• Tidak ada hasil yang ditemukan

SPESIES TUMBUHAN OBAT DI CAGAR ALAM SIGOGOR PONOROGO JAWA TIMUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "SPESIES TUMBUHAN OBAT DI CAGAR ALAM SIGOGOR PONOROGO JAWA TIMUR"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PONOROGO JAWA TIMUR

Medicinal Plants Species in Sigogor Nature Reserve Ponorogo, East Jawa

Yuli Widiyastuti

*)

, M. Bakti Samsu Adi

*)

, Tri Widayat

*)

Balai Besar Litbang Tanaman Obat dan Obat Tradisional

Badan Litbang Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI

Jl. Raya Lawu 11, Tawangmangu Surakarta

e-mail:

ywidiyasis@gmail.com

ABSTRACT

Up to this moment, forest areas are still the main habitat of medicinal plants germplasm. Sigogor Nature Reserve in Ponorogo Regency, East Java, is a potential area that has a diversity of medicinal plants and has not been widely studied. The exploration of medicinal plants in the Sigogor Nature Reserve area aims to know the diversity, abundance and knowledge of the surrounding community about the existence of these medicinal plants. The method used is explorative survey with qualitative approach. The data collected in the form of secondary data and primary field observation results and literature studies of previous research results. Data analysis was carried out descriptively for the identification of medicinal plant specimens, qualitative vegetation analysis to determine plant habitus type, than percentage of habitus type and plant part was calculated based on observation result. The results of exploration activities show there were 43 species of medicinal plants from 33 families have been found in the sorrounding area of Sigogor. Habitus of medicinal plants found mostly were herbs (39.5%), then trees (23.25%) and the least were shrub (6.9%). The most widely used medicinal plants part are leaves and herbs, while the least utilized are flowers. The Sigogornature conservation area has potential as a source of germplasm of medicinal plants and still requires further research covering in wider area.

Keywords:exploration, medicinal plants, Sigogor, Ponorogo

ABSTRAK

(2)

(6,9%). Bagian tanaman obat yang paling banyak dimanfaatkan adalah daun dan herba, sedangkan yang paling sedikit dimanfaatkan adalah bunga. Kawasan CA Sigogor memiliki potensi sebagai sumber plasma nutfah tumbuhan obat dan masih membutuhkan penelitian lanjut mencakup wilayah yang lebih luas.

Kata Kunci :eksplorasi, tumbuhan obat, Sigogor, Ponorogo.

PENDAHULUAN

Hutan baik hutan dataran rendah maupun hutan dataran tinggi masih menjadi habitat utama plasmanutfah tumbuhan obat. Hutan memiliki fungsi sangat penting bagi ekosistem di sekitarnya utamanya sebagai penyimpan air (reservoir), keanekaragaman hayati, dan sebagai penyimpan carbon (carbon sink). Sedangkan dalam kehidupan sehari-hari, hutan dapat mendatangkan penghasilan (income) untuk kehidupan masyarakat di sekitarnya, melalui usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan (Whitmore, 1984).

Keanekaragaman hayati hutan meliputi jenis-jenis tumbuhan dan satwaliar. Tumbuhan yang ada memiliki banyak potensi, selain sebagai penghasil kayu untuk pertukangan dan energi, juga terdapat banyak jenis tumbuhan hutan berkhasiat obat potensial (Peter, 1982). Di beberapa wilayah, hutan merupakan sumber tanaman obat bagi penduduk di sekitarnya tidak saja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari namun juga sebagai bahan perdagangan untuk mensuplai industri obat tradisional. Secara umum dapat diketahui bahwa tidak kurang 82 % dari total spesies tumbuhan obat hidup di ekosistem hutan tropika dataran rendah pada ketinggian di bawah 1.000 meter dari permukaan laut (Bruenig, 1995). Saat ini ekosistem hutan dataran rendah adalah kawasan hutan yang paling banyak rusak dan punah karena berbagai kegiatan eksploitasi kayu oleh manusia (Zuhud, 2009).

