• Tidak ada hasil yang ditemukan

PANDANGAN TOKOH AGAMA TERHADAP POLIGAMI LEBIH DARI EMPAT ORANG ISTRI : TELAAH PANDANGAN TOKOH AGAMA DI KECAMATAN LENTENG KABUPATEN SUMENEP TERHADAP POLIGAMI KYAI HAJI MASYHURAT.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PANDANGAN TOKOH AGAMA TERHADAP POLIGAMI LEBIH DARI EMPAT ORANG ISTRI : TELAAH PANDANGAN TOKOH AGAMA DI KECAMATAN LENTENG KABUPATEN SUMENEP TERHADAP POLIGAMI KYAI HAJI MASYHURAT."

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh :

ARISA HARDIYATI NIM. C71212132

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

JURUSAN HUKUM PERDATA ISLAM PRODI HUKUM KELUARGA SURABAYA

▸ Baca selengkapnya: kyai haji dahlan salim zarkasyi

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

v ABSTRAK

Skripsi ini adalah hasil penelitian bersifat lapangan (field research)

dengan judul “Pandangan tokoh agama terhadap poligami lebih dari empat orang

istri (telaah pandangan tokoh agama di Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep

terhadap poligami kyai haji Masyhurat)” untuk menjawab pertanyaan bagaimana bagaimana pandangan tokoh agama di Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep terhadap poligami kyai haji Masyhurat dan bagaimana analisis hukum Islam terhadap pandangan tokoh agama di Kecamatan Lenteng terhadap poligami kyai haji Masyhurat.

Data penelitian dihimpun melalui wawancara dengan beberapa tokoh agama di Kecamatan Lenteng kabupaten Sumenep terhadap poligami kyai haji Masyhurat dan melihat kenyataan secara langsung atau observasi terhadap kelangsungan hidup prilaku kyai haji Masyhurat dan selanjutnya dianalisis dengan teknik deskriptif-deduktif yaitu dengan menggambarkan atau mendeskripsikan secara jelas tentang pandangan tokoh agama di Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep terhadap poligami yang dilakukan oleh kyai haji Masyhurat. Selanjutnya dianalisis dengan menggunakan pola pikir deduktif yaitu diawali dengan mengemukakan teori atau dalil yang bersifat umum tentang poligami, kemudian teori tersebut digunakan sebagai alat untuk menganalisis pandangan tokoh agama di Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep terhadap poligami lebih dari empat orang istri yang dilakukan oleh kyai haji Masyhurat lalu ditarik kesimpulan yang bersifat khusus.

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa dua tokoh agama membolehkan dan sebagian yang lain tidak membolehkan poligami kyai haji Masyhurat, karena poligami ki Urat telah menyalahi aturan syariat Islam (terbatas pada empat orang istri), sebagaimana dalil al-Qur’an dalam surat an-Nisa’ ayat 3 bahwa pendapat

ulama yang mu’tamad adalah empat orang istri sekalipun wawu yang digunakan dalam ayat tesebut berfaidah lil jam’i akan tetapi faidah dan maksudnya adalah sebagai wawu li al-takhyir yaitu pilihan antara dua atau tiga atau empat. Sedangkan, batas maksimal yang diperbolehkan oleh hukum Islam adalah terbatas empat orang wanita (istri). Begitu juga dengan yang dilakukan oleh kyai haji Masyhurat, yaitu poligami lebih dari empat orang istri, itu tidak diperbolehkan, karena hal ini telah menyalahi syari’at Islam, sebagaimana dalam al-Qur’an surat an-Nisa’ ayat 3, dan juga hadis Rasulullah saw yang memerintahkan sahabatnya untuk memilih diantara para istrinya, terbatas sampai empat orang saja dan menceraikan selebihnya.

(7)

xii

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

PERSEMBAHAN ... viii

MOTTO ... xi

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR TRANSLITERASI ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 8

C. Rumusan Masalah ... 9

D. Kajian Pustaka ... 10

E. Tujuan Penelitian ... 12

F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 13

G. Definisi Operasional ... 14

H. Metode Penelitian ... 15

I. Sistematika Pembahasan ... 19

BAB II POLIGAMI PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF ... 22

A. Pengertian Poligami ... 22

B. Dasar Hukum Poligami ... 24

C. Syarat-syarat Poligami ... 30

D. Makna Adil dalam Poligami ... 34

E. Hikmah dan Tujuan Poligami ... 39

(8)

xiii

G. Pendapat Mufassir tentang Ayat Poligami ... 47

BAB III DESKRIPSI PANDANGAN TOKOH AGAMA KECAMATAN LENTENG TERHADAP POLIGAMI KYAI HAJI MASYHURAT .... 52

A. Deskripsi Poligami Kyai Haji Masyhurat ... 52

B. Deskripsi Pandangan Tokoh Agama Kecamatan Lenteng Sebagai Subjek Penelitian ... 57

1. Profil Kecamatan Lenteng ... 57

2. Deskripsi Pandangan Tokoh Agama ... 62

a. Kyai Haji Imam Syafi’i ... 63

b. Kyai Haji Badri Z ... 66

c. Kyai Syukri ... 68

d. Kyai Anwar... 71

e. Kyai Darorul A’la Masyhurat ... 74

BAB IV TELAAH PANDANGAN TOKOH AGAMA DI KECAMATAN LENTENG KABUPATEN SUMENEP TERHADAP POLIGAMI KYAI HAJI MASYHURAT ... 77

A. Analisis Hukum Islam Terhadap Pandangan Tokoh Agama di Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep terhadap Poligami Kyai Haji Masyhurat... 77

BAB V PENUTUP ... 89

A. Simpulan ... 89

B. Saran ... 90 DAFTAR PUSTAKA

(9)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Poligami adalah ikatan perkawinan dalam hal mana suami mengawini lebih dari satu istri dalam waktu yang sama.1 Perkataan poligami sendiri

berasal dari bahasa yunani, yaitu polu yang berarti banyak dan gamein yang berati kawin. Jadi poligami adalah perkawinan yang banyak, atau di Indonesia terkenal dengan istilah permaduan.2 Berbeda dengan definisi yang

tertuang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), istilah poligami secara umum adalah sistem yang dipakai bagi seorang laki-laki (suami) yang kawin lebih dari satu wanita (isteri)3.

Secara umum, poligami adalah perkawinan antara seorang laki-laki dengan lebih dari seorang wanita dalam waktu yang sama.4 Poligami termasuk poligini, yaitu perkawinan dengan lebih dari satu istri, dan poliandri, yaitu perkawinan dengan lebih dari satu suami (Encyclopaedia Britannica, 2004). Istilah poligami sering dipakai untuk mengacu kepada

poligini saja karena praktek ini lebih sering diamalkan daripada poliandri. Demikian juga dalam penelitian ini, poligami dipakai sebagai sinonim poligini.

1 Siti Musdah Mulia, Islam Menggugat Poligami (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2007), 44.

2 Umar Said, Hukum Islam di Indonesia, Tanggung Jawab Suami Isteri dalam dan Pasca

Perkawinan (Surabaya: Cempaka, 1996), 40.

3 W.J.S. Purwamadinta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1984), 763.

4 Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan (Yogyakarta: Liberty

(10)

2

Menurut sejarah, pernikahan pada zaman dahulu dilakukan secara bebas dengan tidak ada pembatasan jumlah wanita yang boleh dinikahi. Seorang laki-laki boleh menikahi setiap wanita yang dikehendaki. Banyak orang mengira poligami itu baru dikenal setelah Islam. Mereka beranggapan bahwa Islamlah yang membawa ajaran poligami. Bahkan, ada yang secara tegas menuduh Islam sebagai penyebab munculnya poligami dalam sejarah

manusia.5 Padahal, masalah poligami bukanlah masalah baru, masalah ini berada dan justru banyak terjadi sejak sebelum Islam datang ke permukaan

bumi ini. Dengan artian, bahwa poligami sudah tersebar luas pada banyak bangsa sebelum Islam itu sendiri datang. Mahmud Syaltut ( w.1963 ), ulama besar asal Mesir secara tegas menolak poligami sebagai bagian dari ajaran

Islam, dan juga menolak bahwa poligami ditetapkan oleh syari’ah. Di antara

bangsa-bangsa yang menjalankan poligami adalah Ibrani, Arab Jahiliyah (pra Islam), dan Cisilia serta Saxon.6

Di kalangan bangsa Yunani, Cina, India, Babilonia, Asyiria dan Mesir, jumlah istri pada praktek poligami tidak terbatas, bahkan, hingga mencapai 130 isteri bagi seorang suami.7 Poligami masa itu dapat disebut poligami tak terbatas. Lebih dari itu, tidak ada gagasan keadilan di antara para istri. Suamilah yang menentukan sepenuhnya siapa yang paling ia sukai dan siapa

5Siti Musdah Mulia, Islam Menggugat Poligami …, 44.

6Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah (Terj. Muh Toyib), (Bandung: Ma’arif, 1997), 169. Cisilia adalah

Negara yang kemudian melahirkan sebagian penduduk yang menghuni Negara-negara: Rusia, Lituania, Cekoslowakia, dan Yugoslowakia. Sedangkan Saxon menduduki sebagian penduduk Jerman, Belgia, Swiss, Belanda, Denmark, Swedia, Norwegia dan Inggris.

7 Leli Nurrohmah, Poligami, Saatnya Melihat Realitas dalam Menimbang Poligami, Jurnal

(11)

yang ia pilih untuk dimiliki secara tidak terbatas. Para istri harus menerima takdir mereka tanpa ada usaha untuk memperoleh keadilan.8

Mengingat bahwa dewasa ini wacana poligami semakin marak terutama menyangkut substansi poligami dari sudut pandang Hukum Islam,

terutama antara yang pro dan kontra. Selain itu juga, realitas di lapangan yang memandang negatif terhadap poligami.9

Kedatangan Islam memberikan petunjuk yang benar sesuai syari’at

dalam Al-Qur’an tentang praktek poligami ini. Pada hakikatnya, Islam datang bukan untuk menghapus praktek poligami, namun, Islam membatasi kebolehan poligami terbatas pada empat orang istri saja. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat al-Nisa’ ayat 3 sebagai berikut:

                                              

Artinya: dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.10

8Amir Nuruddin, Hukum Perdata Islam di Indonesia: Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam

dari Fikih, UU NO.1/1974 sampai KHI (Jakarta: Kencana, 2004), 156.

9 Titik Triwulan Tutik, Poligami Perspektif Perikatan Nikah: Telaah Kontekstual Menurut

Hukum Islam dan Undang-Undang Perkawinan No. 1 tahun 1974, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), 2.

10Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: Sygma Examedia Arkanleema,

(12)

4

Ayat tersebut menimbulkan perdebatan di kalangan para ulama’

terkait dengan hukum poligami. Mereka yang mendukung poligami selain menggunakan dasar ayat tersebut, juga mengaitkannya dengan poligami Nabi Muhammad saw. Sementara itu, pihak yang menolak poligami juga mendasarkan penolakannya pada syarat yang sepertinya sulit diterapkan bagi pelaku poligami, yakni bersikap adil dan beberapa pertimbangannya.11

Selain timbul perbedaan terkait hukum poligami, disini para mufassir

juga memiliki perbedaan penafsiran terkait batasan berpoligami dalam surat An-Nisa’ ayat 3. Ali al-Sabuni berpendapat, bahwa ayat tersebut menunjukkan haramnya nikah lebih dari empat. Lain halnya dengan

Az-Zamakhshari (mazhab Syi’ah) dalam memahami kata عابر ,ثاث, ىثم mereka

berpendapat bahwa “wawu” mengandung makna dan pengertian Al-jam‘u

(dihimpun atau penambahan). Dengan demikian, laki-laki yang mampu berbuat adil kepada para istrinyaboleh menikahi perempuan bukan hanya

empat orang, melainkan sembilan orang sebagai hasil penjumlahan dari 2+3+4.12

Poligami dibolehkan hanya terbatas pada empat orang wanita (istri) tersebut telah disepakati oleh para ulama’. Sedangkan, poligami yang lebih dari itu menjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama. Salah satunya adalah golongan yang mengatakan bahwa seorang laki-laki memiliki istri sampai

11‘Iffah Qanita Nailiya, Poligami; Berkah ataukah Musibah?: Mengungkap Alasan-alasan Nabi

Melarang Ali Berpoligami (Jogjakarta: DIVA Press, 2016), 13.

(13)

sembilan (9) orang ini berdasarkan sunnah Nabi saw. Yaitu, beliau memiliki sembilan (9) orang istri, dan berdasarkan pada huruf “wawu” pada surat al-Nisa’ ayat 3 tersebut, dipahami sebagai “wawu lil jam‘i” yang artinya wawu yang berfngsi untuk penjumlahan. Maka dapat dirumuskan dengan 2 + 3 + 4 = 9. Sedangkan golongan yang lain, yaitu penganut mazhab Az-Zahiri mengatakan, bahwa, laki-laki boleh memiliki istri terbatas pada delapan belas

(18) istri. Alasan demikian didasarkan kepada Imam Al-Qurt}ubi dalam kitab tafsirnya, mengemukakan bahwa, kata bilangan pada surat al-Nisa’ ayat 3 itu

mengandung pengertian untuk penjumlahan, sehingga bilangan dua menjadi dua-dua, demikian juga bilangan seterusnya tiga dan empat. Maka jika dijumlahkan menjadi (2+2) + (3+3) + (4+4) = 18.13

Para ulama’ ahli Sunnah juga telah sepakat, bahwa apabila seorang suami mempunyai istri lebih dari empat, maka hukumnya haram. Dan perkawinan yang kelima dan seterusnya dianggap batal dan tidak sah, kecuali suami telah menceraikan salah seorang istri yang empat itu, dan telah habis pula masa ‘iddah-nya. Para ulama’ ahli Sunnah dalam hal membatasi istri empat orang saja, merujuk pada dalil dari sunnah Rasulullah saw, adalah hadis yang diriwayatkan oleh Qois bin al-H{a@rith ra, beliau berkata:

ح

د

ث

أ ا

ْح

ْد

ب ْن

إ ْ ب

ر

ا

ْي

دلا م

ْو ر ق

ث ,ي

ا

ش

ْي م

ع

ْن

ا ْب

ن

أ

ْ ب

ل ْ ي ل

ع , ى

ْن

ح ْي

ض

ة

ب ْ

ا ت

شل

م ْر

د ل

,

ع ْن

ق ْي

ش

ْب

ن

ْلا

را

ث

ق

لا

أ :

ْس ل

ْم

ت

و

ع ْ

د

ث ى

ا ن

ْي

ن

ْس و

ة

ف .

أ ت ْي

ت

لا

ب

ص ل

لا ى

ع ل

ْي ه

و س

ل م

:

ف ق ْل

ت

ذا

ل

ك

ف ,

ق

لا

إ :

ْخ ت

ْر م

ْ ه

ن

أ ْر ب

ع

هجام نبا اور .ا

.

(14)

6

Artinya: “Ketika masuk Islam saya memiliki delapan istri, saya menemui

Rasulullah dan menceritakan keadaan saya, lalu beliau bersabda: “Pilih empat diantara mereka”.14

Tokoh agama saat ini merupakan sosok yang dipercayai dan tempat bertanya para masyarakat awam. Tokoh agama sangat berpengaruh terhadap pemikiran dan perilaku masyarakat sekitar. Sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa tokoh agama adalah tokoh yang memberikan contoh yang baik terhadap masyarakatnya baik sifat, ucapan dan perilakunya harus sesuai dengan syariat Islam.

Oleh karenanya tokoh agama dalam penulisan penelitian ini merupakan objek dan sekaligus subjek penelitian. Lebih khususnya tokoh agama yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tokoh agama di Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep. Tokoh agama di Kecamatan Lenteng ini sangatlah banyak, hal ini terlihat dari segi bangunan pesantren dan yayasan yang berdiri, ada sekitar dua puluh empat pesantren. Sudah sangat jelas, bahwa kecamatan ini dikelilingi oleh tokoh-tokoh besar yang bisa membimbing masyarakatnya menuju ajaran yang benar sesuai perintah Allah SWT (al-Qur’an) dan perilaku-perilaku Nabi Muhammad saw (Hadis).

Akan tetapi, realitanya, para tokoh agama saat ini ketika ada suatu fenomena sosial yang bertentangan dengan hukum Islam, mereka tidak berani mengungkapkan kebenaran. Atau mungkin salah satu faktor tokoh agama

(15)

membungkam, karena fenomena tersebut dilakukan oleh turunan para kyai yang memiliki peran bagi masyarakat, atau karena kebenaran dan kesalahan manusia itu hanya Allah SWT semata yang tahu. Apapun faktor yang melatar belakangi tokoh agama diam dalam merespon fenomena sosial itu, seharusnya tokoh agama mengungkapkan kebenaran itu walau menyakitkan. Sebagaimana salah satu dalil yang berbunyi ا ر م نا ك و و ل ق حل ا ل ق (katakanlah

walau itu pahit). Salah satunya adalah fenomena sosial yang terjadi di desa Lenteng Barat Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep. Yaitu pernikahan poligami lebih dari empat orang istri yang dilakukan oleh kyai haji Masyhurat.

Kyai haji Masyhurat adalah seorang kyai yang dipercayai orang-orang desa tersebut, memiliki karo@mah layaknya para waliyullah15. Karena beliau juga merupakan turunan kyai besar di daerah tersebut. Beliau memiliki sembilan orang istri (saat ini istri yang ke-dua dan ke-enam telah meninggal dunia), dan setiap istrinya memiliki kurang lebih dua sampai tiga anak. Satu-satunya istri yang masih perawan dinikahi adalah istri yang pertama.16

Sebagaimana yang dipaparkan dalam hukum positif maupun hukum Islam, ketentuan berpoligami sangatlah ketat dan hanya terbatas pada empat orang istri saja yang boleh dinikahi oleh seorang laki-laki. Sebagaimana yang tercantum dalam ayat al-Qur’an surat al-Nisa’ ayat 3.

