 16 4. Analisis vegetasi gulma pada akhir pengamatan gulma (12 MST) ... 16 5. Rata-rata jumlah daun per rumpun tanaman padi hibrida pada

berbagai perlakuan periode kompetisi gulma ... 19 6. Rata-rata jumlah anakan padi hibrida per rumpun pada berbagai

perlakuan periode kompetisi gulma ... 20 7. Rata-rata indeks luas daun tanaman padi hibrida pada berbagai

perlakuan periode kompetisi gulma ... 21 8. Saat heading, 50% populasi berbunga, dan 80% populasi siap panen

pada berbagai perlakuan periode kompetisi gulma ... 21 9. Pengaruh periode kompetisi gulma terhadap jumlah anakan produktif

per rumpun pada saat panen ... 22 10. Rata-rata biomassa tajuk padi hibrida pada berbagai perlakuan

periode kompetisi gulma ... 23 11. Panjang malai dan jumlah gabah per malai padi hibrida pada berbagai

periode kompetisi gulma ... 24 12. Rata-rata bobot gabah per malai dari berbagai perlakuan periode

kompetisi gulma ... 25 13. Bobot gabah per rumpun pada berbagai perlakuan periode kompetisi

gulma ... 26 14. Bobot gabah kering panen dan bobot gabah kering giling pada

berbagai perlakuan periode kompetisi gulma ... 26 15. Rata-rata persentase jumlah gabah isi dan gabah hampa per malai

pada berbagai periode kompetisi gulma ... 27 16. Bobot gabah 1000 butir pada berbagai perlakuan periode kompetisi

gulma ... 28 17. Mutu fisik beras pada berbagai perlakuan periode kompetisi gulma ... 28

(10)

1. Data iklim bulan Oktober 2007 – Maret 2008 ... 37

2. Karakteristik arize hibrindo R-1 ... 38

3. Analisis ragam biomassa gulma total (g/0.25m2) ... 39

4. Analisis ragam tinggi tanaman padi ... 40

5. Analisis ragam jumlah daun tanaman padi ... 41

6. Analisis ragam jumlah anakan padi ... 42

7. Analisis ragam indeks luas daun ... 43

8. Saat heading, 50% populasi berbunga, dan 80% populasi siap panen 43 9. Analisis ragam jumlah anakan padi ... 43

10. Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan periode kompetisi gulma terhadap rata-rata biomassa tajuk padi hibrida ... 44

11. Analisis ragam komponen hasil ... 44

12. Rata-rata bobot gabah per malai ... 45

13. Rata-rata bobot gabah isi per rumpun ... 45

14. Analisis ragam hasil gabah ... 45

15. Rata-rata persentase jumlah gabah isi dan gabah hampa per malai ... 46

16. Bobot gabah 1000 butir ... 46

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Teks

1. Spesies gulma dominan pada pertanaman padi sawah di lahan

percobaan ...… 17 2. Bobot kering gulma total pada saat 2 MST – 15 MST (panen) ....… 18 3. Rata-rata tinggi tanaman padi hibrida pada berbagai perlakuan

periode kompetisi ... 19 4. Rata-rata bobot kering biomassa tajuk padi hibrida saat panen ... 29 5. Dugaan produksi per hektar pada berbagai perlakuan periode

kompetisi gulma ... 30

Lampiran

(12)

Latar Belakang

Beras merupakan pangan utama di Indonesia karena lebih dari setengah jumlah penduduk Indonesia menjadikan beras sebagai makanan pokok. Kebutuhan beras terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Konsumsi beras nasional mencapai 135 kg/kapita/tahun (Deptan, 2007). Jumlah penduduk Indonesia pada sensus 2000 sebesar 206 juta jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1.49 % per tahun (BPS, 2004). Jika diasumsikan laju pertumbuhan penduduk tiap tahun tetap, diperkirakan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2035 mencapai 400 juta jiwa. Dengan asumsi konsumsi beras yang sama, maka pada tahun 2035 nanti Indonesia diperkirakan membutuhkan beras sebesar 54 juta ton. Padahal produksi beras nasional selama kurun waktu 10 tahun terakhir tidak menunjukkan peningkatan hasil yang berarti.

Kesenjangan antara produksi dan konsumsi beras tersebut dapat menimbulkan kerawanan pangan di Indonesia. Upaya peningkatan produksi dan produktivitas diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pangan yang terus meningkat. Upaya tersebut dapat ditempuh melalui varietas hibrida dan varietas unggul tipe baru. Namun pada masa yang akan datang dihadapkan pada berbagai hambatan, diantaranya perubahan fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian, terjadinya degradasi lahan subur menjadi lahan marjinal, serta serangan organisme pengganggu tanaman.

Salah satu usaha untuk meningkatkan produksi beras nasional adalah penggunaan varietas padi hibrida. Padi hibrida memiliki potensi produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan padi nonhibrida, yakni sebesar 15%. Menurut Heriyanto, et al. (2006) varietas padi hibrida mampu menghasilkan 8-10 ton gabah kering giling/ha. Dengan produksi tersebut, keuntungan yang diterima petani karena menanam padi hibrida lebih besar dibandingkan jika menanam padi unggul biasa.

Salah satu kendala yang dihadapi dalam penanaman padi hibrida di lahan sawah adalah adanya gangguan gulma. Gulma dapat menurunkan produksi tanaman padi akibat kompetisi dalam memperebutkan sarana tumbuh yaitu air,

(13)

2 hara, cahaya, CO2, dan ruang tumbuh (Sastroutomo, 1998). Smith (1983)

mengemukakan bahwa efek gangguan gulma yang biasa terjadi adalah kehilangan hasil yang disebabkan oleh adanya kompetisi gulma dengan tanaman budidaya. Apabila kehilangan hasil akibat gulma dapat ditekan, maka kehilangan produksi beras akibat kompetisi gulma dapat diselamatkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu usaha untuk mencegah kehilangan hasil tanaman padi akibat kompetisi dengan gulma di lahan.

Kehadiran gulma di sepanjang siklus hidup tanaman budidaya tidak selalu berpengaruh negatif. Terdapat suatu periode ketika gulma harus dikendalikan dan terdapat periode ketika gulma juga dibiarkan tumbuh karena tidak mengganggu tanaman (Moenandir, 1993). Periode kritis untuk pengendalian gulma adalah waktu minimum dimana tanaman harus dipelihara dalam kondisi bebas gulma untuk mencegah kehilangan hasil yang tidak diharapkan (Nieto, et al, 1968). Periode kritis ini dibentuk dari overlapping dua komponen, yaitu waktu kritis gulma harus disiangi atau lamanya waktu gulma dibiarkan di dalam tanaman sebelum terjadi kehilangan hasil yang tidak diharapkan, dan periode kritits bebas gulma atau lamanya waktu minimum tanaman harus dijaga agar bebas gulma untuk mencegah kehilangan hasil (Nieto, et. al., 1968; Knezevic, et al., 2002; Page, et.al., 2009 ). Menurut Swanton dan Weise (1991), periode kritis untuk pengendalian gulma merupakan komponen penting dalam strategi manajemen gulma terpadu yang memberikan pengetahuan bagi petani kapan saatnya untuk mengendalikan gulma yang dapat merugikan hasil tanaman.

Penelitian padi hibrida di Indonesia baru dimulai pada tahun 1980-an dengan mengintroduksi padi hibrida dari China (Susanto, 2003). Saat ini penggunaan padi hibrida mulai berkembang di Indonesia sebagai salah satu strategi untk meningkatkan produksi padi. Namun demikian, sampai saat ini di Indonesia belum banyak publikasi penelitian yang terkait dengan kompetisi gulma terhadap tanaman padi hibrida. Penelitian periode kritis tanaman padi hibrida terhadap persaingan gulma ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada petani kapan saatnya pengendalian gulma di lapangan. Pengetahuan periode kritis untuk persaingan gulma sangat penting artinya dalam usaha mencapai efisiensi tindakan pengendalian gulma baik dari segi waktu, biaya, dan tenaga.

(14)

Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan untuk mengetahui periode kritis tanaman padi hibrida terhadap persaingan gulma di lahan sawah.

Hipotesis Hipotesis yang dikemukakan yaitu :

1. Semakin lama periode bergulma maka pertumbuhan dan produksi padi hibrida semakin menurun.

2. Semakin lama periode bersih gulma maka pertumbuhan dan produksi padi hibrida semakin meningkat.

3. Terdapat suatu periode dimana padi hibrida peka terhadap kehadiran gulma yang dapat menurunkan pertumbuhan dan produksi tanaman padi hirbida.

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman Padi

Dalam banyak spesies liar di dalam genus Oryza, terdapat 2 spesies yang mampu dibudidayakan, yaitu Oryza sativa, yang ditanam di seluruh areal tanam di seluruh dunia, dan Oryza glaberrima yang distribusinya terkonsentrasi di Afrika Barat Tropis (Geus, 1954). Spesies lainnya dari genus ini adalah Oryza stapffi, Oryza fatua, Oryza minuta, Oryza rufipogon, Oryza breviligulata, dan Oryza officinalis (Grist, 1965). Oryza sativa disebut juga white grain rice, sedangkan Oryza glaberrima disebut red grain rice (FAO, 1966). Padi (Oryza sativa) merupakan tanaman yang berasal dari divisi Spermatophyta, sub divisi Angiospermae, kelas Monocotyledonae, ordo Poales, famili Graminae, genus Oryza.

