• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN HAJI : STUDI PELAKSANAAN IBADAH HAJI DI KEMENTERIAN AGAMA KOTA SURABAYA TAHUN 2016.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN HAJI : STUDI PELAKSANAAN IBADAH HAJI DI KEMENTERIAN AGAMA KOTA SURABAYA TAHUN 2016."

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN HAJI

(

Studi Pelaksanaan Ibadah Haji di Kementerian Agama Kota

Surabaya Tahun 2016

)

Skripsi:

Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S-1) dalam Ilmu Ushuludin dan Filsafat

Oleh :

M.IRSYADUL CHANIF NIM : E84212084

JURUSAN POLITIK ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS NEGRI SUNAN AMPEL SURABAYA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Skripsi yang berjudul Analisis Penyelenggaraan Ibadah Haji: Studi Pelaksanaan Ibadah Haji di Kementerian Agama Kota Surabaya Tahun 2016 terfokus membahas penyelenggaraan ibadah haji di lingkungan Instansi Kementrian Agama Kota Surabaya Tahun 2016. Dari judul tersebut diambil rumusan masalah (1) Bagaimana kebijakan Kementerian Agama Kota Surabaya dalam pelaksanaan Ibadah Haji Kota Surabaya Tahun 2016? (2) Bagaimana analisis kebijakan Penyelenggaraan Ibadah Haji di Kementerian Agama Kota Surabaya pada tahun 2016? Tujuan dalam penulisan skripsi ini adalah (1) Mengetahui bagaimana kebijakan Kementerian Agama Kota Surabaya dalam pelaksanaan Haji Kota Surabaya Tahun 2016. (2) Mengetahui analisis kebijakan Penyelenggaraan Ibadah Haji di Kementerian Agama Kota Surabaya pada tahun 2016.

Metode penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif analisis. Dengan jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan dan didukung dengan buku yang terkait dengan penelitian. Sehingga penyusunan penulisan bisa obyektif sistematis. Teknik pengumpulan data dengan merujuk data primer dan sekunder dengan menerapkan wawancara terstruktur dan mendalam, observasi dan dokumentasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Kementerian Agama Kota Surabaya dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan ibadah haji menggunakan kebijakan berupa undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan menteri dan lain-lain. (2) Bahwa Kementerian Agama Kota Surabaya berdasarakan analisis dengan teori kebijakan publik telah sesuai prosedur yakni mengikuti perundang-undangan, peraturan pemerintah, peraturan menteri dan peraturan lainnya. Dalam pelayanan, Kementerian Agama Surabaya memaksimalkan instrument IT sebagai pendukung kebijakan teknis berupa pembuatan fasilitas group whatsapp bagi calon jamaah haji dan pasca haji sebagai alat untuk sosialisasi info seputar haji. Untuk mendukung kinerja, Kementerian Agama Surabaya juga bekerja sama dengan banyak pihak agar ibadah haji berjalan dengan lancer., namun koordinasi secara intens dan mendalam dengan banyak pihak perlu diperhatikan sehingga tidak terjadi hal yang tidak diinginkan.

(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN SKRIPSI ... iv

MOTTO ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TRANSLITERASI ... xi

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

D. Penelitian Terdahulu ... 12

E. Metode Penelitian ... 14

F. Sistematika Pembahasan ... 20

BAB II : KERANGKA TEORI ... 22

A. Tinjauan Umum Kebijakan Publik ... 22

1. Definisi Kebijakan ... 22

2. Pengertian Kebijakan Publik ... 28

3. Tahapan Formulasi Kebijakan Publik ... 29

4. Faktor Pembuatan Kebijakan Publik ... 34

5. Implementasi Kebijakan Publik ... 35

B. Relasi Politik dengan Kebijakan Publik ... 38

BAB III : METODE PENELITIAN ... 40

A. Jenis Penelitian dan Pendekatannya ... 40

(8)

C. Sumber Data ... 42

D. Teknik Pengumpulan Data ... 43

E. Analisis Data ... 45

BAB IV : ANALISA DAN PEMBAHASAN ... 47

A. Data Kementerian Agama Kota Surabaya ... 47

1. Sejarah Kementerian Agama Kota Surabaya ... 47

2. Wilayah Kerja Kementerian Agama Kota Surabaya ... 49

B. Data Kebijakan Haji Kemenag Surabaya ... 61

1. Dasar-Dasar Pelaksanaan Haji ... 61

2. Pendaftaran Haji ... 62

3. Data Peserta Jama’ah Ibadah Haji Kota Surabaya ... 56

a. Data Jumlah Calon Peserta Jama’ah Haji tahun 2012-2015 .... 56

b. Data Jumlah Peserta Jama’ah Haji tahun 2016 ... 56

4. Manasik Haji ... 56

5. Pemberangkatan Jama’ah Ibadah Haji Kota Surabaya ... 57

6. Pemulangan Jama’ah Ibadah Haji Kota Surabaya ... 64

7. Kendala-kendala Pelaksanaan Ibadah Haji ... 65

C. Analisis Data ... 70

BAB V : PENUTUP ... 71

A. Kesimpulan ... 71

B. Saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA

(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ditinjau dari sudut bahasa,kata haji berarti berniat pergi, bermaksud, atau menuju ke suatu tempat tertentu. Sedangkan arti haji menurut istilah adalah menuju ke Ka’bah untuk melakukan perbuatan-perbuatan tertentu, yakni

mengunjunggi suatu pekerjaan tertentu.1

Dengan kata lain, haji menurut istilah syara’ adalah sengaja mengunjungi Makkah (Ka’bah) untuk mengerjakan ibadah

yang terdiri atas tawaf,sa’I,wukuf dan ibadah-ibadah lain untuk memenuhi perintah Allah serta mengharapkan keridaan-Nya. Hal itu senada dengan pandangan Fahruddin H.S. bahwa pengertian haji adalah sengaja berkunjung menziarahi Ka’bah yang terletak di Masjidil Haram di Makkah, dengan niat

menunaikan ibadah haji, yaitu rukun Islam yang kelima guna mememenuhi perintah Allah.2

Dari beberapa pengertian tersebut dapat dipahami bahwa haji adalah suatu ibadah yang dilakukan dengan mengunjungi Ka’bah dan dilakukan pada waktu tertentu dengan syarat-syarat yang telah ditentukan atau ditetapkan. Kesemuanya itu dilakukan dalam rangka menaati perintah Allah Swt. Dan mencapai rida-Nya. Ibadah haji tidak dilakukan di sembarang tempat, waktu, dan perbuatan. Jika tidak dilakukan pada tempat, waktu, dan tidak memenuhi ketentuannya, bukanlah haji.

1

Ahmad Thib Raya dan Siti Musdah Mulia, Menyelamu Seluk-beluk Ibadah dalam Islam (Jakarta: Prenada Media,2003).227.

2

(10)

2

Ibadah haji mulai diperintahkan pada akhir tahun ke 9 Hijriah (Setelah Nabi berada di Madinah), dengan diturunkannya ayat yang berbunyi:

ع يَ غ ل َإف رف م اًيبس هيلإ ع طتس م تيبل جَح س ل ىلّع َل

ي ل عل

3

“ Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah,yaitu (bagi)

orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barang siapa

mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Mahakaya (tidak

memerlukan sesuatu) dari alam semesta”

Perintah haji yang diturunkan pada tahun itu belum dilakukan oleh Rasulullah kaum muslim karena adanya suatu halangan. Haji baru dapat dilakukan oleh Nabi dan kaum muslim setahun kemudian, yaitu pada tahun ke 10 Hijriah. Haji inilah satu-satunya yang dilakukan oleh Nabi. Ibadah haji merupakan ibadah besar karena selain membutuhkan biaya yang besar (bagi muslim yang jauh dari

Makkah), dalam melaksanakannya membutuhkan kekuatan fisik. Oleh karena itu,

Allah hanya mewajibkan bagi orang yang mampu. Ibadah haji merupakan bagian dari syariat umat terdahulu. Allah memerintahkan Nabi Ibrahim a.s. membangu Baitul Haram di Makkah agar orang-orang bertawaf di sekelilingnya:

عي ّسل ت أ ّ إ ۖ ّ م لّب ت ّبر ليع سإ تيبل م ع ل ميه ربإ عفري إ

ميلعل

4

3

QS. Ali Imran ayat 97

4

(11)

3

“Dan (Ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar

Baitullah bersama Ismail (seraya berdo’a): „Ya Tuhan kami terimalah

daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha

Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

Allah Swt. Juga berfirman

يفئ ّطلل يتيب رَ ط ا يش يب رشت ا أ تيبل م ميه ربإ أّ ب إ

و ُسل عّ ُرل ي ئ ل

.

