• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upah perspektif Hizbut Tahrir.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Upah perspektif Hizbut Tahrir."

Copied!
317
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

ABSTRACT

Title :Hizbut Tahrir’sperspectiveofWage Author : Ahmad Syakur

Promotors : Prof. Dr. HM. Ridlwan Nasir, MA

Prof. Dr. H. Burhan Djamaluddin, MA.

Key Words : Hizbut Tahrir,wage,ijtihadmethod

Employee and wage problem was one of the central issues in contemporary industrial economy, where majority of population dependent on the wages earned. To compromise workers and employers interest, government released a policy of wage. Nevertheless, these policies were often controversy and they have not been satisfactory. Hizbut Tahrir is intensely concerned with study of Islamic economics, particularly the nation's economy. Hizbut Tahrir thinking about wages much discussed in the primary books and the information media of this group. In the form of action, Hizbut Tahrir Indonesia actively participate and provide feedback and criticism to government in matters of minimum wage determination.

The focus of this study is the Hizbut Tahrir thinking about wages, the method of ijtihad which underlie these thoughts, as well as the position of the Hizbut Tahrir thinking about wages in the study of contemporary Islamic economics. Ethnography approach is used to explore in greater depth the Hizbut Tahrir thinking about wages in the treasures of Islamic economics studies. This approach is also used to explore the construction of Islamic legal thought Hizbut Tahrir which became foundation of thought in the field of wages and wage policy.

(8)
(9)

ABSTRAK

Judul :Upah Perspektif Hizbut Tahrir

Peneliti : Ahmad Syakur

Promotor : Prof. Dr. H.M. Ridlwan Nasir, MA

Prof. Dr. H. Burhan Djamaluddin, MA.

Kata Kunci : Hizbut Tahrir, upah, metode ijtihad

Pekerja dan pengupahan merupakan salah satu isu sentral dan ekonomi industrial kontemporer, di mana mayoritas penduduk menggantungkan hidupnya dari upah yang diperoleh. Untuk mengkompromikan antara kepentingan pekerja dan pengusaha, pemerintah mengeluarkan kebijakan pengupahan. Namun seringkali kebijakan tersebut menuai kontroversi dan belum memuaskan dua belah pihak. Hizbut Tahrir sangat konsen dengan kajian ekonomi Islam, khususnya ekonomi negara. Konsep upah perspektif Hizbut Tahrir banyak dibahas dalam buku dan media gerakan ini. Dalam wujud aksi, Hizbut Tahrir Indonesia aktif memberi saran dan kritikan kepada pemerintah dalam penetapan upah.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka fokus penelitian ini adalah upah perspektif Hizbut Tahrir, metode ijtihad yang melatarbelakanginya, serta posisi upah Hizbut Tahrir dalam kajian politik ekonomi Islam kontemporer. Penelitian ini merupakan penelitian pustaka dengan paradigma kualitatif dan pendekatan etnografi. Pendekatan ini digunakan untuk menggali konsep Hizbut Tahrir tentang upah, mendalami kontruksi pemikiran hukum Islam Hizbut Tahrir yang menjadi landasan konsep upah serta untuk menganalisasi posisi pemikiran Hizbut Tahrir tentang upah dalam realitas ekonomi kontemporer.

(10)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ………. i

Halaman Pernyataan Keaslian ………. ii

Halaman Persetujuan Promotor ……… iii

Halaman Pengesahan Tim Penguji……….. iv

Transliterasi ………... v

Kata Pengantar ……….. vi

Halaman Abstrak ………... viii

Halaman daftar Isi ……… xi

Daftar Tabel dan Gambar ……….. xiv

BAB I : PENDAHULUAN……… 1

A. Latar Belakang ………... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 7

C. Rumusan Masalah ... 9

D. Tujuan Penelitian………... 9

E. Kegunaan Penelitian………... 9

F. Penelitian Terdahulu………. 10

G. Pendekatan dan Metode Penelitian……….. 24

H. Sistematika Pembahasan ………... 30

BAB II : UPAH DAN KEBIJAKAN PENGUPAHAN ... 33

A. B.

Konsep dan Teori Upah ………. Kebijakan Pemerintah dalam Masalah Upah ……….

(11)

C. D.

Konsep Pengupahan dalam Hukum Bisnis Islam ………..

Metode Ijtihad Sebagai Landasan Pemikiran Pengupahan ….

78 81

BAB III : SELAYANG PANDANG HIZBUT TAHRIR ... 90

A. Sejarah, Latar belakang dan Tujuan Kelahiran Hizbut Tahrir ... 90 B. Metode Dakwah, Keanggotaan dan Struktur Organisasi Hizbut

Tahrir ... 101 C.

D.

Perkembangan Dakwah Hizbut Tahrir ………....

Pokok-Pokok Pemikiran Hizbut Tahrir ………

113 125

BAB IV : PEMIKIRAN UPAH HIZBUT TAHRIR ………... 133

BAB V A. B. C. D. E. : A. B.

Hizbut Tahrir dan Problematika Buruh ... Konsep Fiqh Pengupahan Menurut Hizbut Tahrir ... Standar Penentuan Upah Dalam Pandangan Hizbut Tahrir ... Upah Sepadan dalam Pandangan Hizbut Tahrir ... Intervensi Pemerintah dalam Penetapan Tingkat Upah Menurut Hizbut Tahrir ...

METODE IJTIHAD HIZBUT TAHRIR DAN POSISINYA

DALAM KHAZANAH HUKUM EKONOMI SYARIAH ...

Metode Ijtihad Hizbut Tahrir ... Posisi Metode Ijtihad Hizbut Tahrir dalam Kajian Hukum Islam.

(12)

BAB VI : UPAH PERSPEKTIF HIZBUT TAHRIR DALAM KAJIAN

EKONOMI ISLAM ……… 214

A. Standar Penetapan Upah Dalam Khazanah Pemikiran Ekonomi Islam………..214

B. Upah Sepadan : Instrumen Penting Dalam Kebijakan Pengupahan …. ………...235

C. Menimbang Intervensi Pemerintah dalam Penetapan Tingkat Upah………...244

D.. Implikasi dan relevansi Konsep Upah Perspektif Hizbut Tahrir Dalam Kajian Ekonomi Islam Kontemporer…………...266

BABVII : PENUTUP………284

A. Kesimpulan ………..284

B. Implikasi teoritik………..288

C. Keterbatasan Studi dan Rekomendasi Penelitian ……… 290

D. Penutup ……… 291

(13)

DAFTAR GAMBAR DAN TABEL

1. Gambar 2.1. Penentuan upah di pasar tenaga kerja ... 43

2. Gambar 2.2. Memaksimumkan Output ... 57

3. Gambar 2.3. Pengaruh Perubahan Upah Terhadap Garis Anggaran... 58

4. Gambar 3.1. Tujuan dan arah dakwah Hizbut Tahrir ... 100

5. Gambar 3.2. Struktur organisasi Hizbut Tahrir ... 112

6. Gambar 5.1. Sumber hukum Islam versi Hizbut Tahrir ... 174

7. Gambar 6.1. Penentuan upah secara umum dalam ekonomi Islam ... 224

8. Gambar 6.2. Sistem pengupahan dalam Islam ... 226

9. Gambar 6.3. Kebijakan upah minimum dalam perekonomian Islam ... 260

10. Tabel 1.1. Peta kajian Tentang Hizbut Tahrir... 19

11. Tabel 2.1. Pemetaan Teori Pengupahan ... 54

12. Tabel 2.2. Metode Ijtihad Ulama’ Madhhab ... 85

13. Tabel 3.1. Tabel tiga tahapan perjuangan Hizbut Tahrir ... 106

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ekonomi adalah salah satu masalah utama dan pokok kehidupan sejak pertama kali Nabi Adam ’alayh al-salām menginjakkan kaki di bumi. Tanpa ekonomi, kehidupan manusia tidak akan berlangsung sampai saat ini. Karena itulah syareat para nabi tidak pernah meninggalkan masalah ekonomi.1 Dalam Islam, hubungan agama dan ekonomi diyakini sudah ada sejak awal, bahkan menjadi salah satu pendorong kehadirannya.

Kelahiran Islam merefleksikan sebuah reformasi terhadap keangkuhan sistem peradaban masyarakat jahiliyah kala itu. Keangkuhan ini dapat dilihat dari perlakuan yang tidak fair terhadap perempuan, peminggiran kaum miskin, pemusatan kekuasaan pada kaum aristokrat, ketimpangan ekonomi, dan lain-lain.2 Karena itulah salah satu tugas utama pemerintah dalam sistem politik Islam adalah mengatur dan mengawasi perekonomian, sehingga diharapkan ekonomi negara bisa berjalan dengan baik dan tercipta suatu keadilan dan kesejahteraan.

Permasalahan buruh dan upah merupakan salah satu isu sentral dalam ekonomi industrial saat ini. Mayoritas penduduk menggantungkan hidupnya dari upah yang diperoleh. Penentuan upah kerja termasuk salah satu permasalahan sosial yang paling penting, karena standar upah pekerja secara praktis menentukan standar hidup pekerja dan keluarganya. Jika penentuannya adil, upah akan

1Ahmad Syakur,Dasar-Dasar Ekonomi Islam(Kediri, STAIN Kediri Press, 2011), 11

2 Abdul Jalil, “Obyektifikasi Konsep Perburuhan Islam di Indonesia”, Islamica, vol. 1, No. 1

(15)

menjadi faktor utama kesejahteraan kaum pekerja. Sebaliknya jika upah ditetapkan dengan seenaknya akan berpengaruh negatif bagi kehidupan pekerja, relasi kerja antara pekerja dan pemilik usaha serta berpengaruh negatif pada iklim usaha secara makro.3

Tingkat upah yang diperoleh para pekerja mempengaruhi tingkat daya beli mereka. Tingkat daya beli ini tidak hanya berpengaruh pada taraf hidup pekerja dan keluarga mereka, namun juga mempengaruhi ekonomi negara. Jatuhnya daya beli dalam jangka panjang akibat upah yang rendah akan sangat merugikan industri yang menyediakan barang-barang konsumsi kaum pekerja. Berkurangnya produksi barang berakibat penurunan daya beli bukan hanya berakibat negatif pada industri itu sendiri, namun merambat pada industri lain, perdagangan dan lainnya, karena dalam dunia modern semua industri dan kegiatan ekonomi lainnya saling terkait.

