• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kualitas Hidup

2.1.1 Definisi Kualitas Hidup

Tidak mudah untuk mendefinisikan kualitas hidup secara tepat. Pengertian mengenai kualitas hidup telah banyak dikemukakan oleh para ahli, namun semua pengertian tersebut tergantung dari siapa yang membuatnya. Seperti halnya definisi sehat, yaitu tidak hanya berarti tidak ada kelemahan atau penyakit, demikian juga mengenai kualitas hidup, kualitas hidup bukan berarti hanya tidak ada keluhan saja, akan tetapi masih ada hal-hal lain yang dirasakan oleh penderita, bagaimana perasaan penderita sebenarnya dan apa yang sebenarnya menjadi keinginannya (Cramer JA, 1993).

Definisi kualitas hidup masih belum berlaku secara umum. Selain itu terdapat istilah lain, seperti kesejahteraan sosial dan pembangunan manusia sering digunakan sebagai istilah yang setara atau analog dengan quality of life. Misalnya, Indeks Pembangunan Manusia PBB sering digambarkan sebagai pengukuran salah satu pengukuran kualitas hidup. Secara umum, kualitas hidup merupakan suatu produk yang dihasilkan dari interaksi sejumlah faktor-faktor yang berbeda, seperti sosial, fisik, kesehatan, ekonomi, dan kondisi lingkungan, yang secara kumulatif, juga dengan cara-cara yang belum diketahui, berinteraksi untuk mempengaruhi pembangunan manusia dan sosial di tingkat individu dan masyarakat. Ini merupakan “gagasan tentang kesejahteraan manusia yang diukur dengan indicator sosial bukan secara pengukuran “kuantitatif” terhadap pendapatan dan produksi.” (United Nations Glossary 2009).

Definisi kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan atau health-related quality of life (HRQoL) dapat diartikan sebagai respon emosi dari penderita terhadap aktivitas sosial, emosional, pekerjaan dan hubungan antar keluarga, rasa senang atau bahagia, adanya kesesuaian antara harapan dan kenyataan yang ada, adanya kepuasan dalam melakukan fungsi fisik, sosial dan

(2)

emosional serta kemampuan mengadakan sosialisasi dengan orang lain (Hermann BP, 1993).

2.1.2. Ruang Lingkup Kualitas Hidup

Secara umum terdapat 6 domain yang dipakai untuk mengukur kualitas hidup berdasarkan kuesioner yang dikembangkan oleh WHO (World Health Organization), bidang tersebut adalah kesehatan fisik, kesehatan psikologik, keleluasaan aktivitas, hubungan sosial dan lingkungan, sedangkan secara rinci domain-domian yang termasuk kualitas hidup adalah sbb :

1. Kesehatan fisik (physical health): Kesehatan umum, nyeri, energi dan vitalitas, aktivitas seksual, tidur dan istirahat.

2. Kesehatan psikologis (psychological health): Cara berpikir, belajar, memori dan konsentrasi.

3. Tingkat aktivitas (level of independence): mobilitas, aktivitas seharihari, komunikasi, kemampuan kerja.

4. Hubungan sosial (social relationship): hubungan sosial, dukungan sosial.

5. Lingkungan (environment), keamanan, lingkungan rumah, kepuasan kerja.

6. Kepercayaan rohani atau religius (spirituality/religion beliefs)

2.1.3. Pengukuran Kualitas Hidup

Kualitas hidup dapat diukur dengan menggunakan instrumen pengukuran kualitas hidup yang telah diuji dengan baik. Dalam mengukur kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan semua domain akan diukur dalam dua dimensi yaitu penilaian obyektif dari fungsional atau status kesehatan (aksis X) dan persepsi sehat yang lebih subyektif (aksis Y). Suatu instrumen pengukuran kualitas hidup yang baik perlu memiliki konsep, cakupan, reliabilitas, validitas dan sensitivitas yang baik pula (Testa MA, 1996).

