• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Proyek - Metode Project Evaluation and Review Technique (PERT) dan Critical Path Method (CPM) dalam Optimalisasi Penjadwalan Proyek

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Proyek - Metode Project Evaluation and Review Technique (PERT) dan Critical Path Method (CPM) dalam Optimalisasi Penjadwalan Proyek"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Proyek

Proyek adalah suatu usaha atau aktivitas yang kompleks, tidak rutin, dibatasi oleh waktu, anggaran, resources dan spesifikasi performansi yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan konsumen. (Nurhayati, 2010)

Menurut Iman Soeharto (2002) bahwa Proyek memiliki beberapa ciri-ciri khusus yakni:

1. Memiliki tujuan yang berupa produk akhir atau hasil kerja akhir

2. Dalam prosesnya ditentukan jumlah biaya, jadwal serta kriteria mutu yang harus ditetapkan

3. Bersifat sementara, dalam arti mempunyai umur yang dibatasi oleh selesainya tugas atau kegiatan dalam proyek

4. Bersifat nonrutin, dalam arti tidak berulang-ulang.

Kompleksitas suatu proyek dinilai dari jumlah jenis kegiatan yang terdapat dalam pengerjaan sebuah proyek, hubungan ketergantungan antar kegiatan dan hubungan ketergantungan setiap kegiatan dengan pihak luar.

Berdasarkan Aktivitas yang terdapat dalam suatu proyek, maka proyek dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yakni :

1. Proyek Konstruksi

Proyek ini mencakup kegiatan yang berhubungan dengan pembangunan konstruksi seperti; Jembatan, Perumahan, Jalan Layang dan lain-lain.

2. Proyek Manufaktur

(2)

3. Proyek Pelayanan Manajemen

4. Proyek Penelitian dan Pengembangan 5. Proyek Kapital

Dalam Pelaksanaanya Proyek mempunyai tiga sasaran utama yang menjadi parameter keberhasilan suatu Proyek yakni:

1. Jadwal

Jadwal Adalah salah satu faktor penentu apakah proyek yang sedang dilaksanakan berhasil. Dalam hal ini jadwal mengandung nilai waktu yang dibatasi oleh selesainya pekerjaan yang telah disepakati. Penjadwalan adalah hal yang penting dalam menyusun rencana pelaksanaan sebuah proyek karena penjadwalan merupakan salah satu alat untuk mengawasi kinerja produksi sebuah proyek.

2. Biaya

Setiap perencanaan pembuatan sebuah proyek harus memiliki anggaran biaya. Anggara biaya diperkirakan berdasarkan ongkos produksi baik biaya materiil maupun tenaga kerja dan harus membuat cadangan biaya atau biaya untuk kegiatan-kegiatan yang tidak terduga seperti biaya yang timbul akibat keterlambatan produksi.

Keberhasilan proyek juga ditentukan oleh biaya minimum yang dalam pelaksaaannya tidak melebihi anggaran

3. Mutu

Hasil kegiatan proyek harus memenuhi spesifikasi dan criteria yang telah disepakati. Memenuhi persyaratan mutu berarti mampu memenuhi tugas yang dimaksdu, sebgai contoh proyek pembangunan gedung sekolah maka criteria yang harus dipenuhi adalah gedung sekolah harus bisa dipakai dalam kurun waktu yang telah ditentukan dalam perencanaan.

2.2 Jaringan Kerja (Nework Planning)

Manfaat utama dari pembuatan jaringan kerja adalah :

(3)

perkiraan ini maka kita dapat mengetahui kendala-kendala yang mungkin akan timbul dan dapat mengambil tindakan antisipasi sebelum kendala itu terjadi. b. Dalam network planning kita akan mengetahui waktu penyelesaian yang kritis

dan yang mana yang tidak, sehingga kita mengetahui bagaimana melakukan pembagian usaha untuk mendapatkan waktu optimum.

2.3 Metode PERT

Pada prosedur penjadualan dengan metode CPM diasumsikan bahwa durasi suatu kegiatan proyek dianggap telah diketahui secara pasti. Dalam kenyataannya prosedur penjadualan melalui proses yang dinamakan estimasi (estimasi durasi maupun estimasi biaya). Ciri utama dari estimasi adalah mengandung unsur ketidakpastian. Hal ini sesuai dengan karakteristik proyek konstruksi yaitu tingkat resiko yang tinggi terhadap setiap perubahan yang terjadi. Cara yang formal untuk memasukkan ketidakpastian pada penjadualan adalah dengan menganalisis penjadualannya secara probalistik, dalam hal ini dapat digunakan PERT scheduling (Ervianto,2004)