Disamping itu, ketidakadilan terhadap golongan pekerja akan menyebabkan rasa tidak senang dan kekacauan di kalangan mereka yang bisa menimbulkan perselisihan dan aksi terhadap industri dalam bentuk demonstrasi dan aksi mogok kerja. Hal semacam ini menyebabkan kerugian uang dan waktu yang bisa jadi nilainya lebih besar bagi para pengusaha dibanding seandainya mereka memberikan upah yang adil kepada para pekerjanya.4

Dewasa ini, kebijakan upah minimum telah menjadi isu penting dalam masalah ketenagakerjaan, baik di negara-negara maju maupun negara sedang berkembang. Isu ini dirasa semakin penting seiring dengan berkembangnya 3Baqir Syarif al-Qarasyi,Keringat Buruh, Terj. Ali Yahya (Jakarta: al-Huda, 2007), 251

4 Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, Jilid. 2Terj. Nastangin dan Soeroyo (Yogyakarta:

(16)

industrialisasi di beberapa negara maju yang berdampak pada peningkatan taraf hidup segolongan masyarakat, khususnya masyarakat golongan ekonomi menengah ke atas. Di sisi lain ada pendapat yang menyatakan bahwa industrialisasi tidak memberikan dampak signifikan terhadap kehidupan kaum pekerja, padahal kaum pekerja inilah yang memberikan kontribusi paling besar terhadap perkembangan sebuah industri. Terkait hal ini para ekonom kontemporer pada umumnya memandang sudah selayaknya Pemerintah, pengusaha dan serikat pekerja duduk bersama dalam rangka merumuskan kebijakan upah yang berkeadilan sekaligus menjaga tingkat keuntungan perusahaan dalam jangka panjang.5

Sejak tahun 1969 pemerintah Indonesia telah menerapkan kebijakan upah minimum untuk mengatasi permasalahan upah dan perburuhan di Indonesia. Selama itu juga, pemerintah telah tiga kali mengganti standar hidup sebagai dasar penetapan upah minimum. Komponen kebutuhan hidup tersebut meliputi: Kebutuhan Fisik Minimum (KFM) yang berlaku tahun 1969-1995, Kebutuhan Hidup Minimum (KHM) yang berlaku tahun 1996-2005, dan terakhir Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang berlaku tahun 2006 hingga saat ini.6

Dalam penetapan upah minimum tersebut, sebenarnya pemerintah hanya berperan sebagai mediator antara pihak-pihak yang berkepentingan dalam masalah upah pekerja. Dalam menjalankan fungsi mediasi tersebut, pemerintah membentuk dewan pengupahan yang keanggotannya terdiri dari perwakilan

5 Sahat AF Silalahi, “Pengupahan di Indonesia: Sejarah dan perbaikan Kebijakan” dalam

http://berkas.dpr.go.id/pengkajian/files/buku_lintas_tim/buku-lintas-tim-10.pdf , 3. diakses pada 24 Juli 2015

(17)

pakar, asosiasi pengusaha, serikat pekerja dan pemerintah. Dewan pengupahan itulah yang melakukan kajian dan perundingan tentang tingkat upah yang adil yang kemudian direkomendasikan kepada pemerintah

Berdasarkan hal di atas, sangat penting untuk memberikan perhatian yang besar bagi penentuan tingkat upah pekerja. Banyak teori yang telah diberikan oleh para ahli ekonomi tentang bagaimana penetapan upah. Karl Mark mengemukakan teori upah menurut nilai dan pertentangan kelas, Adam Smith mengatakan bahwa penetapan upah berdasar kebutuhan hidup dasar pekerja, sementara teori neo klasik mengemukakan penetapan upah berdasar produktifitas marginal. Disamping itu masih ada teori penetapan upah berdasar daya beli, penawaran dan permintaan di pasar tenaga kerja, serta penetapan upah berdasar keuangan perusahaan.

Semua teori itu dalam rangka mencari standar penetapan upah yang adil menurut versi masing-masing. Pertanyaannya, apakah teori-teori penentuan upah di atas sudah sesuai dengan Islam? Atau, diantara teori-teori tersebut manakah yang paling dekat dengan Islam? Jika tidak ada yang yang sesuai dengan ekonomi Islam, bagaimanakah penentuan upah dalam Islam?.

(18)

kontroversi. Pemikiran-pemikiran ekonomi yang mereka sebut sebagai solusi alternatif dari sistem ekonomi konvensional-Barat (kapitalis) ternyata banyak berbeda dengan pemikiran para ekonom muslim baik klasik maupun kontemporer. Hizbut Tahrir dalam hal ini juga mengkritisi sistem perburuhan dan pengupahan yang ada dalam ekonomi kapitalis serta menawarkan konsep pengupahan yang berbeda. Hizbut Tahrir menegaskan bahwa penerapan sistem ekonomi kapitalis bertentangan dengan Islam dan akibatnya hanya membawa keterpurukan umat.7

Dalam konteks Indonesia, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) selalu mengumandangkan agar tingkat upah menjadi domain pengusaha dan pekerja, pemerintah tidak usah ikut campur, kecuali pada saat terjadi sengketa atau kedzaliman salaha satu pihak. Setiap menjelang pembahasan tentang upah minimum regional, baik tingkat propinsi maupun kabupaten/kota, HTI ikut angkat bicara untuk menyuarakan pendapat kelompok tersebut yang menolak penetapan UMK. Misalnya Sekretaris Umum DPD HTI Jawa Barat, Luthfi Afandi meminta pemerintah tidak ikut campur tangan terhadap permasalahan penetapan Upah Minimum Kabupaten dan Kota. Menurutnya soal pengaturan upah dalam Islam adalah urusan kesepakatan antara majikan dengan pegawai, sedangkan urusan kesejahteraan adalah tanggung jawab pemerintah.8

7Taqiyuddin Al-Nabhani,Al-Nizām al-Iqtiṣ ādy fī al-Islā.(Beirut:Dār al-Ummah li al-Tibā’ah wa al-Nasr wa al-Tawzī’, 2004), 90-92; http://hizbut-tahrir.or.id/2012/05/03/cara-islam-mengatasi-masalah-perburuhan/ diakses pada 02 September 2012

8

(19)

Hizbut Tahrir selalu mengklaim bahwa pemikiran yang disuarakan adalah pemikiran Islam murni, dan aktivitas yang dilakukan merupakan representasi dari umat Islam.9 Klaim ini menggiring opini masyarakat bahwa hanya pemikiran

Hizbut Tahrir yang merupakan representasi pemikiran Islam, serta menyalahkan pemikiran kelompok lain. Padahal dalam khazanah keilmuan Islam banyak ditemukan perbedaan pendapat yang masing-masing memiliki landasan, baik berupa nash maupun ijtihad.

Sikap dan pandangan Hizbut Tahrir ini dilandasi oleh metode ijtihad yang diadopsi kelompok ini dalam menyikapi masalah politik dan ekonomi. Sebagaimana ia dipengaruhi oleh situasi sosial ekonomi politik dunia Islam, khususnya Timur tengah, berhadapan dengan ekonomi Barat.

Pandangan Hizbut Tahrir ini tidak hanya berseberangan dengan kebijakan pemerintah, namun juga bertabrakan dengan kepentingan kaum buruh yang menyuarakan tuntutan kenaikan upah sesuai dengan kebutuhan hidup mereka. Bila suara Hizbut Tahrir ini semakin lantang dalam situasi ekonomi yang masih berkembang seperti saat ini, tentu akan muncul kesalahpahaman bahwa Islam lebih memihak kaum kapitalis daripada kaum buruh.

Dari sini muncul pertanyaan menggelitik, bagaimana sebenarnya pemikiran Hizbut Tahrir tentang upah?. Bagaimana metode ijtihad yang melahirkan pemikiran pengupahan Hizbut Tahrir? Apakah pemikiran pengupahan Hizbut Tahrir bisa mewakili konsep pengupahan dalam Islam? Bagaimana posisi

9 Dalam kitab al-Takattul al- izbi, al-Nabhani menjelaskan bahwa semua kelompok, jamaah,

(20)

pandangan Hizbut Tahrir tentang upah dalam khazanah keilmuan Islam, baik klasik maupun kontemporer? Lalu bagaimana seharusnya sikap pemerintah Islam dalam menghadapi problem pengupahan?. Pertanyaan-pertanyaan inilah yang mendorong peneliti melakukan penelitian ini. Berdasar fenomena di atas, penelitian ini berupaya mengidentifikasi, mendeskripsi dan menganalisa secara mendalam konsep pengupahan Hizbut Tahrir. Penelitian ini mengambil judul

“Upah Perspektif Hizbut Tahrir”.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Kajian ini focus pada pemikiran Hizbut Tahrir tentang upah. Untuk memberikan pembatasan masalah yang akurat, maka perlu adanya identifikasi masalah untuk memberikan kemungkinan perluasan masalah. Sejumlah masalah yang dapat diidentifikasi dari latar belakang di atas antara lain adalah:

1. Hizbut Tahrir mempunyai karakteristik pemikiran ekonomi tersendiri sejalan dengan karakter pemikirannya yang cenderung tekstual.

2. Konsep upah Hizbut Tahrir berbeda dengan gerakan Islam (ḥarakah

Islāmiyah)yang lain, ulama’ klasik dan ahli ekonomi Islam kontemporer. 3. Terdapat perbedaan yang signifikan antara pemikiran upah perspektif Hizbut

Tahrir dengan pemikiran ekonomi konvensional.