ىلع ا جر تأي َجحل ب س ّ ل يف َ أ

يي ع ٍجف َل م يتأي رم َل

5

.

Dan (ingatlah), ketika Kami memberikan tempat kepada Ibrahim di

tempat Baitullah (dengan mengatakan): Janganlah kamu mempersiratkan

sesuatu pun dengan Aku dan sucikanlah rumah-Ku ini bagi orang-orang

yang rukuk dan sujud. Dan berserulah kepada manusia untuk

mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan

berjalan kaki, mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap

penjuru yang jauh.”

Jika menegok ke belakang, kita akan menemukan sejarah disyariatkannya ibadah haji ini, yaitu tempatnya pada masa Nabi Ibrahim a.s., di mana beliau dan putranya, Nabi Ismail a.s., membangun Ka’bah dan melaksanakan thawaf di sekitarnya. Mereka berdua memohon kepada Allah agar mensyariatkan amalan-amalan haji bagi manusia di dunia ini. Sebagaimana tercatat dalam Al-Quran surat Al- Baqarah ayat 127-128. Walaupun demikian, ada beberapa pendapat mengenai

5

(12)

4

kapan waktu diwajibkannya ibadah haji. Kebanyakan ulama berpendapat bahwa ibadah haji diwajibkan pada tahun ke 9 Hijriah. Pada saat itu, Rasulullah Saw. Mengutus sahabat Abu Bakar r.a. untuk memimpin sahabat lainnya dalam menunaikan ibadah haji. Kemudian pada tahun berikutnya (10 Hijriah), Nabi Saw. Berangkat sendiri untuk menunaikan ibadah haji.

Di Indonesia mengenai ibadah haji, penyelenggaraan ibadah haji yang merupakan rangkaian kegiatan yang meliputi pembinaan, pelayanan dan perlindungan jemaah haji. Dan untuk mengawasi penyelenggaraan ibadah haji, pemerintah membentuk sebuah lembaga mandiri yang bernama Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI).Penyelenggaraan ibadah haji ini adalah bertujuan untuk memberikan pembinaan, pelayanan dan perlindungan yang sebaik-baiknya bagi

jema’ah haji sehingga mereka dapat menunaikan ibadah haji yang sesuai dengan

ajaran Islam. Dan untuk itu juga, diadakan pembinaan ibadah haji (manasik haji) yang berisi serangkaian kegiatan yang meliputi penyuluhan dan pembimbingan

bagi jama’ah haji.6

Mengenai landasan Ibadah Haji pada : Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji, Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji, Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti, dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun

6

(13)

5

2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji Menjadi Undang. Undang-undang tersebut mengatur tentang kebijakan penyelenggaraan haji.7

Terdapat beberapa perbaikan kebijakan dalam Penyelenggaraan Ibadah Haji tahun 1437 H / 2016 M dari hasil kesepakatan pembahasan antara Kementerian Agama RI selaku pihak yang bertanggung jawab sebagai penyelenggara haji dengan DPR-RI. Hal tersebut sesuai dengan prosedur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji,

Pasal 21 Ayat (1), yang menyebutkan bahwa, “Besaran BPIH ditetapkan oleh

Presiden atas usul Menteri setelah mendapat persetujuan DPR RI.

Walaupun sudah memiliki peraturan yang sekian banyak, akan tetapi masih saja terjadi adanya praktek melanggar hukum. Seperti kasus pemalsuan paspor jamaah haji dan juga lamanya tunggu jamaah haji. Berdasarkan yang diwartakan oleh detiknews bahwa lamanya tunggu jamaah haji sudah mencapai 32 tahun. Tentunya ini terpengaruh oleh kuota nasional dan juga kebijakan dari negara arab saudi. Lama tunggu ini terjadi di Kabupaten Sidrap dengan angka tunggu 32.32 tahun.8

Dari lama tunggu ini juga dimanfaatkan oleh beberapa oknum untuk melakukan penipuan. Dimana oktum memberikan iming-iming untuk jamaah haji tanpa tunggu dan akhirnya untuk hingga seratus juta.9 Betapa masalah-masalah ini digunakan untuk mencari keuntungan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

7

(14)

6

Dari permasalahan yang terjadi dengan bukti kasus-kasus yang sudah ada, dengan undang-undang yang sudah mengatur pula tentang ibadah haji. Namun dalam tataran pelaksanaan masih saja terdapat kendala. Sehingga perlu membuat sebuah kebijakan, dimana kebijakan itu sebagai pendukung untuk mensukseskan pelaksanaan ibadah haji. Pemerintah daerah sebagai tangan panjang dari pemerintah pusat memiliki peran yang sangat penting. Seperti Instansi Pemerintah Kementerian Agama Kota Surabaya. Kementerian Agama (Kemenag) Kota Surabaya memiliki peran dalam pengelolaan haji. Namun pada tahun 2016 ini terdapat kendala dimana ada beberapa jamaah haji yang tersandung dengan kasus. Seperti yang dilansir oleh merdeka.com yakni terdapat pemalsuan paspor dan sudah ditindak oleh polda Jatim.10 Dari keadaan ini perlu diadakannya suatu tindakan kebijakan-kebijakan dari instansi pemerintah terkait untuk melaksanakan tugas undang-undang dengan lebih baik..

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka penulis membatasi masalah yang akan dibahas pada Kebijakan Penyelenggaraan Haji Kantor Kementrian Agama Kota Surabaya. Adapun pemilihan kriteria kebijakan penulis mengunakan kriteria kebijakan guna mengawasi suatu progam secara lebih seksama. Karena keterbatasan penulis, maka penulis membatasinya hanya kebijakan hasil (input).

10

(15)

7

2. Perumusan Masalah

Untuk mempermudah dalam melakukan penulisan, maka penulis membuat perumusan masalah agar arah dan tujuan penulisan ini jelas adanya. Adapun perumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kebijakan Kementerian Agama Kota Surabaya dalam pelaksanaan Haji Kota Surabaya Tahun 2016 ?

2. Bagaimana analisis kebijakan Penyelenggaraan Ibadah Haji di Kementerian Agama Kota Surabaya?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pokok permasalahan di atas maka ada beberapa tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini, yaitu :

a.) Untuk mengetahui kebijakan Kementerian Agama Kota Surabaya dalam pelaksanaan Haji Kota Surabaya Tahun 2016.

b.) Untuk mengetahui analisis kebijakan Penyelenggaraan Ibadah Haji di Kementerian Agama Kota Surabaya.

2. Manfaat Penelitian

a.) Manfaat Secara Teoritik

1. Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan di bidang perumusan kebijakan penyelenggaraan haji.

(16)

8

b.) Manfaat Secara Praktis Bagi peneliti:

1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna dalam menambah wawasan pengetahuan dalam bidang penelitian dan untuk mengetahui kebijakan penyelenggaraan haji di Kementerian Agama Surabaya.

2) Sebagai syarat untuk memenuhi gelar S1. Bagi Instansi

1) Sebagai bahan masukan dan informasi yang berarti bagi instansi yang berkaitan mengenai kebijakan ibadah haji . 2) Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan dan

menambah referensi perpustakaan fakultas.

D. Penelitian Terdahulu

Beberapa hasil penelitian terdahulu yang memiliki kesamaan dengan penelitian yang penulis akan laksanakan. Sebagai berikut:

Pertama, yang ditulis oleh Rina Farihatul Jannah dengan judul Kebijakan Ordonansi Haji Pada Masa Kolonial Belanda Di Indonesia

Tahun 1869- 1932 M. 11 Pada penelitian ini penulis fokus pada permasalahan bagaimana pelaksanaan haji pada masa kolonial Belanda di Indonesia, bagaimana politik haji yang digunakan pemerintah kolonial Belanda dalam menghadapi umat Islam di Indonesia dan mengapa pemerintah kolonial Belanda mengeluarkan kebijakan

11

(17)

9

ordonansi haji?. Penelitian ini ditulis dengan menggunakan pendekatan historis dan politik yang pengambilan datanya bersumber dari arsip-arsip dan buku-buku yang berhubungan dengan haji ketika pemerintahan kolonial Belanda. Penelitian di atas mengahasilkan umat Islam Indonesia yang hendak pergi ke Mekkah harus memenuhi berbagai peraturan dan persyaratan yang ditetapkan oleh pemerintah Belanda. Seperti, kewajiban mempunyai pas jalan haji, mempunyai uang 500 gulden, menggunakan tiket pergi-pulang, melalui embarkasi haji, melaporkan kepulangannya dan mengikuti ujian haji. Politik haji terbagi menjadi dua fase dan ada beberapa faktor yang mempengaruhi lahirnya kebijakan ordonansi haji, yaitu faktor ekonomi, sosial dan politik.

