KHILAFAH ISLAMIYAH
(Studi Komparasi Pemikiran Hizbut Tahrir dan ISIS)
SKRIPSI:
Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S-1) dalam Ilmu Filsafat Politik Islam
Oleh:
AIMMATUL HASANAH
NIM: E54212056
PRODI FILSAFAT POLITIK ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul KHILAFAH ISLAMIYAH (STUDI KOMPARASI
PEMIKIRAN HIZBUT TAHRIR DAN ISIS), merupakan penelitian kepustakaan (library research) yang membahas tentang suatu persoalan yang dirumuskan dalam rumusan masalah: 1) Bagaimana konsep khila>fah Isla>miyah
perspektif Hizbut Tahrir dan ISIS?; 2) Apa persamaan dan perbedaan konsep
khila>fah Isla>miyah pemikiran Hizbut Tahrir dan ISIS; 3) Bagaimana relevansi
khila>fah Isla>miyah di era kontemporer?. Dalam penulisan skripsi ini, metode pengumpulan data menggunakan metode dokumentasi dimana data diperoleh dari sumber primer dan sumber sekunder baik berupa buku-buku, jurnal, majalah, koran, artikel-artikel yang berada di website, hasil rekaman dan lain sebagainya yang membahas tentang tema yang sesuai dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini.
Hasil dari penelitian ini adalah, dalam memandang konsep khila>fah Isla>miyah, antara Hizbut Tahrir dan ISIS memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaan tersebut kedua gerakan ini sama-sama menganut sistem khila>fah
politik. khila>fah Isla>miyah dipandang sebagai satu-satunya sistem pemerintahan mutlak bagi umat Islam, dimana sistem pemerintahan lain seperti demokrasi, sekuler dan lain-lain dianggap sebagai sistem pemerintahan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Adapun perbedaan konsep khila>fah perspektif Hizbut Tahrir dan ISIS bisa dilihat dari beberapa aspek, meliputi; syarat menjadi khalifah, strategi atau metode perjuangan yang dilakukan untuk mengaktualisasikan cita-cita tersebut, struktur khila>fah dan syarat sah untuk mendirikan khila>fah Isla>miyah.
Konsep khila>fah baik yang ditawarkan Hizbut Tahrir atau ISIS dalam konteks kekinian, merupakan sesuatu yang mustahil untuk direalisasikan. Pasalnya, jika melihat relitas politik kontemporer kini negara-negara di dunia mayoritas sudah mapan dalam bentuk nation-state, yang menekankan adanya batas-batas teritorial dan tentunya tidak akan rela melebur menjadi satu dengan negara lain di bawah satu sistem pemerintahan, yakni khila>fah.
DAFTAR ISI
SAMPUL LUAR ... i
SAMPUL DALAM ... ii
ABSTRAK ... iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv
PENGESAHAN TIM PENGUJI ... v
PERNYATAAN KEASLIAN ... vi
MOTTO ... vii
PERSEMBAHAN ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xii
TRANSLITERASI ... xv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 7
E. Telaah pustaka ... 7
F. Metode Penelitian ... 9
1. Jenis Penelitian ... 9
2. Sumber Data ... 9
3. Metode Pengumpulan Data ... 11
4. Metode Pendekatan ... 11
5. Metode Analisis Data ... 12
BAB II PROFIL HIZBUT TAHRIR DAN ISIS
A. Profil Hizbut Tahrir ... 15
1. Sejarah Kelahiran Hizbut Tahrir ... 15
2. Aktivitas Hizbut Tahrir ... 19
3. Konsepsi Politik Hizbut Tahrir ... 21
B. Profil ISIS ... 23
1. Sejarah kelahiran ISIS ... 23
2. Ideologi ISIS ... 30
3. Perekrutan Anggota ... 34
BAB III KHILAFAH ISLAMIYAH A. Tinjauan Umum tentang Khilafah Islamiyah ... 39
B. Khilafah Islamiyah Perspektif Hizbut Tahrir ... 45
1. Khilafah Islamiyah: Sistem Pemerintahan Mutlak Umat Islam ... 45
2. Hukum dan Tujuan Khilafah ... 48
3. Metode Penegakkan Khilafah ... 50
4. Struktur Khilafah ... 55
5. Khalifah ... 59
C. Khilafah Islamiyah Perspektif ISIS ... 64
1. Khilafah Islamiyah: Sistem Pemerintahan Mutlak Umat Islam ... 64
2. Hukum dan Tujuan Khilafah ... 66
3. Metode Penegakkan Khilafah ... 68
4. Struktur Khilafah ... 72
5. Khalifah ... 77
BAB IV PERBANDINGAN KHILAFAH ISLAMIYAH PERSPEKTIF HIZBUT TAHRIR DAN ISIS A. Persamaan ... 81
C. Relevansi Khilafah di Era Kontemporer ... 94
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 99
B. Saran ... 101
DAFTAR PUSTAKA
TRANSLITERASI
Arab Indonesia Arab Indonesia
ا a ض d}
ب b ط t}
ت t ظ z}
ث th ع ‘
ج j غ gh
ح h} ف f
خ kh ق q
د d ك k
ذ dh ل l
ر r م m
ز z ن n
س s و w
ش sh ھ h
ص s} ي y
Vocal Tunggal (Monoftong) : a =
ۖ
; i =ۖ
; u =ۖ
Vocal Panjang (Madd) : a> =
ا
; i> =ي
; u> =و
Vocal Rangkap (Diftong) :ay =
ي
ا
; aw =و
ا
Shaddah (
ّۖ
) : contoh:ّدس
(sadd)BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu persoalan yang selalu menarik untuk dikaji dalam Islam adalah
perbincangan seputar hubungan agama dengan negara atau sebaliknya negara
dengan agama. Meski telah menjadi subjek diskusi selama berabad-abad lamanya,
persoalan tersebut tidak pernah terselesaikan secara tuntas dan akan selalu
menarik untuk diperbincangkan, karena pada dasarnya Islam adalah satu sistem
kepercayaan yang mempunyai kaitan yang erat dengan politik. Agama dan negara
merupakan dua institusi yang sama-sama kuat berpengaruh terhadap kehidupan
umat manusia.
Ketika muncul wacana tentang hubungan agama dan negara, selalu ada
kemungkinan untuk membahas sistem pemerintahan, dan salah satu sistem
pemerintahan dalam Islam yang paling sering menjadi perbincangan adalah
tentang khila>fah Isla>miyah. Tidak bisa dipungkiri konsep khila>fah Isla>miyah
memang menimbulkan perbedaan pendapat yang tajam di kalangan para
pemikir-pemikir muslim, dan bahkan ada yang menganggapnya tidak ada. Singkatnya,
mereka menolak sistem khila>fah tersebut. Hal ini didasari karena agama Islam secara khusus tidak mempunyai konsep bernegara.
Fakta sejarah menunjukkan bahwa ketika Nabi Muhammad wafat, beliau
tidak meninggalkan “wasiat” yang pasti bagaimana sistem penyelenggaraan
2
atau siapa saja yang berkewajiban menyusun undang-undang. Karena tidak
adanya ketetapan inilah dapat kita lihat dalam perkembangannya praktek sistem
pemerintahan negara Islam selalu berubah-ubah. Pada masa Khulafaur Rasyidin,
masing-masing khalifahnya diangkat atau dipilih melalui cara yang berbeda.
Pertama yaitu Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq, yang dipilih melalui pemilihan di
saqifah Bani Sa’idah yang diselenggarakan dua hari setelah Nabi wafat melalui majelis syuro. Kemudian Umar bin Khattab dipercaya menjabat sebagai khalifah kedua tidak melalui cara yang sama dengan sebelumnya yang menggunakan
majelis musyawarah, melainkan dengan wasiat pendahulunya atau langsung
ditunjuk oleh Abu Bakar. Sedangkan Utsman bin Affan menjadi khalifah ketiga
melalui pemilihan oleh sekelompok orang yang sebelumnya ditunjuk/ditetapkan
oleh Umar sebelum beliau wafat. Sementara Ali bin Abi Thalib diangkat menjadi
khalifah keempat melalui pemilihan yang tidak bisa dikatakan sempurna sama
sekali.1
Di masa Bani Umayyah, Bani Abbasiyah dan masa-masa setelahnya,
penyelenggaraan negara jauh berbeda dibandingkan dengan masa Nabi dan
Khulafaur Rasyidin. Karena pada masa tersebut pemerintahan telah berubah
bentuknya menjadi sistem monarkhi, dimana dalam rangka suksesi tidak lagi
menggunakan musyawarah namun menjadi penunjukan terhadap anak atau
keturunannya.2 Sedangkan di masa kemunduran Islam, umat Islam malah hampir
1 Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran (Jakarta:
UI-Press, 1993), 21-30.
2 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999),
3
tidak mempunyai negara atau pemerintahan Islam, hal ini disebabkan kebanyakan
bangsa muslim berada di bawah imperium Barat.
