• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konstruksi identitas dan ruang publik jamaah Maiyah Bang Bang Wetan Surabaya.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Konstruksi identitas dan ruang publik jamaah Maiyah Bang Bang Wetan Surabaya."

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

KONSTRUKSI IDENTITAS DAN RUANG PUBLIK

JAMAAH MAIYAH BANG BANG WETAN SURABAYA

SKRIPSI

Diajukan Kepada

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Program Studi Ilmu Komunikasi (S.I.Kom.)

Dalam Bidang Ilmu Komunikasi

Oleh:

Maulana Syarifudin

B96213102

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

JURUSAN KOMUNIKASI

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Maulana Syarifudin, B96213102, 2017. Konstruksi Identitas dan Ruang Publik Jamaah Maiyah Bangbang Wetan Surabaya. Skripsi Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Sunan Ampel Surabaya.

Kata Kunci : Konstruksi Identitas, Ruang Publik, Bang Bang Wetan

Skripsi dengan judul “Konstruksi Identitas dan Ruang Publik Jamaah Maiyah Bang Bang Wetan Surabaya” adalah hasil penelitian lapangan. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan tentang bagaimana makna Bang Bang Wetan bagi jamaah maiyah, dan bagaimana konstruksi identitas jamaah maiyah Bang Bang Wetan, serta bagaimana representasi jamaah maiyah Bang Bang Wetan sebagai ruang publik.

Metode yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomologi, dalam penelitian ini mencoba menjelaskan atau mengungkap makna konsep atau fenomena pengalaman yang didasari oleh kesadaran yang terjadi pada beberapa individu. Penelitian ini dilakukan dalam situasi yang alami, sehingga tidak ada batasan dalam memaknai atau memahami fenomena yang dikaji.

Data penelitian ini terhimpun dari hasil observasi pada setiap rutinitas Bang Bang Wetan Surabaya dan juga hasil dari wawancara secara langsung dengan para jamaah maiyah Bang Bang Wetan serta para pengiatnya. Data penelitian juga didukung dengan data dokumentatif secara literatur pendukung yang relevan terhadap permasalahan yang diangkat oleh penulis. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa hadirnya Bang Bang Wetan di tengah masyarakat perkotaan bagai oase ditengah tanah gersang. Adanya sosok figur panutan pada

Bang Bang Wetan yaitu Emha Ainun Najib menjadi sosok pembentuk opinion

leader pada setiap rutinitas. Terdapat beberapa tahapan dalam pembentukan identitas jamaah maiyah, mulai dari pengenalan, interaksi, hingga pada tahapan penilaian. Terdapat dua aspek dalam konstruksi identitas jamaah yaitu secara pola pikir, dan juga corak fisik. Sebagai ruang publik Bang Bang Wetan Surabaya direpresentasikan sebagai ruang alternatif dan ruang artikulasi identitas oleh jamaah maiyah.

(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ii

PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

ABSTRAK ... ix

DAFTAR TRANSLITERASI ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR BAGAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian... 7

E. Penelitian Terdahulu ... 8

F. Definisi Konsep ... 9

H. Metode Penelitian ... 15

I. Sistematika Pembahasan ... 25

(8)

a. Pengertian Konstruksi Identitas... 27

b. Proses Konstruksi Identitas ... 30

c. Perspektif Tentang Identitas ... 34

d. Sifat Dinamis Identitas ... 36

2. Ruang Publik ... 36

B. Kajian Teori 1. Teori Identitas ... 45

BAB III PENYAJIAN DATA A. Deskripsi Subyek, obyek, dan Lokasi Penelitian 1. Deskripsi Subjek Penelitian a. Profil Komunitas Jama’ah Maiyah ... 51

b. Struktur Isim Bangbang Wetan Surabaya... 56

c. Profil Informan... 61

2. Deskripsi Obyek Penelitian ... 66

3. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 66

B. Deskripsi Data Penelitian 1. Makna Bang Bang Wetan Bagi Jamaah Maiyah Surabaya a.Oase di Tengah Kehidupan Metropolis ... 68

b.Energi Lingkaran Cinta ... 70

c.Endapan Pengetahuan ... 71

2. Konstruksi Identitas Jamaah Maiyah Bang Bang Wetan Surabaya a.Tahap Pengenalan ... 72

b.Tahap Interaksi ... 74

c.Tahap Penilaian ... 75

(9)

a.Ruang Ekspresi Komunikasi... 78

b.Ruang Media Komunikasi ... 80

BAB IV INTEPRETASI HASIL PENELITIAN A. Temuan Penelitian 1. Identitas Jamaah Maiyah Bang Bang Wetan ... 85

a. Jamaah Maiyah antara Sudut Pandang dan Jarak Pandang ... 85

b. Peci Maiyah Jimat Jamaah ... 86

2. Media Refleksi Diri Masyarakat Metropolis... 87

3. Sosok Figur Anutan ... 88

4. Kesadaran Diri ... 89

a. Kerelaan Diri ... 90

b. Bertukar Informasi ... 91

5. Ruang Publik Alternatif ... 92

a. Ruang Komunikasi ... 92

b. Ruang Artikulasi Identitas ... 93

B. Konfirmasi Temuan dengan Teori 1. Pemaknaan Membentuk Konstruksi Identitas... 95

a. Kategorisasi ... 96

b. Identifikasi ... 98

c. Perbandingan Sosial ... 99

2. Ruang Publik BBW Menjadi Ruang Artikulasi Identitas ... 101

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 105

B. Rekomendasi ... 108

DAFTAR PUSTAKA ... 109

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Komunitas Bang Bang Wetan Surabaya hadir di tengah masyarakat

perkotaan Surabaya sejak 16 September 2006, memberikan angin segar bagi

berbagai elemen masyarakat metropolis untuk bersama duduk bersilah dalam satu

forum diskusi tanpa sekat. Forum komunitas Bang Bang Wetan Surabaya ini

rutin diadakan setiap satu bulan sekali dengan konsep diskusi sederhana tentang

berbagai isu. Pada aktivitas di komunitas ini mereka mendefinisikan diri mereka

sebagai forum pencerahan. Layaknya sebuah forum, tentu saja harus melibatkan

banyak pihak di antara anggota forum itu sendiri. Forum tidak bersifat satu arah

saja, melainkan dua arah.

Di dalam Bang Bang Wetan Emha Ainun Najib atau biasa dipanggil Cak

Nun menekankan bahwa format Bang BangWetan harus egaliter, siapapun dari

kalangan manapun bebas dan merasa nyaman untuk menghadirinya, tidak sebatas

pada yang beragama islam saja, melainkan semua pemeluk agama apapun boleh

hadir, bahkan penganut atheispun dipersilahkan, karena forum ini adalah forum

Maiyah, forum kebersamaan bagi semua makhluk Allah. Selain bermakna

رونلا يلا تاملظلا نم , Bang Bang Wetan juga bisa bermakna adzan karena kata

„bang’1

adalah sebutan atau istilah untuk panggilan sholat.2 Jadi Bang BangWetan

diharapkan juga sebagai sebuah forum pemanggil atau penyeru yang

1

http://kbbi.web.id/bang diakses pada 20 Maret 2017

2

(11)

2

membangunkan kita untuk bersembahyang, yakni bersembahyang dalam gerak

kehidupan.3

Jika kita telisik dari referensi pada buletin Bang Bang Wetan Surabaya

yang diterbitkan tiap bulan maka komunitas Bang Bang Wetan ini dapat

mensinergikan beberapa unsur masyarakat pinggiran dan perkantoran yang ada

dalam masyarakat, karena di dalamnya mempersatukan banyak golongan, dan

menyajikan dialog dua arah antara kelompok-kelompok masyarakat dalam setiap

pertemuannya. Maka forum ini selalu menekankan pentingnya dialog antara

anggota komunitasnya. Jika dilihat memang forum ini mirip dengan pengajian

karena dimasuki identitas keagamaan Islam, seperti shalawat, dzikir, dan doa

bersama. Akan tetapi, topik permasalahan yang diangkat dalam pertemuan

bulanannya, tidak terbatas masalah keagamaan saja, tapi berskala nasional,

bahkan internasional.

Forum ini tidak selalu diisi dengan dialog da n diskusi, melainkan juga

dihadirkan berbagai kelompok musik dari berbagai aliran sebagai selingan di

antara sesi dialog. Sehingga kebutuhan jamaah maiyah untuk menambah

kekayaan pemikiran disadur dengan unsur hiburan mampu menjadi pengikat dan

pemikat, sehingga jamaah maiyah merasakan kenyamanan dalam sebuah foum

diskusi.