(18)

10

penyusunan kegiatan, program inovatif, rapat koordinasi. Sedangkan dalam sistem pelaksanaannya berupa sosialisasi SOP, pembekalan dan instruksi langsung.12

Ketiga, karya ilmiah yang ditulis oleh Inayatul Lathifiyah dengan judul Analisis Shad Ad-Dhari’ah Terhadap Kebijakan Keberangkatan Bagi Calon Jamaah Haji Sakit Resiko Tinggi Oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Penelitian ini terfokus kepada Bagaimana kebijakan menteri kesehatan terhadap calon jamaah haji yang sakit resiko tinggi dan bagaimana analisis Shad ad-dhari’ah terhadap kebijakan calon jamaah haji yang sedang sakit resiko tinggi. Metode yang digunakan adalah teknik dokumentasi dan kemudian dianalisa dengan menggunakan teori shad ad-dhariah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan keberangkatan bagi calon jamaah haji sakit resiko tinggi oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia adalah mengizinkan bagi yang mengalami sakit yang ringan dan masih mampu untuk melakukan ibadah haji, namun bagi calon jamaah haji yang sakit resiko tinggi tidak diizinkan untuk berangkat pada saat itu. Analisis shad ad-dhari’ah terhadap kebijakan bagi keberangkatan calon jamaah haji oleh Menteri Kesehatan tidak diperbolehkan bagi jamaah haji jika telah mengalami sakit resiko tinggi, jika ia memaksa berangkat justru akan

12

(19)

Metode penelitian dapat diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dibuktikan, dan dikembangkan suatu pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan, dan mengatasi permasalahan.14 Di dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan jenis penelitian yaitu studi kasus.

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan pendekatan naturalistik untuk mencari dan menemukan pengertian atau pemahaman tetang fenomena dalam suatu latar yang berkonteks khusus. Selain itu penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll, secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.15

Studi kasus meliputi analisis mendalam dan kontekstual terhadap situasi yang mirip dalam organisasi lain, di mana sifat dan definisi masalah yang

13

Inayatul Lathifiyah , Analisis Shad Ad-Dhari’ah Terhadap Kebijakan Keberangkatan Bagi Calon Jamaah Haji Sakit Resiko Tinggi Oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia.(Skripsi:UIN Sunan Ampel Surabaya.2016)

14

Sugiyono. Metodologi Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta. 2010), hal. 2-3

15

(20)

12

terjadi adalah serupa dengan masalah yang dialami saat ini. Studi kasus pada dasarnya mempelajari secara intensif seorang individu atau kelompok yang dipandang mengalami kasus tertentu.16

2. Lokasi Penelitian

Dalam sasaran penelitian ini, ada dua hal yang akan dijelaskan yaitu mengenai wilayah penelitian. Objek yang akan dituju dalam penelitian ini adalah masalah yang berkaitan dengan peran Kemenag dalam penyelenggaraan haji di kota surabaya. Sedangkan lokasi yang dijadikan objek atau sasaran dalam penelitian ini adalah Kemenag Surabaya. Surabaya merupakan salah satu kota besar yang maju dengan sistem dan pelaksanaan pemerintahan yang memadai. Populasi yang padat antara kota dengan desa, dan pastinya membutuhkan kebijakan-kebijakan memadai untuk bisa menjalankan penyelenggaraan haji. Begitu juga di Surabaya tentunya banyak aspek yang perlu dikaji secara menyeluruh dalam berbagai bidang.

3. Sumber Data

Data untuk suatu penelitian dapat dikumpulkan dari berbagai sumber. Sumber data dibedakan atas sumber data primer dan sekunder. Mampu memahami dan mengidentifikasi sumber data akan dapat memudahkan peneliti untuk memilih metode pengumpulan data yang tepat guna dan hasil guna dan memudahkan melakukan pengumpulan data.17

a) Primer

16

Ibid, hal. 35

17

(21)

13

Sumber data primer yaitu data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti (atau petugasnya) dari sumber pertamanya. 18Adapun yang menjadi sumber data primer dalam penelitian ini adalah Kepala Kemenag, Kasubbag TU, Kasi dalam Bidang Haji di Surabaya.

b) Sekunder

Data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti sebagai penunjang dari sumber pertama. Dapat juga dikatakan data yang tersusun dalam bentuk dokumen-dokumen. Data yang diambil dan diperoleh dari bahan pustaka yaitu mencari data atau informasi, yang berupa benda-benda tertulis seperti buku-buku, internet, dokumen KBIH Robitul Hajj KH. Abdurrahman Mualim Kalibokor.19

4. Teknik Pemilihan Informan

Informan sebagai sumber data dalam penelitian ini adalah berdasarkan pada asas subyek yang menguasai permasalahan, memiliki data, dan bersedia memberikan informasi lengkap dan akurat. Teknik pemilihan informan dengan cara purposive. Purposive adalah menentukan subyek atau obyek sesuai tujuan. Dengan menggunakan pertimbangan pribadi yang sesuai dengan topik peneliti, peneliti memilih subyek/obyek sebagai unit analisis. Terhadap informan ini peneliti menggali informasi dari pihak yang langsung berkaitan dengan haji di Surabaya. Yakni pihak dari Kementerian Agama Surabaya. 5. Teknik Pengumpulan Data

a) Observasi

18

Sumadi Suryabarata. Metode Penelitian (Jakarta: Rajawali. 1987), hal. 93

19

(22)

14

Observasi juga disebut pengamatan, yang meliputi kegiatan pemantauan perhatian terhadap sesuatu obyek dengan menggunakan seluruh alat indera. Dalam penelitian ini, menggunakan observasi non partisipan. Dimana peneliti tidak ikut andil/ tidak terlibat dalam kegiatan yang menjadi obyek peneliti.

b) Wawancara

Wawancara adalah dialog yang digunakan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari informan. Dalam penelitian ini teknik wawancara yang digunakan adalah wawancara mendalam dan tidak terstruktur kepada subjek penelitian dengan pedoman yang telah di buat. Wawancara mendalam adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara, di mana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama.20

Pihak yang menjadi informan wawancara adalah pihak dari Kementerian Agama Kota Surabaya

c) Dokumentasi

Dokumentasi, dari asal katnya adalah dokumen, artinya barang-barang tertulis. Dokumentasi merupakan metode penunjang dari metode observasi dan wawancara. Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlaku. Dokumen biasanya berbentuk tulisan, gambar, atau

20

(23)

15

karya monumental dari seseorang. Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi ialah pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen.

6. Teknik Validasi Data

Untuk memperoleh tingkat keabsahan data, teknik yang digunakan antara lain:21

a) Ketekunan pengamat yakni serangkaian kegiatan yang dibuat secara terstruktur dan dilakukan secara serius dan berkesinambungan terhadap segala realistis yang ada dilokasi penelitian dan untuk menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur di dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau peristiwa yang sedang di cari kemudian difokuskan secara terperinci dengan melakukan ketekunan pengamatan mendalam.

b) Triangulasi data yakni teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data yang terkumpul untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data-data tersebut. Hal ini dapat berupa penggunaan sumber, metode penyidik dan teori.

7. Teknik Analisis Data

Tahap menganalisa data adalah tahap yang paling penting dan menentukan dalam suatu penelitian. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan tujuan menyederhanakan data ke dalam bentuk yang telah mudah dibaca dan

21

(24)

16

diinterpretasikan. Selain itu data diterjunkan dan dimanfaatkan agar dapat dipakai untuk menjawab maslaah yang diajukan dalam penelitian.

Dalam penelitian ini berlandaskan pada analisa induktif. Penelit berusaha merumuskan pernyataan atau abstraksi teoritis lebih umum mendasarkan peristiwa menurut Denzim yang dikutip oleh Dedy Mulyana, induksi analisis yang menghasilkan proposisproposisi yang berusaha mencakup setiap kasus yang dianalisis dan menghasilkan prosposisi interaktif universal. Salah satu ciri penting induksi analisis adalah tekanan pada kasus negatif yang menyangkut proposisi yang dibangun peneliti. Analisis ini dilakukan berdasarkan pengamatan di lapangan atau pengalaman empiris berdasarkan data yang diperoleh dari wawancara, observasi, dokumentasi kemudian disusun dan ditarik kesimpulan.