Salah satu wilayah sumber penghasil tanaman obat di Provinsi Jawa Timur adalah

Kabupaten Ponorogo, khususnya di sekitar wilayah hutan lindung Sigogor. Penetapan wilayah sebagai hutan lindung sebenarnya bertujuan untuk menjamin tersedianya fungsi hutan secara berkelanjutan disamping fungsi lainnya (Setyawati, 2010). Pemanenan dan pengelolaan plasma nutfah tumbuhan obat di sekitar wilayah Sigogor yang tidak terkendali akan menyebabkan penurunan jumlah populasi secara cepat. Kegiatan tersebut meskipun berdampak secara ekonomi bagi masyarakat sekitar namun akan mengancam kelestarian alam di masa depan.

(3)

METODE PENELITIAN

Tempat dan waktu penelitian.

Penelitian dilaksanakan di sekitar kawasan Cagar Alam Sigogor, Kecamatan Ngebel, Ponorogo Jawa Timur, pada bulan September 2015. Daerah penelitian meliputi kawasan hutan produksi Perum Perhutani wilayah Sigogor, dari ketinggian 600-1.000 m dpl, dengan panjang jalur pengamatan 5 km.

Bahan dan alat. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS, kamera digital, kantong plastik, gunting tanaman, kertas merang, kertas label, sasak, benang, jala plastik, sekop kecil, garpu tanah, dan sabit besar.

Cara kerja. Penelitian ini menggunakan metode eksploratif melalui pengamatan langsung pada komunitas vegetasi di Hutan Lindung Gunung Sigogor wilayah selatan serta wawancara dengan penduduk di sekitar wilayah hutan tentang manfaat berbagai jenis tumbuhan obat di CA Sigogor. Penentuan lokasi pengamatan ditetapkan berdasarkan kajian pustaka (Setyawati, 2010) yang menyebutkan bahwa di lokasi tersebut terdapat banyak tumbuhan hutan berkhasiat obat khususnya tanaman yang sudah dijadikan komoditi perdagangan oleh penduduk sekitar wilayah hutan. Pengambilan spesimen meliputi spesimen herbarium, simplisia dan bibit/benih dilakukan dengan mengacu pada Buku Pedoman Pengumpulan Spesimen (Rugayah et al., 2004)

Pengamatan difokuskan pada lokasi dengan vegetasi hutan hujan yang masih belum mengalami banyak perubahan. Pengamatan vegetasi meliputi jenis tanaman baik yang ketersediaannya melimpah ataupun jarang yang ditentukan menggunakan pendekatan kualitatif berdasarkan keberulangan pengataman (Uji,

2003). Penentuan kelayakan

pengelompokan jenis tumbuhan obat juga dilakukan dengan menggunakan partisipasi masyarakat lokal dengan wawancara tidak

terstruktur tentang penggunaan jenis-jenis tumbuhan obat di Kawasan Cagar Alam Sigogor. Responden ditentukan secara

purposive yaitu petugas pemangku hutan dan masyarakat pencari hasil hutan.

Dari hasil pengamatan tumbuhan kemudian dilakukan identifikasi dan pengumpulan spesimen tumbuhan obat. Identifikasi spesimen dilakukan dilapangan berdasarkaan karakter anatomi morfologi (Xi-Jiang et al., 2007) dan beberapa spesimen yang sulit diidentifikasi berdasarmorfologi dilakukan dengan identifikasi spesimen di Laboratorium Sistematika Tumbuhan B2P2TO2T.

Pengambilan spesimen bibit atau benih dilakukan untuk spesies-spesies yang belum terkoleksi di kebun koleksi maupun di etalase tanaman obat B2P2TO2T. Koleksi tanaman obat dilakukan dengan mengambil tanaman dalam bentuk bibit (tanaman kecil) atau biji jika tersedia di lapangan, atau jika memungkinkan keduanya juga dikoleksi. Cara pengambilan bibit dimulai dari pemilihan bibit yang pertumbuhannya relatif lebih baik, kemudian dicabut secara hati-hati, atau membongkar tempat tumbuhnya dengan sekop kecil, memindahkan ke kertas koran, dibungkus dengan sedikit tanah dan dibasahi. Jika koleksi berupa stek batang atau cabang, bungkus pangkal stek dengan kertas tisu, basahi, dan masukkan ke dalam plastik, tutup rapat. Semua hasil koleksi dibungkus kembali dengan pelepah pisang, dan jaga akar semua koleksi dalam keadaan basah/lembab.