(3)

Gambar 2.1.: Skema pengukuran kualitas hidup

Secara garis besar instrumen untuk mengukur kualitas hidup dapat dibahagi menjadi dua jenis, yaitu instrumen umum (generic scale) dan instrumen khusus (specific scale). Instrumen umum ialah kuesioner yang dipakai untuk mengukur kualitas hidup secara umum pada penderita dengan penyakit kronik. Instrumen ini digunakan untuk menilai secara umum mengenai kemampuan fungsional, ketidakmampuan dan kekuatiran yang timbul akibat penyakit yang diderita. Contoh instrumen umum adalah seperti Sickness Impact Profile (SIP), 36-item Short-Form Health Survey (SF-36), 12-item Short-Form Health Survey (SF-12), Nottingham Health Profile (NHP), World Health Organization Quality of Life assessment instrument (WHOQOL-BREF) dan lain-lain. Sedangkan instrument khusus adalah instrumen yang dipakai untuk mengukur sesuatu yang khusus dari penyakit, populasi tertentu atau fungsi yang khusus, contohnya adalah The Washington Psychosocial Seizure Inventory (WPSI) dan The Epilepsy Surgery Inventory (ESI-55).

World Health Organization Quality of Life assessment instrument (WHOQOL-BREF) merupakan kuesioner yang diringkaskan berdasarkan 6 domain yang diusulkan oleh World Health Organization (WHO). Dalam kuesioner ini, domain 1 dan 3 serta 2 dan 6 digabungkan menjadi satu menjadi hanya 4 domain yang dinilai yaitu:

1. Kesehatan fisik (physical health)

(4)

3. Hubungan Sosial (Social Relationships) 4. Lingkungan (Environmental)

2.2. Menstruasi

2.2.1. Definisi menstruasi

Menstruasi merupakan perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus yang disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium. Panjang siklus menstruasi ialah jarak antara tanggal mulainya menstruasi yang lalu dan mulainya menstruasi berikutnya. Hari mulainya perdarahan dinamakan hari pertama siklus. Panjang siklus menstruasi yang normal atau dianggap sebagai siklus menstruasi yang klasik adalah 28 hari, tetapi variasinya cukup luas. Panjang siklus menstruasi dipengaruhi oleh usia seseorang. Rata-rata panjang siklus menstruasi pada gadis usia 12 tahun adalah 25,1 hari, pada wanita usia 43 tahun adalah 27,1 hari dan pada wanita usia 55 tahun adalah 51,9 hari. Panjang siklus yang biasa pada manusia adalah 25-32 hari. Menurut WHO (1986) dalam American Academy of Pediatrics, Committee on Adolescence, American College of Obstetricians and Gynecologists and Committee on Adolescence Health Care (2006), median panjang siklus menstruasi setelah menarke adalah 34 hari, dengan 38% melebihi 40 hari. Hasil yang didapatkan bervariasi yaitu 10% wanita mempunyai siklus menstruasi melebihi 60 hari antara menstruasi yang pertama dengan yang berikutnya, dan 7% mempunyai panjang siklus 20 hari. Jika siklusnya kurang dari 18 hari atau lebih dari 42 hari dan tidak teratur, biasanya siklus tersebut tidak berovulasi (anovulatoar) (Wiknjosastro, 2005).

Lamanya menstruasi biasanya antara 3-5 hari, ada yang 1-2 hari diikuti darah yang sedikit-sedikit kemudian, dan ada yang sampai 7-8 hari. Pada setiap wanita biasanya lama menstruasi itu tetap. Jumlah darah yang keluar rata-rata 33,2 ± 16 cc. Sedangkan menurut American Academy of Pediatrics, Committee on Adolescence, American College of Obstetricians and Gynecologists and Committee on Adolescence Health Care (2006), rata-rata kehilangan darah setiap periode menstruasi adalah lebih kurang 30 ml dan kehilangan darah lebih dari 80 ml yang kronik berkaitan dengan anemia. Pada wanita dengan anemia defisiensi

(5)

besi jumlah darah mesntruasinya lebih banyak. Jumlah darah menstruasi lebih dari 80 cc dianggap patologik (Wiknjosastro, 2005).

2.2.2. Siklus menstruasi

Terdapat 3 struktur yang terlibat dalam pengaturan ovulasi dan menstruasi diantaranya yaitu kelenjar pituitary anterior, ovarium, dan uterus (Hamilton-Fairley, Diana, 2004).