(21)

5. Terdapat aksi aktivis Hizbut Tahrir menentang kebijakan upah minimum kabupaten atau kota yang ditetapkan oleh pemerintah.

6. Hizbut Tahrir mempunyai metode ijtihād tersendiri dalam ekonomi yang berbeda dengan paraulama’ terdahulu dan ahli ekonomi Islam kontemporer.

7. Terdapat pengaruh pemikiran ulama’ terdahulu terhadap metode ijtihad dan pemikiran Hizbut Tahrir.

8. Terdapat pengaruh pemikiran ekonomi Hizbut Tahrir terhadap pemikiran ekonom muslim kontemporer.

9. Terdapat kondisi sosial, politik, ekonomi dan psikologis yang mendukung atau mempengaruhi konsep upah Hizbut Tahrir.

Melihat luasnya masalah yang tercakup dalam judul, maka penelitian ini hanya terbatas pada kajian aspek deskriptif dan perbandingan seputar pemikiran ekonomi Hizbut Tahrir dalam bidang upah, yang dapat dirinci sebagai berikut:

1. Pemikiran upah perspektif Hizbut Tahrir, yang meliputi standar pengupahan, upah sepadan dan kebijakan pemerintah dalam penetapan tingkat upah.

2. Landasan pemikiran atau metode ijtihad yang mempengaruhi pandangan Hizbut Tahrir tentang upah.

(22)

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka dapat diajukan beberapa rumusan masalah sebagai berikut;

1. Bagaimana pemikiran Hizbut Tahrir tentang upah?

2. Bagaimana metode ijtihad hukum Hizbut Tahrir di bidang upah?

3. Bagaimana posisi upah perspektif Hizbut Tahrir dalam kajian ekonomi Islam?

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam rangka mencapai beberapa tujuan sebagai berikut:

1. Untuk mendapat gambaran tentang upah perspektif Hizbut Tahrir.

2. Untuk mengungkap landasan hukum dan metode ijtihad Hizbut Tahrir dalam masalah upah.

3. Untuk menemukan posisi dan relevansi upah perspektif Hizbut Tahrir dalam kajian ekonomi Islam kontemporer.

E. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberi manfaat baik secara teoritis maupun praktis.

1. Secara teoritis

(23)

b. Memberikan informasi-informasi penting tentang karakteristik pemikiran ekonomi Hizbut Tahrir, khususnya dalam masalah upah. 2. Secara praktis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada para pimpinan, serta kader dan anggota ḥ arakah islāmiyah, khususnya Hizbut Tahrir, sebagai sarana pemahaman dan evaluasi diri secara lebih mendalam.

b. Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi para pemerhati gerakan Islam dan umat Islam secara umum, sebagai bahan untuk dialog antar elemen umat Islam dan saling memahami satu dengan lainnya walaupun berbeda pendapat.

F. Penelitian Terdahulu

Kajian tentang Hizbut Tahrir telah banyak dilakukan. Hal ini menunjukkan bahwa kajian tentang Hizbut Tahrir sangat menarik untuk diteliti. Namun sepengetahuan penulis, dari kajian-kajian tersebut belum ada yang memfokuskan diri dalam kajian pemikiran Hizbut Tahrir tentang upah. Hal ini dapat ditelusuri dari penelitian-penelitian di bawah ini.

(24)

Indonesia di Kota Malang).10 Disertasi ini berusaha menggali ideologi dan pola

gerakan Hizbut Tahrir di Indonesia, khususnya kota Malang.11

Dalam disertasinya Syamsul Arifin menyimpulkan bahwa Hizbut Tahrir melihat Islam sebagai ideologi yang mempunyai fikrah (ide pemikiran) dan

ṭarīqah (sarana operasional), Islam merupakan agama politik dan spiritual sekaligus. Hizbut Tahrir menelusuri keluasan Islam melalui dua perspektif, perspektif normatif dan perspektif sejarah. Dalam perspektif normatif ajaran Islam mencakup semua bidang kehidupan, mencakup lahir dan batin serta mencakup pemikiran dan sarana. Sedang dalam perspektif sejarah bahwasanya Islam pernah mengalami masa kegemilangan berkat dijadikannya Islam sebagai ideologi, baik individu maupun negara. Kontruk ideologi ini dibangun dari ajaran agama dan juga pengaruh realitas sosial yang berkembang, yaitu kemunduran dunia Islam dengan titik kulminasinya keruntuhan khilafah dan imperialism Barat atas dunia Islam serta berdirinya negara Israel di Palestina.

Fenomena berikutnya yang dikaji oleh Syamsul Arifin adalah gerakan sosial Hizbut Tahrir, yaitu strategi dan aksi yang dilakukan oleh Hizbut Tahrir untuk merealisasikan cita-cita ideologisnya, penegakan khilafah dan mewujudkan kehidupan Islami. Metode yang dipakai untuk merealisasikan cita-cita ideologinya, Hizbut Tahrir mendirikan partai politik yang aktivitasnya: pertama,

10 Disertasi ini dipublikasikan dengan judul Ideologi dan Praksis Gerakan Sosial Kaum

Fundamentalis: Pengalaman Hizbut Tahrir Indonesia. Lihat: Syamsul Arifin,Ideologi dan Praksis Gerakan Sosial Kaum Fundamentalis: Pengalaman Hizbut Tahrir Indonesia (Malang: UMM, 2005)

11 Rumusan masalah disertasi ini adalah: 1). bagaimana kontruksi ideologi dalam pandangan

(25)

al-tathqīf, yaitu proses pembekalan ilmu dan wawasan keislaman, baik bersifat individu maupun bersifat umum dengan berbagai aktivitas, seperti ceramah, khutbah Jumat, penyebaran buletin dan majalah serta buku-buku yang menjelaskan pemikiran Hizbut Tahrir dalam berbagai masalah. Kedua, pergulatan pemikiran dengan berbagai aliran, sistem dan pemikiran yang tidak Islami; Ketiga, perjuangan politik, yang meliputi: 1). berjuang menentang penjajahan dengan berbagai bentuknya, baik penjajahan politik, pemikiran, ekonomi dan militer, menguak rencana-rencana busuk dan persekongkolan mereka dan agar umat terselamatkan daripadanya; 2). menjadi oposisi bagi pemerintah.

Hizbut Tahrir secara umum membuat tiga tahapan (marḥalah) dakwah atau perjuangan. Tiga tahapan tersebut adalah tahap pembinaan dan pengkaderan (marḥ alah tathqīf), tahapan interaksi dengan masyarakat (marḥ alah tafā’ul ma’a

al-ummah), dan tahapan ketiga adalah pengambilalihan kekuasaan (marḥalah

istilām al-ḥukm). Menurut Hizbut Tahrir tahapan ketiga ini sampai saat ini belum terealisasi karena tahapan pertama dan kedua adalah tahapan yang panjang.12

Masih dalam wilayah yang sama, Umi Sumbulah berusaha mengkaji pemahaman dua gerakan Islam, yaitu Hizbut Tahrir dan Majlis Mujahidin di Malang terkait isu pluralisme agama. Disertasi ini berjudul ”Islam Radikal” dan

Pluralisme Agama : Studi Kontruksi Sosial Aktivis Hizbut Tahrir dan Majelis Mujahidin di Malang Tentang Agama Kristen dan Yahudi.13 Umi Sumbulah berusaha mengkaji problem tersebut yang terformulasi dalam dua rumusan

12Ibid., 257-270

13Disertasi ini telah dipublikasikan oleh Badan Litbang Kementerian Agama tahun 2010 dengan

(26)

masalah terkait dengan kontruksi pemikiran serta modal pengetahuan dan pengalaman yang membangun kontruk pemikiran tersebut.14

Hasil dari kajian Umi Sumbulah ini ada dua. Pertama, kontruksi aktivis Hizbut Tahrir (HT) dan Majlis Mujahidin Indonesia (MMI) di Malang tentang agama Kristen dan Yahudi, juga sikap mereka terhadap isu-isu yang dianggap sebagai agenda dari dua agama tersebut, seperti pluralism agama, Islam liberal dan kekerasan agama dapat diklasifikasikan pada kategori teologis dan politis. Secara teologis mereka menganggap bahwa dua agama tersebut telah melakukan manipulasi teologis dan selalu mengobarkan permusuhan kepada Islam. Sedang tentang pluralisme agama, aktivis HT dan MMI menolak paham ini karena bertentangan dengan al-Qur’an. Kekerasan agama baik fisik maupun kultural simbolik di berbagai belahan dunia seperti di Palestina dan di Afghanistan menurut para aktivis mereka adalah wujud dari permusuhan terhadap Islam. Sedang secara politik, para aktivis Hizbut Tahrir dan Majelis Mujahidin berkeyakinan bahwa orang Yahudi dan Kristen, dalam hal ini direpresentasikan oleh Barat, berupaya menghancurkan Islam dengan berbagai cara, di antaranya dengan menyebarkan paham pluralisme dan liberalisasi agama. Aktivis Hizbut Tahrir dan Majelis Mujahidin juga memandang bahwa adanya kelompok Islam

14Umi Sumbulah menulis rumusan masalah sebagai berikut: Pertama, bagaimana kontruksi aktivis

(27)

Liberal merupakan salah satu bentuk keberhasilan dan kemenangan Barat dalam menghegemoni wacana atas dunia Islam.