Dewasa ini konsep khila>fah Isla>miyah kembali menjadi pembahasan setelah adanya sekelompok orang yang gencar menyuarakan pentingnya
menghidupkan kembali negara atas dasar syariah. Salah satu dari kelompok
tersebut adalah ISIS (Islamic State of Iraq and Syria). Sejak awal kemunculannya, ISIS tidak pernah lepas dari kontroversi dan kritikan-kritikan tajam baik dari para
intelektual, analis bahkan dari para masyarakat awam. ISIS merupakan gerakan
keagamaan yang berupaya untuk menegakkan pemerintahan atau negara yang
berlandaskan sistem Islam (khila>fah Isla>miyah). Kelompok ekstremis ini mengikuti ideologi garis keras dari pendahulunya, yakni Al-Qaeda dan
berpedoman kepada prinsip-prinsip jihad global.3
Pada hari Jum’at tanggal 5 Juli 2014, Abu> Bakr al-Baghda>di, seseorang
yang dianggap sebagai “Sang Khalifah” oleh anggota ISIS atau para pengikutnya,
untuk pertama kalinya muncul dihadapan khalayak umum setelah diangkat
menjadi khalifah ISIS pada 16 Mei 2010, setelah kematian khalifah pertama ISIS,
Abu> Umar al-Baghda>di.4 Saat itu ia mengisi khutbah Jum’at di masjid Mosul dan
mengumumkan klaimnya sendiri beserta kelompoknya bahwa ia adalah khalifah
Islam dan telah mendirikan negara Islam di Irak.5 Beberapa hari sebelumnya
3 Ramadhian Fadillah, Berapa Jumlah anggota dan kekuatan ISIS di Indonesia, 2014.
http://www.merdeka.com/peristiwa/berapa-jumlah-annggota-dan-kekuatan-isis-di- Indonesia.html. Diakses hari Senin, tanggal 13 Oktober 2015 pukul 23:06.
4 Muhammad Haidar Assad, ISIS: Oraganisasi Teroris Paling Mengerikan Abad Ini
(Jakarta: Zahira, 2014), 101.
4
pengikut al-Baghda>di telah berhasil menguasai kota terbesar kedua di Irak setelah
Baghdad itu, dan mengusir tentara pemerintah.6
Yang menjadi kekhawatiran dunia saat ini adalah gerakan ISIS yang
dianggap keluar dari koridor Islam. Banyak kalangan yang mencekal gerakan
mereka, karena banyaknya tindak kekerasan yang mereka lakukan. Akan tetapi
ISIS berdalih bahwa tindak kekerasan tersebut hanya mereka lakukan terhadap
pihak-pihak yang ingin menghancurkan Islam atau kelompok yang mereka
anggap kafir. Oleh karena itu banyak pihak yang menentang dan menolak khila>fah Isla>miyah yang diusung oleh ISIS.
Ulama-ulama besar dunia juga angkat bicara mengenai gerakan ISIS ini.
Ketua Persatuan Ulama Dunia, Syekh Yusuf Qardhawi, sangat marah ketika
mengetahui bahwa Abu> Bakr al-Baghda>di telah mendeklarasikan berdirinya
negara Islam di Irak dan Suriah, serta mengangkat dirinya sendiri sebagai
khalifah. Menurutnya, pendeklarasian daulah Islamiyah dan pengangkatan
al-Baghda>di sebagai amirul mukminin tersebut batal secara agama dan akan
berdampak negatif dan sangat membahayakan keberadaan kelompok Sunni di Irak
dan jalannya revolusi di Suriah.7
Pandangan lebih keras disampaikan oleh Sheikh Rasyid al-Ghanusyi,
pemimpin dari gerakan an-Nahdlah di Tunisia, yang berpendapat bahwa apa yang
dilakukan al-Baghda>di beserta pengikutnya menunjukkan bahwa mereka haus
akan kekuasaan. Sementara itu, al-Azhar di Kairo juga telah memfatwakan
perjuangan ISIS bukanlah perjuangan Islam, karena menghalalkan segala cara
5
untuk mencapai tujuan. Sedangkan Majelis Ulama (Ahlus Sunnah/Sunni) Irak
yang diketuai Syekh Haris adh-Dhori mengatakan, pendeklarasian negara khila>fah
bukan untuk kepentingan Islam, namun justru untuk memecah belah masyarakat
Irak. Disusul oleh pernyataan dari juru bicara Front Nasional Oposisi Suriah,
Kholid ash-Sholeh, bahwa pendeklarasian daulah khila>fah sebagai bentuk mendelegitimasi revolusi rakyat. Tujuan mereka adalah untuk merebut
kekuasaan.8 Serta masih banyak lagi ulama-ulama besar lainnya yang menentang
gerakan jihad ini.
Sebelum munculnya ISIS, salah satu organisasi Islam yang lebih dahulu
ada dengan perjuangan untuk mendirikan negara khila>fah adalah Hizbut Tahrir. Organisasi ini juga dilarang di beberapa negara karena mengancam atau tidak
sesuai dengan sistem demokrasi. Hizbut Tahrir berupaya menawarkan agar sistem
khila>fah seperti yang pernah diterapkan pada masa Khulafaur Rasyidin kembali dihidupkan dan diterapkan pada masa kontemporer kini. Gerakan ini
berpandangan, Islam telah membatasi bentuk kekuasaannya yang tunggal, yaitu
pemerintahan yang menjalankan hukum sesuai dengan apa yang telah ditetapkan
oleh Allah SWT.
Meskipun Hizbut Tahrir dan ISIS merupakan organisasi politik Islam yang
sama-sama ingin menghidupkan kembali khila>fah Isla>miyah, namun Hizbut Tahrir menentang keras sistem khila>fah versi ISIS, serta menganggap organisasi tersebut sesat. Hizbut Tahrir Internasional yang selalu menggaungkan berdirinya
kekhalifahan Islam berdasarkan teladan Rasulullah SAW telah mengeluarkan
6
pernyataan keras terhadap al-Bahgdadi dan pengikutnya. Melalui kepala kantor
komunikasinya, Mahmud Quthoisyat, mengatakan bahwa kelompok al-Baghdadi
sangat membahayakan dunia. ISIS ia sebut sebagai gerakan garis keras bersenjata,
baik sebelum maupun setelah pendeklarasian daulah khila>fah dan pembaiatan al-Baghdadi sebagai khalifah.9
Dari penjabaran-penjabaran di atas, menarik kiranya untuk diteliti
bagaimana pemikiran kedua gerakan tersebut terhadap khila>fah Isla>miyah. Sejauh mana persamaan dan perbedaan diantara pemikiran mereka. Melihat realitas
bahwa salah satu gerakan tersebut menentang gerakan yang lain, padahal
keduanya sama-sama kelompok minoritas dan ditolak oleh beberapa
pihak/kalangan serta sama-sama mempunyai tujuan menerapkan kembali sistem
khila>fah.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan deskripsi di atas, maka pokok permasalahan yang diangkat
dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana konsep khila>fah Isla>miyah perspektif Hizbut Tahrir dan ISIS? 2. Apa persamaan dan perbedaan konsep khila>fah Isla>miyah pemikiran Hizbut
Tahrir dan ISIS?
3. Bagaimana relevansi khila>fah Isla>miyah di era kontemporer?
7
C. Tujuan Penelitian
1. Mendeskripsikan konsep khila>fah Isla>miyah perspektif Hizbut Tahrir dan ISIS (Islamic State of Iraq and Syria)
2. Mendeskripsikan persamaan dan perbedaan konsep khila>fah Isla>miyah dalam pemikiran Hizbut Tahrir dan ISIS.
3. Mendeskripsikan relevansi khila>fah Isla>miyah di era kontemporer.
D. Manfaat Penelitian
1. Dari sisi teoritis penelitian ini berguna untuk menambah khazanah keilmuan
tentang konsep khila>fah dalam pemikiran Hizbut Tahrir dan ISIS, terutama dalam kajian Filsafat Politik Islam.
2. Dalam sisi praktis penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk dijadikan
sebagai bahan rujukan bagi peneliti-peneliti selanjutnya terkait khila>fah Isla>miyah perspektif Hizbut Tahrir dan ISIS.
E. Telaah Pustaka
Seperti yang telah dikemukakan pada rumusan masalah, penelitian ini
berfokus pada pemikiran Hizbut Tahrir dan ISIS tentang khila>fah Isla>miyah, serta persamaan dan perbedaan diantara pemikiran keduanya. Dalam pengamatan
penulis, belum ada penelitian yang membandingkan pemikiran kedua gerakan
politik Islam tersebut mengenai khila>fah. Adapun penelitian-penelitian yang penulis temukan hanya sebatas penelitian satu gerakan saja, tanpa disandingkan
dengan gerakan yang lain. Berikut ini akan penulis jabarkan beberapa penelitian
8
Dedy Slamet Riyadi dalam skripsinya “Analisis Terhadap Konsep
Khilafah menurut Hizbut Tahrir”. Dalam skripsi ini dijelaskan secara cukup detail tentang profil Hizbut Tahrir, bagaimana konsep khilafahnya serta politik
perekonomian, strategi pendidikan, dan politik luar negeri dalam sistem
khila>fah.10
Selanjutnya yaitu skripsi oleh Rosi Selly yang berjudul “Globalisasi dan
Kebangkitan Khilafah Islamiyah dalam Perspektif Pemikiran Hizbut Tahrir”.