Dalam penelitian ini penulis melihat jamaah maiyah pada komunitas Bang

Bang Wetan Surabaya terdapat berbagai individu individu dengan berbagai latar

belakang. Sehingga penulis ingin menjelaskan mengenai makna Bang Bang

Wetan Surabaya bagi jamaah maiyah serta representasi ruang publik jamaah

3

(12)

3

maiyah Bang Bang Wetan Surabaya dan menggali bagaimana konstruksi identitas

jamaah maiyah Bang Bang Wetan Surabaya.

Jurgen Habermas4, seorang sosiolog Jerman, mengemukakan konsep

tentang ruang publik yang mendeskripsikan sebuah ruang institusi dan praktik di

antara perhatian privat kehidupan sehari- hari dalam masyarakat sipil dan ranah

kekuasaan negara. Ruang publik kemudian menjembatani wilayah keluarga dan

tempat kerja, di mana perhatian privat berlaku, dan negara di mana kebanyakan

menggunakan bentuk paksaan berupa kekuasaan dan dominasi. Apa yang

Habermas sebut sebagai „ruang publik borjuis’ terdiri dari ruang sosial di mana

para individu berkumpul untuk mendiskusikan urusan publik umum mereka dan

untuk mengatur dalam rangka melawan kesewenang-wenangan dan bentuk

penindasan kekuasaan sosial dan publik.

F. Budi Hardiman5 membandingkan ruang publik borjuis yang dikemukakan

oleh Jurgen Habermas dengan ruang publik pada realitas masyarakat Indonesia.

Ketika ruang publik borjuis muncul dari masyarakat liberal barat yang memiliki

fase historis kemunculan borjuasi sebagai kelas menengah yang aktif dan mandiri,

maka yang terjadi di Indonesia pada masa orde baru adalah semacam kelumpuhan

basis kemandirian kelas menengah. Tidak pernah ada era „ruang publik borjuis’

yang dapat dijadikan kriteria untuk mengukur demokrasi di dalam masyarakat

kita, karena ruang publik dalam pengertian F. Budi Hardiman, seperti yang

dikemukakan Habermas, tidak pernah ada.

4

Jurgen Habermas, Ruang Publik , Sebuah Kajian Tentang Kategori Masyarak at Borjuis, Yog jaka rta ; Kreasi Wacana 2007

5

(13)

4

Pada era reformasi, ketika demokratisasi bagai kran yang mengucurkan air

yang begitu deras, yang kemudian diikuti dengan kemunculan berbagai opini

publik atas nama kebebasan.6 Akan tetapi, yang terjadi sebenarnya adalah ruang

publik politis yang sepintas berciri komunikasi, tetapi seketika berubah menjadi

komoditas industri media di negeri ini. Inilah yang kemudian disebut Hardiman7

sebagai patologi demokrasi akibat hegemoni pasar atau birokrasi. Ia memberikan

sebuah gambaran tentang ruang publik yang berisi manipulasi- manipulasi oleh elit

media dan birokrasi yang dipasok oleh investasi- investasi besar untuk menjamin

kepentingan-kepentingan privat mereka, juga tentang perversi fungsi- fungsi

parlementer yang menjadi political show dan arena pertukaran komoditas politis.

Maka kehadiran forum Bang Bang Wetan menjadi fenomena unik, di mana forum

ini dapat memberikan alternatif ruang publik dalam masyarakat, yang jauh dari

konsep kapitalisme dan pasar.

Begitu pula dengan setiap individu yang turut hadir pada komunitas Bang

Bang Wetan yang datang dari berbagai lapisan masyarakat yang heterogen yang

memiki sifat, kebiasaan, temperamen, watak dan keperibadian tersendiri dan

berbeda. Sehingga tingkah lakunya dan gaya yang dimiliki mampu membedakan

dirinya dengan orang lain atau yang disebut dengan identitas, dan tak pelak

kadang seseorang ingin tampak berbeda dengan individu yang lain sehingga

identitas dirinya lebih menonjol daripada orang lain. Sehingga individu tersebut

akan selalu berusaha membangun atau mengkonstruksi identitasnya melalui

berbagai macam cara. Contoh kecil, melalui cara dia berpakaian, berjalan,

6

Ruang Publik: Melacak “Partisipasi Demokratis” dari Polis sampai Cyberspace. Yogyakarta : 2010. Kan isius, hlm. 109 normatif

7

(14)

5

berbicara, sampai cara individu tersebut berpendapat atau bahkan melalui cara

individu tersebut mengambil keputusan.

Identitas adalah bagaimana seseorang melihat dirinya sendiri, kelompoknya

serta lingkungannya. Secara umum, identitas sebuah komunitas ata u kelompok

berasal dari individu individu yang ada didalamnya. Identitas juga dapat

membentuk orang lain, artinya orang lain dapat terbentuk oleh identitas yang telah

ada dalam suatu kelompok secara sosial maupun kultural. Erving Goofman (1959)

menyebutkan bahwa “a performance can be defined as the sum of activity of a

given participant which seeks to influence the audience in any way”. Menurutnya

setiap individu pada dasarnya mereka melakukan konstruksi identitas dirinya

dengan cara menampilkan diri. Penampilan diri inilah yang menjadi keinginan

untuk mendapatkan pengakuan sosial tentang identitasnya ini.8

Dalam upaya untuk memahami identitas sebagai kategori yang terdiri dari

identitas yang saling berkaitan (interlocking identities), teori – teori yang berada

dalam kelompok “politik identitas” (identity politics) memiliki kepentingan yang

sama dalam hal konstruksi dan pelaksanaan (performance) dari berbagai kategori

identitas. Teori identitas kontemporer (contemporary identity theories)

menyatakan bahwa tidak ada kategori identitas yang berada di luar konstruksi

sosial oleh budaya yang lebih besar. Kita mendapatkan sebagian besar identitas

kita dari konstruksi yang ditawarakan dari berbagai kelompok sosial di mana kita

menjadi bagian di dalamnya seperti keluarga, komunitas, sub kelompok budaya,

budaya dan berbagai ideologi berpengaruh. Tidak peduli apakah hanya ada satu

dimensi atau beberapa dimensi identitas gender, kelas sosial, ras, jenis kelamin,

8Santoso, Edi dan Setiansah, Seti. 2010 “

(15)

6

identitas itu dijalankan atau dilaksanakan menurut atau be rlawanan dengan

norma-norma dan harapan terhadap identitas bersangkutan.9

Pengetian Identitas sendiri menurut Chirs Barker adalah soal kesamaan dan

perbedaan tentang aspek personal dan sosial, tentang kesamaan individu dengan

sejumlah orang dan apa yang membedakan individu dengan orang lain.10

Sehingga berdasarkan pemaparan diatas bahwa konstruksi identitas seseorang

dapat terbentuk berdasar pada lingkungan dan kelompok yang ia ikuti, begitu pula

yang terjadi pada komunitas Bang Bang Wetan Surabaya, bagaimana seseorang

dapat melakukan konstruksi identitasnya pada ruang publik yang tersedia pada

komunitas Bang Bang Wetan Surabaya.

Identitas juga merupakan suatu esensi yang dapat dimaknai melalui selera,

kepercayaan, sikap, dan gaya hidup. Dengan demikian identitas dapat dimaknai

sebagai penanda bahwa kita berbeda atau sama dengan yang lainnya. Identitas

bukan merupakan sesuatu yang tetap dan statis, tetapi ia merupakan sesuatu yang

tumbuh dan berkembang. Identitas yang dibentuk oleh individual- individual

dalam sebuah komunitas sosial, secara tidak langsung merupakan pembentukan

identitas komunitas tersebut. Individu yang berada dalam komunitas Bang Bang

Wetan pada dasarnya mempunyai persamaan-persamaan dalam hal konsep

berfikir dan tingkah laku.

Sehingga dari pemaparan diatas terdapat berbagai hal menarik yang perlu

dicermati dan dikaji lebih mendalam dengan perspektif ilmu sosial dan

komunikasi. Pada penelitian kali ini penulis akan melakukan studi di komunitas

9

Morissan, Teori Komunik asi, Individu hingga Massa,Kencana Predana Media Grup,2013, h lm. 129-130

10

(16)

7

Bang Bang Wetan Surabaya, terkait konstruksi identitas dan ruang publik pada

komunitas tersebut, dengan menggunakan teori konstruksi identitas dan ruang

publik sebagai acuannya.

B. Rumusan Masalah

1. Apa makna Bang Bang Wetan bagi jamaah maiyah ?

2. Bagaimana jamaah maiyah Bang Bang Wetan mengkonstruksi

identitasnya ?

3. Bagaimana Bang Bang wetan direprentasikan sebagai ruang publik oleh

jamaah maiyah?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk menjelaskan makna Bang Bang wetan bagi jamaah maiyah.