(4)

HASIL DAN PEMBAHASAN

a.

Kondisi Wilayah Pengamatan

Cagar alam Gunung Sigogor ditunjuk sebagai cagar alam berdasarkan SK : GB No. 23 Stbl. 471, 4 September 1936 dengan luas 190,5 Ha. Cagar Alam Gunung Sigogor terletak di Desa Pupus, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo. Panjang jalur batas kawasan sepanjang 19,71 km dan telah direalisasikan sepanjang 19,71 km saat rekonstruksi kawasan tahun 1986. Jumlah pal batas sebanyak 364 buah pal batas. Letak geografi CA Sigogor adalah 07°48′ -07°50′ LS dan 111°36′-111°38′ BT.

Gambar 1. Beberapa tanaman eksotis dari

wilayah CA Sigogor, A. Persea odoratissima; B.

Disporum cantoiense, C. Codonopsis javanica

Topografi Cagar Alam Sigogor berbukit-bukit (terletak di lereng barat Gn. Wilis) dengan medan berlereng sedang hingga curam pada ketinggian 100-1.700 mdpl. Puncak-puncak tertinggi antara lain terdapat di bagian selatan (daerah Patok Banteng dan Batu Blandar) dan di bagian Timur (daerah Cenger). CA Sigogor memiliki formasi geologis batuan vulkanik muda dengan jenis tanah yang masuk dalam kompleks mediteran, tipe tanah litosol. Tipe iklim di wilayah tersebut masuk dalam

kategori C dengan nilai Q= 57% (menurut Schmidt and Ferguson, 1951). Rata-rata curah hujan yaitu 2.582 mm/tahun dengan jumlah hari hujan 142 hari. Suhu rata-rata adalah 15-20°C pada malam hari dan antara 30-35°C pada siang hari (Setyawati, 2010).

b. Ekslorasi tumbuhan obat

(5)

Tabel 1. Daftar Tumbuhan Obathasil eksplorasi di kawasan Cagar Alam Sigogor

No. Famili Nama Latin Nama lokal Bagian yang

digunakan

Kegunaan*)

1 Acanthaceae Graptophyllum pictum

(L.) Griff.

Daun ungu, wungu

Daun Wasir

2 Amaranthaceae Iresine herbstii Hook. Sambang

colok

Daun Nyeri haid

3 Apiaceae Centella asiatica (L.) Urb. Pegagan,

gagan-gagan

Herba Darah tinggi

4 Araucariaceae Agathis dammara

(Lamb.) Rich. & A. Rich.

Damar Getah Antiseptik

5 Asteraceae Ageratum conyzoides L. Bandotan Herba Luka, sakit

mata, kolik

6 Asteraceae Ageratina riparia (Regel)

R.M. King & H. Rob.

Kecapan Herba, daun Peluruh

kencing

7 Asteraceae Chromolaena odorata (L.)

R.M. King & H.Rob

Kirenyu Daun, herba Kencing

manis

8 Asteraceae Blumea balsamifera (L.)

DC.

Sembung Daun Batuk

9 Balsaminaceae Impatiens platysepala

Y.L.Chen

Pacar banyu Herba Panas dalam

10 Campanulaceae Codonopsis javanica

(Blume) Hook.f.& Thomson

Kolesom Umbi Tumor,

diabetes

11 Colchicaceae Disporum cantoniense

(Lour.) Merr.