2.2.2.1. Perubahan histologik pada endometrium dalam siklus menstruasi (Wiknjosastro, 2005)

Pada masa reproduksi dan dalam keadaan tidak hamil, selaput lendir uterus mengalami perubahan-perubahan siklik yang berkaitan erat dengan aktivitas ovarium. Dapat dibedakan 4 fase endometrium dalam siklus menstruasi, yaitu:

a) Fase menstruasi atau deskuamasi

Dalam fase ini endometrium dilepaskan dari dinding uterus disertai perdarahan. Hanya stratum basale yang tinggal utuh. Darah menstruasi mengandung darah vena dan arteri dengan sel-sel darah merah yang hemolisis atau aglutinasi, sel-sel epitel dan stroma yang mengalami disintegrasi dan otolisis, dan sekret dari uterus, serviks, dan kelenjar-kelenjar vulva. Fase ini berlangsung 3-4 hari.

b) Fase pascahaid atau fase regenerasi

Luka endometrium yang terjadi akibat pelepasan sebagian besar berangsur-angsur sembuh dan ditutup kembali oleh selaput lendir baru yang tumbuh dari sel-sel epitel endometrium. Pada waktu ini tebal endometrium ± 0,5 mm. Fase ini telah dimulai sejak fase menstruasi dan berlangsung ± 4 hari.

c) Fase intermenstruum atau fase proliferasi

Dalam fase ini endometrium tumbuh menjadi setebal ± 3,5 mm. Fase ini berlangsung dari hari ke-5 sampai hari ke-14 siklus menstruasi. Fase proliferasi dapat dibagi atas 3 subfase, yaitu:

(6)

1. Fase proliferasi dini (early proliferation phase)

Fase proliferasi dini berlangsung hanya antara hari ke-4 sampai hari ke-7. Fase ini dapat dikenal dari epitel permukaan yang tipis dan adanya regenerasi epitel, terutama dari mulut kelenjar. Kelenjar-kelenjar kebanyakan lurus, pendek dan sempit. Bentuk kelenjar ini merupakan ciri khas fase proliferasi, sel-sel kelenjar mengalami mitosis. Sebagian sediaan masih menunjukkan suasana fase menstruasi dimana terlihat perubahan-perubahan involusi dari epitel kelenjar yang berbentuk kuboid. Stroma padat dan sebagian menunjukkan aktivitas mitosis, sel-selnya berbentuk bintang dan dengan tonjolan-tonjolan anastomosis. Nukleus sel stroma relatif besar sebab sitoplasma relatif sedikit. 2. Fase proliferasi madya (midproliferation phase)

Fase ini berlangsung antara hari ke-8 sampai hari ke-10. Fase ini merupakan bentuk transisi dan dapat dikenal dari epitel permukaan yang berbentuk toraks dan tinggi. Kelenjar berlekuk-lekuk dan bervariasi. Sejumlah stroma mengalami edema. Tampaknya bentuk mitosis dengan inti berbentuk telanjang (naked nucleus).

3. Fase proliferasi akhir (late proliferation phase)

Fase ini berlangsung pada hari ke-11 sampai hari ke-14. Fase ini dapat dikenal dari permukaan kelenjar yang tidak rata dan dengan banyak mitosis. Inti epitel kelenjar membentuk pseudostratifikasi. Stroma berbentuk aktif dan padat.

d) Fase prahaid atau fase sekresi

Fase ini sesudah ovulasi dan berlangsung dari hari ke-14 sampai hari ke-28. Pada fase ini endometrium kira-kira tetap tebalnya, tetapi bentuk kelenjar berubah menjadi panjang, berkeluk-keluk dan mengeluarkan getah, yang makin lama makin nyata. Dalam endometrium telah tertimbun glikogen dan kapur yang kelak

(7)

diperlukan sebagai makanan untuk telur yang dibuahi. Fase sekresi dibagi atas:

1. Fase sekresi dini

Dalam fase ini endometrium lebih tipis daripada fase sebelumnya karena kehilangan cairan. Pada saat ini dapat dibedakan beberapa lapisan, yakni:

a) Stratum basale, yaitu lapisan endometrium bagian dalam yang berbatasan dengan lapisan miometrium. Lapisan ini tidak aktif, kecuali mitosis pada kelenjar.

b) Stratum spongiosum, yaitu lapisan tengah berbentuk anyaman seperti spons. Ini disebabkan oleh banyaknya kelenjar yang melebar dan berkeluk-keluk dan hanya sedikit stroma diantaranya.

c) Stratum kompaktum, yaitu lapisan atas yang padat Saluran-saluran kelenjar sempit, lumennya berisi sekret, dan stromanya edema.

2. Fase sekresi lanjut

Endometrium dalam fase ini tebalnya 5-6 mm. Dalam fase ini terdapat peningkatan dari fase sekresi dini, dengan endometrium sangat banyak mengandung pembuluh darah yang berkeluk-keluk dan kaya dengan glikogen. Fase ini sangat ideal untuk nutrisi dan perkembangan ovum. Sitoplasma sel-sel stroma bertambah. Sel stroma menjadi sel desidua bila terjadi kehamilan.

