• Tidak ada hasil yang ditemukan

M01586

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan " M01586"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

ASPEK BIOLOGI

Geloina erosa

DI HUTAN MANGROVE

Mahasa Tuheteru1*, Soenarto Notosoedarmo1, Martanto Martosupono

1Program Studi Magister Biologi, Universitas Kristen Satya Wacana

Jl. Diponegoro No. 52 – 60, Salatiga 50711 Telp.: +62 (0)298-321212, Fax.: +62 (0)298-321443

*E-mail: acatuheteru@yahoo.co.id

ABSTRAK

Hutan mangrove merupakan salah satu ekosistem di kawasan pesisir dan dalam kawasan tersebut hidup berbagai biota perairan terutama bivalvia. Bivalvia adalah kelompok kerang, yang memiliki tubuh yang lunak dan dilindungi oleh dua cangkang yang setangkup, misalnya pada kerang G. erosa. Hubungan dengan aspek biologi kerang G. erosa memiliki sistem reproduksi jantan dan betina pada individu yang berbeda yaitu gonad jantan seperti paku dan betina bentuknya bulat, namun secara morfologi eksternal cangkangnya tidak bisa dibedakan, kerang memiliki proses pertumbuhan panjang. Pertumbuhan kekerangan meliputi perkembangan otot, panjang cangkang dan dapat diartikan sebagai proses pertambahan panjang, berat atau pertambahan volume dari suatu organisme. Kerang mempunyai sumber makanan berupa plankton, tersedianya plankton di perairan akan menunjukkan tingkat kesuburan sutu perairan. Kegiatan yang dilakukan berupa penyerapan makanan secara alami di lingkungan pada saat pasang dan berhenti disaat surut. Kerang G. erosa mengalami proses respirasi pada waktu air surut, kerang Geloina berada dalam posisi cangkang menutup.

Kata kunci: biologi, G. erosa, mangrove, ekosistem

PENDAHULUAN

Hutan mangrove merupakan habitat yang baik bagi makroinvertebrata contohnya pada kerang Geloina erosa.

Kerang G. erosa merupakan salah satu jenis kerang yang banyak dijumpai hidup pada daerah-daerah hutan mangrove dan umumnya hidup dengan cara membenamkan diri di dalam dasar perairan (infauna) dan mengalami proses pertambahan, yang memiliki dua cangkang yang berfungsi sebagai pelindung tubuhnya. Cangkang tersebut memiliki ukuran yang berbeda pada masing-masing kelompok umur (Widhowati et al. 2006). Kerang G. erosa memiliki dimorfisme seksual yang jelas antara jantan dan betina, yang diperlihatkan dari anatomi gonad. Kerang termasuk ke dalam kelas bivalvia memiliki gonad jantan dan betina pada satu induk, akan tetapi pada G. erosa gonad jantan dan betina terdapat pada induk yang berbeda (Morton 1988).

Morfologi cangkang antara jantan dan betina dapat dibedakan karena jantan memiliki morfologi cangkang yang sedikit lebih mengilat dan bersih jika dibandingkan dengan cangkang kerang betina (Morton 1984). Perbedaan ukuran cangkang dari G. erosa yang masih larva (juvenile) diduga memiliki bentuk pertumbuhan gonad yang belum sempurnah akan tetapi yang telah dewasa memiliki morfologi yang sempurnah dengan bentuk seperti paku (Sarong 2003). Gonad jantan berwarna putih susu sedangkan gonad betina berwarna keabu-abuan (Dwiono 2003).

Hutan mangrove adalah salah satu hutan yang khas terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut, salah satu organisme yang hidup pada daerah hutan mangrove adalah jenis Bivalvia (Rugayah & Suharjono 2007). Kawasan ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem di kawasan pesisir dan dalam kawasan tersebut hidup berbagai biota perairan terutama dari filum Coelenterata, Arthropoda, Annelida, Echinodermata, dan Chordata, termasuk berbagai spesies dari kelas Bivalvia (Widhowati et al. 2005).

KLASIFIKASI DAN MORFOLOGI

G. erosa

Kerang G. erosa adalah salah satu spesies dari kelas Bivalvia. Kerang G. erosa sering disebut juga kerang mangrove (Dwiono 2003) atau kerang bakau (Widhowati et al. 2006), yang merupakan salah satu spesies kerang yang hidup di dalam kawasan ekosistem mangrove.