Hasil penelitian Umi Sumbulah yang kedua adalah modal pengetahuan dan pengalaman aktivis Hizbut Tahrir dan Majelis Mujahidin turut membentuk kontruksi mereka terhadap agama Kristen dan Yahudi, serta sikap mereka terhadap isu pluralisme agama, Islam Liberal dan kekerasan agama, serta relasi mereka dengan non-muslim. Latarbelakang keagamaan dan ideologi organisasi mempengaruhi kontruks mereka dalam membangun argumen-argumen keagamaan dalam masalah ini. Begitu juga pengalaman konflik dengan non-muslim banyak mempengaruhi kontruks pemikiran tersebut.15

Penelitian berikutnya adalah tesis yang ditulis oleh Muhammad Muhsin Radhi Fakultas Uṣ ūl al-Dīn Prodi al-Fikr al-Islami Universitas Islam Baghdad tahun 2006 dengan judul izb Taḥrīr: Thaqāfatuh wa Manhajuh fī Iqāmat

Dawlah al-Khilāfah al-Islāmiyah. Tesis ini berbicara tentang pemikiran dan metode Hizbut Tahrir dalam upaya menegakkan khilāfah, pemikiran ekonomi hanya disinggung sekilas saja. Secara umum pembahasan tesis ini mirip dengan kajian Syamsul Arifin. Hanya saja wilayah kajian tesis ini lebih luas mencakup Hizbut Tahrir internasional, sedang kajian Syamsul Arifin fokus Hizbut Tahrir Indonesia.Local wisdom dalam penelitian ini juga nampak dengan kajian tentang Hizbut Tahrir di Irak dengan agak panjang lebar.16

Penelitian berikutnya adalah penelitian yang ditulis oleh Ainur Rofiq al-Amin dengan fokus kajian pada salah satu tema sentral Hizbut Tahrir, yaitu 15Ibid., 337-343

(28)

tentang khilafah. Ainur Rofiq, yang merupakan mantan aktivis HTI, membahas kajian ini dalam disertasi yang diberi judul Khilafah Perspektif Hizbut Tahrir.17 Dalam kajiannya, Ainur Rofiq mengajukan dua rumusan masalah terkait dengan landasan dan argumentasi serta implikasi dari perjuangan menegakkan khilafah ala Hizbut Tahrir.18

Penelitian Ainur Rafiq ini mendapatkan hasil sebagai berikut: pertama, bagi Hizbut Tahrir isu pokok dunia Islam saat ini adalah kembali menegakkan hukum Allah dengan cara mendirikan khilafah. Mendirikan khilafah merupakan kewajiban paling agung bagi umat Islam. Orang yang meremehkan kewajiban besar ini merupakan kemaksiatan besar yang akan disiksa oleh Allah dengan siksaan yang pedih. Kewajiban menegakkan khilafah dapat ditelusuri dari tiga unsur utama yang menjadi penopang keorganisasiannya, landasan filosofis, landasan normatif dan landasan historis; Kedua, khilafah bagi Hizbut Tahrir adalah sistem yang tidak tergantikan dan tidak boleh diubah, walaupun kenyataannya dalam karya-karya yang diterbitkan oleh gerakan ini masalah khilafah telah mengalami evolusi atau perubahan. Konsekuensi lain dari pemikiran Hizbut Tahrir tentang khilafah akan membuka peluang menjadi negara absolut dan pemerintahan otokrasi.19

17Disertasi ini telah dipublikasikan dengan judul bombastis: Membongkar Proyek Khilafah ala Hizbut Tahrir di Indonesiayang diterbitkan oleh LKIS Yogyakarta tahun 2012

18 Rumusan penelitian ini adalah sebagai berikut: pertama, mengapa Hizb al-Tahrir

memperjuangkan khilafah dan bagaimana argumentasinya dibangun; Kedua, bagaimana implikasi logis dan politis pemikiran khilafah yang dikontruksi oleh Hizb Tahrir. Lihat: Ainur Rofiq

al-Amin, ”Khilafah VersiḤ izbut Taḥrir” (Disertasi-- IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2011), 7

19 Ainur Rofiq al-Amin, Membongkar Proyek Khilafah ala Hizbut Tahrir di Indonesia

(29)

Kajian lain tentang Hizbut Tahrir adalah disertasi dengan judul Fikih Perempuan izb al-Taḥ rīr. Disertasi di IAIN Sunan Ampel Surabaya ini ditulis oleh Umi Chaedaroh, yang tidak mau ketinggalan dengan sang suami, Ainur Rofiq al-Amin, dalam membahas Hizbut Tahrir. Disertasi ini fokus pada kajian fiqh perempuan, dengan rumusan masalah sebagai berikut: Pertama, bagaimana kontruksi fikih perempuan Hizbut Tahrir; Kedua, bagaimana fleksibilitas dan rigiditas fikih perempuan Hizbut Tahrir.20

Hasil dari penelitian ini adalah: pertama kontruksi fikih perempuan Hizbut Tahrir dibangun atas pemahaman literal atas nash. Hal ini dibuktikan dengan dalil yang dijadikan sumber hukum oleh Hizbut Tahrir adalah empat, al-Qur’an, hadis,

Ijmā’sahabat danqiyāsdenganillat shar’iyyah, serta menolak semua dalil di luar itu. Akal tidak boleh bergerak mencari kemaslahatan dan menentukan hukum

syara’. Karena itu, penggunaan maqāṣid al-sharī’ah dalam istinbāṭ hukum dianggap sebagai suatu kesalahan. Kedua, fikih perempuan Hizbut Tahrir relatif lentur, bahkan, bisa dikatakan relatif liberal jika dibanding dengan wacana fikih perempuan dalam kitab-kitab karya ulama’ lain. Contohnya, kebolehan jabat tangan laki-perempuan dan tidak ada wali mujbir. Rigiditas fikih perempuan Hizbut Tahrir hanya terjadi pada ruang publik dan pemerintahan.21

Irham Zaki meneliti pemikiran Hizbut Tahrir yang berkaitan dengan ekonomi politik. Penelitian ini tertuang dalam tesis yang berjudul ”Ekonomi Politik Islam (Telaah atas Pemikiran Politik Ekonomi Gerakan izb al-Tahrīr

al-Islāmi)”. Tesis tersebut mengambil rumusan masalah sebagai berikut: Pertama, 20Umi Chaedaroh,”Fikih Perempuan Ḥ izb al-Taḥ rīr” (Disertasi-- IAIN Sunan Ampel Surabaya,

2011), 10

(30)

bagaimana pemikiran ekonomi politik Hizbut Tahrir; kedua, mengapa Hizbut Tahrir menekankan urgensitas ekonomi politik.22

Penelitian Irham Zaki ini menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: pertama, Hizbut Tahrir berpandangan bahwa Islam mempunyai bangunan ekonomi politik yang berbeda dengan sistem ekonomi Barat. Menurut Hizbut Tahrir, negara berkewajiban menjamin secara langsung kebutuhan primer penduduk yang berupa pangan, sandang, papan dan kesehatan. Hizbut Tahrir menekankan orisinalitas ekonomi Islam dengan mengkritik sistem sosialis dan kapitalis. Kritik Hizbut Tahrir terhadap sistem kapitalis di antaranya yang utama adalah masalah kebutuhan yang hanya fokus pada kebutuhan materi, padahal kebutuhan manusia tidak hanya berupa materi, tetapi juga termasuk mental spiritual. Sedang kritik Hizbut Tahrir terhadap sosialisme lebih pada penyamaan kebutuhan manusia yang secara fitrah berbeda satu dengan lainnya dan tidak mungkin disamakan.

Selain itu, yang menjadi sorotan utama pemikiran ekonomi politik Hizbut Tahrir adalah ide-ide yang terkait dengan ekonomi yang berasal dari Barat, seperti pemberian hutang, privatisasi, globalisasi dan pasar bebas. Semua ide Barat itu dianggap oleh Hizbut Tahrir sebagai tipu daya dan sarana untuk menundukkan ekonomi negara-negara Islam dalam bentuk neo-imperalisme dan ekspansi perusahaan-perusahaan mereka ke negara-negara Islam. Pemberian hutang Barat kepada negara-negara Islam dianggap sebagai upaya Barat untuk melakukan neo-imperalisme. Privatisasi dianggap sebagai jalan Barat untuk mengambil alih

22Irham Zaki, “Ekonomi Politik Islam (Telaah atas Pemikiran Ekonomi Politik Gerakan Ḥ izb

(31)

perusahaan-perusahaan milik negara Islam. Begitu juga globalisasi dianggap sebagai jalan memudahkan ekspansi ekonomi Barat dan pasar bebas merupakan sarana pemasaran bagi produk Barat kepada dunia Islam dengan menghilangkan bea masuk, pajak dan hambatan lainnya.23

Penelitian Irham Zaki di atas walaupun obyek kajiannya sama dengan kajian peneliti, namun terdapat perbedaan mendasar. Perbedaan tersebut terletak pada fokus kajian. Kajian Irham Zaki membahas secara umum politik ekonomi perspektif Hizbut Tahrir, sedang penelitian ini fokus mengkaji secara mendalam salah satu tema sentral ekonomi politik kontemporer yang belum disentuh oleh penelitian Irham Zaki, yaitu masalah upah dan kebijakan pengupahan perspektif Hizbut Tahrir.

