• Tidak ada hasil yang ditemukan

Buku Ajar : Matematika Demografi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Buku Ajar : Matematika Demografi"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

MAT206

MATERI POKOK 3

METODE PROYEKSI PENDUDUK

Win Konadi, M.Si.

H. Aminurasyid Roesli, M.Si.

Daftar isi

Bagian 3. Metode Proyeksi Penduduk : 1. Pengantar

2. Tujuan Instruksional Umum 3. Tujuan Instruksional Khusus 4. Kegiatan Belajar

Kegiatan Belajar 1 : Definisi dan Model Proyeksi Penduduk Uraian dan Contoh

Latihan 1 Rangkuman Tes Formatif 1

5. Kegiatan Belajar 2 : Evaluasi Kesalahan Proyeksi Penduduk Uraian dan Contoh

(2)

Proyeksi Penduduk &

Evaluasi Kesalahan Proyeksi

1.

Pengantar

Modul ini membahas dan menghitung bentuk-bentuk atau model proyeksi penduduk dan mencoba mengevaluasi kesalahan proyeksi, sehingga akan diperoleh model proyeksi yang terbaik untuk kurun waktu tertentu.

2.

Tujuan Instruksional Umum

Dengan mempelajari modul ini, peserta didik diharapkan dapat memahami secara jelas arti dan kegunaan proyeksi penduduk dalam demografi, model-model proyeksi dan evaluasi kesalahan proyeksi yang dilakukan.

3.

Tujuan Instruksional Khusus

Setelah mempelajari modul ini, peserta didik diharapkan dapat : 1). menjelaskan apa yang dimaksud dengan “Proyeksi Penduduk” ;

2). mengenal model proyeksi dan mempraktekkan perhitungan dalm proyeksi data kependudukan ;

3). mengevaluasi kesalahan proyeksi dengan teknik matematis

4.

Kegiatan Belajar

4.1

Kegiatan Belajar 1 :

Teknik Proyeksi Penduduk

4.1.1 Uraian dan Contoh

1. Pengertian Proyeksi

Proyeksi penduduk pada tingkat negara dan nasional sering dilakukan untuk beberapa tahun, tetapi proyeksi tersebut terbatas digunakan seperti untuk perencanaan, penganggaran dan analisis pada tingkat lokal. Oleh karena itu proyeksi diperlukan untuk daerah yang lebih kecil lingkupnya, seperti propinsi atau kabupaten, analisis zona perdagangan dan untuk suatu kode wilayah tertentu ; perlu dilakukan dengan sistem sensus.

(3)

Untuk membuat suatu proyeksi biasanya terlebih dahulu dilakukan pemilihan model yang cocok. Jika model yang diperkirakan cocok sudah diketahui, maka dibuat proyeksi dengan berbagai pertimbangan bahwa selama priode proyeksi model tersebut masih cocok untuk digunakan.

Pemilihan model proyeksi dalam kependudukan masih sulit dilakukan. Hal ini tidak hanya berkaitan dengan kelengkapan ataupun keakuratan data melainkan juga berkaitan dengan terikatnya penetapan asumsi. Seperti model komponen-cohot memerlukan data berdasarkan umur kelahiran, kematian dan migrasi; model struktural memerlukan data berkaitan dengan variabel sosial-ekonomi dan variabel demografi, dan model time series memerlukan data untuk beberapa kurun waktu yang kontinu.

Berdasarkan hal diatas, salah satu cara untuk mencari model yang cocok adalah dengan cara mengevaluasi kesalahan proyeksi penduduk. Evaluasi yang dimaksud adalah membandingkan hasil proyeksi dengan hasil sensus, karena untuk saat ini hasil sensus dianggap sumber yang benar.

2. Model Proyeksi Penduduk

Untuk keperluan proyeksi penduduk, dalam demografi diperkenalkan beberapa metode proyeksi, yaitu : metode Matematis, metode komponen cohort (demografis), metode time series, dan metode struktural. Dalam modul ini hanya akan dibicarakan metode Proyeksi Total Penduduk dengan model-model matematis, menggunakan 3 (tiga) teknik ekstrapolasi sederhana, yaitu : Linear Extrapolation (LINE) , Exponential Extrapolation (EXPO) , dan

Shift Share (SHIFT).

Istilah Dasar Proyeksi Penduduk

Sebelum lebih jauh menerapkan teknik proyeksi, maka berikut ini akan diberikan beberapa istilah dalam teknik proyeksi/peramalan yang digunakan nantinya, yaitu :

Tahun Dasar (BaseYear), yaitu tahun pendahuluan pengamatan jumlah penduduk untuk membuat proyeksi.

Tahun Permulaan (LaunchYear), yaitu tahun terakhir pengamatan jumlah penduduk yang digunakan untuk membuat proyeksi.

Tahun target (Target Year), yaitu tahun untuk mana pengamatan jumlah penduduk untuk proyeksi.

Periode dasar (Base Period), Yaitu interval antara tahun dasar dengan tahun permulaan. Horizon peramalan (Forecast), yaitu interval antara tahun pemulaan dengan tahun target.

(4)

Periode dasar (y ) Horizon Peramalan (x )

Pb

Po

P

t

(Tahun dasar) (Tahun Permulaan) (Tahun Target)

Gambar 3.1. Ilustrasi Langkah Peramalan

Rumusan Model Proyeksi Matematis

(1).Model Linier:

Model ini mengasumsikan bahwa pertumbuhan Penduduk akan mening-kat (menurun) dengan jumlah pertambahan yang sama dalam setiap tahun sebagai mana meningkat (menurun) rata-rata tahunan selama periode dasar. Persamaaan teknik linier ini adalah:

P Jumlah Penduduk pada tahun permulaan (o).