Philum : Mollusca Kelas : Bivalvia Sub Kelas : Heterodonta Ordo : Veneroida Famili : Corbiculidae Genus : Geloina Spesies : G. erosa

(2)

Tubuh kerang G. erosa berbentuk pipih lateral, cangkang dapat mencapai ukuran 110 mm, bentuk lonjong-bulat, bagian posterior terpangkas pada individu dewasa dan tua, sedikit menggembung, tebal. Panjang cangkang (jarak antero-posterior) sama dengan atau sedikit lebih besar daripada tingginya (jarak dorso-ventral). Garis pertumbuhan yang kosentrik berubah menjadi tonjolan. Bagian luar kulit berwarna putih yang ditutupi oleh periostrakum yang tebal, mengkilap berwarna kuning kehijauan sewaktu muda kemudian coklat kehitaman saat kerang dewasa. Bagian dalam kulit berwarna putih, menyerupai kapur atau porselen, dan memiliki cangkang berwarna gelap, membulat dan agak cekung sehingga kerang tersebut tampak lebih tebal (Van Bethem 1953).

Tubuh ditutupi atau dilindungi oleh sepasang cangkang, antara keduanya pada bagian dorsalnya dihubungkan oleh hinge ligament. Ligamenttersebut merupakan semacam pita plastik yang terdiri dari bahan organik dan bersambung dengan periostrakum cangkang. Kedua keping cangkang pada bagian dalamnya ditautkan oleh sebuah otot aduktor anterior dan sebuah otot aduktor posterior, yang bekerja sama secara antagonis dengan hinge ligament. Apabilah otot aduktorrileks ligament berkerut, sehingga kedua keping cangkang terbuka, dan sebaliknya (Suwignyo

et al. 2005).

Gambar 1. Morfologi dan anatomi G. erosa Paul 2001 (dengan modifikasi)

Keterangan :

1. Heart : Ginjal 2. Kidney : Jantung 3. Adductor muscle : Otot adduktor 4. Gonad : Kelenjar kelamin 5. Anus : Dubur 6. Gills : Insang 7. Shell : Tempurug 8. Hinge : Engsel 9. Stomach : Perut 10.Mouth : Mulut 11.Intestine : Usus 12.Foot : Kaki 13.Mantel

14.Inhalen (Incurrent) 15.Exhalen (Excurrent)

LANTAI HUTAN MANGROVE

Menurut Allen 1973 dalam Kordi (2012) hutan mangrove sebagai coastal wood land or intertidal zone. Selain itu, Snedakker & Getter (1985) mengatakan hutan mangrove, merupakan kelompok jenis tumbuhan berkayu yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropik dan subtropik yang terlindung dan memiliki semacam bentuk lahan pantai dengan tipe tanah anaerob.

Salah satu faktor yang memengaruhi pertumbuhan kerang G. erosa adalah serasah. Serasah yang dihasilkan oleh tumbuhan mangrove merupakan bagian-bagian utama tumbuhan (ranting, daun, bunga dan buah) yang jatuh akan mengalami proses dekomposisi. Proses tersebut sebagai bagian dari proses biologis untuk menjaga keseimbangan ekosistem hutan mangrove. Hasil dari proses dekomposisi akan menjadi sumber makanan bagi detritus bivalvia,

crustascea,zooplankton dan lain-lain (Hamidy 2002).

(3)

menjadi sedimen yang kaya akan unsur hara, selanjunya tempat tersebut baik untuk kelangsungan hidup fauna makrobenthos di antaranya G. erosa.

Serasah mangrove yang dihasilkan berupa daun merupakan serasah yang paling penting peranannya dibandingkan dengan organ lain. Menurut Bunyavejchewin & Nuyim (2001), dalam aliran energi hutan mangrove, daun memegang peranan penting karena merupakan sumber nutrisi bagi organisme. Persentase kadar nitrogen dan fosfat pada daun Rhizophora apiculata di hutan mangrove Thailand Selatan sebesar 0,80 dan 0,038% berat kering, sehingga mangrove menyumbang nitrogen, fosfat, potasium, dan kalsium berturut-turut sebesar 116, 7, 146, dan 71 kg/ha/tahun. Serasah yang jatuh akan mengalami proses dekomposisi oleh mikroorganisme menjadi detritus, yang kemudian menjadi sumber makanan bernutrisi tinggi untuk berbagai jenis organisme perairan (khususnya detritivor) yang akhirnya dapat dimanfaatkan oleh organisme tingkat tinggi dalam jaring-jaring makanan.