(8)

Gambar 2.2.: Skema Siklus Mentruasi

2.2.3 Gangguan menstruasi (Wiknjosastro, 2005)

Gangguan menstruasi dan siklusnya khususnya dalam masa reproduksi dapat digolongkan dalam:

1. Kelainan dalam banyaknya darah dan lamanya perdarahan pada haid: a. Hipermenorrhea atau menoragia

b. Hipomenorhea 2. Kelainan siklus:

a. Polimenorrhea b. Oligomenorrhea c. Amenorrhea 3. Perdarahan di luar haid:

a. Metroragia

4. Gangguan lain yang ada hubungan dengan haid: a. Premenstrual tension (ketegangan prahaid)

(9)

b. Mastodinia

c. Mittelschmerz (rasa nyeri pada ovulasi) d. Dismenore

2.3. Dismenore

2.3.1. Definisi dismenore

Menurut Merck Manual for Healthcare Professionals, dismenore didefinisikan oleh sebagai sensasi nyeri sekitar masa menstruasi. Onset nyeri boleh terjadi semasa menstruasi atau 1 hingga 3 hari sebelum menstruasi. Nyeri biasanya mencapai puncak dalam masa 24 jam selepas onset dan hilang dalam masa 2 hingga 3 hari. Rasa nyeri biasanya bersifat kram pada abdomen bawah sering bersamaan dengan gejala lain seperti keringat, takikardia, sakit kepala, mual, muntah, diare dan tremor.

2.3.2. Epidemiologi

Prevalensi dismenore paling tinggi terdapat pada remaja wanita, dengan perkiraan antara 20-90%, tergantung pada metode pengukuran yang digunakan. Sekitar 15% remaja wanita dilaporkan menderita dismenore berat. Dismenore merupakan penyebab tersering ketidakhadiran jangka pendek yang berulang pada remaja wanita di Amerika Serikat. Sebuah studi longitudinal secara kohort pada wanita Swedia ditemukan prevalensi dismenore adalah 90% pada wanita usia 19 tahun dan 67% pada wanita usia 24 tahun. Sepuluh persen dari wanita usia 24 tahun yang dilaporkan tersebut mengalami nyeri yang sampai mengganggu kegiatan sehari-hari, dan 75-85% wanita yang mengalami dismenore ringan. Pada suatu penelitian ditemukan bahwa 51% wanita tidak hadir di sekolah ataupun pekerjaan paling tidak sekali dan 8% wanita tidak hadir di sekolah atau kerja setiap kali mengalami menstruasi. Lebih lanjut, wanita dengan dismenore mendapatkan nilai lebih rendah di sekolah dan lebih susah beradaptasi dengan lingkungan sekolah daripada wanita tanpa dismenore (Abbaspour et al, 2006).

(10)

2.3.3. Klasifikasi dismenore Dismenore terbagi atas:

1. Dismenore primer (esensial, intrinsik, idiopatik), tidak terdapat hubungan dengan kelainan ginekologik. Dismenore primer terjadi beberapa waktu setelah menarche biasanya setelah 12 bulan atau lebih, oleh karena siklus-siklus menstruasi pada bulan-bulan pertama setelah menarche umumnya bersifat anovulatoar yang tidak disertai dengan rasa nyeri. Rasa nyeri timbul tidak lama sebelumnya atau bersama-sama dengan permulaan haid dan berlangsung untuk beberapa jam sehari, walaupun pada beberapa kasus dapat berlangsung beberapa hari.

2. Dismenore sekunder (ekstrinsik, yang diperoleh, acquired), disebabkan oleh kelainan ginekologik seperti salpingitis kronika, endometriosis, stenosis servisis uteri dan lain-lain. (Wiknjosastro, 2005)

2.3.4. Patofisiologi Dismenorrhea

Banyak teori yang telah dikemukakan untuk menerangkan penyebab dismenore primer, tetapi patofisiologinya belum jelas dimengerti. Beberapa faktor memegang peranan sebagai penyebab dismenore, antara lain:

1. Faktor kejiwaan: Pada gadis-gadis yang secara emosional tidak stabil 2. Faktor konstitusi: Faktor ini, yang erat hubungannya dengan faktor

kejiwaan, dapat juga menurunkan ketahanan terhadap nyeri. Faktor-faktor seperti anemia, penyakit menahun, dan sebagainya dapat mempengaruhi timbulnya dismenore.