Morfologi Tanaman Padi

Menurut Deptan Satuan Pengendali Bimas (1983), bagian-bagian tanaman padi terbagi menjadi dua yaitu bagian vegetatif yang meliputi akar, batang, dan daun serta bagian generatif yang meliputi malai dengan bulir-bulir bunga. Tanaman padi memiliki sistem perakaran yang bercabang-cabang dan berambut akar sangat banyak (Grist, 1965). Letak susunan akarnya hanya pada kedalaman 20-30 cm. Siregar (1981) menyatakan bahwa kekhasan tumbuhan dari kelompok Graminae akan ditandai dengan batang yang tersusun dari beberapa ruas. Ruas-ruas tersebut berupa batang bulat dan berongga yang ditutup oleh buku pada bagian ujungnya. Pada buku bagian pangkal batang terdapat kuncup ketiak yang dapat tumbuh menjadi batang baru atau percabangan, cabang terpendek disebut ligula (lidah daun) dan bagian terpanjang dan terbesar menjadi daun kelopak. Pada ligula terdapat auricle. Ligula dan auricle dapat digunakan untuk mendeterminasi identitas suatu varietas. Ruas yang menjadi bulir padi muncul saat daun pelepah teratas menjadi ligula dan daun bendera. Daun bendera adalah daun yang terpanjang yang membalut ruas teratas dari batang. Posisi daun bendera dekat dengan malai. Malai merupakan sekumpulan bunga padi yang memiliki tangkai, perhiasan, dan daun mahkota. Daun mahkota terbesar disebut palea dan

(16)

daun mahkota terkecil disebut lemma. Di dalamnya terdapat bakal buah (kariopsis). Di atas bakal buah terdapat 2 kepala putik. Di bawah bakal buah tumbuh 6 filamen benangsari. Bunga padi dewasa akan membuka, sehingga posisi palea dan lemma akan membentuk sudut 300-600. Keduanya membuka pada pukul 10-12 pada hari cerah dengan suhu berkisar 300 C – 320 C. Ketika kondisi ini terpenuhi, penyerbukan akan terjadi. Setelah penyerbukan dan pembuahan terbentuklah buah. Palea dan lemma membentuk sekam yang didalamnya membungkus biji yang dikenal gabah.

Syarat Tumbuh Tanaman Padi

Padi dapat tumbuh pada kondisi iklim-iklim yang berbeda. Menurut Deptan Satuan Pengendali Bimas (1983) faktor-faktor iklim yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi padi ialah curah hujan, kelembabapan udara, temperatur, awan, radiasi dan angin. Curah hujan tahunan merupakan faktor pembatas bagi lahan-lahan tadah hujan di Asia Selatan dan Tenggara khususnya. Padi merupakan tanaman hari pendek yang sensitif terhadap fotoperiodisme. Hari panjang akan menyebabkan pembungaan terlambat bahkan tidak terjadi (Fagi dan Las, 1988). Radiasi energi surya merupakan faktor penting yang dibutuhkan pada saat inisiasi malai hingga menjelang panen. Setidaknya 30 – 45 hari sebelum panen tanaman yang mendapat energi surya yang cukup akan memberikan hasil yang tinggi. Kelembaban relatif mempengaruhi tanaman padi karena menyebabkan peningkatan insiden penyakit blast pada padi. Iklim sangat mempengaruhi proses fisiologi tanaman padi, sehingga akan berpengaruh terhadap pertumbuhan, perkembangann, dan bulir. Virmani (1998) kondisi cuaca yang menguntungkan pada saat pembungaan ialah pada suhu 24– 30 0C, RH 70 -

80 %, dan perbedaan suhu siang-malam 5 – 7 0C.

Fase Pertumbuhan Tanaman Padi

Menurut Yoshida (1981) fase pertumbuhan tanaman padi terbagi menjadi 3 yaitu fase vegetatif, fase reproduktif, dan fase pemasakan. Manurung dan Ismunadji (1988) menyatakan bahwa pada tanaman padi tropik, fase vegetatif merupakan fase tumbuh dan berkembangnya dari anakan, tinggi, dan daun secara

(17)

6 bertahap. Fase ini dimulai sejak perkecambahan hingga akan membentuk bunga yang memerlukan waktu ± 60 hari. Sedangkan fase reproduktif yang berlangsung selama ± 30 hari ditandai dengan pemanjangan ruas teratas, munculnya daun bendera, dan pembungaan. Pembungaan (heading) adalah keluarnya malai dari pelepah daun bendera. Bunga matang (anthesis) ialah keluarnya benang sari yang paling ujung biasa terjadi pada pukul 08.00-13.00 dan terjadi pembuahan bila kondisi lingkungan terpenuhi. Kemudian dilanjutkan fase pemasakan berurutan meliputi tahap masak bertepung (dough), tahap menguning, dan tahap masak panen. Seluruh fase pembuahan sampai masak panen memerlukan waktu ± 30 hari.

Padi Hibrida

Varietas padi hibrida dikembangkan pertama kali di China pada tahun 1974 dengan ditemukannya mandul jantan. Pada tahun 1976 padi hibrida baru digunakan secara komersil. Sejak tahun 1980-an, China telah berhasil menanam varietas padi hibrida seluas 16 juta hektar (Yuan, 1994). Indonesia sendiri baru merintis penelitian tentang padi hibrida pada akhir tahun 1985. Hingga kini telah dirilis 29 varietas padi hibrida, 4 varietas diantaranya merupakan hasil penelitian BALITPA dan 25 varietas lainnnya merupakan hasil penelitian perusahaan benih swasta.

Padi hibrida dihasilkan melalui pemanfaatan fenomena heterosis turunan pertama (F1) dari hasil persilangan dengan dua induk yang berbeda. Fenomena heterosis tersebut menyebabkan tanaman F1 lebih vigor, tumbuh lebih cepat, anakan lebih banyak, dan malai lebih lebat sekitar 1 ton/ha lebih tinggi daripada varietas biasa (inbrida). Namun keunggulan tersebut tidak diperoleh pada populasi generasi kedua (F2) dan berikutnya. Ditinjau dari segi aspek genetik, padi hibrida memiliki potensi hasil yang lebih tinggi, tetapi membutuhkan sistem dan teknologi produksi yang berbeda dengan varietas unggul biasa (Las, Abdullah, dan Daradjat, 2003). Padi hibrida yang ada saat ini masih memiliki beberapa kelemahan, seperti rasa nasinya yang kurang enak, peka terhadap hama wereng coklat dan penyakit hawar daun (kresek). Untuk mendapatkan produksi yang maksimal, padi hibrida harus ditanam pada tanah yang subur, hara tanah cukup

(18)

tersedia, dosis pupuk optimal, pengairannya cukup, OPT-nya dikendalikan, dan pengelolaan tanaman secara keseluruhan dilakukan dengan baik (Sumarno, 2006).

Penelitian padi hibrida secara intensif dimulai pada tahun 2001. Berbagai galur hibrida telah dihasilkan melalui persilangan dengan melibatkan galur mandul jantan sitoplasmatik (Cytoplasm Male Sterile/CMS) atau galur mandul jantan, galur pelestari (Maintainer/M), dan galur pemulih kesuburan (Restorer/R) (Las et al., 2003). Teknik penyilangannya berbeda dengan pembentukan hibrida jagung, karena padi adalah tanaman menyerbuk sendiri, artinya secara alami pollen menyerbuki putik pada bunga yang sama. Sehingga, pembentukan hibrida padi hanya dimungkinkan jika bunga jantan pada tanaman betina dibuat mandul dengan menggunakan CMS. Selain itu, waktu pembungaan antara CMS dan restorer pun harus diperhatikan, agar penyerbukan dapat berhasil dengan baik. Penyerbukan antara pollen dari restorer ke stigma biasanya dilakukan dengan menggunakan blower atau tali yang dipasang memanjang pada barisan antara restorer dan CMS yang kemudian di gerak-gerakkan, sehingga pollen dari restorer berterbangan dan jatuh pada stigma CMS. Kegiatan penyerbukan biasanya dilakukan pada pukul delapan pagi hingga sepuluh pagi, ketika bunga padi membuka.

Periode Kritis Tanaman

Gulma dan tanaman pertanian (crops) merupakan tanaman yang secara mendasar keduanya memiliki kebutuhan yang sama untuk tumbuh dan berkembang secara normal. Keduanya juga membutuhkan pasokan yang memadai akan nutrisi-nutrisi yang sama, kelembaban, cahaya, suhu, dan karbon dioksida (CO2). Gulma berhasil bersaing dengan tanaman budidaya dengan menjadi lebih

agresif saat tumbuh. Gulma memperoleh dan menggunakan unsur-unsur essensial (nutrisi, kelembapan, cahaya, suhu, dan karbon dioksida) bagi pertumbuhan dan perkembangan dengan mengalahkan tanaman budidaya, dan pada beberapa kasus, gulma juga mengekskresikan zat-zat kimia yang merugikan bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman budidaya (Anderson, 1977).

Kompetisi merupakan kejadian khas di lahan budidaya, meski kompetisi juga terjadi di banyak habitat lain yang sumberdaya tumbuhnya tersedia dengan

(19)

8 terbatas. Kompetisi antara gulma dan tanaman budidaya yang terhebat biasanya terjadi saat tanaman kompetitor memiliki kesamaan dalam kebiasaan vegetatif dan kebutuhan akan sumberdaya tumbuh (National Academy of Sciences, 1969).