Berdasarkan habitatnya kerang G. erosa menempati hutan mangrove,karena hutan mangrove memiliki potensi besar sebagai habitat yang berasal dari sungai dan sedimentasi pantai. Hutan mangrove merupakan salah satu tempat berlindung, bernaung dan mencari makan bagi makroinvertebrata pada umumnya, termasuk kerang G. erosa. Kerang G. erosa merupakan kerang yang hidup di dalam lumpur pada daerah estuaria, di hutan mangrove, air payau dan di sungai-sungai besar. Kerang menempati habitat di lantai hutan mangrove, pada sedimen dengan ukuran yang relatif lebih halus, dipandang dari ukuran butir sedimen, G. erosa lebih menyukai tanah sedimen dan hidup pada areal yang berada di bawah naugan tumbuhan mangrove dari jenis R. apiculata, R. mucronata dan jenis mangrove lain (Sigit & Dwiono 2003). Kerang G. erosa juga hidup berkelompok pada mangrove yang didominansi oleh Nypa

fruticans (Sarong et al. 2007). Kadang-kadang kerang G. erosa hidup menyendiri pada sedimen yang terletak lebih

tinggi yaitu di bawah tumbuhan mangrove jenis Rhizophora spp, dibandingkan dengan tanah sekitarnya. Dengan demikian pada saat surut tubuh kerang berada di luar air. Dalam keadaan tersebut G. erosa dapat bertahan hidup sampai kurang lebih 3 minggu (Sigit & Dwiono 2003).

ASPEK BIOLOGI

G. erosa

Pada lantai hutan mangrove kerang G. erosa dapat dijumpai terbenam di dalam lumpur. Dalam mikrohabitat seperti itu, aspek biologi dapat diperlihatkan (aktif) atau tidak diperlihatkan (pasif), hingga tercapai fungsi yang maksimal dari aspek biologi.

Sistem Reproduksi G. erosa

Kerang G. erosa berkembang biak secara seksual. Organ reproduksi jantan dan betina terpisah pada individu yang berbeda (berkelamin tunggal), namun secara morfologi eksternal (cangkang) tidak dapat dibedakan. Untuk mengamati gonad dan jenis kelaminya, cangkang harus dibuka. Gonad terletak dibagian atas kaki dan menyebar di sekeliling dan di antara kelenjar pencernaan. Gonad jantan tampak jelas berwarna putih, sedangkan gonad betina sulit dibedakan di luar musim pemijahan (gonad tidak matang). Pada musim pemijahan, gonad betina akan mudah dikenali dari warnanya yang keabu-abuan (Morton 1982); sedangkan menurut Dwiono (2003), bahwa kerang G.

erosa memiliki gonad jantan berwarna putih susu dan yang betina memiliki gonad berwarna keabu-abuan. Kerang G.

erosa berkembang biak secara seksual. Organ reproduksi jantan dan betina terpisah pada individu yang berbeda

(berkelamin tunggal), Gonad jantan tampak jelas berwarna putihsedangkan gonad betinasulit dibedakan di luar musim pemijahan (gonad tidak matang).Pada musim pemijahan, gonad betina akan mudah dikenali dari warnanya yang keabu-abuan (Morton 1982); sedangkan menurut Dwiono (2003), bahwa kerang G. erosa memiliki gonad jantan berwarna putih susu dan yang betina memiliki gonad berwarna keabu-abuan.

Proses terbentuknya kerang, terjadi dari adanya upaya pelepasan sel gamet jantan (sperma) dan gamet betina (ova) ke dalam suatu badan air. Kemudian sperma akan membuahi ovum dan akan terjadi larva trochophor. Larva trochophor terus berkembang menjadi larva velinger (Suwignyo et al. 2005) Velinger berubah menjadi kerang kecil dan biasa dinamakan dengan spat.

Pertumbuhan G. erosa

Pertumbuhan suatu organisme digambarkan dengan pertambahan berat, panjang, dan volume (Kastoro 1992). Seed dalam Kastoro (1992) menyebutkan bahwa pada mollusca terdapat bagian paling menonjol yaitu cangkangnya maka pertumbuhan mollusca adalah pertambahan panjang dilanjutkan dengan pertambahan tubuhnya. Sementara Yuliana (2003) menyatakan bahwa perubahan tubuh keong yang lebih nyata terjadi pada akhir velinger, dan selama pertumbuhan larva (juvenil) telah terjadi beberapa lonjakan pertumbuhan panjang. Kerang G. erosa sebagai salah satu spesies dari bivalvia, dalam pertumbuhan juga dipengaruhi oleh pertambahan panjang cangkang, pertambahan lebar, atau pertambahan volume dari tubuhnya.

