• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lakin 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Lakin 2014"

Copied!
154
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

KATA PENGANTAR

S

ub sektor mineral dan batubara saat ini berperan sebagai tulang punggung pembangunan nasional terutama dalam hal sumber penerimaan negara, penggerak pembangunan daerah, neraca perdagangan, investasi, penyediaan energi dan bahan baku industri domestik serta penciptaan lapangan kerja. Pada tahun 2014 yang merupakan akhir periode Rencana Strategis Periode 2010-2014, Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Ditjen Minerba) telah menjalankan program dan kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsinya.

Program dan kegiatan yang telah dijalankan tersebut mengarah kepada pencapaian visi dan misi Ditjen Minerba yang bertujuan semata-mata hanya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat Indonesia sesuai dengan amanat Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, yaitu, “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Dalam menjalankan program dan kegiatan utama Tahun 2014, Ditjen Minerba tidak lepas dari koridor yang telah ditetapkan dalam Rencana Kinerja Tahunan (RKT) dan dokumen Perjanjian Kinerja (PK).

Sebagai wujud tanggung jawab/akuntabilitas kinerja Ditjen Minerba dan pemenuhan aspek transparansi dalam pelaksanaan program dan kegiatan, maka disusunlah Laporan Kinerja (LKj) Tahun 2014. Dokumen LKj ini merupakan hasil evaluasi pelaksanaan program dan kegiatan yang diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi Ditjen Minerba dalam merumuskan kebijakan untuk menjalankan roda Pemerintahan di sub sektor mineral dan batubara pada tahun-tahun mendatang.

Kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh pejabat dan pegawai Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara yang telah menjalankan program dan kegiatan Tahun 2014 dengan penuh tanggung jawab sehingga terwujud capaian-capaian kinerja sebagaimana disampaikan dalam laporan ini. Semoga LKj Ditjen Minerba Tahun 2014 dapat berkontribusi kepada kemajuan industri pertambangan mineral dan batubara.

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara,

R. Sukhyar

(4)

KATA PENGANTAR ………..……… i

DAFTAR ISI ……….. ii

DAFTAR GAMBAR ...………... iii

DAFTAR TABEL ...……….. vi

DAFTAR LAMPIRAN ...……….……….. viii

RINGKASAN EKSEKUTIF……….. ix

Bab I PENDAHULUAN ……… 1

1.1 Latar Belakang ……….. 2

1.2 Permasalahan dan Tantangan Dalam Pengelolaan Subsektor Mineral dan Batubara………. 7

1.3 Tugas dan Fungsi……….………. 23

1.4 Struktur Organisasi ………. 24

1.5 Modal Dasar Ditjen Minerba Untuk Pelaksanaan Tugas dan Fungsi Tahun 2014……….. 25

1.6 Sistematika Penulisan ………..… 26

Bab II RENCANA KERJA DITJEN MINERBA ……….… 27

2.1 Rencana Strategis DItjen Minerba………. 28

2.2 Perjanjian Kinerja (PK) ………. 46

Bab III AKUNTABILITAS KINERJA ……….. 49

3.1 Pengukuran Capaian Kinerja Tahun 2014 ……….. 50

3.2 Analisis Capaian Kinerja Tahun 2014 ………..………. 51

3.3 Akuntabilitas Keuangan ………..… 99

Bab IV PENUTUP ………...… 101

LAMPIRAN ………... 104

(5)

Gambar 1.1 Peran Subsektor Mineral dn Batubara……….. 2

Gambar 1.2 Peta Sebaran Sumber Daya dan Cadangan Batubara Indonesia……….. 3

Gambar 1.3 Sumber Daya Batubara 2014 Berdasarkan Pulau………. 4

Gambar 1.4 Cadangan Batubara 2014 Berdasarkan Pulau………... 4

Gambar 1.5 Cadangan Batubara Indonesia di Beberapa Provinsi Berdasarkan Nilai Kalori Tahun 2013….. 4

Gambar 1.6 Proporsi Cadangan Batubara Dunia………. 5

Gambar 1.7 Perbandingan Produksi Dan Ekspor Batubara 2013……… 5

Gambar 1.8 Realisasi Produksi Batubara 2009 – 2013……… 5

Gambar 1.90 Peta Sebaran Sumber Daya dan Cadangan Mineral Logam………... 6

Gambar 1.10 Realisasi Produksi Logam Tembaga, Emas dan Timah Tahun 2010-2013…... 7

Gambar 1.11 Realisasi Produksi Bijih Besi, Bauksit, Bijih dan Pasir Besi Tahun 2010-2014……... 7

Gambar 1.12 (a) Penambangan Terbuka; dan (b) Penambangan Bawah………... 8

Gambar 1.13 Kriteria CnC IUP dan Manfaat Penataan IUP ………. 10

Gambar 1.14 Alur Penetapan Wilayah Pertambangan (WP) ……….. 12

Gambar 1.15 Penambangan Tanpa Izin (PETI) Mineral Logam ……… 22

Gambar 1.16 Struktur Organisasi Ditjen Minerba ………. 24

Gambar 1.17 Jumlah Pegawai Ditjen Minerba Tahun 2014……… 25

Gambar 1.16 Tingkat Pendidikan Pegawai DJMB Tahun 2014 ……….……….. 25

Gambar 3.1 Produksi Batubara Tahun 2014 ………... 52

Gambar 3.2 Produksi Batubara Periode 2009-2014 ……….. 52

Gambar 3.3 Kegiatan Produksi Batubara ………... 53

Gambar 3.4 Kerjasama Investasi Sub Sektor Minerba antara Indonesia—Japan Tahun 2014 ………. 55

Gambar 3.5 Jenis Pelayanan di RPIIT Ditjen Minerba………... 57

Gambar 3.6 Website resmi Ditjen Minerba………. 58

Gambar 3.7 Aplikasi e-tracking System ………... 58

Gambar 3.8 Grafik PNBP Periode 2010-2014……….. 59

Gambar 3.9 Kordinasi dan Supervisi Minerba Dan KPK-RI ………. 60

Gambar 3.10 Aplikasi Minerba One Map Indonesia (MOMI) ……….. 61

Gambar 3.11 Contoh Pelaksanaan Program Community Development Perusahaan KK/PKP2B/IUP………... 63

(6)

Gambar 3.12 Proses Pengelolaan PNBP Sub Sektor Pertambangan Umum ……….. 65

Gambar 3.13 Proses Penyetoran PNBP Subsektor Pertambangan Umum………... 64

Gambar 3.14 Pertumbuhan Dana Bagi Hasil (DBH) Periode 2010—2014………... 65

Gambar 3.15 Proporsi IUJP dan SKT yang Terbit Tahun 2014 ……… 66

Gambar 3.16 Jumlah Perusahaan Jasa Lokal/Nasional Tahun 2011-2014 ………... 67

Gambar 3.17 Jumlah Tenaga Kerja Usaha Jasa Lokal/nasional Tahun 2011 - 2014 ………... 67

Gambar 3.18 Kontribusi Pajak Usaha Jasa lokal/nasional Tahun 2011 - 2014 ……….. 67

Gambar 3.19 Nilai Pembelanjaan Lokal Usaha Jasa lokal/nasional Tahun 2011 - 2014 ……….. 67

Gambar 3.20 Pengawasan Usaha Jasa Pertambangan ………. 68

Gambar 3.21 Seminar dan Workshop Usaha Jasa Tahun 2014 ………. 69

Gambar 3.22 Pembinaan Perusahaan Jasa Tahun 2014 ………... 69

Gambar 3.23 Gambar 3.23 Mata Rantai Proses Pengolahan dan Pemurnian Mineral Logam ……….. 70

Gambar 3.24 Mata Rantai Proses Pengolahan dan Pemurnian Batuan dan Batubara ………. 70

Gambar 3.25 Skema Kerjasama Pendirian Fasilitas Pengolahan dan Pemurnian ……….. 72

Gambar 3.26 Progress Pembangunan Smelter Tahun 2014 ………... 72

Gambar 3.27 Pertemuan Produsen dan Konsumen Komoditi Besi Tahun 2014 .……… 73

Gambar 3.28 Smelter Yang Telah Beroperasi ………. 73

Gambar 3.29 Prosentase Pemakaian Barang Dan Jasa Dalam Negeri Tahun 2010-2014 ………... 77

Gambar 3.30 Mining Equipment Produk Lokal ……….. 78

Gambar 3.31 Pertumbuhan Jumlah Tenaga Kerja Yang Terserap Pada Perusahaan Pertambangan(KK,PKP2B, IUP, IUJP, SKT) Periode Tahun 2010-2014………. 81 Gambar 3.32 Pelatihan Peningkatan Kompetensi Tenaga Kerja Indonesia ………. 81

Gambar 3.33 Luas Lahan Reklamasi Periode Tahun 2011-2014 ……….. 83

Gambar 3.34 Tahapan reklamasi pada lahan bekas tambang ... 83

Gambar 3.35 Website Pelaporan Reklamasi dan Lingkungan ……….. 84

Gambar 3.36 Pemantauan Pelaksanaan Reklamasi Tahun 2014 ………... 84

(7)

Gambar 3.37 Pemberian Penghargaan Pengelolaan Lingkungan Pertambangan Mineral dan Batubara ……. 85

Gambar 3.38 Bimtek Reklamasi dan Pascatambang ………. 87

Gambar 3.39 Workshop Penyusunan RKTTL ………... 87

Gambar 3.40 Pengawasan Recovery Penambangan Komoditi Mineral Tahun 2014 ………. 88

Gambar 3.41 Pengawasan Recovery Penambangan Komoditi Batubara Tahun 2014 ………. 88

Gambar 3.42 Recovery penambangan pemegang IUP/KK-PKP2B tahun 2014 ………. 89

Gambar 3.43 Recovery pengolahan pemegang IUP/KK-PKP2B Tahun 2014 ……….……….. 90

Gambar 3.44 Realisasi (Frequency Rate) FR Tahun 2009 s.d 2014 ……….. 92

Gambar 3.45 Statistik Kecelakaan Tambang Tahun 2009 s.d 2014... 92

Gambar 3.46 Pengawasan Keselamatan Pertambangan Tahun 2014 ……….. 93

Gambar 3.47 Penghargaan Keselamatan Pertambangan Tahun 2014 ……….. 94

Gambar 3.48 Pemberdayaan Aparat PEMDA Dalam Pengawasan Keselamatan Pertambangan Tahun 2014 ……….. 96 Gambar 3.49 Pelaksanaan Fire & Rescue Challenge Tahun 2014 ………... 97