Pada umumnya, kompetisi dengan gulma terjadi selama 6 minggu pertama atau setelah transplanting juga cenderung mengakibatkan efek yang sangat merugikan bagi hasil produksi (Soejono, 2002). Kompetisi dan munculnya gulma dalam masa vegetatif atau generatif saat mendekati waktu panen akan memberikan dampak yang sangat besar bagi kualitas hasil tanaman. Kehadiran gulma di lahan pertanian menyebabkan biaya bagi kegiatan pengendalian. Karenanya penyiangan gulma perlu dilakukan, untuk menghindari kehilangan hasil yang cukup besar dari produksi padi. Jika kehilangan hasil tersebut dapat dihindari, berarti ada banyak beras yang bisa diselamatkan dan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia.

Kehadiran gulma di sepanjang siklus hidup tanaman budidaya tidak selalu berpengaruh negatif. Terdapat suatu periode ketika gulma harus dikendalikan dan terdapat periode ketika gulma juga dibiarkan tumbuh karena tidak mengganggu tanaman (Moenandir, 1993). Periode kritis untuk pengendalian gulma adalah waktu minimum dimana tanaman harus dipelihara dalam kondisi bebas gulma untuk mencegah kehilangan hasil yang tidak diharapkan (Nieto, et al, 1968). Periode kritis ini dibentuk dari overlapping dua komponen, yaitu waktu kritis gulma harus disiangi atau lamanya waktu gulma dibiarkan di dalam tanaman sebelum terjadi kehilangan hasil yang tidak diharapkan, dan periode kritits bebas gulma atau lamanya waktu minimum tanaman harus dijaga agar bebas gulma untuk mencegah kehilangan hasil (Nieto, et. al., 1968; Knezevic, et al., 2002; Page, et.al., 2009 ). Menurut Swanton dan Weise (1991), periode kritis untuk pengendalian gulma merupakan komponen penting dalam strategi manajemen gulma terpadu yang memberikan pengetahuan bagi petani kapan saatnya untuk mengendalikan gulma yang dapat merugikan hasil tanaman.

Menurut Omafra (2002) cara menentukan periode kritis ialah saat produksi tanaman mulai menurun sebesar 5% akibat dari kompetisi dengan gulma. Penentuan periode kritis tanaman sangat dibutuhkan dalam penerapan sistem manajemen gulma terpadu. Apabila gulma dapat dikendalikan maka gulma yang

(20)

akan tumbuh selanjutnya tidak akan berpengaruh terhadap hasil panen. Sedangkan penentuan periode kritis lainnya dengan perlakuan setangkup antara periode penyiangan dan kompetisi gulma. Zimdahl (1980) menggunakan cara itu untuk menentukan saat gulma dan tanaman budidaya berada dalam keadaan saling berkompetisi secara aktif. Pada periode penyiangan, gulma dan tanaman budidaya ditumbuhkan secara bersama-sama untuk jangka waktu tertentu sampai gulmanya disiangi, selanjutnya tanaman budidaya ditumbuhkan bebas gulma sampai panen. Pada periode kompetisi gulma, tanaman dibiarkan bebas gulma untuk berbagai periode tertentu sejak pertanaman, setelah ini tanaman budidaya dibiarkan tumbuh bersama-sama gulma hingga panen.

Periode kritis untuk pengendalian gulma pada sebagian besar tanaman sering dimulai dalam beberapa hari atau minggu setelah tanaman berkecambah sampai dengan fase awal perkembangan vegetatif tanaman (Halford, et. al., 2001; Martin, et al., 2001). Sebagai contoh, periode kritis pada tanaman kedelai dapat mulai saat 9 hari setelah berkecambah (Van Acker, et al., 1993). Pada tanaman jagung periode kritis mulai pada saat 21-28 hari setelah berkecambah pada saat berkembang 3-4 pucuk daun (Evans, et al., 2003; Cox, et al., 2006). Mercado dalam Sukman dan Yakub (1995) menyatakan bahwa periode kritis tanaman terhadap kompetisi gulma berkisar antara 33% - 50% dari umur tanaman.

(21)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2007 hingga bulan Februari 2008 di lahan sawah Cikarawang Dramaga-Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini meliputi benih padi hibrida varietas R-1 Arize, pupuk urea, pupuk SP-36, pupuk KCl, Furadan 3G, Decis. Alat yang digunakan adalah peralatan tanam, mistar, etiket, kuadran, grafimetri, oven, dan neraca analitik.

Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan metode Rancangan Acak Kelompok satu faktor yaitu periode kompetisi gulma dengan 14 taraf yaitu periode bergulma (G) 2 MST, G 4 MST, G 6 MST, G 8 MST, G 10 MST, G 12 MST, G 0-panen, periode bersih gulma (BG) 0-2 MST, BG 0-4 MST, BG 0-6 MST, BG 0-8 MST, BG 0-10 MST, BG 0-12 MST, BG 0-panen. Percobaan dilakukan dengan tiga ulangan, sehingga terdapat 42 satuan percobaan. Satuan percobaan berupa petak dengan ukuran 4 m x 3 m, jarak antar petak 0.25 m dan jarak antar ulangan 1 m. Model rancangan yang diajukan adalah sebagai berikut :

Yij = µ+ Ai + Gj + εεεεij dengan :

Yij = nilai pengamatan perlakuan ke-1, ulangan ke-j

µ

= nilai tengah populasi

Ai = pengaruh perlakuan ke-i

Gj = pengaruh ulangan ke-j ε

εε

εij = pengaruh galat percobaan ulangan ke-j dari perlakuan ke-i Data hasil pengamatan dianalisis menggunakan analisis ragam (uji F). Apabila hasil analisis ragam menunjukkan pengaruh nyata, analisis dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan’s Multiple Test (DMRT) pada taraf 5 %.

(22)

Pelaksanaan Penelitian Persiapan Lahan

Terdapat beberapa tahap yang dilakukan selama pelaksanaan penelitian, di awali dengan tahapan persiapan lahan yang meliputi pengolahan tanah dan pembuatan petak yang dilakukan 3 dan 4 minggu sebelum penanaman. Petakan dibuat dengan ukuran 4 m x 3 m, sebanyak 42 satuan petak percobaan.

Penanaman

Benih padi hibrida yang akan ditanam disemai terlebih dahulu di petak persemaian berukuran 4 m x 5 m. Petak persemaian dicangkul dan dibuat macak-macak. Benih padi sebanyak 1 kg (dosis 15 kg/ha) disebarkan secara merata di atas petak persemaian Pemupukan pada saat persemaian dilakukan dengan menggunakan dosis 22 g urea + 17 g SP-36 + 10 g KCl per m2. Pemupukan

dilakukan saat 7 HSS (hari setelah sebar).

Bibit padi dipindah tanam ke lahan percobaan pada saat bibit padi berumur 21 hari setelah semai. Penanaman bibit padi dilakukan dengan menggunakan jarak tanam 25 cm x 25 cm dengan 1 bibit per lubang tanam. Jumlah populasi per petak adalah 280 bibit tanaman.

Pemeliharaan Tanaman

Pemeliharaan tanaman meliputi pemupukan, pengendalian gulma, dan pengendalian hama penyakit. Pemupukan dilakukan 3 kali dengan dosis 270 kg urea + 135 kg SP-36/ha + 100 kg KCl per hektar. Pemupukan pertama dilakukan pada saat tanam dengan dosis 90 kg urea + 135 kg SP-36 + 80 kg KCl per hektar. Pemupukan kedua dilakukan pada 2 MST dengan dosis 90 kg Urea/ha urea. Pemupukan ketiga dilakukan pada 6 MST dengan dosis 90 kg urea + 20 kg KCl per hektar. Pemupukan dilakukan dengan cara disebar (broadcast).

Pengendalian gulma dilakukan secara manual. Waktu pengendalian gulma disesuaikan dengan perlakuan periode kompetisi gulma. Pengendalian hama keong mas dilakukan secara manual dengan mengambil keong dari petak percobaan. Pengendalian penyakit tungro dilakukan secara manual dengan mencabut tanaman yang terserang dan membenamkan ke dalam tanah.

(23)

12 Panen

Pemanenan dilakukan pada saat tanaman berumur 124 HSS atau 15 MST. Perontokan gabah dilakukan juga pada hari panen. Selanjutnya, gabah tersebut dikeringkan dengan cara dijemur selama empat hari.

Pengamatan

Pengamatan dilakukan terhadap 10 tanaman contoh per petak yang ditentukan secara acak. Pengamatan terhadap peubah produksi dilakukan pada saat panen secara ubinan (1 m x 1 m). Peubah yang diamati antara lain :

1. Tinggi Tanaman

Tinggi tanaman 10 tanaman contoh diukur dari permukaan tanah hingga ke ujung daun tertinggi. Pengamatan dilakukan tiap minggu, mulai 2 – 7 MST. 2. Jumlah Daun

Jumlah daun 10 tanaman contoh dihitung dari daun yang telah membuka sempurna. Pengamatan dilakukan tiap minggu mulai 2 MST-7 MST.