(4)

meliputi pertumbuhan jaringan otot dan pertumbuhan panjang cangkang. Selain itu Kastoro (1992) mengatakan bahwa pertumbuhan dapat diartikan sebagai proses pertambahan panjang, berat atau pertambahan volume dari suatu organisme. Pertumbuhan daging dipengaruhi oleh faaktor ketersediaan makanan, kematangan gonad dan perubahan yang terjadi karena pelepasan gonad, sedangkan pertumbuhan cangkang dipengaruhi oleh faktor ketersediaan kalsium yang ada di dalam air. Adanya pengaruh faktor yang berbeda antara pertumbuhan daging pertumbuhan cangkang, maka keduanya tidak selalu seiring. Sudradjat & Tonnek (1992) mengatakan bahwa pertumbuhan bivalvia bergantung dari banyak faktor seperti suhu, ketersediaan makanan, kecepatan arus, kecepatan air, pencemaran air, musim kemarau, dan musim hujan. Unsur yang paling utama dibutuhkan dalam pembentukan cangkang adalah unsur kalsium dalam air (Cholik et al. 2005). Bahan organik tersebut diperlukan untuk pertumbuhan cangkang, penambahan sel dan pembentukkan berbagai organisme yang ada dalam tubuhnya.

Pada dasarnya pola pertumbuhan yang terjadi antara panjang dengan berat total tubuh kerang, berlangsung secara allometrik negative, isometrik, dan allometrikpositif (Widhowati 2006). Pola pertumbuhan secara allometrik negatif menunjukkan bahwa antara laju pertumbuhan total berat dengan panjang, terjadi tidak seimbang (Natan 2009). Proses pertambahan panjang cangkang lebih dominan jika dibandingkan dengan pertambahan berat. Pertumbuhan allometrik posistif menunjukkan bahwa pertambahan berat tubuh lebih dominan jika dibandingkan dengan pertambahan panjang cangkang. Sementara pertumbuhan secara isometrik menunjukkan bahwa pertambahan panjang cangkang sebanding dengan pertambahan berat tubuh (Patikawa 2007) & (Natan 2009)

Cara Makan G. erosa

Kerang mempunyai sumber makanan berupa fitoplankton dan zooplankton kecil. Plankton pada ekosistem mangrove sangat melimpah, karena pencampuran nutrisi antara air sungai dan air laut. Daerah mangrove merupakan lingkungan yang kaya akan sumberdaya hayati perairan, contohnya banyaknya plankton di lingkungan mangrove. Plankton merupakan bagian jaring-jaring makanan dan sumber pakan bagi organisme perairan lalu tersedianya plankton di perairan akan menunjukkan tingkat kesuburan suatu perairan. Adanya aliran air dari laut dan sungai yang membawa berbagai materi organik sebagai nutrien menjadi pangan bagi fitoplankton (Eyre & Ferguson 2006). Selain fitoplankton sebagai pangan alami, zooplankton juga merupakan pakan alami bagi organisme perairan. Keberadaan zooplankton pada perairan estuaria dipengaruhi adanya fitoplankton yang ada sebagai sumber pangannya (Froneman 2004). Kondisi lingkungan sangat mendukung bagi perkembangan organisme perairan termasuk kerang G. erosa.

Sebagai kerang yang hidup di daerah pasang surut yang kegiatannya mencari makan di daerah pasang surut. Selama air pasang, kerang akan secara aktif menyaring makanan yang melayang dalam air, sedangkan selama air surut kegiatan pengambilan makanan akan sangat menurun bahkan akan terhenti sama sekali (Maulana et al. 2010). Kerang G. erosa sebagai suspension feeder maupun filter feeder memperoleh makanan yang berupa plankto. Namun bila melihat cara hidupnya yang membenamkan diri di dalam sedimen, maka dapat dipastikan bahwa bahan-bahan lain (organik dan anorganik) yang terdapat di dalam dasar perairan pun akan turut tertelan (Dwiono 2003). Pengambilan makanan oleh kerang dilakukan melalui dua pasang insang yang masing-masing terletak pada setiap sisi tubuh kerang. Untuk memperoleh makanan, kerang menghisap masuk air payau yang mengandung fitoplankton dan zooplankton melalui saluran air masuk (inhalent siphon) yang terletak di bagian ventral. Air yang telah masuk dan berada di kedua sisi tubuh kemudian dialirkan ke bagian dorsal melewati sepasang insang yang memiliki bulu-bulu getar (cilia) dan sel-sel penghasil gumpalan lendir (mucus) pada permukaannya.

