• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENGGUNAAN BERBAGAI VARIASI BAHAN PENGISI TERHADAP BIAYA PRODUKSI BETON BUSA. Mubarak 1 dan Abdullah 2)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PENGGUNAAN BERBAGAI VARIASI BAHAN PENGISI TERHADAP BIAYA PRODUKSI BETON BUSA. Mubarak 1 dan Abdullah 2)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Mubarak

1

dan Abdullah

2)

1) Jurusan Teknik Sipil, Universitas Syiah Kuala, Jl. Syekh Abdurrauf No. 7 Banda Aceh Email: moebarak @mailcity.com

2) Jurusan Teknik Sipil, Universitas Syiah Kuala, Jl. Syekh Abdurrauf No. 7 Banda Aceh Email: [email protected]

ABSTRAK

Pengembangan teknologi beton saat ini terus dilakukan untuk menghasilkan penemuan yang terbaru dengan tetap mempertimbangkan aspek ekonomis. Dalam kajian teknologi beton busa, beberapa upaya pengembangan dilakukan melalui penambahan bahan alami yang ringan dan murah sebagai bahan pengisi beton. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pengaruh penggunaan berbagai bahan pengisi terhadap biaya produksi beton busa. Kajian ini dilakukan untuk skala produksi beton busa di laboratorium menggunakan benda uji silinder (t = 30 cm; d = 15 cm dan t = 20 cm; d =10 cm), kubus (t = 10 cm), dan prisma (10x10x40 cm3). Komposisi campuran beton busa akan

divariasikan menggunakan bahan tambahan dari cangkang sawit, sekam padi, dan batu apung. Variasi Specific Gravity (SG) tiap bahan tambahan yang diinginkan yaitu 1,2; 1,4; 1,6 dan 1,8 serta variasi proporsi bahan tambahan 5%, 10 %, dan 15 % terhadap berat jenis beton busa dengan Faktor Air Semen (FAS) 0,4. Biaya produksi dihitung berdasarkan jumlah penggunaan material dan upah tenaga kerja saja. Overhead serta biaya pemasaran tidak diperhitungkan. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa penambahan sekam padi, cangkang sawit dan batu apung memberi pengaruh nyata terhadap penurunan biaya produksi. Namun, penurunan dalam aspek biaya tidak diikuti seluruhnya pada aspek kuat tekan beton. Hal ini terlihat dari penurunan kuat tekan beton pada beberapa variasi campuran. Komposisi terbaik untuk beton non struktur adalah beton busa SG 1,2 dengan penambahan sekam padi sebanyak 15 %, penurunan biaya produksi 11,6 %. Untuk beton struktur ringan, komposisi terbaik adalah SG 1,4 dengan penambahan sekam padi sebanyak 15 %, penurunan biaya produksi 12 %. Sedangkan untuk beton struktur, komposisi terbaik diperoleh dari SG 1,8 dengan penambahan batu apung sebanyak 15 %, penurunan biaya produksi 4,6 %.

Kata kunci: Bahan Pengisi, Biaya Produksi, Beton Busa

1. PENDAHULUAN

Beton memiliki berat volume yang relatif besar. Untuk memperkecil berat volume, telah dilakukan penelitian untuk menghasilkan beton ringan yang memiliki kekuatan tinggi dengan potensi aplikasi sebagai bahan konstruksi terutama pada daerah rawan gempa. Salah satu jenis beton ringan adalah beton busa (foam concrete). Bahan dasar beton busa adalah campuran semen, air, dan foam agent. Biaya produksi beton busa ini relatif lebih mahal dibandingkan dengan biaya produksi beton normal, hal ini disebabkan dalam proses pembuatannya beton busa membutuhkan jumlah semen yang lebih banyak dibandingkan dengan beton normal.

Agar biaya produksi beton busa dapat lebih murah, diupayakan menggantikan sebagian dari semen dengan bahan yang lebih murah. Salah satunya dengan manambah bahan pengisi ke dalam campuran beton busa. Dari hasil pengujian terhadap beberapa variasi berat jenis beton busa dengan beberapa variasi jumlah penambahan unsur alami telah diperoleh kuat tekan yang masih layak digunakan baik sebagai bahan bangunan non struktural bahkan sebagai bahan bangunan struktural. Namun belum dilakukan pengkajian untuk membuktikan akan memberikan pengaruh yang sama terhadap biaya produksinya.

Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah sejauh mana pengaruh penambahan bahan alami berupa cangkang sawit, sekam padi, dan batu apung sebagai bahan pengisi terhadap biaya produksi beton busa. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mengetahui pengaruh penambahan bahan alami sebagai bahan pengisi terhadap biaya produksi beton busa untuk memperoleh jenis bahan pengisi yang tepat dengan biaya yang murah serta kuat tekan yang masih layak digunakan.

(2)

2. TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Biaya operasional dan biaya produksi

Biaya dapat didefinisikan sebagai suatu nilai tukar, prasyarat, atau pengorbanan yang dilakukan guna memperoleh manfaat (Matz, et. al 1993:19). Obyek biaya (cost object) atau tujuan biaya (cost objective) didefinisikan Carter dan Usry (2002:30) sebagai suatu item atau aktivitas yang biayanya diakumulasi dan diukur. Pengukuran biaya sebagian besar bergantung pada kemampuan untuk menelusuri (traceability) biaya terhadap obyek biaya. Kemampuan untuk menelusuri biaya terhadap obyek biaya bervariasi tingkatannya. Cara umum untuk membedakan karakter biaya adalah dengan memberikan label biaya langsung atau tidak langsung dari suatu obyek biaya tertentu. Menurut Maltz, et. al (1993), pengelompokan biaya didasarkan pada hubungan biaya dengan produk, volume produksi, departemen pabrikasi dan periode akuntansi.

Bila dihubungkan dengan proses produksi, dikenal juga istilah biaya produksi. Tunggal (1995) memberi pengertian biaya produksi sebagai jumlah dari tiga unsur yaitu anggaran bahan baku, tenaga kerja langsung dan overhead pabrik.

Biaya operasi total terdiri dari biaya pabrikasi dan biaya komersial. Biaya pabrikasi adalah jumlah dari tiga unsur biaya yaitu biaya bahan langsung, pekerja langsung, dan overhead pabrik (Maltz, et. al 1993). Bahan langsung dan pekerja langsung dapat digabungkan ke dalam kelompok biaya utama. Upah pekerja langsung dan overhead pabrik dapat digabungkan dalam kelompok biaya konversi, yang mencerminkan biaya pengubahan bahan menjadi barang jadi. Overhead pabrik mencakup semua biaya pabrikasi kecuali bahan langsung dan pekerja langsung. Biaya komersil dibagi dalam dua kelompok besar yaitu beban pemasaran (distribusi dan penjualan) dan beban administrasi (umum dan administratif).

Biaya, produksi, dan produktivitas

Biaya dalam hubungannya dengan volume poduksi terdiri dari biaya tetap, variabel, atau semi variable (Maltz, et. al 1993). Biaya tetap tidak akan berubah jumlahnya meskipun volume kegiatan meningkat atau menurun. Jumlah biaya tersebut akan tetap sama hanya dalam rentang (range) kegiatan tertentu. Biaya variabel meliputi biaya bahan baku, pekerja langsung, bahan penolong tertentu, pekerja tidak langsung tertentu, biaya karena perkakas yang mudah rusak, biaya pengerjaan ulang, dan biaya karena kerusakan yang normal.

Carter dan Usry (2002) mendefinisikan produktivitas tenaga kerja sebagai suatu ukuran kinerja produksi menggunakan pengeluaran atas usaha manusia sebagai tolok ukurnya. Produktivitas merupakan jumlah barang dan jasa yang diproduksi oleh seorang pekerja. Salah satu pengukuran produktivitas telah dikembangkan oleh American Standards for Productivity Measurement di Houston, Texas. Pengukuran ini mempertimbangkan penggunaan modal, bahan baku, energy, dan tenaga kerja, serta membandingkannya terhadap output. Tetapi pengukuran yang paling sering digunakan adalah output fisik per jam tenaga kerja, yang hanya mempertimbangkan satu elemen input saja, yaitu tenaga kerja. Kecepatan seseorang bekerja diamati, dicatat dan dianggap sebagai rating atau rating kinerja. Beberapa rating digabungkan untuk memperoleh waktu normal yaitu waktu yang diperlukan oleh seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan ketika bekerja dengan kecepatan normal.

Beton busa

Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-3449-2002 beton ringan struktural adalah beton yang memakai agregat ringan atau campuran agregat kasar ringan dan pasir alam sebagai pengganti agregat halus ringan dengan ketentuan tidak boleh melampaui berat isi maksimum beton 1850 kg/m3 dan harus memenuhi ketentuan kuat tekan dan kuat tarik belah beton ringan untuk tujuan struktural. Neville (1990) mengklasifikasikan penggunaan beton ringan struktural (ASTM C 330-82a) menjadi beton yang digunakan sebagai pasangan batu (ASTM C 331-81), dan beton isolasi (ASTM C 332-83).