3. Jumlah Anakan

Jumlah anakan dihitung dari semua anakan dalam satu rumpun termasuk bibit awal yang ditanam. Pengamatan dilakukan tiap minggu mulai 2 MST-7 MST. 4. Indeks Luas Daun

Pengukuran ILD dilakukan pada 1 tanaman per petak yang memiliki penampilan yang sama dengan tanaman contoh. Pengukuran ILD menggunakan metode gravimetri. Pengukuran dilakukan pada 7 MST.

5. Saat Heading

Pengamatan dilakukan pada 10 tanaman contoh per petak. 6. Saat 50% Populasi Berbunga

Pengamatan dilakukan pada seluruh petak. Satu tanaman dianggap sudah berbunga jika sudah mengeluarkan bunga, walaupun hanya dari satu anakan. 7. Saat 80% Populasi Siap Panen

Populasi 80% siap panen adalah saat sebagian besar malai sudah mulai menguning, meski masih ada malai yang belum menguning.

8. Jumlah Anakan Produktif

(24)

9. Panjang Malai

Panjang malai padi diukur dari titik awal muncul malai hingga ujung malai. 10. Jumlah Bulir per Malai

Penghitungan jumlah bulir per malai dilakukan pada 3 malai yang diambil secara acak dari setiap rumpun tanaman contoh per petak.

11. Bobot Gabah per Malai

Penghitungan jumlah bulir per malai dilakukan pada 3 malai yang diambil secara acak dari setiap rumpun tanaman contoh per petak.

12. Jumlah Gabah Isi dan Gabah Hampa

Penghitungan jumlah bulir per malai dilakukan pada 3 malai yang diambil secara acak dari setiap rumpun tanaman contoh per petak.

13. Persentase Pengisian Gabah

Penghitungan persentase pengisian gabah dilakukan berdasarkan jumlah gabah isi dan jumlah gabah hampa.

14. Bobot Gabah Kering Panen dan Bobot Gabah Kering Giling

Bobot hasil panen (kg) dihitung berdasarkan hasil ubinan berukuran 1 m x 1 m yang diambil pada setiap petak perlakuan.

15. Bobot 1000 butir

Bobot 1000 butir dihitung dari gabah kering giling per perlakuan. 16. Mutu Fisik Beras

Mutu beras yang diamati antara lain kadar air panen, persentase beras setelah giling, persentase beras kepala, dan persentase pengapuran.

17. Penilaian serangan hama penyakit

Penilaian serangan hama penyakit dilakukan dengan cara skoring dengan range 1 - 9. Menurut Sudjono dan Sudarmadi (1989) :

Skor 1 : <1%; kerusakan daun sedikit.

Skor 3: 1% - 5%; kerusakan daun berukuran hingga 1 cm. Skor 5: 5% - 25%; kerusakan daun berukuran 1 cm.

Skor 7: 25% - 50%; kerusakan hampir sebagian daun dan belum robek. Skor 9: 50% - 100%; kerusakan sangat berat dan menyebabkan daun mati.

(25)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Kondisi Umum

Percobaan ini dilakukan mulai bulan Oktober 2007 hingga Februari 2008. Selama berlangsungnya percobaan, curah hujan berkisar antara 236 mm sampai dengan 377 mm. Curah hujan cukup tinggi terjadi selama masa menjelang panen hingga pascapanen. Lama penyinaran berkisar antara 7 % - 61 %, intensitas cahaya 254 kal/m2 – 356 kal/m2, kelembaban udara berkisar antara 81 % - 90 %

(Tabel Lampiran 1).

Hama yang menyerang tanaman padi hibrida selama percobaan dan tingkat serangannya pada tanaman padi hibrida disajikan pada Tabel 1. Hama keong mas (Pomacea canaliculata) merupakan hama utama dengan intensitas serangan yang tinggi pada awal pertumbuhan tanaman dengan intensitas serangan mencapai skor 5, disusul hama walang sangit (Leptocoria acuta), kepinding tanah (Scotinophara vermiculata). Penyakit yang menyerang tanaman padi hibrida adalah penyakit tungro yang disebabkan oleh N. Virescens dengan intensitas serangan mencapai skor 3.

Tabel 1. Skoring intensitas serangan hama penyakit pada lahan percobaan berdasarkan jumlah populasi

Hama dan Penyakit Nilai

Keong Mas (P. canaliculata) 5

Tungro (N. virescens) 3

Kepinding tindih (S. vermiculata) 1

Walang sangit (L. acuta) 3

Pengendalian keong mas dilakukan secara manual dengan cara mengambil individu keong mas yang berada di lahan. Pengendalian walang sangit dilakukan dengan menyemprotkan insektisida berbahan aktif deltametrin dengan konsentrasi 1 cc/l. Hama kepinding tanah tidak dikendalikan, karena intensitas serangannya relatif rendah. Intensitas penyakit tungro rendah, namun tetap dikendalikan dengan cara mencabut dan membenamkan ke dalam tanah.

(26)

Berdasarkan rekapitulasi hasil sidik ragam (Tabel 2), perlakuan periode kompetisi gulma berpengaruh nyata terhadap bobot kering biomassa gulma total, bobot kering biomassa tajuk tanaman padi hibrida, jumlah anakan produktif, dan bobot gabah kering panen (GKP) dan bobot gabah kering giling (GKG).

Tabel 2. Rekapitulasi hasil sidik ragam perlakuan periode kompetisi gulma

Peubah Pengamatan Hasil Uji F KK

Pertumbuhan Gulma

Biomassa Gulma Total (g/0.25m2)

 4 MST * 37.38  6 MST * 26.39  8 MST * 26.51  10 MST * 28.32  12 MST * 34.33  15 MST * 31.01

Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Padi

Tinggi Tanaman tn

Jumlah Daun tn

Jumlah Anakan tn

Indeks Luas Daun tn

Pertumbuhan Generatif Tanaman Padi Hibrida

Saat Heading tn

Saat 50% Populasi Berbunga tn Saat 80% Populasi Siap Panen tn Jumlah Anakan pada Saat Panen *

Biomassa Tajuk Padi per Rumpun * 1.64 Biomassa Tajuk Padi Ubinan * 1.02 Biomassa Tajuk Padi per Hektar * 1.02

Produksi Padi Hibrida

Jumlah Anakan Produktif * Panjang Malai dan Jumlah Gabah per Malai tn Bobot Gabah per Malai tn

Bobot Gabah Kering Panen Ubinan * 4.75 Bobot Gabah Kering Giling Ubinan * 4.75 Bobot Gabah Kering Panen per Hektar * 4.75 Bobot Gabah Kering Giling per Hektar * 4.75

Mutu Hasil

Persentase Gabah Isi dan Gabah Hampa tn Bobot Gabah 1000 Butir tn Mutu Fisik Beras tn

(27)

16

Pertumbuhan Gulma

Analisis Vegetasi Gulma Awal dan Akhir

Hasil analisis vegetasi pada awal pengamatan gulma berdasarkan perhitungan Sum Dominancy Ratio (SDR) menunjukkan bahwa gulma yang mendominasi lahan percobaan adalah gulma spesies Eriocaulon sieboldianum sebesar 24.41%, diikuti oleh gulma spesies Fimbristylis miliacea sebesar 21.46%, Cyperus diformis sebesar 19.74%, Cyperus iria sebesar 19.19%, Paspalum distichum sebesar 9.56%, dan Sphenoclea zeylanica sebesar 5.64% (Tabel 3).

Pada akhir pengamatan gulma, gulma yang mendominasi lahan percobaan adalah gulma spesies Eriocaulon sieboldianum dengan SDR sebesar 43.5%, diikuti oleh gulma spesies Cyperus diformis sebesar 17.3%, Cyperus iria sebesar 17.0%, Gratiola japonica sebesar 9.4%, Sphenoclea zeylanica sebesar 8.0%, dan Fimbristylis miliacea sebesar 4.8% (Tabel 4).

Tabel 3. Analisis vegetasi gulma pada awal pengamatan gulma (2 MST)

No. Spesies Golongan SDR (%)

1. Eriocaulon sieboldianum Teki 24.41

2. Fimbristylis miliacea Teki 21.46

3. Cyperus difformis Teki 19.74

4. Cyperus iria Teki 19.19

5. Paspalum distichum Rumput 9.56

6. Sphenoclea zeylanica Daun lebar 5.64

7. Gratiola japonica Daun lebar 0.00

Total 100.00

Tabel 4. Analisis vegetasi gulma pada akhir pengamatan gulma (12 MST)

No. Spesies Golongan SDR (%)

1. Eriocaulon sieboldianum Teki 43.5

2. Cyperus difformis Teki 17.3

3. Cyperus iria Teki 17.0

4. Gratiola japonica Daun lebar 9.4

5. Sphenoclea zeylanica Daun lebar 8.0

6. Fimbristylis miliacea Teki 4.8

7. Paspalum distichum Rumput 0.0

(28)

Fimbristylis miliacea Paspalum distichum

Eriocaulon sieboldianum Sphenoclea zeylanica Gratiola japonica

Cyperus difformis Cyperus iria

Gambar 1. Spesies gulma dominan pada pertanaman padi sawah di lahan percobaan

(29)

18

Bobot Kering Gulma Total

Perlakuan periode kompetisi gulma berpengaruh terhadap bobot kering gulma total (Tabel Lampiran 3). Rata-rata bobot kering gulma selama 15 minggu ditunjukkan dengan urutan terbanyak pertama oleh petak perlakuan Bersih Gulma 0-2 MST yaitu 152 g/0.25 m2, urutan terbanyak kedua oleh petak perlakuan Bergulma 0-Panen 126 g/0.25 m2, dan urutan terbanyak ketiga 105 g/0.25m2 pada petak perlakuan Bersih Gulma 0-4 MST (Gambar 2).