F. Sistematika Penulisan

Untuk lebih terarah dalam pembahasan dan gambaran sederhana agar memudahkan penulisan skripsi ini maka penulis membuat sistematika penulisan yang tersusun dalam lima (5) bab yang masing-masing memiliki sub- sub dengan susunan sebagai berikut: Sistematika pembahasan merupakan urutan sekaligus kerangka berfikir dalam penulisan skripsi ini,maka disusunlah sistematika pembahasan sebagai berikut:

(25)

17

BAB II menjelaskan tentang kajian teoritik, bab ini menjelaskan tentang teori dan kepustakaan dari judul penelitian, langkah yang di ambil dalam penyelesain bab ini adalah mencocokan beberapa literatur yang ada, baik dari buku, skripsi maupun jurnal yang sesuai dengan judul penelitian.

BAB III menjelaskan tentang metode penelitian yang digunakan peneliti untuk mencocokan data dan informasi yang telah didapat. Sehingga mempermudah peneliti dalam menyusun skripsi dengan persetujuan dosen pembimbing. Diantarannya yaitu menentukan pendekatan dan jenis penelitian, lokasi penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, teknik validasi data, teknik analisis data.

BAB IV menjelaskan tentang hasil penelitian, dimana hasil penelitian ini adalah yang terpenting dalam penulisan skripsi. Yang berisi tentang gambaran umum obyek penelitian, penyajian data, dan pembahasan hasil penelitian (analisis data).

(26)

BAB II

KERANGKA TEORI

A. Tinjauan Umum Kebijakan Publik

1. Definisi Kebijakan

Untuk menganalisa permasalahan dalam penelitian ini, digunakanlah landasan teori tentang kebijakan publik yang meliputi definisi, model, tahap, faktor dan implementasi sebuah kebijakan dalam organisasi pemerintah. Untuk keperluan pengembangan dan penyajiannya, maka diambillah beberapa pemikiran pakar di bidang kebijakan buplik antara lain William N. Dunn serta pakar kebijakan publik lainnya sebagai teori pendukung yang relevan untuk digunakan sebagai pisau analisa dalam penelitian kebijakan penyelenggaraan haji di kemenag kota Surabaya 2016. Untuk pembahsan awal, perlu kiranya terlebih dahulu melakukan pembatasan dalam tema kebijakan publik

(27)

19

mempengaruhi perilaku orang banyak yang terkena dampak keputusan tersebut1

Kebijakan sengaja disusun dan dirancang untuk membuat perilaku orang banyak yang dituju (kelompok target) menjadi terpola sesuai dengan bunyi dan rumusan kebijakan tersebut. Siapa yang menyimpang dari aturan kebijakan akan dikenai sanksi atau hukuman. Singkatnya, kebijakan merupakan “model of behavior” dalam rangka untuk menciptakan “model ofbehavior”.

Secara substansial, kebijakan merupakan subjek kajian yang kompleks, dinamis, dan tidak pernah jumud. Kajian kebijakan ialah mengenai bidang kehidupan yang luas, seluas masalah tersebut perlu ditangani oleh masyarakat. Kebijakan tidak hanya mengenai masalah ekonomi, politik, dan administrasi negara saja, tetapi juga menyangkut bidang-bidang kehidupan sosial di masyarakat.

Istilah kebijakan sendiri masih terjadi silang pendapat dan merupakan ajang perdebatan para ahli. Maka untuk memahami istilah kebijakan, Solichin Abdul Wahab memberikan beberapa pedoman sebagai berikut :

a. Kebijakan harus dibedakan dari keputusan

b. Kebijakan sebenarnya tidak serta merta dapat dibedakan dari administrasi c. Kebijakan mencakup perilaku dan harapan-harapan

d. Kebijakan mencakup ketiadaan tindakan ataupun adanya tindakan e. Kebijakan biasanya mempunyai hasil akhir yang akan dicapai

1

(28)

20

f. Setiap kebijakan memiliki tujuan atau sasaran tertentu baik eksplisit maupun implicit

g. Kebijakan muncul dari suatu proses yang berlangsung sepanjang waktu h. Kebijakan meliputi hubungan-hubungan yang bersifat antar organisasi dan

yang bersifat intra organisasi

i. Kebijakan publik meski tidak ekslusif menyangkut peran kunci lembaga-lembaga pemerintah

j. Kebijakan itu dirumuskan atau didefinisikan secara subyektif.2

Menurut Budi Winarno istilah kebijakan (policy term) mungkin digunakan secara luas seperti pada “kebijakan luar negeri Indonesia” , “kebijakan

ekonomi Jepang”, dan atau mungkin juga dipakai untuk menjadi sesuatu yang

lebih khusus, seperti misalnya jika kita mengatakan kebijakan pemerintah tentang debirokartisasi dan deregulasi. Namun baik Solihin Abdul Wahab maupun Budi Winarno sepakat bahwa istilah kebijakan ini penggunaanya sering dipertukarkan dengan istilah lain seperti tujuan (goals) program, keputusan, undang-undang, ketentuan-ketentuan, standar, proposal dan grand design.3

James E Anderson sebagaimana dikutip Islamy mengungkapkan bahwa kebijakan adalah Serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang

2

Solichin Abdul Wahab, Analisis Kebijaksanaan Dari Formulasi Ke Implementasi Kebijakan Negara (Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2008), 40

3

(29)

21

diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu.4

Konsep kebijakan yang ditawarkan oleh Anderson ini menurut Budi Winarno dianggap lebih tepat karena memusatkan perhatian pada apa yang sebenarnya dilakukan dan bukan pada apa yang diusulkan atau dimaksudkan. Selain itu konsep ini juga membedakan secara tegas antara kebijakan (policy) dengan keputusan (decision) yang mengandung arti pemilihan diantara berbagai alternatif yang ada.5

Dari upaya pembatasan tentang konsep kebijakan di atas, menjadi sangat penting pula untuk menjelaskan tentang faktor dalam penyusunan sebuah kebijakan. Harapanya agar definisi kebijakan dapat tertangkap dengan mudah sebagai bahan kajian.

Setidaknya faktor yang sangat penting dalam penyusunan sebuah kebijakan yaitu isu-isu apa saja yang layak dianggap sebagai masalah, atau bagaimana isu dirumuskan, bagaimana didefinisikan dengan baik dari sebuah masalah, nilai-nilai dan etika apa yang menyertai tujuan, sasaran dan penyelesaiannya. Atas dasar pertimbangan tersebut, maka penelitian tentang bagaimana proses kebijakan dibuat dan bagaimana akibat (implementasi) dari kebijakan yang telah dibuat penting untuk dikaji dalam studi-studi tentang

kebijakan publik.6

4

Irfan Islamy, Prinsi-prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara (Jakarta : Bumi Aksara, 2009) 17

5

Irfan., 18

6

(30)

22

Kebijakan atau kebijakan publik sebagai tindakan yang mengarah pada suatu tujuan, akan dapat dipahami dengan baik dengan memerinci ke dalam lima kategori, menurut Hogwood dan Gunn dalam Rakhmat sebagai berikut:

a. Tuntutan Kebijakan (policy demands)

Di dalam sistem politik, proses formulasi suatu kebijakan negara, merupakan berbagai desakan atau tuntutan dari para aktor pemerintah maupun swasta kepada pejabat pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan suatu tindakan terhadap suatu masalah tertentu. Tentunya, desakan ataupun tuntutan itu bervariasi, dalam arti dari yang bersifat umum sampai kepada usulan untuk mengambil tindakan konkrit tertentu terhadap sesuatu masalah yang terjadi di dala masyarakat.

b. Keputusan Kebijakan (policy decision)

Merupakan keputusan-keputusan yang dibuat oleh para pejabat pemerintah, dengan maksud untuk memberikan keabsahan, kewenangan, atau memberikan arah terhadap pelaksanaan kebijakan negara.

c. Pernyataan Kebijakan (policy statement)

Merupakan pernyataan resmi atau artikulasi (penjelasan) mengenai kebijakan negara tertentu. Apabila dicermati secara mendalam, pernyataan kebijakan dari seorang pejabat dengan pejabat lainnya, seringkali bertentangan satu sama lainnya. Disini, diperlukan adanya koordinasi agar pernyataan kebijakan dimaksud menjadi sinkron. Hal ini dipandang perlu, mengingat masyarakatlah yang terkena dampaknya.