Anting-anting Akar, herba Sakit kepala,

demam

12 Cucurbitaceae Coccinia grandis (L.)

Voigt

Timunan Buah Darah tinggi

13 Dioscoreaceae Dioscorea bulbifera L. Gembili Umbi, umbi

gantung

Sakit perut

14 Elaeocarpaceae Elaeocarpus ganirtus

Roxb. ex G.Don

Genitri Biji Pelangsing

15 Fagaceae Lithocarpus elegans

(Blume) Hatus ex.

Soepadmo

Pasang Biji Diare

16 Gesneriaceae Liebigia speciosa (Blume)

A.DC.

Acar banyu Daun Luka

17 Hypoxidaceae Molineria

latifolia(Dryand.ex W.T.Aiton) Herb. ex Kurz

Nyangkuh Akar Kencing

manis

18 Lauraceae Cinnamomum porrectum

(Roxb.) Kosterm.

Telasih Kayu, daun Anti

seranngga

19 Lauraceae Litsea elliptica Blume Trawas Daun Bengkak

20 Lauraceae Persea odoratissima

(Nees) Kosterm.

Talesan Daun Pening

21 Loranthaceae Macrosolen sp. Kemladehan Herba Tumor

22 Marratiaceae Angiopteris evecta

(G.Forst.) Hoffm.

(6)

23 Moraceae Artocarpus elasticus

Reinw. ex Blume

Bendo Daun, getah Susah buang

air besar

24 Myrtaceae Syzygium polyanthum

(Wight) Walp.

Salam Daun Asam urat,

diabetes

25 Nyctaginaceae Mirabilis jalapaL. Pupur gadung Biji Jerawat

26 Orchidaceae Calanthe triplicata

(Willemet) Ames

Anggrek burung

Umbi Pelega perut

27 Orchidaceae Apostasia wallichii R.Br. Anggrek

kuning

Batang Daya tahan

tubuh

28 Orchidaceae Macodes petola (Blume)

Lindl.

Anggrek batik Herba Obat tetes

mata

29 Oxalidaceae Oxalis articulataSavigny Semanggi Herba Obat Luka

30 Pinaceae Pinus merkusii Jungh.&de

Vriese

Pinus Getah Antiseptik,

biopestisida

31 Piperaceae Piper sp. Sirih hutan Daun Antiseptik

32 Poaceae Imperata cylindrica (L.)

Raeusch.

Alang-alang Akar, daun Penutup luka,

melancarkan kencing

33 Polypodiaceae Drynaria quercifolia(L.) J.

Sm.

Paku sarang burung

Daun Demam,

pegal linu

34 Polypodiaceae Pyrrosia nummularifolia

(Sw.) Ching

Picisan Herba Tumor

35 Rubiaceae Coffea canephora Pierre

ex A. Froehner

Kopi Daun, biji Penyegar

badan

36 Rubiaceae Pavetta lanceolataEckl. Soka putih Daun Diare

37 Schisandraceae Kadsura scandens

(Blume) Blume

Mendelan Daun Batuk, diare

38 Solanaceae Solanum sanitwongsei

W.G.Craib

Senggigit Ngor

Buah Darah tinggi

39 Theaceae Schima walichii Choisy Puspa/sari

mekar

Dianella ensifolia(L.) DC. Tegari Tanaman Pengusir

tikus

42 Zingiberaceae Etlingera coccinea

(Blume) S.Sakai & Nagam

Jombram Rimpang Anti bau

badan

43 Zingiberaceae Zingiber sp. Puyang Rimpang Pegal linu

*) Informasi masyarakat sekitar wilayah hutan dan studi pustaka (Heyne, 1987; Hutton, 1997; Padua, 1999; Wiart C, 2012)

Menurut Primak (1998), Keragaman flora yang terdapat pada suatu daerah dipengaruhi oleh faktor biogeografi pulau yang khas serta faktor-faktor fisik lainnya, misalnya ketinggian tempat, curah hujan serta garis lintang dan jauh dekatnya suatu daerah atau pulau dari pulau lainnya. Wilayah CA Sigogor merupakan hutan

lindung yang memperoleh pengawasan dari Perum Perhutani sehingga perambahan masyarakat bisa dikendalikan sehingga keragaman floranya masih tinggi.