Secara garis besar penelitian ini membahas tentang profil Hizbut Tahrir dan
konsepsi politiknya. Dibahas juga makna globalisasi bagi gerakan ini dan
bagaimana relasinya terhadap kebangkitan khila>fah Isla>miyah, yang dianggap sebagai solusi alternatif bagi kemelut globalisasi.11
Sedangkan penelitian skripsi yang membahas tentang ISIS diantaranya
adalah skripsi dari saudara Ahmad Zainul Muttaqin yang berjudul “Konsep Takfir
Islamic State of Iraq and Syiria”, yang mengemukakan tentang sejarah
terbentuknya ISIS serta ideologi-ideologi yang mendasarinya. Namun skripsi ini
lebih terfokus kepada konsep takfir perspektif ISIS, bukan pada pemikirannya
terhadap khila>fah Isla>miyah.12
Dalam beberapa hasil penelitian di atas yang telah mengkaji tentang
khila>fah Isla>miyah telah ditemukan banyak oleh penulis. Namun sampai saat
10 Dedy Slamet Riyadi, “Analisis Terhadap Konsep Khilafah menurut Hizbut Tahrir”
(Skripsi tidak diterbitkan, Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo, 2008).
11 Rosi Selly, “Globalisasi dan Kebangkitan Khilafah Islamiyah dalam Perspektif
Pemikiran Hizbut Tahrir” (Skripsi tidak diterbitkan, Program Studi Pemikiran Politik
Islam Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah, 2006).
12 Ahmad Zainul Muttaqin, “Konsep Takfir Islamic State of Iraq and Syiria” (Skripsi
9
penulis skripsi ini mengkaji penelitian tersebut belum menemukan penelitian
skripsi yang mengkaji tentang pemikiran gerakan Hizbut Tahrir dan ISIS dalam
pandangannya tentang khila>fah dalam studi perbandingan pemikiran.
F. Metode Penelitian
1. Jenis dan Sifat Penelitian
Secara metodologis penelitian ini termasuk jenis penelitian
kepustakaan (library research) artinya peneliti mengungkapkan dan mengelola data yang berasal dari referensi kepustakaan.13 Sifat penelitian ini
adalah deskriptif-komparatif yaitu menguraikan pemikiran gerakan politik
Islam Hizbut Tahrir dan ISIS secara sistematis dan seobyektif mungkin. Serta
membandingkan pemikiran kedua tokoh tersebut untuk mengetahui
persamaan dan perbedaan pendapatnya tentang khila>fah Isla>miyah.
2. Sumber Data
Sumber data yang dipakai dalam penelitian ini tidak jauh dari judul
penelitian ini. Secara umum sumber data akan diambil dari literatur-literatur,
baik itu bersumber dari buku, jurnal, majalah, koran, artikel-artikel yang
berada di website, hasil rekaman dan lain sebagainya yang tentunya masih
berhubungan dengan penelitian ini. Sumber data yang digunakan dalam
penelitian ini dibagi menjadi 2 (dua), yaitu sumber data primer dan sumber
data sekunder.
13 Nasuk Hamid dkk., Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Skripsi, Tesis dan Disertasi
10
a. Sumber data primer, merupakan sumber utama, yaitu buku yang
membahas secara langsung tentang garis perjuangan politik Hizbut
Tahrir atau ISIS, yaitu: Nidham Hukm fi Islam, Mafahim Hizb al-Tahrir, Sistem Pemerintahan Islam yang merupakan karya Taqiyuddin an-Nabhani. Sistem Pemerintahan Islam karya Abdul Qadim Zallum.
Struktur Negara Khilafah: Pemerintahan dan Administrasi, Mengenal Hizbut Tahrir Partai Politik Islam Ideologis, Titik Tolak Perjalanan Perjuangan Hizbut Tahrir, Strategi Dakwah Hizbut Tahrir, yang diterbitkan langsung oleh Hizbut Tahrir. Sedangkan untuk ISIS, penulis
memakai buku berjudul I’la>mu al-Ana>m bi Mi>la>di Daulah al-Isla>m. Buku tersebut disusun oleh Dewan Syariah Negara Islam Irak yang
menjadi pijakan ISIS untuk membuktikan legalitas kekhalifahannya.
Sumber primer lain juga didapat dari majalah Dabiq. Dabiq merupakan majalah propaganda yang dikeluarkan oleh Al-Hayat Media Center
(lembaga resmi ISIS), serta video berjudul The Structure of the Khilafah, dimana video ini merupakan video yang dirilis oleh salah satu media
resmi ISIS, yakni Al-Furqon Media.
b. Sumber data sekunder, berupa tulisan atau buku-buku orang lain yang
terkait materi yang akan diteliti. Misalnya: ISIS The Inside Story oleh Hassan Hassan dan Michael Weiss, ISIS: Jihad atau Petualangan
karangan Ikhwanul Kiram Mashuri, Proyek Khilafah HTI karya Ainur Rofiq al-Amin serta masih banyak tulisan lain yang terkait topik
11
3. Metode Pengumpulan Data
Pada tahap pengumpulan data, penulis menggunakan metode
dokumentasi, yaitu, data-data diambil dari sumber kepustakaan, baik berupa
buku, buletin, majalah, jurnal dan sumber-sumber yang berkaitan. Metode
dokumentasi adalah salah satu metode pengumpulan data kualitatif dengan
melihat atau menganalisis dokumen-dokumen yang dibuat oleh subjek sendiri
atau oleh orang lain tentang subjek. Metode dokumentasi merupakan salah
satu cara yang dapat dilakukan peneliti kualitatif untuk mendapatkan
gambaran dari sudut pandang subjek melalui suatu media tertulis dan
dokumen lainnya yang ditulis atau dibuat langsung oleh subjek yang
bersangkutan.14 Metode ini penulis gunakan untuk menggali pemikiran
Hizbut Tahrir dan ISIS yang terdapat dalam buku primer maupun sekunder.
4. Metode Pendekatan
Penelitian ini menggunakan pendekatan normatif historis untuk
melakukan pembacaan terhadap gerakan serta pandangan Hizbut Tahrir dan
ISIS terhadap konsep khila>fah Isla>miyah. Dalam konteks pembahasan tentang Hizbut Tahrir dan ISIS sisi historisitas merupakan bentuk sejarah bagaimana
sebenarnya kedua kelompok tersebut muncul dan melakukan serangkaian
gerakan untuk mencapai visi, misi serta cita-citanya.
Sedangkan sisi normatif adalah aturan baku yang ada dalam ajaran
Islam baik yang bersumber dari al-Qur’an, hadis, ijma’ para ulama, qiyas, maupun norma-norma yang diakui keabsahannya dalam peradaban Islam,
14 Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif (Jakarta: Salemba Humanika,
12
yang menjadi dasar gerakan Hizbut Tahrir dan ISIS. Normativitas itu sendiri
sudah pasti tidak dapat dipisahkan dari kedua gerakan tersebut. Karena
selama ini baik Hizbut Tahrir atau ISIS mengklaim sebagai kelompok yang
memperjuangkan sebuah misi yang berdasarkan norma-norma dan syariat
yang sesuai dalam ajaran Islam.
5. Metode Analisis Data
Analisis data akan dilakukan secara kualitatif dengan menggunakan
instrumen deduktif dan komparatif. Deduktif yaitu logika berfikir yang
bertumpu pada kaidah-kaidah yang umum untuk kemudian memberikan
penilaian terhadap hal-hal yang bersifat khusus.15 Dalam hal ini penulis akan
menjelaskan tentang khila>fah Isla>miyah secara umum yang kemudian dikerucutkan atau lebih dikhususkan pada pendapat kedua gerakan tersebut
mengenai khila>fah.
Sedang metode komparatif menjelaskan relasi dari dua sistem
pemikiran. Dalam perbandingan, sifat hakiki dari objek penelitian dapat
menjadi lebih jelas dan tajam. Perbandingan ini akan menentukan secara
tegas persamaan dan perbedaaan sehingga hakekat objek dipahami dengan
semakin murni.16 Dengan ini akan ditemukan hasil pemikiran atau gagasan
mengenai khila>fah dalam lingkaran persamaan dan perbedaan dari kedua gerakan tersebut secara terperinci. Dengan metode ini juga akan diketahui
15Ibid, 4.
16 Anton Baker dan Charis Zubair, Metode Penelitian Filsafat, (Yogyakarta: Kanisius,
13
relevan atau tidaknya gagasan Hizbut Tahrir dan ISIS tentang khila>fah yang dihadapkan pada kondisi politik kontemporer kini.