(2). Model Eksponensial (EXPO)

Model ini mengasumsikan bahwa pertumbuhan Penduduk akan meningkat (menurun) pada laju persentasi tahunan yang sama dalam setiap tahun sebagaimana meningkat (menurun) laju persentasi tahunan selama periode dasar. Persamaan teknik eksponensial ini adalah :

 

rx P

Pˆto exp … (3.2)

(

r

= Rata-rata tingkat pertumbuhan tahunan selama periode dasar.)

(5)

Jika dalam satu negara terdapat beberapa Proponsi, maka data Penduduk Propinsi dapat dinyatakan sebagai bagian dari Penduduk Nasional (Negara tersebut), bagian-bagian ini diperoleh dari data aktual (historis) dan diekstrapolasi kemasa datang dengan mengasumsikan bahwa rata-rata perubahan absolute tahunan dalam bagian suatu Propinsi selam periode dasar akan berlanjut sampai kehorizon peramalan. Persamaan model SHIFT adalah :

/ / ( / / )

P Jumlah Penduduk Nasional untuk tahun permulaan (o).

jb

P Jumlah Penduduk Nasional untuk tahun permulaan (b). Pjt = Jumlah Penduduk Nasional untuk tahun targer ( t ).

Teknik SHIFT membutuhkan peramalan penduduk Nasoinal untuk tahun target. Smith dan sincich (1990) mengusulkan suatu teknik yang sederhana untuk memproyeksikan Penduduk Nasional untuk tahun target, yaitu dengan menerapkan tenik LINE dan EXPO terhadap penduduk Nasional kemudian mengambil rata-rata sebagai peramalan Penduduk Nasional untuk tahun target.

4.1.2. Latihan-1

Propinsi P(1980) P(1985) P(1990) P(2000) R(80-90) R(80-00)

Sumatera Selatan 4629801 5396872 6313074 6899675 3.64 2.45

P = Jumlah Penduduk

R = Rate (Pertumbuhan Tahunan)

Hitunglah Proyeksi Penduduk Sumatera Selatan Tahun 1990

(6)

4.1.3. Rangkuman

1. Proyeksi penduduk adalah analisis perhitungan atau tepatnya suatu kegiatan memperkirakan kondisi data penduduk di masa depan berdasarkan fenomena data di masa lampau.

2. Agar diperoleh hasil proyeksi yang mendekati sesungguhnya, diperlukan metode proyeksi, dalam demografi, metode proyeksi dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu metode matematis, metode komponen, metode struktural dan metode time series.

3. Analisis proyeksi penting untuk dilakukan, mengingat di Indonesia data kependudukan sangat miskin, hanya mengandalkan hasil kegiatan survai dan sensus yang antar waktunya lama. Sensus penduduk dilakukan antar 10 tahun, sedangkan survai penduduk melalui kegiatan Supas dilakukan lima tahun sekali.

4.1.4. Tes Formatif 1

1). Data latihan diatas ; Proyeksi penduduk Sumatera Selatan Tahun 2000, dengan Tahun Dasar (b) = 1980, tahun permulaan (0) = 1985 dengan Model Linier adalah :

a). 7960858 b). 7698085 c). 7795335 d). 6978058

2). Sedangkan dengan model Eksponensial adalah :

a). 7698085 b). 7975335 c). 7795335 d). 8060339

3). Dan dengan model Shift adalah :

a). 7975335 b). 7795335 c). 8060339 d). 8636993

4.2. Kegiatan Belajar 2 :

(7)

4.2.1. Uraian dan Contoh

1). Evaluasi Proyeksi Penduduk

Diakui bahwa semakin panjang waktu proyeksi yang disusun biasanya semakin meningkat perbedaan hasil peramalan dengan kenyataan yang ada. Hasil proyeksi tersebut dibandingkan dengan hasil Sensus agar diketahui perbedaannya dengan informasi yang lebih baru.

Demikian juga halnya dengan pemilihan asumsi yang ada dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan proyeksi dengan tahun dasar yang lebih baru yang terjadi selama proyeksi dibuat sehingga memungkinkan dilakukan pengoreksian. Pada modul ini kita akan bahas tiga jenis evaluasi terhadap kesalahan proyeksi penduduk

2). Evaluasi Kesalahan Proyeksi Penduduk

Kesalahan proyeksi(Ft)di definisikan sebagai perbedaan presentase antara proyeksi

pertumbuhan Penduduk (hasil peramalan) dengan pertumbuhan Penduduk sebenarnya (hasil Sensus dan Supas Penduduk) dalam tahun yang akan datang diramalkan. Persamaan untuk menghitung kesalahan peramalan ini diberikan oleh :

dimana: Ft  Presentase perbedaan proyeksi pada tahun yang akan diramalkan

atau ditargetkan (t).

Pˆt = Hasil proyeksi pada tahun target t . Pt = Hasil Sensus/Supas pada tahun target t .

3). Teknik Evaluasi Kesalahan Proyeksi

(a). Rata-rata Kesalahan Aljabar Proyeksi Penduduk

Yaitu rata-rata kesalahan secara non absolut atau Mean Algebriac Precentase Error

(MALPE) adalah kesalahan rata-rata dimana arah dari kesalahan diperhatikan, hal ini akan memberikan pengukuran biasa dengan persamaan berikut ini :

MALPE :

dimana : Ft Jumlah kesalahan peramalan Penduduk

(8)

n  Jumlah wilayah suatu negara, seperti jumlah propinsi di Indonesia yang diamati.