15 Anwar, Wawancara, Sumenep, 10 Juni 2016.

(16)

8

Sedangkan dalam hukum positif yaitu dalam UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dalam pasal 2 sampai pasal 5, diatur tentang syarat-syarat poligami, yatitu harus adil, prosedur poligami, harus mendapat izin dari pengadilan, dan batasan berpoligami, terabatas sampai empat orang istri. Begitu juga dalam KHI (Kompilasi Hukum Islam) pasal 55 sampai pasal 59, telah diatur tatacara berpoligami, syarat-syarat poligami dan batasan

berpoligami.

Mengacu pada aturan dalam hukum positif dan dalam hukum Islam, sangat jelas terbatas hanya empat orang istri saja, jika laki-laki ingin melakukan poligami. Mengenai fenomena ini, para tokoh agama tidak ada satupun yang mulai angkat bicara, padahal sudah sangat jelas hal ini bertentangan dengan syari’at Islam.

Oleh karenanya, penulis sangat tertarik untuk mengangkat kasus ini sebagai sampel penelitian. Sehingga judul yang penulis angkat berjudul

“Pandangan Tokoh Agama Terhadap Poligami Lebih dari Empat Orang Istri

(Telaah Pandangan Tokoh Agama di Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep Terhadap Poligami Kyai Haji Masyhurat).”

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

(17)

1. Deskripsi tentang profil kyai haji Masyhurat 2. Deskripsi tentang poligami kyai haji Masyhurat

3. Poligami lebih dari empat orang istri menurut hukum Islam 4. Poligami lebih dari empat orang istri menurut hukum positiif

5. Pandangan tokoh agama di Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep terhadap poligami yang dilakukan oleh kyai haji Masyhurat.

Dengan adanya suatu permasalahan di atas, maka untuk memberikan arah yang jelas dalam penelitian, penulis membatasi pada masalah-masalah

berikut ini:

1. Deskripsi tentang pandangan tokoh agama di Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep terhadap poligami kyai haji Masyhurat.

2. Analisis hukum Islam terhadap pandangan tokoh agama di Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep terhadap poligami kyai haji Masyhurat.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas maka penulis merumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana pandangan tokoh agama di Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep terhadap poligami kyai haji Masyhurat?

(18)

10

D. Kajian Pustaka

Kajian tentang “Pandangan Tokoh Agama Terhadap Poligami Lebih Dari Empat Orang Istri (Telaah Pendapat Tokoh Agama di Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep Terhadap Poligami kyai haji Masyhurat)” ini belum pernah sebelumnya dibahas oleh peneliti lain, akan tetapi peneliti menemukan beberapa penelitian dalam poligami yang terjadi, diantaranya

sebagai berikut:

1. Skripsi yang ditulis oleh Yuliatul Fitriyah yang berjudul Studi Kasus

tentang Poligami Lebih dari Empat Orang Istri oleh Kyai Haji Masyhurat di Desa Lenteng Barat Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep: Analisis Hukum Islam yang terbit ditahun 2004. Skripsi ini merupakan studi lapangan tentang proses pelaksanaan, faktor dan analisis hukum islam terhadap poligami yang dilakukan oleh kyai haji Masyhurat di desa lenteng barat. Kyai haji Masyhurat merupakan sumber primair dalam penelitian itu, karena kyai haji Masyhurat adalah sebagai subjek dan objek penelitian. Sedangkan dalam penelitian penulis, subjek dan objek dalam penelitian ini adalah tokoh agama dan pandangan tokoh agama di Kecamatan Lenteng terhadap poligami kyai haji Masyhurat yang lebih dari empat orang istri.17

2. Skripsi yang ditulis oleh Inneke Dwi Shanti yang berjudul tentang Penolakan Izin Poligami Terhadap Wanita Hamil di Luar Nikah

17 Yuliatul Fitriyah, Studi Kasus tentang Poligami Lebih dari Empat Orang Istri oleh Kyai Haji

Masyhurat di Desa Lenteng Barat Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep: Analisis Hukum

(19)

(Studi Kasus No. 68 / Pdt.G / 2003 / PA. Mlng), yang terbit ditahun 2009. Skripsi ini berisi tentang hasil penelitian bahwa hakim menolak permohonan izin poligami terhadap wanita hamil di luar nikah, karena dasar pertimbangan hukum hakim, bahwa fakta hukum, Pemohon bukan laki-laki yang menghamili wanita yang akan dinikahinya, dan Pemohon mempunyai istri yang sehat jasmani dan rohani, tidak cacat fisik

atau berpenyakit yang sulit disembuhkan, dan tetap dapat melayani Pemohon, serta dapat memberikan keturunan. Hakim menegaskan

bahwa permohonan izin yang dilakukan Pemohon tidak mendatangkan kemaslahatan, tetapi menimbulkan kemud}aratan.18

3. Skripsi selanjutnya yakni ditulis oleh M. Subehan yang berjudul Analisis Hukum Islam Terhadap Penolakan Izin Poligami karena Istri tidak dapat Memenuhi Kebutuhan Biologis: Putusan Verstek di Pengadilan Agama Kabupaten Kediri, yang terbit tahun 2007. Skripsi hasil penelitian bahwa hakim menolak izin poligami karena istri tidak dapat memenuhi kebutuhan biologis sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang nomor 7 1989, sebagaimana yang diubah dengan Undang-Undang nomor 3 tahun 2006 pasal 49 dan 89 jo Undang-Undang nomor 1 tahun 1974 pasal 4 dan 5 jo Peraturan Pemerintah nomor 9 tahun 1975 pasal 41 jo Kompilasi Hukum Islam pasal 57 dan 58 jo HIR 125. Menurut hukum Islam, putusan hakim Pengadilan Agama Kabupaten Kediri tidak

18Inneke Dwi Shanti, “Penolakan Permohonan Izin Poligami terhadap Wanita Hamil di Luar

Nikah (Studi Kasus No. 68/Pdt.G/2003/PA. Mlg)” (Skripsi--IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2009),

(20)

12

bertentangan dengan hukum Islam, bila mengacu kepada Kompilasi Hukum Islam, bahkan telah disebutkan bahwasannya apabila seorang suami yang hendak beristri lebih dari seorang, maka harus memenuhi syarat alternatif yang telah ditentukan dalam perundang-undangan.19

Sedangkan dalam penelitian ini, penulis membahas tentang pandangan tokoh agama di Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep

terhadap poligami lebih dari empat orang istri yang dilakukan oleh kyai haji Masyhurat. Penelitian ini belum ada yang mengkaji sebelumnya di

beberapa Skripsi. Meskipun sudah ada, akan tetapi terdapat perbedaan, yaitu membahas tentang poligami secara umum, sedangkan dalam penelitian ini membahas poligami lebih dari empat orang istri.

E. Tujuan Penelitian

Sebagaimana rumusan masalah tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui deskripsi pandangan tokoh agama di Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep terhadap poligami lebih dari empat orang istri yang dilakukan oleh kyai haji Masyhurat.

19 M. Subehan, Analisis Hukum Islam terhadap Penolakan izin Poligami karena Istri Tidak dapat

Memenuhi Kebutuhan Biologis (Putusan Verstek di PA. Kediri)” (Skripsi--IAIN Sunan Ampel,

(21)

2. Mengetahui analisis hukum Islam terhadap pandangan tokoh agama di Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep terhadap poligami kyai haji Masyhurat.

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Kegunaan penelitian ini dapat ditempuh melalui dua aspek yaitu:

1. Aspek Keilmuan (Teoritis)

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan memperkaya khazanah keilmuan hukum keluarga, sehingga dapat memberikan kontribusi akademis, yaitu peningkatan dan pengembangan di bidang studi hukum keluarga dan selanjutnya menyangkut pandangan Islam untuk menciptakan keluarga yang sakinah dan harmonis.

2. Aspek Terapan/ Praktis

(22)

14

G. Definisi Operasinoal

Sesuai dengan judul skripsi ini, yaitu Pandangan Tokoh Agama Terhadap Poligami Lebih Dari Empat Orang Isteri (Telaah Pandangan Tokoh Agama di Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep Terhadap Poligami Kyai Haji Masyhurat) ada beberapa kata yang perlu peneliti jelaskan secara operasional terhadap kata-kata tersebut:

Hukum Islam : Menurut Amir Syarifuddin, hukum Islam adalah seperangkat peraturan berdasarkan

wahyu Allah dan Sunnah Rasul tentang tingkah laku manusia mukallaf, yang diakui

dan diyakini berlaku, dan mengikat untuk semua umat yang beragama.20 Dalam konteks ini, hukum Islam yang dimaksud yaitu Al-Qur’an dan Hadis, pandangan para ulama’ dan mufassir, dan KHI (Kompilasi Hukum Islam).