G. Sistematika Pembahasan
Sistematika dalam penulisan skripsi ini dibuat untuk mempermudah proses
penulisan skripsi dan juga akan mempermudah pembaca untuk memahaminya.
Penulisan skripsi ini disusun menjadi beberapa bab. Setiap bab terdiri dari
beberapa sub-sub sesuai dengan keperluan kajian yang akan dilakukan dalam
penelitian.
Bab pertama, berisi pendahuluan untuk mengantarkan pembahasan skripsi
secara keseluruhan yang terdiri dari beberapa sub bab, yaitu: latar belakang,
rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, telaah pustaka, metode
penelitian dan sistematika pembahasan.
Bab kedua menguraikan tentang profil dari gerakan politik Islam Hizbut
Tahrir dan ISIS, mulai dari sejarah terbentuknya dua gerakan tersebut, sepak
terjangnya, serta aktivitas program-program yang dilaksanakan.
Selanjutnya, bab ketiga membahas tentang khila>fah Isla>miyah, yang terdiri dari tiga sub bab. Sub bab pertama menjelaskan mengenai gambaran umum
tentang khila>fah, kemudian sub bab kedua berisi khila>fah Isla>miyah perspektif Hizbut Tahrir, dan sub bab ketiga menguraikan tentang khila>fah Isla>miyah
perspektif ISIS.
Pada bab keempat ini adalah menjelaskan perbandingan pemikiraan
14
persamaan dan perbedaan pemikiran yang dihasilkan kedua gerakan tersebut, serta
membahas relevansi khila>fah Isla>miyah di era modern.
Bab kelima adalah penutup yang berisi kesimpulan dan saran. Kesimpulan
merupakan jawaban dari permasalahan yang muncul dari penelitian ini.
BAB II
PROFIL HIZBUT TAHRIR DAN ISIS
A. Profil Hizbut Tahrir
1. Sejarah Kelahiran Hizbut Tahrir
Hizbut Tahrir atau Liberation Party (Partai Pembebasan) merupakan sebuah organisasi politik Islam ideologis berskala internasional yang aktif
memperjuangkan agar umat Islam kembali kepada kehidupan Islam melalui
ditegakkannya kembali khila>fah Isla>miyah.1 Gerakan ini didirikan di al-Quds Palestina pada tahun 1953 oleh Taqiyuddin al-Nabhani (1909-1977 M).
Sebelumnya, pada awal 1953, Hizbut Tahrir berupaya mengajukan izin
pendirian partai politik kepada Departemen Dalam Negeri Pemerintahan
Yordania sesuai Undang-Undang Organisasi yang diterapkan saat itu. Dalam
surat tersebut terdapat permohonan izin agar Hizbut Tahrir dibolehkan
melakukan aktivitas politiknya, akan tetapi ditolak dan dilarang serta
aktivitasnya dinyatakan illegal.2
Permohonan tersebut ditolak dengan alasan agenda aktivitas yang
dianggap membahayakan dan bertentangan dengan Undang-Undang
Yordania. Sebagai contoh, Hizbut Tahrir menolak pewarisan kekuasaan dan
menghendaki pemilihan penguasa. Mereka menolak nasionalisme sebagai
asas berdirinya negara, tetapi menghendaki Islam. Hal ini dianggap akan
1 Ihsan Samara, Biografi Singkat Taqiyuddin al-Nabhani (Bogor: Al-Izzah Press, 2002),
4.
16
berlawanan dengan penerapan sistem politik Yordania bahkan akan
menimbulkan perpecahan dikalangan rakyat.3
Hizbut Tahrir telah beberapa kali berupaya melakukan
pengambilalihan kekuasaan di beberapa negara-negara di Arab, seperti
Yordania pada tahun 1969, Mesir pada tahun 1973, dan serentak di Iraq,
Sudan, Tunisia, Aljazair pada tahun 1973, namun sayangnya semuanya gagal.
Sejak saat itulah Hizbut Tahrir mulai merubah strategi perjuangannya dengan
lebih banyak melontarkan wacana dan melakukan pembinaan terhadap
masyarakat melalui dakwah.4
Oleh al-Nabhani, Hizbut Tahrir dimaksudkan sebagai basis politik
untuk memperjuangkan umat Islam agar terbebas dari kemunduran dan
penderitaan yang telah berlangsung dalam waktu yang sangat panjang.
Keterpurukan dan kemunduran Islam sejak abad ke-19 M ini bukan tanpa
sebab. Mereka dijajah dan di bawah kekuasaan imperium Barat. Karena
alasan itulah kemudian banyak melahirkan gerakan sosial politik yang
berusaha menyelamatkan keterpurukan Islam dan berjuang menentang
penjajah atas negara mereka. Namun, menurut Hizbut Tahrir, bukan malah
menyelamatkan justru menambah problem lain bagi umat Islam.5
Al-Nabhani mengidentifikasikan ada tiga faktor penyebab kegagalan
gerakan tersebut: pertama, aktivis kebangkitan Islam di samping tidak memiliki pemahaman yang mendalam terhadap paradigma fikrah
3 M. Imdadun Rahmat, Arus Baru Islam Radikal: Transmisi Revivalime Islam Timur
Tengah ke Indonesia (Jakarta: Penerbit Erlangga, 56.
17
Islamiyah (pemikiran Islam), juga dipengaruhi oleh pemikiran yang berasal dari luar Islam. Salah satu produk pemikiran asing yang sering dikritik
al-Nabhani adalah adalah filsafat.6
Kedua, lemahnya al-t}ariqah al-Islamiyah (metode Islam). Dalam aspek ini, oleh al-Nabhani, umat Islam dinilai tidak memiliki gambaran yang
jelas mengenai al-t}ariqah al-Islamiyah. Al-Nabhani mengkritik fikrah aktifis gerakan kebangkitan Islam tersebut sebagai fikrah yang masih umum, tanpa adanya batasan yang jelas sehingga muncul kekaburan atau pembiasan, yang
menyebabkan fikrah tersebut tidak lagi murni.7
Faktor berikutnya yang dinilai al-Nabhani sebagai menyebab
kegagalan aktivis gerakan kebangkitan Islam adalah tidak adanya jalinan
yang kokoh antara fikrah dan t}ariqah (pemikiran dan metode). Menurut beliau, kaum muslimin hanya memperhatikan hukum-hukum syariat yang
berkaitan dengan pemecahan persoalan kehidupan yang menyangkut
aspek-aspek fikrah saja. Sedangkan syariat yang menjelaskan cara praktis
pemecahan masalah, justru diabaikan. Al-Nabhani menyayangkan
ketidakpedulian umat Islam dalam mempelajari hukum-hukum yang
berhubungan dengan jihad, ghanimah, serta hukum yang menyangkut
khila>fah. Cara seperti ini memisahkan antara fikrah dengan t}ariqah, antara
teori dengan praktik, sehingga mustahil fikrah bisa diterapkan.8
6 Taqi al-Din al-Nabhani, Mafahim Hizb al-Tharir (al-Quds: Hizb al-Tahrir, 1953), 4. 7Ibid.
8 Syamsul Arifin, Ideologi dan Praksis Gerakan Sosial Kaum Fundamentalis (Malang:
18
Dari aspek normatif, Hizbut Tahrir menyandarkan berdirinya gerakan
ini untuk menyambut dan menjawab firman Allah dalam surat Ali Imran ayat
104:
َنْ ُحِلنفُمنلا ُمُ كِئ لنوُأ و
جِر كنن ُمنلا ِن ع َ نْ هن ن ي و ِفنوُرنع منلااِب َنوُرُمنأ ي و ِني نْا لِإ َنُْعند ي ةَمُأ نمُكننِم ننُك تنل و
“Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS Ali Imran: 104)
Hizbut Tahrir adalah partai yang telah memahami dan menguasai
fikrah, melihat dengan jelas dakwahnya; memahami permasalahnnya dan
konsisten dengan sirah} Rasulullah SAW, maka tujuan gerakan ini adalah sebagai berikut:
a. Melanjutkan kehidupan Islam dan mengemban dakwah Islam. Hizbut
Tahrir mengklaim bahwa permasalahan, urgen dan mendasar yang
dihadapi umat Islam saat ini hanya dapat diatasi dengan mengembalikan
hukum melalui penegakan khila>fah.9
b. Membangkitkan kembali umat Islam dengan cara yang benar, yaitu
dengan pola pikir cemerlang yang dibangun di atas aqidah Islam dan
berusaha untuk mengembalikan masa kejayaan dan keemasan umat Islam
sehingga mampu mengambil alih kendali kepemimpinan dari
negara-negara dan bangsa-bangsa lain di dunia, sebagaimana yang telah terjadi
di masa lampau tatkala Islam memimpin dan memelihara urusan
kehidupan sesuai dengan hukum-hukum Islam.
19
c. Mengemban risalah Islam ke seluruh dunia dan memimpin umat dalam
bertarung melawan sistem kufur, berikut pemikiran-pemikirannya secara
menyeluruh, sehingga Islam dapat meliputi seluruh dunia.10
Organisasi ini diakui oleh pendirinya sekaligus para aktivisnya bukan
sebagai organisasi sosial keagamaan, melainkan sebagai partai politik.