Gumpalan lendir yang dihasilkan insang akan mengikat berbagai jenis fitoplankton (dan juga seston) yang berada didekatnya. Dengan bantuan bulu-bulu getar yang bergetar secara ritmis, gumpalan-gumpalan lendir digerakkan ke arah ujung ventral (distal) dari setiap keping insang tempat saluran makanan (food groove). Oleh bulu-bulu getar yang berada pada saluran makanan, gumpalan lendir digerakkan ke arah depan (anterior) sampai mencapai bibir (labial palps). Bibir kerang terdiri atas dua bagian yaitu bibir atas dan bibir bawah yang masing-masing memanjang kearah kedua sisi tubuh. Bibir kerang menyerupai insang dalam skala kecil, berbeda halnya dengan insang dengan bulu-bulu getarnya yang hanya mampu menggerakkan gumpalan lendir, bulu-bulu getar dan serabut otot yang ada dalam bibir mampu membuang gumpalan yang berukuran lebih besar daripada ukuran mulut kerang (Levinton 1991). Gumpalan-gumpalan yang dibuang akan dikeluarkan dari dalam rongga tubuh kerang dalam bentuk kotoran palsu atau pseudofaeces.

(5)

Kemampuan lambung untuk menampung makanan dibatasi oleh ukurannya dan kecepatan lambung untuk mencerna makanan. Oleh karena itu kosentrasi plankton yang tinggi akan berakibat pada peningkatan produksi

pseudofaeces. Demikian pula yang akan terjadi apabila kandungan bahan tersuspensi terlalu tinggi (air keruh), akibat

sedimen yang teraduk, maka akan terjadi liminasi sedimen dan mengendapkannya dalam bentuk pseudofaeces

(Iglesias et al. 1992 dalam Dwiono 2003).

Respirasi G. erosa

Pada waktu air surut, kerang Geloina berada dalam posisi cangkang menutup. Berbagai kegiatan seperti kegiatan penyerapan makan atau lainnya dari lingkungan pada waktu air kering dalam kondisi yang minimal atau hampir berhenti total, dan jika ada kegiatan tersebut dilakukan dengan mengeluarkan sifon melalui lubang sifon yang berada di salah satu sisi atas kerang. Kerang G. erosa seperti kerang lainya, memiliki dua sifon (Pechenik 2005) yaitu sifon inhalen (incurrent) dan sifon exhalen (excurrent). Sifon inhalen sebagai sifon masuknya air atau lainya, dan melakukan asupan berbagai makanan yang diserap oleh detritus dan plankton dari lingkungannya (Sudrajat 2006). Sementara sifon exhalen sebagai sifon pengeluaran, mengeluarkan berbagai sisa makanan atau lainya yang tidak terserap oleh tubuh (Dwiono 2003).

Sebagai makhluk hidup, kerang Geloina tetap melakukan aktivitas walaupun dalam kondisi lingkungan yang minimum. Kegiatan tersebut ditunjukkan dengan adanya tanda di bagian permukaan dasar perairan.

Pada waktu air beranjak pasang, kerang Geloina terangsang sehingga cangkang mulai membuka. Proses pembukaan cangkang dilakukan oleh otot abduktor (Dwiono 2003), dan terus terbuka sesuai dengan kebutuhan. Kerang melakukan respirasi dengan mengonsumsi oksigen dari lingkungan dan mengeluarkan karbondioksida ke lingkungan melewati. Proses pertukaran gas yang terjadi pada waktu tersebut terlihat dengan terbentuknya gelembung yang dilepas ke permukaan air secara berurutan.