PERT (Program Evaluation Review Techique) dikembangkan sejak tahun 1958 oleh US Navy dalam proyek pengembangan Polaris Missile System. Teknik ini mampu mereduksi waktu selama dua tahun dalam pengembangan sistem senjata tersebut dan sejak itu mulai digunakan secara luas

(4)

Dalam metode PERT, diketahui ada tiga buah estimasi durasi setiap kegiatan, sedangkan dalam CPM hanya diperoleh satu estimasi durasi. Ketiga estimasi durasi tersebut adalah:

- a = kurun waktu optimistik (optimistic duration time)

Merupakan waktu tersingkat untuk menyelesaikan kegiatan bila segala sesuatu berjalan mulus. Waktu demikian diungguli hanya sekali dalam seratus kali bila kegiatan tersebut dilakukan berulang-ulang dengan kondisi yang hampir sama.

- m = kurun waktu paling mungkin (most likely time)

Merupakan kurun waktu paling sering terjadi dibandingkan dengan yang lain bila kegiatan dilakukan berulang-ulang dengan kondisi yang hampir sama.

- b = kurun waktu pesimistik (pessimistic duration time)

Merupakan waktu yang paling lama untuk menyelesaikan kegiatan, yaitu bila segala sesuatunya serba tidak baik. Waktu demikian dilampaui hanya sekali dalam seratus kali, bila kegiatan tersebut dilakukan berulang-ulang dengan kondisi yang hampir sama.

2.3.1 Teori Probabilitas

Seperti telah disebutkan diatas bahwa tujuan menggunakan tiga angka estimasi adalah untuk memberikan rentang yang lebih besar dalam melakukan estimasi kurun waktu kegiatan dibanding satu angka determistik. Pada dasarnya teori probabilitas dimaksudkan untuk mengkaji dan mengukur ketidakpastian (uncertainty) serta mencoba menjelaskan secara kuantitatif.

1. Kurva distribusi dan variabel a,b, dan m

(5)

Gambar 2.1 Kurva distribusi asimetris (beta) dengan a, m, dan b ( Soeharto, 1999 )

2. Kurva Distribusi dan Kurun Waktu yang Diharapkan (te)

Setelah menentukan estimasi angka-angka a,m, dan b maka tindakan selanjutnya adalah merumuskan hubungan ketiga angka tersebut menjadi satu angka yang disebut te atau kurun waktu yang diharapkan (expected duration time). Angka te adalah angka rata – rata kalau kegiatan tersebut dikerjakan berulang – ulang dalam jumlah yang besar. Dalam menentukan te dipakai asumsi bahwa kemungkinan terjadinya peristiwa optimistik (a) dan pesimistik (b) adalah sama. Sedangkan jumlah kemungkinan terjadinya peristiwa paling mungkin (m) adalah 4 kali lebih besar dari kedua peristiwa di atas (Soeharto, 1999). Sehingga bila ditulis dengan rumus adalah sebagai berikut:

Kurun waktu kegiatan yang diharapkan : Te = (a + 4m + b) (1/6).

3. Estimasi Angka – angka a, b, dan m

Mengingat besarnya pengaruh angka – angka a, b, dan m dalam metode PERT maka perlu diperhatikan beberapa hal dalam estimasi angka tersebut diantaranya:

(6)

- Dalam proses estimasi angka a, b, dan m bagi masing – masing kegiatan jangan sampai dipengaruhi atau dihubungkan dengan target waktu penyelesaian proyek.

- Bila tersedia data pengalaman masa lalu (historical record) maka data itu dapat digunakan untuk bahan pembanding.

Jadi perlu digaris bawahi bahwa estimasi a, b, dan m hendaknya bersifat berdiri sendiri, artinya bebas dari pertimbangan – pertimbangan pengaruhnya terhadap komponen kegiatan yang lain, ataupun terhadap jadwal proyek secara keseluruhan. Karena bila ini terjadi akan mengurangi faedah metode PERT yang menggunakan unsur probability dalam merencanakan kurun waktu kegiatan.