Secara garis besar pembagian penggunaan beton ringan dapat dibagi tiga yaitu:

1. Untuk non struktur dengan nilai densitas antara 240–800 kg/m3 dan kuat tekan dengan nilai 0,35–7 MPa digunakan untuk dinding pemisah atau dinding isolasi.

2. Untuk struktur ringan dengan nilai densitas antara 800–1400 kg/m3 dan kuat tekan dengan nilai 7–17 MPa digunakan untuk dinding memikul beban.

3. Untuk struktur dengan nilai densitas antara 1400–1800 kg/m3 dan kuat tekan >17 MPa digunakan sebagai beton normal.

Beton busa dapat diklasifikasikan dalam kelompok beton ringan. Diantara beberapa jenis beton ringan, beton busa adalah yang paling mudah diproduksi (Abdullah, 2009). Salah satu sifat penting dari beton ringan struktural selain kekuatan adalah berat volumenya. Pada beton busa, berat volume dapat digunakan sebagai dasar dalam penilaian mutu atau karakteristik dari produk beton yang dihasilkan. Abdullah (2009) menjelaskan bahwa bahan utama beton

(3)

busa terdiri dari semen, air dan foam agent. Sebagai bahan pengisi ditambahkan bahan alamiah yaitu cangkang sawit dan sekam padi yang merupakan limbah penggilingan padi, serta batu apung yang merupakan material yang kurang dimanfaatkan.

3. METODE PENELITIAN

Penelitian ini hanya meninjau biaya produksi pada skala laboratorium saja, sehingga biaya yang diperhitungkan hanya biaya utama yang terdiri dari biaya bahan langsung dan pekerja langsung sedangkan hal-hal yang berkaitan dengan overhead (factory overhead) dan biaya komersil pada tahap produksi untuk pemasaran diabaikan.

Pengumpulan data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari data perencanaan proporsi campuran, data pengujian beton busa normal dan pengujian dengan penambahan bahan pengisi cangkang sawit, sekam padi dan batu apung serta data harga bahan, upah tenaga kerja yang dibutuhkan dalam proses produksi di laboratorium. Kajian ini dilakukan menggunakan benda uji silinder (t = 30 cm; d = 15 cm dan t = 20 cm; d =10 cm), kubus (t = 10 cm), dan prisma (10x10x40 cm3).

Proporsi campuran dan proses produksi beton busa

Bahan pembuat beton busa yaitu semen portland type I, air dan foam agent. Bahan yang dipakai sebagai bahan pengisi yaitu cangkang sawit, sekam padi, dan batu apung. Foam agent yang digunakan dalam penelitian ini adalah busa sintetik yang telah diolah dengan menggunakan bahan kimia untuk menghasilkan busa yang sejenis busa sabun sehingga dapat digunakan sebagai pengisi campuran beton. Rasio pengenceran 1:30 atau satu bagian agent berbusa diencerkan dengan 30 bagian air.

Proporsi campuran pada penelitian ini didasarkan pada persentase bahan pengisi dan target SG 1,2, 1,4, 1,6 dan 1,8. Di samping beton busa normal setiap berat jenis akan dicampur dengan bahan pengisi sebanyak 5%, 10 %, dan 15 % terhadap berat jenis beton busa dengan FAS 0,4 (Tabel 1).

Tabel 1. Proporsi Campuran untuk 1 m3 Beton Busa dengan Bahan Tambahan dengan FAS 0,4

SG Sekam Padi (%) Semen (kg) (kg) Air Sekam Padi (kg) Foam

(liter) SG Cangkang Sawit (%) Semen (kg) (kg) Air Cangkang Sawit (kg) Foam (liter)

1,2 5 814,29 325,71 60,00 348,37 1,4 5 950,00 380,00 70,00 267,72 10 771,43 308,57 120,00 311,70 10 900,00 360,00 140,00 252,91 15 728,57 291,43 180,00 275,03 15 850,00 340,00 210,00 238,10 1,4 5 950,00 380,00 70,00 239,76 1,6 5 1085,71 434,29 80,00 163,11 10 900,00 360,00 140,00 196,98 10 1028,57 411,43 160,00 146,18 15 850,00 340,00 210,00 154,20 15 971,43 388,57 240,00 129,25 1,6 5 1085,71 434,29 80,00 131,16 1,8 5 1221,43 488,57 90,00 58,50 10 1028,57 411,43 160,00 82,27 10 1157,14 462,86 180,00 39,46 15 971,43 388,57 240,00 33,38 15 1092,86 437,14 270,00 20,41

