• Tidak ada hasil yang ditemukan

BUKU DATA PROFIL GENDER DAN ANAK KABUPATEN MALANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BUKU DATA PROFIL GENDER DAN ANAK KABUPATEN MALANG"

Copied!
182
0
0

Teks penuh

(1)

BUKU DATA PROFIL GENDER DAN ANAK KABUPATEN MALANG 2011

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu tujuan pembangunan pada era millenium Millenium

Development Goals (MDG’s) adalah menuju kemitrasejajaran laki-laki dan

perempuan dengan meningkatkan keadilan dan kesetaraan gender pada setiap sektor pembangunan. Akan tetapi masalah ketidakadilan gender ditunjukkan oleh rendahnya kualitas hidup dan peran perempuan, tingginya tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak yang diukur dengan angka Indeks Pembangunan Gender (Gender-related Development Index atau GDI) dan angka Indeks Pemberdayaan Gender (Gender Empowerment Index atau GEM). Selain itu masih banyaknya peraturan perundang-undangan, kebijakan, program dan kegiatan pembangunan yang bias gender, diskriminatif terhadap perempuan dan anak, serta lemahnya kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender serta kelembagaan yang peduli anak termasuk keterbatasan data terpilah menurut jenis kelamin. Angka GEM dan GDI Indonesia termasuk terendah dibandingkan dengan negara-negara ASEAN. Hal ini berarti ketidakadilan gender di berbagai bidang pembangunan masih merupakan masalah yang akan dihadapi di masa mendatang.

Sementara itu, tantangan yang dihadapi sejalan dengan era desentralisasi, yaitu timbulnya masalah kelembagaan dan jaringan di daerah (provinsi dan kabupaten/kota), terutama yang menangani masalah-masalah pemberdayaan perempuan dan anak. Program-program pembangunan pemberdayaan perempuan dan anak merupakan program lintas bidang dan lintas program, sehingga diperlukan koordinasi mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan dan evaluasi. Sistem pemerintahan serta lembaga-lembaga dari tingkat pusat hingga daerah yang belum sepenuhnya responsif gender dapat meminggirkan perempuan secara sistematis melalui kebijakan dan program.

(2)

BUKU DATA PROFIL GENDER DAN ANAK KABUPATEN MALANG 2011

2

Data statistik yang menjadi basis pengambilan keputusan dalam penyusunan kebijakan dan program tidak mampu mengungkap dinamika kehidupan perempuan dan laki-laki. Data tersebut dikumpulkan secara terpusat tanpa memperhatikan kontekstualitas dan tidak mampu mengungkap perbedaan kondisi perempuan-laki-laki sehingga kebijakan, program, dan lembaga yang dirancang menjadi netral gender dan menimbulkan kesenjangan dan ketidakadilan gender dalam berbagai bidang kehidupan. Di samping itu, terbatasnya data pembangunan yang terpilah menurut jenis kelamin, mengakibatkan kesulitan dalam menemukenali masalah-masalah gender yang ada.

Karena kesetaraan dan keadilan gender belum mencapai tahapan yang diharapkan semua pihak, oleh karena itu Pemerintah melalui berbagai kebijakan peraturan perundang - undangan yang secara garis besar terkait dengan urusan wajib Pemerintahan dalam bidang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Dengan mengacu pada pedoman umum ini maka Pemerintah Daerah berkewajiban melaksanakan kebijakan yang dimaksud dengan menyediakan pembiayaan kegiatan melalui APBD, guna terwujudnya bahan - bahan perumusan kebijakan yang berupa penyelenggaraan data gender dan anak yang bersifat local sehingga kesetaraan dan keadilan gender di berbagai bidang pembangunan bisa terwujud.