(31)

23

Merupakan wujud kebijakan negara yang paling dapat dilihat dan dirasakan karena mrenyangkut hal-hal yang senyatanya dilakukan guna merealisasikan apa yang telah digariskan dalam keputusan dan pernyataan kebijakan negara.

e. Hasil Akhir Kebijakan (policy outcomes)

Setelah suatu kebijakan selesai diimplementasikan terdapat hasil akhir kebijakan (policy outcomes), yaitu berupa akibat-akibat atau dampak yang benar-benar dirasakan oleh masyarakat, baik yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan sebagai konsekuensi dari adanya tindakan ataupun tidak adanya tindakan pemerintah dalam bidang-bidang atau masalah-masalah tertentu.7

Berdasarkan pendapat berbagai ahli tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan adalah tindakan-tindakan atau kegiatan yang sengaja dilakukan atau tidak dilakukan oleh seseorang, suatu kelompok atau pemerintah yang di dalamnya terdapat unsur keputusan berupa upaya pemilihan diantara berbagai alternatif yang ada guna mencapai maksud dan tujuan tertentu.

Lebih lanjut, segala bentuk kebijakan seringkali berdampingan dengan kondisi sosial masyarakat. Sehingga dampak dalam pemberlakuannya seringkali memberi pengaruh terhadap tatanan masyarakat itu sendiri. Dalam konteks sosiologis, kebijakan dapat seketika menjadi pemandu masyarakat untuk menjalani aktifitas rutin. Karenanya, kebijakan secara tidak langsung mengikat dan mempertemukan perbedaan pendapat dalam sebuah tujuan bersama. Hasil produk kebijakannya pun menjadi familiar dengan istilah kebijakan publik.

7

(32)

24

Untuk menghasilkan kerangka konsep yang komperhensif maka perlu pula di jelaskan ruang lingkup kebijakan public guna mendapatkan kesimpulan yang seimbang dan proporsional.

2. Pengertian Kebijakan Publik

Lingkup dari studi kebijakan publik sangat luas karena mencakup berbagai bidang dan sektor seperti ekonomi, politik, sosial, budaya, hukum, dan sebagainya. Disamping itu dilihat dari hirarkirnya kebijakan publik dapat bersifat nasional, regional maupun lokal seperti undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden, peraturan menteri, peraturan pemerintah daerah/provinsi, keputusan gubernur, peraturan daerah kabupaten/kota, dan keputusan bupati/walikota.

Dalam definisi terminologisnya pengertian kebijakan publik (public policy) secara relative tergantung dari sudut mana kita mengartikannya. Easton memberikan definisi kebijakan publik sebagai “the authoritative allocation of values for the whole society” atau sebagai pengalokasian nilai-nilai secara paksa kepada seluruh anggota masyarakat. Laswell dan Kaplan juga mengartikan kebijakan publik sebagai sesuatu program pencapaian tujuan, nilai-nilai dalam praktek-praktek yang terarah.

Robert Eyestone sebagaimana dikutip oleh Leo Agustino mendefinisikan kebijakan publik antara lain sebagai “hubungan antara unit pemerintah dengan

lingkungannya”. Banyak pihak beranggapan bahwa definisi tersebut masih terlalu

luas untuk dipahami, karena apa yang dimaksud dengan kebijakan publik dapat mencakup banyak hal.8

8

(33)

25

Thomas R Dye sebagaimana dikutip Islamy 9 mendefinisikan kebijakan publik sebagai apapaun yang dipilih pemerintah untuk dilakukan atau untuk tidak dilakukan. Definisi ini menekankan bahwa kebijakan publik adalah mengenai perwujudan “tindakan” dan bukan merupakan pernyataan keinginan pemerintah atau pejabat publik semata. Di samping itu pilihan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu juga merupakan kebijakan publik karena mempunyai pengaruh dampak yang sama dengan pilihan pemerintah untuk melakukan sesuatu.

Berdasarkan pendapat berbagai ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik adalah serangkaian tindakan yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah yang berorientasi pada tujuan tertentu guna memecahkan masalah-masalah publik atau demi kepentingan publik. Kebijakan untuk melakukan sesuatu biasanya tertuang dalam ketentuan-ketentuan atau peraturan perundang-undangan yang dibuat pemerintah sehingga memiliki sifat yang mengikat dan memaksa.

3. Tahapan Formulasi Kebijakan Publik

Dalam kebijakan publik sendiri terdapat beberapa proses perumusan produk kebijakan. Dengan kata lain, bahwa seluruh kebijakan public yang berlaku saat ini telah melalui tahapan-tahapan proses panjang guna memastikan produk kebijakan yang ada tidak serta merta muncul dari realitas hampa.

Proses pembuatan kebijakan publik merupakan proses yang kompleks karena melibatkan banyak proses maupun variabel yang harus dikaji. Oleh karena

9

(34)

26

itu beberapa ahli politik yang menaruh minat untuk mengkaji kebijakan publik membagi proses-proses penyusunan kebijakan publik kedalam beberapa tahap.

Tujuan pembagian seperti ini adalah untuk memudahkan kita dalam mengkaji kebijakan publik. Namun demikian, beberapa ahli mungkin membagi tahap-tahap ini dengan urutan yang berbeda. Tahap-tahap kebijakan publik menurut William Dunn sebagaimana dikutip Budi Winarno adalah sebagai berikut10:

a) Tahap penyusunan agenda

Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda publik. Sebelumnya masalah ini berkompetisi terlebih dahulu untuk dapat masuk dalam agenda kebijakan. Pada akhirnya, beberapa masalah masuk ke agenda kebijakan para perumus kabijakan. Pada tahap ini mungkin suatu masalah tidak disentuh sama sekali, sementara masalah yang lain ditetapkan menjadi fokus pembahasan, atau ada pula masalah karena alasan-alasan tertentu ditunda untuk waktu yang lama.

b) Tahap formulasi kebijakan

Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan (policy alternatives/policy options) yang ada. Dalam perumusan kebijakan masing-masing alternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan

10

(35)

27

masalah. Dalam tahap ini masing-masing actor akan bersaing dan berusaha untuk mengusulkan pemecahan masalah terbaik.

c) Tahap adopsi kebijakan

Dari sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu dari alternatif kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus antara direktur lembaga atau putusan peradilan.

d) Tahap implementasi kebijakan

Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan elit jika program tersebut tidak di implementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan administrasi maupun agen-agen pemerintah di tingkat bawah. Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasikan yang memobilisasikan sumber daya finansial dan manusia. Pada tahap implementasi ini berbagai kepentingan akan saling bersaing. Beberapa implementasi kebijakan mendapat dukungan para pelaksana (implementors), namun beberapa yang lain munkin akan ditentang oleh para pelaksana. e) Tahap evaluasi kebijakan

(36)

28

Secara singkat, tahap – tahap kebijakan adalah seperti gambar dibawah ini;_

Penyusunan kebijakan

Formulasi kebijakan

Adopsi kebijakan

Implemantasi kebijakan

Evaluasi kebijakan

Sumber: William Dunn sebagaimana dikutip Budi Winarno (2007: 32-34) Lebih lanjut, dalam fase formulasi kebijakan publik, realitas politik yang melingkupi proses pembuatan kebijakan publik tidak boleh dilepaskan dari fokus kajiannya. Sebab bila kita melepaskan kenyataan politik dari proses pembuatan kebijakan publik, maka jelas kebijakan publik yang dihasilkan itu akan miskin aspek lapangannya. Sebuah produk kebijakan publik yang miskin aspek lapangannya itu jelas akan menemui banyak persoalan pada tahap penerapan berikutnya.

(37)

29

Yang harus diingat adalah formulasi kebijakan publik yang baik adalah formulasi kebijakan publik yang berorientasi pada implementasi dan evaluasi. Sebab seringkali para pengambil kebijakan beranggapan bahwa formulasi kebijakan yang baik itu adalah sebuah uraian konseptual yang sarat dengan pesan-pesan ideal dan normatif, namun tidak membumi. Padahal sesungguhnya formulasi kebijakan publik yang baik itu adalah sebuah uraian atas kematangan pembacaan realitas sekaligus alternatif solusi yang fisibel terhadap realitas tersebut. Kendati pada akhirnya uraian yang dihasilkan itu tidak sepenuhnya presisi dengan nilai ideal normatif, itu bukanlah masalah asalkan uraian atas kebijakan itu presisi dengan realitas masalah kebijakan yang ada dilapangan11

Untuk lebih jauh memahami bagaimana formulasi kebijakan publik itu, maka ada empat hal yang dijadikan pendekatan-pendekatan dalam formulasi kebijakan publik dimana sudah dikenal secara umum oleh khalayak kebijakan publik yaitu :

a. Pendekatan Kekuasaan dalam pembuatan Kebijakan Publik b. Pendekatan Rasionalitas dan Pembuatan Kebijakan public c. Pendekatan Pilihan Publik dalam Pembuatan Kebijakan Publik

d. Pendekatan Pemrosesan Personalitas, Kognisi dan Informasi dalam Formulasi Kebijakan Publik.12

11

Fadillah Putra, Paradigma Kritis dalam Studi Kebijakan Publik, (Surabaya : Pustaka Pelajar dan Universitas Sunan Giri, 2001), 49-50

12

(38)

30

4. Faktor Pembuatan Kebijakan Publik

Menurut Suharno, proses pembuatan kebijakan merupakan pekerjaan yang rumit dan kompleks dan tidak semudah yang dibayangkan. Walaupun demikian, para adsministrator sebuah organisasi institusi atau lembaga dituntut memiliki tanggung jawab dan kemauan, serta kemampuan atau keahlian, sehingga dapat membuat kebijakan dengan resiko yang diharapkan (intended risks) maupun yang tidak diharapkan (unintended risks).