SG Batu Apung (%) Semen (kg) Air (kg) Batu Apung (kg) Foam (liter)

1,4 5 950,00 380,00 70,00 272,87 10 900,00 360,00 140,00 263,20 15 850,00 340,00 210,00 253,53 1,6 5 1085,71 434,29 80,00 168,99 10 1028,57 411,43 160,00 157,94 15 971,43 388,57 240,00 146,89 1,8 5 1221,43 488,57 90,00 65,12 10 1157,14 462,86 180,00 52,68 15 1092,86 437,14 270,00 40,25

Proses pembuatan beton busa dilakukan dengan cara menambahkan ke dalam campuran sejenis bahan yang menghasilkan busa (foam agent). Foam agent yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari busa sintetik yang telah diolah dengan menggunakan bahan kimia untuk menghasilkan busa sejenis busa sabun. Pembentukan busa dilakukan dengan foam generator. Selanjutnya busa dimasukkan dalam pasta semen, pengadukan dilanjutkan sampai campuran merata. Penambahan bahan pengisi dalam beton busa dilakukan terakhir dan dilakukan pencampuran sampai merata.

(4)

Data kuat tekan beton diperoleh dari uji tekan benda uji beton busa. Pelaksanaan pengujian dilakukan pada Laboratorium Konstruksi dan Bahan Bangunan Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala.

Perhitungan biaya produksi

Biaya yang diperhitungkan hanya biaya utama yang terdiri dari biaya bahan langsung dan pekerja langsung. Peralatan yang digunakan untuk mendukung proses pembuatan beton busa ini adalah alat ukur, timbangan, molen pengaduk beton, dan foam generator, yang tersedia di Laboratorium Konstruksi dan Bahan Bangunan, Fakultas Teknik Unsyiah.

Biaya utama dalam produksi beton busa yang merupakan biaya variabel terdiri atas biaya bahan baku langsung dan upah pekerja langsung. Harga bahan baku dan upah tenaga kerja dapat dilihat pada Tabel 2 dan dan Tabel 3.

Tabel 2. Harga Bahan Baku Beton Busa

No. Uraian Harga Satuan (Rp) Keterangan

1 Semen 1.163/kg SK Gubernur No.028/746/2009 tanggal 11 Des 2009

2 Air 5/ltr Peraturan Walikota B.Aceh No.12 Tahun 2008 Tentang Penetapan Tarif Air Minum PDAM Tirta Daroy

3 Foam Agent 50.000/ltr EABASSOC Foaming Agent

4 Cangkang Sawit 350/kg Kontrak penjualan di PTP

5 Sekam Padi 50/kg Perkiraan Harga Kemasan

6 Batu Apung 500/kg Perkiraan biaya pengambilan di Quary

Tabel 3. Daftar Upah Tenaga Kerja Dalam Kota Banda Aceh

No Uraian Satuan Harga Satuan (Rp) Keterangan

1 Tukang org/ hari 72.900 SK Gubernur No.028/746/2009 tanggal 11 Des 2009 2 Laden Tukang org/ hari 49.300

Langkah perhitungan biaya dimulai dengan menghitung jumlah bahan yang diperlukan dalam produksi beton busa di laboratorium untuk masing-masing variasi campuran sesuai dengan perencanaan proporsi campuran yang telah ditetapkan. Biaya tenaga kerja diperoleh berdasarkan produktifitas tenaga kerja di laboratorium.

Untuk memudahkan mendapatkan biaya produksi beton busa, biaya pelaksanaan akan dinyatakan untuk setiap satu meter kubik beton busa. Berdasarkan jumlah produksi dalam satu hari maka upah tenaga kerja untuk satu meter kubik dapat diketahui. Biaya satuan produksi secara umum adalah penjumlahan harga bahan dan upah tenaga kerja yang dibutuhkan.

Hubungan Biaya Produksi dengan Specific Gravity dan Bahan Pengisi

Biaya produksi beton busa dengan masing-masing variasi komposisi dan jenis bahan pengisi cangkang sawit, sekam padi, dan batu apung dianalisis dengan variabel yaitu biaya produksi, berat volume dan persentase bahan pengisi. Dari setiap jenis komposisi campuran tersebut menghasilkan biaya produksi yang berbeda. Kemudian untuk menganalisa bentuk hubungan variabel tersebut dilakukan dengan analisa regresi linear.

