• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kebijakan Hukum Pidana terhadap Pengurus Koperasi Yang dengan Sengaja Menimbulkan Kerugian pada Koperasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kebijakan Hukum Pidana terhadap Pengurus Koperasi Yang dengan Sengaja Menimbulkan Kerugian pada Koperasi"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

A. Kasus Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada

Kasus yang terjadi pada Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada adalah tindak pidana di dalam koperasi yang dilakukan dalam kegiatan menghimpun modal penyertaan pada koperasi, yang terhadap kasus yang tersebut telah diputus oleh Pengadilan Negeri Klas I A Khusus Bandung Nomor : 198/Pid.B/2015/PN. Bdg, dengan terdakwa antara lain Andianto Setiabudi (Terdakwa 1) yang berkedudukan sebagai CEO Cipaganti Group, kemudian Julia Sri Redjeki Setiabudi (Terdakwa 2) yang berkedudukan sebagai Wakil Ketua Koperasi Cipaganti, selanjutnya Yulinda Tjendrawati Setiawan (Terdakwa 3) yang berkedudukan sebagai Bendahara Cipaganti dan Cece Kadarisman (Terdakwa 4) yang berkedudukan sebagai Karyawan Cipaganti.

(2)

modalnya) dari Koperasi Cipaganti Guna Persada tanpa izin usaha dari Pimpinan Bank Indonesia yang dilakukan secara berlanjut”

Terhadap perbuatannya tersebut, para terdakwa di dakwa oleh Penuntut Umum dengan dakwaan yang disusun secara Kumulasi yaitu Kesatu : Perbuatan para Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 46 (1) jo Pasal 46 (2) Undang Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP DAN Kedua : Perbuatan para Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 378 Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP. ATAU Ketiga, Primair : Perbuatan para Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 374 Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP. Subsidair : Perbuatan para Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 372 Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.

(3)

yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan tindak pidana Penipuan“ sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 46 (1) jo

Pasal 46 (2) Undang Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP, dan Pasal 378 Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Menimbang, bahwa unsur-unsur dari dakwaan Kesatu : Pasal 46 (1) jo Pasal 46 (2) Undang Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP, adalah :

1. Barang siapa

Yang dimaksud dengan ‘Barang Siapa’, adalah setiap orang yang menjadi subjek hukum sebagai pendukung hak dan kewajiban yang mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya. Bahwa unsur “Setiap Orang” dalam undang-undang juga disebut dengan istilah “barang siapa”, yaitu setiap subjek hukum sebagai pendukung hak dan kewajiban

(4)

2. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa izin

dari pimpinan Bank Indonesia.

Kegiatan menghimpun dana dari masyarakat, oleh siapa pun, pada dasarnya merupakan kegiatan yang perlu diawasi berhubung kegiatan ini terkait dengan kepentingan masyarakat (nasabah) atau pemodal. Karena itulah Undang-undang perbankan mengatur supaya siapa pun yang melakukan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat harus terlebih dahulu mendapat izin dari pimpinan bank Indonesia (vide Pasal 16 sapai dengan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998). Demikian juga halnya Undang-undang perkoperasian mengatur supaya koperasi yang menghimpun dana dari masyarakat yang berasal dari modal penyertaan dilakukan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 tentang Modal Penyertaan Pada Koperasi.

(5)

Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada sebagai badan usaha telah menghimpun dana dari masyarakat tanpa memperoleh izin dari Pimpinan Bank Indonesia (vide Pasal 16 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998).

Dengan fakta-fakta sebagaimana yang telah terungkap dalam persidangan maka perbuatan Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada sebagai badan usaha yang telah melakukan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat harus dipandang sebagai kegiatan badan usaha yang harus tunduk pada Undang-Undang Perbankan yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998. Bahwa Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada sebagai badan usaha telah menghimpun dana dari masyarakat tanpa memperoleh izin dari Pimpinan Bank Indonesia (vide Pasal 16 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998).

(6)

dipersamakan dengan kegiatan menghimpun dana yang dilakukan oleh badan usaha lain yang tunduk pada Undang-Undang Perbankan yang berlaku di Indonesia. Oleh karenanya unsur kedua dari dakwaan Kesatu “menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan.tanpa izin usaha dari Pimpinan Bank Indonesia” sudah terpenuhi.