1.2. Tujuan

a. Meningkatkan komitmen Pemerintah Daerah dalam penggunaan data gender dan anak dalam perencanaan, pelaksanaan pemantauan dan evaluasi atas kebijakan program dan kegiatan Pemerintah Daerah b. Meningkatkan efektivitas penyelenggaraan PUG dan PUHA di daerah

secara sistimatis, komprehensif dan berkesinambungan c. Meningkatkan ketersediaan data gender dan anak

(3)

BUKU DATA PROFIL GENDER DAN ANAK KABUPATEN MALANG 2011

3

1.3. Sasaran

Penggalian data gender yang menyangkut semua issue dibidang pendidikan, kesehatan, ekonomi dan ketenagakerjaan, pertanian, politik, sosial budaya, hukum dan data anak meliputi tumbuh kembang, kelangsungan hidup, perlindungan data kelembagaan yang meliputi kelembagaan PUG, kelembagaan PUHA di wilayah Kabupaten Malang

1.4. Input

a. Belum tersajinya data terpilah gender dan anak secara lengkap kalaupun ada masih bersifat parsial

b. Ketersediaan data terpilah gender menjadi suatu kebutuhan semua pihak pemangku kepentingan

1.5. Output

a. Mengidentifikasi perbedaan kondisi perempuan dan laki - laki termasuk anak dalam dimensi tempat dan waktu

b. Mengidentifikasikan masalah, membangun opsi dan memilih opsi yang paling efektif untuk kemaslahatan perempuan dan laki -laki yang responsive terhadap masalah kebutuhan pengalaman perempuan dan laki - laki

c. Buku profil gender dan anak tahun 2011

1.6. Hasil Yang Diinginkan

a. Buku profil gender dan anak tahun 2011

b. Data gender dan anak untuk memberikan acuhan bagi pemerintah dalam upaya pelaksanaan pengarusutamaan gender dan pengarusutamaan hak anak

c. Adanya kerjasama dengan perguruan tinggi, lembaga sektoral dan berkoordinasi dengan LPS dalam penyelenggaraan data gender dan anak

d. Base data gender dan anak, dapat digunakan sebagai dasar untuk menyusun perencanaan, pelaksanaan program dan kegiatan

(4)

BUKU DATA PROFIL GENDER DAN ANAK KABUPATEN MALANG 2011

4

BAB II METODE

2.1. Ruang Lingkup dan Pelaksanaan

Penyusunan profil dan data terpilah gender Kabupaten Malang jangkauan wilayahnya adalah 33 kecamatan di Kabupaten Malang Dilaksanakan pada bulan September - Nopember 2011

2.2. Sumber Data

Data terpilah yang disusun dari Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kaupaten Malang yang dikumpulkan dari masing-masing kecamatan berupa isian tabel. Untuk mendukung kelengkapan data dipergunakan data sekunder yang diambil dari buku Kabupaten Malang Dalam Angka 2011.

2.3. Analisa Data

Data yang terkumpul kemudian ditabulasi dan diinterpretasikan. Data dikelompokkan menjadi beberapa bidang yaitu :

1. Demografi 2. Pendidikan 3. Kesehatan

4. Ekonomi dan Ketenagakerjaan 5. Hukum dan HAM

6. Sosial

Data-data tersebut dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik, sehingga dapat diidentifikasi kesenjangan gender yang ada.

(5)

BUKU DATA PROFIL GENDER DAN ANAK KABUPATEN MALANG 2011

5

2.4. Jadwal Pelaksanaan Kegiatan

Penyusunan Profil Data Gender dan Anak Kabupaten Malang dilaksanakan selama 3 bulan yaitu pada bulan September sampai November 2011 dengan rincian kegiatan sebagai berikut :

Tabel.2.1. Jadwal Kegiatan Penyusunan Profil Data Gender dan Anak Kabupaten Malang 2011 No. Kegiatan Bulan Ke - I II III 1. Persiapan : a. Surat Ijin b. Instrumen lapang c. Training Enumerator 2. Pengumpulan Data : a. Sekunder b. Primer

3. Pengolahan dan Analisis Data 4. Pembuatan Draft Laporan 5. Pertemuan Dan Konsultasi 6. Pembuatan Laporan Akhir Dan

(6)

BUKU DATA PROFIL GENDER DAN ANAK KABUPATEN MALANG 2011

6

BAB III

GAMBARAN UMUM KONDISI WILAYAH KABUPATEN MALANG

3.1. Geografis

Secara geografis Kabupaten Malang terletak diantara 112'17'10,90" sampai dengan 122'57'00,00" Bujur Timur dan 7'44‘55,11" sampai dengan 8'26 '35,45" Lintang Selatan. Sedangkan batas-batas Kabupaten Malang adalah :