(8)

Tabel 1.1 Neraca Sumber Daya Mineral Nasional Tahun 2013 ………. 6

Tabel 1.2 Neraca Cadangan Mineral Tahun 2013 ……….. 7

Tabel 1.3 Tabel Data Pencabutan IUP ... .. 11

Tabel 1.4 Daftar 7 Klaster Wilayah Pertambangan (WP) ………. 13

Tabel 1.5 Usulan Penetapan WIUP Tahun 2014 ……….. 13

Tabel 1.6 Kemajuan Proses Renegosiasi KK dan PKP2B ……… 19

Tabel 2.1 Matriks Ikhtisar Rencana Strategis Ditjen Minerba Periode 2010-2014 ………... 30

Tabel 2.2 Matriks Kegiatan Dukungan Manajemen Dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Ditjen Minerbapabum ………... 39 Tabel 2.3 Matriks Renstra Kegiatan Penyusunan Kebijakan, Program Dan Evaluasi Pelaksanaan Kebijakan Di Bidang Mineral, Batubara Dan Panas Bumi ……… 40 Tabel 2.4 Matriks Renstra Kegiatan Pembinaan Pengusahaan Mineral Dan Batubara ……….. 41

Tabel 2.5 Kegiatan Pembinaan Dan Pengusahaan Panas Bumi Dan Air Tanah………. 42

Tabel 2.6 Kegiatan Pembinaan Keteknikan Lindungan Lingkungan Dan Usaha Penunjang Mineral Batubara Panas Bumi Dan Air Tanah ………. 43 Tabel 2.7 Indikator Kinerja Utama (IKU) Direktorat Jenderal Mineral Dan Batubara ………. 45

Tabel 2.8 Perjanjian Kinerja (PK) Direktorat jenderal Mineral Dan Batubara Tahun 2014 ……… 46

Tabel 2.9 Sinkronisasi Tujuan Strategis, Sasaran Strategis dan Indikator Sasaran Ditjen Minerba ………. 47

Tabel 3.1 Pengukuran Kinerja DJMB Tahun 2014 ……….. 50

Tabel 3.2 Pengukuran Kinerja Sasaran 1. ... ... 51

Tabel 3.3 Produksi Batubara Nasional Periode 2010-2014 ……….. 52

Tabel 3.4 DMO Tahun 2014 (sesuai Kepmen ESDM No.2901.K/30/MEM/2013) ... 53

Tabel 3.5 Pengukuran Kinerja Sasaran 2 ... ... 54

Tabel 3.6 Realisasi Investasi Periode Tahun 2010-2014 ………..………. 55

Tabel 3.7 Pengukuran Kinerja Sasaran 3 ……….. 59

Tabel 3.8 Realisasi PNBP Sub Sektor Minerba 2009-2014 ... 59

Tabel 3.9 Pengukuran Kinerja Sasaran 4 ……….. 61

(9)

Tabel 3.10 Realisasi Dana Community Development (Comdev) 2010-2014 ... 63

Tabel 3.11 Pengukuran Kinerja Sasaran 5 ………. 65

Tabel 3.12 Progress Pembangunan Fasilitas Pengolahan dan Pemurnian ………. 71

Tabel 3.13 Jumlah Fasilitas Pengolahan dan Pemurnian Per Komoditas ……… 72

Tabel 3.14 Pengukuran Kinerja Sasaran 6 ... ... 75

Tabel 3.15 Realisasi Masterlist KK dan PKP24 Periode Tahun 2010-2014 ... 76

Tabel 3.16 Perbandingan TKI dan TKA di KK dan PKP2B dan Usaha Jasa (Orang) ... 79

Tabel 3.17 Pengukuran Kinerja Sasaran 7 ... ... 80

Tabel 3.18 Jumlah Tenaga Kerja Yang Terserap Pada Perusahaan Pertambangan (KK,PKP2B, IUP, IUJP, SKT) Tahun 2014 ………. 80

Tabel 3.19 Pengukuran Kinerja Sasaran 8 ... ... 82

Tabel 3.20 Peraih penghargaan pengelolaan lingkungan pertambangan Tahun 2014 ... 86

Tabel 3.21 Pengukuran Kinerja Sasaran 9 ………. 91

Tabel 3.22 Data Statistik Kecelakaan Tambang Tahun 2014 ... 91

Tabel 3.23 Peraih Penghargaan Keselamatan Pertambangan Tahun 2014 ……… 95

Tabel 3.24 Perkembangan Revisi DIPA Satuan Kerja Ditjen Mineral dan Batubara Tahun 2014 ……… 99

Tabel 3.25 Realisasi Anggaran Ditjen Minerba Tahun 2014 ……… 99

Tabel 3.26 Realisasi Anggaran Ditjen Minerba Tahun 2014 Berdasarkan Unit Kerja (Juta Rupiah) ……….. 100

Tabel 4.1 Ikhtisar Capaian Kinerja sesuai Perjanjian Kinerja Ditjen Minerba Tahun 2014 ... 102

(10)

Lampiran I Penetapan Kinerja Tahun 2014 ………..………. 104 Lampiran II Rencana Kerja Tahunan (RKT) Tahun 2014 ………. 105 Lampiran III Pengukuran Kinerja Tahun 2014 ………. 106 Lampiran IV Pernyataan Penetapan Kinerja Direktur Jenderal Mineral Dan Batubara Tahun 2014 …………. 107

(11)
(12)

L

aporan Kinerja (LKj) Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Ditjen Minerba) Tahun 2014 menyampaikan hasil kinerja program kegiatan berikut evaluasinya pada Tahun 2014. LKj Ditjen Minerba Tahun 2014 dipersiapkan dan disusun dalam rangka pelaksanaan amanat dari Peraturan Presiden RI Nomor 8 tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, Peraturan Presiden RI Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja Dan Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah.

Sub sektor mineral dan batubara saat ini berperan sebagai tulang punggung (backbone) pembangunan nasional terutama dalam hal kontribusinya kepada penerimaan negara, penanaman modal, penciptaan efek ganda ekonomi, penyediaan lapangan kerja dan kesempatan kerja, serta pembangunan daerah. Selain itu, sub sektor ini terbukti mampu juga memiliki kinerja yang baik meskipun terjadi krisis ekonomi global, tekanan pada masalah lingkungan dan harga komoditas yang selalu berfluktuasi. Mengingat sumber daya mineral dan batubara sebagai salah satu kekayaan negara merupakan sumber daya yang tidak terbarukan, maka wajib dikelola secara bijak dan sustainable.

Kebijakan Direktorat Jenderal Minerba Tahun 2014 telah sesuai dengan Rencana Strategis Ditjen Minerba periode 2010-2014 yang terdiri atas: 1) menjamin kemanan pasokan batubara melalui Domestic Market Obligation (DMO); 2) meningkatkan kesadaran masyarakat melalui pengelolaan pertambangan yang bertangggungjawab; 3) peningkatan nilai tambah pertambangan; 4) peningkatan kandungan lokal pada kegiatan pertambangan (local content); 5) peningkatan investasi pertambangan.

Kebijakan yang telah dijelaskan di atas pada akhirnya bermuara pada tujuan dari penjabaran Visi dan Misi Ditjen Minerba yang merupakan kondisi yang ingin diwujudkan selama periode 5 tahun, dan Tahun 2014 adalah bertepatan dengan akhir dari pelaksanaan periode Renstra tersebut. Tujuan strategis Ditjen Minerba yang terdapat dalam Rencana Strategis Ditjen Minerba Tahun 2010 -

2014, antara lain: 1) terjaminnya pasokan batubara

dan mineral untuk bahan baku domestik; 2) terlaksananya peningkatan investasi sub sektor

minerba; 3) terlaksananya peran penting sub sektor

minerba dalam penerimaan negara; 4) terlaksananya peningkatan peran sub sektor

minerba dalam pembangunan daerah; 5) terlaksananya peningkatan efek berantai/

ketenagakerjaan.

Sesuai dengan kebijakan dan tujuan strategis Ditjen Minerba yang terdapat di dalam Rencana strategis, maka pada tahun 2014, Ditjen Minerba menetapkan 9 sasaran strategis yang merupakan langkah nyata dari kebijakan dan tujuan yang telah disusun, yaitu: 1) meningkatnya kemampuan pasokan energi untuk domestik; 2) meningkatnya

investasi sub sektor pertambangan umum; 3) terwujudnya peran sub sektor mineral dan

batubara dalam penerimaan negara; 4) terwujudnya peningkatan peran sub sektor mineral dan batubara dalam pembangunan daerah; 5) peningkatan industri jasa dan industri yang berbahan baku dari sub sektor pertambangan umum; 6) terwujudnya pemberdayaan nasional; 7)terwujudnya penyerapan tenaga kerja; 8)terlaksananya kegiatan pertambangan mineral dan batubara yang

memenuhi persyaratan lingkungan; 9) terlaksananya kegiatan pertambangan mineral

dan batubara yang memenuhi persyaratan keselamatan.