4. Identifikasi jalur Kritis dan Slack

Dengan menggunakan konsep te dan angka-angka waktu paling awal peristiwa terjadi ( the earliest time of occurance – TE), dan waktu paling akhir peristiwa terjadi ( the latest time of occurance – TL), maka identifikasi kegiatan kritis, jalur kritis dan slack dapat dikerjakan seperti halnya pada CPM ( Soeharto, 1999)

5. Deviasi Standar kegiatan dan Varians kegiatan

Estimasi kurun waktu kegiatan metode PERT memakai rentang waktu dan bukan satu kurun waktu yang relatif mudah dibayangkan. Rentang waktu ini menandai derajat ketidakpastian yang berkaitan dengan estimasi kurun waktu kegiatan. Berapa besarnya ketidakpastian ini tergantung pada besarnya angka yang diperkirakan untuk a dan b. Pada PERT parameter yang menjelaskan masalah ini dikenal sebagai Deviasi Standar atau Varians. Berdasarkan ilmu statistik, angka deviasi standar sebesar 1/6 dari rentang distribusi (b-a) atau bial ditulis dengan rumus menjadi sebagai berikut :

 Deviasi Standar Kegiatan S = (1/6) (b-a)

 Varians Kegiatan

(7)

6. Deviasi Standar kegiatan dan Varians Peristiwa V(TE)

Titik waktu terjadinya peristiwa (event time) menurut J. Moder (1983) berdasarkan teori ”central limit theorem” maka kurva distribusi peristiwa atau kejadian (event time distribution curve) bersifat simetris disebut Kurva Distribusi Normal. Kurva ini berbentuk genta seperti terlihat dalam gambar 2.2

\\\

Gambar 2.2 Kurva distribusi untuk peristiwa/kejadian disebut kurva distribusi normal dan berbentuk genta ( Soeharto, 1999 )

Sifat – sifat kurva distribusi normal adalah sebagai berikut:  Seluas 68% area di bawah kurva terletak dalam rentang 2S  Seluas 95% area di bawah kurva terletak dalam rentang 4S  Seluas 99,7% area di bawah kurva terletak dalam rentang 6S

7. Target Jadwal Penyelesaian ( TD )

Pada penyelenggaraan proyek sering dijumpai sejumlah tonggak kemajuan (milestone) dengan masing-masing target atau tanggal penyelesaian yang telah ditentukan. Pimpinan proyek atau pemilik acapkali menginginkan suatu analisis untuk mengetahui kemungkinan / kepastian mencapai target jadwal tersebut.

Hubungan antara waktu yang diharapkan (TE) dengan target T(d) pada metode PERT dinyatakan dengan z dan dirumuskan sebagai berikut:

Deviasi z = S

(8)

2.4 Metode CPM

Metode jalur kritis (critical path method) ini diperkenalkan menjelang akhir dekade 1950-an oleh suatu tim engineer dan ahli matematika dari perusahaan Du-Pont bekerja sama dengan Rand Corporation dalam usaha mengembangkan sistem kontrol manajemen. Sistem ini dimaksudkan untuk merencanakan dan mengendalikan sejumlah besar kegiatan yang memiliki hubungan ketergantungan yang kompleks dalam masalah desain-engineering, konstruksi dan pemeliharaan.

Pada metode jaringan kerja dikenal adanya jalur kritis, yaitu jalur yang memiliki rangkaian komponen-komponen kegiatan, dengan total jumlah waktu terlama dan menunjukkan kurun waktu penyelesaian proyek yang tercepat. Jadi jalur kritis terdiri dari rangkaian kegiatan kritis proyek. Makna jalur kritis penting bagi pelaksanaan proyek, karena pada jalur ini terletak kegiatan-kegiatan yang bila pelaksanaannya terlambat, akan menyebabkan keterlambatan proyek secara keseluruhan. Kadang-kadang dijumpai lebih dari satu jalur kritis dalam jaringan kerja ( Soeharto, 1999 ).

2.4.1 Terminologi dan Perhitungan

Beberapa terminologi/rumus dalam identifikasi jalur kritis -rumus perhitungan: TE = E

Waktu paling awal peristiwa ( node/event ) dapat terjadi ( Earliest time of Occurance ), yang berarti waktu paling awal suatu kegiatan yang berasal dari node tersebut dapat dimulai, karena menurut aturan dasar jaringan kerja, suatu kegiatan baru dapat dimulai bila kegiatan terdahulu telah selesai.

TL = L

Waktu paling akhir peristiwa boleh terjadi ( Latest Allowable Event / Occurance Time ), yang berarti waktu paling lambat yang masih diperbolehkan bagi suatu peristiwa terjadi.

ES

(9)

EF

Waktu selesai paling awal suatu kegiatan ( Earliest Finish Time ). Bila hanya ada satu kegiatan terdahulu, maka EF suatu kegiatan terdahulu merupakan ES kegiatan berikutnya.

LS

Waktu paling akhir kegiatan boleh dimulai ( Latest Allowable Start time ). Yaitu waktu paling akhir kegiatan boleh dimulai tanpa memperlambat proyek secara keseluruhan.