2. Untuk menjelaskan konstruksi identitas jamaah maiyah Bang Bang

Wetan Surabaya.

3. Untuk menjelaskan representasi Bang Bang wetan Surabaya sebagai

ruang publik.

D. Manfaat Penelitian

Dasar tujuan yang akan dicapai dari penelitian ini adalah untuk menganalisis

fenomena sosial dan komunikasi yang ada. Manfaat dari penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Secara teoretis: untuk memperkaya studi dan kajian tentang komunitas

(17)

8

2. Secara praktis: hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai referensi

dalam pengambilan kebijakan pemerintah dalam menyaring aspirasi.

E. Penelitian Terdahulu

Peneliti telah berusaha mencari, membaca dan mengklarifikasikan penelitian

mengenai kontruksi identitas yang berfokus pada konstruksi identitas jamaah

maiyah pada komunitas Bang Bang Wetan Surabaya, dan peneliti belum

menemukan penelitian yang membahas mengenai pembahasan tersebut. Akan

tetapi, terdapat penelitian yang membahas mengenai kontruksi identitas yang

tertuang dalam judul-judul sebagai berikut:

Pertama, Konstruksi Sosial Religiusitas (Studi tentang Religiusitas terhadap

Jama’ah Maiyah di Yogyakarta) yang ditulis oleh Barikur Rahman, Program Studi

Sosiologi, Universitas Gadjah Mada. Penelitian ini lebih menonjolkan pada

deskripsi Jama’ah Maiyah dari berbagai kategori sosial dalam memaknai

Maiyahan. Juga mendiskripsikan bagaimana pengaruh Maiyahan terhadap

Jama’ah Maiyah dalam kehidupan sehari- harinya.

Kedua, penelitian yang dilakukan Wahyu C. Kristanto dengan judul Acara

Cangkru’an di JTV Sebagai Ruang Publik Masyarakat Jawa Timur, pada

penelitian ini peneliti berfokus pada konsep ruang publik dalam acara Cangkru’an

yang disiarkan di JTV. Hasil penelitian menunjukan ruang publik yang dikemas

dalam acara ini cenderung menonjolkan atribut-atribut masyarakat pinggiran, serta

prinsip kesetaraan yang mewarnai dalam proses dialog di dalamnya.

Penelitian yang berkaitan dengan konstruksi identitas dalam ruang publik pada

(18)

9

serupa. Namun penelitian mengenai Bang Bang Wetan dengan judul konstruski

sosial religiusitas (studi pada jamaah maiyah di Yogyakarta), Bang Bang Wetan

dan Komunikasi Politik Komunitas Bang BangWetan. Penelitian-penelitian diatas

menjadi inspirasi serta rujukan penulis dalam melakukan penelitian tentang

Konstruksi Identitas jamah maiyah pada komunitas Bang Bangwetan Surabaya.

Yang mana penulis tidak dapat mengklaim bahwa penelitian ini adalah obyektif.

namun peneliti akan mejelaskan perbedaan penekana n pada penelitian-penelitian

tersebut diatas dengan penelitian yang peneliti lakukan tentang konstruksi

identitas jamah maiyah pada komunitas Bang Bangwetan Surabaya.

Sedangkan penelitian yang peneliti lakukan ini lebih meneliti pada bagaimana

konstruksi identitas dan ruang publik yang dilakukan jamaah maiyah Bang Bang

Wetan Surabaya.

F. Definisi Konsep

Konsep merupakan unsur pokok dari suatu penelitian. Penentuan dan

perincian konsep sangat penting supaya persoalannya tidak menjadi melebar dan

kabur. Penegasan dari konsep yang terpilih perlu untuk menghindarkan salah

pengertian tentang arti konsep yang digunakan. Karena konsep masih bersifat

abstrak maka perlu upaya penerjemahan atau penjelasan dalam bentuk kata-kata

sedemikian rupa sehingga dapat diuk ur secara empiris. Maka dari itu peneliti

(19)

10

1. Konstruksi Identitas

Pengetian Identitas sendiri menurut Chirs Barker adalah soal kesamaan

dan perbedaan tentang aspek personal dan sosial, tentang kesamaan individu

dengan sejumlah orang dan apa yang membedakan individu dengan orang lain.11

Dilihat dari bentuknya, Setidaknya ada tiga bentuk identitas, yakni identitas

budaya, identitas sosial dan identitas pribadi. Berikut pengertiannya:

Identitas budaya

Identitas budaya merupakan ciri yang mencul karena seseorang itu

merupakan anggota dari sebuah etnik tertentu. Itu meliputi pembelajaran tentang

penerimaan tradisi, sifat bawaan, agama, dan keturunan dari suatu kebudayaan.

Identitas sosial, Identitas sosial terbentuk akibat dari keanggotaan

seseorang itu dalam suatu kelompok kebudayaan. Tipe kelompok itu antara lain,

umur, gender, kerja, agama, kelas sosial, dan tempat, identitas sosial merupakan

identitas yang diperoleh melalui proses pencarian da n pendidikan dalam jangka

waktu lama.

Identitas pribadi, Identitas pribadi didasarkan pada keunikan karakteristik

pribadi seseorang. Seperti karakter, kemapuan, bakat, dan pilihan. Dan lain

sebagainya. Sementara pengetian konstruksi identitas menurut Chris Barker

adalah banguanan identitas diri, memperlihatkan siapa diri kita sebenarnya dan

kesamaan kita dengan sejumlah orang dan apa yang membedakan kita dari orang

lain. 12 Sedangkan menurut Stuard & Sundeen konstruksi identitas adalah

kesadaran akan diri sendiri yang bersumber dari observasi dan penilaian, yang

merupakan sintesa dari semua aspek konsep diri sebagai suatu kesatuan utuh.

11

Chris Ba rker. 2004. Cultural Studies, Teori Dan Prak tik , Yogyakarta: Kreasi Wacana, Hal. 172.

12

(20)

11

Seseorang yang mempunyai perasaan identitas diri yang kuat maka akan

memandang dirinya berbeda dengan orang lain, unik dan tidak ada duanya.

Individu yang memiliki identitas diri yang kuat akan memandang dirinya sebagai

suatu kesatuan yang utuh dan terpisah dari orang lain dan individu tersebut akan

mempertahankan identitasnya walau dalam kondisi sesulit apapun.13

2. Ruang Publik

Konsep Habermas tentang ruang publik mendeskripsikan sebuah ruang

institusi dan praktek di antara perhatian privat kehidupan sehari- hari dalam

masyarakat sipil dan ranah kekuasaan negara. Istilah ruang publik dilacak secara

historis oleh Habermas sebagai ranah yang muncul dalam suatu fase spesifik

masyarakat borjuis, ia adalah suatu ruang yang menengahi masyarakat dengan

negara di mana publik mengorganisasi dirinya dan di mana opini publik

terbentuk.14

Institusi- institusi awal ruang publik borjuis berawal dengan keterikatan

dengan masyarakat aristokratik karena menginginkan lepas dari istana. Intensitas

publik dalam jumlah besar yang terbentuk di teater-teater, museum- museum, dan

konser-konser adalah borjuis bahkan sampai akar-akarnya. Kemudian ruang

publik berkembang menuju salon dan kedai kopi (di Inggris, Perancis, dan

Jerman) yang mempunyai kriteria-kriteria institusional. Pertama, mereka

mempertahankan bentuk hubungan sosial yang jauh dari mengangankan

kesetaraan status, bahkan malah mengesampingkan status tersebut. Mereka

mengganti perayaan kedudukan dengan kesetaraan yang layak secara bijak.

13

http://elib.uniko m.ac.id/files/disk1/526/ jbptunikompp-gdl-lindayulia-26296-4 uniko m_l-x.pdf, diakses pada tanggal 20 Nove mber 2016

14

(21)

12

Persamaan dianggap sebagai satu-satunya landasan bagi pengukuhan

argumen lebih baik dalam memenangkan perlawanan terhadap hirarki sosial.

Kedua, diskusi di dalam publik semacam itu mengandaikan adanya problematisasi

wilayah-wilayah yang sampai saat itu masih belum dipersoalkan, di mana otoritas

gereja dan negara memiliki monopoli interpretasi dalam ranah filsafat, sastra, dan

seni sehingga ruang publik turut memunculkan kepedulian umum. Ketiga, proses

yang mengubah kebudayaan menjadi komoditas (sehingga membuatnya dapat

menjadi objek diskusi) menciptakan sebuah publik yang pada prinsipnya inklusif.