Luas wilayah Kabupaten Malang adalah 323.827,32 Ha, dimana kabupaten Malang merupakan kabupaten dengan wilayah terluas di Propinsi Jawa Timur. Sedangkan ketinggian rata-rata Kabupaten Malang adalah 524 m di atas permukaan laut karena sebagian besar wilayahnya berada di dataran tinggi dan dikeliilingi oleh pegunungan maka berhawa sejuk, dengan suhu udara rata-rata 25,4 Celcius, curah hujan antara 30,0 mm – 526,0 mm. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan April dan curah hujan terendah terjadi pada bulan Juni. Sedangkan kelembaban udara rata-rata berkisar 85% menurut hasil pantauan Stasiun Klimatologi Karangploso.

Topografi Kabupaten Malang meliputi: dataran rendah, dataran tinggi, gunung-gunung baik yang masih aktif maupun tidak aktif serta sungai-sungai yang melintasi Kabupaten Malang. Faktor sumberdaya alam tersebut mencakup aspek kondisi topografi yang besar pengaruhnya terhadap proses pembangunan. Terdapat sembilan gunung dan satu pegunungan yang menyebar merata di

Sebelah Barat : Kab. Blitar dan Kab. Kediri

Sebelah Utara : Kab. Jombang, Kab. Mojokerto dan Kab.

Pasuruan

Sebelah Timur : Kab. Probolinggo dan Kab. Lumajang

Sebelah Selatan : Kab. Samudera Indonesia

 Sedangkan di bagian tengah wilayah Kabupaten Malang dibatasi oleh Kota Malang dan Kota Batu

(7)

BUKU DATA PROFIL GENDER DAN ANAK KABUPATEN MALANG 2011

7

sebelah utara, timur, selatan dan barat wilayah Kabupaten Malang. Beberapa gunung telah dikenal secara nasional diantaranya adalah Gunung Semeru sebagai gunung tertinggi di pulau Jawa dengan ketinggian 3.676 meter. Selain itu ada Gunung Kawi (2.651 meter), Gunung Arjuno (3.339 meter) dan Gunung Welirang (2.156 meter). Sedangkan sungai-sungai yang melintasi wilayah Kabupaten Malang diantaranya : Sungai Brantas, Sungai Metro, Sungai Lekso dan Sungai Konto.

Di samping topografi yang bergunung-gunung, wilayah Kabupaten Malang juga dekat dengan laut dan pantai terutama di wilayah Malang Selatan. Pantai-pantai yang terkenal di Kabupaten Malang dan menjadi obyek wisata antara lain adalah : Pantai Sendangbiru, Balaikambang, Ngliyep dan Kondang Merak.

3.2. Administrasi Pemerintahan

Secara administratif, wilayah Kabupaten Malang terbagi menjadi 33 kecamatan, 12 kelurahan, 378 desa, 3.125 RW dan 14.352 RT. Dengan ibukota kabupaten terletak di kota Kepanjen.

Adapun nama-nama kecamatan di Kabupaten Malang adalah :

No Kecamatan No Kecamatan

1 Kecamatan Kasembon 18 Kecamatan Turen 2 Kecamatan Ngantang 19 Kecamatan Ampelgading 3 Kecamatan Pujon 20 Kecamatan Tirtomulyo

4 Kecamatan Dau 21 Kecamatan Sumbermanjing Wetan 5 Kecamatan Karangploso 22 Kecamatan Kepanjen

6 Kecamatan Singosari 23 Kecamatan Sumber Pucung 7 Kecamatan Lawang 24 Kecamatan Pakisaji

8 Kecamatan Pakis 25 Kecamatan Wagir 9 Kecamatan Tumpang 26 Kecamatan Ngajum 10 Kecamatan Jabung 27 Kecamatan Kromengan 11 Kecamatan Poncokusumo 28 Kecamatan wonosari 12 Kecamatan Tajinan 29 Kecamatan Pagak 13 Kecamatan Bululawang 30 Kecamatan Kalipare 14 Kecamatan Wajak 31 Kecamatan Bantur 15 Kecamatan Gondanglegi 32 Kecamatan gedangan 16 Kecamatan Pagelaran 33 Kecamatan Donomulyo 17 Kecamatan Dampit

(8)