Gambar 2. Bobot kering gulma total pada saat 2 MST – 15 MST (Panen) Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Padi Hibrida

Tinggi Tanaman

Hasil percobaan menunjukkan bahwa perlakuan periode kompetisi gulma tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman padi hibrida mulai pengamatan 2 MST hingga pengamatan 7 MST (Tabel Lampiran 4). Tinggi tanaman padi hibrida rata-rata bertambah 10 cm setiap minggunya. Pada pengamatan 7 MST, tinggi tanaman padi hibrida berkisar antara 83.43 cm – 90.50 cm (Gambar 3).

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 2 4 6 8 10 12 15 B o b o t K er in g G u lm a ( g /0 .2 5 m 2)

Minggu Setelah Tanam

G 0-2 mst G 0-4 mst G 0-6 mst G 0-8 mst G 0-10 mst

G 0-12 mst G 0-panen BG 0-2 mst BG 0-4 mst BG 0-6 mst

(30)

Gambar 3. Rata-rata tinggi tanaman padi hibrida pada berbagai perlakuan periode kompetisi

Jumlah Daun

Periode kompetisi gulma tidak berpengaruh terhadap jumlah daun tanaman padi hibrida mulai pengamatan 2 MST – 7 MST (Tabel Lampiran 5). Pertumbuhan jumlah daun meningkat mulai 2 MST hingga 7 MST. Jumlah daun pada 7 MST berkisar antara 50.0 daun hingga 85.3 daun per rumpun (Tabel 5).

Tabel 5. Rata-rata jumlah daun per rumpun tanaman padi hibrida pada berbagai perlakuan periode kompetisi gulma

Perlakuan Jumlah Daun per Rumpun

2 MST 3 MST 4 MST 5MST 6 MST 7 MST G 0-2 MST 5.3 9.0 18.3 43.0 58.6 55.1 G 0-4 MST 4.3 13.2 26.6 51.6 62.8 64.3 G 0-6 MST 5.0 9.3 19.2 41.9 53.4 62.4 G 0-8 MST 3.7 9.7 21.4 49.8 51.3 69.8 G 0-10 MST 4.6 11.4 25.4 50.5 53.1 58.7 G 0-12 MST 4.1 9.5 19.8 50.6 56.7 50.0 G 0-Panen 4.7 12.7 29.2 65.7 67.9 85.3 BG 0-2 MST 4.7 9.2 19.9 46.3 61.9 67.3 BG 0-4 MST 5.5 11.0 22.0 52.4 69.2 68.5 BG 0-6 MST 4.1 8.3 16.9 40.7 60.8 53.8 BG 0-8 MST 5.5 9.8 21.4 46.2 57.2 60.1 BG 0-10 MST 4.5 10.8 21.9 48.2 48.6 38.5 BG 0-12 MST 4.7 9.7 23.8 55.7 62.8 75.9 BG 0-Panen 4.1 10.3 22.6 54.3 63.6 76.2 0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 70.0 80.0 2 3 4 5 6 7 T in g g i (c m )

Minggu Setelah Tanam

G 0-2 mst G 0-4 mst G 0-6 mst G 0-8 mst

G 0-10 mst G 0-12 mst G 0-panen BG 0-2 mst

(31)

20

Jumlah Anakan

Hasil percobaan menunjukkan bahwa perlakuan periode kompetisi gulma tidak berpengaruh terhadap jumlah anakan pada saat pengamatan 2 MST – 7 MST (Tabel Lampiran 6). Pertumbuhan anakan terlihat lambat pada saat 2 MST hingga 4 MST. Fase pembentukan anakan cepat terjadi antara 4 MST – 6 MST, dan jumlah anakan maksimum dicapai pada saat 7 MST. Jumlah anakan maksimum berkisar antara 16.8 anakan – 21.8 anakan per rumpun (Tabel 6).

Tabel 6. Rata-rata jumlah anakan padi hibrida per rumpun pada berbagai perlakuan periode kompetisi gulma

Perlakuan Jumlah Anakan per Rumpun

2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST G 0-2 MST 1.8 3.2 6.4 14.6 17.8 17.1 G 0-4 MST 1.6 5.3 9.4 19.3 19.0 19.7 G 0-6 MST 1.6 3.7 7.0 14.1 17.7 18.4 G 0-8 MST 1.3 3.8 7.3 18.0 17.5 19.6 G 0-10 MST 1.6 4.7 8.7 17.3 16.7 20.4 G 0-12 MST 1.2 3.7 7.3 15.5 18.3 17.9 G 0-Panen 1.7 5.3 9.9 24.9 22.3 20.9 BG 0-2 MST 1.7 3.7 7.1 17.8 19.5 18.4 BG 0-4 MST 1.9 4.2 7.8 18.5 20.8 18.5 BG 0-6 MST 1.7 3.1 6.1 14.4 21.8 16.8 BG 0-8 MST 1.9 3.5 7.4 18.7 18.8 17.9 BG 0-10 MST 1.7 3.6 8.3 15.6 15.9 17.9 BG 0-12 MST 1.4 3.9 8.3 19.3 13.7 21.8 BG 0-Panen 1.6 3.9 7.8 18.8 19.8 20.6

Indeks Luas Daun

Hasil percobaan menunjukkan bahwa perlakuan periode kompetisi gulma tidak berpengaruh terhadap Indeks Luas Daun (ILD) (Tabel Lampiran 7). Hasil percobaan menunjukkan bahwa rata-rata ILD dari seluruh perlakuan periode kompetisi gulma berkisar antara 1.3 sampai dengan 1.9. Namun demikian, terdapat kecenderungan bahwa semakin lama lahan bergulma maka ILD semakin menurun dan semakin lama lahan bersih gulma maka ILD cenderung semakin meningkat (Tabel 7).

(32)

Tabel 7. Rata-rata indeks luas daun tanaman padi hibrida pada berbagai perlakuan periode kompetisi gulma

Perlakuan Indeks Luas Daun

G 0-2 MST 1.9 G 0-4 MST 1.7 G 0-6 MST 1.5 G 0-8 MST 1.7 G 0-10 MST 1.5 G 0-12 MST 1.3 G 0-Panen 1.3 BG 0-2 MST 1.4 BG 0-4 MST 1.4 BG 0-6 MST 1.9 BG 0-8 MST 1.9 BG 0-10 MST 1.6 BG 0-12 MST 1.6 BG 0-Panen 1.6

Pertumbuhan Generatif Tanaman Padi Hibrida

Saat Heading, 50% Populasi Berbunga, dan 80% Populasi Siap Panen

Periode kompetisi gulma tidak berpengaruh terhadap saat heading. Periode kompetisi gulma juga tidak berpengaruh terhadap saat 50% populasi berbunga dan saat 80% populasi siap panen (Tabel Lampiran 8).

Tabel 8. Saat heading, 50% populasi berbunga, dan 80% populasi siap panen pada berbagai perlakuan periode kompetisi gulma

Perlakuan Saat Heading 50% Berbunga 80% Siap Panen --- HST --- G 0-2 MST 87 97.7 119 G 0-4 MST 87 97.7 119 G 0-6 MST 87 97.7 119 G 0-8 MST 87 97.7 119 G 0-10 MST 87 100.0 119 G 0-12 MST 87 100.0 119 G 0-Panen 87 100.0 119 BG 0-2 MST 87 97.7 119 BG 0-4 MST 87 97.7 119 BG 0-6 MST 87 97.7 119 BG 0-8 MST 87 97.7 119 BG 0-10 MST 87 97.7 119 BG 0-12 MST 87 100.0 119 BG 0-Panen 87 100.0 119

(33)

22 Saat heading dari semua perlakuan periode kompetisi gulma terjadi pada saat 87 Hari Setelah Semai (HSS). Saat 50% populasi berbunga terjadi antara 97 HSS – 100 HSS. Waktu 80% populasi siap panen rata-rata terjadi pada saat 119 HSS (Tabel 8).

Jumlah Anakan pada Saat Panen

Periode kompetisi gulma berpengaruh terhadap jumlah anakan produktif dan jumlah anakan total per rumpun (Tabel Lampiran 9). Pada periode bergulma, perlakuan bergulma (G) 0-2 menghasilkan jumlah anakan produktif tertinggi yakni sebanyak 14.4 anakan per rumpun dan menghasilkan jumlah anakan total tertinggi yakni 14.5 anakan per rumpun, sedangkan jumlah anakan produktif dan jumlah anakan total terendah dihasilkan oleh perlakuan G 0-panen, yakni sebanyak 7.4 anakan dan 7.6 anakan per rumpun. Pada periode bersih gulma (BG), perlakuan BG 0-panen menghasilkan jumlah anakan produktif tertinggi dan jumlah anakan total tertinggi, yakni sebanyak 22.9 anakan per rumpun, sedangkan perlakuan BG 0-4 MST menghasilkan jumlah anakan produktif terendah yakni 10.5 anakan dan jumlah anakan total terendah, yakni sebanyak 10.6 anakan per rumpun (Tabel 9).