Menurut Habermas, prinsip ruang publik tercermin dalam sebuah diskusi

terbuka tentang segala isu dalam persoalan umum, di mana argumentasi diskursif

menegaskan perhatian umum. Ruang publik lebih lanjut mengandaikan kebebasan

berbicara dan berkumpul, pers bebas, dan hak untuk berpartisipasi secara bebas

dalam debat politik dan pengambilan keputusan.15

Konsep ruang publik, secara normatif, didefinisikan sebagai suatu arena

kehidupan sosial, tempat orang dapat berkumpul bersama, dan secara bebas

mengidentifikasi dan mendiskusikan berbagai bentuk permasalahan sosial. Sejalan

dengan meningkatnya intensitas diskusi dan berjalannya waktu, proses-proses

yang terjadi di dalam ruang publik nantinya akan mempengaruhi

kebijakan-kebijakan politik di masyarakat.16

Secara ideal, ruang publik juga sering dibayangkan sebagai ruang

diskursif, di mana setiap orang dan setiap kelompok dapat berkumpul untuk

15

Douglas Kellner. Jurgen Habermas, The Public Sphere, and Democracy: A Critical Intervention. http://www.gseis.ucla.edu/faculty/kellner , d iakses 11 Februari 2017

16

(22)

13

membicarakan soal-soal yang berkaitan dengan kepentingan bersama, sehingga,

jika memungkinkan dapat mencapai keputusan bersama. Dapat pula diandaikan

ruang publik sebagai suatu bentuk teater raksasa di dalam masyarakat modern, di

mana partisipasi politik didorong melalui pembicaraan dan diskusi politik. Di

dalam ruang publiklah opini publik yang sesungguhnya bisa dibentuk.17

3. Bang Bang Wetan Surabaya

Forum Bang Bang Wetan hadir di masyarakat perkotaan Surabaya yang

rutin di adakan setiap satu bulan sekali. Forum ini dapat mensinergikan beberapa

elemen yang ada dalam masyarakat, mempersatukan banyak golongan, dan

menyajikan dialog dua arah antara kelompok-kelompok masyarakat dalam

pertemuannya.18

Forum ini mendefinisikan diri mereka adalah forum pencerahan. Sebagai

sebuah forum, tentu saja harus melibatkan banyak pihak di antara anggota forum

itu sendiri. Forum tidak bersifat satu arah saja, melainkan dua arah. Maka forum

ini selalu menekankan pentingnya dialog antara anggota komunitasnya. Jika

dilihat, forum ini mirip dengan pengajian karena diembel-embeli identitas

keagamaan Islam, seperti shalawat, dzikir, dan doa bersama. Akan tetapi, topik

permasalahan yang diangkat dalam pertemuan bulanannya, tidak terbatas masalah

keagamaan saja, tapi berskala nasional, bahkan internasional.19

Kehadiran forum Bang Bang Wetan di Surabaya bagaikan angin segar di

tengah pesimistik masyarakat Indonesia terhadap rumitnya segala persoala n

bangsa dan negara ini. Forum ini menyajikan dialog dan cara berpikir yang relatif

17

Chris Ba rker.2004.Cultural Studies, Teori & Prak tik .Bantul: Kreasi Wacana

18

www.Bang Bangwetan.com dia kses pada 19 Nove mber 2016 puku l, 17.55 WIB

19Saputra.R Prayogi. 2012 “

(23)

14

segar dan berbeda dengan mainstream kebanyakan media atau forum lain. Topik

permasalahan bulanan yang diangkat juga beragam, mulai dari dinamika sosial,

politik, agama, negara hingga kondisi keluarga. Bahkan forum ini menghadirkan

para pelaku topik yang sedang diangkat tersebut. Forum ini tidak selalu diisi

dengan dialog dan diskusi, melainkan juga dihadirkan berbagai kelompok musik

dari berbagai aliran sebagai selingan di antara sesi dialog.

4. Jamaah Maiyah

Sebutan Jamaah atau Jemaah ini tidak benar-benar bergerak secara

institutif sebagai kelompok eksklusif tertentu. Jamaah ini secara rutin berkumpul

dalam forum bersama Cak Nun ( Emha Ainun Nadjib ). Foum ini mungkin bisa

dibilang pengajian, tapi standar yang biasa ditemui dalam sebuah acara pengajian

tidak benar-benar menjadi dominan. Sebab di dalamnya lebih banyak

mengajarkan semangat hidup, sikap toleran dan hidup bersama dalam kontribusi

kebaikan. Jadi boleh juga dibilang bahwa Jemaah Maiyah tidaklah identik sebagai

sekumpulan orang Islam saja. Bahkan seringkali hadir dalam forum ini

tokoh-tokoh lintas Agama, Aliran, Suku Bangsa, Etnik, LSM, Mahasiswa dalam dan luar

negeri, dan lain- lain. Nuansanya sangat berbudaya dan tidak juga serta-merta

menjadi sinkretisme.

Dengan gaya bicara khasnya, Cak Nun mengatakan, "Acara ini bukan

acara khusus untuk orang Islam, tapi untuk semua manusia yang Islam dan yang

tidak Islam, Manusia waras dan manusia yang tidak waras, bahkan Jin, Setan,

Dhemit, Gendruwo, kalau memang berminat untuk jadi baik akan dis ambut

(24)

15

Cak Nun sebagai figur panutan. Tapi pengkultusan bukan menjadi ideologi masal

di Jamaah Maiyah. Jadi meskipun Ca

k Nun tidak bisa hadir di dalam acara, tetap saja forum bisa berlangsung

dengan baik.20

G. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan hal yang penting, karena berhasil tidaknya

suatu penelitian tergantung dari bagaimana peneliti menentukan metode yang

akan dilakukan. Titik tolak penelitian bertumpu pada minat untuk mengetahui

masalah atau fenomena sosial yang timbul karena berbagai rangsangan, dan

bukanlah pada metodologi penelitian. Sekalipun demikan, tetap harus di ingat

bahwa metodologi penelitian merupakan elemen penting untuk menjaga

reliabilitas dan validalitas hasil penelitian.21

1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah interaksionisme

simbolik. Interaksionisme simbolik merupakan salah satu model metodologi

penelitian kualitatif berdasarkan pendekatan fenomenologis atau persepektif

interpretif. Bogdan dan Taylor mengemukakan bahwa dua pendekatan utama

dalam tradisi fenomenologis adalah interaksionisme simbolik dan

etnometodologi.22

Dalam penelitian ini memfokuskan dengan meilhat manusia apa yang telah

dilakukan, namun manusia memiliki kualitas dari apa yang telah dilakukannya

20

www.caknun.com dia kses pada 26 Nove mber 2016, pukul 19.35 WIB

21

Burhan Bungin, Metode Penelitian Kualitatif Ak tualisasi Metodologis k e arah Ragam Varian Kontemporer, Jakarta: Raja Gra findo Persada, 2001, 42

22

(25)

16

sehingga berbeda dengan hewan. Interaksi simbolik termasuk ke dalam salah satu

dari sejumlah tradisi penelitian kualitatif yang berasumsi bahwa penelitian

sistematik harus dilakukan dalam suatu lingkungan yang alamiah dan buka n

lingkungan artfisial seperti eksperimen. Secara lebih jelas Denzin

mengemukakan tujuh prinsip metodologis berdasarkan paham interaksi

simbolik.23

2. Jenis Penelitian

Penelit i dalam penelit ian ini mengunakan jenis penelitian deskriptif

kualitatif. Secara umum penelit ian kualitatif bertujuan untuk memahami

(understanding) dunia makna yang disimbolkan dalam perilaku masyarakat

menurut perspektif masyarakat itu sendiri.24

Metode kualitatif adalah metode yang bermaksud untuk memahami

fenomena tentang apa yang dialami subjek penelit ian, misalnya perilaku,

persepsi, motivasi, tindakan, secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam

bentuk kata – kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan

dengan memanfaatkan metode alamiah.25 Deskriptif disini menguraikan data

yang diperoleh secara mendalam dan luas serta dilakukan secara luas dalam

penjabarannya. Deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan objek

penelit ian.

Sesuai dengan definisi dari penelit ian deskriptif yaitu penelit ian

deskriptif dilakukan untuk memberikan gambaran yang lebih detai mengenai

23

Deddy Mulyana. Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunik asi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: Re maja Rosdakarya.2002 hlm 149.

24

Ima m Suprayogo dan Tobroni, Metode Penelitian Sosial Agama cet. 1, Bandung : Re maja Rosdakarya, 2001, hal.1

25

(26)

17

suatu gejalan atau fenomena.26

Ciri khas dalam penelitian ini adalah menggunakan wawancara langsung

kepada informan untuk memperoleh keterangan dan disertai dengan observasi

lapangan. Penelit ian ini juga menggunakan jenis penelitian Interaksionisme

Simbolik yang merupakan salah satu model penelitian budaya yang berusaha

mengungkap realitas perilaku manusia.