(b). Rata-rata Kesalahan Absolute Peramalan Penduduk

Rata-rata persentase kesalahan secara absolute atau meanabsolute preset error (MAPE) adalah kesalahan rata-rata absolut atau presentase kesalahan dimana arah dari kesalahan diabaikan; hal ini akan memberikan sebuah pengukuran keakuratan, Persamaan MAPE adalah :

Jumlah kesalahan peramalan Penduduk tahun target

dalam bilangan absolut

(c). % POS

Yaitu persentase kesalahan positif untuk masing-masing model dengan rumus sebagai berikut , dirumuskan sebagai :

%POS = ( P / n ) x 100 % . . . (3.7)

dimana ; P = Banyak daerah yang dengan hasil kesalahan ramalan yang positif n = banyak daerah (propinsi)

4.2.2. Latihan-2

Berdasarkan latihan-1 modul ke-3 halaman III-4 sebelumnya, yaitu proyeksi penduduk propinsi Sumatera Selatan tahun 1990,yang direkap ulang berikut ini :

Propinsi P(1980) P(1985) P(1990) R(80-90) LINE EXPO SHIFT

Sumatera Selatan 4629801 5396872 6313074 3.64 6163943 6472784 6307895

Maka lakukan perhitungan kesalahan proyeksi dengan teknik MALPE dan MAPE

Jawab :

Menggunakan rumus hitung kesalahan proyeksi berikut :

F ˆ x 100  akan diperoleh besaran kesalahan kedua teknik yaitu :

MALPE : MAPE :

(9)

-2.36 2.53 -0.08 2.36 2.53 0.08

4.2.3. Rangkuman

1). Evaluasi kesalahan proyeksi yang dimaksud adalah membandingkan hasil proyeksi dengan hasil sensus, karena untuk saat ini hasil sensus dianggap sumber yang benar 2). Karena dalam proyeksi penduduk digunakan metode matematis, maka Evaluasi

kesalahan proyeksi perlu dilakukan dengan pendekatan matematis pula yaitu teknik

Mean Algebriac Precentase Error (MALPE) dan mean absolute preset error

(MAPE)

4.2.4. Tes Formatif 2

1). Data Test Formatif-1 sebelumnya tentang ; Proyeksi penduduk Sumatera Selatan Tahun 2000, dengan Tahun Dasar (b) = 1980, tahun permulaan (0) = 1985 dengan Model Linier, maka kesalahan proyeksinya adalah :

a). 11,57 b). 12,98 c). 13,42 d). 16,82

2). Jika digunakan model Expo, maka kesalahan proyeksinya adalah :

a). 11,57 b). 12,98 c). 13,42 d). 16,82

3). Dan dengan model Shift, akan terdapat kesalahan proyeksi sebesar :

a). 11,57 b). 12,98 c). 13,42 d). 16,82

4.2.5. Referensi

1.

Moh. Yasin, Rozy Munir, Dkk, 1981. Dasar-dasar Demografi, Lembaga Demografi UI Jakarta.

2.

Smith S.K. and Sincich, Terry (1990), The relationship between the length of the base period and population forecast error, JASA, Vol. 45 No. 410.

3.

Smith S.K. and Shahidullah, Moh. (1995), Evaluation population forecast error for Cencus System, JASA,

4.

Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia : Data Sensus 1980,1990 dan 2000, Data Supas 1985 dan 1995.

MAT206

MATERI POKOK 4

(10)

Win Konadi, M.Si.

H. Aminurasyid Roesli, M.Si.

Daftar isi

Bagian 7. Indeks Pendidikan & IPM : 1. Pengantar

2. Tujuan Instruksional Umum 3. Tujuan Instruksional Khusus 4. Kegiatan Belajar

Kegiatan Belajar -1 : Indeks Pendidikan Uraian dan Contoh

Latihan 1 Rangkuman

Kegiatan Belajar 2 : Indeks Pembangunan Manusia Uraian dan Contoh

Latihan 2 Rangkuman Tes Formatif 2 5. Referensi

(11)

1. Pengantar

Aspek pendidikan di Indonesia menurut analisis Nachrowi (1995) telah mengalami transisi yang makin maju. Hal ini dilihat peningkatan School Enrollment Ratio (SER), yang merupakan ukuran rasio atau perbandingan antara anak yang tercatat di suatu tingkat pendidikan dengan anak usia sekolah dalam tingkat pendidikan tersebut.

Modul ini akan menjelaskan komponen atau unsur penyusun teoritis dalam mengukur indeks pendidikan dalam rangka mengetahui adanya peningkatan atau penurunan faktor pendidikan di Indonesia antar waktu atau periode.

2.

Tujuan Instruksional Umum

Dengan mempelajari modul ini, peserta didik diharapkan dapat memahami gambaran umum tingkat pendidikan di Indonesia, ukuran indeks pendidikan sebagai indicator peningkatan aspek pendidikan tersebut.

3.

Tujuan Instruksional Khusus

Setelah mempelajari modul ini, peserta didik diharapkan dapat :

1). menjelaskan apa yang dimaksud dengan “unsur atau indicator mengukur indeks pendidikan”, yaitu angka melek huruf, jumlah anak, SER, persentase penyerapan tenaga kerja terdidik, dan investasi pendidikan ;

2). mengenal model kajian indeks pendidikan melalui analisis – teoritis ;

3). Dapat mempraktekkan sendiri cara menghitung untuk data yang dipunyai (hasil Sensus atau Survai).

4.