BUKU DATA PROFIL GENDER DAN ANAK KABUPATEN MALANG 2011

8

3.3. Ekonomi

Kabupaten Malang termasuk daerah di Propinsi Jawa Timur dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Pada tahun 2010 pertumbuhan ekonomi Kabupaten Malang mencapai 6,27%. Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) mencapai Rp. 31.573.866 juta dan pendapatan perkapita mencapai Rp. 12.981.500,-. Untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) mencapai Rp. 1.668.263.268,18. Sedangkan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) pada tahun 2011 mencapai Rp. 1.821.834.298.452,-

3.4. Sejarah Singkat Kabupaten Malang

Kabupaten Malang merupakan wilayah yang strategis pada masa pemerintahan kerajaan-kerajaan. Malang merupakan pusat kerajaan Singhasari, yang sebelumnya berpusat di Tumapel. Ketika kerajaan Singhasari di bawah kepemimpinan Akuwu Tunggul Ametung yang beristrikan Ken Dedes, kerajaan itu di bawah kekuasaan Kerajaan Kediri. Pusat pemerintahan Singhasari saat itu berada di Tumapel. Baru setelah muncul Ken Arok yang kemudian membunuh Akuwu Tunggul Ametung dan menikahi Ken Dedes, pusat kerajaan berpindah ke Malang, setelah berhasil mengalahkan Kerajaan Kediri. Kerajaan Kediri setelah jatuh ke tangan Singhasari statusnya turun menjadi kadipaten. Sementara Ken Arok mengangkat dirinya sebagai raja yang bergelar Prabu Kertarajasa Jayawardhana atau Dhandang Gendhis (1185 - 1222). Kerajaan ini mengalami jatuh bangun. Semasa kejayaan Mataram, kerajaan-kerajaan di Malang jatuh ke tangan Mataram, seperti halnya Kerajaan Majapahit, sementara pemerintahanpun berpindah ke Demak yang pada saat itu bersamaan dengan masuknya agama Islam ke Tanah Jawa yang dibawa oleh Wali Songo. Malang pada saat itu berada di bawah pemerintahan Adipati Ronggo Tohjiwo dan statusnya berubah menjadi kadipaten. Pada masa-masa keruntuhan itu, menurut Folklore, muncul pahlawan legendaris yang bernama Raden Panji Pulungjiwo. Ia ditangkap oleh prajurit Mataram di Desa Panggungrejo yang kini disebut Kepanjen (berasal dari kata Kepanji-an).

(9)

BUKU DATA PROFIL GENDER DAN ANAK KABUPATEN MALANG 2011

9

Hancurnya kota Malang saat itu dikenal sebagai Malang Kutho Bedhah. Bukti-bukti yang hingga sekarang merupakan saksi bisu adalah nama-nama desa seperti Kanjeron, Balandit, Turen, Polowijen, Ketindan, Ngantang dan Mandaraka. Peninggalan sejarah berupa candi-candi merupakan bukti konkrit bahwa di Malang dahulu merupakan pusat kerajaan yang diperhitungkan di Tanah Jawa. Candi-candi tersebut antara lain : Candi Kidal di Desa Kidal Kecamatan Tumpang yang dikenal sebagai tempat penyimpanan abu jenazah Anusapati. Candi Singhasari di Kecamatan Singosari sebagai tempat penyimpanan abu jenazah Kertanegara. Candi Jago / Jajaghu di Kecamatan Tumpang merupakan tempat penyimpanan abu jenazah Wisnuwardhana. Bukti-bukti yang lain, seperti beberapa prasasti yang ditemukan menunjukkan daerah ini telah ada sejak abad VIII dalam bentuk Kerajaan Singhasari dan beberapa kerajaan kecil lainnya seperti Kerajaan Kanjuruhan seperti yang tertulis dalam Prasasti Dinoyo. Prasasti itu menyebutkan peresmian tempat suci pada hari Jum`at Legi tanggal 1 Margasirsa 682 Saka, yang bila diperhitungkan berdasarkan kalender kabisat jatuh pada tanggal 28 Nopember 760. Tanggal inilah yang dijadikan patokan hari jadi Kabupaten Malang. Sejak tahun 1984 di Pendopo Kabupaten Malang ditampilkan upacara Kerajaan Kanjuruhan, lengkap berpakaian adat zaman itu, sedangkan para hadirin dianjurkan berpakaian khas daerah Malang sebagaimana yang telah ditetapkan oleh pemerintah Kabupaten Malang.