Tokoh Agama : Tokoh agama yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu orang yang memiliki pesantren dan yayasan di kecamatan Lenteng. Tokoh agama dalam penelitian ini merupakan subjek yang akan peneliti teliti.

20 Amir Syarifuddin, Pengertian dan Sumber Hukum Islam: dalam Falsafah Hukum Islam

(23)

Poligami kyai haji Masyhurat : Kyai haji Masyhurat adalah salah satu tokoh masyarakat di desa Lenteng Barat Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep. Kyai haji Masyhurat atau yang lebih akrab

dikenal dengan panggilan “ki Urat” adalah seorang kyai yang melakukan poligami lebih

dari empat orang istri. Hingga saat ini, ia memiliki sembilan orang istri (dua orang

istri telah meninggal dunia). Kesemua istri tersebut tinggal bersamanya dalam satu rumah.21

H. Metode Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat lapangan (field research). Untuk menunjang penelitian ini, maka dibutuhkan beberapa

metode sebagai berikut: 1. Data Yang dikumpulkan

Data yang peneliti kumpulkan di lapangan adalah perilaku kyai haji Masyhurat terhadap poligami dan pandangan tokoh agama terhadap poligami yang dilakukan oleh kyai haji Masyhurat.

2. Sumber Data

(24)

16

Sumber yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Sumber primer yaitu data yang diperoleh atas hasil wawancara dengan beberapa tokoh agama di Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep.

b. Sumber sekunder yaitu melihat kenyataan secara langsung atau

observasi terhadap kelangsungan hidup kyai haji Masyhurat, dan sumber data yang berupa kitab-kitab yang menjadi dasar acuan dan

bacaan lain, yang memiliki keterkaitan dengan bahan skripsi. Yaitu:

1) Tim Redaksi Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam, Bandung:

Cv. Nuansa Aulia, 2011.

2) Sayyid Quthb, Tafsi@r fi@ Z}ila@lil Qur’an di Bawah Naungan Al-Qur’an jilid 2. Jakarta: Gema Insani Press, 2001.

3) Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqh Lima Mazhab: Ja’fari, Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hambali (Terj. Masykur A.B), Cet, 1.

Jakarta: Lentera, 2002.

4) Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah (Terj. Muh. Toyib), Bandung: Ma’arif,

1997.

5) Leli Nurohmah, “Poligami, Saatnya Melihat Realitas, dalam

Menimbang Poligami”, Jurnal Perempuan, No. 31. 2003.

6) Amir Nuruddin, Hukum Perdata Islam di Indonesia: studi kritis

(25)

7) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 tentang

Perkawinan, 76-77.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka

peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan.22

a. Wawancara

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik pengumpulan data wawancara terhadap beberapa tokoh agama di Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep. Wawancara dilakukan terutama karena ada anggapan bahwa hanya respondenlah yang paling tahu tentang dirinya, sehingga informasi yang tidak dapat diamatinya atau tidak dapat diperoleh dengan alat lain, akan diperoleh dengan cara wawancara, misalnya informasi tentang tanggapan, keyakinan, perasaan, cita-cita. Seperti yang di amati oleh peneliti tentang bagaimana pandangan tokoh agama di Kecamatan Lentteng terhadap poligami yang dilakukan oleh kyai haji Masyhurat.

b. Observasi

Metode ini penulis gunakan untuk menghimpun data penelitian berupa pengamatan perilaku poligami kyai haji Masyhurat

(26)

18

dan deskripsi para tokoh agama di Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep, secara langsung ke tempat penelitian.

c. Dokumenter

Metode ini digunakan untuk penulis dalam mencari data-data berupa foto, kenang-kenangan, surat-surat dan sebagainya untuk memberikan gambaran terhadap sosiologi yang terjadi di desa Kec.

Lenteng, Kab. Sumenep. 4. Teknik Pengolahan Data

Setelah semua data yang diperlukan terkumpul, maka teknik pengolahan data yang penulis lakukan yaitu:

a. Editing, yaitu pemeriksaan kembali terhadap data-data yang diperoleh.23 Setelah data terkumpul, maka kegiatan selanjutnya adalah memeriksa kembali mengenai kelengkapan dan kejelasan data tentang pandangan tokoh agama terhadap poligami lebih dari empat orang istri yang dilakukan oleh kyai haji Masyhurat.

b. Organizing, yaitu kegiatan mengatur dan menyusun bagian-bagian sehingga seluruhnya menjadi satu kesatuan yang teratur. Kegiatan ini dilakukan untuk menyusun data dengan sistematis untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang pandangan tokoh agama di Kec. Lenteng, Kab. Sumenep terhadap poligami lebih dari empat orang istri yang dilakukan oleh kyai haji Masyhurat.

(27)

5. Teknik Analisis data

Data yang berhasil dihimpun dari data primer akan dianalisis secara kualitatif yakni berupa bentuk kalimat, uraian-uraian, bahkan dapat berupa cerita pendek.24 Dengan tataran analisis deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi,

berbagai situasi atau variabel yang timbul di masyarakat yang menjadi objek penelitian.25 Metode ini digunakan untuk menggambarkan atau

mendeskripsikan secara jelas tentang pandangan tokoh agama di Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep terhadap poligami yang dilakukan oleh kyai haji Masyhurat. Selanjutnya dianalisis dengan menggunakan pola pikir deduktif, yaitu diawali dengan mengemukakan teori atau dalil yang bersifat umum tentang poligami, kemudian teori tersebut digunakan sebagai alat untuk menganalisis pandangan tokoh agama di Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep terhadap poligami lebih dari empat orang istri yang dilakukan oleh kyai haji Masyhurat, kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat khusus.

I. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan dipaparkan dengan tujuan untuk memudahkan pembahasan masalah-masalah dalam penelitian ini. Dan agar

(28)

20

dapat dipahami permasalahannya lebih sistematis dan kronologis, maka pembahasan ini akan disusun penulis sebagai berikut:

Bab Pertama, bab ini memuat pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, identifikasi dan batasan masalah,

rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode penelitian, dan sistematika

pembahasan.

Bab kedua, sebagai landasan teori umum tentang poligami di dalam hukum Islam dan hukum positif akan dijelaskan secara rinci mengenai pengertian poligami dan dasar hukum poligami, syarat-syarat poligami, makna adil dalam poligai, batasan poligami, serta hikmah dan tujuan poligami.

Bab ketiga, menjelaskan tentang data penelitian lapangan yang berisi tentang deskripsi poligami kyai haji Masyhurat dan deskripsi para tokoh agama di Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep.

(29)
(30)

22 BAB II

POLIGAMI PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

A. Pengertian Poligami

Kata poligami berasal dari bahasa Yunani, yaitu gabungan dari kata polus atau poli yang bermakna banyak, dan gamein atau gamos

artinya kawin atau perkawinan. Jika kedua kata ini digabungkan akan mengandung arti perkawinan yang banyak. Kalau dipahami dari gabungan kata tersebut, benar jika mengatakan bahwa poligami adalah perkawinan banyak dan tidak terbatas jumlah banyaknya (seseorang yang akan dinikahi)26. Sedangkan dalam bahasa Arab, poligami disebut dengan

ta‘adud al-zauja@t yang artinya berbilangnya pasangan27.

Secara istilah, menurut Abdur Rahman Ghazali poligami adalah seorang laki-laki beristri lebih dari seorang, akan tetapi dibatasi hanya empat orang, apabila melebihi empat orang maka mengingkari kebaikan yang disyariatkan oleh Allah SWT yaitu untuk kemaslahatan hidup bagi suami istri28. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), poligami adalah ikatan perkawinan yang salah satu pihak memiliki atau mengawini beberapa lawan jenisnya dalam waktu yang besamaan29.

26 Khoiruddin Nasution, Riba dan Poligami, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), 84.

27 Arij Abdurrahman As-Sanan, Memahami Keadilan dalam Poligami, (Jakarta: PT. Global Media

Cipta Publishing, 2003), 25.

28 Abdur Rahman Ghazali, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Prenada Media, 2003), 131.

(31)

Menurut Soemiyati, poligami dalah perkawinan antara seorang laki-laki dengan lebih dari seorang wanita dalam waktu yang sama30. Menurut Soerjono Soekamto, poligami adalah suatu pola perkawinan dimana seorang suami diperkenankan untuk menikah lebih dari seorang wanita31. Dan menurut pandangan Wojowarsito bahwa poligami adalah suatu sistem perkawinan antara seorang laki-laki dengan lebih dari seorang wanita32.

Poligami memiliki dua makna yaitu pertama, seorang laki-laki mempunyai istri lebih dari satu orang dalam waktu yang sama, dan yang kedua seorang perempuan memiliki suami lebih dari satu orang pada saat yang sama pula. Dengan demikian, poligami dengan istilah yang pertama disebut sebagai poligini dan yang kedua disebut dengan poliandri33.