3. Melakukan, Menyuruh Melakukan Atau Turut Serta Melakukan

Perbuatan Itu

Bahwa dalam unsur ini terdapat tiga kata atau frasa sebagai unsur alternatif yaitu pada frasa : “yang melakukan, menyuruh melakukan, atau

turut serta melakukan”. Bahwa oleh karena ketiga frasa kalimat tersebut sifatnya alternatif maka apabila salah satu dari frasa kalimat tersebut telah terbukti maka unsur dalam frasa kalimat tersebut menurut hukum dianggap telah terbukti atau terpenuhi. Bahwa yang dimaksud dengan “yang melakukan (pleger)” adalah orang yang melakukan perbuatan atau

tingkah laku seperti yang tercantum dalam rumusan delik, jika rumusan delik itu disusun secara materiil, maka siapa yang menimbulkan akibat seperti dalam rumusan delik, orang itulah yang disebut sebagai orang “yang melakukan (pleger)”, tetapi dengan syarat pula bahwa yang

(7)

dimaksud dengan “menyuruh melakukan” (doen plegen), adalah orang

yang menyuruh orang lain untuk melakukan perbuatan, dengan syarat orang yang disuruh itu, dengan alasan apapun, tidak dapat dipidana, dan yang dimaksud dengan turut Serta melakukan (medeplegen) artinya adalah satu orang bersama satu orang lain, atau lebih, melaksanakan perbuatan pidana, dan semua orang itu melaksanakan seluruh unsur-unsur dalam rumusan perbuatan pidana. Jadi diantara mereka terjalin kerjasama yang erat pada waktu melakukan perbuatan pidana; -

(8)
(9)

mendapatkan modal dari masyarakat, kepada tenaga-tenaga pemasaran (sales marketing) yang berhasil meyakinkan masyarakat dan bersedia menyertakan modalnya kepada Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada diberikan bonus (fee). Bahwa fee sales marketing atau financial consultant ditentukan Terdakwa I, Terdakwa II dan Terdakwa III dan dibayarkan dari uang yang berhasil dihimpun dari masyarakat. Bahwa untuk menarik keinginan masyarakat supaya menanamkan modalnya ke Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada, di dalam brosur Terdakwa I membuat tabel pembagian keuntungan tetap yang akan diterima pemodal setiap bulan.

(10)

tersebut terpenuhi secara materil dari perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh Terdakwa I Andianto Setiabudi sebagai “orang yang melakukan” (pleger). Dengan demikian unsur “melakukan, menyuruh

melakukan atau turut serta melakukan” dalam dakwaan Kesatu sudah terpenuhi.

4. Melakukan Beberapa Kali Perbuatan Yang Masing-Masing Perbuatan

Itu Ada Hubungannya Satu Sama Lain Sehingga Harus Dipandang

Sebagai Perbuatan Berlanjut

(11)

dilakukan para Terdakwa menjadi beberapa perbuatan yang mempunyai hubungan sedemikian rupa, sehingga harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut. Dengan uraian pertimbangan tersebut unsur “beberapa perbuatan mempunyai hubungan sedemikian rupa, sehingga harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut” terpenuhi perbuatan para Terdakwa. Oleh karena semua unsur dari pasal dakwaan Kesatu sudah terpenuhi, dengan demikian perbuatan yang didakwakan Penuntut Umum kepada para Terdakwa dalam dakwaan Kesatu telah terbukti.

Berdasarkan tuntutan yang diajukan oleh Penuntut umum maka Majelis mengemukakan beberapa pertimbangannya sebelum memutus perkara a quo antara lain :

1. Menimbang, bahwa semua unsur dari pasal dakwaan Kesatu sudah terpenuhi, dengan demikian perbuatan yang didakwakan Penuntut Umum kepada para Terdakwa dalam dakwaan Kesatu telah terbukti.

2. Menimbang, bahwa konstruksi dakwaan Penuntut Umum adalah dakwaan kumulatif dengan demikian masing-masing dakwaan dari Penuntut Umum haruslah dipertimbangkan ;

3. Menimbang, bahwa perbuatan yang dilakukan oleh para Terdakwa yang dirumuskan Penuntut Umum dalam dakwaan Kesatu telah dipertimbangkan oleh Majelis Hakim dan dinyatakan telah terbukti, tetapi perbuatan yang sama persis seperti itu lagi didakwakan Penuntut Umum kepada para Terdakwa dalam dakwaan Kedua.

4. Menimbang, bahwa terhadap satu perbuatan yang dinyatakan terbukti sebagai perbuatan pidana, hanya boleh dikenakan satu penghukuman (pidana).

(12)

kepada para Terdakwa dalam perkara aquo tidak perlu lagi dipertimbangkan.