Pada zaman VOC, Malang merupakan tempat strategis atau sebagai basis perlawanan terhadap VOC, seperti halnya perlawanan Trunojoyo (1674 - 1680) terhadap Mataram yang dibantu VOC. Menurut kisah, Trunojoyo tertangkap di Ngantang. Pada awal abad XIX pemerintahan Hindia Belanda dipimpin oleh Gubernur Jenderal, sementara itu Malang seperti daerah-daerah Nusantara lainnya, dipimpin oleh seorang bupati. Bupati Malang Pertama adalah Raden Tumenggung Notodiningrat I yang diangkat oleh pemerintah Hindia Belanda berdasarkan Resolusi Gubernur Jenderal 9 Mei 1820 Nomor 8 Staatblad 1819 Nomor 16.

(10)

BUKU DATA PROFIL GENDER DAN ANAK KABUPATEN MALANG 2011

10

3. 5. Misi Kabupaten Malang

Misi yang dilakukan untuk mendukung visi kabupaten malang tahun 2011-2015 adalah

1. Mewujudkan pemahaman dan pengalaman nilai-nilai agama,adat istiadat dan budaya

2. Mewujudkan pemerintahan good governance (tata kelola pememrintahan yang baik), clean government (pemerintah yang bersih), berkeadilan dan demokratis

3. Menegakkan supremasi hukum dan Hak Azasi Manusia (HAM) 4. Mewujudkan lingkungan yang aman, tertib dan damai

5. Meningkatkan ketersediaan dan kualitas infrastrutur daerah

6. Mewujudkan sumber daya manusia yang produktif dan berdaya saing 7. Meningkatkan peertumbuhan ekonomi daerah dengan berbasis sektor

pertanian dan Pemberdayaan Masyarakat Pedesaan

8. Meningkatkan kualitas dan fungsi lingkungan hidup serta pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan

(11)

BUKU DATA PROFIL GENDER DAN ANAK KABUPATEN MALANG 2011

11

BAB IV DEMOGRAFI

Menurut data statistik Kabupaten Malang dalam Angka tahun 2010, penduduk Kabupaten Malang berjumlah 2.734.375 jiwa, terdiri dari 1.367.187 (50 %) jiwa laki-laki dan perempuan 1.367.188 (50%) jiwa. Bila dibandingkan dengan tahun 2008 terdapat kenaikan jumlah penduduk untuk penduduk perempuan sebesar 0,36% dari data sebelumnya dimana penduduk perempuan sebelumnya sebesar 49,64% yang berarti untuk tahun 2010 jumlah penduduk laki-laki dan perempuan seimbang atau sama.

Laju pertumbuhan penduduk di Kabupaten Malang 0.86 pertahun dengan kepadatan penduduk 822/km2

Tabel 4.1. Komposisi Penduduk Kabupaten Malang

No. Kelp. Umur (Tahun) Jenis Kelamin Laki-Laki (jiwa) % Perempuan (jiwa) % Jumlah (jiwa) % 1 0 – 4 114.297 4,2 109.102 4,0 223.339 8,2 2 5 – 9 120.039 4,4 117.031 4,3 237.070 8,7 3 10 – 14 126.055 4,6 118.672 4,3 244.727 9,0 4 15 – 19 138.359 5,1 134.451 4,9 272.890 10,0 5 20 – 24 124.688 4,6 124.688 4,6 249.376 9,1 6 25 – 29 121.680 4,5 124.141 4,5 245.821 9,0 7 30 – 34 112.383 4,1 121.680 4,5 234.063 8,6 8 35 – 39 110.195 4,0 118.125 4,3 228.320 8,4 9 40 – 44 97.344 3,6 91.055 3,3 188.399 6,9 10 45 – 49 76.288 2,8 73.555 2,7 149.843 5,5 11 50 – 54 58.516 2,1 58.516 2,1 117.032 4,3 12 55 – 59 50.859 1,9 64.258 2,4 115.117 4,2 13 60 + 116.484 4,3 111.836 4,1 228.320 8,4 Total 1.367.187 50 1.367.188 50 2.734.375 100,0 Sumber: MDA, 2010

(12)