3. Faktor obstruksi kanalis servikalis: Salah satu teori yang paling tua untuk menerangkan terjadinya dismenore primer ialah stenosis kanalis servikalis. Pada wanita dengan uterus dalam hiperantefleksi mungkindapat terjadi stenosis kanalis servikalis, akan tetapi hal ini sekarang tidak dianggap sebagai faktor yang penting sebagai penyebab dismenore. Banyak wanita menderita dismenore tanpa stenosis kanalis servikalis dan tanpa uterus dalam posisi hiperantefleksi. Sebaliknya, terdapat banyak wanita tanpa keluhan dismenore, walaupun ada stenosis servikalis dan uterus terletak

(11)

dalam hiperantefleksi. Mioma submukosum bertangkai atau polip endometium dapat menyebabkan dismenore karena otot-otot uterus berkontraksi keras dalam usaha untuk mengeluarkan kelainan tersebut. 4. Faktor endokrin: Kejang yang terjadi pada dismenore primer terjadi

disebabkan oleh kontraksi uterus yang berlebihan. Novak dan Reynolds yang melakukan penelitian pada uterus kelinci berkesimpulan bahwa hormon estrogen merangsang kontraktilitas uterus, sedangkan hormon progesteron menghambat atau mencegahnya. Penjelasan oleh Clitheroe dan Pickles menyatakan bahwa karena endometrium dalam fasa sekresi memproduksi prostaglandin F2 yang menyebabkan kontraksi otot-otot polos. Jika jumlah prostaglandin yang berlebihan dilepaskan ke peredaran darah, maka selain dismenore, dijumpai efek umum seperti diare, nause, muntah, flushing.

5. Faktor alergi; Teori ini dikemukankan setelah memperhatikan adanya asosiasi antara dismenore dengan urtikaria, migraine atau asma bronkhiale. Smith menduga bahwa sebab alergi adalah toksin menstruasi.

Penyelidikan dalam tahun-tahun terakhir menunjukkan bahwa peningkatan kadar prostaglandin memegang peranan penting dalam etiologi dismenore primer. (Wiknjosastro, 2005)

2.3.5. Tingkat Keparahan Dismenore (Kamonsak, 2004)

Tingkat Keparahan Deskripsi Kemampuan Kerja Gejala sistemik Analgesik

Ringan Jarang menganggu

aktivitas sehari-hari.

Jarang

terganggu Tidak ada

Jarang diperlukan

Sedang Aktivitas sehari-hari

terganggu. Terganggu Terdapat beberapa Sangat membantu Berat Aktivitas sehari-hari sangat terganggu sehingga memerlukan istirahat. Sangat

terganggu Sangat jelas

Tidak membantu

Gambar

Gambar 2.1.: Skema pengukuran kualitas hidup
Gambar 2.2.: Skema Siklus Mentruasi

Referensi

Dokumen terkait

Subtansi berikutnya adalah menganalisis aspek ekonomi Perusda Kota Tarakan meliputi jumlah unit usaha yang dikelola oleh Perusda Kota Tarakan, perkembangan

'edangkan, pada masa Grde @ama gerakan re%olusi yang diran&ang oleh 'oekarno membuat birokrasi ikut terseret dalam permainan politik pemerintah, sehingga birokrasi

Kondisi pembelajaran yang Kondisi pembelajaran yang memungkinkan anak belajar secara b memungkinkan anak belajar secara bermakna adalah sebagai berikut, k ermakna adalah

Refleksi adalah upaya untuk mengkaji hal yang telah terjadi yang berhasil ataupun Perencanaan Pelaksanaan Pengamatan Refleksi Perencanaan Pelaksanaan Pengamatan

kerisauan Hadhrat Masih Mau’ud ‘alaihi shalatu wa salam, diamana beliau tidak mengkhwatirkan tentang uang yang akan masuk, tetapi yang beliau khawatirkan adalah

Berdasarkan hasil penelitian tersebut saran yang dapat disampaikan peneliti yiatu dengan adanya penelitian ini dapat sebagai informasi baru dan sebagai acuan oleh

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas, maka penelitian ini akan meneliti sejauhmana hubungan antara intensitas pelatihan, gaya kepemimpinan Kepala SKB, dan

Jika dicermati nilai tambah dari pelaksanaan Pendidikan Sistem Ganda berhasil dikuasai dengan baik dan dijalankan dengan sebaik- baiknya oleh semua pihak yang ikut