Selanjutnya dengan penambahan bahan pengisi cangkang sawit, sekam padi, dan batu apung dengan jumlah yang bervariasi di setiap nilai berat volume (1,2 ; 1,4 ; 1,6 ; dan 1,8) ditinjau besar peningkatan atau penurunan biaya produksi yang terjadi terhadap beton busa normal. Dengan demikian dapat diketahui alternatif komposisi campuran beton busa dengan bahan pengisi yang murah biaya produksinya namun memiliki mutu yang layak digunakan jika diimplementasikan sebagai bahan bangunan.

4. HASIL DAN DISKUSI

Data yang disajikan meliputi hasil data perencanaan proporsi campuran, data pengujian kuat tekan beton busa normal dan pengujian dengan penambahan bahan pengisi cangkang sawit, sekam padi, batu apung, data harga bahan dan upah tenaga kerja yang dibutuhkan dalam proses produksi di laboratorium, serta hasil perhitungan yang dilakukan.

Hasil pengujian kuat tekan beton busa

Pengujian dilakukan pada Laboratorium Bahan Konstruksi dan Bahan Bangunan Fakultas Teknik Unsyiah. Hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa kuat tekan beton busa (tanpa pengisi) cenderung meningkat seiring penambahan nilai SG. Nilai kuat tekan beton busa dengan bahan pengisi terlihat beragam dibandingkankuat tekan untuk beton busa normal. Hampir seluruh kuat tekan beton busa dengan pengisi bernilai di bawah 17 MPa. Kuat

(5)

tekan lebih besar dari 17 MPa hanya dijumpai pada SG 1,8 dengan bahan pengisi batu apung. Dengan demikian, terlihat bahwa beton busa dengan penambahan batu apung sebagai bahan pengisi dapat digunakan sebagai beton ringan struktural, sedangkan penambahan bahan pengisi sekam padi dan cangkang sawit dengan kuat tekan < 17 MPa dapat digunakan sebagai elemen konstruksi non-struktural. Hasil pengujian kuat tekan busa dengan penambahan bahan pengisi diperlihatkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil Pengujian Kuat Tekan Beton Busa dengan Penambahan Bahan Pengisi

SG % bahan pengisi Beton Busa BB + Sekam Padi BB + Cangkang. Sawit BB + Batu Apung Kuat Tekan Beton Busa (BB) (Mpa) 1,2 0 6,63 5 5,18 10 5,68 15 5,81 1,4 0 8,34 5 5,73 9,34 9,38 10 8,70 8,19 9,73 15 9,42 8,15 9,00 1,6 0 10,19 5 16,12 8,66 16,82 10 11,16 9,78 12,23 15 13,53 9,51 12,82 1,8 0 20,63 5 10,19 18,76 10 14,25 15,84 15 10,19 18,17

Biaya produksi beton busa

Biaya produksi merupakan jumlah biaya bahan dan upah tenaga kerja. Perhitungan biaya dimulai dengan menghitung jumlah bahan yang diperlukan dalam produksi beton busa di laboratorium untuk masing-masing variasi campuran. Biaya ini didapat dengan menjumlahkan biaya-biaya material yang dibutuhkan untuk mendapatkan 1 m3

beton busa sesuai dengan komposisi yang direncanakan. Biaya tenaga kerja diperoleh berdasarkan produktifitas tenaga kerja di laboratorium. Hasil perhitungan biaya bahan baku, upah tenaga kerja, dan biaya produksi ditunjukkan dalam Tabel 5.

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa semakin besar SG maka semakin besar biaya produksi. Penambahan bahan pengisi berupa sekam padi, cangkang sawit dan batu apung mengakibatkan terjadinya penurunan (efisiensi) biaya produksi. Semakin besar jumlah penambahan bahan pengisi maka semakin besar penurunan biaya produksi. Besar persentase perbedaan biaya [∆ (%)] yang diperoleh tergantung pada jenis bahan yang digunakan. Penurunan biaya produksi besar terjadi pada pemakaian sekam padi sebagai bahan pengisi, diikuti dengan bahan cangkang sawit dan batu apung.