Setiap sasaran strategis tersebut memiliki indikator-indikator kinerjanya, dengan rincian sebagai berikut:

1. Sasaran nomor 1 memiliki dua indikator kinerja yaitu indikator jumlah produksi batubara PKP2B, PTBA dan IUP dan indikator jumlah pasokan batubara untuk kebutuhan dalam negeri;

2. Sasaran nomor 2 memiliki satu indikator kinerja yaitu indikator jumlah investasi bidang mineral dan batubara;

3. Sasaran nomor 3 memiliki satu indikator kinerja yaitu indikator jumlah penerimaan Negara bukan pajak sub sektor pertambangan umum (mineral dan batubara);

Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja

(13)

4. Sasaran nomor 4 memiliki dua indikator kinerja yaitu indikator jumlah anggaran Community Development sub sektor mineral dan batubara dan indikator jumlah dana bagi hasil sub sektor pertambangan umum;

5. Sasaran nomor 5 memiliki dua indikator kinerja yaitu indikator jumlah industri jasa penunjang sub sektor mineral dan batubara dan indikator jumlah smelter beroperasi;

6. Sasaran nomor 6 memiliki dua indikator kinerja yaitu indikator persentase pemanfaatan barang dalam negeri untuk pengembangan sub sektor mineral dan batubara dan indikator persentase penggunaan tenaga kerja nasional di sub sektor mineral dan batubara;

7. Sasaran nomor 7 memiliki satu indikator kinerja yaitu indikator jumlah tenaga kerja sub sektor mineral dan batubara;

8. Sasaran nomor 8 memiliki tiga indikator kinerja yaitu indikator jumlah luas lahan kegiatan usaha pertambangan yang telah direklamasi oleh pemegang usaha pertambangan dan indikator persentase recovery penambangan terkait konservasi bahan galian pada kegiatan usaha pertambangan serta indikator persentase recovery pengolahan terkait konservasi bahan galian pada kegiatan usaha pertambangan;

9. Sasaran nomor 9 memiliki satu indikator kinerja yaitu indikator tingkat kekerapan kecelakaan pada perusahaan pertambangan umum.

Secara umum capaian kinerja kegiatan Ditjen Mineral dan Batubara dapat direalisasikan dan menghasilkan keluaran (output) dan hasil (outcome) sesuai dengan sasaran, bahkan pencapaian beberapa sasaran melebihi target yang telah direncanakan sebelumnya. Hal ini tercermin dengan tercapainya sasaran strategis Ditjen Mineral dan Batubara rata-rata dari 9 (sembilan) sasaran strategis yang ditetapkan dalam dokumen Perjanjian Kinerja (PK) Tahun 2014 sebesar 145,34%. Capaian kinerja Tahun 2014 ini mengalami peningkatan 1,82% jika dibandingkan dengan capaian kinerja Tahun 2013 rata-rata sebesar 143,52%

Sasaran 1, “meningkatnya kemampuan pasokan energi untuk domestik” memiliki dua indikator kinerja. Pencapaian hasil sasaran kinerja rata-rata sebesar 94,16%. Indikator kinerja tersebut adalah indikator jumlah produksi batubara PKP2B, PTBA dan IUP yang realisasinya sebesar 458 Juta Ton dan indikator jumlah pasokan batubara untuk kebutuhan dalam negeri yang realisasinya sebesar 76 Juta Ton.

Sasaran 2, ”meningkatnya investasi sub sektor pertambangan umum” memiliki satu indikator kinerja. Pencapaian hasil sasaran kinerja sebesar 144,93%. Indikator kinerja tersebut adalah jumlah investasi bidang mineral dan batubara yang realisasinya sebesar US$ 7,429.87 Juta.

Sasaran 3, “terwujudnya peran sub sektor mineral dan batubara dalam penerimaan negara” memiliki satu indikator kinerja. Pencapaian hasil sasaran kinerja sebesar 89,48%. Indikator kinerja tersebut adalah jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sub sektor pertambangan umum (mineral dan batubara) yang realisasinya sebesar Rp 35,49 Triliun.

Sasaran 4, “terwujudnya peningkatan peran sub sektor mineral dan batubara dalam pembangunan daerah” memiliki dua indikator kinerja. Pencapaian hasil sasaran kinerja rata-rata sebesar 101,395%. Indikator kinerja tersebut adalah indikator jumlah anggaran Community Development sub sektor mineral dan batubara yang realisasinya sebesar Rp 2,026 Triliun; dan indikator jumlah dana bagi hasil sub sektor pertambangan umum sebesar Rp 15,72 Triliun.

Sasaran 5, “peningkatan industri jasa dan industri yang berbahan baku dari sub sektor pertambangan umum’’ memiliki dua indikator kinerja. Pencapaian hasil sasaran kinerja rata-rata sebesar 110,665%. Indikator kinerja tersebut adalah jumlah industri jasa penunjang sub sektor mineral dan batubara yang realisasinya sejumlah 1.025 perusahaan; dan indikator jumlah smelter beroperasi sebanyak 14 perusahaan.

Sasaran 6, “terwujudnya pemberdayaan nasional” memiliki dua indikator kinerja. Pencapaian hasil sasaran kinerja rata-rata sebesar 113,300%. Indikator kinerja tersebut adalah persentase

Akuntabilitas Kinerja Penutup Lampiran

(14)

pemanfaatan barang dalam negeri untuk pengembangan sub sektor mineral dan batubara yang realisasinya sebesar 76,7% dan persentase penggunaan tenaga kerja nasional di sub sektor mineral dan batubara sebesar 98,85%.

Sasaran 7, “terwujudnya penyerapan tenaga kerja” memiliki satu indikator kinerja. Pencapaian hasil sasaran kinerja sebesar 82,82%. Indikator kinerja tersebut adalah jumlah tenaga kerja sub sektor mineral dan batubara yang realisasinya sejumlah 614.651 orang.

Sasaran 8, “terlaksananya kegiatan pertambangan mineral dan batubara yang memenuhi persyaratan lingkungan” memiliki tiga indikator kinerja. Pencapaian hasil sasaran kinerja rata-rata sebesar 103,163%. Indikator kinerja tersebut adalah indikator jumlah luas lahan kegiatan usaha pertambangan yang telah direklamasi oleh pemegang usaha pertambangan yang realisasinya seluas 6.596,59 Ha; indikator persentase rata-rata recovery penambangan terkait konservasi bahan galian pada kegiatan usaha pertambangan sebesar 104,5% yang terdiri atas recovery penambangan mineral sebesar 90,7% dan recovery penambangan batubara sebesar 94,3%; serta rata-rata persentase recovery pengolahan terkait konservasi bahan galian pada kegiatan usaha pertambangan sebesar 103,5% yang terdiri atas: recovery pengolahan mineral realisasinya 82,9% dan recovery pengolahan batubara sebesar 94,3%.

Sasaran 9, “terlaksananya kegiatan pertambangan mineral dan batubara yang memenuhi persyaratan keselamatan” memiliki satu indikator kinerja. Pencapaian hasil sasaran kinerja sebesar 263,15%. Indikator kinerja tersebut adalah tingkat kekerapan kecelakaan pada perusahaan pertambangan umum yang realisasinya sebesar 0,19.

Dari hasil capaian kinerja di Tahun 2014, perlu dirumuskan strategi untuk mengoptimalkan pengalokasian dan pemanfaatan sumberdaya yang ada di masa mendatang melalui re-definisi termasuk penajaman indikator dan re-identifikasi besaran target agar sesuai dengan visi, misi, dan tujuan Ditjen Mineral dan Batubara.

Dalam hal akuntabilitas keuangan, Ditjen Minerba pada tahun 2014 dari awalnya memperoleh pagu

Rp 379.245.440.000, kemudian mengalami revisi

hingga diperoleh pagu definitif sebesar Rp 372.517.294.000 dan terealisasi Rp 201.278.341.563 atau mencapai 54,03%. Hal

ini dikarenakan beberapa sebab diantaranya: adanya selisih pagu dengan nilai kontrak yang dilakukan oleh pihak ketiga; dan adanya kegiatan yang gagal lelang; serta belum sepenuhnya rekanan mampu untuk mengikuti pengadaan yang dilakukan melalui sistem e-procurement sehingga mengakibatkan terjadinya gagal lelang.

Penyusunan Laporan Kinerja (LKj) Tahun 2014 ini adalah salah satu usaha untuk mewujudkan Good Governance khususnya di Ditjen Minerba dalam pengelolaan sub sektor mineral dan batubara melalui pemenuhan asas transparansi dan akuntanbilitas. Kinerja kegiatan dan kinerja anggaran Tahun 2014 Ditjen Minerba ini, menjadi rujukan dan bahan pertimbangan untuk pijakan dalam perumusan Rencana Strategis Ditjen Minerba periode 2015-2019 ataupun merumuskan Rencana Kinerja di tahun-tahun mendatang agar menunjang pencapaian tujuan pembangunan nasional.

Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja

(15)
(16)

1.1 Latar Belakang

S

ecara empiris, pertumbuhan ekonomi negara maju bermula dari industri sumber daya (resources industry), kemudian berevolusi ke industri manufaktur dan industri jasa yang terintegrasi secara vertical (vertically integrated industry). Karena itu, vitalitas kekuatan suatu Negara tergantung kepada kemampuannya untuk mengamankan sumberdaya strategis penting untuk keberlanjutan ekonominya. Saat ini, hampir tidak ada satu pun negara di Dunia termasuk Indonesia yang pembangunannya terlepas dari peran penting dan strategis sumber daya mineral dan batubara (minerba). Seiring dengan semakin berkembangnya pertumbuhan ekonomi dan semakin bertambahnya jumlah penduduk, peningkatan konsumsi minerba merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindarkan, dimana hampir seluruh aktivitas ekonomi dapat dipastikan membutuhkan minerba. Perkembangan pembangunan nasional akan sangat tergantung pada ketersediaan dan efisiensi penggunaan minerba.

Sumber daya mineral dan batubara sebagai bagian dari kekayaan alam yang dimiliki oleh Bangsa Indonesia harus dikuasai oleh negara dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat sesuai konstitusi pasal 33 UUD Tahun 1945 mengamanatkan bahwa “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat”. Dalam konteks ini mineral dan batubara harus dikelola secara optimal sehingga memberikan manfaat yang semakin besar bagi rakyat Indonesia. Pengelolaan mineral dan batubara tidak semata-mata hanya memberi manfaat, namun penggunaan kata “sebesar-besarnya” memiliki arti bahwa kekayaan alam yang dimiliki dalam hal ini mineral dan batubara sebagai anugerah harus dapat dikelola sehingga memberikan manfaat terbesar bagi rakyat Indonesia. Manfaat bagi rakyat Indonesia secara konkret dimaknai bahwa keberadaan mineral dan batubara menghasilkan pendapatan bagi negara yang selanjutnya akan digunakan oleh negara sebagai dana untuk pembangunan nasional.