6. Menimbang, bahwa konstruksi surat dakwaan yang disusun Penuntut Umum dalam perkara aquo adalah bentuk dakwaan Kumulasi, namun setelah Majelis Hakim mencermati uraian perbuatan yang dilakukan para Terdakwa yang disusun Penuntut Umum dalam surat dakwaan serta setelah mendengar keterangan para saksi, pendapat para ahli dan keterangan para terdakwa, Majelis Hakim berpendapat konstruksi surat dakwaan yang disusun Penuntut Umum dalam perkara aquo harus dibaca sebagai susunan dakwaan Alternatif. Bahwa setelah mencermati dakwaan Penuntut Umum serta dihubungkan dengan perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh para Terdakwa yang telah menjadi fakta hukum dalam perkara aquo, Majelis Hakim berpendapat bahwa perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh para Terdakwa sebagaimana diuraikan Penuntut Umum dalam surat dakwaan adalah memenuhi unsur dakwaan Penuntut Umum dalam dakwaan Kesatu.

7. Menimbang, bahwa oleh karena Majelis Hakim memandang dakwaan Penuntut Umum dalam perkara aquo sebagai dakwaan Alternatif, maka dengan terpenuhinya perbuatan para Terdakwa tersebut dalam dakwaan Kesatu, maka terhadap dakwaan Kedua atau dakwaanKetiga dari Penuntut Umum dalam perkara aquo Majelis Hakim tidak perlu lagi mempertimbangkannya.

8. Menimbang, bahwa oleh karena perbuatan-perbuatan yang didakwakan kepada para Terdakwa dalam dakwaan Kesatu telah terbukti maka atas perbuatannya tersebut para Terdakwa harus dinyatakan bersalah;

Majelis Hakim dalam Putusannya menyatakan Para Terdakwa tersebut diatas, telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “secara bersama-sama menghimpun dana dari masyarakat dalam

bentuk simpanan tanpa izin usaha dari Pimpinan Bank Indonesia yang dilakukan secara berlanjut”.

Kemudian menjatuhkan Pidana Penjara oleh karena itu kepada :

(13)

2. Terdakwa 2. JULIA SRI REDJEKI selama 8 (delapan) tahun;

3. Terdakwa 3. YULINDA TJENDRAWATI SETIAWAN selama 6 (enam) tahun;

4. Terdakwa 4. CECE KADARISMAN, S.E. selama 10 (sepuluh) tahun; Dan menjatuhkan pidana denda kepada :

1. Terdakwa 1. ANDIANTO SETIABUDI sebesar Rp.150.000.000.000,- (seratus lima puluh milyar rupiah) subsidair 2 (dua) tahun kurungan; 2. Terdakwa 2. JULIA SRI REDJEKI sebesar Rp.15.000.000.000,- (lima

belas milyar rupiah) subsidair 1 (satu) tahun kurungan;

3. Terdakwa 3. YULINDA TJENDRAWATI SETIAWAN sebesar Rp.10.000.000.000,- (sepuluh milyar rupiah) subsidair 6 (enam) bulan kurungan;

(14)

B. Kasus Koperasi Serba Usaha Karya Mandiri Sejahtera

Kasus yang terjadi pada Koperasi Serba Usaha Mandiri Sejahtera adalah tindak pidana dalam koperasi yang dilakukan dalam kegiatan menghimpun modal penyertaan pada koperasi, terhadap kasus tersebut telah diputus oleh Pengadilan Negeri Sragen Nomor : 43/Pid.B/2013/PN.Srg. dengan terdakwa Kusrasmono sebagai Manager KSU Karya Mandiri Sejahtera.

Terdakwa yaitu Kusrasmono selaku Manager KSU Karya Mandiri Sejahterah telah menggelapkan Dana yang berasal dari kegiatan menghimpun modal penyertaan pada Koperasi Serba Usaha Karya Mandiri Sejahtera dari nasabah yang menyimpan uang di koperasi tersebut, dimana ketika salah satu nasabah bermaksud untuk mengambil kembali uangnya yang telah disimpan pada Koperasi Serba Usaha Karya Mandiri tersebut tetapi tidak bisa dengan alasan Kas Koperasi tidak ada uang (kosong) dan Terdakwa selaku Manager tidak bisa memenuhi permintaan tersebut.