Pembuatan kebijakan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Hal penting yang turut diwaspadai dan selanjutnya dapat diantisipasi adalah dalam pembuatan kebijakan sering terjadi kesalahan umum. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembuatan kebijakan adalah:

a. Adanya pengaruh tekanan-tekanan dari luar

Tidak jarang pembuat kebijakan harus memenuhi tuntutan dari luar atau membuat kebijakan adanya tekanan-tekanan dari luar.

b. Adanya pengaruh kebiasaan lama

(39)

31

c. Adanya pengaruh sifat-sifat pribadi

Keputusan atau kabijakan yang dibuat oleh para pembuat keputusan/kebijakan banyak dipengaruhi oleh sifat-sifat pribadinya. Sifat pribadi merupakan faktor yang berperan besar dalam penentuan keputusan atau kebijakan.

d. Adanya pengaruh dari kelompok luar

Lingkungan sosial dari para pembuat keputusan/kebijakan juga berperan besar.

e. Adanya pengaruh keadaan masa lalu

Maksud dari faktor ini adalah bahwa pengalaman latihan dan pengalaman sejarah pekerjaan yang terdahulu berpengaruh padapembuatan kebijakan/keputusan. Misalnya,orang mengkhawatirkan pelimpahan wewenang yang dimilikinya kepada orang lain karena khawatir disalahgunakan13

5. Implementasi Kebijakan Publik

Implementasi merupakan salah satu tahap dalam proses kebijakan publik. Biasanya implementasi dilaksanakan setelah sebuah kebijakan dirumuskan dengan tujuan yang jelas. Implementasi adalah suatu rangkaian aktifitas dalam rangka menghantarkan kebijakan kepada masyarakat sehingga kebijakan tersebut dapat membawa hasil sebagaimana yang diharapkan14

13

Suharno, Dasar-Dasar Kebijakan Publik, (Yogyakarta : UNY Press, 2010), 52-53.

14

(40)

32

Rangkaian kegiatan tersebut mencakup persiapan seperangkat peraturan lanjutan yang merupakan interpretasi dari kebijakan tersebut. Misalnya dari sebuah undang-undang muncul sejumlah Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, maupun Peraturan Daerah, menyiapkan sumber daya guna menggerakkan implementasi termasuk di dalamnya sarana dan prasarana,sumber daya keuangan, dan tentu saja siapa yang bertanggung jawab melaksanakan kebijakan tersebut, dan bagaimana mengantarkan kebijakan secara konkrit ke masyarakat.

Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya, tidak lebih dan kurang. Untuk mengimplementasikan kebijakan publik, maka ada dua pilihan langkah yang ada, yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk programprogram atau melalui formulasi kebijakan derivate atau turunan dari kebijakan tersebut. Kebijakan publik dalam bentuk undang - undang atau Peraturan Daerah adalah jenis kebijakan yang memerlukan kebijakan publik penjelas atau sering diistilahkan sebagai peraturan pelaksanaan. Kebijakan publik yang bisa langsung dioperasionalkan antara lain Keputusan Presiden, Instruksi Presiden, Keputusan Menteri, Keputusan Kepala Daerah, Keputusan Kepala Dinas, dll.15

Pengertian implementasi di atas apabila dikaitkan dengan kebijakan adalah bahwa sebenarnya kebijakan itu tidak hanya dirumuskan lalu dibuat dalam suatu bentuk positif seperti undang-undang dan kemudian didiamkan dan tidak dilaksanakan atau diimplementasikan, tetapi sebuah kebijakan harus dilaksanakan

15

(41)

33

atau diimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan. Implementasi kebijakan merupakan suatu upaya untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu dengan sarana-sarana tertentu dan dalam urutan waktu tertentu.16

Implementasi kebijakan bila dipandang dalam pengertian yang luas, merupakan alat administrasi hukum dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan teknik yang bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau tujuan yang diinginkan.17

Adapun syarat-syarat untuk dapat mengimplementasikan kebijakan negara secara sempurna menurut Teori Implementasi Brian W. Hogwood dan Lewis A.Gun yang dikutip Solichin Abdul Wahab , yaitu :

a. Kondisi eksternal yang dihadapi oleh badan atau instansi pelaksana tidak akan mengalami gangguan atau kendala yang serius. Hambatan-hambatan tersebut mungkin sifatnya fisik, politis dan sebagainya. b. Untuk pelaksanaan program tersedia waktu dan sumber-sumber yang

cukup memadai.

c. Perpaduan sumber-sumber yang diperlukan benar-benar tersedia. d. Kebijaksanaan yang akan diimplementasikan didasarkan oleh suatu

hubungan kausalitas yang handal.

e. Hubungan kausalitas bersifat langsung dan hanya sedikit mata rantai penghubungnya.

f. Hubungan saling ketergantungan kecil.

g. Pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan.

16

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Yogyakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994), 137

17

(42)

34

h. Tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat. i. Komunikasi dan koordinasi yang sempurna.

j. Pihak-pihak yang memiliki wewenang kekuasaan dapat menuntut dan k. mendapatkan kepatuhan yang sempurna.18

B. Relasi Politik dengan Kebijakan Publik

Politik dapat dikatakan secara umum merupakan beberapa macam kegiatan dalam suatu negara yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dan pelaksanaannya. Untuk melaksanakan tujuan-tujuan-tujuan-tujuan itu perlu ditentukan kebijakan umum yang menyangkut pengaturan dan pembagian dari sumber yang ada. Berikut juga membutuhkan kekuatan dan kewenangan untuk menjalin kerjasama maupun konflik yang timbul untuk melaksanakan tujuan tersebut. Terdapat definisi lain bahwa politik merupakan kegiatan yang menyangkut cara bagaimana kelompok-kelompok mencapai keputusan-keputusan yang bersifat kolektif dan mengikat melalui usaha untuk mendamaikan perbedaan-perbedaan anggotanya.19 Dari beberapa pengertian di atas bisa diambil kesimpulan bahwa politik merupakan sebuah cara atau proses pembentukan dan pelaksanaan kebijakan.

Merujuk pada definisi di atas bahwa untuk mencapai sebuah tujuan maka diperlukan sebuah kebijakan dan peraturan guna bisa berjalan dengan tertib. Sehingga tidak bisa dipisahkan antara sebuah kebijakan dengan proses politik. Terdapat sebuah pengertian bahwa kebijakan publik merupakan

18

Solichin Abdul Wahab, Analisis Kebijaksanaan, Dari Formulasi,ke Implementasi

Kebijaksanaan Negara, (Jakarta: Bumi aksara, 2004), 71-78

19

(43)

35

keputusan politik yang dikembangkan oleh badan dan pejabat pemerintah. Karena itu karakteristik khusus dari kebijakan publik adalah bahwa keputusan politik tersebut dirumuskan oleh apa yang disebut sebagai “otoritas” dalam

sistem politik, yaitu: “para senior, kepala tertinggi, eksekutif, legislative, para

hakim, administrator, penasehat, para raja, dan sebagainya. 20

Sehingga berbicara tentang kebijakan publik, maka tentusaja kita akan bersinggungan dengan apa yang disebut dengan pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan ini merupakan proses yang dilakukan oleh pihak yang berwenang dalam suatu Negara untuk menetapkan kebijakan-kebijakan umu yang terkait dengan kebaikan dan kepentingan bersama. Untuk mewujudkan kebijakan yang baik juga harus melalui proses politik yang sehat dan bijak.