Tabel 9. Pengaruh periode kompetisi gulma terhadap jumlah anakan produktif per rumpun pada saat panen

Perlakuan Produktif Jumlah Anakan per Rumpun pada Saat Panen Tidak Produktif Total

G 0-2 MST 14.4bcd 0.1a 14.5bcd

G 0-4 MST 11.7cde 0.6a 12.2cde

G 0-6 MST 10.8cdef 0.5a 11.3cdef

G 0-8 MST 11.6cde 0.0a 11.6cde

G 0-10 MST 10.0ef 0.5a 10.5ef

G 0-12 MST 9.6ef 0.1a 9.8ef

G 0-Panen 7.4f 0.2a 7.6f

BG 0-2 MST 11.8cde 0.3a 12.1cde

BG 0-4 MST 10.5def 0.3a 10.6def

BG 0-6 MST 11.4cdef 0.2a 11.6cdef

BG 0-8 MST 13.0cde 0.2a 13.3cde

BG 0-10 MST 14.8bc 0.5a 15.3bc

BG 0-12 MST 17.2b 0.2a 17.4b

BG 0-Panen 22.9a 0.0a 22.9a

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji taraf DMRT 5%.

(34)

Jumlah anakan tidak produktif pada saat panen dari semua perlakuan rata-rata kurang dari 1 anakan per rumpun. Hal ini menunjukkan bahwa hampir semua anakan pada saat panen menjadi anakan produktif (Tabel 9).

Biomassa Tajuk Padi Hibrida

Biomassa padi hibrida mencerminkan efisiensi penangkapan energi matahari dan penimbunan fotosintat selama pertumbuhan tanaman. Ketersediaan sarana tumbuh sangat berpengaruh terhadap tingkat akumulasi fotosintat.

Periode kompetisi gulma berpengaruh terhadap biomassa tajuk padi hibrida (Tabel Lampiran 10). Pada umur tersebut biomassa padi hibrida tertinggi dicapai pada perlakuan bersih gulma 0-15 MST (Panen) dan terendah pada perlakuan bergulma 0-15 MST (Tabel 10). Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama periode gulma berada di areal pertanaman padi hibrida maka pertumbuhan padi hibrida akan semakin terhambat karena terjadinya kompetisi antara tanaman padi hibrida dan gulma dalam memanfaatkan sarana tumbuh (Radosevich et al., 2007)

Tabel 10. Rata-rata biomassa tajuk padi hibrida pada berbagai perlakuan periode kompetisi gulma

Perlakuan Per rumpun Biomassa Tajuk Padi Hibrida

(g/tanaman) Per ubinan (g/m2) (ton/ha) Dugaan

G 0-2 MST 48.29b 503.25bc 0.50bc G 0-4 MST 46.17c 488.62d 0.49d G 0-6 MST 43.86d 458.92e 0.46e G 0-8 MST 43.59d 459.41e 0.46e G 0-10 MST 42.16ef 443.02f 0.44f G 0-12 MST 41.04f 424.84g 0.42g G 0-Panen 38.98g 413.99h 0.41h BG 0-2 MST 41.79f 438.82f 0.44f

BG 0-4 MST 43.31de 459.96e 0.46e

BG 0-6 MST 45.61c 485.55d 0.49d

BG 0-8 MST 46.36c 492.49d 0.49d

BG 0-10 MST 48.00b 502.16c 0.50c

BG 0-12 MST 48.19b 511.31b 0.51b

BG 0-Panen 49.84a 520.41a 0.52a

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji taraf DMRT 5%.

(35)

24

Produksi Tanaman Padi Hibrida

Panjang Malai dan Jumlah Gabah per Malai

Hasil percobaan menunjukkan bahwa perlakuan periode kompetisi gulma tidak berpengaruh terhadap panjang malai dan jumlah gabah per malai, baik jumlah gabah isi, gabah hampa, maupun gabah total (Tabel Lampiran 11). Panjang malai padi hibrida rata-rata dari semua perlakuan berkisar antara 20.60 cm hingga 21.69 cm. Jumlah gabah isi per malai rata-rata dari semua perlakuan berkisar antara 75.9 butir hingga 93.6 butir. Jumlah gabah hampa per malai rata-rata dari semua perlakuan berkisar antara 49.8 butir hingga 64.4 butir. Jumlah gabah total per malai rata-rata dari semua perlakuan berkisar antara 125.8 butir hingga 154.6 butir (Tabel 11).

Tabel 11. Panjang malai dan jumlah gabah per malai padi hibrida pada berbagai periode kompetisi gulma

Perlakuan Panjang Malai Isi Jumlah Gabah per Malai Hampa Total

G 0-2 MST 20.96 80.5 59.5 140.0 G 0-4 MST 20.98 80.7 61.2 141.8 G 0-6 MST 21.69 91.8 55.9 147.7 G 0-8 MST 21.18 82.9 55.8 138.7 G 0-10 MST 21.51 93.6 61.0 154.6 G 0-12 MST 20.98 83.7 49.8 133.4 G 0-Pannen 21.64 85.4 56.0 141.4 BG 0-2 MST 21.09 77.1 55.1 132.1 BG 0-4 MST 21.55 86.2 64.4 150.6 BG 0-6 MST 20.85 75.9 49.9 125.8 BG 0-8 MST 20.98 90.2 54.9 145.1 BG 0-10 MST 20.60 85.7 63.9 149.6 BG 0-12 MST 21.25 78.0 54.0 132.0 BG 0-Panen 20.72 80.0 57.0 137.0

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.

Hasil panen tertinggi didapatkan pada perlakuan bersih gulma 0-12 MST karena sarana tumbuh tercukupi sehingga fotosintesis dapat berlangsung dengan baik. Pada saat tersebut fase pertumbuhan vegetatif padi hibrida, pembungaan, pembentukan bulir padi dan pengisian biji tidak terganggu oleh kompetisi gulma, sehingga penyimpanan asimilat oleh biji menjadi maksimal.

(36)

Bobot Gabah per Malai

Hasil percobaan menunjukkan bahwa perlakuan periode bergulma dan bersih gulma tidak berpengaruh terhadap bobot gabah total per malai, bobot gabah isi per malai, dan bobot gabah hampa per malai (Tabel Lampiran 12).

Perlakuan periode kompetisi gulma tidak berpengaruh terhadap bobot gabah total per malai, bobot gabah isi per malai, dan bobot gabah hampa per malai. Bobot gabah total per malai dari semua periode berkisar antara 131.96 butir - 154.62 butir, jumlah gabah isi berkisar antara 75.91 butir - 93.63 butir, dan jumlah gabah hampa berkisar antara 49.77 butir - 64.36 butir (Tabel 12).

Tabel 12. Rata-rata bobot gabah per malai dari berbagai perlakuan periode kompetisi gulma

Perlakuan Total Bobot Gabah per Malai Isi Hampa

---gram--- G 0-2 MST 3.19 2.04 1.15 G 0-4 MST 3.59 2.29 1.29 G 0-6 MST 3.79 2.49 1.29 G 0-8 MST 2.49 1.72 0.77 G 0-10 MST 2.54 1.70 0.84 G 0-12 MST 3.28 2.14 1.15 G 0-Panen 3.83 2.54 1.29 BG 0-2 MST 3.71 2.50 1.19 BG 0-4 MST 4.22 2.83 1.39 BG 0-6 MST 3.46 2.29 1.17 BG 0-8 MST 2.97 2.03 0.94 BG 0-10 MST 3.06 2.02 1.03 BG 0-12 MST 3.51 2.31 1.20 BG 0-Panen 2.85 1.93 0.93

Bobot Gabah Isi per Rumpun

Perlakuan periode kompetisi gulma berpengaruh terhadap bobot gabah per rumpun (Tabel Lampiran 13). Bobot gabah isi per rumpun semakin menurun dengan semakin lamanya periode bergulma berlangsung (Tabel 13). Hal ini disebabkan oleh hasil fotosintesis yang ditranslokasikan untuk pembentukan dan pengisian bulir berkurang. Hasil fotosintesis yang berkurang ini diakibatkan oleh laju fotosintesis tanaman menurun akibat terjadinya persaingan dengan gulma dalam memperoleh sarana tumbuh (Yang, et al., 2002).

(37)

26 Tabel 13. Bobot gabah per rumpun pada berbagai perlakuan periode

kompetisi gulma

Perlakuan Bobot Gabah per Rumpun (g)

G 0-2 MST 41.30a G 0-4 MST 34.31c G 0-6 MST 33.23cd G 0-8 MST 29.70de G 0-10 MST 28.05ef G 0-12 MST 25.78ef G 0-Panen 21.15g BG 0-2 MST 24.73fg BG 0-4 MST 24.37fg BG 0-6 MST 29.78de BG 0-8 MST 32.79cd BG 0-10 MST 35.89bc BG 0-12 MST 38.89ab BG 0-Panen 41.480a

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji taraf DMRT 5%.

Bobot Gabah Kering Panen (GKP) dan Bobot Gabah Kering Giling (GKG) Hasil percobaan menunjukan bahwa perlakuan periode kompetisi gulma berpengaruh terhadap bobot gabah kering panen (GKP) ubinan dan bobot gabah ubinan kering giling (GKG) (Tabel Lampiran 14).