Terhadap perbuatannya tersebut, terdakwa di dakwa oleh Penuntut Umum sebagai berikut :

1. Dakwaan Kesatu, Perbuatan Terdakwa diatur dan diancam pidana sebagaimana Pasal 374 KUHP

(15)

Kemudian tuntutan pidana yang diajukan oleh Penuntut Umum yang pada pokoknya menuntut supaya Majelis Hakim yang mengadili Terdakwa tersebut di atas memutuskan :

1. Menyatakan terdakwa KUSRASMONO, bersalah melakukan tindak pidana “PENGGELAPAN DALAM JABATAN” sebagaimana diatur dan

diancam pidana dalam pasal 374 KUHP dalam dakwaan kesatu Jaksa Penuntut Umum ;

2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa KUSRASMONO, dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 6 (enam ) bulan dipotong selama Terdakwa berada dalam tahanan, dengan perintah Terdakwa tetap ditahan ;

Menimbang bahwa terhadap Terdakwa berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan maka menurut Majelis Hakim perbuatan Terdakwa lebih mengarah pada Alternatif Dakwaan Pertama, dengan demikan dakwaan kedua tidak akan dibuktikan. Dakwaan Pertama yaitu melanggar Pasal 374 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, yang unsur-unsurnya sebagai berikut :

1. Unsur Barang siapa;

(16)

ini adalah Terdakwa KUSRASMONO. Sehingga unsur ini telah terbukti secara sah menurut hukum.

2. Unsur Dengan sengaja memiliki dengan melawan hukum sesuatu

barang;

Unsur selanjutnya “melakukan pencurian”, yang dimaksud

(17)
(18)

dan korban juga di janjikan akan di berikan uangnya, setelah mendapatkan uang tagihan dari nasabahnya namun juga belum di kasih sampai sekarang dan Terdakwa selaku manager yang bertanggung jawab menjaga Aset KSU Karya Mandiri Sejahtera dalam bentuk mengembalikan uang simpanan dari Calon Anggota Koperasi, dan melakukan penyelesaian permasalahan yang ada di KSU Karya Mandiri Sejahtera ternyata tidak di lakukan Terdakwa. Dengan demikian unsure “Dengan sengaja memiliki dengan melawan hukum sesuatu barang” telah

terpenuhi.

3. Unsur barang tersebut sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan

orang lain;

(19)

160.000.000,-(seratus enam puluh juta rupiah) pada tanggal 27 Juli 2012 tetapi tidak bisa dengan alasan Kas Koperasi tidak ada uang (kosong) dan Terdakwa selaku Manager tidak bisa memenuhi permintaan saksi korban. Dengan demikian unsure “barang tersebut sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain“ telah terpenuhi.

4. Unsur barang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan;

(20)

selalu gagal dan selaku Manager KSU Karya mandiri Sejahtera yang bertanggung jawab atas pengelolaan keluar masuknya uang tetapi kenyataannya tidak di lakukan Terdakwa. Dengan demikian unsure “barang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan“ telah

terpenuhi.

5. Unsur di lakukan oleh orang menguasai barang itu karena ada

hubungannya dengan pekerjaan atau mendapat upah uang ;

(21)

itu karena ada hubungannya dengan pekerjaan atau mendapat upah uang“ telah terpenuhi.

Berdasarkan tuntutan yang diajukan oleh Penuntut umum maka Majelis Hakim dalam Putusannya menyatakan Terdakwa Kusrasmono terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “PENGGELAPAN DALAM JABATAN” dan Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa

KUSRASMONO, SE. dengan pidana penjara selama 1(satu) tahun dan 4 (empat) bulan.

(22)

C. Analisis Kebijakan Hukum Pidana Terhadap Pengurus Koperasi

Yang Dengan Sengaja menimbulkan Kerugian Yang Diderita oleh

Masyarakat

1. Tindak Pidana Perbankan

Tindak pidana perbankan merupakan merupakan salah satu tindak pidana yang dilakukan oleh pengurus Koperasi Cipaganti. Ahli yang di hadirkan dalam persidangan membenarkan bahwa Koperasi Cipaganti tidak pernah melakukan ijin perbankan. Untuk dapat dikenakan saksi pidana terhadap pengurus koperasi, maka digunakan Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Koperasi sebagai dasar untuk menggunakan undag-undang di luar Undang-undag-undang Koperasi sebagai dasar penuntutan.

Lastuti Abubakar dalam keterangan ahlinya dipersidangan

(23)

Sebagaimana telah dijelaskan bahwa dalam UU Koperasi sanksi yang di atur hanyalah sanksi administrative, akan tetapi dalam pertanggung jawaban pidana sebagaimana yang telah dirumuskan dalam pasal 34 ayat (2) UU Koperasi yang menyatakan, “di samping penggantian kerugian tersebut, apabila tindakan dilakukan dengan kesengajaan, tidak menutup

kemungkinan bagi penuntut umum untuk melakukan penuntutan” maka

pengurus sebagai subjek hukum dapat dipidanakan.