20

(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian dan Pendekatannya

Mengartikan metodologi penelitian tidak bisa terlepas dari pengertian metode dan penelitian itu sendiri. Metode diartikan sebagai jalan atau cara melakukan atau mengerjakan sesuatu. Sedang menurut istilah metode merupakan titik awal menuju proposisi-proposisi akhir dalam bidang pengetahuan tertentu.1 Sedangkan penelitian merupakan aktifitas ilmiah yang sistematis, terarah dan bertujuan. Sehingga data atau informasi yang dikumpulkan dalam penelitian harus relevan dengan persoalan yang dihadapi. Artinya, data tersebut berkaitan, mengena dan tepat.2 Jadi metode Penelitian adalah jalan atau cara yang ditempuh oleh peneliti dalam melakukan penelitian.Metode penelitian merupakan suatu cara yang digunakan dalam mengumpulkan data penelitian dan membandingkan dengan standar ukuran yang telah ditentukan3

Selanjutnya untuk jenis penelitian yang akan digunakan oleh peneliti adalah penelitian lapangan (field reseach) dengan langsung menggali lokus objek penelitian. Penelitian lapangan pada hakekatnya merupakan metode untuk menemukan secara spesifik dan realis tentang kehidupan masyarakat. Penelitian lapangan (field research) ini bertujuan untuk memecahkan masalah-masalah

1

Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum, (Bandung: CV Mandar Maju, 2008).13

2

Kartini Kartono dalam Marzuki. Metodologi Riset.(Yogyakarta: UII Press, t.t ).55

3

(45)

41

praktis dalam masyarakat.4 Penelitian lapangan (field research) ini dilakukan di medan terjadinya gejala-gejala atau kejadian yang sedang terjadi. Penelitian ini pun didukung dengan penelitian menggunakan buku-buku perpustakaan (library reseach) yang berkaitan dengan pembahasan peneliti. Dimana library reseach bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi dengan bantuan-bantuan material yang terdapat diruangan perpustakaan. Seperti : buku-buku,majalah, dokumen, catatan, dan kisah-kisah sejarah dan lain-lain. Pada hakekatnya data yang diperoleh dengan penelitian perpustakaan dapat dijadikan landasan dasar dan alat utama bagi pelaksanaan penelitian lapangan.5

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, penelitian kualitatif yaitu penelitian yang tidak menggunakan perhitungan6atau diistilahkan dengan penelitian ilmiah yang menekankan pada karakter alamiah sumber data. Penelitian kualitatif yakni penelitian yang dimaksudkan untuk mengungkap gejala holistik-kontekstual melalui pengumpulan data dari latar alami sebagai sumber langsung dengan instrumen kunci peneliti itu sendiri.7Sedangkan penelitian kualitatif menurut Sukmadinata yaitu suatu penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi,pemikiran orang secara individu maupun kelompok.

4

Mardalis,Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal,(Jakarta:PT. Bumi Aksara,1995), 28

5

Mardalis, 28

6

Lexi J, Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif,Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.2002).2.

7

(46)

42

B. Lokasi Penelitian

Lokasi atau obyek dalam penelitian ini berada di instansi pemerintah yakni Kementerian Agama Kota Surabaya yang beralamatkan di Jalan Masjid Agung No. 4 Surabaya. Dalam kementerian ini terdapat beberapa bidang, dan yang menjadi fokus penelitian adalah pada bidang haji. Lokasi penelitian ini sangat representatif karena sebagai salah satu instansi yang memiliki wewenang untuk mengeluarkan kebijakan.

C. Sumber Data

Data adalah keterangan-keterangan tentang suatu hal, dapat berupasesuatu hal yang diketahui atau yang dianggap atau anggapan. Atau suatu faktayang digambarkan lewat angka, simbol, kode, dan lain-lain.8Data penelitian dikumpulkan baik lewat instrumen pengumpulan data,observasi, wawancara maupun lewat data dokumentasi. Sumber data secara garisbesar terbagi ke dalam dua bagian, yaitu data primer dan data sekunder.

1. Sumber data primer, yaitu data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti (atau petugasnya) dari sumber pertamanya.9 Adapun yang menjadi sumber data primer dalam penelitian ini adalah Kepala Seksi Haji Kementerian Agama Surabaya, Kepala Bagian TU Kementerian Agama Surabaya

2. Sumber data skunder, yaitu data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti sebagai penunjang dari sumber pertama. Sumber data

8

Iqbal hasan, Metodologi Penelitian dan Aplikasinya,(Jakarta:Ghalia Indonesia, 2002).8

9

(47)

43

sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber tidak langsung yang biasanya berupa data dokumentasi dan arsip-arsip resmi.10Dapat juga dikatakan data yang tersusun dalam bentuk dokumen-dokumen. Dalam penelitian ini, dokumentasi dan buku-buku terkait merupakan sumber .

Menurut Lofland, sebagaimana yang dikutip oleh Moleong

menyatakanbahwa “sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah

kata-kata dantindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain”. Jadi,kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai merupakansumber data utama dan dokumen atau sumber tertulis lainnya merupakan data tambahan.

D. Teknik Pengumpulan Data

Pada umumnya dalam penelitian kualitatif, peneliti dapat memilih teknik pengumpulan data antara lain observasi partisipan, wawancara mendalam, life history, analisis dokumen, catatan harian peneliti (rekaman pengalaman dan kesan peneliti pada saat pengumpulan data), dan analisis isi media.11Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan beberapa teknik pengumpulan data sebagaimana yang dikemukakan oleh Bogdan dan Biklen yaitu sebagai berikut:12

10

Saifuddin Azwar, Metode Penelitian.(Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2005).36

11

Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan llmu Sosial Lainnya ( Jakarta: Kencana, 2011), 143

12

Bogdan dan Biklen, Qualitative Research for Education: An Introduction to Theory and Methods

(48)

44

1. Wawancara

Untuk mengumpulkan data atau informasi dari sumber data diperlukan wawancara. Wawancara mendalam adalah percakapan antara dua orang dengan maksud tertentu dalam hal ini antara peneliti dan informan. Percakapan tidak hanya bermaksud untuk sekedar menjawab pertanyaan dan mengetes hipotesis melainkan suatu percakapan yang mendalam untuk mendalami pengalaman dan makna dari pengalaman tersebut. Selanjutnya Langkah-langkah wawancara dalam penelitian ini dilakukan dengan urutan sebagai berikut : menetapkan siapa informan wawancara, menyiapkan bahan untuk wawancara, mengawali atau membuka wawancara, melangsungkan wawancara, mengkonfirmasi hasil wawancara, menulis hasil wawancara, mengidentifikasi tindak lanjut hasil wawancara. Informasi tentang kebijakan haji maka informan yang dipilih adalah Kepala Seksi Ibadah Haji di Kementerian Agama Surabaya.

2. Observasi

Observasi dilakukan untuk menggali data dari sumber data yang berupa peristiwa, tempat, benda, serta rekaman dan gambar.13 Cara ini dilakukan dengan cara peneliti melibatkan diri secara langsung pada kegiatan yang dilakukan oleh subjek penelitian dalam lingkungannya, selain itu juga mengumpulkan data secara sistematik dalam bentuk catatan lapangan.

3. Dokumentasi

Data penelitian kualitatif kebanyakan diperoleh dari sumber manusia melalui observasi dan wawancara, namun data dari sumber non manusia seperti

13

(49)

45

dokumen, foto, dan bahan statistik juga perlu untuk disajikan guna memperkuat hasil temuan penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti juga akan memanfaatkan teknik dokumentasi untuk merekam dokumen-dokumen penting maupun foto yang terkait secara langsung dengan fokus penelitian.

E. Analisis Data

Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dandapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.14 Pengelolaan data atau analisis data merupakan tahap yang penting danmenentukan. Karena pada tahap ini data dikerjakan dan dimanfaatkan sedemikian rupa sampai berhasil menyimpulkan kebenaran-kebenaran yang diinginkan dalam penelitian. Pada proses analisis data ini, peneliti menggunakan teknik analisisdeskriptif kualitatif. Menurut Seiddelproses analisis data kualitatif adalah sebagai berikut:

1. Mencatat sesuatu yang dihasilkan dari catatan lapangan, kemudian diberi kodeagar sumber datanya tetap dapat ditelusuri.