Kajian tentang Hizbut Tahrir berikutnya adalah penelitian dengan judul Rekonstruksi Konsep Qiyas Hizbut Tahrir yang ditulis oleh Mohammad Hadi Sucipto, dosen UIN Sunan Ampel Surabaya. Penelitian ini fokus pada salah satu metode ijtihad Hizbut Tahrir, yaitu qiyās.24 Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa konsepqiyās Hizbut Tahrir mengadopsi pendapat Taqiyuddin al-Nabhani. Al-Nabhani membagi qiyas kepada qiyās shar’i dan qiyās ’aqli. Qiyās shar’i yang mendasarkan illat-nya pada nash al-Qur’an maupun hadis

diakui oleh Hizbut Tahrir. Sedang qiyās ’aqli yang illat-nya mendasarkan pada

23Ibid., 99

24 Penelitian ini mengambil rumusan masalah sebagai berikut: Pertama, bagaimana pandangan

(32)

akal tidak diakui oleh Hizbut Tahrir. Namun demikian, dalam aplikasinya terkadang Hizbut Tahrir tidak konsisten dengan konsepqiyāsyang diadopsi.25

[image:32.595.108.528.222.695.2]

Penelitian-penelitian di atas secara ringkas dapat ditelaah dalam tabel tentang peta kajian Hizbut Tahrir berikut:

Tabel. 1.1

Peta kajian tentang Hizbut Tahrir

N o

Penulis dan judul

Rumusan Masalah Hasil penelitian

1 Disertasi

Syamsul Arifin ”

Objektivikasi agama sebagai ideologi Gerakan Sosial Kelompok Fundamentalis Islam (Studi Kasus Hizbut Tahrir Indonesia di Kota Malang)

Pertama, bagaimana kontruksi ideologi dalam pandangan Hizbut Tahrir? Apakah ideologi yang dirumuskan merupakan dominasi doktrin agama ataukah juga dipengaruhi oleh realitas sosial yang berkembang di luar, atau keduanya, juga apakah ideologi tersebut mengalami modifikasi yang disesuaikan dengan perkembangan dimana wilayah Hizbut Tahrir berada?. Kedua bagaimana Hizbut Tahrir membentuk jaringan yang kuat antar anggotanya

Ketiga, bagaimana tahapan dan pola gerakan yang dipilih Hizbut Tahrir untuk merealisasikan

cita-Pertama, Hizbut Tahrir melihat Islam sebagai ideologi yang mempunyai fikrah (ide pemikiran) dan ṭarīqah (sarana operasional). Hizbut Tahrir menelusuri keluasan Islam melalui dua perspektif, perspektif normative dan perspektif sejarah. Dalam perspektif normative ajaran Islam mencakup semua bidang kehidupan dan mencakup lahir dan batin serta mencakup pemikiran dan sarana. Sedang dalam perspektif sejarah bahwasanya islam pernah mengalami masa kegemilangan berkat dijadikannya Islam sebagai ideologi, baik individu maupun Negara. Kontruk ideologi ini dibangun dari ajaran agama dan juga pengaruh realitas social yang berkembang, yaitu kemunduruan dunia islam dengan titik kulminasinya keruntuhan khilafah dan imperialism Barat atas dunia

25Sucipto mencontohkan ketidak konsitenan tersebut pada kasus konsep Hizbut Tahrir tentang

(33)

citanya Islam serta berdirinya negara Israel di palestina.

Kedua, Metode yang dipakai untuk merealisasikan cita-cita ideologinya, Hizbut Tahrir mendirikan partai politik yang aktivitasnya: 1). al-tathqīf, yaitu proses pembekalan ilmu dan wawasan keislaman; 2). pergulatan pemikiran dengan berbagai aliran, sistem dan pemikiran yang tidak Islami; 3). perjuangan politik.Hizbut Tahrir membuat tiga tahapan dakwah, yaitu: tahap pembinaan dan pengkaderan), tahap interaksi dengan masyarakat, dan tahap pengambilalihan kekuasaan.

2 Disertasi Umi Sumbulah Islam

”Radikal” dan

dan Pluralisme Agama; Studi Kontruksi Sosial Aktivis Hizbut

Tahrir dan

Majlis Mujahidin

di Malang

Tentang Agama Kristen dan Yahudi

Pertama: bagaimana kontruksi sosial Aktivis Hizbut Tahrir (HTI) dan Majlis Mujahidin Indonesia (MMI) di Malang Tentang Agama Kristen dan Yahudi serta sikap mereka terhadap isu-isu seperti pluralism agama, Islam Liberal dan kekerasan agama yang sering mereka anggap agenda kedua agama tersebut. Kedua modal pengetahuan dan pengalaman apa saja yang dijadikan para aktivis Hizbut Tahrir dan Majlis Mujahidin di Malang untuk mengkontruksi agama Kristen dan Yahudi, serta sikap mereka terhadap isu-isu seperti pluralism agama, Islam Liberal dan kekerasan agama.

Pertama: Secara teologis Aktivis HTI dan MMI menganggap bahwa dua agama tersebut telah melakukan manipulasi teologis dan selalu mengobarkan permusuhan kepada Islam. Sedang tentang pluralism agama mereka menolak paham ini karena bertentangan dengan

al-Qur’an. Adapun tentang

kekerasan agama baik fisik maupun cultural simbolik di berbagai belahan dunia seperti di Palestina dan di Afghanistan menurut para aktivis HT dan MMI adalah wujud dari permusuhan mereka terhadap Islam.

(34)

3 Muhammad

Muhsin Radhi ”

Hizbut Tahrir:

Thaqāfatuh wa

Manhajuh Iqāmat Dawlah

al-Khilāfah al

-Islāmiyah

Pertama, bagaimana thaqafah dan pemikiran Hizbut Tahrir; kedua, bagaimana manhaj Hizbut Tahrir dalam menegakkan negara khilafah

Pertama, pemikiran Hizbut Tahrir secara umum merupakan pemikiran Islam murni, yang dalam bidang fiqh dan ushul fiqh tidak keluar dari khazanah keilmuan Islam, dan dalam bidang politik dan sosial kemasyarakatan tidak tercampur dengan pemikiran Barat.

Kedua, manhaj Hizbut Tahrir dalam menegakkan khilafah adalah dengan mendirikan partai politik yang memperjuangkan dan mendakwahkannya kepada masyarakat.

4 Disertasi Ainur Rofiq al-Amin

”Khilafah

Perspektif Hizbut Tahrir

Mengapa Hizbut Tahrir memperjuangkan

khilafah dan bagaimana argumentasinya

dibangun

Kedua, Bagaimana implikasi logis dan politis pemikiran khilafah yang dikontruksi oleh Hizbut Tahrir

Pertama, bagi Hizbut Tahrir isu pokok dunia Islam saat ini adalah kembali menegakkan hukum Allah dengan cara mendirikan khilafah. Mendirikan khilafah merupakan kewajiban paling agung bagi umat Islam. Kewajiban menegakkan khilafah dapat ditelusuri dari tiga unsur utama yang menjadi penopang keorganisasiannya, landasan filosofis, landasan normatif dan landasan historis

Kedua, khilafah bagi Hizbut Tahrir adalah sistem yang tidak tergantikan dan tidak boleh diubah. Walaupun kenyataannya dalam karya-karya yang diterbitkan oleh gerakan ini masalah khilafah telah mengalami evolusi atau perubahan. Konsekuensi lain dari pemikiran Hizbut Tahrir tentang khilafah akan membuka peluang menjadi negara absolut dan pemerintahan otokrasi.

5 Disertasi Umi

Chaedaroh ”Fiqh

Perempuan Hizbut Tahrir

Pertama, Bagaimana kontruksi fikih perempuan Hizbut Tahrir?; Kedua,

(35)

bagaimana fleksibilitas dan rigiditas fikih perempuan Hizbut Tahrir?

dengan dalil yang dijadikan sumber hukum oleh Hizbut Tahrir adalah empat, al-Qur’an, hadis, Ijma’ sahabat dan qiyas

dengan illat shar’iyyah, serta

menolak semua dalil diluar itu. Akal tidak boleh bergerak mencari kemaslahatan dan

menentukan hukum syara’.

Karena itu penggunaan maqasid shariah dalam istinbat hukum dianggap sebagai suatu kesalahan. Kedua, fikih perempuan Hizbut Tahrir relatif lentur bahkan bisa dikatakan relatif liberal jika dibanding dengan wacana fikih perempuan dalam kitab-kitab karya ulama’

lain. Rigiditas fikih perempuan Hizbut Tahrir hanya terjadi pada ruang publik dan pemerintahan. 6 Tesis Irham

Zaki, Ekonomi Politik Islam (Telaah atas pemikiran politik ekonomi gerakan Hizbut Tahrir al-Islami)

Pertama, bagaimana pemikiran ekonomi politik Hizbut Tahrir; kedua, mengapa Hizbut Tahrir menekankan urgensitas ekonomi politik

(36)

politik karena negara, dalam hal ini adalah khilafah, merupakan hal asasi dalam Islam, dan peranannya sangat penting dalam ekonomi.

7 Mohammad

Hadi Sucipto ”

Rekontruksi Konsep Qiyas Hizbut Tahrir

Pertama, bagaimana pandangan Hizbut Tahrir tentang qiyas dalam menetapkan hukum Islam; kedua, bagaimana aplikasi dan implikasi konsep qiyas Hizbut Tahrir dalam menetapkan hukum Islam

Pertama, konsep qiyas Hizbut Tahrir mengadopsi pendapat Taqiyuddin al-Nabhani. Al-Nabhani membagi qiyas kepada

qiyas shar’i dan qiyas ’aqli. Qiyas shar’i adalah yang

mendasarkan illatnya pada nash al-qur’an maupun hadis, dan ini yang diakui oleh Hizbut Tahrir. Sedang qiyas aqli yang illatnya mendasarkan pada akal tidak diakui oleh Hizbut Tahrir.

Kedua, implikasi dari konsep qiyas Hizbut Tahrir hanya

menggunakan qiyas syar’i dan

hanya menggunakan illat yang mempunyai fungsi al-ba’ith ala

al-hukm, sebagaimana qiyas juga tidak digunakan dalam ranah ibadah. Pada tataran aplikasi masih ada beberapa kasus yang menunjukkan bahwa HT tidak konsisten.

Di samping kajian tentang Hizbut Tahrir di atas, penulis paparkan tulisan yang terkait dengan upah dalam ekonomi Islam. Di antara kajian tersebut yang dapat penulis bahas di sini adalah:

Ismail Ibrahim al-Badawi menulis buku dengan judul al-Ajr fi al-Iqtiṣ ād

(37)

dalam ekonomi Islam dengan ekonomi konvensional adalah dalam standar keadilan dan kecukupan. Dalam ekonomi Islam, upah pekerja bukan hanya memenuhi kebutuhan minimal, tetapi memenuhi kebutuhan hidup yang dimuliakan.26

Ana Annisa’atun menulis artikel dengan judul Ketentuan Upah Menurut UU Nomor 13 tahun 2003 Dalam Perspektif Hukum Islam. Dalam kajian ini

penulis membahas sedikit tentang pemikiran upah Hizbut Tahrir yang terwakili oleh pandangan tokohnya, al-Nabhani dan Ismail Yusanto.27

Dari paparan di atas penulis menyimpulkan bahwa semua kajian tentang Hizbut Tahrir dan upah dalam ekonomi Islam di atas berbeda dengan studi dalam penelitian ini, sebab semua kajian tersebut belum ada yang membahas dan fokus pada konsep upah perspektif Hizbut Tahrir. Dengan demikian studi ini masih layak untuk dikembangkan.