Penelit ian deskriptif kualitatif ini bertujuan untuk mendeskripsikan

apa-apa yang saat ini berlaku. Di dalamnya terdapa-apat upaya mendeskripsikan,

mencatat, analisis dan menginterpretasikan kondisi yang sekarang ini terjadi

atau ada, dengan kata lain penelit ian deskriptif kualitatif ini bertujuan untuk

memperoleh informasi - informasi mengenai keadaan yang ada.27

Sedangkan pengertian lain menyatakan bahwa penelit ian kualitatif

berusaha memahami dan menafsirkan makna sautu peristiwa interaksi tingkah

laku manusia dalam situasi tertentu menurut perspektif penelit ian sendiri.28

Penelit ian kualitatif memiliki ciri – ciri utama yang membedakan dengan

penelit ian kuantitatif.29

3. Subyek, Obyek dan Lokasi Pe nelitian

a. Subyek pe nelitian

Subyek penelitian adalah orang yang diminta untuk memberikan

keterangan tentang suatu fakta atau pendapat. Sebagaimana dijelaskan

26

Ba mbang Prasetyo dan Lina M iftahul Jannah, Metode Penelitian Kuantitatif, Ja karta: PT Ra ja Grafindo, 2005, hal. 45

27

Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, Jakarta : Bu mi A ksara, 1999, hal. 26

28

Husaini Us man dan Purno mo Set iady Akbar, Metode Penelitian Sosial, Jakarta: Bu mi Aksara, 2003, ha l. 81

29

(27)

18

Arikunto, subjek penelit ian adalah subjek yang dituju untuk diteliti oleh

penelit i.30 Jadi subjek penelit ian itu merupakan sumber informasi yang digali

untuk mengungkap fakta - fakta dilapangan.

Penentuan subyek penelit ian atau informan dalam penelit ian ini dilakukan

dengan cara purposive sampling. Purposive sampling merupakan teknik

pengambilan sampel yang ditentukan dengan menyesuaikan pada tujuan

penelit ian atau pertimbangan tertentu. Meski demikian, untuk mene ntukan

informan ini, peneliti kualitatif harus memiliki kriteria terrtentu yang dapat

memperkuat alasan pemilihan seseorang untuk menjadi subjek penelitiannya.

Inilah mengapa dalam penelit ian kualitatif kerap mempergunakan teknik

purposive sebagai cara untuk menentukan subjek penelitiannya.

Dalam penelit ian kualitatif ini informan biasa disebut dengan subjek peneliti.

Subjek penelitian ini terdapat dari para penggiat Bang Bang wetan Surabaya

dan para jamaah Bang Bang wetan Surabaya. Adapun petimbangan peneliti

dalam menentukan narasumber yak ni orang yang sudah lama mengikuti Bang

Bang Wetan. sehingga mampu dan kaya akan informasi yang dibutuhkan peneliti.

4. Obyek Penelitian

Sesuai dengan judul dalam penelitian ini. Obyek yang akan diteliti dalam

penelit ian ini ialah bagaimana konstruksi identitas jamaah maiyah Bang Bang

wetan Surabaya dan representasi Bang Bang wetan sebagai ruang publik bagi

jamaah Bang Bang wetan.

5. Lokasi Penelitian

Lokasi penelit ian ini bertempat di Balai Pemuda Surabaya dan komplek

30

(28)

yang diperoleh secara langsung dari penelit ian pero rangan, kelompok dan

organisasi.31

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua. Sumber –

sumber data dua yang dikumpulkan nantinya akan sesuai dengan fokus

penelit ian yang dilakukan. Menurut Lofland, sumber data utama dalam

penelit ian kualitatif adalah kata – kata dan tindakan, selebihnya adalah data

tambahan seperti dokumen dan lain- lain.32

Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk me mberikan informasi

tentang situasi dan kondisi latar belakang penelitian. Jenis dan sumber data

utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan. Selebihnya

adalah tambahan seperti dokumen-dokumen dan lain- lain. Data dalam

penelit ian kualitatif, informan memiliki peran yang sangat penting untuk

membantu penggalian data. Dari data-data yang ada dapat membentuk

proposisi-proposisi, dari situ dapat menemukan hipotesis.33

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua. Sumber

– sumber satu dua yang dikumpulkan nantinya akan sesuai dengan fokus

penelit ian yang dilakukan.

Data premier dalam penelitian ini merupakan data utama yang diperoleh

31

Rosady Ruslnn, Metode Penelitian Public Relation dan Komunikasi, Jakarta: PT Ra jagrafiindo, 2006, ha l.26 – 28

32

Le xy Moleong, Metode Penelitian Kualitatif. Bandung; PT. Re maja Rosdakarya, 2007. Ha l. 157.

33

(29)

20

dari informan. Informan dalam penelit ian ini adalah para jamaah maiyah Bang

Bang wetan Surabaya. Data sekunder dalam penelitian ini nantinya akan

dikumpulkan dengan sesuatu yang berhubungan dengan sesuatu yang

berhubungan dengan informan dalam prosesnya, seperti: Bagaimana

representasi ruang publik jamaah maiyah Bang Bang Wetan Surabaya.

7. Tahap – tahap Pe nelitian

Adapun tahapan penelitian yang akan dilakukan peneliti, diantaranya

yaitu:

a. Pra – Lapangan

Untuk melakukan sebuah penelit ian kualitatif, perlu mengetahui

tahap-tahap yang akan dilalui dalam proses penelit ian. Tahapan ini disusun secara

sistematis agar diperoleh data secara sistematis pula. Ada empat tahap yang

bisa dikerjakan dalam suatu penelitian, yaitu:34

1. Menyusun rancangan penelitain yang akan dilakukan, setelah

mentukan konteks penelitian yang akan diteliti penelitian ini

dilanjutkan dengan menentukan subyek yang akan diteliti dan apa

obyek yang akan diteliti. Membuat fokus penelitian yang akan diteliti

dari konteks yang ada. Kemusian menentukan informan yang terkait.

2. Mempersiapkan data yang dibutuhkan dalam penelit ian,

Mempersiapkan pertanyaan – pertanyaan yang akan dilakukan untuk

memperoleh data dari informan.

b. Pekerjaan Lapangan

Penelit i akan melakukan observasi terhadap informan yang terkait agar

34

(30)

21

dapat memahami kondisional informan yang sebenarnya saat berproses dalam

kegiatannya. Selanjutnya akan membuat pedoman wawancara mengenai hal –

hal yang akan diteliti. Setalah itu mengumpulkan data yang telah diperoleh dan

dikaji ulang untuk dapat dianalisis pada tahapan berikutnya.

c. Penulisan Laporan

Penelit i akan memulai menulis dan menyusun laporan yang telah

didapatkan dan telah diverifikasi ulang.

8. Teknik Pe ngumpulan Data

Pengumpulan data adalah pencatatan peristiwa-peristiwa atau hal- hal atau

keterangan-keterangan atau karakteristikkarakteristik sebagian atau seluruh

elemen populasi yang akan mendukung penelitian, atau cara yang dapat

digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data .35

Tekhnik pengumpulan data yang digunakan dalam penelit ian kualitatif ini

adalah wawancara mendalam, observasi partisipasi, fenomologi, dan analisis

dokumen.36 Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik:

a. Observasi

Pengamatan adalah alat pengumpulan data yang dilakukan dengan

caramengamati dan mencatat segala sistematik gejala- gejala yang

diselidiki.37Menurut Sukardi, observasi adalah cara pengambilan data dengan

menggunakan salah satu panca indra yaitu indra penglihatan sebagai alat bantu

utamanya untuk melakukan pengamatan langsung, selain panca indra biasanya

35

Suharsimi A rikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendek atan Prak tek, Jakarta: Rineka Cipta, 2009, h lm. 100.

36

Farouk Muha mmad dan H Djaali, Metodologi Penelitian Sosial Edisi Revisi, Jakarta: PTIK P ress & Agung, 2005, hal. 89

37

(31)

22

penulis menggunakan alat bantu lain sesuai dengan kondisi lapangan antara lain

buku catatan, kamera, film proyektor, checklist yang berisi obyek yang diteliti

dan lain sebagainya.