Tabel 14. Bobot gabah kering panen dan bobot gabah kering giling pada berbagai perlakuan periode kompetisi gulma

Perlakuan Basah Bobot Gabah Kering GKP Dugaan Hasil GKG ---(kg/m2)--- ---(ton/Ha)---

G 0-2 MST 0.85bc 0.72bc 8.5bc 7.2bc G 0-4 MST 0.75d 0.65d 7.5d 6.3d G 0-6 MST 0.64e 0.55e 6.4e 5.5e G 0-8 MST 0.56f 0.49f 5.8f 4.9f G 0-10 MST 0.54fg 0.46fg 5.4fg 4.6fg G 0-12 MST 0.54fg 0.46fg 5.4fg 4.6fg G 0-Panen 0.49g 0.42g 4.9g 4.2g BG 0-2 MST 0.66e 0.56e 6.6e 5.6e BG 0-4 MST 0.79cd 0.65d 7.9cd 6.7cd BG 0-6 MST 0.85bc 0.72bc 8.5bc 7.2bc BG 0-8 MST 0.87b 0.74b 8.6b 7.4bc BG 0-10 MST 0.87b 0.74b 8.7b 7.4b BG 0-12 MST 0.85bc 0.72bc 8.5bc 7.2bc BG 0-Panen 0.94a 0.80a 9.4a 8.0a

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji taraf DMRT 5%.

(38)

Mutu Hasil Panen Persentase Gabah Isi dan Gabah Hampa

Bobot 1000 butir biji padi hibrida dan bobot kering 1000 butir biji padi hibrida tidak dipengaruhi oleh perlakuan periode kompetisi gulma (Tabel Lampiran 15). Hal ini disebabkan karena padi hibrida mampu mendapatkan cahaya secara optimal sehingga proses fotosintesis dan pengisian asimilat ke bulir padi tidak terganggu. Persentase gabah isi berkisar antara 81.43% - 90.96%, sedangkan persentase gabah hampa berkisar antara 9.04% - 21.96% (Tabel 15).

Tabel 15. Rata-rata persentase jumlah gabah isi dan gabah hampa per malai pada berbagai periode kompetisi gulma

Perlakuan Persentase Jumlah Gabah Isi per Malai (%) Persentase Jumlah Gabah Hampa per Malai (%) G 0-2 MST 81.43 18.57 G 0-4 MST 86.13 13.87 G 0-6 MST 90.96 9.04 G 0-8 MST 82.98 17.02 G 0-10 MST 87.94 12.06 G 0-12 MST 84.26 15.74 G 0-Panen 86.53 13.47 BG 0-2 MST 83.09 16.91 BG 0-4 MST 78.04 21.96 BG 0-6 MST 78.86 21.14 BG 0-8 MST 88.77 11.23 BG 0-10 MST 83.52 16.48 BG 0-12 MST 84.91 15.09 BG 0-Panen 85.41 14.59

Bobot Gabah 1000 Butir

Hasil percobaan menunjukkan bahwa perlakuan periode kompetisi gulma tidak berpengaruh terhadap bobot gabah 1000 butir (Tabel Lampiran 16). Bobot gabah 1000 butir dari seluruh perlakuan periode kompetisi berkisar antara 23.57 g sampai dengan 24.36 g (Tabel 16). Hasil ini menunjukkan bahwa periode bebas gulma yang semaik lama tidak meningkatkan bobot gabah 1000 butir, demikian juga periode bergulma yang semakin lama juga tidak menurunkan bobot gabah 1000 butir.

(39)

28 Tabel 16. Bobot gabah 1000 butir pada berbagai perlakuan periode

kompetisi gulma

Perlakuan Bobot Gabah 1000 Butir (g)

G 0-2 MST 24.27 G 0-4 MST 23.81 G 0-6 MST 23.92 G 0-8 MST 24.36 G 0-10 MST 24.30 G 0-12 MST 24.07 G 0-Panen 24.05 BG 0-2 MST 24.18 BG 0-4 MST 24.30 BG 0-6 MST 23.57 BG 0-8 MST 24.38 BG 0-10 MST 24.25 BG 0-12 MST 23.83 BG 0-Panen 23.78

Mutu Fisik Beras

Hasil penelitian menunjukkan bahwa periode kompetisi gulma tidak berpengaruh terhadap mutu fisik beras. Periode kompetisi gulma menghasilkan rendemen beras giling, beras kepala, beras pecah, menir, dan butir kapur yang tidak berbeda (Tabel Lampiran 17).

Tabel 17. Mutu fisik beras pada berbagai perlakuan periode kompetisi gulma

Perlakuan Beras Giling Rendeman Kepala Beras Beras Pecah Menir Butir Kapur ---%--- G 0-2 MST 78.80 46.61 51.23 2.17 1.42 G 0-4 MST 78.59 62.11 36.85 1.04 1.53 G 0-6 MST 79.05 49.12 49.21 1.68 1.70 G 0-8 MST 78.83 54.03 44.60 1.37 1.63 G 0-10 MST 79.29 62.14 36.86 1.00 1.35 G 0-12 MST 78.28 44.01 53.89 2.10 1.69 G 0-Panen 78.49 42.53 55.18 2.29 1.28 BG 0-2 MST 76.51 51.19 47.08 1.73 1.71 BG 0-4 MST 78.35 41.56 56.34 2.10 1.48 BG 0-6 MST 75.84 48.89 49.33 1.79 5.07 BG 0-8 MST 78.10 48.53 49.74 1.73 5.97 BG 0-10 MST 79.12 51.50 46.97 1.74 1.87 BG 0-12 MST 79.11 41.29 56.34 2.37 1.10 BG 0-Panen 79.17 55.78 42.57 1.67 1.76

(40)

Persentase rendemen beras giling berkisar antara 75.84 % - 79.29 %, persentase beras kepala berkisar 41.29 % - 62.14 %, persentase beras pecah berkisar antara 36.85% - 56.34%, persentase menir berkisar antara 1 % - 2.37%, dan persentase butir kapur berkisar antara 1.28% - 5.97% (Tabel 17).

Pembahasan Periode Kritis

Pertumbuhan tanaman padi hibrida secara umum dipengaruhi oleh kompetisi gulma dimana indikator besar kecilnya hasil padi hibrida ditunjukkan oleh jumlah anakan pada saat panen, biomassa tajuk padi hibrida, dan bobot gabah padi hibrida yang dihasilkan.

Berdasarkan bobot kering biomassa tajuk tanaman padi hibrida terlihat bahwa periode kompetisi gulma secara berkala mempengaruhi bobot kering biomassa tajuk. Bobot kering tajuk tanaman padi berhubungan dengan produksi gabah yang dihasilkan. Berdasarkan Gambar 4, semakin cepat gulma dikendalikan (2 MST) maka bobot kering tajuk tanaman padi hibrida semakin meningkat jika dibandingkan dengan jika gulma terlambat dikendalikan (6 MST). Berdasarkan Gambar 4, periode kritis terjadi antara 2 MST hingga 6 MST. Pada periode tersebut gulma di pertanaman padi hibrida harus dikendalikan agar tanaman padi tumbuh dengan baik dan menghasilkan produksi yang baik pula.

Gambar 4. Rata-rata bobot kering biomassa tajuk padi hibrida saat panen

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 0 2 4 6 8 10 12 14 16 B o b o t K er in g B io m a ss a P a d i H ib ri d a ( to n /h a )

Minggu Setelah Tanam

G BG

(41)

30 Berdasarkan nilai dari rata-rata biomassa padi hibrida selama masa bergulma, diperoleh tingkat bobot tertinggi brangkasan di antara minggu kedelapan dan kesepuluh. Hal ini bersamaan dengan masa pematangan dan pemasakan bulir-bulir padi, yang akan membawa pengaruh nyata terhadap besarnya produksi panen.

Perlakuan periode kompetisi bersih gulma 0-6 MST mampu meningkatkan besarnya produksi padi hibrida sebesar 28.57% yaitu sebanyak 1.6 ton/ha bila dibandingkan dengan perlakuan periode kompetisi bersih gulma 0-2 MST. Namun pada perlakuan periode bersih gulma 0-8 MST hanya mampu meningkatkan produksi padi hibrida sebesar 2.7% yaitu sebanyak 0.2 ton/ha bila dibandingkan dengan perlakuan periode kompetisi bersih gulma 0-6 MST. Dengan hasil ini saat minggu awal tanam sampai minggu ke-6 adalah waktu dimana pentingnya penyiangan gulma, setelah dari masa tanam 6 minggu tidak diperlukan lagi penyiangan karena tidak akan memperoleh hasil yang tinggi seperti periode kontrol yaitu BG 0-panen.

Gambar 5. Dugaan produksi per hektar pada berbagai perlakuan periode kompetisi gulma

Dari perlakuan periode bersih gulma diketahui bahwa padi hibrida pada semua periode membutuhkan penyiangan selama 4 MST agar dominansi tanaman tercapai sehingga kehilangan hasil panen tidak nyata, tetapi jika dilihat dari perlakuan periode bergulma selama 2 minggu sejak tanam gulma belum menurunkan hasil secara nyata jika dibandingkan dengan perlakuan bersih gulma

0 1 2 3 4 5 0 1 2 3 4 5 0 2 4 6 8 10 12 14 16 (t o n /h a )

Minggu Setelah Tanam

G BG

(42)

0-12 MST. Dengan demikian dapat diduga periode kritis padi hibrida terhadap kompetisi gulma terjadi pada umur 2-4 MST (Gambar 5). Menurut Kasasian dan Seeyave dalam Zimdahl (1980) periode kritis tanaman terjadi pada saat 25% sampai 33% pertama dari siklus hidup tanaman.