Kegiatan Belajar

4.1 Kegiatan Belajar 1 :

PENGUKURAN INDEKS PENDIDIKAN

4.1.1. Uraian

1. Pengertian

Akibat kemampuan ekonomi keluarga pada umumnya yang makin baik, permintaan akan pendidikan untuk anak-anak mereka juga meningkat. Di pihak lain, dengan GNP negara tumbuh dengan kecenderungan meningkat, kemampuan negara membiayai sektor pendidikan juga meningkat (Nachrowi D.,N, 1995).

Indonesia termasuk kecil investasi pendidikan dibandingkan negara-negara di Asia, tahun 1987 investasi pendidikan di Indonesia baru sekitar 8,8 persen, sementara Jepang sebesar 12 % dan Singapora 18,2 % (Fergus dan Widyawati, 1994).

(12)

merupakan ukuran rasio atau perbandingan antara anak yang tercatat di suatu tingkat pendidikan dengan anak usia sekolah dalam tingkat pendidikan tersebut. Jika dilihat perbandingan perkembangannya, pada tahun 1965 SER pendidikan dasar sebesar 45 % menjadi 99 % tahun 1989, SER pendidikan menengah dari 12 % tahun 1965 menjadi 47 % pada tahun 1989, dan SER pendidikan tinggi 1 % menjadi 7 % pada tahun perbandingan yang sama (Jone, 1994, Fergus dan Widyawati, 1994).

SER pendidikan yang tertinggi di Asia adalah negara Jepang yaitu SER pendidikan menengah tahun 1987 sebesar 96 % dan pendidikan tinggi 29 %. Sementara itu untuk negara Amerika Serikat pada tahun yang sama SER pendidikan menengah sudah mencapai 100 % dan SER pendidikan tinggi 60 %.

Lebih lanjut menurut Nachrowi bahwa secara garis besar, transisi di sektor pendidikan di Indonesia meliputi tiga hal, yaitu :

(1) adanya kesempatan belajar yang makin luas dan merata, hal ini dapat ditinjau dari peningkatan jumlah sekolah akibat meningkatnya pengeluaran pemerintah untuk investasi fisik pendidikan (tahun 1987 sebesar 29 %) sehingga meningkat pula angka melek huruf (AMH),

(2) makin lamanya seseorang menghabiskan waktu di bangku sekolah, hal ini dapat ditinjau dari adanya peningkatan SER pendidikan menengah maupun tinggi, dengan kata lain adanya peningkatan permintasan tingkat pendidikan yang lebih tinggi sehingga makin lamanya seseorang berada di bangku sekolah, dan

(3) semakin meningkatnya kemampuan masyarakat membiayai sektor pendidikan.

Ringkasnya, fenomena pertama dan kedua mentranformasikan manusia Indonesia menjadi lebih terdidik, sedangkan fenomena ketiga menjadikan manusia untuk menguasai ilmu yang relevan dengan tuntutan zaman. Lebih-lebih lagi dewasa ini sektor swasta juga giat-giatnya menyelenggarakan beberapa pendidikan yang berjenjang, sehingga investasi fisik akan bertambah diatas angka investasi fisik yang dilakukan pemerintah.

Meskipun Indonesia telah berhasil mewujudkan pendidikan dasar yang menyeluruh sehingga UNESCO mengakuinya dengan menganugerahkan medali Avicenna kepada Presiden tahun 1993.

Kenyataannya jenjang pendidikan tenaga kerja kita masih relatif rendah. menurut sensus penduduk (SP) tahun 1990, 82 % tenaga kerja kita (Hampir 75 juta) mempunyai pendidikan SD ke bawah. Oleh karena itu tantangan terbesar jika dikaitkan dengan dunia ketenagakerjaan adalah sumber daya manusia yang terdidik perlu di tingkatkan minimal tidak ada lagi tenaga kerja yang tidak menamatkan sekolah menengah. Karena harus diakui bahwa investasi dalam sektor pendidikan adalah syarat perlu (necesary condition) untuk mencapai pertumbuhan per-kapita yang tinggi.

(13)

Dalam menentukan taraf atau tingkat pendidikan masyarakat suatu region dapat digambarkan dalam dimensi atau indikator-indiktor yang terkait dalam ukuran tersebut, yaitu :

Gambar 7.1. Kerangka Teoritis Pengukuran Indeks Pendidikan

1). Angka Melek Huruf (AMH) masyarakat suatu wilayah yang berupa persentase penduduk usia 10 tahun keatas dengan kapasitas dapat membaca dan menulis. Angka melek Hurf dianggap komponen penting sebagai ekspresi manusia dalam mengembangkan dirinya. Sebagai pengamatan, pada thun 1971 (hasil SP'71), AMH kelompok umur 30-34 tahun sebesar 50% uintuk perempuan dan 80% untuk laki-laki, dan tahun 1990 meningkat yaitu AMH mencapai sekita 100 % untuk laki-laki dan 90 % untuk perempuan.

Sebagai contoh untuk masyarakat Jawa Barat AMH tahun 1995 secara total adalah 89,7 persen artinya sebesar angka tersebut masyarakat Jawa Barat diatas 10 tahun telah dapat membaca dan menulis.

2). Jumlah Anak Dalam Keluarga, karena suami-isteri akan memper -timbangkan apakah akan memiliki banyak anak dengan mutu pendidikan yang belum tentu terjamin, dengan sedikit anak dengan keinginan anak dengan mutu pendidikan yang tinggi. Hal ini memang terkait langsung dengan pendapatan mereka. kalau pasangan tersebut menginginkan mutu

(14)

3). Schooll Enrollment Ratio ( SER ) adalah perbandingan antara jumlah penduduk yang masih se-kolah pada jenjang pendidikan tertentu dan jumlah penduduk yang potensial masih sekolah pada jenjang tersebut.