Observasi harus dilakukan secara teliti dan s istematis untuk mendapatkan

hasil yang bisa diandalkan, dan peneliti harus mempunyai latar belakang atau

pengetahuan yang lebih luas tentang objek penelit ian mempunyai dasar teori

dan sikap objektif.38

b. Wawancara

Interview adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide

melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonsentrasikan makna dalam suatu topik

tertentu. Ciri utama dari interview adalah kontak langsung dengan cara tatap muka

antara pencari informasi dan sumber informasi. Adapun wawancara yang

dilakukan adalah wawancara tidak berstruktur, dimana di dalam metode ini

memungkinkan pertanyaan berlangsung luwes, arah pertanyaan lebih terbuka,

tetap fokus, sehingga diperoleh informasi yang kaya dan pembicaraan tidak

kaku.39 Bentuk memperoleh informasi yang tepat dan objektif, setiap interviewer

harus mampu menciptakan hubungan baik dengan interview.

c. Dokumentasi

Dokumentasi berasal dari kata Dokumen, yang artinya barang-barang

tertulis. Untuk mendapatkan data yang akurat, selain diperoleh dari sumber

manusia, data juga diperoleh dari dokumen. Dokumen merupakan catatan

peristiwa lampau. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya

monumental dari seseorang. Studi dokumen merupakan pelengkap dari

38

Soeratno, Metodologi Penelitian, Yogyakarta : UUP AMP YKPN, 1995 Ha l. 99

39

(32)

23

penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif.

Sedangkan menurut Ahmad Tanzeh penerapan metode dokumentasi ini,

biasanya peneliti menyusun instrument dokumentasi dengan menggunakan check

list terhadap beberapa variable yang akan didokumentasikan.40

9. Teknik Analisis Data

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif, dengan lebih banyak bersifat

uraian dari hasil wawancara dan studi dokumentasi. Data yang telah diperoleh

akan dianalisis secara kualitatif serta diuraikan dalam bentuk deskriptif.

Menurut Lexy J. Moleong berdasarkan pada pondasi penelitian, paradigma

penelitian, perumusan masalah, tahap-tahap penelitian, teknik penelitian, kriteria

dan teknik pemeriksaan data dan analisis dan penafsiran data.41

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

menggunakan langkah- langkah seperti beikut:42

a. Pengumpulan Data (Data Collection)

Pengumpulan data merupakan bagian integral dari kegiatan analisis data.

Kegiatan pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan menggunakan

wawancara dan studi dokumentasi.

b. Reduksi Data (Data Reduction)

Reduksi data, diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada

penyederhanaan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan –catatan

tertulis di lapangan. Reduksi dilakukan sejak pengumpulan data dimulai dengan

membuat ringkasan, mengkode, menelusur tema, membuat, menulis memo dan

40

Ahmad Tanzeh, Pengantar Metode penelitian, Yogyakarta: Teras,2009, hal. 63

41

Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat, Jakarta : Ra ja Gra findo Pe rsada, 1995, 63-64

42

(33)

24

sebagainya dengan maksud menyisihkan data/informasi yang tidak relevan.

c. Display Data

Display data adalah pendeskripsian sekumpulan informasi tersusun yang

memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan

tindakan. Penyajian data kualitatif disajikan dalam bentuk teks naratif.

d. Verifikasi dan Penegasan Kesimpulan (Conclution Drawing and

Verification)

Pada tahap penarikan kesimpulan ini kegiatan yang dilakukan adalah

memberikan kesimpulan terhadap hasil penafsiran dan evaluasi. Kegiatan ini

mencakup pencarian makna data serta member penjelasan. Selanjutnya apabila

penarikan kesimpulan dirasakan tidak kuat, maka perlu adanya verifikasi yaitu

menguji kebenaran, kekokohan dan kecocokan maknamakna yang muncul dari

dataMerupakan kegiatan akhir dari analisis data.43 Penarikan kesimpulan berupa

kegiatan interpretasi, yaitu menemukan makna data yang telah disajikan.

10. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Teknik pengumpulan data, triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan

data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan

sumber data yang telah ada. Bila peneliti melakukan pengumpulan data dengan

triangulasi, maka sebenarnya peneliti mengumpulkan data yang. Sekaligus

menguji kredibilitas data dengan berbagai teknik pengumpulan data dan sebagai

sumber data. Menurut Arikunto yang dimaksud dengan sumber data adalah

“subjek dari mana data dapat diperoleh”.44

Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan

43

Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta, 2009, ha l. 92-99

44

(34)

25

sesuatu yang lain. Di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai

pembanding terhadap suatu data.

Dalam penelitian kualitatif, teknik triangulasi dimanfaatkan sebagai

pengecekan keabsahan data yang peneliti temukan dari hasil wawancara peneliti

dengan informan kunci lainnya dan kemudian peneliti mengkonfirmasikan dengan

studi dokumentasi yang berhubungan dengan penelitian serta hasil pengamatan

peneliti di lapangan sehingga kemurnian dan keabsahan data terjamin.45

Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data yang dilakukan dengan

cara mengecek data kepada sumber data yang sama dengan teknik berbeda.

Misalnya data diperoleh dengan wawancara, lalu di cek dengan observasi,

dokumentasi, atau kuesioner. Bila dengan tiga teknik pengujian kredibilitas data

tersebut, menghasilkan data yang berbeda-beda, maka peneliti melakukan diskusi

lebih lanjut kepada sumber data yang bersangkutan atau yang lain, untuk

memastikan data man yang dianggap benar. Atau mungkin semuanya benar,

karena sudut pandangnya berbeda.46

H. Sistematika Pembahasan

BAB I: PENDAHULUAN

Bab ini merupakan deskripsi yang menjelaskan tentang objek yang diteliti,

menjawab pertanyaan what, kegunaan penelitian serta alasan penelitian dilakukan.

Oleh karena itu, maka bab ini terdiri dari latar belakang masalah, fokus penelitian

(rumusan masalah), tujuan penelitian, manfaat dan sistematika pembahasan.

45

Iskandar, Metodologi Penelitian Pendidik an Dan Sosial (Kuantit atif Dan Kualitatif), Jaka rta: GP. Press, 2009, hlm. 230-231

46

(35)

26

BAB II: KERANGKA TEORITIS

Pada bab ini menguraikan penjelasan tentng kerangka teoritik yang meliputi

pembahasan kajian pustaka dan kajian teoritik dan penelitian terdahulu yang

relevan yang mendukung terkait dengan permasalahan sehingga dapat dijadika n

acuan.

BAB III: PEN YAJIAN DATA

Bab ini berisi tentang gambaran singkat tentang konstruksi identitas dan

ruang publik jamaah Bang Bang wetan Surabaya.

BAB IV: ANALISIS DATA

Pada bab ini membahas temuan peneliti dalam melakukan penelitian dan

menganalisis data konfirmasi temuan dengan teori.

BAB V: PENUTUP

Bab ini merupkan bab terakhir dari seluruh bab dengan isi kesimpulan dan

saran. Dengan kesimpulan berisi tentang pokok permasalahan yang tersusun

(36)

BAB II

KAJIAN TEORETIS

A. Kajian Pustaka

1. Konstruksi identitas

a. Pengertian Konstruksi Identitas

Secara Alamiah, setiap individu memiliki kebutuhan untuk menjalin dan

memiliki hubungan dengan individu lainnya. Kebutuhan ini selanjutnya

mengantarkan mereka untuk menciptakan ikatan-ikatan sosial tertentu sebagai

syarat bagi lahirnya kelompok sosial. Selama proses ini berlangsung, mereka akan

menemukan kesamaan – kesamaan sekaligus perbedaan perbedaan baik itu

terhadap hal-hal yang terkait dengan kepentingan – kepentingan maupun unsur –

unsur pembentuk konsep diri mereka. Kelompok sosial inilah yang kemudin

mampu berperan sebagai sumber identitas dan pemberi rasa aman bagi

anggota-anggotanya, baik ketika mereka sedang berinteraksi dengan maupun ketika sedang

menangkal ancaman-ancaman dari kelompok lain.1

Identitas menurut Chirs Barker dalam bukunya Cultural Studies adalah

soal kesamaan dan perbedaan tentang aspek personal dan sosial, tentang kesamaan

individu dengan sejumlah orang dan apa yang membedakan individu dengan

orang lain.2 Konstruksi identitas berhubungan dengan citra suatu budaya

masyarakat terhadap budaya lainnya. Konstruksi identitas dibangun untuk melalui

proses historis dengan melibatkan berbagai pihak yang bertindak sebagai agen

kebudayaan. Konstruksi identitas merupakan dasar pelabelan serta

1

Afthonul Afif, Identitas Tionghoa Muslim Indonesia, Depok ; Penerbit Kepik, 2012, Hal. 17

2

(37)

28

pengidentifikasian sebuah ciri khas yang melekat dalam suatu budaya, yang

membedakan antara budaya satu dengan budaya lain.3

Kelompok juga memberi identitas terhadap individu, melalui identitas ini

setiap kelompok secara tidak langsung berhubungan satu sama lain. Melalui

identitas ini individu melakukan pertukaran fungsi dengan individu lain dalam

kelompok. Pergaulan ini akhirnya menciptakan aturan – aturan yang harus ditaati

oleh setiap individu dalam kelompok sebagai kepastian hak dan kewajiban mereka

dalam kelompok. Aturan – aturan inilah bentuk lain dari karakter sebuah

kelompok yang dapat dibedakan dengan kelompok lain dalam masyarakat.