Sanksi pidana sebagaiman diatur dalam Undang-undang No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan (selanjutnya disebut UU Perbankan) tidak memberikan defisini tertentu tentang kejahatan perbankan. UU Perbankan menetapkan tiga belas macam tindak pidana yang diatur mulai dari Pasal 46 sampai dengan Pasal 50A. Ketiga belas tindak pidana itu dapat digolongkan ke dalam empat macam:

a. Tindak pidana yang berkaitan dengan perizinan b. Tindak Pidana yang berkaitan dengan rahasia bank

c. Tindak pidana yang berkaitan dengan pengawasan dan pembinaan d. Tindak pidana yang berkaitan dengan usaha bank.

(24)

dengan persyaratan ketat. Melakukan kegiatan usaha bank sebelum mendapatkan ijin dari Bank Indonesia dikategorikan sebagai tindak pidana. Tindak pidana ini disebut dengan tindak pidana bank gelap. Pasal 46 ayat (1) UU Perbankan mengancam barang siapa menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa izin usaha dari pimpinan Bank Indonesia diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak 200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah). Ketentuan ayat (2) menyebutkan, bahwa dalam hal kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh badan hukum yang berbentuk perseroan terbatas, perserikatan, yayasan atau koperasi, maka penuntutan terhadap badan-badan dimaksud dilakukan baik terhadap mereka yang memberi perintah melakukan perbuatan itu atau yang bertindak sebagai pimpinan dalam perbuatan itu atau terhadap kedua-duanya. Ketentuan ini satu-satunya ketentuan dalam UU Perbankan yang mengenakan ancaman hukuman terhadap korporasi dengan menuntut mereka yang memberi perintah atau pimpinannya.

(25)

menutup kemungkinan bagi penuntut umum untuk melakukan penuntutan, penuntutan yang dimaksdukan dalam pasal ini adalah, tindakan penuntut umum untuk menuntut sesuai dengan perbuatan pidana yang dilakukan dengan sengaja menimbulkan kerugian bagi para anggotanya oleh pengurus koperasi. Oleh sebab sebab itu maka dalam penunutan yang dilakukan, pengurus keporasi terbukti bersalah melanggar Undang-undang Perbankan.

Praktik Perbankan yang dimaksud misalnya menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan dan lain-lain (Pasal 46 UU Perbankan). Kedua , perbuatan tindak pidana yang dilakukan oleh pegawai bank, komisaris, ataupun direksi yang dengan sengaja ataupun lalai membuat laporan kepada Bank Indonesia mengenai usahanya maupun neraca untung rugi secara berkala sesuai dengan tata cara yang ditentutakn Bank Indonesia (Pasal 48 UU Perbankan). Ketiga, perbuatan pidana yang dilakukan oleh komisaris, direksi ataupun pegawai bank dengan cara merusak, menghilangkan, mengaburkan, memalsukan, mengubah menjadi tidak benar segala sesuatu yang menyangkut “segala dokumen perbankan” (Pasal 49 ayat (1) UU Perbankan). Keempat, tindak

(26)

komisi/ menerima sogokan) dalam rangka pencairan kredit atau pemberian kredit yang melebihi batas, bank garansi dan segala macam yang menyengkut transaksi perbankan (Pasal 49 ayat (2) UU Perbankan).

Berdasarkan ketentuan Pasal-Pasal tersebut, dapat dilihat dengan jelas bahwa setiap pihak yang melakukan kegiatan menghimpun dan dari masyarakat dalam bentuk simpanan, wajib terlebih dahulu memperoleh ijin usaha sebagai bank umum atau bank perkreditan rakyat dari pimpinan Bank Indonesia, kecuali apabila kegiatan menghimpun dana dari masyarakat yang dimaksud diatur dengan undang-undang tersendiri.

Ketentuan mengenai tindak pidana perbankan yang berkaitan dengan perijinan ini dapat kita dilihat dalam Pasal 46 UU No.7/1992 jo. UU No.10/1998 tentang Perbankan yang menyatakan bahwa:

(27)

2) Dalam hal kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh badan hukum yang berbentuk perseroan terbatas, perserikatan, yayasan, atau koperasi, maka penuntutan terhadap badan-badan dimaksud dilakukan baik terhadap mereka yang memberi perintah melakkan perbuatan itu atau yang bertindak sebagai pimpinan dalam perbuatan itu atau terhadap kedua duanya.