Tumbuhan obat berupa pohon yang ditanam sebagai tanaman hutan seperti

(7)

dominan di sekitar wilayah CA Sigogor. Sedangkan tumbuhan obat jenis semak dan perdu yang dominan dan umum ditemukan di wilayah hutan dataran rendah sampai ketinggian di atas 1.000 m dpl adalah

Cromolaena odorata dan Ageratina riparia. Kedua jenis tumbuhan obat ini mendominasi tegakan bawah disebabkan keduanya merupakan tumbuhan menahun yang sangat mudah berkembang biak dengan produksi bunga yang melimpah sepanjang tahun.

Terdapat 33 familia dari 43 spesies tumbuhan obat yang diamati menunjukkan bahwa wilayah CA Sigogor kaya akan jenis tumbuhan obat. Famili Asteraceae, Lauraceae, Orchidaceae, Polypodiaceae dan Zingiberaceae yang memiliki jumlah spesies tumbuhan obat lebih dari 1. Dari famili Lauraceae yang ditemukan tumbuh di sekitar CA Sigogor adalah talesan (Persea odoratissima), trawas (Litsea odorifera) dan telasih (Cinnamomum porrectum).Pada penelitian sebelumnya ditemukan 12 jenis tumbuhan obat berhabitus pohon yang mendominasi tegakan atas di dalam kawasan CA Sigogor (Setyawati, 2010).

Pada Tabel 2 diketahui hanya ada beberapa tanaman yang dikoleksi bibitnya dari kawasan CA Sigogor, hal ini disebabkan

minimnya ketersediaan bibit/tanaman kecil dari berbagai vegetasi yang ada. Penelitian dilakukan pada kondisi kemarau panjang yang menyebabkan lingkungan tidak kondusif untuk pertumbuhan vegetasi baru sehingga tanaman tidak tumbuh optimal. Menurut Smith and Smith (2000) perubahan kondisi iklim akan mempengaruhi semua respon fisiologi dan perilaku mahluk hidup, kelahiran, kematian dan pertumbuhan populasi, kemampuan kompetisi spesies, struktur komunitas, produktivitas dan siklus nutrisi.

Selanjutnya menurut Saksa et al. (2017), kondisi kekeringan yang terjadi pada hutan akan berpengaruh secara linier terhadap pengurangan nilai indeks vegetasi. Ketersediaan air menyebabkan kondisi vegetasi optimal dengan menyediakan sumber kehidupan dan nutrisi sehingga tumbuhan mampu menjalankan proses fisiologis termasuk berkembang biak (Zhang

et al., 2001). Sehingga dapat diduga bahwa kekeringan menyebabkan banyak biji yang dihasilkan tumbuhan hutan tidak mampu tumbuh menghasilkan anakan atau tumbuhan baru.

Tabel 2. Hasil koleksi tumbuhan obat dari CA Sigogor

Nama Tumbuhan Jenis koleksi Jumlah Individu

1 Angiopteris evecta Bibit 2

2 Calanthe triplicata Bibit, siwilan 1

3 Centella asiatica Bibit, stolon 5

4 Cinnamomum partenoxylon Bibit 1

5 Codonopsis javanica Bibit, umbi 7

6 Curculigo sp. Siwilan, bibit 2

7 Molineria latifolia Siwilan, bibit 2

8 Disporum cantoniense Bibit, siwilan 3

9 Kadsura scandens Stek batang, bibit 3

10 Liebigia barbata Stek batang, bibit 5

11 Persea odoratissima Bibit 1

(8)

Berdasarkan habitus tumbuhan obat yang diamati di wilayah CA Sigogor proporsi paling banyak adalah terna, kemudian pohon dan paling sedikit adalah semak (Gambar 2).