Identitas merupakan suatu esensi yang dapat dimaknai melalui tanda selera,

kepercayaan, sikap, dan gaya hidup. Identitas dianggap bersifat personal sekaligus

sosial dan menandai bahwa, “kita sama atau berbeda” dengan orang lain. Tanda –

tanda itu hendaknya tidak dimaknai sebagai suatu yang tergariskan secara tetap

atau sui generis, tetapi sebagai bentuk yang dapat berubah dan diubah, serta

terkait konteks sosial budaya dan kepetingan. Dengan demikian, identitas dalam

konteks ini dipahami bukan sebagai entitas tetap, melainkan suatu yang

diciptakan, sesuatu yang selalu dalam proses, suatu gerak maju dari pada sesuatu

yang datang kemudian, dan sebagai deskripsi tentang diri yang diisi secara

emosional dalam konteks situasi tertentu.

Sebagai makhluk sosial dan budaya, manusia mencoba membangun

identitas mereka dalam relasi sosial dan kultural mereka, untuk menegaskan

posisi individual dan sosial suatu komunitas di hadapan orang atau komunitas

lain. Identitas adalah representasi diri melalui mana seseorang atau masyarakat

3

(38)

29

melihat dirinya sendiri dan bagaimana orang lain melihat mereka sebagai sebuah

entitas sosial-budaya. Dengan demikian, identitas adalah produk budaya yang

dalam praktik sosialnya berlangsung demikian kompleks, namun kadangkala atau

bahkan sering kali direduksi sebagai sesuatu yang pasti, utuh, stabil, dan tunggal.4

Identitas yang dibentuk oleh individual - individual dalam sebuah komunitas

sosial, secara tidak langsung merupakan pembentukan identitas komunitas

tersebut. Beberapa bentuk identitas dapat digolongkan sebagai berikut :

1) Identitas Budaya

Identitas budaya merupakan ciri yang muncul karena sesorang itu merupakan

anggota dari sebuah kelompok etnik tertentu. Meliputi pembelajaran tentang dan

penerimaan tradisi, sifat bawaan, bahasa, agama, dan keturunan dari suatu

kebudayaan.

2) Identitas Sosial

Identitas sosial terbentuk sebagai akibat dari keanggotaan kita dalam suatu

kebudayaan. Tipe kelompok itu antara lain, umur, gender, kerja, agama, kelas

sosial dan tempat. Identitas sosial merupakan identitas5 yang diperoleh melalui

proses pencarian dan pendidikan dalam jangka waktu yang lama.

3) Identitas Pribadi

Identitas pribadi atau personal didasarkan pada keunikan karakteristik

pribadi sesorang. Perilaku budaya, suara, gerak – gerik, anggota tubuh, nada

suara, cara berpidato, warna pakaian, dan guntingan rambut menunjukkan ciri

khas seseorang yang tidak dimiliki oleh orang lain.

4

Artikel Jamal D Rahman. Teks dan Konstruksi Identitas:Indonesia,

www.jamaldrahman.wordpress.com . Diakses pada tanggal 10 Februari 2017

5

(39)

30

Sementara itu Chris Barker juga menyebutkan konstruksi identitas adalah

bangunan identitas diri, memperlihatkan siapa diri kita sebenarnya dan kesamaan

kita dengan sejumlah orang dan apa yang membedakan kita dari orang lain.6

Sedangkan menurut Stuard Hall konstruksi identitas adalah kesadaran akan

diri sendiri yang bersumber dari observasi dan penilaian, yang merupakan sintesa

dari semua aspek konsep diri sebagai suatu kesatuan utuh.7 Seseorang yang

mempunyai perasaan identitas diri yang kuat maka akan memandang dirinya

berbeda dengan orang lain, unik dan tidak ada duanya. Individu yang memiliki

identitas diri yang kuat akan memandang dirinya sebagai suatu kesatuan yang

utuh dan terpisah dari orang lain dan individu tersebut akan mempertahankan

identitasnya walau dalam kondisi sesulit apapun.8

Konstruksi identitas dapat kita pahami sebagai persepsi tentang bagaiamana

kita melihat diri kita dan bagaimana orang lain melihat kita melalui perilaku

budaya, suara, gerak – gerik, serta konsep berfikir seorang pribadi, termasuk pada

diri Jamaah Maiyah Bang Bang Wetan Surabaya.

b. Proses Konstruksi Identitas

1) Konsep Diri

konsep diri atau self consept dapat diartikan sebagai (a) persepsi,

keyakinan, perasaan, atau sikap seseorang tentang dirinya, (b) kualitas pensifatan

individu tentang dirinya; dan (c) suatu sistem pemaknaan individu dan pandangan

orang lain tentang dirinya. Selft consept ini mempunyai tiga komponen, yaitu: (a)

6

Ibid Afthonul Afif, Identitas Tionghoa Muslim Indonesia, Depok ; Penerbit Kepik, 2012,

7

Stuard Hall, Cultural Identity and Diaspora, London, 1990

8

(40)

31

perceptual atau physical self consept, citra seseorang tentang penampilan dirinya

(kemenarikan tubuhnya), seperti: kecantikan, keindahan atau kemolekan

tubuhnya; (b) conceptual atau psychological self consept, konsep seseorang

tentang kemampuan (keunggulan) dan tidakmampuan (kelemahan) dirinya, dan

masa depannya, serta meliputi juga kualitas penyesuaian hidupnya: honesty, self

confidence, indepedence, dan couragie; dan (c) attitudinal, yang menyangkut

perasaan seseorang tentang dirinya, sikapnya terhadap keberhargaan, kebanggaan,

dan keterhinaannya.9

Apabila seseorang sudah masuk masa keyakinan, nilai-nilai, idealitas,

aspirasi, dan komitmen terhadap filsafat hidupnya. Dilihat dari jenisnya, self

concept ini terdiri atas beberapa jenis, yaitu sebagai berikut:

a) The basic self-concept, James menyebutnya “real-self” yaitu konsep seseorang

tentang dirinya, jenis ini meliputi persepsi seseorang tentang dirinya, jenis ini

meliputi persepsi seseorang tentang penampilan dirinya, kemapuan dan ketidak

mampuannya, peranan dan status dalam kehidupannya, dan nilai-nilai,

keyakinan, serta aspirasinya.

b) The transitory self-concept. Ini artinya bahwa seseorang memilki “self concept

yang pada suatu saat di memegangnya, tetapi pada saat lain dia akan

melepaskannya. “self concept” ini mungkin menyenangkan, tetapi juga tidak

menyenangkan. Kondisinya sangat situasional, sangat dipengaruhi oleh suasana

perasaan (emosi), atau pengalaman yang telah lalu.10

c) The social self-concept. Jenis ini berkembang berdasarkan cara individu

mempercayai orang lain yang mempersepsikan dirinya, baik melalui perkataan

9

Afthonul Afif, Identitas Tionghoa Muslim Indonesia, Depok ; Penerbit Kepik, 2012

10

(41)

32

maupun tindakan. Jenis ini sering juga dikatakan sebagai “mirror image”. Contoh:

jika kepada seseorang secara terus menerus dikatakan bahwa dirinya nakal, maka

dia akan mengembangkan konsep dirinya sebagai anak yang nakal. Perkembangan

konsep diri seseorang dipengaruhi oleh jenis kelompok sosial tempat dia hidup,

baik keluarga, sekolah, teman sebaya, atau masyarakat. Jersild mengatakan,

apabila seseorang diterima, dicintai, dan dihargai oleh orang-orang yang berarti

baginya, maka seseorang tersebut akan mengembangkan sikap untuk menerima

dan menghargsi dirinya sendiri. Namaun apabila orang-orang yang berarti

(significant people) itu menghina, menyalahkan, dan menolaknya, maka ia akan

mengem-bangkan sikap-sikap yang tidak menyenagankan bagi dirinya sendiri.

d) The ideal selft-concept, konsep diri ideal merupakan persepsi seseorang

temtang apa yang diinginkan menegenai dirinya, atau keyakinan tentang apa yang

seharusnya mengenai dirinya. Konsep ini diri ideal ini semakin berkembang

seiring bertambahnya umur seseorang.11

2) lingkungan sosial

lingkungan sosial sangat mempengaruhi terhadap identitas seseorang,

seperti yang dikatakan J.M Baldwin, ia menyebutkan bahwa, “Self” sendiri

sebagai “an actively origanized concept” yang artinya “self” itu sebagai konsep

yag tersusun rapi. Selanjutnya ia mengemukakan bahwa: “the child oroginaly as

no conception of self, but develops one along with the development of conceptions

of other person”.Robert E.L. Faris, berkata. “man is not bron with a self, or with

conciousness of self, each personbecomes an object to him self by virtue of an

11

(42)

33

active processof discovary the material for buildingan conception of self is

acquiredin the process of interaction with other persons. The self is difined

in the reactonsof others”.