(28)

2. Tindak Pidana Penggelapan

Penggelapan merupakan salah satu bentuk tindak pidana yang sering dilakukan oleh pengurus koperasi, baik demi kepentingan sendiri maupun kelompoknya, apabila melihat rumusan pasal dalam undang-undang koperasi, maka sudah barang tentu tidak menemukan bentuk sanksi pidana yang dapat dijalankan oleh pengurus koperasi yang melakukan tindak pidana. akan tetapi dalam pertanggung jawaban pidana oleh pengurus koperasi sesuai dengan rumusan pasal 34 undang-undang koperasi, maka subjek hukum dalam koperasi tersebut adalah pengurus yang melakukan tindak pidana, dan dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Tindak Pidana Penggelapan diatur dalam Pasal 372 KUHP, dimana yang termasuk penggelapan adalah perbuatan mengambil barang milik orang lain sebagian atau seluruhnya) di mana penguasaan atas barang itu sudah ada pada pelaku, tapi penguasaan itu terjadi secara sah. Dalam penggelapan, dimilikinya suatu benda terjadi bukan karena perbuatan yang melawan hukum (bukan karena perbuatan yang tidak sah), melainkan karena suatu perbuatan yang sah (bukan karena kejahatan).

(29)

mereka, namun pada akhirnya dimilikinya benda tersebut oleh penerima barang dipanda sebagai perbuatan yang tidak dikehendaki (melawan hukum). Misalnya, penguasaan suatu barang oleh pelaku terjadi karena pemiliknya menitipkan barang tersebut. Atau penguasaan barang oleh pelaku terjadi karena tugas atau jabatannya.

(30)

Penjelasan ahli Tajudin dalam kasus Cipaganti mengenai pasal Pasal 372 KUH Pidana “Barang siapa dengan sengaja memiliki

dengan melawan hak sesuatu barang yang sama sekali atau sebagiannya termasuk kepunyaan orang lain dan barang itu ada dalam tangannya bukan karena kejahatan, dihukum karena penggelapan dengan hukuman penjara selama lamanya empat tahun”.

Penggelapan adalah suatu tindak pidana yang memiliki unsur-unsur sebagai berikut;

1. Unsur barang siapa,merujuk kepada orang.

2. Unsur dengan sengaja,sebagai willens en wetens diartikan menghendaki dan mengetahui,bahwa pelaku telah menghendaki atau bermaksud untuk menguasai suatu benda secara melawan hukum, dan mengetahui bahwa benda tersebut sebagian atau seluruhnya adalah kepunyaan orang lain.

3. Unsur menguasai dengan melawan hukum,unsur ini diartikan bahwa penguasaan sesuatu objek/barang oleh pelaku tidak memiliki alas haknya atau menguasai seolah-olah ia adalah pemiliknya;

4. Unsur sesuatu barang,diartikan sebagai benda baik berwujud maupun tidak berwujud;

5. Sebagian atau seluruhnya kepunyaan orang lain,dalam unsur ini barang yang dikuasai oleh pelaku baik sebagian maupun seluruhya adalah kepunyaan orang lain;

6. Unsur barang itu berada padanya bukan karena kejahatan,bahwa objek/benda yang ada dalam penguasaan pelaku bukan karena

kejahatan,misalnya karena dipinjamkan, disewakan, dititipkan, diper-cayakan, diperjanjikan dan sebagainya;

(31)

KUHP, terlihbat dengat jelas bahwa pengurus koperasi sebagai subjek hukum dengan senagaja melakukan perbuatan melawan hukum,

Penggelapan adalah digelapkannya suatu barang yang harus ada dibawah kekuasaan si pelaku, dengan cara lain dari pada dengan melakukan kejahatan. Jadi barang itu oleh yang punya dipercayakan kepada si pelaku. Pada pokoknya si pelaku tidak memenuhi kepercayaan yang dilimpahkan atau dapat dianggap dilimpahkan kepadanya oleh yang berhak atas suatu barang. Istilah penggelapan sebagaimana yang lazim dipergunakan untuk menyebut jenis kejahatan yang di dalam buku II Bab XXIV Kitab Undang-Undang Hukum Pidana itu adalah suatu terjemahan dari perkataan “verduistering” dalam bahasa Belanda Delik berkualifikasi atau yang

bernama penggelapan ini diatur dalam Pasal 372. Banyak unsure-unsur yang menyerupai delik pencurian, hanya saja beradanya barang yang dimaksud untuk dimiliki ( zich toeegenen ) itu di tangan pelaku penggelapan bukanlah karena seperti halnya pencurian.1

Sebagai mana unsur-unsur yang terpenuhi dalam kasus KSU Karya Mandiri Sejahtera didalam persidangan Unsure barang siapa. “Pengertian barang yang berada dalam kekuasaannya sebagai adanya

suatu hubungan langsung dan sangat erat dengan barang itu, yang

1

(32)

menjadi indikatornya ialah, apabila ia hendak melakukan perbuatan terhadap benda itu, dia dapat melakukannya secara langsung tanpa harus melakukan perbuatan lain terlebih dahulu, adalah hanya terhadap benda-benda yang berwujud dan bergerak saja, dan tidak mungkin terjadi terhadap benda-benda tidak berwujud dan tetap”.2