Sebagai contoh, SER jenjang pendidikan SD, biasanya penduduk potensial untuk jenjang tersebut adalah penduduk usia 7-12 tahun. Maka penduduk usia 7-12 tahun digunakan sebagai penyebut dalam rasio ini. Karena mereka yang masih bersekolah dapat belum berumur 7 tahun dan dapat pula diatas 12 tahun, maka rsio ini dapat bernilai lebih besar dari 100%. Untuk jenjang sekolah menengah adalah umur potensialnya antara 13-15 tahun, jenjang Menengah lanjut 16-18 tahun dan jenjang tinggi 19-24 tahun.

4). Investasi Pendidikan Dan Fisik Pendidikan yaitu jumlah pengeluaran pemerintah untuk menginvestasikan ke sektor pendidikan dan pembangunan fisik pendidikan, termasuk juga dukungan swasta menginvestasikan modalnya dalam pendidikan.

5). Persentase Penyerapan Tenaga Kerja Terdidik, yaitu tingkat penawaran tenaga kerja terdidik yang dibutuhkan oleh lapangan usaha (permintaan tenaga kerja terdidik).

3. PROYEKSI WIN

Berdasarkan indikator pendidikan yang dibangkitkan secara teoritis diatas, maka besaran indeks pendidikan dengan hipotesisnya dipengaruhi oleh faktor angka melek huruh (AMH), Jumlah anak dalam keluarga (Varity), Schooll Enrollment Ratio (SER), Investasi Pendidikan dan Fisik Pendidikan (IFP) dan Persentase Penyerapan tenaga kerja terdidik (NakerDik), maka dapat diproyeksikan rumusan perhitungan Indeks Pendidikan dengan perlakuan bobot yang sama dari semua indikator tersebut, sehingga dinyatakan sebagai :

IP = 1/5 [(AMH, Varity, SER, IFP, NakerDik)]

4.1.2. Latihan

(15)

Tabel-1. AMH, Rata-Rata Anak (Parity) Dan Banyaknya Sekolah Kabupaten/Kota di Jawa Barat, 2000

No Kab/Kota AMH Rata-Rata Anak SD SLTP SLTA Banyaknya SMK SMA+ Total

1 Kab. Bogor 91.73 2.35 179 201 64 40 2 486 2 Kab. Sukabumi 93.31 2.43 1201 115 28 21 4 1369 3 Kab. Cianjur 92.54 2.45 1259 87 25 16 4 1391 4 Kab. Bandung 96.64 2.16 1259 275 107 58 13 1712 5 Kab. Garut 95.65 2.79 1547 115 37 23 10 1732 6 Kab. Tasikmalaya 96.81 2.65 1375 125 42 22 11 1575 7 Kab. Ciamis 93.68 2.04 1186 95 31 19 4 1335 8 Kab. Kuningan 92.40 2.05 718 64 23 18 1 824 9 Kab. Cirebon 89.55 2.36 934 41 33 35 2 1045 10 Kab. Majalengka 89.47 2.00 847 63 18 9 6 943 11 Kab. Sumedang 92.23 2.41 623 74 22 15 7 741 12 Kab. Indramayu 72.68 2.39 1078 103 37 3 3 1224 13 Kab. Subang 85.00 1.98 920 74 23 18 7 1042 14 Kab. Purwakakarta 92.69 2.01 455 38 11 12 7 523 15 Kab. Karawang 88.57 2.02 1081 82 27 28 5 1223 16 Kab. Bekasi 82.20 2.25 728 59 23 14 2 826 17 Kota. Bogor 97.56 1.37 327 78 46 41 26 518 18 Kota. Sukabumi 98.04 1.98 152 34 16 16 4 222 19 Kota. Bandung 98.79 1.88 1036 212 136 70 105 1559 20 Kota. Cirebon 94.61 1.74 164 39 26 16 15 260 21 Kota. Bekasi 96.86 1.46 579 124 57 42 26 828

Sumber : BPS Propinsi Jabar

Tabel-2. Penduduk Berumur 10 Tahun Ke Atas Yang Bekerja Dan Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan Kabupaten/Kota Jabar 2000

No Kab/Kota Tingkat Pendidikan Total

SLTP SLTA SMK D I/II DIII S1 S2/S3

(16)

14 Kab. Purwakakarta 31521 27307 13517 1246 1862 1771 217 77441 15 Kab. Karawang 74066 72193 23984 3132 4675 7114 0 185164 16 Kab. Bekasi 109920 88515 42075 5730 5580 5880 0 257700 17 Kota. Bogor 38882 58569 22719 3346 8529 13623 2868 148536 18 Kota. Sukabumi 13678 17084 8735 1585 2513 4401 118 48114 19 Kota. Bandung 117090 204090 66246 14956 47782 88190 4014 542368 20 Kota. Cirebon 13587 25251 7656 1265 2530 4025 230 54544 21 Kota. Bekasi 86838 153160 25684 9888 32310 31592 2154 341626

Sumber : Sakerda BPS Propinsi Jabar

Tabel-3 Penduduk Berumur 5 Tahun Ke Atas Dan Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan Kabupaten/Kota di Jabar 2000