Dua pendapat diatas, menunjukkan bahwa “self” tidak ada atau belum ada

pada saat manusia dilahirkan, atau pada waktu masih anak-anak. “Self

selanjutnya akan lahir dan terbentuk sebagai hasil dari interaksi dengan

lingkungan sosialnya, Misalnya: ibunya, ayahnya, kakaknya dan sebagainya

dengan siapa dia selalu berhubungan tiap hari. Dengan kata lain “self” adalah

produk daripada sosial.12

Jadi, individu tidak akan menemukan identitas dirinya tanpa adanya

benturan atau interaksi dengan lingkungan sosialnya. Lingkungan sosial

berpengaruh besar terhadap identitas individu tersebut. Karena, Melalui

interaksi-interaksi dengan lingkungan tersebut ia senantiasa selalu mengkonstruk

identitasnya seperti apa yang ia hasilkan dari interaksi dengan lingkungan sosial

sekitar.

3) Pengaruh Kelompok

Konsep Identitas merujuk pada perasaan sesseorang tentang dirinya dalam

hubungannya dengan orang lain dan dengan masyrakat secara umum. Identitas

dibentuk dan diubah oleh proses sosialisasi dan dalam hubungan dengan orang

lain atau kelompok.13

Dalam pembentukan identitas, pengaruh kelompok juga menjadi salah satu

unsur yang dominan, karena dari pergaulan individu dengan kelompok dapat

12

Wuryo Karmiran & Sjaifullah Ali, Pengantar Ilmu Jiwa Sosial, Jakarta: Sabdodadi, 1982), hal. 38-39

13

(43)

34

tercipta identitas baru sesuai dengan itensitas interaksi pada kelompok tersebut.

Begitupula dengan Jamaah Maiyah Bang Bang Wetan Surabaya yang mana pada

diri Jamaah Maiyah terdapat interaksi dengan kelompok pada forum Bang Bang

Wetan Surabaya sehingga tidakm menutup kemungkinan juga dapat terbentuk

sebuah identitas baru yang mendekati dengan identitas kelompok tersebut, baik

secara langsung maupun tidak langsung.

c. Prespektif Tentang Identitas

Martin dan Nakayama dalam bukunya Intercultural Communication in

Contexts menjawab keraguan tentang pemahaman atas identitas melalui tiga

pendekatan, yaitu: pendekatan psikologi sosial, pendekatan komunikasi dan

pendekatan kritis. 14

1) Pendekatan Psikologi Sosial

Pendekatan psikologi sosial berasumsi bahwa kehidupan dan perilaku individu

tidak sendirian, individu ada di dalam lingkungan sosial, oleh karena itu

kepribadian individu dibentuk oleh kepribadian lingkungan sosial. Beberapa

pendekatan psikososial adalah (1) apa yang kita sebut sebagai identitas individu

merupakan ciptaan identitas sosial melalui interaksi dengan kelompok; (2) di sini

terlihat bahwa identitas selalu bersifat ganda, sifat ganda itu karena kita hidup

dalam banyak peran yang berbeda – beda (setiap orang mempunyai banyak peran

yang berbeda - beda) maupun berbeda peran dengan peran orang lain. 15

14

Nakayama, J. N. (2010). Intercultural Communication In Contexts. Dalam J. N.

Nakayama,Intercultural Communication In Contexts (hal. 94). New York: The McGraw-Hill Company.

15

(44)

35

2) Perspektif Komunikasi

Perspektif ini menekankan bahwa sifat dari interaksi self atau group (interaksi

yang dilakukan seorang pribadi dan interaksi kelompok) merupakan sesuatu yang

komunikatif. Identitas yang dibangun melalui interaksi sosial dan komunikasi.

Identitas dihasilkan oleh negoisasi melalui media yakni media bahasa.

Tabel berikut ini menunjukkan bahwa identitas seseorang dapat ditentukan

oleh tampilan diri pribadi sendiri (awovel), faktor yang kedua tergantung

bagaimana orang lain memberikan atribusi atas tampilan kita (atribusi askripsi).16

Tabel 1.1

Perbandingan Pengakuan dan Askripsi17

Pengakuan (Awowel) Askripsi (Ascription)

 Proses untuk penggambaran diri

atau pribadi seseorang.

 Langkah yang menunjukkan

bawa seseorang melakukan

komunikasi.

 Representasi seseorang sebagai

pribadi terhadap orang lain.

Ada interelasi yang jelas sekali antara gejala – gejala di atas, antara apa

yang seseorang tampilkan dengan apa yang dilihat oleh orang lain. Ada faktor lain

yang perlu diperhatikan dalam prespektif psikologi sosial jika dikaitkan dengan

komunikasi, yaitu core symbols. Core symbols adalah simbol – simbol inti yang

16

Irwan Abdullah, Konstruksi dan Reproduksi Kebudayaan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009, Hal. 54

17

(45)

36

berkaian dengan variasi identitas kelompok yang terus berkembang dan berubah

melalui komunikasi.

3) Prespektif Kritis

Menurut pandangan konstektual, identitas dibentuk dalam suatu konteks.

Oleh karena itu, suatu identitas hanya bisa dipahami dalam konteks tersebut,

misalnya konteks sejarah, ekonomi, politik.

Resisiting Ascribet Identities sebenarnya merupakan upaya untuk

mempertahankan bentuk ascribed identity (identitas keturunan) yang diwariskan

kepada kita.

d. Sifat Dinamis dari Identitas

Konsep identitas merujuk pada perasaan seseorang tentang dirinya dalam

hubungannya dengan orang lain dan dengan masyarakat secara umum. Berbagai

kategori identitas dikonstruksi dan dipertahankan pada lapisan organisasi social

yang berbeda.18

Identitas selalu berada di dalam motion (gerak), artinya identitas itu

bersifat dinamis, tidak pernah stabil,. Setiap orang berubah sepanjang waktu,

tanpa peduli perubahan tampak aktif atau pasif. Identitas tidak selalu tetap, tatapi

prosesnya sering berubah. Oleh karena itu kita selalu berusaha mendekati,

membentuk dan bahkan menerima informasi perubahan tersebut.

2. Ruang Publik

Pada umumnya ruang publik adalah ruang terbuka yang mampu

menampung kebutuhan akan tempat-tempat pertemuan dan aktivitas bersama di

udara terbuka. Ruang ini memungkinkan terjadinya pertemuan antar manusia

18

Gambar

  Tabel 1.1

Referensi

Dokumen terkait

• Survey tipologi ke beberapa tempat yang berhubungan dengan perancangan seperti Japan Auto Center Surabaya • Data wawancara dari hasil survey mengenai kebutuhan para

Setelah melakukan berbagai penelitian guna merancang Media Iklan Batik Tulis Surabaya guna memperkenalkan produk budaya lokal seperti dari hasil observasi,

Setelah melakukan berbagai penelitian guna merancang Media Iklan Batik Tulis Surabaya guna memperkenalkan produk budaya lokal seperti dari hasil observasi,

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengiriman uang dari yang diperoleh para pekerja migran perempuan ekonomi dan sosial Desa Penggalang dan Welahan Wetan,

Pada deskripsi ini, peneliti mempaparkan data melalui hasil observasi dan wawancara secara langsung dengan informan yang sudah ditetapkan untuk menjawab dari fokus

Berdasarkan hasil dari beberapa wawancara maupun observasi yang dilakukan peneliti secara langsung dapat disimpulkan bahwa kinerja pegawai di Kantor Camat Tanjung

Dari hasil wawancara dan observasi dapat disimpulkan bahwa sikap pegawai terhadap pelanggan yang melakukan pengaduan ke PDAM Surya Sembada Kota Surabaya ini sudah

Pendekatan analisis ekonomi terhadap nilai manfaat dengan menganalisis manfaat langsung dilakukan dengan menganilisa hasil wawancara dari para responden tentang manfaat yang langsung