Setelah Taqiyuddin al-Nabhani meninggal, kepemimpinan Hizbut Tahrir
digantikan oleh Sheikh Abdul Qodim Zallum. Sepeninggal pemimpin kedua,
sejak tahun 2003, Hizbut Tahrir dipimpin oleh Sheikh Atha’ Abu Rostah secara internasional. Beliaulah orang nomor satu dalam struktur
kepemimpinan Hizbut Tahrir sekarang ini.11
2. Aktivitas Hizbut Tahrir
Seluruh kegiatan yang dilakukan Hizbut Tahrir adalah kegiatan yang
bersifat politik. Dimana mereka memperhatikan urusan masyarakat sesuai
dengan hukum-hukum serta pemecahannya secara syar’i, karena politik adalah mengurus dan memelihara urusan masyarakat (rakyat) banyak sesuai
dengan hukum-hukum Islam dan pemecahan-pemecahannya.12
Kegiatan-kegiatan yang bersifat politik ini tampak jelas di dalam
mendidik dan membina umat dengan thaqafah (kebudayaan) Islam, meleburnya dengan Islam, membebaskannya dari akidah-akidah yang rusak,
pemikiran-pemikiran yang salah, serta dari persepsi yang keliru, dan
10 Hizbut Tahrir, Strategi Dakwah Hizbut Tahrir (Bogor: Pustaka Thoriqul Izzah, 2001),
39-40.
11 Endang Turmudzi dan Riza Sihabudin (ed.), Islam dan Radikalisme di Indonesia
(Jakarta: LIPI Press, 2006), 265-266.
12 Hizbut Tahrir, Mengenal Hizbut Tahrir dan Strategi Dakwah Hizbut Tahrir (Bogor:
20
sekaligus membebaskannya dari pengaruh ide-ide dan pandangan-pandangan
yang kufur. Kegiatan politik ini tampak juga dalam aspek pergolakan
pemikiran dan dalam perjuangan politiknya.
Adapun pergolakan pemikiran tersebut dapat terlihat dalam
penentangannya terhadap ide-ide dan aturan-aturan kufur. Seperti halnya
dalam penentangannya terhadap ide yang salah, aqidah-aqidah yang rusak
atau pemahaman yang keliru dengan cara menjelaskan kerusakannya,
menampakkan kekeliruannya, yang disertai dengan menjelaskan ketentuan
hukum Islam dalam masalah tersebut. Adapun perjuangan politiknya, dapat
terlihat dari penentangannya terhadap orang-orang kafir imperialis untuk
memerdekakan umat dari belenggu kekuasaannya, membebaskan umat dari
tekanan dan pengaruhnya, serta mencabut akar-akarnya yang berupa
pemikiran, kebudayaan, politik, ekonomi, maupun militer dari seluruh
negeri-negeri Islam.13
Perjuangan politik ini juga tampak jelas dalam menentang para
penguasa, mengungkapkan pengkhianatan dan persekongkolan mereka
terhadap umat; melancarkan kritik, kontrol dan koreksi terhadap mereka serta
berusaha menggantinya apabila hak-hak umat dilanggar atau tidak
menjalankan kewajibannya terhadap umat, begitu halnya bila mereka
melalaikan salah satu urusan umat, atau mereka menyalahi hukum-hukum
Islam.
13 Hizbut Tahrir, Strategi Dakwah Hizbut Tahrir (Bogor: Pustaka Thoriqul Izzah, 2001),
21
Jadi kegiatan Hizbut Tahrir secara keseluruhan adalah kegiatan yang
bersifat politik, baik sebelum maupun sesudah mengambil alih kegiatan di
luar hukum pemerintahan ataupun yang menyangkut pemerintahan. Kegiatan
Hizbut Tahrir tidak hanya pada aspek pendidikan. Hizbut Tahrir bukan
madrasah. Begitu pula seruannya tidak hanya bersifat nasehat-nasehat dan
petunjuk-petunjuk. Akan tetapi kegiatannya bersifat politik, dengan cara
mengemukakan fikrah-fikrah Islam beserta hukum-hukumnya untuk
dilaksanakan, dipikul dan diwujudkan dalam kenyataan hidup dan
pemerintahan.
Hizbut Tahrir mengemban dakwah Islam agar Islam dapat
dilaksanakan dalam kehidupan, sehingga aqidah Islam menjadi dasar negara,
dasar konstitusi dan undang-undang. Karena aqidah Islam adalah aqidah aqliyah (dasar untuk pemikiran) dan aqidah siyasiyah (dasar untuk politik) yang memancarkan aturan yang dapat memecahkan problema manusia secara
keseluruhan, baik di bidang politik, ekonomi, pendidikan, sosial masyarakat
dan lain-lain.14
3. Konsepsi Politik Hizbut Tahrir
Sejak awal berdirinya, Hizbut Tahrir menyatakan diri sebagai partai
politik dengan Islam sebagai ideologinya. Dalam mindset pemikiran mereka, Islam ditafsirkan sebagai ideologi bagi kemaslahatan umat, yang di dalam
ajarannya terdapat pedoman untuk mengatur segala aspek kehidupan manusia
14 Tim Hizbut Tahrir, Mengenal Hizbut Tahrir: Partai Politik Islam Ideologis (Bogor:
22
baik politik, ekonomi, maupun sosial. Oleh karenanya Islam tidak bisa
dilepaskan dari praktek kegiatan politik yang mereka anggap memiliki hukum
fardu kifayah. Konsepsi partai tentang otoritas dan kepemimpinan diambil
dari tradisi Islam. Referensi yang mereka jadikan panutan adalah dengan
melakukan tinjauan historis kejayaan Islam di masa lalu yang ingin mereka
representasikan ke dalam kehidupan modern yang mereka nilai telah
terkontaminasi oleh ide-ide serta praktek sistem Barat.
Hizbut Tahrir terkenal bukan hanya karena watak politiknya yang
kentara, tetapi juga karena sistem pemikirannya yang konsisten dan program
politiknya yang terpadu. Mereka menafsirkan Islam sebagai ideologi yang
mengungguli sosialisme dan kapitalisme. Sistem yang mengatur segala aspek
kehidupan muslim adalah syariat. Partai ini mendesak kaum muslim untuk
berijtihad dalam mengelaborasi syariat secara terus-menerus. Partai ini
menganggap implementasi syariat sangat penting bagi pemulihan cara hidup
Islami dan negara merupakan syarat penting untuk mencapai tujuan ini.15
Menurut Hizbut Tahrir, Islam adalah prinsip ideologi yang terdiri dari
aqidah dan syari’at. Aqidah merupakan fungsi untuk memecahkan persoalan
manusia, menjelaskan bagaimana memecahkan persoalan tersebut,
memelihara dan mengembangkan ideologi tersebut. Islam sebagai prinsip
ideologi inilah yang kemudian menjadi pola hidup yang khas yang sangat
23
berbeda dengan pola hidup lainnya, seperti kapitalisme, sosialisme dan
isme-isme lainnya.16
Adapun bentuk negara dan pemerintahan yang dikehendaki partai ini
adalah model pemerintahan yang berbentuk kekhalifahan klasik. Model ini
mereka anggap sebagai satu-satunya bentuk autentik pemerintahan Islam,
yang diupayakannya untuk dihidupkan kembali bersama lembaga-lembaga
tradisional yang menyertainya. Untuk mencapai tujuan ini, partai menyusun
konstitusi yang memerinci sistem politik, ekomomi, dan sosial negara yang
dimaksud. Hizbut Tahrir merinci dan menggambarkan sebuah sistem
kekhilafahan yang sentralistik dalam arti sistem yang memberikan kekuasaan
eksekutif dan legislatif kepada khalifah terpilih, yang pada dirinya sebagian
besar fungsi negara terpusat.
B. Profil ISIS
1. Sejarah Kelahiran ISIS
ISIS (Islamic State of Iraq and Syria) merupakan kelompok jihadis sempalan dari al-Qaeda, yang mengklaim berhaluan Ahl Sunnah wa al-Jamâ’ah serta mempunyai tujuan untuk mendirikan negara Islam (khila>fah
Isla>miyah). Lahirnya gerakan ini memiliki sejarah yang cukup panjang.17
16Muhammad Hussain Abdullah, Studi Dasar-dasar Pemikiran Islam. Penerjemah
Zamroni (Bogor: Pustaka Thariqul Izzah), 43.