G. Metode Penelitian

1. Jenis penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan etnografi. Peneliti mengikuti pendapat Creswell (2009) dalam Ismail Nawawi, yang mengatakan bahwa penelitian kualitatif mempunyai lima pendekatan:

26 Ismail Ibrahim al-Badawi, al-Ajr fi al-Iqtiṣ ād al-Islāmiy wa al- Iqtiṣ ād al-Waḍ ’iy (Kuwait:

Kuwait University, 2003)

27 Ana Annisa’atun Ketentuan Upah Menurut UU Nomor 13 tahun 2003 Dalam Perspektif

(38)

phenomenology research, grounded theory research, ethnography research,

case study research, dannarrative research.28

Penelitian kualitatif menurut definisi yang diungkapkan oleh Bogdan dan Taylor adalah prosedur penelitian yang menghasilkan deskripsi berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.29 Dengan demikian metode kualitatif digunakan agar fokus penelitian

menitikberatkan pada kajian konseptual yang berupa butir-butir pemikiran Hizbut Tahrir tentang upah dan kebijakan pengupahan.

Penelitian etnografi adalah merupakan salah satu jenis penelitian kualitatif, dimana peneliti melakukan studi terhadap budaya kelompok dalam kondisi alamiah melalui observasi dan wawancara.30 Etnografi diartikan

sebagai studi atau penelitian yang difokuskan pada penjelasan deskriptif dan interpretasi terhadap budaya dan sistem sosial suatu kelompok atau suatu masyarakat tertentu melalui pengamatan dan penghayatan langsung terhadap kelompok atau masyarakat yang diteliti.31

Etnografi pada dasarnya adalah kegiatan peneliti untuk memahami cara orang-orang berinteraksi dan bekerjasama melalui fenomena teramati kehidupan sehari-hari. Etnografi bertujuan menguraikan suatu budaya secara menyeluruh, yakni semua aspek budaya, baik berupa material maupun yang bersifat abstrak seperti kepercayaan, pengalaman, norma dan sistem nilai

28Ismail Nawawi,Metode Penelitian Kualitatif(Jakarta: Dwiputra Pustaka Jaya, 2012), 50 29 Lexy J Moleong,Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004), 3. 30Ismail Nawawi,Metode Penelitian Kualitatif,50

31Haris Herdiansyah,Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial(Jakarta: Salemba

(39)

kelompok yang diteliti.32 Pendekatan etnografi ini digunakan untuk meneliti

pemikiran Hizbut Tahrir di bidang upah secara mendalam dan latar, baik kondisi politik ekonomi, pengalaman maupun pemikiran yang melandasinya. Pemikiran merupakan salah satu budaya terpenting pada seseorang atau kelompok masyarakat.

Penelitian ini merupakan riset yang masuk dalam ranah studi teks, sehingga peneliti membatasi ruang lingkup riset ini pada teks tulis atau narasi. Oleh karena itu riset ini termasuk ke dalam kategori penelitian pustaka (library research). Peneliti menjadikan bahan pustaka sebagai sumber data utama yang berkaitan dengan pemikiran Hizbut Tahrir di bidang upah dan kebijakan pengupahan. Penelitian kepustakaan diharapkan dapat memberikan jawaban terhadap masalah yang ada sehingga nantinya dapat diambil benang merah dari masalah tersebut.

2. Data dan Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini ada yang bersifat primer dan ada yang bersifat sekunder. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah semua buku dan artikel yang ditulis oleh Hizbut Tahrir dan para tokohnya yang menjadi buku induk bagi organisasi, khususnya yang berbicara tentang upah. Buku-buku tersebut adalah Mafāhīm Ḥ izb al-Taḥrīr, Shakhsiyah

al-Islāmiyah jilid 1-3 karya Taqyudin al-Nabhani, al-Niẓ ām al-Iqtisādy fy

al-IslāmKarya Taqyudin al-Nabhani,Muqaddimat al-Dustūr karya Taqyudin al-Nabhani, al-Māl fī Dawlat al-Khilāfah karya Abd Qadīm Zallūm dan lain

(40)

sebagainya. Sedang artikel yang menjadi sumber data primer adalah artikel-artikel yang termuat dalam media resmi Hizbut Tahrir, seperti al-Wa’ie dan website resmiHizbut Tahrir,http://hizbut-tahrir.or.id.

Sedang sumber data sekunder adalah semua buku dan artikel yang membahas topik yang berkaitan dengan Konsep upah perspektif Hizbut Tahrir yang ditulis oleh pihak luar, selain Hizbut Tahrir, yang sekiranya dapat digunakan untuk mengeksplorasi pemikiran dan sebagai bahan analisis pada rumusan masalah penelitian ini.

3. Situasi sosial dan Sampel

Dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi, tetapi Peneliti mengikuti pendapat Spradley yang menamakan situasi sosial. Situasi sosial terdiri atas tiga elemen, yaitu tempat (place), pelaku (actor) dan aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis.33 Situasi sosial tersebut,

dapat dinyatakan dengan obyek penelitian yang ingin diketahui apa yang terjadi di dalamnya.34 Pada situasi sosial atau objek penelitian ini peneliti dapat mengamati secara mendalam aktivitas, termasuk pemikiran, orang-orang yang ada pada tempat tertentu.

Dalam penelitian ini, situasi sosial yang berupa aktor adalah Hizbut Tahrir sebagai kelompok masyarakat yang teroganisir, dan situasi sosial yang berupa aktivitas berupa pemikiran Hizbut Tahrir di bidang pengupahan. Sedang elemen ketiga dari situasi sosial, yaitu tempat, tidak dipakai dalam

33Ismail Nawawi,Penulisan Karya Tulis Ilmiah(Jakarta: Az-Zahra Press, 2015), 17 34Andi Prastowo,Metode Penelitian Kualitatif dalam Perspektif Rancangan Penelitian

(41)

penelitian ini. Hal ini karena penelitian pemikiran Hizbut Tahrir ini bersifat global, yang mencakup semua area gerakan Hizbut Tahrir di seluruh dunia.

Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini, misalnya orang tersebut yang dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan, atau mungkin dia sebagai penguasa sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi objek/situasi sosial yang diteliti. Sampel dalam penelitian ini dipilih dari pemimpin tertinggi Hizbut Tahrir. Kepemimpinan tersebut terbagi dua, pemimpin pusat Hizbut Tahrir tingkat dunia, dan pemimpin Hizbut Tahrir Indonesia.

Di tingkat dunia, Sampai saat ini, ditubuh Hizbut Tahrir telah mengalami tiga kali pergantian kepemimpinan. Dimulai dari kepemimpinan Taqyudin al-Nabhani, berpindah ke tangan Abdul Qadim Zallum dan kemudian pindah ke tangan Abu Rasytah sampai saat ini. dari ketiga pemimpin tersebut al-Nabhani-lah yang paling dominan dalam membangun pemikiran Hizbut Tahrir di ekonomi, kemudian di susul oleh Zallum. Sedang Abu Rasytah tidak banyak menulis tentang ekonomi, dan setelah peneliti cari, tidak ada satupun tulisannya yang membahas masalah pengupahan. Oleh karena itu sampel yang mewakili pemimpin Tertinggi dunia ini penulis ambil dua orang, yaitu Taqyudin al-Nabhani dan Abdul Qadim Zallum.

(42)

sosok Hafidz Abdurrahman berdasar fakta bahwa ia merupakan salah satu idiolog terkemuka Hizbut Tahrir di Indonesia yang banyak menulis artikel tentang pengupahan.

4. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara dokumentasi (documentary study), yaitu sebuah teknik pengumpulan data yang dihasilkan dari dokumen-dokumen dan karya monumental yang menjadi bahan kajian. Dalam hal ini, peneliti diharuskan kritis terhadap materi dan data-data yang terdapat dalam karya tersebut, sehingga diharapkan dapat ditemukan hubungan yang kuat terhadap persoalan yang diteliti.35 Dalam hal ini, peneliti berusaha mendapatkan karya-karya pimpinan, intelektual dan tokoh Hizbut Tahrir yang berkaitan dengan masalah upah dan kebijakan pengupahan.

Data-data yang berkaitan dengan pemikiran Hizbut Tahrir tentang upah tersebut kemudian diuraikan, dicari keterkaitan antara pemikiran yang ada dalam satu karya dengan karya lainnya, untuk selanjutnya dipadukan, sehingga membentuk satu hasil kajian yang sistematis, padu dan utuh.36

5. Analisis Data

Analisa data dalam penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif dan komparatif. Analisa deskriptif digunakan untuk menggambarkan secara sistematis dan akurat tentang konsep upah

35Ibid.,5-6

36Moh. Kasiram,Metodologi Penelitian Kualitatif-Kuantitatif(Malang: UIN Maliki Press, 2010),

(43)

perspektif Hizbut Tahrir. Sedang analisis komparatif digunakan untuk membandingkan pemikiran Hizbut Tahrir tentang upah tersebut dengan pemikiran ekonomi konvensional dan berbagai pemikiran ekonomi Islam baik klasik maupun kontemporer.