No Kab/Kota

Tingkat Pendidikan

Total TenagaTotal Kerja SD SLTP SLTA DI/II AkademiDIII/ Univ

1 Kab. Bogor 1067342 355397 360737 17356 20627 29992 1851451 1539567 2 Kab. Sukabumi 865257 154569 116404 9686 6259 7454 1159629 767184 3 Kab. Cianjur 878282 132353 107271 7884 5390 7127 1138307 807820 4 Kab. Bandung 1502746 554048 545140 28430 33787 57100 2721251 1530268 5 Kab. Garut 825659 184436 148768 10363 6415 10256 1185897 658696 6 Kab. Tasikmalaya 984774 176189 144693 11726 8067 13880 1339329 814998 7 Kab. Ciamis 788056 155782 106701 8514 5769 9626 1074448 744034 8 Kab. Kuningan 449489 90205 70315 4847 3954 5664 624474 383732 9 Kab. Cirebon 611449 173410 139876 9486 7680 10578 952479 733252 10 Kab. Majalengka 524616 92344 64675 5674 3645 6490 697444 519136 11 Kab. Sumedang 451328 108965 100953 5817 4455 8068 679586 372623 12 Kab. Indramayu 424973 122949 82957 7116 4773 6181 648949 592081 13 Kab. Subang 473051 118987 87560 6768 5030 6262 697658 563648 14 Kab. Purwakakarta 234930 74095 72165 4062 3992 4839 394083 254597 15 Kab. Karawang 568090 155271 149879 9760 9546 9734 902280 603834 16 Kab. Bekasi 460434 180753 233905 7079 13613 16775 912559 613665 17 Kota. Bogor 198618 108092 157315 6683 14539 27727 512974 242111 18 Kota. Sukabumi 83489 36245 47539 1998 2701 4340 176312 80367 19 Kota. Bandung 528852 350697 581017 23104 58600 108279 1650549 772504 20 Kota. Cirebon 67535 39474 63059 2194 4602 7625 184489 95096 21 Kota. Bekasi 319942 243125 455566 16112 54476 73875 1163096 544864

Tabel-4 Penduduk Menurut Kelompok Usia Sekolah Dan Nilai SER Menurut Kabupaten/Kota, Jabar 2000

(17)

7-12 13-15 16-18 19-24 SD SLTP SLTA Univ Univ+

1 Kab. Bogor 504399 224646 229785 420252 1851451 2.116 1.582 1.57 0.0491 0.162

2 Kab. Sukabumi 270456 122706 125949 218001 1159629 3.199 1.26 0.924 0.0287 0.107

3 Kab. Cianjur 261713 117374 116052 203434 1138307 3.356 1.128 0.924 0.0265 0.1

4 Kab. Bandung 491437 230429 265894 533924 2721251 3.058 2.404 2.05 0.0633 0.223

5 Kab. Garut 276946 124021 131310 221668 1185897 2.981 1.487 1.133 0.0289 0.122

6 Kab. Tasikmalaya 247928 120136 124888 176248 1339329 3.972 1.467 1.159 0.0458 0.191

7 Kab. Ciamis 176703 83760 87261 146692 1074448 4.46 1.86 1.223 0.0393 0.163

8 Kab. Kuningan 116449 62158 66688 105737 624474 3.86 1.451 1.054 0.0374 0.137

9 Kab. Cirebon 267583 128683 138148 225126 952479 2.285 1.348 1.013 0.0341 0.123

10 Kab. Majalengka 122711 61399 70339 120972 697444 4.275 1.504 0.919 0.0301 0.131

11 Kab. Sumedang 105115 47301 56883 109241 679586 4.294 2.304 1.775 0.0408 0.168

12 Kab. Indramayu 203737 94350 95672 168539 648949 2.086 1.303 0.867 0.0283 0.107

13 Kab. Subang 145411 66212 76400 132694 697658 3.253 1.797 1.146 0.0379 0.136

14 Kab. Purwakakarta 90164 40655 42047 80404 394083 2.606 1.823 1.716 0.0496 0.16

15 Kab. Karawang 217403 97955 106856 210641 902280 2.613 1.585 1.403 0.0453 0.138

16 Kab. Bekasi 216495 91423 99589 223759 912559 2.127 1.977 2.349 0.0608 0.167

17 Kota. Bogor 86399 43725 50283 100051 512974 2.299 2.472 3.129 0.1453 0.489

18 Kota. Sukabumi 28584 14833 17454 29533 176312 2.921 2.444 2.724 0.0915 0.306

19 Kota. Bandung 197408 105334 141728 346852 1650549 2.679 3.329 4.099 0.312 0.548

20 Kota. Cirebon 30895 15290 19012 35321 184489 2.186 2.582 3.317 0.1303 0.408

21 Kota. Bekasi 190885 92216 102460 222993 1163096 1.676 2.636 4.446 0.2443 0.648

Lakukan Perhitungan Indeks Pendidikan setiap Kabupaten/Kota.

4.1 Kegiatan Belajar 2 :

(18)

4.2.1 Uraian

1. Pengertian

Indeks pembangunan manusia (IPM) atau istilah asingnya Human Development Index (HDI) adalah indikator pembangunan sosioekonomi yang memberikan peringkat relatif untuk suatu negara pada skala numerik antara 0,0 (terendah) hingga 1,0 (tertinggi) (Todaro, 1999).

Indeks ini didasarkan tiga kriteria atau hasil akhir pembangunan, yaitu (1) ketahanan hidup yang diukur berdasarkan harapan hidup pada saat kelahiran, (2) pengetahuan yang dihitung berdasarkan tingkat rata-rata melek huruf dikalangan penduduk dewasa (bobotnya dua pertiga : 2/3) dan angka rata-rata masa sekolah (bobotnya sepertiga : 1/3), dan (3) kualitas standar hidup yang diukur berdasarkan pendapatan perkapita riil yang disesuaikan dengan paritas daya beli (Purchasing Power Parity) dari mata uang domestik di masing-masing negara.