UU No 4/2009 Tentang Minerba sebagai turunan UUD/1945 ini merupakan hasil dari respon

terhadap berbagai tuntutan untuk menyempurnakan peraturan perundang-undangan di bidang pertambangan. Sustansi UU No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba berusaha menggunakan arah baru kebijakan tata kelola pertambangan (mineral dan batubara) yang mengakomodasikan prinsip kepentingan nasional (national interest), kemanfaatan untuk masyarakat, jaminan berusaha, desentralisasi pengelolaan dan pengelolaan pertambangan yang baik (good mining practies) untuk mencapai pertambangan yang berkelanjutan (sustainable mining).

Sumber daya mineral dan batubara disebut sebagai anugerah Tuhan (blessing) jika dikelola dengan baik, tetapi bisa menjelma menjadi kutukan (curse) dan bencana (disaster) apabila sumber daya mineral dan batubara tidak dikelola dengan baik terutama mengabaikan prinsip-prinsip “good mining practice”. Peran Pemerintah sangat dibutuhkan untuk merumuskan tata kelola pengelolaan pertambangan mineral dan batubara yang lebih baik, pro-growth (pertumbuhan), pro-job (pengusahaan lapangan kerja), pro-poor (pemerataan) serta antisipatif pencegahan kerusakan lingkungan (pro-environment) agar pertambangan tetap berkelanjutan (sustainable) seperti ditunjukkan pada Gambar 1.1.

Pro growth dalam sub sektor mineral dan batubara diwujudkan melalui kontribusi dalam pertumbuhan ekonomi yang berkaitan dengan penerimaan negara, investasi, peningkatan nilai tambah, dan neraca perdagangan (baik produksi, ekspor dan

Gambar 1.1 Peran Sub Sektor Mineral Dan Batubara Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja

(17)

domestik). Pro job dalam sub sektor mineral dan batubara terkait dengan ketenagakerjaan yang mengutamakan penduduk lokal (local content) serta menciptakan peluang kerja melalui penguasaan teknologi sehingga tercapai kemandirian bangsa dari aspek teknologi. Pro poor dalam sub sektor mineral dan batubara diimplementasikan melalui corporate social responsibility (CSR) dan pemberdayaan masyarakat. Sedangkan pro environment dalam sub sektor mineral dan batubara diaplikasikan melalui good mining practice, reklamasi dan pasca tambang dalam kegiatan pertambangan.

Kegiatan pertambangan merupakan kegiatan yang memiliki karakteristik yang unik, yang membedakannya dibandingkan dengan kegiatan lainnya. Sumber daya mineral dan batubara merupakan sumber daya alam tidak terbarukan dan habis pakai atau non-renewable resources, maka konsekuensinya sekali bahan galian ini tersebut dieksploitasi, tidak akan dapat pulih atau kembali ke keadaan semula. Seandainya pun ada sumber pengganti perlu ribuan atau jutaan tahun proses penggantiannya. Oleh karenanya, pemanfaatan sumberdaya mineral dan batubara ini haruslah dilakukan secara bijaksana dan ditanamkan dalam benak seluruh pemangku kepentingan sebagai modal/aset alam (natural capital) sehingga pengelolaannya pun harus juga mempertimbangkan

kebutuhan generasi yang akan datang.

Keunikan dan peran sub sektor minerba yang sangat penting dalam pembangunan tersebut, perlu kiranya sub sektor ini harus dikelola secara baik agar menghasilkan manfaat yang sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat dan secara berkelanjutan dari generasi ke generasi. Pelaksanaan kegiatan usaha penambangan minerba harus dijalankan berdasarkan pada prinsip berdaya guna, berhasil guna, dan berdaya saing. Berdaya guna atau efisiensi mendorong agar kegiatan penambangan minerba dilakukan dengan cara pengorbanan biaya dalam jumlah tertentu namun memberikan hasil yang maksimal. Berhasil guna atau efektif ditujukan agar kegiatan penambangan dapat berkontribusi bagi pencapaian pertumbuhan ekonomi seperti yang direncanakan oleh pemerintah. Berdaya saing dimaksudkan agar di samping produk yang dihasilkan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dengan harga yang relatif memberikan manfaat juga para pelaksana dari kegiatan penambangan harus berorientasi pada prestasi yaitu peningkatan produksi. Jumlah produk yang dihasilkan harus optimal, yaitu setinggi mungkin untuk berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi. Setiap pelaku usaha penambangan minerba untuk menggunakan teknologi pertambangan yang baik dan modal yang besar.

Indonesia memiliki potensi mineral dan batubara yang cukup prospek. Menurut data yang diterbitkan oleh Badan Geologi Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM), sumber daya batubara Tahun 2013 adalah sebesar 120,5 milyar ton untuk tambang terbuka dan 41 milyar ton tambang bawah permukaan serta jumlah cadangan batubara sebesar 31 milyar ton. Angka pertumbuhan sumberdaya dan cadangan nasional mencapai 5% dan 11% pertahun. Sumber daya dan cadangan batubara tersebut tersebar di beberapa lokasi di Indonesia dengan nilai

(Sumber: Badan Geologi KESDM Tahun 2014)

Gambar 1. 2 Peta Sebaran Sumber Daya dan Cadangan Batubara Indonesia Tahun 2013

Akuntabilitas Kinerja Penutup Lampiran

(18)

Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja

Laporan Kinerja (Lkj) DITJEN MINERBA 2014 4

kalori yang berbeda, mulai dari kalori rendah sampai kalori sangat tinggi. Dari peta sebaran potensi sumberdaya dan cadangan batubara Indonesia, dapat dilihat bahwa cadangan batubara terbesar berada di Pulau Kalimantan sekitar 57,6% dan Sumatera 42,4%, sedangkan di tempat lain potensinya tidak terlalu besar dan masih sedikit diusahakan seperti ditunjukkan pada Gambar 1.2, Gambar 1.3. Jika dilihat dari kualitas batubara yang ditunjukkan dengan kategori dari kalori, maka dispesifikasikan sebagai berikut :

Kalori rendah : < 5.100 kal/gr ADB Kalori sedang : 5.100–6.100 kal/gr ADB Kalori tinggi : 6.100-7.000 kal/grADB Kalori sangat tinggi : > 7.100 kal/gr ADB

Dilihat dari sisi global menurut data dari WEC Tahun 2013, cadangan batubara Indonesia mencapai 3,5% dari total cadangan batubara dunia sebesar 891,5 milyard ton. Negara-negara dengan cadangan batubara terbesar (The big five) di dunia adalah Eropa dan Eurasia berada di urutan pertama

dengan proporsi sebesar 34,8% dari cadangan dunia, selanjutnya Asia Pasifik di urutan kedua dengan proporsi 28,8%, urutan ketiga Amerika Utara memiliki 27,5%, kemudian Timur Tengah dan Afrika dengan proporsi 3,7% serta terakhir adalah Amerika Selatan dan Amerika Tengah dengan proporsi 1,7% dari cadangan dunia, seperti ditunjukkan pada Gambar 1.4.

Selanjutnya menurut data Word Coal Association (WCA) Tahun 2013, total produksi batubara dunia sebesar 7.083 Juta Ton, yang disumbangkan oleh 10 negara produsen batubara tradisional yaitu China, USA, India, Indonesia, Australia, Russia, Afrika Selatan, Jerman, Polandia dan Kazakstan. Dengan besaran produksi batubara dunia tersebut di atas maka menurut WCA, jika dibandingkan dengan total cadangan tertambang batubara, maka hanya akan tersisa 126 tahun lagi. Yang menarik menurut data Wood Mackenzie, untuk Tahun 2013, meskipun China memiliki cadangan yang besar, dari semua produksi batubara China tidak diekspor

(Sumber: Badan Geologi KESDM Tahun 2014)

(19)

Akuntabilitas Kinerja Penutup Lampiran

Laporan Kinerja (Lkj) DITJEN MINERBA 2014 5 terlalu besar dan perbandingan antara produksi dan

ekspor kecil. Hal ini menunjukkan bahwa keberpihakan kebijakan pemerintah China terhadap kepentingan nasional (national interest) sehingga sebagian besar batubara China dipakai untuk domestik. Sedangkan rasio perbandingan batubara produksi dan ekspor batubara Indonesia sangat kecil, berarti memang hampir sebagian diekspor dan masih kecil penggunaannya untuk domestik seperti ditunjukkan pada Gambar 1.5.

Di sisi produksi batubara, kalau dilihat data

realisasi produksi batubara periode 5 tahun terakhir 2009-2013, maka ada kecenderungan

adanya trend positif pertumbuhan rata-rata sebesar 13,8%/tahun seperti ditunjukkan pada Gambar 1.6. Saat ini, rata-rata 80% dari total produksi batubara Tahun 2009-2014 diekspor, terutama ke China, Jepang, Korea Selatan, India, Taiwan Hongkong dan beberapa negara anggota Uni Eropa seperti Spanyol, Italia dan Belanda. Sementara itu, untuk negara-negara satu kawasan regional ASEAN tujuan ekspornya adalah Malaysia, Thailand dan Filipina.

Selain batubara Indonesia juga kaya akan

Gambar 1.5 Perbandingan Produksi Dan Ekspor Batubara

(20)

Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja

Laporan Kinerja (Lkj) DITJEN MINERBA 2014 6

sumberdaya mineral baik mineral logam maupun mineral non logam. Ketersediaan (availability) mineral logam hampir merata di seluruh Daerah Provinsi di Indonesia adapun persebarannya seperti ditunjukkan pada Gambar 1.7. Menurut data Badan Geologi KESDM, terdapat 12 (dua belas) jenis komoditi mineral logam yang memiliki data

sumberdaya dan cadangan Tahun 2013 seperti pada Tabel 1.1 dan Tabel 1.2.