Teknik analisis yang digunakan adalah analisis isi (content analysis), suatu model yang dipakai untuk meneliti dokumentasi data yang berupa teks, gambar, simbol dan sebagainya. Analisis isi digunakan untuk memperoleh keterangan dari komunikasi yang disampaikan dalam bentuk lambang yang terdokumentasi atau dapat didokumentasikan. Menurut Klaus Krispendorff, analisis isi bukan sekedar menjadikan isi pesan sebagai obyeknya, lebih dari itu terkait dengan konsepsi-konsepsi yang lebih baru tentang gejala-gejala simbolik dalam dunia komunikasi.37 Teknik ini digunakan untuk menganalisis konsep upah Hizbut Tahrir melalui dokumen-dokumen tertulis, baik berupa buku, majalah, website, surat kabar, dan lain sebagainya.

H. Sistematika Pembahasan

Agar hasil penelitian ini terarah dan teratur, maka pembahasan disertasi ini dibagi dalam tujuh bab yang saling berkaitan dan berkelanjutan yang sistematika penulisannya sebagai berikut:

Bab pertama berisi pendahuluan, yang meliputi pembahasan tentang latar belakang masalah, identifikasi dan pembatasan masalah, metodologi penelitian, tujuan dan kegunaan penelitian, telaah pustaka dan pendekatan penelitian

37 Klaus Krispendoff, Analisis Isi Pengantar dan Teori Metodologi (Jakarta: Rajawali Press,

(44)

dikemukakan sedemikian rupa untuk menunjukkan signifikansi penelitian ini. Sistematika pembahasan juga dipaparkan sebagai gambaran awal penelitian ini.

Bab kedua membahas landasan teoritik yang terdiri dari konsep tentang upah dan kebijakan pengupahan oleh pemerintah. Pada bab ini secara berurutan dibahas definisi upah, standar penetapan upah dalam ekonomi konvensional dan ekonomi Islam, sistem pengupahan dan faktor-faktor yang menentukan tingkat upah. Dalam bab ini juga dibahas tentang intervensi pemerintah dalam penetapan tingkat upah. Dalam bab ini disajikan untuk memberikan gambaran awal tentang teori upah dan kebijakan pengupahan sekaligus sebagai dasar analisa pada persoalan upah dan pengupahan dalam pemikiran Hizbut Tahrir.

Bab ketiga membahas selayang pandang Hizbut Tahrir. Bab ini mencakup sejarah kelahiran dan perkembangan Hizbut Tahrir, Latar belakang dan tujuan kelahiran, metode dakwah Hizbut Tahrir, struktur organisasi serta Pokok-pokok pemikiran Hizbut Tahrir.

Bab keempat membahas pemikiran upah Hizbut Tahrir. Bab ini didahului dengan pembahasan sikap Hizbut Tahrir dalam problematika buruh dan tenaga kerja. Setelah itu pembahasan tentang upah perspektif Hizbut Tahrir, yang meliputi pemikiran tentang standar penetapan upah, pemikiran tentang upah sepadan dan pemikiran tentang penetapan tingkat upah tertentu oleh pemerintah.

(45)

bab ini mengkaji posisi metode ijtihad Hizbut Tahrir dalam kajian hukum ekonomi Syariah.

Bab keenam membahas pemikiran Hizbut Tahrir di bidang upah dalam kajian ekonomi Islam kontemporer. Bab ini membahas posisi pemikiran Hizbut Tahrir di bidang upah dalam kajian ekonomi Islam klasik dan kontemporer serta analisis kritis tentang implikasi dan relevansi pemikiran Hizbut Tahrir di bidang upah dalam kajian ekonomi Islam kontemporer.

(46)

BAB II

UPAH DAN KEBIJAKAN PENGUPAHAN

A. Konsep dan Teori Upah

1. Definisi upah

Tenaga kerja merupakan faktor produksi kedua yang dianggap paling penting, sebab melalui jasa tenaga kerja inilah sumber daya alam dapat berubah menjadi hasil produksi yang bernilai. Untuk itu, atas pengorbanan dan kerjanya tenaga kerja berhak mendapatkan balas jasa dari majikan atau perusahaannya berupa penghasilan dalam bentuk upah.

Dalam teori ekonomi, upah secara umum dimaknai sebagai harga yang dibayarkan kepada pekerja atas jasanya dalam produksi kekayaan seperti faktor produksi lainnya. Tenaga kerja diberikan imbalan atas jasanya yang disebut upah.1 Sementara Sadono Soekirno mendefinisikan upah sebagai

pembayaran yang diperoleh berbagai bentuk jasa yang disediakan dan diberikan oleh tenaga kerja kepada para pengusaha.2 Sedang T. Gilarso

memaknai upah sebagai balas karya untuk faktor produksi tenaga kerja manusia, yang secara luas mencakup gaji, honorarium, uang lembur, tunjangan, dan lain-lain.3

Secara lebih jelas pengertian tentang upah dipaparkan dalam Undang Undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Dalam pasal 1

1Afzalur Rahman,Doktrin Ekonomi Islam.Jilid. 2, 361

2Sadono Sukirno,Mikro Ekonomi, Teori Pengantar,Edisi III (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

2005), 350

(47)

Undang-Undang tersebut dikatakan bahwa upah adalah hak pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.4

Selain upah, ada beberapa istilah yang sering dipakai untuk menunjuk makna yang sama, yaitu kompensasi dan imbalan. Secara umum, para ahli ekonomi mempersamakan ketiga istilah tersebut. Namun dalam manajemen sumber daya manusia modern, istilah imbalan dan kompensasi lebih banyak digunakan. Jusmaliani dan Sondang P. Siagian dalam buku mereka menggunakan istilah sistem imbalan. Upah dan gaji menurut mereka merupakan salah satu komponen imbalan, disamping imbalan yang dalam bentuk lain seperti insentif, bonus, remunerasi, tunjangan dan fasilitas sosial lainnya.5

Kompensasi, menurut Handoko, sebagaimana dikutip oleh Edy Sutrisno, adalah segala sesuatu yang diterima oleh karyawan sebagai balas jasa untuk kerja mereka. Kompensasi dapat diberikan dalam berbagai macam bentuk: pertama pemberian uang, seperti gaji, tunjangan dan insentif, kedua pemberian material dan fasilitas, dan ketiga pemberian kesempatan berkarir. Gaji adalah kompensasi yang diberikan kepada karyawan atau pekerja secara

4 Lihat: Pasal 1 poin 30 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan.

5 Lihat: Jusmaliani, Pengelolaan Sumber Daya Insani (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), 116-127;

(48)

periodik, sedang upah adalah kompensasi yang diberikan berdasarkan hasil kerja tertentu, tidak secara periodik. Tunjangan adalah kompensasi yang diberikan perusahaan kepada karyawannya, karena karyawan tersebut dianggap telah ikut berpartisipasi dengan baik dalam mencapai tujuan perusahaan. Sedang insentif adalah kompensasi yang diberikan kepada karyawan tertentu, karena keberhasilan atau prestasinya.6

Sedang Veithzal Rivai mengatakan bahwa kompensasi adalah sesuatu yang diterima karyawan sebagai pengganti kontribusi jasa mereka pada perusahaan. Kompensasi terdiri dari kompensasi finansial dan kompensasi non finansial. Kompensasi finansial terdiri dari kompensasi langsung dan tidak langsung. Kompensasi finansial langsung terdiri dari upah, gaji, bonus atau komisi. Sedang kompensasi finansial tidak langsung terdiri dari semua pembayaran yang tidak tercakup dalam kompensasi finansial langsung, yang meliputi: liburan, berbagai jenis asuransi, jasa dan lain sebagianya. Sedang kompensasi non finansial seperti pujian, menghargai diri sendiri, dan pengakuan yang dapat mempengaruhi motivasi kerja karyawan, produktivitas dan kepuasan.7

Dalam disertasi ini, peneliti menggunakan kata upah, dari pada kata imbalan dan kompensasi. Penggunaan istilah ini dengan pertimbangan bahwa istilah upah ini yang digunakan dalam ilmu ekonomi dan dalam regulasi peraturan perundang-undangan ketenaga kerjaan di Indonesia.

6Edy Sutrisno,Manajemen Sumber Daya Manusia(Jakarta: Kencana, 2011), 183

7 Veithzal Rivai, Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan: dari Teori ke Praktek

(49)

2. Jenis-jenis upah

a. Pembagian upah dari segi bentuk pembayaran.

Dalam teori ekonomi tidak dikenal perbedaan diantara pembayaran atas jasa-jasa pekerja tetap dan profesional (seperti PNS) dengan pekerja kasar. Dua jenis pendapatan pekerja tersebut dinamakan upah. Karena itu pengupahan kepada tenaga kerja dapat diklasifikasikan kepada dua bentuk pembayaran yaitu gaji dan upah. Menurut pengertian sehari-hari gaji diartikan sebagai imbalan pembayaran kepada pekerja-pekerja tetap dan tenaga kerja profesional seperti PNS, pegawai pemerintahan, dosen, guru, pegawai swasta, manager dan akuntan. Pembayaran gaji tersebut pada umumnya dilakukan sebulan sekali. Sedangkan upah dimaksudkan sebagai pembayaran kepada pekerja-pekerja kasar yang pekerjaannya selalu berpindah-pindah, misalnya pekerja pertanian, tukang kayu, tukang batu dan buruh kasar. Namun dua jenis imbalan tersebut masuk dalam kategori upah menurut definisi ilmu ekonomi.8

a. Pembagian upah dari segi upah nominal dan upah riil.