KESIMPULAN

Hutan mangrove merupakan tempat hidup berbagi biota-biota perairan seperti kerang G. erosa. Kerang G. erosa

sering disebut juga kerang mangrove yang hidup dengan cara membenamkan diri di dalam lumpur dasar perairan. Kerang G. erosa berkembang biak secara seksual, pada musim pemijahan gonad betina akan muda dikenali dari warnanya, yang keabu-abuan sedangkan gonad jantan berwarna putih.Kondisi lingkungan yang baik serta ketersedian nutrisi yang dibutuhkan menjadikan pertumbuhan dan perkembangan kerang dapat berlangsung dengan baik. Kerang G. erosa mengambil makanan secara aktif yaitu dengan menyaring makanan yang melayang dalam air, kerang tersebut melakukan respirasi dengan cara mengonsumsi oksigen dari lingkungan serta mengeluarkan karbondioksida ke lingkungan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Program Beasiswa Unggulan DIKTI – Biro Perencanaan & Kerjasama Luar Negeri (BPKLN), Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, yang telah memberikan beasiswa melalui Program Studi Magister Biologi, Universitas Satya Wacana, Salatiga.

DAFTAR PUSTAKA

Bunyavejchewin, S & T. Nuyim. 2001. Litterfall Production in a Primary Mangrove Rhizophoraapiculata Forest in Southern Thailand. Silvicultural Research Report: −

Cholik, F, A.G., Jagatraya, R.P., Poernomo,&A. Jauzi. 2005. Kekerangan, di dalam Akuakultur Tumpuan Harapan Masa Depan Bangsa. Jakarta: Taman Akuarium Air Tawar.

Dwiono, S.A.P. 2003. Pengenalan Kerang Mangrove Geloina erosa dan Geloina expansa. J. Oceana : − .

Eyre, B.D & A.J. Ferguson. 2006. Impact of A Flood Event on Batihic and Pelagic Coupling in A Sub-Tropical East Australia Estuary Brunswick . Estua Coast and Shelf Scien. −

Froneman, P.W. 2004. Zooplankton Community Structure and Biomass in A Southern African Temporarily Open/Close Estuary. Estu Coast and Shelp Sciec. Vol no. −

Hamidy, R. 2002. Transpor Ateridari Serasah Mangrove dengan Kajian Khusus pada Peran Kepiting Brachyura. Institut Teknologi Bandung, Bandung. 127 hlm

Kastoro, W.W., 1992. Beberapa Aspek Biologi dan Ekologi dari Jenis-jenis Mollusca Laut Komersial yang Diperlukan Untuk Menunjang Usaha Budidaya. Prosiding: Temu ilmiah Potensi Sumberdaya Kekerangan Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara: Watapone, − Februari . Maros: Badan Penelitian Perairan Budidaya Pantai.

Kordi, K.M.G.H. 2012. Ekologi Mangrove. Potensi, Fungsi, dan Pengelolaan. Rineka Cipta. Jakarta.

Levinton, J.S. 1991. Variable Feeding Behavior in Three Species of Macoma (Bivalvia: Tellinacea) as a Response to Waterflow and Sediment Transport. Mar. Bio.Vol. 110:375–383

(6)

Morton, B. 1982. Some Aspects of the Population Structure and Sexual Stategy of Corbicula ofluminalis (Bivalvia: Corbiculacea) From the Pearl River, Peoples’s Republic of China. J.Moll Study. : −

___________ 1984. A Review of Polymesoda (Geloina) Gray 1842 (Bivalvia: Corbiculidae) from Indo-Pasific Mangroves. J. Asian Marine : −

___________ 1988. The population Structure and age of Polymesoda (Geloina) erosa (Bivalvia: Corbiculacea) from Hongkong mangrove. J. Asian Marine Biolo. 5:107–113.

Natan, Y. 2009. Studi Populasi Kerang Lumpur Anodotia edentula di Ekosistem Mangrove. JurnalBiologi Indonesia.6(1): 25–38) Nursal, Y. Fauzia., & Ismiati. 2005. Struktur dan Komposisi Vegetasi Mangrove Tanjung Sekodi Kabupaten Bengkalis Riau. Jurnal

Biogenesis.Vol. 2(1):1829–5460

Patikawa, J.A. 2007. Stuktur Populasi Bia Putih (Anadonta edentula) di Perairan Pantai Passo Teluk Ambon Bagian Dalam. J. Ichthyos, 6: 35–40

Paul, B. 2001. The Bivalvia. California Academy of Sciens, 45.

Pechenik, J.A. 2005.Biology of the Invertebrates. Boston: Mc Graw Hill Higner Education.