Dari sisi indeks potensi, Indonesia menduduki peringkat tinggi di dunia. Indonesia memliki sumber daya mineral dan energi beragam jenis, mineral tembaga, emas, perak, nikel, alumina, timah, bijih/pasir besi, unsur tanah jarang dan batubara. Terbukti bahwa komoditi tambang dapat mempengaruhi harga dunia yaitu timah dan nikel.

Adapun statistik realisasi produksi untuk beberapa jenis logam yaitu logam tembaga, emas, timah, bijih nikel, bauksit, bijih dan pasir besi periode Tahun 2009 sampai dengan Tahun 2013 ditunjukkan pada Gambar 1.8 dan Gambar 1.9.

(Sumber: Badan Geologi KESDM Tahun 2014)

Gambar 1. 7 Peta Sebaran Sumber Daya dan Cadangan Mineral Nasional

(21)

Akuntabilitas Kinerja Penutup Lampiran

Laporan Kinerja (Lkj) DITJEN MINERBA 2014 7 1.2 Permasalahan dan Tantangan Dalam

Pengelolaan Sub sektor Mineral dan Batubara

Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam yang luar biasa besarnya. Dengan geological setting diantara lempeng bumi, dan berada di lingkar deretan gunung api (ring of fire), tidak mengherankan jika bumi Indonesia menyimpan cadangan beraneka mineral dan batubara, sehingga menjadi magnet bagi investor tambang di seluruh dunia. Kegiatan pertambangan sering menjadi sorotan negatif dan perhatian banyak pihak. Di satu sisi kegiatan pertambangan membawa dampak perubahan lingkungan. Namun di sisi lain, tidak dapat dipungkiri bahwa secara makro kegiatan pertambangan memberikan kontribusi dan peran yang besar terhadap pembangunan nasional, hanya saja permasalahannya antara lain adalah apakah kontribusi tersebut sudah dirasakan rakyat Indonesia.

Kegiatan pertambangan jika tidak dilaksanakan secara tepat dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan terutama kegiatan pertambangan yang menggunakan metode tambang terbuka (Open pit mining). Perubahan yang paling menonjol adalah perubahan struktur bentang alam dan gangguan keseimbangan permukaan tanah yang cukup besar. Hal ini terutama karena bahan galian yang akan ditambang berada di bawah permukaan tanah, sehingga perlu dilakukan pengupasan tanah atau batuan penutupnya (overburden). Dampaknya adalah terjadinya penurunan produktivitas lahan, tanah bertambah padat, terjadinya erosi dan sedimentasi, terjadinya gerakan tanah atau longsoran, terganggunya flora dan fauna (keanekaragaman hayati), terganggunya kesehatan masyarakat, serta perubahan iklim maupun peningkatan polusi.

Berbeda halnya dengan tambang terbuka, metode pertambangan dengan menggunakan metode tambang bawah tanah (underground mining method) memiliki dampak yang lebih kecil terhadap perubahan bentang alam. Hanya saja masih tetap perlu diperhatikan kemungkinan masalah penurunan permukaan tanah (surface subsidence). Namun dari sisi ekonomi dan

Tabel 1.2 Neraca Cadangan Mineral Tahun 2013

Gambar 1.8 Produksi Logam Tembaga, Emas dan Timah Periode 2009-2013

(22)

Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja

Laporan Kinerja (Lkj) DITJEN MINERBA 2014 8

teknologi, tambang bawah tanah memiliki tingkat resiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode tambang terbuka seperti ditunjukkan pada Gambar 1.10.

Sub sektor pertambangan merupakan sektor yang memiliki kompleksitas yang cukup tinggi. Sehingga peran Pemerintah yang sangat dibutuhkan saat ini adalah membuat kebijakan yang mengatur mineral dan batubara tidak hanya memanfaatkan kekuatan ekonomi neoklasik yaitu untuk mencapai keseimbangan pasar, tetapi lebih dari itu konstruksi teoritisnya dengan memasukkan isu-isu yang mendasar bagi keberlanjutan. Kontrol dari Pemerintah sangat diperlukan dalam produksi mineral dan batubara Indonesia agar manfaatnya dapat dirasakan lebih lama bagi bangsa Indonesia.

Perlindungan terhadap lingkungan membutuhkan perencanaan yang cermat dan komitmen dari semua tingkatan dan golongan dalam suatu perusahaan pertambangan. Pengelolaan lingkungan di pertambangan menuntut proses yang terus menerus dan terpadu pada seluruh tahapan kegiatan pertambangan. Kegiatan reklamasi harus diperlakukan sebagai satu kesatuan yang utuh dari kegiatan pertambangan dan kegiatan reklamasi harus dilakukan sedini mungkin dan tidak harus menunggu proses kegiatan pertambangan secara keseluruhan selesai dilakukan. Selain reklamasi

juga dilakukan kegiatan pasca tambang yang terencana, sistematis dan berlanjut setelah akhir sebagian (bila dalam tahap operasi produksi ada sebagian wilayah yang diminta dan/atau akan

diserahkan) atau seluruh kegiatan usaha pertambangan untuk memulihkan fungsi lingkungan alam dan fungsi sosial menurut kondisi lokal di seluruh wilayah penambangan.

Banyak hal yang perlu mendapatkan penanganan yang serius, mulai dari pola investasi, kebutuhan pasar, persyaratan lingkungan, kemampuan teknologi, sumber daya manusia, hingga regulasi dan keterkaitan dengan antar sektor/institusi lainnya. Komitmen semua pemangku kepentingan (stakeholders) dalam hal pengelolaan pertambangan untuk memberikan manfaat (benefit) ekonomi maksimal bagi penerimaan negara dan efek berganda bagi perekonomian masyarakat dengan tetap mempertahankan keberlanjutan lingkungan selama penambangan dan pasca tambang.

Terdapat beberapa isu strategis yang dapat menjadi permasalahan dan tantangan dalam pengelolaan subsektor mineral dan batubara di Tahun 2014 sebagai berikut:

a. Belum selesainya penataan Izin Usaha

(23)

Akuntabilitas Kinerja Penutup Lampiran

Laporan Kinerja (Lkj) DITJEN MINERBA 2014 9 Pertambangan (IUP) secara nasional;

b. Wilayah Pertambangan (WP) telah ditetapkan namun Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) belum ditetapkan;

c. Peningkatan nilai tambah pertambangan (mining added value);

d. Renegosiasi kontrak perusahaan KK dan PKP2B;

e. Pengutamaam pemasokan kebutuhan mineral dan batubara untuk kepentingan dalam negeri;

f. Belum optimalnya pengelolaan lingkungan dan reklamasi tambang serta pelaksanaan good mining practices.

1.2.1 Belum Selesainya Penataan dan Pendataan IUP Secara Nasional

Diskursus tentang implikasi dari penataan IUP secara nasional terlanjur menyita perhatian publik sehingga sampai dengan akhir Tahun 2014 pelaksanaan penataan IUP belumlah selesai. Penataan IUP merupakan salah satu kegiatan strategis Ditjen Mineral dan Batubara yang sudah dilaksanakan sejak tahun 2011, dimana pada saat itu telah dilakukan dua kali rekonsiliasi. Pada rekonsiliasi tahun 2011 dan 2012 telah tersampaikan hampir 10.900 IUP. Pada awal tahun 2012 dimana dimulai proses penataan IUP melalui evaluasi CnC tercatat dari 10.706 IUP yang telah CnC mencapai 5.123 IUP dan 5.583 IUP Non CnC (status IUP Desember 2012).

Adapun persyaratan penentuan status Clear and Clean terdiri atas 3 (tiga) persyaratan yaitu: administrasi, teknis dan kewajiban keuangan. Persyaratan administrasi, IUP dinyatakan Clear and Clean adalah wilayah IUP tidak tumpang tindih dengan wilayah IUP yang lainnya, wilayah Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) serta dokumen penerbitan IUP sesuai dengan ketentuan. Selanjutnya untuk persyaratan teknis merupakan kelengkapan dokumen teknis IUP berupa laporan eksplorasi, laporan studi kelayakan dan dokumen lingkungan. Adapun persyaratan kewajiban keuangan yang menandakan pemenuhan IUP

dalam pembayaran kewajiban keuangan berupa iuran tetap dan royalty seperti ditunjukkan pada Gambar 1.11.

Manfaat yang telah dirasakan dalam pembuatan status IUP Clear and Clean sebagai tindaklanjut dari pelaksanaan rekonsiliasi yang telah dilaksanakan sebelumnya sebagai data base nasional sub sektor mineral dan batubara adalah:

a. meningkatkan Penerimaan Negara Bukan Pajak dari IUP berupa iuran tetap dan royalti, karena sebelum pelaksanaan rekonsiliasi IUP, PNBP yang disetor oleh pemegang IUP hanya 30% dari jumlah seluruh IUP;

b. data cadangan IUP dari laporan eksplorasi IUP sebagai data dasar bagi Pemerintah dalam membuat strategi dan menjamin pasokan bahan baku untuk pengolahan dan pemurnian;

c. laporan studi kelayakan IUP sehingga menjadi dasar dalam pelaksanaan dan peningkatan kegiatan menjadi operasi produksi;

d. kegiatan pertambangan sering dikritisi merupakan kegiatan yang merusak lingkungan, dengan tersedianya dokumen lingkungan yang disampaikan IUP menjadi bukti tanggung jawab bahwa pelaksanaan kegiatan penambangan telah dianalisis secara lingkungan dan memperhatikan kondisi lingkungan;

e. diusulkan menjadi salah satu persyaratan bagi PT PLN untuk pemegang IUP yang mengikuti tender dalam penyediaan batubara untuk kebutuhan PLTU PT PLN;

f. menjadi persyaratan yang diwajibkan oleh Bank dalam penyaluran kredit pertambangan bagi pemegang IUP;

g. investor asing menjadikan status clear and clean dalam memastikan kesahihan dokumen IUP.