17 Beberapa sumber menyatakan bahwa ISIS – dan tentu saja Al-Qaeda – awalnya
24
Sebelum namanya menjadi ISIS atau dalam Bahasa Indonesia dikenal sebagai
NIIS (Negara Islam Irak dan Suriah), akar dari gerakan ISIS bermula dari
dibentuknya Jama’at al-Tawh}i>d wal Jiha>d (Jemaat Tauhid dan Jihad) yang
didirikan oleh Abu Mus’ab al-Zarqawi pada tahun 2004.18
Adalah Ahmad Fadhil Nazzal al-Khalaylah, nama asli dari Abu
Mus’ab al-Zarqawi, orang yang disebut-sebut sebagai founding father
berdirinya gerakan ISIS. Sejak kecil al-Zarqawi bukanlah siswa yang
menjanjikan. Kemampuan baca tulis Arabnya tidak bagus, dan dia di drop out
dari sekolahnya pada 1984, tahun dimana ayahnya meningggal dunia. Saat
melakukan wawancara untuk New York Times, salah satu sepupunya
menuturkan bahwa al-Zarqawi sering melanggar hukum dengan perbuatan
“buruk” nya.19
Al-Zarqawi kemudian melanjutkan studinya di sekolah agama di
Masjid al-Husayn Ben Ali di Amman. Di masjid itulah al-Zarqawi mengenal
tersebut dibuat demi melindungi kepentingan zionis. Dengan diciptakannya musuh di perbatasan tersebut akan memperpanjang instabilitas di Timur Tengah. Dalam dokumen itu pula memaparkan bahwa Al-Baghdadi (khalifah ISIS sekarang) telah mendapatkan pelatihan militer setahun penuh dari Mossad, sekaligus mendapatkan kursus teologi dan retorika dari lembaga intelijen zionis tersebut. Namun seiring dengan perjalanan waktu dan perubahan geopolitik global, Al-Qaeda dan ISIS justru menjadikan AS dan Barat
sebagai musuh “jauh” (far enemy) mereka. Sementara itu, musuh dekat mereka adalah rezim berkuasa yang disokong oleh Barat, seperti kekuasaan Presiden Suriah Bashar al-Assad dan Perdana Menteri Irak, Nouri al-Maliki. Selengkapnya baca: Reno Muhammad,
ISIS; Kebiadaban Konspirasi Global (Bandung: Noura Books, 2014); Masdar Hilmy,
“Genealogi dan Pengaruh Ideologi Jihadisme Negara Islam Irak dan Suriah (NIIS) di
Indonesia”, Teosofi: Jurnal Tassawuf dan Pemikiran Islam, Volume 4 Nomor 2 (Desember, 2014); Muhammad Haidar Assad, ISIS: Organisasi Teroris Paling Mengerikan Abad Ini (Jakarta: Zahira, 2014).
18 Masdar Hilmy, “Genealogi dan Pengaruh Ideologi Jihadisme Negara Islam Irak dan Suriah (NIIS) di Indonesia”, Teosofi: Jurnal Tassawuf dan Pemikiran Islam, Volume 4 Nomor 2 (Desember, 2014), 406.
19 Michael Weiss dan Hassan Hassan, ISIS: The Inside Story, terj. Tri Wibowo BS
25
Salafisme, sebuah doktrin yang mendukung pemurnian teologis dan tradisi
Nabi Muhammad. Salafis memandang demokrasi Barat dan modernitas
bukan hanya pada dasarnya tidak sejalan dengan Islam, tetapi juga merusak
peradaban Arab. Pada posisi ekstremnya, Salafi juga menganut doktrin jihad.
Kata ini berarti “perjuangan, berjuang” dalam bahasa Arab dan memuat
banyak definisi. Namun, ketika Uni Soviet menginvasi Afganistan pada tahun
1979, definisi utama jihad dalam konteks ini lebih kepada “perlawanan bersenjata.”20
Pada tahun 1999 Zarqawi mendapatkan kepercayaan oleh Osama bin
Laden yang merupakan pemimpin Al Qaeda untuk mengelola sebuah camp
pelatihan di Herat (Afghanistan Barat). Akan tetapi ada perbedaan pandangan
mengenai perjuangan jihad dan mendirikan negara Islam yang ideal antara
Zarqawi dan Bin Laden. Bin Laden berfokus hanya terhadap musuh negara
besar seperti Amerika Serikat, dan tidak tertarik kepada menguasai satu
negara atau wilayah dan menyebarkan ideologi jihadnya. Sedangkan Zarqawi
sendiri lebih kepada kegiatan menggunakan kekerasan untuk melakukan
infiltrasi terhadap suatu wilayah atau negara yang dijalankan oleh rezim yang
menurut mereka murtad dan pada akhirnya untuk dikuasai.21
Dengan dasar pemikiran itulah kemudian Zarqawi membuat
kelompok yang dinamai Jama’at al-Tawh}i>d wal Jiha>d (JTJ) dan juga mengelola camp pelatihan di Herat Afghanistan. JTJ lebih dari sebuah
20 Michael Weiss dan Hassan Hassan, ISIS: The Inside Story, terj. Tri Wibowo BS
(Jakarta: Prenada, 2015), 2-3.
21 Fernando Tambunan, Sejarah dan Ideologi ISIS (Islamic State of Iraq and Syria),
26
jaringan. JTJ merupakan kelompok yang terorganisir yang dibangun dengan
bantuan finansial dari Bin Laden. Zarqawi merekrut masyarakat Islam
terbuang yang berasal dari Jordan, Palestina, dan Suriah yang berada di
Eropa. Pada tahun 2001 populasi di camp Herat sudah mencapai 2.000 (dua ribu) sampai 3.000 (tiga ribu) orang sehingga menjadikan Zarqawi pemimpin
penuh kelompok teroris di Herat.22
Berikut adalah skema genealogi terbentuknya ISIS:
27
Pada Oktober 2004, al-Zarqawi berbaiat kepada pemimpin al-Qaeda,
Osama bin Laden. Organisasi baru yang dipimpin oleh al-Zarqawi setelah
bergabung dengan al-Qaeda bernama Tanz}i>m Qa>’idat al-Jiha>d fi> Bila>d
al-Ra>fidayn, yang berarti al-Qaeda di negeri dua sungai, karena Negara Irak
dibelah oleh dua sungai yaitu Sungai Tigris dan Sungai Eufrat. Akan tetapi di
kalangan Internasional lebih dikenal dengan nama al-Qaeda in Irak (AQI).23
Pada tahun itu pula ia membentuk Majelis Syuro “al-Mujahidin” yang
dipimpin oleh Abdullah Rasyid al-Baghdadi.24
Pada 7 Juni 2006, al-Zarqawi terbunuh oleh serangan udara yang
dilakukan oleh AS. Kematian al-Zarqawi bukan berarti AQI juga ambruk.
Majelis Syuro “al-Mujahidin” yang dibentuknya kemudian mengangkat
seorang pemimpin baru, yakni Abu Ayyub al-Masri, seorang kebangsaan
Mesir yang menggunakan nama julukan Abu Hamzah al-Muhajir. Pada tahun
2006 pula AQI mengumumkan pembentukan Tanz}i>mu daulah Iraq
al-Isla>miyyah fi> Iraq atau Negara Islam Iraq (Islamic State of Iraq/ISI), dan
menunjuk Abu Umar al-Baghdadi sebagai amirnya.25 ISI memiliki tujuan
untuk menggulingkan pemerintahan Irak dan menggantinya dengan negara
Islam murni yang berdasarkan syariah, serta menempatkan fokus yang lebih
besar pada masa depan jihad, kelompok dan Irak.26
23 Trias Kuncahyono, “Genesis ISIS dan Demonstrative Effect di Indonesia”, dalam
Kontroversi Khilafah: Islam, Negara dan Pancasila, ed. Komaruddin Hidayat (Jakarta: Mizan, 2014), 214.