Rugayah & Suharjono. 2007. Keanekaragaman Tumbuhan Mangrove di Pulau Sepanjang, Jawa Timur Jurnal Biodiversitas 8 (2), Nomor 2. Hal130–134 ISSN 1412–033X

Sarong, M.A. 2003. Perairan Sarah Leupung Aceh Besar salah satu Ekosistem dalam Pengkajian Hewan. J. Wacana Pendidikan, 4: 73–76.

Sarong, M.A. M., Boer, R. Dahuri, Y. Wadianto, & S. Sukimin 2007. Pemanfaatan Geloina erosa dalam Masyarakat Leupung Kawasan Pesisir Barat Kabupaten Aceh Besar. Jchthyos, 6: 4–44.

Sigit, A.P. & Dwiono. 2003. Pengenalan Kerang Mangrove,Geloina erosa dan Geloina expansa. Balitbang Sumberdaya Laut, Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI. Jakarta.

Snedakker, S.C. & C.D. Getter. 1985. Coastal Resources Management Guidelines. Coastal Publication No.2. Research Planning Institute, Inc. Colombia, South Coroline.

Sudrajat, A. 2006. Mollusca sumberdaya hayati yang terabaikan. Naska 60 Tahun PerikananIndonesia. Jakarta: Masyarakat Perikanan Nusantara.

Sudrajat, A. & S. Tonnek. 1992. Pengelolaan Sumberdaya dan Budidaya Lola Trochus niloticus. Prosiding Temu Karya Ilmiah Potensi Sumberdaya Kekerangan Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara. Watampone, − Ferbuari . Watampone: Balai Penelitian Perikanan Budidaya Pantai Maros.

Suwignyo, S. W. Bambang, & K. Majariana 2005. Avertebrata Air. Penerbit Swadaya. Depok.

Van Benthem, J.W.S.S. 1953. Systematic Studies on the non-marine Mollusca of the Indo-Australian Archipelago.

Widhowati, I.J. Suprijanto, S.A.P. Dwiono, & R. Hartati. 2005. Hubungan dimensi cangkang dengan barat Kerang Totok Polymesoda erosa (Bivalvia: Corbiculidae) dari Segara Anakan. Dalam: Daya Perairan Tropis Secara Berkelanjutan. ProsidingSeminar Nasional Biologi dan Akuakultur Berkelanjutan: Purwokerto. 2005. Purwokerto: Fakultas Biologi Universitas Jendral Sudirman.

---. 2006. Aspek Reproduksi Kerang Totok Polimesoda erosa dari Perairan Segara Anakan Cilacap. Semarang: Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro.

Yulianda, F. 2003. Beberapa Aspek Biologi Reproduksi Keong Macan (Babylonia spirata Linnaeus 1978). [Disertasi]. IPB. Sekolah Paska Sarjana.

Gambar

Gambar 1. Morfologi dan anatomi Keterangan : G. erosa Paul 2001 (dengan modifikasi)

Referensi

Dokumen terkait

Manajemen proyek adalah Manajemen proyek adalah suatu rangkaian proses, sistem dan teknik suatu perencanaan yang efektif dan pengawasan sumber yang diperlukan untuk

Hasil penelitian tidak ditemukan varian G10398A tetapi ditemukan 2 varian seperti: G10399A yang menyebabkan terjadinya perubahan asam amino serin (AGC) menjadi asparagin (AAC)

Hal ini disebabkan karena lebih banyak informan yang memberikan pemaknaan setelah memberi pemahaman terhadap iklan layanan masyarakat versi boleh gaul tapi ingat

Untuk materi yang tidak homogen, katakan materi yang bersifat komposit, telah pula mengalami kemajuan yang tidak sedikit, seperti S ́nches–Sesma dan Esquivel (1979)

Dari pengamatan awal penulis pada database Emerald, ProQuest ABI/INFORM dan Springerlink dengan bidang kajian yang sama mengenai manajemen dan ekonomi, terdapat jurnal yang

Ini diharapkan bisa menjadi sesuatu yang baru dalam memainkan genre jazz rock etnik pada lagu Kerrabhan Sape, karena dengan nuansa musik Madura yang berirama mars dan

Faktor lain yang mempengaruhi kemandirian adalah jenis kelamin, hal ini sesuai dengan data umum, lebih dominan adalah perempuan maka dapat dikatakan bahwa lansia

Hasil penelitian disimpulkan hampir setengahnya tidak aktif mengikuti senam karena faktor pengetahuan dan sikap tentang senam, maka peneliti menyarankan pada peneliti