Barang siapa adalah menunjukan dari pada subyek hukum tindak pidana tersebut yaitu orang atau setiap orang yang melakukan tindak pidana dan dapat di pertanggungjwabkan atas perbuatannya dalam arti sehat phisik dan phisikisnya; Sedangkan yang di maksud barang siapa dalam perkara ini adalah Terdakwa KUSRASMONO, SE. yang identitasnya telah ditanyakan Majelis Hakim dalam permulaan sidang, sehingga unsure ini telah terbukti secara sah menurut hukum;

Unsur Dengan sengaja memiliki dengan melawan hukum sesuatu barang. unsur selanjutnya“melakukan pencurian”, yang dimaksud

melakukan pencurian ialah mengambil barang sesuatu yang seluruhnya atau sebahagian milik orang lain tanpa ijin pemiliknya dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum ; berdasarkan keterangan saksi-saksi yang menerngkan di bawah sumpah, petunjuk, barang bukti serta keterangan Terdakwa di peroleh fakta di persidangan, bahwapada hari, tanggal dan bulan sudah tidak ingat lagi sekitar

2

(33)

tahun 2010 saksi korban atmono menjadi nasabah di KSU Karya Mandiri Sejahtera yang berkantor di Jalan Raya Masaran Gemolong Km 08 Sambirejo, Kec. Plupuh, Kab. Sragen, dan Terdakwa KUSRASMONO, SE. selaku Manager KSU Karya Mandiri Sejahtera diangkat berdasarkan Surat Keputusan Nomor : 01/KSU/LMS/11-2005 tanggal 01 November 2005, dengan di awali saksi korban Patmono membuka tabungan Sukarela sebesar Rp. 15.061.514,-(lima belas juta enam puluh satu ribu empat belas rupiah) dengan Nomor Rekeningm211101.001672, kemudian saksi korban menabung Deposito yang jumlah awal dari Rp.20.000.000,-(dua puluh juta rupiah) sampai akhirnya pada tanggal 27 Agustus 2011 saksi korban menabung berjangka (Deposito) sebesar Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dengan Nomor Rekening 211301.000729 dan jatuh tempo setiap bulan pertanggal 27,selanjutnya pada tanggal 06 Oktober 2011 saksi korban menabung Deposito lagi sebesar Rp. 60.000.000,-(enam puluh juta rupiah) dengan Nomor Rekening 211301.000742,

(34)
(35)

Sejahtera dalam bentuk mengembalikan uang simpanan dari Calon Anggota Koperasi, dan melakukan penyelesaian permasalahan yang ada di KSU Karya Mandiri Sejahteraternyata tidak di lakukan Terdakwa; Dengan demikian unsure “Dengan sengaja memiliki dengan melawan hukum sesuatu barang” telah terpenuhi;

3. Kebijakan Hukum Pidana Lain Yang Dapat Di Terapkan Di Luar

Perkara Nomor 198/Pid.B/2015/PN.Bdg dan Nomor

43/Pid.B/2013/PN.Srg

1. Tindak Pidana Penipuan

Tindak Pidana Penipuan menurut Pasal 378 KUHP yang dirumuskan sebagai berikut:

“Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, membujuk orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang atau menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat Tahun.”

(36)

rangkaian kebohongan. Seseorang yang melakukan penipuan, dengan kata-kata bohongnya itu, menyebabkan orang lain menyerahkan suatu benda kepadanya. Dan apabila tidak adanya kebohongan tersebut, maka belum tentu orang yang bersangkutan akan menyerahkan benda itu secara sukarela.

Penipuan dalam bentuk pokok (Bedrogh) adalah barang siapa dengan sengaja secara melawan hukum menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan mempergunakannama palsu atau mempergunakan tipu daya atau mempergunakan sifat palsu atau rangkaian kata-kata bohong sehingga tergereak hati orang lain untuk menyerahkan Sesuatu benda atau mengaku berhutang atau menghapus piutang, perlu Saksi jelaskan bahwa cara-cara yang digunakan dalam penipuan tidak perlu sekaligus cukup salah satu misalnya; dengan mempergunakan rangkaian kata-kata bohong. Demikian juga mengenai sasaran penipuan tidak perlu terwujudu secara keseluruhan cukup salah satu misalnya : menyerahkan sesuatu benda.

(37)

melakukan Penuntutan, penunutan yang dilakukan sesuai dengan perbuatan pidana yang dilakukan, kebijakan aplikasi untuk merumuskan pasal apa saja yang dapat dikenakan terhadap pengurus koperasi yang dengan sengaja melakukan tindak pidana.