BUKU DATA PROFIL GENDER DAN ANAK KABUPATEN MALANG 2011

12

Gambar 4.1. Komposisi Penduduk laki-laki berdasarkan umur di Kabupaten Malang

Gambar 4.2. Komposisi Penduduk Perempuan berdasarkan umur di Kabupaten Malang

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar

penduduk di Kabupaten Malang merupakan penduduk yang berusia produktif. Adapun komposisi umur penduduk Kabupaten Malang yang paling banyak berada pada kelompok umur 15 – 19 tahun baik untuk penduduk laki-laki maupun perempuan yang merupakan kelompok usia produktif, dimana pada kelompok usia tersebut umumnya merupakan usia sekolah. Sedangkan

(13)

BUKU DATA PROFIL GENDER DAN ANAK KABUPATEN MALANG 2011

13

komposisi umur penduduk Kabupaten Malang yang paling sedikit berada pada kelompok umur 55-59 tahun baik untuk penduduk laki-laki maupun perempuan yang merupakan kelompok usia non produktif karena termasuk golongan manula. Dari komposisi umur penduduk kabupaten Malang yang umumnya merupakan usia produktif merupakan potensi sumberdaya manusia yang bisa dikembangkan dalam pelaksanaan pembangunan daerah.

Tabel 4.2. Penduduk per Kecamatan menurut Jenis Kelamin dan Sex Ratio, 2010

No Kecamatan Laki-laki Perempuan Jumlah Rasio jenis kelamin 1 Donomulyo 36,304 36,404 72,708 99.73 2 Kalipare 32,975 33,963 66,938 97.09 3 Pagak 25,229 25,631 50,860 98.43 4 Bantur 35,456 36,235 71,691 97.85 5 Gedangan 28,684 27,488 6,172 104.35 6 Sumbermanjing 48,005 49,211 97,216 97.55 7 Dampit 57,766 59,030 116,796 97.86 8 Tirtoyudo 31,510 31,577 63,087 99.79 9 Ampelgading 28,425 29,071 57,496 97.78 10 Poncokusumo 46,916 46,459 93,375 100.98 11 Wajak 41,373 42,643 84,016 97.02 12 Turen 55,416 57,009 112,425 97.21 13 Bululawang 30,870 31,361 62,231 98.43 14 Gondanglegi 38,174 40,875 9,049 93.39 15 Pagelaran 32,841 33,657 66,498 97.58 16 Kepanjen 49,784 50,392 100,176 98.79 17 Sumberpucung 26,731 27,839 54,570 96.02 18 Kromengan 19,292 19,759 9,051 97.64 19 Ngajum 25,141 25,335 50,476 99.23 20 Wonosari 21,722 22,007 43,729 98.70 21 Wagir 39,200 38,436 77,636 101.99 22 Pakisaji 37,814 37,607 75,421 100.55 23 Tajinan 24,929 25,863 50,792 96.39 24 Tumpang 36,543 38,376 74,919 95.22 25 Pakis 62,038 62,080 124,118 99.93 26 Jabung 36,267 35,882 72,149 101.07 27 Lawang 45,330 45,995 91,325 98.55 28 Singosari 77,030 77,996 155,026 98.76 29 Karangploso 27,069 27,949 55,018 96.85 30 Dau 29,406 28,795 58,201 102.12 31 Pujon 31,432 30,582 62,014 102.78 32 Ngantang 29,794 28,985 58,779 102.79 33 Kasembon 15,819 15,679 31,498 100.89 Jumlah 1,205,285 1,220,171 2,425,456 98.78

(14)

BUKU DATA PROFIL GENDER DAN ANAK KABUPATEN MALANG 2011

14

Berdasarakan data statistik, jumlah penduduk terbanyak ada di Kecamatan Singosari yang mencapai 155.3026 jiwa yang terdiri dari 77.030 jiwa penduduk laki-laki dan 77.949 jiwa penduduk perempuan. Hal ini disebabkan karena Kecamatan Singosari merupakan daerah kawasan industri yang berkembang dan relatif dekat dengan wilayah kota Malang. Sedangkan jumlah penduduk paling sedikit ada di Kecamatan Kasembon yaitu : 31.498 jiwa yang terdiri dari 15.819 jiwa penduduk laki-laki dan 15.498 jiwa penduduk perempuan. Hal ini disebabkan karena wilayah Kecamatan Kasembon merupakan salah satu daerah pinggiran yang langsung berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kediri dan topografinya merupakan daerah pegunungan.