Gambar 2. Habitus tumbuhan obat yang ditemukan di kawasan CA Sigogor

Tumbuhan obat berhabitus terna mendominasi permukaan bawah hutan di sekitar kawasan CA Sigogor dan sebagian adalah sumber utama pupuk hijau bagi masyarakat sekitar kawasan seperti

Chromolaena odorata dan Eupatorium riparium. Berdasarkan hasil pengumpulan informasi dari masyarakat dan juga studi pustaka diketahui bahwa sebagian besar jenis simplisia yang digunakan adalah daun dan herba. Hal ini merujuk dari jenis habitus tumbuhan obat dominan yang ditemukan adalah terna, maka dapat dimengerti bahwa

jenis simplisia dominan yang digunakan adalah daun dan herba seperti tersaji pada gambar 3.

Simplisia daun merupakan jenis simplisia yang paling banyak digunakan juga dikarenakan daun adalah organ tanaman yang paling mudah dikenali, diambil dan dimanfaatkan. Daun dapat dipanen setiap saat tanpa bergantung terhadap musim dan paling mudah untuk diolah atau diramu sebagai bahan ramuan atau jamu.

Menurut Noorhidayah et al., (2005), pemanfaatan daun tanaman merupakan satu bentuk kearifan masyarakat yang baik karena dengan memanfaatkan daun maka dapat menjaga kelangsungan hidup tanaman. Tentunya pemanfaatan daun sebagai bahan obat dalam jumlah tertentu tidak akan mengganggu pertumbuhan tumbuhan secara nyata. Pemanfaatan kulit batang, batang, akar atau umbi sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman dan bahkan bisa mematikan.

Kearifan masyarakat dalam memanfaatkan hasil hutan untuk pengobatan ini perlu terus dikembangkan untuk kesehatan dan tentunya juga pada aspek ekonomi karena beberapa jenis tumbuhan obat tersebut telah menjadi

komoditi bahan baku jamu.

(9)

KESIMPULAN

Dari hasil kegiatan eksplorasi tumbuhan obat di kawasan CA Sigogor berhasil ditemukan dan diidentifikasi sebanyak 43 spesies tumbuhan obat dari 33 familia. Habitus tumbuhan obat yang ditemukan sebagian besar adalah terna (39,5%), kemudian jenis pohon (23,25%) dan yang paling sedikit adalah semak (6,9%). Bagian tanaman obat yang paling banyak dimanfaatkan adalah daun dan herba, sedangkan yang paling sedikit dimanfaatkan adalah bunga. Minimnya perolehan materi penanaman berupa bibit atau biji dikarenakan musim kering menjadi pertimbangan untuk replikasi kegiatan pada musim basah. Kawasan CA Sigogor memiliki potensi sebagai sumber plasma nutfah tumbuhan obat dan masih membutuhkan penelitian lanjut di wilayah yang lebih luas.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Kepala Balai Besar Litbang Tanaman Obat dan Obat Tradisional atas pemberian fasilitas dan anggaran untuk pelaksanaan kegiatan penelitian ini, serta secara khusus kepada anggota tim eksplorasi yang telah membantu pelaksanaan kegiatan ini.

DAFTAR PUSTAKA

Bruenig E.F. 1995. Conservation and Management of Tropical Rain Forest: An Integrated Approached to Sustainability. CAB International Peter, F. 1982. HUTAN, Tri Pustaka, Jakarta. Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna

Indonesia Vol. 1-4. Yayasan Sarana Wana Jaya. Jakarta.

Hutton, W. 1997. Tropical Herbs and Spices of Indonesia. Periplus Edition (HK) Ltd. Singapore

Krismawati A dan Sabran M. 2004. Pengelola sumber daya genetik tanaman obat spesifik Kalimantan Tengah. Buletin Plasma Nutfah 12:1

Kusumo, S., M. Hasanah, S. Moeljoprawiro, M. Thohari, Subandrijo, A. Hardjamulia, A. Nurhadi, dan H.

Kasim. 2002. Pedoman

pembentukan komisi daerah plasma nutfah. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Komisi Nasional Plasma Nutfah. Bogor. hlm. 18.

Noorhidayah , Kade Sidiyasa & Ibnu Hajar.