Tabel 5. Biaya Produksi 1 m3 Beton Busa dengan Variasi Bahan Tambahan

SG Bahan Pengisi Persentase (%)

Biaya Produksi Beton Busa (BB) (x Rp.1.000.000)

BB Normal BB + Sekam Padi BB + Cangkang Sawit BB + Batu Apung

(Rp) (Rp) ∆ (%) (Rp) ∆ (%) (Rp) ∆ (%) 1,2 0 1,127 5 1,095 -2,844 10 1,046 -7,219 15 0,996 -11,593 1,4 0 1,287 5 1,247 -3,129 1,269 -1,357 1,280 -0,515 10 1,189 -7,599 1,235 -4,054 1,256 -2,370 15 1,131 -12,069 1,200 -6,751 1,232 -4,226 1,6 0 1,447 5 1,398 -3,352 1,424 -1,550 1,436 -0,694 10 1,332 -7,896 1,384 -4,292 1,409 -2,580 15 1,267 -12,440 1,345 -7,034 1,382 -4,466 1,8 0 1,606 5 1,579 -1,704 1,593 -0,837 10 1,534 -4,482 1,562 -2,748 15 1,490 -7,260 1,532 -4,659

(6)

Hubungan biaya produksi dengan spesific gravity dan bahan pengisi

Hubungan biaya produksi beton busa dengan penambahan bahan pengisi terhadap spesific gravity dan penambahan bahan pengisi dianalisis dengan analisis regresi linear berganda. Biaya produksi Hubungan antara biaya produksi dengan SG dan persentase penambahan bahan pengisi sekam padi adalah sebagai berikut :

1. Y = 0,300 + 0,717 X1 – 0,012 X2 (beton busa dengan bahan pengisi sekam padi); 2. Y = 0,265 + 0,749 X1 – 0,008 X2 (beton busa dengan bahan pengisi cangkang sawit); 3. Y = 0,240 + 0,765 X1 – 0,005 X2 (beton busa dengan bahan pengisi batu apung).

Variabel Y adalah biaya produksi (dalam rupiah), variabel X1 adalah SG (1,2; 1,4; 1,6 dan 1,8) dan variabel X2 adalah persentase bahan pengisi (5%, 10% dan 15%). Dari persamaan regresi di atas, terlihat bahwa biaya produksi cenderung ditentukan oleh SG yang digunakan. Semakin besar SG maka akan berpengaruh langsung terhadap meningkatnya biaya produksi.

Biaya produksi optimum beton busa dari berbagai variasi bahan pengisi

Langkah penentuan jenis bahan pengisi yang tepat, alternatif komposisi campuran yang biaya produksinya murah dengan kuat tekan yang masih layak digunakan diawali dengan membandingkan besar biaya produksi dan kuat tekan antara beton busa menggunakan bahan pengisi dengan beton busa normal. Variasi yang memiliki biaya produksi lebih kecil dari beton busa normal (Rp < RpBB) dan kuat tekan lebih besar dari beton busa normal (MPa >

MPaBB) merupakan variasi campuran yang direkomendasikan cukup baik untuk digunakan.

Hasil perbandingan menunjukkan penambahan bahan pengisi memberikan pengaruh mengurangi biaya produksi beton busa sedangkan pengaruh terhadap kuat tekan beragam tergantung pada proporsi campuran dan jenis bahan pengisi yang digunakan. Pada SG 1,2 dan SG 1,8 biaya produksi lebih kecil dari beton busa normal (Rp<RpBB)

demikian juga dengan kuat tekannya lebih kecil dari beton busa normal (Mpa < MpaBB) sehingga hanya dapat

digunakan untuk menurunkan biaya produksi saja. Pada SG 1,4 dan SG 1,6 penambahan bahan pengisi sekam padi dan batu apung direkomendasikan untuk menurunkan biaya produksi (Rp < RpBB) dan meningkatkan kuat tekan

dari beton busa normal (Mpa > MpaBB). Pengaruh penambahan cangkang sawit hanya terjadi pada SG 1,4 dengan

jumlah bahan pengisi 5%, sedangkan untuk komposisi lainnya penggunaan cangkang sawit hanya dapat menurunkan biaya produksi saja. Hasil kajian diringkas dalam Tabel 6.

Berdasarkan data kuat tekan pada Tabel 4, jika yang dipertimbangkan adalah peningkatan kuat tekan maka untuk SG 1,4 dipilih batu apung sebanyak 10 % dengan kuat tekan 9,73 MPa dan untuk SG 1,6 batu apung sebanyak 5 % dengan kuat tekan 16,82 MPa. Namun jika hanya mempertimbangkan penurunan biaya produksi saja, maka pemilihan jenis bahan pengisi beton busa yang tepat pada SG 1,4 dan SG 1,6 adalah penambahan sekam padi sebanyak 15 % dengan besar penurunan biaya produksi sebesar 12 % dari biaya produksi beton. Hal tersebut menunjukkan bahwa untuk mendapatkan harga yang murah maka dipilih sekam padi sebagai bahan pengisi beton busa dan untuk mendapatkan pengaruh kuat tekan yang meningkat maka dipilih batu apung sebagai bahan pengisi.