Dalam perpektif The United Nations Development Program (UNDP) pembangunan manusia dirumuskan sebagai perlasan pilihan bagi penduduk, dapat dilihat sebagai proses upaya kearah perluasan pilihan dan sekaligus sebagai taraf yang dicapai dari upaya tersebut.

Dari sisi lain, pembanguan manusia juga dapat dilihat dari sisi pelaku atau sasaran yang ingin dicapai. Dalam kaiatan ini, UNDP melihat pembangunan manusia sebagai “model” pembangunan tentang penduduk untuk penduduk dan oleh penduduk (BPS, 1990) yaitu : a). tentang penduduk berupa “investasi bidang pendidikan-kesehatan – pelayanan sosial lainnya”, b). untuk penduduk berupa “penciptaan peluang kerja melalui perluasan pertumbuhan ekonomi dalam negeri”, dan c). oleh penduduk, berupa “upaya pemberdayaan penduduk untuk menentukan harkat manusia dengan cara berpartisipasi dalam proses politik dan pembangunan”. UNDP telah menyusun suatu “COMPOSITE-INDEX” untuk mengukur tingkat pemenuhan ketiga unsur diatas, berdasarkan 3 indikator, yaitu : Angka Harapan Hidup, AHH (Expectation life), Angka Melek Huruf, (AMH) dan Rata-rata lama sekolah, serta Paritas Daya Beli. Indikator pertama mengukur “umur panjang dan sehat”, dan indikator berikutnya mengukur “pengetahuan dan keterampilan”. Sedangkan indikator terakhir mengukur kemampuan dalam mengakses sumber daya ekonomi dalam arti luas. Ketiga indikator ini digunakan sebagai komponen dalam menyusun Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

Sebagai indeks komposit yang disusun dari tiga indikator tersebut, IPM diharapkan mampu mencerminkan kinerja pembangunan manusia, sehingga dapat dibandingkan antar wilayah atau antar waktu. Secara individual, IPM tidak memilih arti tersendiri – IPM suatu negara atau propinsi tidak bermakna tanpa dibandingkan dengan IPM negara lain.

2). Rumusan IPM

Perhitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) menggunakan komponen berikut : IPM = 1/3 { IHH + IP + ISH }

Dimana, Misalkan untuk propinsi-propinsi di Indonesia :

(19)

propinsi-propinsi di Indonesia dengan selisih maksimum dan nilai minimum AHH Indonesia, yang dinyatakan sebagai :

IHHi = (AHHi – AHHmin) / (AHHmax – AHHmin)

- Indeks Pendidikan (IP), yaitu perbandingan antara jumlah dari 2/3 unsur indeks melek huruf (IMH) dan 1/3 unsur indeks rata-rata lama sekolah (IRS). Atau,

IPi = 2/3 (IMHi) + 1/3 (IRSi)

Indeks Melek Huruf (IMH) adalah selisih nilai suatu Angka melek huruf (AMH) suatu propinsi dan nilai minimum propinsi-propinsi di Indonesia dengan Selisih nilai Maksimum dan nilai minimum AMH Indonesia yang dinyatakan sebagai :

IMHi = (AMHi – AMHmin) / (AMHmax – AMHmin)

Indeks Rata-rata lama Sekolah (IRS) adalah selisih nilai suatu Angka Rata-rata lama sekolah (ARS) suatu propinsi dan nilai minimum propinsi-propinsi di Indonesia dengan Selisih nilai Maksimum dan nilai minimum IRS Indonesia yang dinyatakan sebagai :

IRSi = (IRSi – IRSmin) / (IRSmax – IRSmin)

- Indeks Standar Hidup layak (ISH), yaitu perbandingan antara selisih nilai suatu Angka Standar Hidup (ASH) suatu propinsi dan nilai minimum propinsi-propinsi di Indonesia dengan selisih maksimum dan nilai minimum ASH Indonesia, yang dinyatakan sebagai :

ISHi = (ASHi – ASHmin) / (ASHmax – ASHmin)

Angka Harapan Hidup (AHH)

AHH adalah suatu ukuran menilai keberhasilan upaya perbaikan kesehatan, yang menyatakan jumlah tahun yang diharapkan seseorang untuk hidup terhitung sejak lahir.

Tahun 1996, angka harapan hidup rata-rata penduduk Indonesia sebesar 63,8 tahun, dengan nilai maksimum dicapai oleh Propinsi DKI Jakarta (70,2) dan nilai minimum di Propinsi Timor-timur (43,9). Tahun 1999, setelah Timor-Timor-timur lepas dari Indonesia, naik menjadi 66,2 tahun, dengan angka tertinggi untuk propinsi DKI Jakarta (71,1) dan terendah propinsi NTB (57,8).

(20)

AMH masyarakat suatu wilayah yang berupa persentase penduduk usia 15 tahun keatas dengan kapasitas dapat membaca dan menulis. Angka melek Hurf dianggap komponen penting sebagai ekspresi manusia dalam mengembangkan dirinya. Pembangunan di bidang pendidikan, ditunjukkan dengan meningkatnya angka melek huruf di Indonesia, pada tahun 1996 rata-rata sebesar 85,5 % naik menjadi 89,1 % pada tahun 1999. Angka melek huruf terendah tahun 1999 berada di Propinsi Irian Jaya (71,2) dan tertinggi di propinsi DKI Jakarta (97,8).