Dalam jangka panjang, kecenderungan yang berlaku adalah keadaan harga-harga dan upah terus meningkat. Namun kenaikan tersebut tidak secara serentak atau dalam tingkat yang sama. Perubahan yang berbeda inilah yang menimbulkan kesulitan untuk mengukur sejauh mana kenaikan tingkat upah merupakan kenaikan

(50)

tingkat kesejahteraan para pekerja itu sendiri. Oleh karena itu dalam teori penentuan upah di pasar tenaga kerja, upah dibagi menjadi upah nominal dan upah riel. Upah nominal adalah jumlah uang yang diterima para pekerja dari para pengusaha sebagai pembayaran atas tenaga pekerja, baik mental maupun fisik, yang digunakan dalam proses produksi. Sedang upah riil adalah tingkat upah pekerja yang diukur dari sudut kemampuan upah tersebut membeli barang-barang dan jasa yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan para pekerja.9

3. Sistem Upah

Ada beberapa cara atau sistem yang digunakan untuk memperhitungkan besarnya upah dan cara pembayarannya. Yang terpenting adalah:

a. Upah menurut prestasi (upah potongan)

Dengan cara ini besarnya balas karya langsung dikaitkan dengan prestasi kerja, karena besarnya upah tergantung dari banyak sedikitnya hasil yang dicapai dalam waktu tertentu. Cara ini hanya dapat diterapkan kalau hasil kerja dapat diukur secara kuantitatif. b. Upah waktu

Sistem ini mendasarkan upah pada lamanya waktu pekerja melakukan pekerjaan bagi majikan, bisa dihitung perjam, perhari , perminggu atau perbulan. System ini terutama dipakai untuk jenis pekerjaan yang hasilnya sulit dihitung perpotong. Cara ini

(51)

memungkinkan mutu pekerjaan yang baik karena karyawan tidak tergesaa-gesa, tetapi perlu pengawasan dan regulasi untuk memastikan karyawan benar-benar bekerja selama jam kerja.

c. Upah borongan

Sistem upah borongan adalah balas jasa yang dibayar untuk suatu pekerjaan yang diborongkan. Cara memperhitungkan upah ini kerap kali dipakai pada suatu pekerjaan yang diselesaikan oleh suatu kelompok pekerja. Untuk seluruh pekerjaan ditentukan suatu balas jasa, yang kemudian dibagi-bagi antara para pelaksanan. Misalnya untuk peembangunan gedung, pembuatan sumur dan lainnya.

d. Upah premi

Sistem upah ini merupakan kombinasi antara upah waktu dan upah potongan. Upah dasar untuk prestasi normal berdasarkan waktu atau jumlah hasil. Apabila seorang karyawan mencapai prestasi yang lebih dari itu, ia diberi premi. Premi dapat juga diberikan misalnya untuk penghematan waktu dan bahan baku, kualitas produk yang baik dan lain sebagainya.

e. Upah bagi hasil

(52)

bahkan diberi saham perusahaan tempat mereka bekerja sehingga ikut menjadi pemilik dan mendapat bagi hasil.10

4. Teori Penentuan Upah dalam ekonomi konvensional

Sistem pengupahan di suatu negara didasarkan kepada falsafah atau sistem perekonomian negara tersebut. Selama ini teori yang mendasari pengupahan konvensional pada dasarnya dibedakan menjadi dua teori ekstrim, yaitu (1) berdasarkan ajaran Karl Mark mengenai teori nilai dan pertentangan kelas, dan (2) berdasarkan pada teori pertambahan produk marginal berdasarkan asumsi perekonomian bebas. Sistem pengupahan pertama pada umumnya dilaksanakan di negara penganut paham sosialis, sedang sistem pengupahan kedua banyak dipakai di negara berpaham kapitalis.11

Diantara dua kutub ekstrim tersebut, terdapat beberapa teori tentang pengupahan, yang masing-masing punya kelebihan dan kekurangan. Teori-teori pengupahan dalam ekonomi konvensional tersebut antara lain adalah:

a. Teori upah menurut nilai dan pertentangan kelas

Teori nilai Karl Mark berpandangan bahwa hanya buruh yang merupakan sumber nilai ekonomi. Nilai suatu barang tergantung pada nilai dari jasa buruh atau jumlah waktu kerja yang dipergunakan untuk memproduksi barang tersebut. Karl marx berpandangan bahwa upah

10T. Gilarso,Pengantar, 216-217

11 Sonny Sumarsono, Ekonomi Manajemen Sumberdaya Manusia dan Ketenagakerjaan

(53)

pekerja dinilai berdasar berapa dia bekerja per-hari. Misal mereka bekerja selama 8 jam per-hari dan mengeluarkan energi 3 piring makanan sehat. Bila mereka mendapat upah perhari tidak cukup untuk membeli 3 piring makanan sehat, maka mereka rugi dan berarti mereka diperbudak. Bila upahnya hanya cukup untuk membeli 3 piring makanan, maka mereka tetap rugi, sebab waktu mereka habis percuma. Bila upahnya lebih dari cukup, maka barulah mereka dikatakan untung secara materi. Kenyataannya buruh sering dibayar rendah sehingga tidak cukup untuk mengembalikan energi yang mereka keluarkan. Jika buruh bekerja menghabiskan energi selama 8 jam perhari, tapi diberi upah hanya cukup untuk energi selama 6 jam, sehingga energi yang 2 jam tidak terbayar. Energi yang tidak terbayar ini disebut dengan nilai lebih menurut karl Marx. Nilai lebih adalah nilai yang diberikan oleh kaum pekerja secara terpaksa melampaui yang dibutuhkan.12

Di sisi yang lain, upah Karl Mark juga didasarkan pada teori pertentangan kelas. Dalam hal ini Karl Marx berkeyakinan adanya pertentangan kepentingan antara kaum buruh dan kapitalis, yang mana kapitalis selalu berusaha menciptakan barang-barang modal untuk mengurangi penggunaan buruh yang berakibat meningkatnya penawaran di pasar kerja sehingga upah cenderung menurun. Konsekuensi dari pada sistem yang demikian ini, maka tiada jalan lain

12Andi M Ramly,Peta Pemikiran Karl Marx: Materialisme Dialektis dan Materialisme Historis

(54)

bagi buruh kecuali untuk bersatu merebut kapital dari pengusaha menjadi milik bersama.

Implikasi pandangan Marx tersebut dalam sistem pengupahan dan pelaksanaanya adalah sebagai berikut:

1) Kebutuhan konsumsi tiap-tiap orang, baik jenis maupun jumlahnya hampir sama. Begitu juga nilai (harga) setiap barang hampir sama, sehingga upah tiap-tiap orang kira-kira sama

2) Sistem pengupahan tidak memberikan intensif yang sangat perlu menjamin peningkatan produktifitas kerja dan pendapatan nasional 3) Sistem kontrol yang sangat ketat diperlukan untuk menjamin setiap

orang betul-betul mau kerja menurut kemampuannya.13

Dengan berpedoman pada pandangan Karl Mark, tingkat upah dalam sistem ekonomi sosialisme ditentukan oleh pemerintah. Pemerintah akan menentukan berapa tingkat upah yang akan diterima oleh seorang pekerja. Pertimbangan penentuan upah oleh pemerintah pada dasarnya adalah sesuai dengan kepentingan pemerintah, yang dapat beraspek ekonomi, politik atau lainnya. Upah yang ditetapkan bisa saja berada di atas atau di bawah harga pasar (market wage), seandainya mekanisme pasar tenaga kerja yang bebas dilakukan. Meskipun tujuan utama sosialisme adalah memberikan tingkat kesejahteraan yang merata bagi masyarakat, namun dalam dunia nyata nasib para pekerja tidak lebih baik dibandingkan dalam kapitalisme.

(55)

b. Teori upah menurut pertambahan produk marginal

Teori neo klasik mengemukakan bahwa dalam rangka memaksimumkan keuntungan tiap-tiap pengusaha menggunakan faktor-faktor produksi sedemikian rupa sehingga tiap faktor-faktor produksi yang dipergunakan menerima atau diberi imbalan sebesar nilai pertambahan hasil marginal dari faktor produksi tersebut. Pengusaha mempekerjakan sejumlah karyawan sedemikian rupa sehingga nilai pertambahan hasil marginal seseorang sama dengan upah yang diterima orang tersebut. Teori produktifitas marginal menyatakan bahwa biaya produksi tambahan yang dibayarkan kepada faktor produksi itu sama dengan hasil penjualan tambahan yang diperoleh dari produksi tambahan yang diciptakan oleh faktor produksi tersebut.14

Dari konsep di atas kemud

Gambar

Tabel. 1.1
  Gambar 2.1:  Penentuan Upah di Pasar Tenaga Kerja
  Tabel 2.1  Pemetaan teori Pengupahan
  Gambar 2.2:  Memaksimumkan output
+7

Referensi

Dokumen terkait

Seperti disebutkan pada pokok permasalahan, penelitian ini akan memusatkan perhatian pada konsep khilafah dalam pandangan Hizbut Tahrir dan relevansinya yang merupakan

Maka selain individu, kelompok atau organisasi tertentu juga menjadi subjek kajian living al-Qur’an , salah satunya memperhatikan bagaimana penerimaan kelompok Hizbut Tahrir

Maka selain individu, kelompok atau organisasi tertentu juga menjadi subjek kajian living al-Qur’an , salah satunya memperhatikan bagaimana penerimaan kelompok Hizbut Tahrir

Di dalam buku, Mengenal Hizbut Tahrir: Partai Politik Islam Ideologis, dijelaskan bahwa pergolakan pemikiran dilakukan dengan cara menentang berbagai keyakinan, ideologi,

Dalam memahami konsep pemerintahan Islam, antara Hizbut Tahrir dan ISIS, sebagaimana yang dijelaskan bab sebelumnya, bahwasannya kedua gerakan tersebut sama-sama menolak

MENEPIS LANDASAN HADIS UNTUK MENDIRIKAN KHILAFAH HIZBUT TAHRIR menyajikan beberapa hadis yang dijadikan acuan sebagai kewajiban menegakkan sistem politik khilafah dengan mengangkat

Strategi Penyebaran Khilafah oleh Hizbut Tahrir Indonesia Menurut Hizbut Tahrir, ketika opini masyarakat sudah terbentuk untuk menginginkan Islam yang muncul sebagai jawaban dari

Menurut Hizbut Tahrir Indonesia, institusi khilafah merupakan sistem unik yang dapat dibedakan dengan berbagai macam model negara seperti teokrasi, kerajaan, republik, dan federasi..