Namun, pengertian itu mengalami pergeseran sehingga kata poligami digunakan untuk laki-laki memiliki istri banyak, sedangkan istilah poligini sendiri saat ini sudah tidak lazim digunakan34.

Sedangkan lawan kata dari poligami yaitu monogami. Monogami adalah suatu bentuk perkawinan tunggal, artinya seorang laki-laki hanya menikah dengan satu orang perempuan dan sebaliknya. Dalam

30 Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam ..., 75.

31 Soekamto Soerjono, Kamus Hukum Adat, (Bandung: Risalah Gusti, 1998), 206-207.

32 Wojowarsito, Kamus Umum Inggris Indonesia, (Surabaya: ARKOLA, 2010), 305.

33 Bibit Suprapto, Lika-liku Poligami, (Jakarta: Anggota IKAPI, 2000), 71.

(32)

24

realitasnya, monogami lebih banyak dipraktikkan karena dirasa paling sesuai dengan tabiat manusia35.

Dari beberapa pengertian tersebut, dapat ditarik suatu konklusi bahwa yang dimaksud dengan poligami adalah suatu bentuk perkawinan antara seorang laki-laki (suami) menikah dengan lebih dari seorang perempuan (istri) dalam waktu yang bersamaan.

B. Dasar Hukum Poligami

Poligami pada mulanya (pra Islam) tidak mengenal batasan berpoligami, seorang laki-laki pada masa itu dapat mengawini beberapa perempuan sekehendaknya, karena mereka menganggap perempuan itu bukanlah manusia, melainkan sebagai benda bergerak dan juga dapat diwariskan jika pemiliknya meninggal, sebagaimana ibu tiri bisa diwariskan oleh anak suaminya.

Perkawinan yang diajarkan dalam Islam yaitu dapat membentuk keluarga yang saki@nah, mawaddah dan warah}mah. Namun hal ini akan sangat sulit dilaksanakan jika dalam suatu hubungan rumah tangga seorang suami memiliki lebih dari seorang istri, karena akan mungkin terjadi sedikit banyak perselisihan. Islam memandang bahwa poligami akan lebih banyak mengandung resiko daripada manfaatnya. Menurut fitrahnya, manusia itu mempunyai watak cemburu, iri hati dan suka mengeluh. Watak-watak tersebut akan mudah timbul dengan kadar tinggi,

35 Siti Musdah Mulia, Pandangan Islam tentang Poligami, (Jakarta: Lembaga Kajian Agama dan

(33)

jika hidup dalam kehidupan keluarga yang melakukan praktik poligami. Dengan demikian poligami bisa menjadi sumber konflik antara suami dengan istri-istri dan anak-anaknya. Karena itu hukum asal perkawinan menurut Islam adalah monogami, sebab dengan perkawinan monogami maka akan mudah menetralisasi sifat atau watak cemburu dan mengeluh dalam kehidupan keluarga yang monogamis.36

Islam datang untuk meluruskan kebiasaan tersebut, yaitu dengan membatasi empat orang istri. Islam tidak melarang poligami, tetapi juga tidak mewajibkannya. Sebab, jika dilarang atau diwajibkan tentu sulit untuk melaksanakannya, maka hal ini diletakkan pada posisi muba@h} (diperbolehkan), dengan syarat mampu berbuat adil di antara istri-istri. Sebagaimana firman Allah SWT menerangkan poligami dalam surat

Al-Nisa’ ayat 3 yang berbunyi:

                                                      

Artinya: “Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”.37

Ayat ini berbicara tentang perlakuan terhadap anak yatim. Dimana sebagai wali laki-laki bertanggung jawab mengelolah kekayaan anak

36 Masyfuk Zuhdi, Masa@il Fiqhiyyah, (Terj. Idrus Al-Kaff), (Jakarta: CV. Haji Masagung, 1992),

12.

(34)

26

yatim perempuan tersebut, akan tetapi ia tidak mampu mencegah dirinya dari ketidak adilan dalam mengelola harta tersebut.38 Ayat ini turun setelah perang Uhud, dimana banyak sekali pejuang muslim yang gugur, mengakibatkan banyak pula anak yatim yang mesti mendapat pengawasan dari orang tua yang bertanggung jawab. Salah satu jalan untuk mencegah persoalan tersebut ialah dengan perkawinan. Dalam hal ini Al-Qur’an telah memberikan ketentuan yang amat jelas, sehingga anak yatim itu memperoleh hak-haknya kembali.39

Asal usul turunnya (asba@b al-nuzu@l) al-Nisa’ ayat 3 tersebut adalah

karena untuk memberantas kebiasaan buruk orang-orang Arab yang memelihara anak yatim, maka walinya tidak akan mengawininya dengan laki-laki lain agar dengan kekuasaan mengurus kekayaan harta benda dari perempuan yatim tersebut berada di tangan walinya. Sementara itu walinya sendiri tidak bersedia mengawininya karena menganggap bahwa perempuan yatim itu adalah rendah, walaupun ada yang bersedia mengawininya, itu hanya bertujuan agar dapat menguasai harta bendanya saja tanpa memperdulikan kewajibannya sebagai suami.

Khusus mengenia asba@b al-nuzu@l surat al-Nisa’ ayat 3 tersebut,

al-S}a@bu@ni@ mengemukakan bahwa al-Bukhori meriwayatkan dari ‘Urwah bin Zubair sesungguhnya ia pernah bertanya kepada Aisyah tentang firman

Allah SWT di atas. lalu Aisyah berkata: hai anak saudaraku, si yatim ini

38 Amin Wadud, al-Qur’an Menurut Perempuan: Membaca Kembali Kitab Suci dengan Semangat

Keadilan, (Jakarta: Pt. Global Media Cipta Publishing, 2006), 143.

(35)

berada di bawah perwaliannya dan hartanya tercampur menjadi satu. Wali itu tertarik pada harta dan kecantikan wajah si yatim, lalu hendak mengawinininya. Tetapi cara ini tidak adil mengenai pemberian mahar untuk si yatim, ia tidak memberinya seperti yang diberikan kepada wanita lain. Maka perbuatan demikian dilarang, lain halnya kalau dia bisa adil. padahal mereka terbiasa memberi mahar tinggi, begitulah lalu mereka disuruh mengawini perempuan yang cocok dengan mereka selain anak yatim itu.40

Pendapat senada dikemukakan al-Jasshas yang menurutnya ayat 3 surat al-nisa’ diatas berkenaan dengan anak yatim yang dinikahi walinya. Maka menurut al-Jasshas, larangan menikahi anak yatim ini begitu kuat.41

Begitu juga dengan al-T}abari yang mengatakan bahwa ayat 3 surat al-Nisa’ tersebut terkait erat dengan nasib perempuan dan anak yatim. Menurutnya, diantara pendapat ulama yang mendekati kebenaran adalah pendapat yang mengatakan bahwa makna ayat ini terkait dengan kekhawatiran tiadanya wali yang bisa berbuat adil terhadap anak yatim. Maka kalau demikian, kekhawatiran ini dengan sendirinya berlaku juga pada cara menyikapi wanita. Maka “janganlah berpoligami, kecuali pada wanita yang mungkin kamu bisa berlaku adil dua, sampai empat”.

Sebaliknya, kalau ada kekhawatiran tidak bisa berlaku adil ketika

poligami, maka cukuplah dengan menikahi budak wanita yang

40 Muhammad Ali As-Sabuni, Rawa@i‘ al-Baya@n Tafsi@r Aya@t al-Ahkam, Juz II (Beirut: Dar al-Fikr,

tt), 420

(36)

28

dimilikinya, sebab hal ini akan lebih memungkinkan tidak akan berbuat penyelewengan.42

Ayat tersebut sangat jelas tidak menganjurkan untuk berpoligami, tetapi hanya membolehkan (mengizinkan) dengan syarat yang ketat. Akan tetapi banyak orang yang salah mengartikan penafsiran ayat tersebut dengan pemahaman bahwa ajaran Islamlah satu-satunya yang membolehkan poligami. Padahal tidak demikian Islam justru memberikan persyaratan dan batasan tertentu kepada suami yang hendak melakukan poligami. Seorang suami yang akan melakukan poligami harus dapat berbuat adil dan terbatas pada empat orang istri saja. Adil yang dimaksud dalam hal ini ialah perlakuan adil dalam memperlakukan isteri seperti pakaian, tempat, giliran dan lain-lain yang bersifat lahiriyah bukan batiniyah.