(24)

Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja

Laporan Kinerja (Lkj) DITJEN MINERBA 2014 10

IUP C&C menjadi 6.000 IUP dan IUP Non CnC sebanyak 4.643 IUP sehingga total menjadi 10.643 IUP (status IUP Desember 2014). Disamping itu, Pemerintah Daerah juga sudah melakukan tindakan pencabutan beberapa IUP dalam rangka penertiban IUP yang bermasalah seperti ditunjukkan pada Tabel 1.3.

Terbitnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah sebagai pengganti UU Nomor 32 Tahun 2004, memberi tantangan tersendiri dalam merumuskan arah baru dalam pengelolaan sub sektor minerba. Pemerintah mempunyai kewajiban moral dalam mengawal proses pelimpahan IUP-IUP dari Pemerintah Kabupaten/Kota kepada Pemerintah Provinsi selama masa stransisi tahun 2015-2016. Proses pelimpahan IUP-IUP harus konsisten baik jumlah maupun kualitasnya dari Pemerintah Kabupaten/ Kota kepada Pemerintah Provinsi. Hal ini disebabkan karena sudah dilakukan penataan IUP melalui korsup Minerba bersama KPK-RI sehingga dalam proses pelimpahan ke Pemerintah Provinsi pun juga harus sesuai dengan hasil penataan yang dilakukan.

Dalam penyelesaian masalah IUP Non Clear and Clean tersebut Direktorat Jenderal Mineral dan

Batubara berkoordinasi dengan instansi terkait seperti Ditjen Pajak, Ditjen Anggaran, Kementerian Kehutanan, BPKP, Polri, Kemendagri, Bakosurtanal dan KemenkumHAM dan lintas sektor lainnya. Sampai saat ini, Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara terus melakukan evaluasi dan verifikasi serta koordinasi lintas sektoral untuk penyelesaian IUP non CnC ini. Sampai Desember 2014, untuk penataan IUP pada korsup Minerba tahap I untuk 12 provinsi masih belum mencapai target sesuai dengan batas waktu Desember 2014, disebabkan karena:

1.

Kurangnya ketersediaan data lengkap dokumen IUP yang disampaikan kabupaten/kota ke provinsi, sehingga menyulitkan provinsi untuk melakukan evaluasi;

2.

Masih ada kendala tumpang tindih antar IUP yang penyelesaian tidak bisa secara cepat karena kendala ketersediaan data;

3.

Masih ada permasalahan batas administrasi yang menyebabkan beberapa IUP yang diterbitkan beda kabupaten namun saling tumpang tindih.

(25)

Akuntabilitas Kinerja Penutup Lampiran

Laporan Kinerja (Lkj) DITJEN MINERBA 2014 11

4.

Peran aktif kabupaten/kota sudah mulai

menurun karena terbitnya UU No. 23 Tahun 2014 sehingga menyebabkan permasalahan ketidakjelasan peran dan fungsi di daerah.

Sinkronisasi data IUP yang terus berubah sehingga

menyebabkan data IUP menjadi sulit dilakukan cut off karena data IUP baru tersebut kadang mempunyai kekuatan hukum yang cukup kuat sehingga mengubah posisi data jumlah IUP. Direncanakan pada tahun 2015, Ditjen Mineral dan Batubara masih akan melanjutkan kerja sama

NO PROVINSI KABUPATEN/KOTA JUMLAH

1 Sumsel Banyuasin 4

2 Jambi Batang Hari 37

3 Bangka Belitung Belitung Timur 8

4 Kalimantan Timur Berau 6

5 Kep. Riau Bintan 10

6 Kalimantan Barat Kapuas Hulu 2

7 Kep.Riau Karimun 1

8 Maluku Utara Kep.Sula 6

9 Sulawesi Tenggara Kolaka Utara 13

10 Kalimantan Timur Kutai Barat 1

11 Sumsel Lahat 7

12 Kep.Riau Lingga 8

13 Sulawesi Tengah Morowali 85

14 Jambi Muaro Jambi 14

15 Kalimantan Tengah Murung Raya 2

16 Sumsel Musi Banyuasin 23

17 Sumsel Musi Rawas 1

18 Sumsel Ogan Komering Ilir 9

19 Sumsel Ogan Komering Ulu Timur 1

20 Sulawesi Tengah Parigi Moutong 2

21 Kalimantan Barat Kalimantan Barat 7

22 Provinsi Kepulauan Riau Provinsi Kepulauan Riau 11

23 Jambi Sarolangun 28

24 Jambi Tanjung Jabung Barat 1

25 Kalimantan Selatan Tapin 9

Total 296

(26)

Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja

Laporan Kinerja (Lkj) DITJEN MINERBA 2014 12

dengan KPK dalam rangka Korsup Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara untuk 19 provinsi. Diharapkan jika semua provinsi sudah dilakukan korsup Minerba bersama KPK maka penataan IUP yang menjadi salah satu rencana aksi dapat tercapai untuk keseluruhan provinsi.

1.2.2 Wilayah Pertambangan (WP) Telah Ditetapkan Namun Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) belum Ditetapkan

Dalam rangka memberikan kepastian usaha dan ruang bagi usaha pertambangan, perlu ditetapkan wilayah tertentu (Wilayah Pertambangan) yang berdasarkan pada UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Wilayah Pertambangan (WP) ditetapkan setelah berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah dan berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Kementerian ESDM telah melakukan koordinasi mengenai Wilayah Pertambangan ke Provinsi/ Kabupaten/Kota se-Indonesia baik melalui korespondensi maupun dengan pertemuan langsung. Proses dan mekanisme penetapan Wilayah Pertambangan (WP) secara grafis ditunjukkan pada Gambar 1.12. Hingga akhir Tahun 2014, Kementerian ESDM telah menetapkan 7 klaster WP dalam bentuk Kepmen ESDM seperti pada Tabel 1.4 berikut.

Dengan ditetapkannya Wilayah Pertambangan maka tugas Pemerintah selanjutnya bersama dengan Pemerintah Daerah adalah menyusun penetapan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP). Sesuai dengan Putusan Mahmakah Konstitusi (MK) atas judicial review UU No. 4 Tahun 2009 bahwa WIUP ditetapkan oleh Pemerintah setelah ditentukan oleh Pemerintah Daerah. Penetapan Wilayah Izin Usaha Pertambangan diawali dengan pengusulan WIUP oleh Pemerintah Daerah kepada Pemerintah untuk ditetapkan. Sampai dengan tahun 2014 ini telah ada pengusulan resmi penetapan WIUP oleh Pemerintah Daerah baik itu Pemerintah Provinsi maupun Kabupaten/Kota sebanyak 9-11 usulan seperti ditunjukkan pada Tabel 1.5.

Pemerintah saat ini sedang menyiapkan beberapa komponen pendukung penetapan WIUP antara lain:

1.

Penetapan harga kompensasi data;

2.

Parameter penetapan batas WIUP yang meliputi 5 aspek (geografis, kaidah konservasi, lingkungan, kepadatan penduduk, dan optimalisasi sumberdaya mineral dan batubara).

(27)

Akuntabilitas Kinerja Penutup Lampiran

Laporan Kinerja (Lkj) DITJEN MINERBA 2014 13 Kendala-kendala yang dihadapi dalam penetapan

WIUP adalah:

1.

Ketersediaan data dan informasi potensi pertambangan masing-masing daerah masih

sangat kurang. Dimana peran provinsi dan kabupaten/kota masih belum optimal dalam menggunakan sumberdaya nya untuk melakukan kegiatan penelitian dan penyelidikan geologi;

NO CLUSTER PELAKSANAAN

REKONSILIASI KEPMEN ESDM PENETAPAN WP

1 SULAWESI 13 JUNI 2013 KEPMEN ESDM NOMOR 2737.K/30/MEM/2013 tanggal 3 Juli 2013

2 KALIMANTAN 03 JULI 2013 KEPMEN ESDM NOMOR 4003.K/30/MEM/2013 tanggal 19 Desember 2013

3 KEP. MALUKU 22 AGUSTUS 2013 KEPMEN ESDM NOMOR 4002.K/30/MEM/2013 tanggal 19 Desember 2013

4 PAPUA 22 AGUSTUS 2013 KEPMEN ESDM NOMOR 4004.K/30/MEM/2013 tanggal 19 Desember 2013

5 SUMATRA 05 SEPTEMBER 2013 KEPMEN ESDM NOMOR 1095.K/30/MEM/2014 tanggal 26 Februari 2014

6 JAWA & BALI 12 SEPTEMBER 2013 KEPMEN ESDM NOMOR 1204K/30/MEM/2014 tanggal 27 Februari 2014

7 KEP. NUSA TENGGARA 19 SEPTEMBER 2013 KEPMEN ESDM NOMOR 1329,K/30/MEM/2014 tanggal 28 Februari 2014

Tabel 1.4 Daftar 7 Klaster Wilayah Pertambangan (WP)

No Pemohon Surat No. Jumlah WIUP Komoditas

1 Bupati Banyumas 545/3408 tgl 18 Juli 2014 1 Emas 2 Bupati Buol 540/123.12/Distamben tgl 12 Mei 2014 1 Emas 3 Bupati Buru 544/80 tgl 17 Maret 2014 16 Emas

4 Bupati Garut 541/1710/SDAP/2014 tgl 20 Juni 2014 6 4 Emas 2 Bijih Besi

5 Bupati Luwu 151/540.01/Distamben/IV/2014 tgl 21

April 2014 2

1 Emas 1 Bijih Besi

6 Bupati Kaur 540/645/HUT ESDM/KK/2014 tgl 30 Mei

2014 1 Pasir Besi

7 Bupati Pesisir Selatan 5.22.540/34/HUT-ESDM/IV/PS-2014 tgl 11

April 2014 28

4 Logam 24 Batubara

8 Bupati Mimika 540/224 tgl 7 Mei 2014 3 Logam/

Batubara

9 Bupati Polewali

Mandar 540/122/DISTAMBEMtgl 15 Juli 2014 7

1 Emas 5 Bijih Besi 1 Galena

(28)

Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja

Laporan Kinerja (Lkj) DITJEN MINERBA 2014 14

2.