Tabel 6. Rekomendasi Jenis dan Komposisi Bahan Pengisi

Pembagian Penggunaan Beton

Ringan

SG Jumlah Bahan

Pengisi (%)

BB + Sekam Padi BB + Cangkang Sawit BB + Batu Apung

Rp < RpBB MPa> MPaBB Rekom Rp < RpBB MPa > MPaBB Rekom Rp < RpBB MPa > MPaBB Rekom Beton Non Struktural 0,35 - 7 MPa 1,2 5 Ya Tidak Tidak 10 Ya Tidak Tidak 15 Ya Tidak Tidak 1,4 5 Ya Tidak Tidak Beton Struktur Ringan 7 - 17 MPa 1,4 5 Ya Ya Ya Ya Ya Ya 10 Ya Ya Ya Ya Tidak Tidak Ya Ya Ya 15 Ya Ya Ya Ya Tidak Tidak Ya Ya Ya 1,6 5 Ya Ya Ya Ya Tidak Tidak Ya Ya Ya 10 Ya Ya Ya Ya Tidak Tidak Ya Ya Ya 15 Ya Ya Ya Ya Tidak Tidak Ya Ya Ya 1,8 5 Ya Tidak Tidak

10 Ya Tidak Tidak Ya Tidak Tidak

15 Ya Tidak Tidak Beton Struktur >17 MPa 1,8 5 Ya Tidak Tidak 10 15 Ya Tidak Tidak

(7)

5. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil sebagai berikut:

1. Penambahan bahan pengisi sekam padi, cangkang sawit dan batu apung diketahui dapat mengurangi biaya produksi. Pengurangan terbesar terjadi pada pemakaian sekam padi sebagai bahan pengisi diikuti dengan bahan cangkang sawit dan batu apung, sedangkan kuat tekannya beragam tergantung pada proporsi campuran dan jenis bahan pengisi yang digunakan.

2. Berdasarkan pemilihan jenis bahan pengisi komposisi yang memiliki biaya produksi lebih kecil dan kuat tekan lebih besar dari beton busa normal, diperoleh sebagai berikut:

a. Pemilihan sekam padi sebagai bahan pengisi pada SG 1,4 sebanyak 15 % menurunkan biaya produksi terbesar yaitu 12 % dari beton busa normal dan meningkatkan kuat tekan terbesar yaitu 9,42 MPa. Pada SG 1,6 penambahan sekam padi sebanyak 15 % menurunkan biaya terbesar yaitu 12 % dari beton busa normal, sedangkan kuat tekan terbaik pada penambahan sekam sebanyak 5 % yaitu 16,12 MPa.

b. Pemilihan batu apung sebagai bahan pengisi pada SG 1,4 dan SG 1,6 sebanyak 15 % menurunkan biaya terbesar yaitu 4 % dari biaya produksi beton busa normal. Peningkatan kuat tekan terbesar pada SG 1,4 terjadi pada penambahan batu apung sebanyak 10 % dengan kuat tekan 9,73 MPa dan pada SG 1,6 pada penambahan batu apung sebanyak 5 % dengan kuat tekan 16,82 %.

c. Pemilihan cangkang sawit sebagai bahan pengisi beton busa menurunkan kuat tekan. Peningkatan kuat tekan hanya terjadi pada SG 1,4 dengan jumlah pengisi 5%, selebihnya hanya dapat digunakan untuk menurunkan biaya produksi saja.

3. Dari peninjauan berdasarkan jenis bahan pengisi, efesiensi biaya produksi dan kuat tekan serta penggolongan penggunaannya didapatkan komposisi yang efektif untuk diaplikasikan sebagai berikut:

a. Sebagai beton non struktur dengan batasan kuat tekan 0,35 - 7 Mpa adalah beton busa SG 1,2 dengan penambahan sekam padi sebanyak 15 %. Penurunan biaya produksi 11,6 % dari beton busa normal dengan kuat tekan 5,81 MPa, masih memenuhi untuk digunakan sebagai dinding pemisah.

b. Sebagai beton struktur ringan dengan batasan kuat tekan 7 - 17 MPa adalah beton busa SG 1,4 dengan penambahan sekam padi sebanyak 15 %. Penurunan biaya produksi 12 % dari beton busa normal dengan kuat tekan 9,42 MPa, digunakan untuk dinding memikul beban.

c. Sedangkan untuk beton struktur dengan batasan kuat tekan >17 MPa adalah beton busa SG 1,8 dengan penambahan batu apung sebanyak 15 %. Penurunan biaya produksi 4,6 % dari beton busa normal dengan kuat tekan 18,17 MPa, digunakan sebagai beton normal.