2006. Potensi dan

keanekaragaman tumbuhan obat di hutan kalimant an dan upaya konservasinya, Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan, 3(2): 95-107 Padua de L.S., N Bunyapraphahatsara, and

Lemmens RHJMI. 1999. Plants Resources of South East Asia 12(1): Medicinal and Poisonous Plants. PROSEA, Bogor, Indonesia.

Primack, R.B. 1998. Biologi Konservasi. Penerbit Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Rugayah, Elizabeth A.W., Praptiwi (Edt). 2004. Pedoman Pengumpulan Data Keanekaragaman Flora, Pusat Penelitian Biologi, Bogor.

Saksa P., SafeeqM., and Dymond S., 2017. Recent Patterns in Climate, Vegetation, and Forest Water Use in California Montane Watersheds,

Forests, 8(278): 1-12; doi:10.3390/f8080278.

Setyawati Titiek. 2010. Pemanfaatan pohon berkhasiat obat di cagar alam gunung Picis dan gunung Sigogor, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur.

(10)

Smith, R.L.and Smith,T.M. 2000.Element of Ecology, 4 th Ed. Benjamin Cumming Science Publishing. Sanfransisco-California. USA. Soerianegara I dan A Indrawan, 1983.

Ekologi Hutan Indonesia. Departemen Kehutanan-IPB, Bogor.

Uji T. 2003. Keanekaragaman dan Potensi Flora di Cagar Alam Muara Kendawangan, Kalimantan Barat.

Biodiversitas. 4(1): 112-117.

Whitmore, T.C. 1984. Tropical Rain Forest of the Far East. Claderon Press. London. p. 423.

Wiart C., 2012.Medicinal Plants of China, Korea and Japan: Bioresources for Tomorow Drug and Cosmetics, CRC Press, London, New York. P 421. Xi-jiang Du, Xiao-Feng Wang, and Guo-Jun

Zhang. 2007. Leaf Shape Based Plant Species Recognition. Applied Mathematic and Computation, 185(2): 883- 893.

Zhang, L., Dawes, W.R.,and Walker, G.R., 2001. Response of mean annual evapotranspiration to vegetation changes at catchment scale. Water Resour. Res. 37: 701–708

Gambar

Gambar 1. Beberapa tanaman eksotis dari wilayah CA Sigogor, A. Disporum cantoiensePersea odoratissima; B
Tabel 1. Daftar Tumbuhan Obathasil eksplorasi di kawasan Cagar Alam Sigogor
Tabel 2. Hasil koleksi tumbuhan obat  dari CA Sigogor
Gambar 3.Proporsi bagian tanaman obat yang digunakan

Referensi

Dokumen terkait

Menurut salah satu ketua RT di Dusun Gilang, iddah itu merupakan ibadah langsung kepada Allah yang mana orang di sekelilingnya tidak mengetahui jika janda tersebut

Tujuan dari penelitian ini adalah merancang antena cetak LPDA dengan melakukan reduksi dimensi antena untuk aplikasi penerima siaran tv digital, sebagai penerima

Pengujian perkembangan populasi dan preferensi makan kutudaun dilakukan pada tanaman dan daun kacang panjang yang diberi perlakuan kitosan.. Tanaman kontrol tidak diberi

[r]

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa masih terdapat beberapa unsur yang perlu untuk diperbaiki dikarenakan unsur-unsur tersebut memperoleh nilai rendah

Alfithrie, Nurul, 2015, “Pengaruh Moral Reasoning dan Ethical Sensitivity Terhadap Persepsi Etis Mahasiswa Akuntansi dengan Gender sebagai Variabel Moderasi”,

1 Politeknik Elektronik Negeri Surabaya 1 2 Politeknik Negeri Sriwijaya 2 3 Politeknik Negeri Semarang 3 4 Politeknik Negeri Malang 4 5 Politeknik Negeri Jakarta 5 6

Menurut Wahyudi (2006) dengan pertumbuhan teknologi di Indonesia yang sangat pesat, pemerintah dalam hal ini direktorat jendral pajak memanfatkan hal tersebut