Masih minimnya tenaga ahli yang kapabel dalam penetapan harga kompensasi data sebagai dasar dalam harga lelang.

3.

Data dan informasi calon WIUP yang disampaikan Pemerintah Daerah masih belum lengkap sehingga sulit dalam penetapan WIUP terutama dalam penetapan harga kompensasi data.

Dengan keluarnya kebijakan terkait dengan pengendalian produksi, peningkatan nilai tambah dan ketahanan energi, maka Pemerintah akan selektif dalam penetapan WIUP karena sampai pada tahun 2014 ini sudah ada hampir 10.643 IUP yang tersebar baik itu komoditas mineral maupun batubara. Prinsip selektif sangat diperlukan guna mempertahankan keberlanjutan kebijakan pemerintah diatas sehingga pengelolaan sumberdaya pertambangan dapat lebih dirasakan masyarakat dalam jangka waktu yang panjang.

1.2.3 Peningkatan Nilai Tambah Pertambangan (Mining Added Value)

Setiap negara termasuk Indonesia berusaha untuk mengurangi bahkan memutus ketergantungan yang tinggi terhadap impor produk hasil olahan mineral dengan membuat terobosan strategis (strategic breakthrough) baru dengan kebijakan peningkatan nilai tambah (PNT) guna memperkuat stategi geopolitik dalam mengamankan sumberdaya strategisnya terhadap kerentanan perdagangan mineral dan batubara internasional. Sumberdaya mineral dan batubara menyediakan mekanisme untuk diversifikasi beragam produk melalui proses industrialisasi dan memberi kesempatan yang penting bagi perekonomian suatu negara untuk beralih ke produk bernilai tambah lebih tinggi beserta jejaring keterkaitan forward dan backward linkage serta side linkage;

Industri berbasis sumberdaya mineral dan batubara merupakan sumber utama penciptaan lapangan pekerjaan, peningkatan kapasitas keterampilan dan peningkatan penerimaan negara serta perbaikan secara cepat terhadap standar penghidupan masyarakat (standard of living). Peningkatan nilai tambah pertambangan ini dapat dilihat dalam dua aspek yaitu peningkatan nilai tambah dari aspek pengolahan dan pemurnian dan peningkatan nilai

tambah dari aspek pengusahaan. Peningkatan nilai tambah dari aspek pengolahan dan pemurnian yaitu peningkatan nilai tambah dengan meningkatkan kualitas bahan galian tambang bukan dalam bentuk raw material tetapi telah menjadi material olahan. Harga material olahan tentunya memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan material mentah.

Tantangan dari peningkatan nilai tambah dari aspek pengolahan dan pemurnian yaitu besarnya jumlah investasi yang diperlukan untuk membangun pabrik-pabrik pengolahan di dalam negeri. Selain itu pula kebijakan dan regulasi terkait nilai tambah harus terus diperkuat guna mendukung program peningkatan nilai tambah pertambangan. Beberapa langkah yang dilakukan Pemerintah dalam peningkatan nilai tambah, diantaranya: penetapan batasan kadar minimum untuk penjualan ke luar negeri; pengendalian ekspor untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri dimasa mendatang (Domestic Market Obligation/ DMO); koordinasi dengan intansi terkait untuk memfasilitasi pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian misalnya koordinasi dengan Kemenko Perekonomian, Kemenkeu, Kemenperin, dan Kemendag.

Peningkatan nilai tambah pertambangan dari aspek pengusahaan terdiri dari 3 (tiga) komponen yang perlu menjadi perhatian, antara lain tenaga kerja, penyediaan barang dan jasa dan pengembangan masyarakat. Permasalahan dan tantangan dari komponen tenaga kerja pada saat ini yaitu: pertama, masih tingginya penyerapan tenaga kerja asing yang menempati posisi-posisi penting di perusahaan yang menghambat tenaga kerja lokal untuk meningkatkan perannya dalam perusahaan tambang; kedua, masih belum optimalnya usaha-usaha peningkatan kompetensi dan keahlian tenaga kerja lokal. Dari permasalahan dan tantangan tersebut maka perlu dilakukan upaya yang lebih serius untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas tenaga kerja lokal. Peningkatan kualitas atau kompetensi dapat dilakukan dengan melakukan berbagai pendidikan dan pelatihan baik melalui lembaga formal maupun informal.

(29)

Akuntabilitas Kinerja Penutup Lampiran

Laporan Kinerja (Lkj) DITJEN MINERBA 2014 15 produksi dalam negeri oleh perusahaan KK dan

perusahaan PKP2B. Penyebab masih belum optimumnya pemanfaatan barang dan jasa produksi dalam negeri, antara lain karena: produksi barang modal dalam negeri tidak banyak tersedia; harga lebih tinggi karena dikenakan PPN; kualitas barang modal tidak memenuhi standar mutu barang yang dibutuhkan; waktu penyerahan tidak sesuai dengan kontrak; dan belum konsistennya jaminan kontinuitas pengadaan barang.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka sebaiknya dilakukan langkah-langkah seperti meningkatkan local content dan mengalihkan local content menjadi local expenditure, mengurangi impor barang modal perusahaan KK & PKP2B dengan pembelian barang modal yang tersedia dalam negeri, dan promosi produsen barang dalam negeri yang telah memperoleh sertifikasi Internasional.

Hal-hal terkait dengan komponen pengembangan masyarakat permasalahannya yaitu pembangunan yang belum merata di setiap wilayah, dan pengelolaan program peningkatan kesejahteraan rakyat belum berjalan optimal. Langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengatasi permasalahan

tersebut yaitu melalui sosialisasi dan pembinaan terhadap mayarakat tambang, melalui program pemberdayaan masyarakat, dan menyusun pedoman pelaksanaan program pengembangan masyarakat untuk perusahaan tambang.

1.2.4 Belum Terselesaikannya Renegosiasi Kontrak Perusahaan KK dan PKP2B

(30)

Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja

Laporan Kinerja (Lkj) DITJEN MINERBA 2014 16

hukum UU No 11/1967. Berdasarkan UU No.11/1967, pengusahaan pertambangan mineral dan batubara dilakukan melalui :

1. Kuasa Pertambangan, disesuaikan menjadi Izin Usaha Pertambangan berdasarkan UU No 4 Tahun 2009.

2. Kontrak, yang terbagi menjadi:

a). Kontrak Karya: untuk mengusahakan mineral logam, mineral non logam dan batuan.

b). Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara: untuk mengusahakan batubara.

Sebelum terbitnya UU No 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, pengelolan KK/PKP2B didasarkan pada UU No 11/1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan dimana posisi Pemerintah dengan perusahaan sejajar, sehingga setiap perubahan dalam kontrak harus disepakati oleh para pihak. KK dan PKP2B yang telah ditandatangani oleh Pemerintah sebelum terbitnya UU No 4/2009, harus disesuaikan dengan UU No 4/2009. Setelah UU No 4/2009, bentuk kontrak sudah tidak ada diganti dengan sistem izin (posisi pemerintah tidak lagi sejajar karena sebagai quasi publik). Ketentuan dalam UU No 4/2009 menjadi dasar hukum yang kuat bagi Pemerintah untuk mendorong perusahaan mencapai hasil renegosiasi KK dan PKP2B yang memberikan nilai tambah bagi perekonomian nasional untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.

Penyesuaian kontrak perusahaan Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) merupakan amanat dari UU No. 4 Tahun 2009 terutama dalam pasal 169, 170 dan 171. Pasal 169 UU No. 4/2009 mempunyai pengertian bahwa KK dan PKP2B yang telah ada sebelum berlakunya Undang-Undang ini tetap diberlakukan sampai jangka waktu berakhirnya kontrak/perjanjian.

Sejak tahun 1967 sampai dengan tahun 2008 Pemerintah telah menandatangani 236 KK, dan sejak tahun 1981 sampai dengan tahun 2000 Pemerintah telah menandatangani 141 PKP2B

yang secara historis keberadaan Badan Usaha (investor asing maupun swasta dalam negeri) dalam mengusahakan mineral dan batubara dikategorikan menurut periode penggolongan kontrak (KK: Generasi I s.d Generasi VII+; PKP2B: Generasi I s.d Generasi III), yang secara substansi memiliki perbedaan dalam pokok-pokok term and condition.

Pemerintah berkepentingan dan berupaya keras agar seluruh substansi kontrak KK dan PKP2B yang harus disesuaikan dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dipatuhi oleh seluruh Badan Usaha (kontraktor). Tim Pemerintah masih berupaya secara terus menerus membangun pengertian agar Badan Usaha memiliki pandangan yang sama terhadap kepentingan Pemerintah, sehingga renegosiasi kontrak dapat dilaksanakan dengan lancar.

Berdasarkan renegosiasi yang dilakukan oleh Pemerintah dihasilkan 6 isu strategis renegosiasi dan menjadi poin utama dalam renegosiasi KK dan PKP2B. Hal ini disebabkan karena isu strategis ini terkait dengan manfaat ekonomi yang diperoleh Pemerintah serta KK dan PKP2B. Terdapat 6 (enam) isu strategis yang menjadi fokus pelaksanaan renegosiasi KK dan PKP2B yaitu:

1. Luas Wilayah Kerja;

2. Perpanjangan Kontrak;

3. Penerimaan Negara/Royalti;

4. Kewajiban Pengolahan dan Pemurnian;

5. Kewajiban Divestasi;

6. Kewajiban Penggunaan Barang dan Jasa Pertambangan Dalam Negeri

Adapun posisi posisi Pemerintah dalam isu strategis renegosiasi KK dan PKP2B adalah:

1. Luas Wilayah Kerja

(31)

Akuntabilitas Kinerja Penutup Lampiran

Laporan Kinerja (Lkj) DITJEN MINERBA 2014 17 lebih dari yang ditetapkan setelah berdasarkan

hasil kajian rencana kerja jangka panjang Badan Usaha dari aspek teknis, ekonomi, lingkungan, dan hukum. Misalnya untuk luas wilayah Freeport yang saat ini 212.950 Ha. Luas wilayah ketentuan UU Minerba untuk Freeport maksimal 25.000 Ha. Dengan kapasitas produksi sesuai studi kelayakan dan AMDAL adalah 250.00 ton bijih/hari atau sebesar 87 juta ton bijih/tahun. Jangka waktu kontrak Freeport adalah sampai tahun 2021 sehingga tersisa 10 tahun. Dengan cadangan sebesar 2,66 miliar ton bijih dan kapasitas produksi Freeport sampai akhir kontrak adalah 867 juta ton bijih atau hanya 33% dari total cadangan. Sehingga Freeport hanya diberikan luas wilayah yang mengandung cadangan sebesar 867 juta ton ditambahkan dengan luas wilayah yang dibutuhkan untuk infrastruktur pendukung sedangkan sisa luas wilayah dikembalikan kepada Negara.