Redaksi yang dipakai dalam al-Qur’an untuk menerangkan

bolehnya sesuatu biasanya menggunakan kata-kata “La@ Juna@h}a

‘Alaikum”, “Uh}illa Lakum” dan gaya bahasa lain yang menunjukkan

boleh. Tapi dalam kasus ini redaksi al-Qur’an muncul dengan bentuk perintah Allah “Fankih}u@” sebagai jawab syarat dari “Wa in Khiftum”. Ini

berarti Allah SWT menghendaki terlaksananya perintah yang lebih penting daripada sekedar bolehnya poligami, yaitu merealisasikan

42 Ibnu Jarir al-Tabari, Ja@mi‘ al-Baya@n fi Tafsi@r al-Qur’an, jilid IV, (Beirut: Darl al-Fikr, 1958),

(37)

keadilan yang ditujukan bagi wali dalam pengurusan anak-anak yatim yang di bawah perwaliannya.43

Islam juga memberikan peringatan kepada semua yang melakukan poligami jangan sampai cenderung atau berpihak pada sebagian istri dan membiarkan sebagian lain. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat al-Nisa’ ayat 129:

                                        

Artinya: “Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat Berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. dan jika kamu Mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.44

Sayid Sabiq berpendapat bahwa ayat tersebut di atas isinya meniadakan kesanggupan berlaku adil kepada sesama istri, adil yang dimaksud adalah adil dalam masalah lahiriyah yang dapat dikerjakan oleh manusia bukan adil dalam hal cinta dan kasih sayang, sebab masalah ini diluar kemampuan seseorang.45 Sebagaimana hadis Nabi saw:

َا لل

ُه م

َ

َذ

ِق ا

ْس

ِم

ْي

ِف ْي َم

ا َأ

ْم ِل

ُك

َف

َا

َ َ ُل

ْم

ِن

ِف ْي

َم

َْ ا

ِل

ُك

“Ya Allah, inilah pembagianku (terhadap istri-istriku) yang aku miliki. Karena itu, janganlah Engkau mencela aku mengenai sesuatu yang

43 Mardani, Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam Modern, (Jogjakarta: Graha Ilmu, 2011), 88.

44 Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya ..., 93.

(38)

30

Engkau miliki tetapi tidak aku miliki (Hr. Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan

ibnu majah)”.46

Imamiyah dan Syafi’i mengatakan bahwa manakala salah seorang

dari keempat istri itu diceraikan dalam bentuk talak raj‘i maka laki-laki itu tidak boleh melakukan akad nikah dengan wanita lain sebelum istri yang dicerai itu habis masa ‘iddah-nya.47

Dengan adanya penjelasan tersebut di atas, tampaknya telah jelas bahwa poligami bukan hanya sarana pemuas nafsu belaka, akan tetapi kebolehan poligami sebenarnya mempunyai maksud dan jangkauan yang lebih luas yaitu demi kemaslahatan manusia pada umumnya.

C. Syarat-Syarat Poligami

Dalam UU No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 4 dan pasal 5, pada hakikatnya asas perkawinan adalah monogami akan tetapi poligami diperbolehkan jika memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang. Seorang laik-laki yang beristri untuk dapat melakukan poligami harus mengajukan permohonan kepada pengadilan di daerah tempat tinggalnya dengan membawa kutipan akta nikah yang terdahulu dan surat-surat izin yang diperlukan.

46 Muhammad Abdul Hadi, At}fa@lul Ana@bi@t Ma‘a Baya@ni H}ukmi al-Talqi@h}i al-S}ina@‘iyyi wa al

-Nasabi wa al-Laqi@t}i wa al-Tabanni wa Tah}didi Nau‘i al-Jani@ni. (t.tp.: Dar al-Dzahabiyyah, t.t.),

43.

47 Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqh Lima Mazhab: Ja’fari, Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hambali,

(39)

Permohonan ini bisa diajukan jika syarat-syarat yang dibawah ini terpenuhi:48

1. Adanya persetujuan dari istri

Permohonan ini akan dikabulkan oleh pengadilan jika memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri.

b. Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan.

c. Istri tidak dapat melahirkan keturunan.

2. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka.

3. Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anak mereka.

Sedangkan prosedur poligami diatur dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) bab IX yaitu pasal 56-59. Sebagaimana berikut:49

1. Beristri lebih dari satu orang pada waktu bersamaan terbatas hanya sampai empat istri.

2. Syarat utama beristri lebih dari seorang, suami harus mampu berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anaknya.

3. Istri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai istri

4. Istri mendapatkan cacat badan dan tidak dapat disembuhkan\\

48 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, 76-77

49 Tim Redaksi Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam, Cet. 3, (Bandung: CV. Nuansa Aulia,

(40)

32

5. Istri tidak dapat menghasilkan keturunan

6. Suami yang hendak beristri lebih dari satu orang harus mendapat izin dari Pengadilan Agama.

7. Perkawinan yang dilakukan dengan istri kedua, ketiga atau keempat tanpa izin dari Pengadilan Agama, tidak mempunyai kekuatan hukum.

Syarat berpoligami menurut Sayuti T}alib, syarat poligami dalam hukum islam:50

1. Bertujuan mengurus anak yatim dengan adil

2. Bila suami sanggup berlaku adil kepada istri-istrinya 3. Boleh berpoligami hanya kepada empat orang istri 4. Ada kemampuan secara materi

5. Bila istrinya tidak berfungsi lagi sebagai istri

Muhammad Rasyid Ridha mencantumkan beberapa hal yang boleh dijadikan alasan berpoligami, antara lain:

1. Isteri mandul.

2. Isteri yang mempunyai penyakit yang dapat menghalangi suaminya

untuk memberikan nafkah batin.

3. Bila suami mempunyai kemauan seks luar biasa (over dosis), sehingga

isterinya haid beberapa hari saja mengkhawatirkan dirinya berbuat seorang.

(41)

4. Bila suatu daerah yang jumlah perempuannya lebih banyak daripada

laki-laki. Apabila tidak poligami mengakibatkan banyak wanita yang berbuat serong.

Sedangkan berikut ini akan penulis deskripsikan beberapa pendapat mufasir tentang syarat-syarat diperbolehkannya melakukan poligami dalam hukum Islam:

Sayyid Quthb dalam kitabnya Fi Dzilalil Qur’an mengatakan:

“Poligami merupakan suatu perbuatan rukhsah. Karena merupakan

rukhsah, maka hanya bisa dialkukan dalam keadaan darurat, yang benar-benar mendesak. Kebolehan ini pun masih disyaratkan bias berbuat adil terhadap istri-istri. Keadilan yang dituntut disini adalah dalam bidang nafkah, pergaulan, serta pembagian malam. Sedang, bagi calon suami yang tidak bisa berbuat adil, maka diharuskan cukup seorang saja. Sementara bagi yang bisa berbuat adil terhadap istri atau istri-istrinya,

boleh poligami dengan maksimal hanya empat orang istri”51 Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqh Sunnah mengatakan:

“Poligami bukan wajib dan bukan pula sunnah, tetapi oleh Islam dibolehkan. Merupakan karunia Allah SWT dalam rahmatNya kepada manusia membolehkan adanya poligami dan membataskan sampai empat sja. Bagi laki-laki boleh kawin dalam waktu ynag sama lebih dari seorang sitri, dengan syarat sanggup berbuat adil terhadap mereka dalam urusan belanja hingga tempat tinggal. Bila ia takut berbuat tidak adil dan tidak dapat memenuhi kewajiban yang seharusnya dipikul, haramlah baginya kawin lebih dari seorang perempuan. Bahkan jika ia takut berbuat zalim, tidak mampu untuk melayani hak seorang itsri saja, maka haram baginya

kawin sampai nanti ia terbukti mampu untuk kawin”52

Sedangkan menurut Muhammad Abduh dalam kitab Al-Manar mengatakan:

“Haram berpoligami, jika seseorang tidak yakin dapat berbuat adil.

Poligami adalah penyimpangan dari relasi perkawinan yang wajar, namun

menikahi wanita lebih dari satu hanya dibenarkan secara syar’I dalam

51 Sayyid Quthb, Tafsi@r Fi Z}ila@lil Qur’an, (Beirut: Darusy Syuruq, 1994), 275-276.

(42)

34

keadaan darurat social, seperti perang, dengan syarat tidak menimbulkan

kerusakan dan kezaliman”53

D. Makna Adil Dalam Poligami

Beristri lebih dari seorang membuatnya sangat penting bagi si suami agar berlaku seadil mungkin, sebagaimana yang dimungkinkan orang, terhadap setiap istrinya itu. Tujuan utama perkawinan dalam Islam adalah untuk menciptakan suatu keluarga yang sejahtera dimana suami dan istri atau istri-istrinya, serta anak-anaknya hidup dalam kedamaian, kasih sayang, keharmonisan sebagaimana yang dimaksud dalam al-Qur’an

surat Ar-Rum ayat 21:

                                    

“dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”54

Dengan demikian begitu seorang muslim menikahi lebih dari seorang istri, maka dia berkewajiban untuk memperlakukan mereka secara

sama dalam hal makan, kediaman, pakaian, dan bahkan hubungan seksual sejauh yang memungkinkan. Bila seseorang agak ragu untuk dapat

53 Muhammad Abduh, Al-Manna@r, (Mesir: Mustafa al-Babi al-Halabi, 1974), 287.

(43)

memberikan perlakuan yang sama dalam memenuhi hak mereka, maka dia tidak boleh beristri dari seorang. Kalau dia hanya mampu memenuhi kewajiban terhadap seorang istri, dia pun tidak diperkenankan menikahi yang kedua. berikutnya jika dia hanya dapat berlaku adil terhadap dua istri, maka dia tidak boleh menikah yang ketiga. Batas terakhir adalah empat istri, bila dia merasa perlu melakukannya.55

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka syarat utama seorang pria melakukan poligami adalah harus dapat berlaku adil. Dalam garis besarnya adil itu menurut Nadimah Tanjung meliputi dua hal:56

1. Adil dalam menggauli, misalnya tiga hari di tempat istri pertama, tiga hari di tempat istri kedua.

2. Adil dalam hal memberikan keperluan hidup (nafkah), yaitu adil dalam membagi-bagi belanja makanan, pakaian, tempat kediaman dan lain-lain. Pembelanjaan itu harus diperhitungkan berat dan ringannya tanggungan seorang istri-istri yang sudah punya anak tidak dapat disamakan dengan istri yang belum mempunyai anak.