Penurunan produksi terjadi ketika masa bergulma saat periode Gulma 0-3 MST diduga saat itu terjadi persaingan unsur hara dan ruang lingkup antara tanaman padi hibrida dengan gulma. Adapun gulma yang menjadi dominan selama awal pertumbuhan vegetatif ialah Eriocaulon sielboldianum dengan bobot kering terbanyak selama minggu pertama dan ketiga.

Penurunan produksi dapat dihindari melalui penyiangan gulma yang dimulai saat awal tanam sampai 4 minggu setelah tanam. Dengan harapan hasil produksi yang diperoleh sebanyak dengan kontrol. Persaingan ini terjadi karena adanya interaksi antara tanaman padi hibrida dengan gulma yang hadir di lahan tersebut. Adanya persaingan cahaya, unsur hara, dan air. Dengan penyiangan secara berkala didapatkan sebuah dugaan yaitu penurunan terjadi karena gulma yang dibiarkan semakin banyak jumlahnya.d

(43)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Periode kompetisi gulma berpengaruh terhadap pertumbuhan generatif dan produksi tanaman padi hibrida, namun tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman padi hibrida. Semakin lama periode bergulma, maka pertumbuhan generatif dan produksi tanaman padi hibrida semakin menurun yang ditandai dengan penurunan jumlah anakan produktif, bobot biomassa tajuk pada saat panen, bobot gabah per rumpun dan produksi gabah kering panen dan kering giling, baik ubinan maupun dugaan hasil per hektar. Sebaliknya semakin lama periode bersih gulma, maka pertumbuhan generatif dan produksi tanaman padi hibrida semakin meningkat yang ditandai dengan peningkatan jumlah anakan produktif, bobot kering biomassa tajuk tanaman padi hibrida, bobot gabah per rumpun, bobot gabah kering panen dan bobot gabah kering giling,

Berdasarkan hasil biomassa tajuk padi hibrida dan hasil gabah kering giling per hektar pada periode bergulma dan periode bersih gulma maka periode kritis tanaman padi hibrida terhadap persaingan dengan gulma terjadi pada saat 2 MST hingga 6 MST. Implikasinya adalah bahwa gulma pada tanaman padi hibrida harus dikendalikan pada saat 2 – 6 MST agar kehilangan hasil tanaman padi akibat kompetisi dengan gulma dapat dihindarkan.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian, pengendalian gulma pada pertanaman padi hibrida minimal dilaksanakan mulai 2 MST hingga 6 MST untuk mencegah kehilangan hasil tanaman padi hibrida. Penelitian lanjutan perlu dilakukan pada kondisi dominasi gulma yang berbeda.

(44)

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, W. P. 1977. Weed Sciences: Principles. West Publishing Company. 598p.

Bayer, D. B. 1991. Weed Management. In: B. S. Luh (Ed.). Rice Production. 2nd edition. Vol I. Van Nostramd Reinhold. New York.

BPS. 2003. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik. Jakarta. Hal 10.

Cox, W.J., R.R. Hahn, and P.J. Stachowski. 206. Time of weed removal with glyphosate affects corn growth and yield components. Agronomy Journal 98: 349–353.

Departemen Pertanian [DEPTAN]. 2007. Pusat data dan informasi pertanian. http://database.deptan.go.id. [25 April 2007].

Deptan Satuan Pengendali Bimas. 1983. Pedoman Bercocok Tanam Padi, Palawija, sayur-sayuran. Departemen Pertanian Satuan Pengendali Bimas. Jakarta. Hal 12.

Evans, S.P., S.Z. Knezevic, J.L. Lindquist, C.A. Shapiro, and E.E. Blankenship. 2003. Nitrogen application influences the critical period of weed control in corn. Weed Science 51, 408–417.

Fagi, A.M. dan I. Las. 1988. Lingkungan Tumbuh Padi In : M. Ismunadji, dkk (eds.). Padi buku 1. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor.

FAO. 1966. Rice Grain of Life. Food and Agriculture Organization of The United Nations. Roma. 93p.

Galinato, M. I., K. Moody and C. M. Piggin. 1999. Upland Rice Weeds of South and Southeast Asia. International Rice Research Institute. Makati City. 156 p.

Grist, D. H. 1965. Rice. 4th edition. Longman Group Limited. London 548 p. Halford, C., A.S. Hamill, J. Zhang, and C. Doucet. 2001. Critical period of weed

control in no-till soybean (Glycine max) and corn (Zea mays). Weed Technology 15: 737–744.

Heriyanto, E. Hermawan, Y. Indaryanto. Desember 2006 - Januari 2007. Padi hibrida bisnis prospektif dan menggiurkan. Agrotek: Utama. Hal 12-17. Irrigated Rice Research Consortium. 2007. About labor productivity workgroup.

(45)

34 Knezevic, S.Z., S.P. Evans, E.E. Blankenship, R.C. Van Acker, and J.L.

Lindquiest. 2002. Critical period for weed control: the concept and data analysis. Weed Science 50: 773–786.

Las, I., B. Abdullah, dan A. A. Daradjat. 2003. Padi tipe baru dan padi hibrida mendukung ketahanan pangan. http://www.litbang.deptan.go.id. April 2007].

Manurung, S.O. dan M. Ismunadji. 1988. Morfologi dan Fisiologi Padi. In : M. Ismunadji, dkk (eds.) .). Padi buku 1. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor.

Martin, S.G., R.C. Van Acker, and L.F. Friesen. 2001. Critical period of weed control in spring canola. Weed Science 49: 326–333.

National Academy of Sciences. 1969. Weed Control. National Academy of Sciences. Washington D. C. 471p.

Nieto, J.R., M.A. Brando, and J.T. Gonzales. 1968. Critical periods of the cop growth cycle for competition from weeds. Pest Articles and News Summaries 14: 159–166.

Page, E.R. , M. Tollenaar , E.A. Lee, L. Lukens, and C.J. Swanton. 2009. Does the shade avoidance response contribute to the critical period for weed control in maize (Zea mays)? Weed Research 49: 563–571.

Pane, H., Prayitno dan A. Soleh. 2004. Daya saing beberapa varietas padi gogorancah terhadap gulma di lahan sawah tadah hujan. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan (XXIII): 1-11.

Radosevich, S. R., J. S. Holt, and C. M. Ghersa. 2007. Plant-plant Associations. John Wiley & Sons, Inc.

Sastroutomo, S. 1998. Ekologi Gulma. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 207 hal. Siregar, H. 1981. Budidaya Tanaman Padi di Indonesia. PT Sastra Hudaya.

Jakarta. 320 hal.

Smith, R. J. 1983. Weeds of major economic importance in rice and yield losses due to weed competition. p 19-35. In: Weed Control in Rice. International Rice Research Institute. Los Banos. 264 p.

Sodjono, S. dan Sudarmadi. 1989. Teknik Pengamatan Hama dan Penyakit. Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Starr, F. and K. Starr. 2002. Plants of Hawaii. http://www.hear.org. [23 Agustus 2009].

Gambar

Tabel 3. Analisis vegetasi gulma pada awal  pengamatan gulma (2 MST)
Gambar 2. Bobot kering gulma total pada saat 2 MST – 15  MST (Panen)
Tabel 5. Rata-rata jumlah daun per rumpun tanaman padi hibrida pada  berbagai perlakuan periode kompetisi gulma
Tabel 6.   Rata-rata jumlah anakan padi hibrida per rumpun pada berbagai  perlakuan periode kompetisi gulma
+7

Referensi

Dokumen terkait

Semua pekerjaan instalasi sistem perpipaan air bersih tersebut harus dilaksanakan sesuai dengan gambar dan spesifikasi teknisnya, serta memenuhi semua persyaratan

Capron dan Hulldan (1999) mendefinisikan sumber daya sebagai sejumlah pengetahuan, aset fisik, manusia, dan faktor-faktor berwujud dan tidak berwujud lainnya yang dimiliki

Daun tanaman tanpa perlakuan paclubutrazol dengan daun tanaman yang telah diberi perlakuan paclo- butrazol mengandung jumlah sel yang sama, tetapi sel pada daun

persentase tanggapan siswa terhadap aspek kemenarikan e-book interaktif, maka dapat dikatakan bahwa e-book interaktif berbasis representasi kimia pada materi ikatan

Berdasarkan monitoring yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa kesehatan terumbu karang yang ada di perairan Selat Sempu telah mengalami kerusakan, hal ini dapat

Menurut pengakuan beberapa napi yang pernah mengandung di Lembaga Pemasyarakatan kelas IIB Pekanbaru saat mengandung tidak ada perlakuan khusus terhadap narapidana

implementasi Desa Maju Reforma Agraria (Damara) di Kulonbambang Kabupaten Blitar yang dilakukan oleh KPA dan Pawartaku sudah memenuhi unsur-unsur dalam tahapan

Single index model dapat memberikan informasi kepada investor terkait jenis saham yang menjadi penyusun portofolio, proporsi dana masing-masing saham pembentuk