28
Pada tanggal 15 Oktober 2006 Tawh}i>d wa al-Jiha>d yang dipimpin oleh Abu> ʻUma>r berkoalisi dengan beragam kabilah dan suku di Iraq seperti: al-Dulaim, al-Jabbur, al-ʻUbaid, Zuubaa, Qays, Azza, Tay, Janabiyin, al-Halaliyin, al-Mushahada, al-Dayniya, Bani Zayd, al-Mujama’, Bani Shammar, Inaza, al-Suwaidah, al-Nuʻaim, Khazraj, Bani al-Him, al-Buhairat, Bani Hamdan, al-Sa’adun, al-Ghanim, al-Sa’adiya, al-Ma’awid, al-Karbala, al-Salman dan al-Qubaysat. Selanjutnya hasil dari koalisi ini lahirlah Islamic State of Iraq (ISI) dan sekaligus menunjuk Abu> ʻUmar al-Baghda>di> sebagai pemimpin ISI.27
Empat tahun kemudian ISI menyulut perang dengan tentara Amerika
Serikat yang ada di Iraq, sampai Abu> ʻUma>r terbunuh pada 2010. Kemudian kepempinan jatuh pada Abu> Bakr al-Baghda>di>, yang dikenal sebagai
komandan perang yang memiliki analisa dan taktik yang jitu. Kemudian pada
2012 al-Baghda>di> memperluas jaringannya sampai ke Suriah dan mengirim
Abu> Muhammad al-Jau>lani> untuk membantu para milisi Suriah yaitu Jabhat
al-Nushrah (JN) sebagai salah satu bagian al-Qaeda. Tidak lama kemudian JN mampu menguasai banyak wilayah di Suriah.28
Sebenarnya, pemimpin kelompok jihad al-Qaeda, Ayma>n al-Zawa>hiri,
memang menghendaki agar ISI hanya berkonsentrasi pada wilayah Iraq saja,
tidak menyeberang ke Suriah. Ternyata al-Baghda>di>, pemimpin tertinggi ISI,
tidak menggubris peringatan dari mentornya dan lebih memilih jalannya
27 Reno Muhammad, ISIS; Kebiadaban Konspirasi Global (Bandung: Noura Books,
2014), 31
29
sendiri sekaligus tepat pada 17 April 2013 ISI mendeklarasikan diri sebagai
kekuatan baru yang terpisah dari al-Qaeda. Kemudian al-Baghda>di>
menambahkan Syria atau the Levant pada nama mereka, dan kemudian
dikenal dengan sebutan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) atau Islamic State of Iraq and the Levant (ISIL).29
Pada tanggal 29 Juni 2014 al-Baghda>di> menyerukan untuk baiat
kepadanya sebagai khalifah,30 dan sekaligus mengubah nama menjadi Islamic State (IS). Mereka menanggalkan nama Iraq dan Syria atau the Levant untuk menegaskan bahwa mereka menghendaki wilayah penguasaan lebih luas dari
pada sekedar kedua wilayah tersebut. Maka muncul ISIS yang sekarang ini,
sebuah kekuatan yang sangat dahsyat sebagai kombinasi antara ideologi
jihadisme, militer, militansi, dan kekerasan. Dengan ideologi khila>fah dan
Sunni>, keberadaan ISIS ini bertujuan menandingi sekaligus memberangus
keberadaan insitusi Shi>’ah di negara-negara yang ada Timur Tengah.31 Bahkan di bawah kepemimpinan Abu> Bakr Al-Baghda>di> ISIS
mendeklarasikan Negara Islam di sepanjang Iraq dan Suriah dan juga
menyatakan Al-Baghda>di> akan menjadi pemimpin bagi umat muslim di
seluruh dunia.32
Tidak dapat dipungkiri, sejak kepemimpinan ISIS di pegang oleh
al-Baghda>di>, kekuatan ISIS semakin besar dan terorganisir. Hal tersebut jelas
29Ibid, 32
30 Baiat; Kewajiban, Aplikasi dan Penyelewengan, Majalah Digital Kiblat, Edisi 01
Ramadhan 1435H (www.kiblat.net), 3.
31 Masdar Hilmy, Genealogi dan Pengaruh, 407.
32 Muktafi Ni’am, Mengenal Ideologi ISIS dan Sepak Terjangnya dalam www.nu.or.id
30
terbukti dengan ditaklukannya sejumlah wilayah di Iraq dan Suriah seperti
Anbar, Mosul, Ramadi, Fallujah, Sinjar dan Raqaa.33
2. Ideologi ISIS
Melihat dari sejarahnya, ideologi yang dianut ISIS adalah jihadis
salafi,34 yang berarti perjuangan untuk memelihara dan membawa kembali
kemurnian aqidah dan manhaj Islam agar selalu sejalan dengan ajaran Rasulullah SAW. Adapun konsep-konsep pemikiran yang menjadi pilar dari
gerakan jihadis salafi, diantaranya adalah; ideologi salafisme modern yang
yang dibawa Al-Zarqawi ketika masih belajar di Peshawar, Pakistan. Gagasan
sentral dari salafisme modern adalah tetap purifikasi Islam, yang waktu itu
telah terkontaminasi korupsi dan stagnasi sebagai hasil dari kolonisasi Barat.
Mereka berpendapat bahwa Kesultanan Ottoman (Kekhalifahan
Utsmaniyyah) sebagai penyebab utama kegagalan Arab memodernisasi diri.
Karena itu, mereka menyerukan agar semua umat Islam kembali pada
kemurnian agama, kembali ke asal-usul Islam, dan ajaran Nabi. Inilah proses
esensial purifikasi agama, proses pembersihan dari abad-abad dominasi
politik dan ekonomi.35
Di tempat itu pula, Al-Zarqawi bersentuhan dengan konsep al-tauh}i>d (keesaan Allah) yang pernah diformulasikan kembali oleh Sayyid Qutb pada
33 Reno Muhammad, ISIS, 38.
34 Cole Bunzel, “From Paper State to Caliphate: The Ideology of the Islamic State”,
Project on U.S. Relations with the Islamic World, No. 19 (March 2015), 7. Baca juga: Tambunan, Sejarah dan Ideologi ISIS, 8.
35 Trias Kuncahyono, “Genesis ISIS dan Demonstrative Effect di Indonesia”, dalam
31
tahun 1950-an. Sayyid Qutb menulis, “Allah adalah sumber kekuatan, bukan
orang, bukan partai atau makhluk lainnya.” Ini yang disebut al-h{akimiyyah
lilla>h (prinsip pemerintahan Allah), memproyeksikan Allah ke inti arena
politik. Ajaran lain yang dikenal Al-Zarqawi adalah soal takfi>r (riddah atau kemurtadan). Sehingga gerakan ISIS ini menuduh kaum sekuler dan Muslim
Irak moderat (terutama mereka yang memiliki kecenderungan liberal dan
demokratik), juga kaum Syiah adalah murtad. Mereka yang telah dianggap
murtad oleh ISIS maka halal untuk dibunuh.36
Melihat ideologi radikal yang dibawa oleh ISIS, menunjukkan bahwa
gerakan ini bermuara pada aliran Wahabi. Wahabi merupakan sebuah sekte
keras dan kaku yang merupakan prototipe “salafi radikal yang bisa
dipastikan” atau “pembersihan aqidah” dan didirikan oleh Muhammad Ibnu
‘Abdul Wahab di Semenanjung Arab pada abad ke-18. Dia menerapkan
literalisme yang ketat yang menjadikan teks suci (al-Qur’an dan hadits) sebagai satu-satunya sumber otoritas yang sah dan menampilkan permusuhan
ekstrem kepada intelektualisme, mistisisme atau tahayul, dan semua
perbedaan sekte yang ada dalam Islam. Dengan menyatakan memiliki
ketaatan harfiah pada teks suci agama Islam, aliran ini mengklaim bahwa
mereka memiliki keautentikan yang dapat dipercaya dan menegaskan diri
bahwa mereka hanya sekedar mematuhi ketentuan sala>f as}-s}a>lih (para pendahulu yang terbimbing, yakni Rasulullah dan para sahabatnya) dan
32
dengan demikian, kaum Wahabi dapat memanfaatkan simbol dan kategori
Salafisme.37
Dalam perkembangannya, setelah tidak sabar dengan proses dialog
dalam melakukan perubahan, Muhammad Ibnu Abdul Wahab akhirnya
menyimpulkan bahwa kata-kata saja tidaklah cukup, sehingga dia melakukan
perubahan melalui perbuatan. Aksi kekerasan pertama yang dilakukan oleh
Wahabi adalah dengan menghancurkan makam Zaid bin al-Khatab (sahabat
Nabi dan saudara kandung Umar bin Khatab). Sebelum itu, aksi-aksi
pemurtadan dan pengkafiran pun dilancarkan, sebagai pembuka aksi-aksi
kekerasan yang dilakukan.38
Pada tahun 1746 M/1159 H, Wahabi secara resmi memproklamasikan
jihad terhadap siapapun yang mempunyai pemahaman tauh}i>d berbeda dari mereka. Kampanye ini diawali dengan tuduhan syirik, murtad dan kafir.
Setiap muslim yang mempunyai pemahaman dan praktik ajaran Islam
berbeda dari Wahabi dianggap murtad, oleh karena itu perang diperbolehkan
atau bahkan diwajibkan terhadap mereka. Razia, penggerebekan dan
perampokan terhadap mereka pun dilakukan. Sehingga, predikat Muslim
(menurut Wahabi) hanya merujuk secara eksklusif kepada para pengikut
Wahabi.39
Sejarah Wahabi tidak pernah lepas dari aksi-aksi kekerasan, baik
doktrinal, kultural, maupun sosial. Dalam penaklukan Jazirah Arab 1920-an
37 Rahmat, Arus Baru, 69-71.
38 Abdurrahman Wahid (Ed.), Ilusi Negara Islam: Ekspansi Gerakan Islam Transnasional
di Indonesia (Jakarta: The Wahid Institute, 2009), 65-66.