LF

Waktu paling akhir kegiatan boleh selesai ( Latest Allowable Finish Time ) tanpa memperlambat penyelesaian proyek.

D

Adalah kurun waktu suatu kegiatan. Umumnya dengan satuan waktu hari, minggu, bulan dan lain-lain.

1 2

4

3

5 6

(2)

(5)

(3)

(6)

(4)

(3)

Gambar 2.3 Proyek dengan enam komponen kegiatan 1. Hitungan Maju

Dalam mengidentifikasi jalur kritis dipakai suatu cara yang disebut hitungan maju.

Berikut ini contoh sederhana untuk maksud diatas, dengan memakai visualisasi proyek seperti terdapat pada gambar 2.3 di atas. Soeharto (1999) menyatakan ada beberapa aturan atau kaidah dalam menyusun jaringan kerja berikut ini : AT-1. Kecuali kegiatan awal, maka suatu kegiatan baru dapat dimulai bila

(10)

Peristiwa 1 menandai dimulainya proyek. Di sini berlaku pengertian bahwa waktu yang paling awal peristiwa terjadi adalah = 0 atau E(1) = 0

AT-2. waktu selesai paling awal suatu kegiatan adalah sama dengan waktu mulai paling awal, ditambah kurun waktu kegiatan bersangkutan EF = ES + D atau EF (i-j) = ES (i-j ) + D (i-j )

Untuk kegiatan 1-2 diperoleh EF(1-2) = ES(1-2) + D = 0+2 = 2

AT-3. Bila suatu kegiatan memiliki dua atau lebih kegiatan-kegiatan terdahulu yang menggabung, maka waktu mulai paling awal (ES) kegiatan tersebut adalah sama dengan waktu selesai paling awal (EF) yang terbesar dari kegiatan terdahulu.

Dari ketiga aturan maju diatas maka untuk contoh pada gambar 2.3 diatas diperoleh hasil seperti yang terlihat dalam tabel 2.1 berikut ini.

Tabel 2.1 Perhitungan Maju untuk Mendapatkan EF Kegiatan Kurun Waktu Sumber: Iman Soeharto, Manajemen Proyek, 1999

2. Hitungan Mundur

(11)

paling akhir kegiatan 5-6, maka dipakai aturan jaringan kerja yang menyatakan bahwa :

AT-4. waktu paling akhir suatu kegiatan adalah sama dengan waktu selesai paling akhir, dikurangi kurun waktu berlangsungnya kegiatan yang bersangkutan, atau LS = LF-D

Jadi untuk kegiatan 5-6 dihasilkan : LS(5-6) = LF(5-6) – D atau = 16 – 3 = 13

Selanjutnya bila kegiatan 5-6 mulai pada hari ke 13, maka berarti kedua kegiatan yang mendahuluinya harus diselesaikan pada hari ke 13 juga. Sehingga LF dari kegiatan 4-5 dan 3-5 adalah sama dengan LS dari kegiatan 5-6, yaitu pada hari ke-13. Dengan memakai aturan AT-4 di atas, dihasilkan angka-angka berikut:

Kegiatan 4-5, maka LS(4-5) = 13-6 = 7 Kegiatan 3-5, maka LS(3-5) = 13-4 = 9 Kegiatan 2-4, maka LS(2-4) = 7-5 = 2 Kegiatan 2-3, maka LS(2-3) = 9-3 = 6 Kegiatan 1-2, maka LS(1-2) = 2-2 = 0

Dengan meninjau pristiwa atau node 2 dimana ada kegiatan yang memecah menjadi dua atau lebih, maka berlaku aturan sebagai berikut:

AT-5. Bila suatu kegiatan memiliki (memecah menjadi) 2 atau lebih kegiatan-kegiatan berikutnya (Succesor), maka waktu selesai paling akhir (LF) kegiatan tersebut adalah sama dengan waktu mulai paling akhir (LS) kegiatan berikutnya yang terkecil.