Rata-rata Lama Sekolah (ARS)

Angka rata-rata lama sekolah (ARS) dihitung dalam tahun yang menunjukkan jenjang pendidikan yang telah ditempuh oleh penduduk usia 15 tahun keatas. Pada tahun 1996 rata-rata lama sekolah di Indonesia 6,4 tahun dan tahun 1999 sebesar 6,9 tahun. Pada tahun 1999 tersebut, tertinggi di propinsi DKI Jakarta (9,7 tahun) dan terendah untuk propinsi NTB (5,2 tahun).

Angka Standar Hidup layak (ASH)

Angka standar hidup layak diukur oleh paritas daya beli masyarakat atau pengeluaran riil per-kapita yang disesuaikan, angka ini merupakan indikator ekonomi. Dibandingkan dengan tahun 1996, indikator ekonomi yang diukur dari pengeluaran riil per-kapita yang disesuaikan pada tahun 1999 mengalami penurunan, dari rata-rata sebesar Rp. 577.200,-menjadi Rp. 576.100,-

Untuk tahun 1999 pengeluaran riil per-kapita yang disesuaikan sebagai pengukur Angka standar hidup layak (paritas daya beli), angka terbesar adalah propinsi D.I.Yogyakarta (Rp. 597.800,-) dan yang terendah untuk propinsi D.I.Aceh atau Nanggroe Aceh Darussalam (Rp. 562.800,-)

Berdasarkan komponen tersebut diatas, maka perhitungan BPS yang dilaporkan dalam laporan pemberdayaan Pembangunan Manusia Indonesia, untuk tahun 1996 rata-rata IPM per-propinsi di Indonesia adalah 67,3 % dengan indeks terbesar berada di per-propinsi DKI Jakarta (76,1 %) dan terendah propinsi NTB (56,7 %). Sedangkan tahun 1999, rata-rata nasional adalah 64,4 % dengan tertinggi untuk propinsi DKI Jakarta (72,5 %) dan terendah propinsi NTB (54,2 %).

4.3. Rangkuman

a). Aspek pendidikan di Indonesia, telah mengalami transisi yang makin maju. Hal ini dilihat peningkatan School Enrollment Ratio (SER).

(21)

c). Untuk menentukan taraf atau tingkat pendidikan masyarakat suatu region dapat dapat digunakan dimensi atau indikator-indiktor seperti : Angka Melek Huruf (AMH),

Schooll Enrollment Ratio (SER), Jumlah Anak di Keluarga, Penyerapan Tenaga Kerja Terdidik, Investasi Pendidikan

d). IPM merupakan tolok ukur tingkat pembangunan yang sifatnya “relatif” dan fokusnya adalah hasil akhir pembangunan (ketahanan hidup, pengetahuan dan kebebasan pilihan materi atau standar hidup). IPM diukur melalui 3 komponen yaitu : Indeks Harapan Hidup, Indeks pendidikan, dan Indeks Standar hidup layak (Paritas daya beli).

4..4. Tes Formatif-2

Jika diketahui untuk propinsi di pulau Jawa, AHH, AMH, Rata-rata Lama Sekolah dan Pengeluaran riil per-kapita tahun 1999 sebagai berikut :

Propinsi AHH AMH RS Pengeluaran IPM

DKI Jakarta 71.1 97.8 9.7 593.400

Jabar 64.3 92.1 6.8 584.200

Jateng 68.3 84.8 6.0 583.800

D.I.J. 70.9 85.5 7.9 597.800

Jatim 65.5 81.3 5.9 579.000

Coba Hitung IPM setiap propinsi diatas.

4.5. Referensi

1. Shryock, H.S., Siegel, J.S and Associates, 1975. The Methods and Materials Demography, Vol.2 US Bureau of the Census, Washington D.C.

Gambar

Gambar 3.1.  Ilustrasi Langkah Peramalan
Gambar 7.1.  Kerangka Teoritis Pengukuran Indeks PendidikanTerdidik

Referensi

Dokumen terkait

Akan tetapi, biarpun kelihatannya lambat, Gwat Kong maklum bahwa pedang di tangan kiri inilah yang paling berbahaya di antara kedua pedang itu, karena kelambatan dan kelemasan

JADWAL UJIAN (UTS) PKK E-LEARNING SEMESTER GANJIL TAHUN AKADEMIK 2009/2010 KAMPUS MERUYA. KODE KLS MATAKULIAH SKS PRODI HARI

Seperti yang dikatakan oleh Ranupandojo dan Husnan (2006:197) bahwa, “Menjadi salah satu tugas dari seorang pemimpin untuk bisa memberikan motivasi (dorongan)

Edjaan dan spekulasi dari praktik ini artinya, termasuk di perpustakaan sendiri di bawah, contoh notice di perpustakaan beserta artinya memprakirakan basil pucuk teh tahunan..

Komponen penting dalam sistem pakar adalah akuisisi pengetahuan, basis pengetahuan dan basis aturan, mekanisme inferensi, fasilitas penjelasan program dan antar muka

Paul Pigors dan Charles Mayers (Nasution, 2000:155) mutasi dibagi dalam beberapa jenis yaitu production transfer, replacement transfer, versatility transfer, shift transfer,

• Pemakaian barang untuk proyek dan kegiatan maintenance (yang tidak tiap tahun dilakukan) akan diberikan catatan di forecast sehingga untuk periode ke depan, apabila tidak

(3) Setiap tujuan khusus, dijabarkan menjadi beberapa indikator yang terkait dengan metode analisis, yaitu: (i) pressure, state, respone (PSR) untuk analisis persepsi