33
ini, lebih dari 400 ribu umat Islam dibunuh, dieksekusi atau diamputasi secara
publik, termasuk wanita dan anak-anak. Selain itu, kekayaan dan para wanita
di daerah yang ditaklukan sering dibawa sebagai rampasan perang. Setelah
itu, seperti biasa, Wahabi memaksakan ajarannya kepada semua Muslim yang
berada di daerah taklukannya.40
Ringkasnya, sikap dan kegemaran utama Wahabi sejak awal
gerakannya, selain membunuh serta merampas kekayaan dan wanita, juga
termasuk menghancurkan makam dan peninggalan-peninggalan bersejarah;
membakar buku-buku yang tidak sepaham dengan mereka; memvonis
musyrik, murtad dan kafir pada siapapun yang melakukan amalan-amalan
yang tidak sejalan dengan ajaran Wahabi. Memang, sebelum mempunyai
kekuatan fisik atau militer, Wahabi lazim melakukan kekerasan doktrinal,
intelektual dan psikologis dengan menyerang siapapun sebagai musyrik,
murtad dan kafir. Namun, setelah mereka mempunyai kekuatan fisik atau
militer, tuduhan tersebut diiringi dengan serangan-serangan fisik seperti
pemukulan, eksekusi dan pembunuhan. Wahabi menyebut semua ini sebagai
dakwah, amar ma’ruf nahi munkar dan jihad, yang sebenarnya semua
terminologi tersebut tidak mempunyai konotasi kekerasan dalam bentuk
apapun.41
Fenomena tersebut serupa dengan apa yang dilakukan ISIS sejak awal
kemunculannya. Dimana mereka menghukumi kafir dan menyerang siapa
saja yang tidak sepaham dengan mereka. Disamping itu, gerakan ekstremis
40Ibid, 69.
34
ini juga melakukan penghancuran terhadap peninggalan sejarah dan budaya
Irak di Mosul. Bahkan mereka juga meratakan makam Nabi Yunus a.s.
dengan tanah, yang diikuti dengan penghancuran sedikitnya 24 tempat suci
dan pusat peradaban di Mosul, Irak. Serta masih banyak situs-situs sejarah
lain yang menjadi target penghancuran oleh ISIS. Penghancuran tersebut
bukan tanpa sebab. ISIS berkeyakinan, telah terjadi perilaku syirik di tempat
tersebut.42 Sehingga, dapat ditarik benang merah bahwa ISIS atau gerakan
ekstremis lainnya yang berdakwah atau berjihad dengan jalan kekerasan dapat
dipastikan bahwa mereka termasuk dalam golongan Wahabi.
3. Perekrutan Anggota
ISIS mempunyai beberapa strategi dalam hal perekrutan anggota,
yakni: pertama, merekrut orang-orang yang menganut corak keislaman atau mempunyai kesamaan dengan ideologi ISIS. Yang termasuk dalam kelompok
ini adalah orang-orang yang berpendapat Islamnya sebagai Islam murni dan
menganggap selainnya sebagai kafir serta praktek-praktek keislaman di luar
yang mereka praktekkan sebagai bid’ah (sesat). Selain itu kebanyakan dari
mereka merupakan orang-orang yang menginginkan berdirinya negara Islam
dan menganggap pemerintahan selain Islam (termasuk pemerintahan
demokratis) sebagai thoghut. Selebihnya, secara umum mereka adalah muslim ekstrim dan radikal.43
42 Reno Muhammad, ISIS, 2.
43 Tempo. PBNU: Ubah Paradigma untuk Tangkal ISIS.
35
Kedua, mengadakan pertemuan-pertemuan damai dengan suku-suku. ISIS memiliki sejarah panjang dalam membangun hubungan dengan
suku-suku di wilayahnya dalam upaya memperkuat jajaran kaum muslimin,
menyatukan mereka di bawah satu pemimpin, dan bekerja sama menuju
khila>fah ‘ala> minhaj al-nubuwwah. Prakteknya dengan menghadiri
forum-forum suku, membahas kekhawatiran para pemimpin suku, dan menerima
bai’at mereka secara teratur, yang umumnya berakhir dengan sukses.44
Tahun lalu, atas undangan dari kepala bagian Hubungan Masyarakat
di wilayah Halab, Kepala Urusan Kesukuan wilayah Halab menghadiri
pertemuan dengan perwakilan dari suku-suku Albu Khamis, Banu Sa’id,
Al-‘Awn, suku-suku di wilayah Khafsah dan sekitarnya serta suku dari
al-Ghanim. Dalam pertemuan tersebut pihak ISIS menjelaskan tentang misi-misi
mereka, mereka juga menyerukan akan menerapkan syariat, menegakkan
agama, mengajak kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar.
Lebih lanjut lagi mereka menjelaskan tentang kemenangan-kemenangan jihad
mereka dan menekankan bahwa pertemuan ini bertujuan untuk bertemu
dengan suku-suku, menolong dan berkomunikasi dengan mereka, bekerja
untuk memenuhi kebutuhan mereka, dan bekerja sama dalam ketakwaan dan
kebaikan.45
Namun sebagai timbal balik, ISIS meminta suku-suku tersebut
dukungan dan kesetiaan mereka untuk membantu ISIS dengan harta mereka,
44 Dabiq, “The Return of Khilafah”, Al-Hayat Media Center, Issue 1 (Ramadhan, 1435),
12.
36
senjata mereka, anak-anak dan laki-laki dari mereka untuk turut serta
bergabung dan berpartisipasi dengan militer ISIS.46
Ketiga, ISIS merekrut orang-orang yang sebelumnya mempunyai kehidupan carut marut atau mempunyai tingkat kriminalitas yang tinggi.
Dijanjikan kehidupan mulia serta kematian syahid (mendapat surga) dengan instan ketika bergabung dengan ISIS menjadi mujahidin.47 ISIS mengajarkan kepada mereka tentang ke-syahid-an dan ditegaskan bahwa satu-satunya jalan yang bisa menyelamatkannya hanya dengan menjadi mujahidin sebagai bentuk penebusan dosa dan jalan menuju surga. Bisa dikatakan bahwa inilah
cara efektif bagi ISIS dalam hal perekrutan anggota. Sebab begitulah awal
mula jalan al-Zarqawi hingga kemudian menjadi penganut pertama sekaligus
pendiri gerakan ini.
Keempat, yang menjadi target utama ISIS adalah anak muda, yang perekrutannya dilakukan dengan berbagai motif dan metode. Dalam konteks
Suriah, motif yang digunakan ISIS untuk merekrut anak muda adalah dengan
alasan ekonomi. Krisis berkepanjangan yang terjadi di Suriah menyebabkan
perekonomian negara menjadi rendah dan minim lapangan pekerjaan. Kondisi
tersebut membuat mayoritas anak muda menjadi pengangguran. Mereka yang
bersedia bergabung dengan ISIS dijanjikan bayaran tinggi dan jaminan
ekonomi. Sedangkan untuk negara lain, Indonesia misalnya, perekrutan lebih
ke arah ideologi. Mereka yang mempunyai semangat perjuangan Islam yang
46Ibid.
47 Youtube. Sejarah ISIS menurut Dr. Jalaluddin Rakhmat. Diakses pada 16 Desember
37
tinggi, namun tidak memiliki pengetahuan agama dan peta Islam yang cukup,
ISIS bisa menjadi alternatif untuk menyalurkan semangat jihad mereka.48
Selain itu, ISIS juga memanfaatkan kecanggihan teknologi dan media
internet. Mereka menjadi organisasi jihad yang paling canggih dengan
kekuatan media (khususnya media digital-online) yang cukup meyakinkan.
Mereka bahkan membangun doktrin “jihad media” untuk mengajak seluruh
pendukungnya menyumbang bagi media ISIS atau bahkan ikut berpatisipasi
dalam propaganda media mereka.
ISIS memiliki satu lembaga khusus untuk pelayanan publik mereka
yang bernama “al-ida>roh al-Islamiyyah lil khidmati al-‘a>mmah” atau yang berarti “Administrasi Islami untuk Pelayanan Publik” yang dipimpin oleh
Abu Jihad asy-Syami. Salah satu urusan lembaga ini adalah menjamin
ketersediaan internet dan membangun sistem serta jaringan digital untuk
kebutuhan warga dan jihad mereka. Bahkan lembaga ini terus berupaya
memberikan jaringan internet berkapasitas maksimum. Inilah yang menjadi
salah satu basis kekuatan ISIS.49
Kelihaian ISIS dalam menggunakan IT sebagai sarana merekrut
anggota dan simpatisan bisa dikatakan sangat berhasil. Pasalnya, paham ISIS
dengan cepat menyebar di seluruh penjuru dunia dengan bantuan media
sosial. Mereka mempropagandakan jihad mereka melalui situs internet,
twitter, YouTube, dan media sosial lainnya kepada para pemuda di seluruh
48 Koran Sindo. Vatikan: Ekonomi Alasan Anak muda gabung ISIS.
http://international.sindonews.com. Diakses ada 15 Desember 2015.
38
dunia. Hasilnya, paling tidak, lebih dari 3000 pemuda dari negara-negara
Barat yang telah bergabung dengan ISIS.
Dikabarkan ISIS sekarang ini beranggotakan kurang lebih sekitar
15.000 milisi lintas-negara dan seorang komandan perang yang memiliki
gaya kepemimpinan khas al-Qaeda, telah berkembang menjadi ancaman di
seluruh dunia. Tidak dapat dipungkiri, sejak kepemimpinan ISIS di pegang
oleh al-Baghda>di>, keku