Dengan demikian, bahwa syarat adil yang dimaksud ialah dalam hal-hal yang mungkin dilakukan dan dikontrol manusia. Dalam artian bahwa, keadilan yang disebut dalam ayat ini hanya berhubungan dengan usaha yang dimungkinkan secara manusia. Dalam hal cinta kasih,

55 Titik Triwulan Tutik, Poligami Perspektif Perikatan ..., 69.

56 Nadimah Tanjung, Pluralisme dalam PerUndang-undangan Perkawinan di Indonesia,

(44)

36

sekalipun andaikan seorang benar-benar ingin berbuat adil, tetap tak akan mampu melakukannya mengingat keterbatasan sebagai manusia.57

Seorang suami dituntut untuk berlaku adil ketika berpoligami dalam beberapa hal, diantaranya:

1. Adil dalam memberikan kebutuhan lahir

Seorang suami yang memiliki istri lebih dari seorang, baik dua, tiga, maupun empat orang istri, harus memberikan nafkah materi secara adil kepada semua istrinya. Dalam surat an-nisa’ (4) : 3, Alllah

SWT menuntut adanya sikap adil dengan menggunakan kata adil

(‘adl), sebagimana tersirat dalam kalimat fain khiftum an laa\ ta’diluu\.

Jika kamu khawatir tidak bisa berbuat adil, maka nikahilah seorang saja. Pengertian sebaliknya adalah bila kamu mapu berbuat adil amaka boleh menikahi dua, tiga, atau empat orang wanita.58

Kata al-‘adl menuntut adanya kesamaan dalam membagi sesuatu kepada dua pihak atau lebih. Allah SWT tidak menggunakan kata al-qist} dalam konteks poligami yang hanya menuntut agar beberapa pihak memperoleh bagian, meski bagian itu tidak harus sama jumlahnya. Para ulama berbeda mengenai maksud adil dalam memberikan nafkah kepada para istri harus sama atau tidak jumlahnya. Ibnu Hazm mengatakan bahwa wajib hukumnya bagi

57 Titik Triwulan Tutik, Poligami Perspektif Perikatan …, 70.

(45)

suami untuk memberikan nafkah harta bagi para istrinya dengan jumlah yang sama. Ibnu taimiyah juga mengatakan bahwa harus ada kesamaan nafkah yang diberikan suami kepada para istrinya.59 Ulama yang meamndang wajib memberikan nafkah yang sama kepada para istri mendasarkan pada pengertian adil dalam surat an-nisa’ (4) ; 3,

dan pada yang dicontohkan Nabi Muhamaad saw. Sedangkan, ulama yang memandang sunnah memebrikan nafkah yang sama kepada para istrimendasarkan pada makna keadilan semata, yakni para istri harus sama-sama memperoleh nafkah dari suami mereka.

2. Adil dalam memberikan kebutuhan batin

Salah satu kebutuhan naluri setiap manusia adalah kebutuhan batin, termasuk diantaranya adalah kebutuhan seksual. Allah SWT memeberikan naluri seksual bagi setiap manusia. Naluri tersebut harus disalurkan melalui cara yang benar. Tujuannya adalah untuk memberikan ketenteraman sekaligus keturunan.60

Seorang suami yang menikahi lebih dari satu orang istri harus adil dalam memenuhi tuntutan dan kebutuhan biologis bagi masing-maisng istrinya. Termasuk dalam hal ini adalah keharusan suami untuk membagi giliran bermalma di rumah masing-masing itsrinya. Seorang suami perlu memiliki kemampuan dan kesehatan fisik yang

59 Isham Muhammad Syarif, Selamat Datang IStri Impian: Membedah Karakter dan Kepribadian

Wanita yang Diimpikan Kaum Pria (Jakarta: Mirqat, 2008), 185.

(46)

38

prima.61 Hal ini agar tercipta keadilan bagi setiap istri, baik lahir maupun batin. Dengan demikian, seorang suami “dalam hal memberikan nafkah lahir dan batin” tidak dibenarkan bila lebih

condong pada salah sati isteri.

3. Adil dalam memperhatikan anak-anak

Seorang suami yang menikah dengan lebih dari satu istri tentu akan memiliki banyak anak dari masing-masing istrinya, baik anak dengan istrinya maupun anak tirinya. Dalam Islam, anak merupakan amanah Tuhan yang diberikan kepada kedua orang tua untuk dirawat dan dididik dengan sebaik-baiknya. Mengabaikan anak sama halnya dengan mengabaikan amanah. Rasulullah saw menyebut orang yang mengabaikan amanah sebagai salah satu tanda kemunafikan.62

Di dalam al-Qur’an, Allah SWT tidak secara tegas menyebut adanya kewajiban bagi suami yang berpoligami untuk berbuat adil kepada anak-anaknya. Akan tetapi, sejatinya, persoalan anak sudah tercakup di dalam poligami tersebut. Setiap anak yang lahir dari para istri merupakan tanggung jawab seorang suami. Memperhatikan anak dari salah seorang istri, dan mengabaikan anak dari istri lain akan menimbulkan kecemburuan dalam keluarga. Kecemburuan menjadi

61 Abdul Halim Abu Syuqqah, Kebebasan Wanita, jilid V, (Jakarta: Gema Insani Press, 1997),

388.

(47)

akar timbulnya permasalahan dan percekcokan dalam rumah tangga yang tidak jarang berujung pada perceraian.

Salah satunya kewajiban yang harus dipenuhi oleh suami terhadap anak-anak dari para istrinya adalah jaminan pendidikan mereka. Dengan artian, suami harus berusaha memenuhi kebutuhn pendidikan anak-anak mereka sehingga terhindar dari kebodohan. Hal ini bukan hal yang mudah bagi suami, apalagi kalau dikaruniai banyak anak dari masing-masing istri. Ignaz Goldziher menjelaskan bahwa keluarga ideal dengan jaminan pendidikan (baik untuk istri dan anak) sesuai karakter masing-masing tidak mungkin terwujud, kecuali dalma konteks pernikahan dengan sati isteri.63

E. Hikmah dan Tujuan Poligami

Hikmah dibalik poligami sungguh sangat mulia disisi Allah SWT jika praktik poligami itu dilakukan berdasarkan alasan-alasan yang dapat menghindarkannya dari mafsadat. Sebagaimana al- Maraghi mengemukakan sebuah kaidah fiqh yang berbunyi:

ِحِلاَصَمْلا ِبْلَج ىَلَع ٌم دَقُم ِدِساَفَمْا ُاْرَد

63 Ignaz Goldziher, Madzhab Tafsir dari Aliran Klasik hingga Modern (Jogjakarta: eLSAQ Press,

(48)

40

“Menghindari keburukan atau bahaya harus didahulukan dari pada mengambil manfaat atau kebaikan”.64

Di antara beberapa hikmah diperbolehkannya poligami adalah sebagai berikut:65

1. Poligami dapat menekan merajalelanya prostitusi.

2. Poligami dapat melenyapkan salah satu sumber penyakit kotor, semisal AIDS.

3. Poligami akan memungkinkan berjuta-juta wanita melaksanakan haknya sebagai wanita untuk menyalurkan naluri kemanusiaannya, kecintaan dan kewibawannya. Sebab jika tidak ia akan terpaksa hidup tak bersuami karena sistem monogami yang ketat. Sementara jumlah wanita lebih banyak dibandingkan dengan jumlah pria.

4. Poligami akan mengurangi sebab percereraian yang tak terhitung jumlahnya atau banyaknya. Kejahatan-kejahatan rumah tangga yang kurang sehat, bencana mundurnya angka penduduk, pembunuhan anak-anak kepada bantuan umum. Dengan demikian poligami akan menyelamatkan anak dari kehilangan status dan hubungan kekerabatan dari ayah.