2. Mengumpulkan, memilah-milah, mengklasifikasikan, mensintesiskan,membuat ikhtisar, dan membuat indeksnya.

14

(50)

trianggulasi(trianggulation)sumber data, metode, dan penelitian lain. Secara rinci adalah sebagai berikut:

Yang dimaksud trianggulasi adalah “teknik pemeriksaan keabsahan data

yang memanfaatkan sesuatu yang lain, di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu, tekniknya dengan

pemeriksaan sumber lainnya”.16Hamidi menjelaskan “teknik trianggulasi ada

lima, yaitu: 1) Trianggulasi metode, 2) Trianggulasi peneliti, 3) Trianggulasi

sumber, 4) Trianggulasi situasi, dan 5) Trianggulasi teori”17

(51)

BAB IV

ANALISA DAN PEMBAHASAN

A. DATA PROFIL KEMENTERIAN AGAMA KOTA SURABAYA

1. Sejarah Kementerian Agama Kota Surabaya

Kantor Kementerian Agama awal keberadaannya di Surabaya berada di berada di Jalan Rajawali pada tahun 1974 bernama Kantor Departemen Agama Kotamadya Surabaya. Di jalan Rajawali ini, Kandepag Kodya Surabaya berkiprah melayani masyarakat kurang lebih 10 tahun. Selanjutnya, Kandepag Kodya Surabaya berpindah ke Jl. Genteng Surabaya sejak tahun 1984. Di jalan Genteng ini pun Kandepag Kodya Surabaya berkoordinasidengan Pemerintah Kotamadya Surabaya melayani masyarakat dalam pembinaan keagamaan. Dalam bidang Urusan Agama Islam utamanyapernikahan, bidang urusan haji, bidang penerangan agama Islam maupun pelayanan bidang pendidikan Agama Islam baik, Raudhatul Atfal, Madrasahmaupun pondok pesantren. Fasilitas gedung di Jalan Gentengkali No. 59 Surabaya ini meliputibangunan seluas + 400 m2 dengan Hak Sewa (KUP).

(52)

48

Kandepag KodyaSurabaya berdekatan dengan Asrama Haji Sukolilo Surabaya.

Adapun fasilitas gedung yang bertempat di Klampis Ngasem meliputitanah seluas + 500 m2 dengan dana swadaya. Bangunan Aula berlantai dua seluas 180 m2 dengan dana swadaya, Rumah Dinas Type D seluas 50 m2(DIP). Sedangkan sejak tanggal 25 Pebruari 1998, Kandepag Kodya Surabaya berpindah lagi di Jl. Masjid Agung Timur no. 4 Surabaya, dengan perubahannama dari Kodya menjadi Kota, seiring perubahan nama Kota Surabaya yang sebelumnya Kotamadya Surabaya.

Keberadaan Kantor Departemen Agama Kota Surabaya, sangatdiperlukan masyarakat utamanya dalam pelayanan pernikahan, jamaah haji, penerangan Agama Islam, Pendidikan Agama Islam, serta pelayanankeagamaan yang lain. Dalam struktur organisasi Kantor Departemen Agama terdiri dari Kepala, Subbag TU, Seksi Urais, Seksi Pendais, Seksi Pergurais,Seksi Penais dan Penyelenggara Haji. Sejak KMA No 373 Tahun 2002 diterbitkan, maka Struktur Organisasi Departemen Agama berubah menjadi :Kepala, Subbag TU, Seksi Urais, Seksi Penyelenggaraan Haji dan Umrah,Seksi Mapenda, Seksi Pekapontren, Seksi Penamas dan Penyelenggara Zakat dan Wakaf.

(53)

49

Agama Kota Surabaya berubah menjadi Kantor Kementerian Agama Kota Surabaya.

2. Wilayah Kerja Kementerian Agama Surabaya

Dalam menjalankan tugasnya, wilayah kerja Kemenag Kota Surabaya telah tercantum pada Tata Kelola Pemerintahan dan merupakan Daerah Tingkat II berstatus Kota Surabaya yang secara geografis memiliki luas daerah kurang lebih 290,44 Km. Dengan berbatasan sebagai berikut : Sebelah Utara : Selat Madura,

Sebelah selatan : Kabupaten Sidoarjo Sebelah Barat : Kabupaten Gresik Sebelah Timur : Selat Madura

Semula terbagai 5 (lima) wilayah, terdiri dari 19 (sembilan belas) Kecamatan, sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 1992 tanggal 12 Mei 1992, Wilayah Kota Surabaya ditambah 9 (sembilan) Kecamatan, menjadi 28 (dua puluh delapan) Kecamatan. Dan saat sekarang ini berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Pemerintah Kota Surabaya No. 6 Tahun 2000 tentang struktur Organisasi Tingkat Kecamatan dan Kelurahan Wilayah Kota Surabaya ada penambahan / pengembangan 3 Kecamatan yang berarti Kota Surabaya terdiri 31 (tiga puluh satu) Kecamatan, meliputi 163 (seratus enam puluh tiga) Kelurahan.

(54)

50

koordinasi masih tetap memanfaatkan pembagian wilayah tersebut. Sebelum otonomi Daerah ada 5 Wilayah Pembantu WaliKota:

1) Wilayah Surabaya Pusat terdiri :

a.)Kecamatan Genteng.

b.)Kecamatan Tegalsari.

c.)Kecamatan Bubutan.

d.)Kecamatan Simokerto

2.) Wilayah Surabaya Utara terdiri :

a) Kecamatan Pabean Cantikan. b) Kecamatan Semampir. c) Kecamatan Krembangan. d) Kecamatan Kenjeran. e) Kecamatan Bulak

3.) Wilayah Surabaya Timur terdiri :

a) Kecamatan Tambaksari b) Kecamatan Gubeng. c) Kecamatan Rungkut.

d) kecamatan Tenggilis Mejoyo. e) Kecamatan Gunung Anyar. f) Kecamatan Sukolilo. g) Kecamatan Mulyorejo.

4.)Wilayah Surabaya Selatan terdiri :

(55)

51

b) Kecamatan Gayungan. c) Kecamatan Jambangan. d) Kecamatan Wonokromo. e) Kecamatan Sawahan. f) Kecamatan Karang Pilang. g) Kecamatan Dukuh Pakis. h) Kecamatan Wiyung.

5.) Wilayah Surabaya Barat terdiri :

a) Kecamatan Tandes. b) Kecamatan Asemrowo. c) Kecamatan Sukomanunggal. d) Kecamatan Benowo.

e) Kecamatan Lakarsantri. f) Kecamatan Pakal g) Kecamatan Sambikerep.

B. DATA TENTANG KEBIJAKAN HAJI KEMENAG SURABAYA

1. Dasar-Dasar Pelaksanaan Haji

Adapun dasar pelaksanaan haji dari kementerian agama adalah sebagai berikut :

a) Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji.

(56)

52

c) Peraturan Pemerintah Nomor 79 tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2008

d) Peraturan bersama Mentri Agama RI dan Mentri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI No 2 Tahun 2009 tentang Penerbitan Paspor Biasa Bagi Jemaah Haji.

e) Peraturan Mentri Agama RI Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pembentukan Kerja Kantor Misi Haji Di Arab Saudi.

f) Peraturan Menteri Agama RI Nomor 14 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji Reguler

g) Keputusan Menti Agama RI Nomor 371 Tahun 2002 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji.

h) Keputusan Mentri Agama RI Nomor 396 Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas Keputusan Mentri Agama RI Nomor 371 Tahun 2002 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji.

i) Keputusan Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji Nomor D/163 Tahun 2004 tentang Sistem Pendaftaran Haji.

j) Keputusan Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji Nomor D/227 Tahun 2005 tentang Petunjuk Teknis Pembekalan Haji.

2. Penyelenggaraan dan pelayanan Ibadah Haji

Referensi

Dokumen terkait

Analisis pada level teks pemberitaan kekerasan terhadap perempuan dalam Tribunnews.com, menunjukkan: a laki-laki ditempatkan dalam posisi subjek dan perempuan hanya ditempatkan

Awalnya pelanggan memiliki harapan yang sangat sederhana dan sementara dibenaknya yang bersifat biasa dengan standar yang umum yang banyak diberikan perusahaan

Renstra Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kabupaten Purwakarta Tahun 2018-2023 disusun sebagai komitmen perencanaan jangka menengah, yang menjabarkan secara sistematis

Data Primer Data yang diperoleh langsung dari Dosen STAI DDI Polewali Mandar melalui observasi, Kuesioner berkaitan dengan masalah penelitian yaitu tentang

SAYFA: 384 KAPAK: KARTON EBAT: 16,5X23,5 SAYFA: 384 KAPAK: CİLTLİ EBAT: 17X24.. TASAVVUF

1) Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. 2) Tanah yang ada di dalam largebag dilubangi terlebih dahulu sebesar ukuran polybag kecil dengan menggunakan boor tanah

Pada penelitian ini telah dilakukan biosorpsi logam mangan (VII) dengan menggunakan jamur Saccharomyces sp yang diisolasi dari limbah padat Coca Cola dalam medium PDA pada

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui: (1) perkembangan usaha kelompok baik dari segi usaha maupun dari aspek finansial kelompok usaha; (2) produktivitas