6. SARAN

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna secara umum dalam mengaplikasikan produksi beton busa dengan memanfaatkan bahan limbah sebagai bahan pengisi. Kajian biaya untuk lingkup produksi secara luas masih diperlukan untuk mengkajian tingkat keekonomisan produksi.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, 2009, Pengembangan Beton Busa dengan Penambahan Limbah Industri sebagai Bahan Campuran untuk Bahan Konstruksi Bangunan Teknik Sipil, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.

Anonim, 1982, Persyaratan Umum Bahan Bangunan di Indonesia (PUBI-1982), Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan, Bandung.

Anonim, 2002, Tata Cara Perancangan Campuran Beton Ringan dengan Agregat Ringan (SNI 03-3449-2002), Badan Standarisasi Nasional (BSN), Bandung.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Sekam Padi sebagai Sumber Energi Alternatif dalam Rumah Tangga Petani, Available from internet, (http://www.pustaka-deptan.go.id/bppi/lengkap/sekampadi.pdf).

Carter dan Usry, 2002, Akuntansi Biaya, Buku 1, terjemahan Krista, Edisi 13, Penerbit Salemba Empat, Jakarta. Matz, Usry, dan Hammer.,1993, Akuntansi Biaya Perencanaan dan Pengendalian, Jilid 1, terjemahan Alfonsus

Sirait, Edisi 9, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Mosley,W.H., dan Bungey,J.H., 1989, Perencanaan Beton Bertulang, Edisi III, Penerbit Erlangga, Jakarta. Nazir, M.,2005, Metode Penelitian, Penerbit Ghalia Indonesia, Ciawi-Bogor.

Neville.A.M., dan Brooks.J.J, 1990, Concrete Technology, Penerbit Longman Singapore Publishers.

Satria, A., 2002, Pengaruh Penambahan Serat pada Campuran Beton terhadap Tingkat Kesulitan dan Biaya Pelaksanaan Pembetonan di Lapangan dengan Metoda Pelaksanaan Tanpa Menggunakan Beton Ready Mix, Thesis Magister, ITB.

(8)

Wang, C.K., dan Salmon, C.G., 1986, Desain Beton Bertulang, terjemahan Binsar Hariandja, Edisi IV, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Gambar

Tabel 1. Proporsi Campuran untuk 1 m 3  Beton Busa dengan Bahan Tambahan dengan FAS 0,4
Tabel 5. Biaya Produksi 1 m 3  Beton Busa dengan Variasi Bahan Tambahan
Tabel 6. Rekomendasi Jenis dan Komposisi Bahan Pengisi  Pembagian  Penggunaan Beton  Ringan  SG  Jumlah Bahan  Pengisi (%)

Referensi

Dokumen terkait

Namun, dari hasil observasi yang dilakukan ke Sekolah SMP Darul Falah dengan mewawancarai guru bahasa Indonesia kelas VII diperoleh informasi bahwa, (1)

Pelaksanaan penelitian tindakan sekolah ini dilakukan di UPT SDN. 26 Bukit Putus Dalam Kec. Linggo Sari Baganti Kabupaten Pesisir Selatan yang dilaksanakan pada bulan September

Sosial adalah kondisi dimana terjadi pertukaran ide atau gagasan yang mempengaruhi hubungan antar satu pihak dengan yang lainnya. Pengaruh tersebut dapat bersifat

Dari amatan yang dilakukan di sekolah tersebut, Peneliti memperoleh gambaran bahwa lesson study mampu membangun suasana kekeluargaan dalam kolaborasi, baik pada

CRM konsultan dan vendor menawarkan berbagai opini yang objektif tentang CSF, menyebutkan sebagai berikut: suatu strategi pelanggan jelas bahwa Anda

Fajar Wahyu Widiantoro, S.Pd SMP NEGERI 4 GIRIMULYO Kec.. ANISA FISQIYA MUSYAROFAH SMK MA'ARIF 1

11 Norma jus cogens merupakan suatu norma dasar hukum internasional umum (peremptory norm of general international). Dalam Pasal 53 jo 3DVDO .RQYHQVL

Selain juga persoalan dalam kebijakan daerah dan pembenahan infrastruktur jalan (BI Cabang Lampung, 2011). Berdasarkan kondisi tersebut di atas, aktivitas