2. Tindak pidana pencucian uang

Tindak pidana pencucian uang (TPPU) atau yang lebih dikenal dengan istilah money laundry, merupakan suatu proses dengan mana aset-aset pelaku, terutama aset tunai yang diperoleh dari suatu tindak pidana, dimanipulasikan sedemikian rupa sehingga aset-aset tersebut seolah-olah berasal dari sumber yang sah. Dengan demikian sumber perolehan dana yang dapat dikatakan illegal dan dilarang oleh negara melalui peraturan perundang-undangan dapat diubah menjadi legal melalui tahap penempatan (placement stage) tahap penyebaran (layering stage), dan tahap pengumpulan (integration stage).3

Dalam perkembangannya proses yang dilakukan lebih kompleks lagi dan sering menggunakan cara mutakhir sedemikian rupa sehingga seolah olah uang yang diperoleh benar benar alami. Sementara Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF) merumuskan bahwa money loundering adalah proses menyembunyikan atau menyamarkan

3

M. Giovanoli dari Bank for International Settlement dalam makalah Grace Y.

Bawole, “Sistem Pembuktian dalam Tindak Pidana Pencucian Uang di Indonesia Menurut

(38)

asal usul hasil kejahatan.4 Proses tersebut untuk kepentingan penghilangan jejak sehingga memungkinkan pelakunya menikmati keuntungan-keuntungan itu dengan tanpa mengungkap sumber perolehan. Penjualan senjata illegal, perdagangan manusia dan kegiatan kegiatan lain yang dapat menghasilkan uang banyak dapat mendorong untuk menghalalkan (legitimasi) hasil yang diperoleh melalui money laundering Bahkan dengan teknologi money laundering dapat menjadi salah satu bentuk dari cyber crime.5

Black’s Law Dictionary mengartikan money laundering sebagai:

"Term used to describe investment or other transfer of money flowing

fromracketeering, drug transaction, and other illegal sources into

legitimate channels so that is original source cannot be traced”.6

Sementara menurut pasal 1 UU No. 25 tahun 2003 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, bahwa pencucian uang adalah perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa keluar negeri, menukarkan, atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang

4

Yenti Garnasih, Anti Pencucian Uang Sebagai Strategi Untuk Memberantas

Kejahatan Keuangan (profit Oriented Crimes), diambil dari (Jurnal Hukum Progresif, PDIH

Undip Semarang, 2006),Vol 2, No,1. h. 40.

5

Yati Garnasih, Kriminalisasi Pencucian Uang, (Jakarta: UI Fakultas Hukum Pasca Sarjana, 2003), h. 5.

6

(39)

diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan, atau menyamarkan asal usul harta kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah.7

Sebagaimana yang dirumuskan dalam Undang-undang Perkoperasian, tidak merumuskan sanksi pidana terhadap pengurus yang dengan sengaja melakukan tindak pidana, aka tetapi dalam pasal 34 ayat dua, menjadi dasar bagi penuntut umum untuk melakukan penuntutan, sesuai dengan dengan perbuatan yang dilakukan. Oleh sebab itu kebijakan hukum pidana begitu penting dalam menentukan jenis tindak pidana yang dilakukan oleh pengurus koperasi, Kebijakan formulasi terlihat pada saat bagaimana pasal-pasal yang dikenakan untuk menyelesaikan tindak pidana yang dilakukan oleh pengurus koperasi. Kebijakan aplikasi menunjukan bahwa sanksi yang diberikan sesuai dengan perbuatan para pelaku.

7

Referensi

Dokumen terkait

TINJAUAN YURIDIS KEBIJAKAN HUKUM PIDANA TIMOR LESTE DALAM UPAYA.. PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN

Dalam pasal 18 ayat (3) Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ditentukan dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang

” untuk memberikan rasa keadilan kepada terpidana yang membayar uang pengganti tetapi hanya sebagian (tidak penuh) dari pidana dalam putusan, maka didalam amar

penegak hukum dalam penanganan tindak pidana korupsi dapat dihindari karena. adanya satu konsep pasti yang menjadi acuan para penegak hukum

Pasal 368 KUHP: " Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum,. memaksa orang lain dengan kekerasan atau ancaman

Hal ini terkait dalam pasal 3 Undang-undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan maksud menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan

Unsur-unsur tindak pidana (delik) dalam Pasal 3 UUPTPK tersebut adalah (1) setiap orang, (2) tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,

Apabila kemudian terbukti bahwa saya ternyata melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain seolah-olah hasil pemikiran saya sendiri, saya bersedia menerima