Untuk contoh diatas, maka LF(1-2) = LS(2-4) = 2

2.4.2 Jalur Kritis dan Float

Dari perhitungan dan tabulasi pada tabel 2.1, terlihat bahwa waktu penyelesaian proyek paling cepat (EF) adalah 16 hari dan terdiri dari urutan kegiatan yang mengikuti jalur 1-2-4-5-6. Jadi inilah yang disebut jalur kritis, demikian pula kegiatan – kegiatan yang terletak di jalur tersebut dinamakan kegiatan kritis. Sifat atau syarat umum jalur kritis adalah :

(12)

- Pada kegiatan terakhir atau terminal LF = EF - Float total: TF = 0

Tabel 2.2 Mengidentifikasi float dan jalur kritis Kegiatan

Waktu (D)

(4)

Paling Awal Paling Akhir Total Float Sumber: Iman Soeharto, Manajemen Proyek, 1999

Waktu penyelesaian proyek umumnya tidak sama dengan total waktu hasil penjumlahan kurun waktu masing-masing kegiatan yang menjadi unsur proyek, karena adanya kegiatann yang paralel. Bila jaringan kerja hanya mempunyai satu titik awal (initial node) dan satu titik akhir (terminal node), maka jalur kritis juga berarti jalur yang memiliki jumlah waktu penyelesaian terbesar (terlama), dan jumlah waktu tersebut merupakan waktu proyek yang tercepat. Kadang – kadang dijumpai lebih dari satu jalur kritis dalam sebuah jaringan kerja. (Soeharto 1999).

AT-6 , Float total suatu kegiatan sama dengan waktu selesai paling akhir, dikurangi waktu selesai paling awal atau waktu mulai paling akhir dikurangi waktu mulai paling awal dari kegiatan tersebut.

TF = LF-EF = LS – ES Atau dapat dinyatakan:

AT-6a. Float total sama dengan waktu paling akhir terjadinya node berikutnya L(j), dikurangi waktu aling awal terjadinya node terdahulu E(i), dikurangi kurun waktu kegiatan yang bersangkutan D ( i-j ).

TF = L(j) – E (I) – D (i-j).

(13)

berada pada jalur tersebut adalah sama dengan float total semula dikurangi bagian yang telah terpakai.

2.4.3 Tingkat Kritis Suatu Jalur 1. Jalur Kritis

Jalur kritis ini memerlukan perhatian maksimal dari pengelola proyek, terutama pada periode perencanaan dan implementasi pekerjaan/kegiatan yang bersangkutan, misalnya diberikan prioritas utama dalam alokasi sumber daya yang dapat berupa tenaga kerja, peralatan atau penyelia.

2. Jalur Hampir Kritis

Jalur hampir kritis ini memerlukan prioritas perhatian dari pengelola proyek yang tidak sebesar pada kegiatan di jalur kritis. Meskipun demikian bila tidak cukup diperhatikan bisa berubah menjadi kritis karena memiliki float yang tidak besar.

3. Jalur Kurang Kritis

Kegiatan – kegiatan pada jalur ini pada umumnya dianggap kurang memerlukan perhatian dari pucuk pimpinan proyek terutama dalam aspek jadwal.

Pendekatan dengan cara di atas yang dikenal dengan “management by exception” adalah salah satu keuntungan yang diperoleh dari penggunaan

Gambar

Gambar 2.1 Kurva distribusi asimetris (beta) dengan a, m, dan b ( Soeharto,
Gambar 2.2  Kurva distribusi untuk peristiwa/kejadian disebut kurva distribusi
Gambar 2.3 Proyek dengan enam komponen kegiatan
Tabel 2.1 Perhitungan Maju untuk Mendapatkan EF
+2

Referensi

Dokumen terkait

dijelaskan mengenai ketentuan pencantuman klausul baku, dimana pelaku usaha diberi batasan-batasan dalam membuat klausul baku. Batasan-batasan tersebut diantaranya

Terhadap pernyataannya itu, Riffaterre mengacu pada apa yang dicontohkan oleh Eco mengenai interpretant, yaitu sebuah paradigma sinonimi yang dapat berupa bentuk tanda

o. Memberikan biaya pelayanan kepada jejaring seuai pelayanan yang telah di berikan berdasarkan ketentuan yang berlaku. Berdasarkan hasil penelitian penulis, mengenai hak dan

FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP PENCEGAHAN FRAUD (STUDI PADA ORGANISASI PERANGKAT DAERAH SE-KARESIDENAN PATI)” adalah hasil tulisan saya sendiri, tidak

Mochammad Arifin, Penerapan Model Pembelajaran Bassed Learning Melalui Metode Penugasan Dapat Meningkatkan Hasil Belajar siswa kelas IV SD Negeri 3 Pamotan Rembang,

Related to the researcher problems above, the objective of this research was: to find out whether the use of Demonstration Method is effective to improve the first

Ibnu Hazm berpendapat bahwa wanita dapat menjadi saksi untuk segala sesuatu sepanjang dengan ketentuan untuk satu orang laki-laki sama dengan kedudukan dua orang wanita