5. Poligami akan memungkinkan si suami akan memelihara kesehatan wanita yang hamil tanpa menyerahkan dirinya kepada bahaya-bahaya, petualangan-petualangan dengan gadis-gadis yang bisa dipesan

64 Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, Juz IV, (Mesir: Mustafa al-Bab al-Halabi,

1969), 181-182.

65 Mahjuddin, Masailul Fiqhiyah: Berbagai Kasus yang Dihadapi Hukum Islam Masa Kini,

(49)

dengan karcis. Dengan demikian sudah nyata kegunaan hukum Islam seperti yang di firmankan Allah SWT dalam surat Al-Maidah ayat 50:













 



 

Artinya: “Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?”.66

6. Untuk memberi kesempatan bagi laki-laki memperoleh keturunan dari istri kedua, jika istrinya yang pertama mandul.

7. Untuk menghindarkan laki-laki dari perbuatan zina, jika istrinya tidak bisa dikumpuli karena terkena suatu penyakit yang berkepanjangan. 8. Untuk memberi kesempatan bagi perempuan yang terlantar, agar

mendapatkan suami yang berfungsi untuk melindunginya, memberinya nafkah hidup serta melayani kebutuhan biologisnya. 9. Untuk menghibur perempuan yang ditinggal mati suaminya di medan

peperangan, agar tidak merasa kesepian.

Dalam memahami latar belakang kebolehan poligami, Ali As-Shabuni misalnya, mencoba menyusun daftar motivasi poligami yang dilakukan Nabi saw dengan menjelaskan hikmah-hikmah poligami yang ditemukan saat itu. Al-S}abuni menangkap 4 hikmah penting yang

(50)

42

menyertai poligami Nabi saw yaitu hikmah ta‘li@miyyah, hikmah

tasyri@‘iyyah, hikmah ijtima@‘iyyah, dan hikmah siya@siyyah.67

1. Hikmah ta‘li@miyyah dimaksudkan bahwa Nabi saw melakukan poligami untuk kader-kader wanita sebagai guru agama untuk kaum wanita lainnya. ini karena banyak wanita yang segan dan malu bertanya langsung kepada Nabi saw mengenai masalah agama, kususnya yang berkaitan dengan masalah kewanitaan seperti tentang haid, nifas, janabah, dan urusan-urusan suami istri. kalaupun ada wanita yang bertanya, beliau kadangkala terpaksa harus menerangkannya dengan bahasa kinaa\yah yang kemungkinan besar tidak dipahami dengan benaroleh wanita tersebut.

2. Hikmah tasyri@‘iyyah yang dimaksudkan untuk membatalkan sebagian adat-adat jahiliah yang menyimpang saat itu. sebagai contoh Nabi saw mengawini Zainab mantan istri Zaid ibn Haa\ritsah (anak angkat Nabi), sebab pada saatitu berkembang anggapan bahwa status anak angkat seperti anak kandung dalam hal waris, talaq, perkawinan huramt al-,ushaharah, dan muharamat al-nikah. bahkan Zaid saat itu lebih dikenal dan dipanggil dengan nama Zaid ibn Muhammad.

3. Hikmah ijtima@‘iyyah yang dimaksud untuk lebih mempererat ikatan persaudaraan Nabi saw dengan suku-suku Arab Quraisydengan menikahi anak tokoh dari suku tersebut. sebagai contoh perkawinan

Nabisaw dengan Aisyah bintiAbu Bakar yang menyerupakan wanita

(51)

pujaan kaumnya, dan Hafshah binti Umar yang menjadi buah hati Sibiran tulang ayahnya, terkenal dengan kejujuran dan keikhlasannya. 4. Hikmah siya@siyyah yang dimaksudkan untuk menarik simpati,

mengokohkan ikatan keluarga dan persaudraan. sebagai contoh kasus Nabi saw mengawini Juwairiyah binti al_harits, bangsawati bani al-Musthaliq yang tertangkap sebagai salah satu tawanan perang. Nabi saw menawarkan Juwairiyah untuk menikah dengan Nabi saw, maka Nabi saw pun lalu tidak hanya menikahi Juwairiyah tapi juga membebaskan seluruh tawanan perang lainnya. Mengetahui pernikahan Juwairiyah dengan Nabi saw, kaumbani al-musthaliqun merasa terangkat derajat dan martabatnya sehingga akhirnya keluarga Juwairiyah dan seluruh suku bani al-Musthaliq masuk Islam dengan sukarela.

Dari beberapa penjelasan di atas, secara global dapatlah ditegaskan bahwa motivasi dan alasan poligami atu adalah untuk pertolongan, peningkatan pendidikan, mempererat hubungan kekerabatan, dan memperlancar misi dakwah Islam.

Selanjutnya Sayyid Sabiq juga mengemukakan hikmah poligami yang cukup banyak yang ringkasannya adalah sebagai berikut:68

1. Memperbesar jumlah umat karena keagungan itu hanyalah bagi yang berjumlah banyak.

(52)

44

2. Mengurangi jumlah janda sambil menyantuni mereka.

3. Mengantisipasi kenyataan bahwa jumlah wanita berlebih atau lebih banyak dibandingkan pria.

4. Mengisi tenggang waktu yang lowong karena secara kodrati pria itu lebih panjang masa membutuhkan berhubungan seks, baik karena usia lanjut yang lebih cepat pada wanita dalam hal seks (menopause), ataupun karena tenggang waktu sebab haid dan nifas.

5. Dapat mengatasi kalau istri (pertama) mandul.

6. Di tempat yang menganut pemaksaan monogami terjadi banyak kefasikan, banyaknya pelacur, dan banyak pula anak yang lahir di luar nikah.

Dari beberapa hikmah yang telah dikemukakan di atas, memberikan keterangan bahwa poligami yang dibolehkan dalam Islam, bertujuan untuk untuk melindungi laki-laki dan perempuan, bukan hanya memberi peluang bagi laki-laki yang tukang kawin tanpa mau bertanggung jawab terhadap kelangsungan hiup berumah tangga.69

F. Batasan Jumlah Berpoligami

Dengan ayat tersebut, para ulama menafsirkan bahwa haram kawin dengan perempuan lebih dari empat orang istri. Jika ada orang yang berpendapat bahwa ayat tersebut menunjukkan bolehnya seorang

(53)

laki-laki kawin dengan sembilan orang perempuan yaitu penjumlahan dari 2+3+4, tidaklah dapat diterima pendapat yang seperti itu, karena dalam

ayat ini ada kata “atau”, jadi maknanya boleh pilih dua, tiga, atau empat

istri.70

Pembatasan jumlah wanita dapat dinikahi seorang laki-laki dalam waktu yang bersaman adalah empat orang istri. Sebagaimana yang difirmankan Allah SWT dalm surat al-Nisa’ ayat 3 hal ini juga diperkuat

dengan hadis Nabi saw yang berbunyi:

َع ْن

َس ل

ْم

َع ْن

َأ ِب

ْي ِه

َر ِض

َي

ُها

َع ْن

ُه َأ

ن

َغ

ْي َا

َن

ْبا ِن

Gambar

Tabel 1.1 Desa, Dusun dan Luas Wilayah se-Kecamatan Lenteng
Tabel 1.2 Pesantren dan Yayasan se-Kecamatan Lenteng
Tabel 1.3 Pusat Data Pendidikan Dasar dan Menengah se-Kecamatan Lenteng

Referensi

Dokumen terkait

Tanah (Lumbricus rubellus dan Pheretima aspergillum) dengan Variasi Suhu Pengolahan (50 O C, 60 O C, dan 70 O C) terhadap Penghambatan Pertumbuhan Bakteri Salmonella

Penelitian oleh Imelia (2015) menyatakan bahwa hutang berpengaruh signifikan negatif terhadap ETR, penelitian ini juga sejalan dengan penelitian oleh Noor et.al.,

Penelitian ini berfokus kepada bagaimana potensi yang dimiliki smartphone dengan platform android dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk memperlancar proses akademik

Hasil ini menolak penelitian Syafitri (2012) yang menyatakan ukuran pemeritah daerah memiliki hubungan yang tidak signifikan terhadap tingkat pengungkapan laporan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1) jenis-jenis tayangan televisi yang memiliki keterkaitan dengan ketidakpuasan citra tubuh remaja awal baik putra maupun putri,

Dalam tugas akhir ini permasalahan utama yang akan diselesaikan adalah bagaimana merancang dermaga minyak untuk kapal 17.000 DWT pada jetty 1 di tersus PT Badak NGL

ANALISIS KOMPONEN TUTUR PADA IKLAN LOWONGAN KERJA DI SURAT KABAR KEDAULATAN RAKYAT EDISI FEBRUARI 2017 DAN RELEVANSINYA SEBAGAI BAHAN AJAR BAHASA INDONESIA DI SMKi. Skripsi