2. Perpanjangan Kontrak

Dalam PP 23/2010 belum diatur tentang siapa yang berwenang untuk perpanjangan kontrak KK dan PKP2B yang jangka waktunya berakhir. Pemegang KK dan PKP2B berkeinginan agar perpanjangan KK dan PKP2B yang berakhir jangka waktu berakhirnya merupakan kewenangan Pemerintah Pusat. Keinginan KK dan PKP2B sudah diakomodasi dan sudah diatur dalam PP 24/2012 yang merupakan perubahan PP 23/2010 yang menyatakan bahwa perpanjangan kontrak KK dan PKP2B menjadi dalam bentuk IUP merupakan kewenangan Pemerintah Pusat. Dalam perkembangannya posisi Pemerintah untuk perpanjangan kontrak dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan perpanjangan kontrak KK dan PKP2B menjadi dalam bentuk IUP Khusus. Posisi Pemerintah ini telah dimasukkan dalam Rancangan Perubahan PP No 24/2012 yang berisikan bahwa perpanjangan kontrak KK dan PKP2B dalam bentuk IUP Khusus.

3. Penerimaan Pajak dan Bukan Pajak

Pemerintah bersikap bahwa untuk Penerimaan Negara Pajak dan Bukan Pajak diatur dengan

ketentuan: untuk Pajak Penghasilan Badan (PPh Badan) adalah sesuai dengan kontrak KK dan PKP2B (nail down) sedangkan untuk seluruh kewajiban pajak lainnya dan penerimaan negara bukan pajak yaitu royalti dan iuran tetap sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (prevailing law).

4. Kewajiban Pengolahan dan Pemurnian

Pemerintah bersikap konsisten sesuai Pasal 170 UU Minerba bahwa Kontrak Karya wajib melakukan pengolahan dan pemurnian selambatnya tahun 2014.

5. Kewajiban Divestasi

Pemerintah konsisten sesuai UU Minerba dan PP 24/2012 bahwa KK dan PKP2B yang Penanaman Modal Asing setelah 5 tahun berproduksi wajib melakukan divestasi saham secara bertahap paling sedikit 51% untuk memberikan manfaat lebih besar bagi kepentingan dalam negeri.

6. Kewajiban Pengutamaan Barang dan Jasa Pertambangan Dalam Negeri

Pemerintah konsisten menerapkan kewajiban pemanfaatan tenaga kerja, barang, dan jasa dalam negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan dengan tetap memperhatikan standar dan kualitas yang ditentukan oleh KK dan PKP2B.

Kemajuan renegosiasi KK dan PKP2B sampai akhir 2014 menghasilkan kesepakatan dengan kategori secara prinsip setuju seluruhnya, setuju sebagian dan belum setuju seluruhnya didasarkan pada kesepakatan terhadap isu-isu strategis yang merupakan substansi utama renegosiasi. Adapun progress renegosiasi KK/PKP2B seperti ditunjukkan pada Tabel 1.6.

Selama pelaksanaan renegosiasi kontrak KK dan PKP2B dapat diidentifikasi beberapa permasalahan diantaranya:

(32)

Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja

Laporan Kinerja (Lkj) DITJEN MINERBA 2014 18

setuju dengan rumusan pasal luas wilayah.

2. Perpajakan: Rumusan amandemen dari Kementerian Keuangan untuk Pajak Badan tetap sesuai KK/PKP2B (nailed down) dan pajak lainnya prevailing law.

1) Sebagian perusahaan meminta perpajakan tetap sesuai dengan kontrak atau semua rumusan perpajakan prevailing law;

2) Kementerian Keuangan belum menyampaikan rumusan perpajakan untuk PKP2B generasi I, I+ dan generasi III+ serta KK generasi II, III, V dan VII;

3) Perusahaan KK/PKP2B meminta masalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) diselesaikan sebelum amandemen dilaksanakan;

3. PNBP: Kementerian Keuangan belum menyampaikan rumusan PNBP (Iuran Tetap dan Royalti) Untuk PKP2B generasi I, I+ dan

generasi III+ serta KK generasi II, III, IV, V, VI dan VI;

4. Beberapa perusahaan KK masih keberatan dengan rumusan kewajiban pengolahan/ pemurnian;

5. Keberatan dengan rumusan kewajiban divestasi saham;

6. Terdapat perusahaan yang tidak setuju dilakukan perubahan terhadap KK;

7. Keberatan dengan rumusan definisi afiliasi.

(33)

Akuntabilitas Kinerja Penutup Lampiran

Laporan Kinerja (Lkj) DITJEN MINERBA 2014 19 Arbitase Internasional dan atau menarik

investasinya dari Indonesia.

1.2.5 Pengutamaan Pemasokan Kebutuhan Mineral dan Batubara Untuk Kepentingan Dalam Negeri

Dalam menjamin kebutuhan penyediaan batubara sebagai sumber energi untuk listrik, Ditjen Minerba telah menetapkan kewajiban pengutamaan batubara untuk dalam negeri (Domestic Market Obligation/DMO). Penetapan kewajiban DMO atau yang disebut dengan kuota DMO ini adalah mewajibkan kepada perusahaan pertambangan batubara untuk terlebih dahulu menjual dan mengutamakan batubara kepada pengguna dalam negeri, baru kemudian dapat melakukan ekspor batubara. Penentuan besarnya kuota DMO batubara dilakukan setiap tahun berdasarkan jumlah kebutuhan batubara dan tingkat produksi batubara pada tahun yang bersangkutan. Kebijakan DMO ini sangat efektif menjamin tersedianya batubara untuk kebutuhan dalam negeri antara lain untuk kebutuhan pembangkit listrik PLN maupun pembangkit listrik non PLN, bahan bakar pabrik semen, pupuk, pulp serta untuk industri metalurgi dalam negeri.

Sejak tahun 2009 hingga Tahun 2014, telah ditetapkan peraturan-peraturan di bawah Undang-Undang yang mengamanatkan tentang pemenuhan kebutuhan dalam negeri seperti:

1. Peraturan Menteri ESDM No. 34 Tahun 2009 Tentang Pengutamaan Pemasokan Kebutuhan Mineral dan Batubara Untuk Kepentingan Dalam Negeri;

2. Keputusan Menteri ESDM No. 1604 K/30/ MEM/2010 Tentang Penetapan Kebutuhan dan Persentase Minimal Penjualan Batubara Untuk Kepentingan Dalam Negeri Tahun 2010;

3. Keputusan Menteri ESDM No. 2360 K/30/ MEM/2010 Tentang Penetapan Kebutuhan dan Persentase Minimal Penjualan Batubara Untuk Kepentingan Dalam Negeri Tahun 2011;

4. Surat Dirjen Minerba No. 5055/30/DJB/2010 Tentang Transfer Kuota;

5. Keputusan Menteri ESDM No. 1991 K/30/ MEM/2011 Tentang Penetapan Kebutuhan dan Persentase Minimal Penjualan Batubara Untuk Kepentingan Dalam Negeri Tahun 2012;

6. Keputusan Menteri ESDM No. 2934 K/30/ MEM/2012 tentang Penetapan Kebutuhan dan Persentase Minimal Penjualan untuk Kepentingan Dalam Negeri Tahun 2013.

7. Keputusan Menteri ESDM No.2901.K/30/ MEM/2013) tentang Penetapan Kebutuhan dan Persentase Minimal Penjualan untuk Kepentingan Dalam Negeri Tahun 2014.

Gambar

Gambar 1.14 Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Mineral Dan Batubara
Tabel 3.1 Pengukuran Kinerja DJMB Tahun 2014
Tabel 3.2  Pengukuran Kinerja Sasaran 1
Gambar 3.5 Jenis pelayanan di RPIIT Ditjen Minerba
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sama halnya dengan beberapa penelitian sebelumnya yang juga meneliti tentang reaksi pasar terhadap suatu informasi dengan mengamati dan meneliti abnormal return dan aktivitas

Salah satu cara yang cukup efektif adalah melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student Achievement Divisions (STAD). Oleh karena itu perlu diadakan

Puji syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan segala berkat dan rahmat-Nya, sehingga skripsi dengan judul Implementasi Kebijakan Program Kesejahteraan

Nisbah pembiayaan mudharabah (bagi hasil) an tara LPDB- KUMKM dengan LKBjLKBB Syariah danjatau KJKSjUJKS-Kop Sekunder danj atau KJKSjUJKS-Kop Primer (i) adalah sebesar maksimal

Dalam pengukuran variabel Keahlian audit hanya menggunakan indikator memiliki pengetahuan secara detail atas laporan keuangan, memiliki kemampuan kemampuan melalukan

Pada bagian Web Applications halaman ini berisi konfigurasi untuk membuat atau memperpanjang aplikasi web , menghapus situs web Microsoft Sharepoint 2010 dari situs web

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa fermentasi jali menggunakan inokulum bakteri selulolitik (A11), meningkatkan kadar protein tepung (2x) dan struktur

Artinya keterlibatan aparat pemerintah daerah dalam menyusun anggaran tersebut tidak akan mendorong para aparat untuk bertanggung jawab terhadap masing-masing tugas