Tabel 4.3. Penduduk Awal, Lahir, Mati, Datang, Pergi dan Penduduk Akhir per Kecamatan Tahun 2010

No Kecamatan Awal Lahir Mati Datang Pergi Akhir

1 Donomulyo 73,047 519 488 293 426 74,773 2 Kalipare 67,045 465 430 201 290 68,431 3 Pagak 50,672 370 286 458 363 52,149 4 Bantur 71,294 538 337 557 422 73,148 5 Gedangan 55,079 750 195 184 143 56,351 6 Sumbermanjing 97,034 700 698 115 121 98,668 7 Dampit 117,348 533 542 393 715 119,531 8 Tirtoyudo 62,923 337 225 182 238 63,905 9 Ampelgading 57,537 377 414 165 203 58,696 10 Poncokusumo 93,117 833 663 269 313 95,195 11 Wajak 81,284 736 333 2,794 694 85,841 12 Turen 112,210 1,334 1,033 1,289 1,385 117,251 13 Bululawang 61,374 736 242 340 385 63,077 14 Gondanglegi 78,619 336 348 135 291 79,729 15 Pagelaran 66,125 946 579 510 548 68,708 16 Kepanjen 93,186 895 705 1,317 1,346 97,449 17 Sumberpucung 54,773 503 550 420 502 56,748 18 Kromengan 39,222 330 448 243 345 40,588 19 Ngajum 50,247 417 367 102 169 51,302 20 Wonosari 43,984 281 302 196 326 45,089 21 Wagir 76,592 711 468 727 505 79,003 22 Pakisaji 74,953 785 536 914 916 78,104 23 Tajinan 49,949 815 459 698 625 52,546 24 Tumpang 74,839 285 218 77 56 75,475 25 Pakis 123,034 872 603 1,271 909 126,689 26 Jabung 70,522 2,214 1,324 1,013 1,789 76,862 27 Lawang 91,358 669 433 806 1,077 94,343 28 Singosari 152,873 797 540 2,460 1,236 157,906 29 Karangploso 54,518 549 382 601 297 56,347 30 Dau 56,112 1,052 558 1,629 720 60,071 31 Pujon 61,618 416 187 132 54 62,407 32 Ngantang 58,015 1,241 597 231 174 60,258 33 Kasembon 31,069 424 257 356 224 32,330 Total 2,401,572 22,766 15,747 21,078 17,807 2,478,970

(15)

BUKU DATA PROFIL GENDER DAN ANAK KABUPATEN MALANG 2011

15

Dari data di atas pertambahan penduduk terbesar dilihat dari angka kelahiran yang tinggi terdapat pada kecamatan Jabung dengan angka kelahiran mencapai 2,214 jiwa, selain kelahiran yang tinggi, kecamatan Jabung juga mengalami tingkat kematian terbesar yaitu 1,324 jiwa

Sedangkan kelahiran terendah pada kecamatan Wonosari dengan angka kelahiran 281 jiwa. Hal ini menunjukkan bahwa program keluarga berencana sudah diterapkan oleh masyarakat, adanya peningkatan faktor ekonomi dan sosial dan di ikuti tingkat pendidikan Karen pendiidkan akan mempengaruhi umur kawin pertama penggunaan kontrasepsi sehingga kelahiran dapat ditekan.

Angka kematian terendah pada kecamatan Pujon sebesar 187 hal ini menunjukkan bahwa besar kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan, pelayanan kesehatan yang lebih baik, peningkatan gizi keluarga, peningkatan pendidikan (Kesehatan Masyarakat) yang semuanya dapat meminimalkan angka kematian. (Daldjoeni, 1986)

Berdasarkan sebaran kecamatan Jabung mempunyai jumlah migrasi paling tinggi jika dibandingkan kecamatan-kecamatan lain sebesar 1,789 jiwa penduduk Jabung bermigrasi keluar daerah hal ini. Sebagian besar mereka menjadi TKI keluar negeri sebagai buruh migran dan sebagian bekerja diluar daerah Malang, tingginya penduduk yang migrasi ke luar daerah dipengaruhi tingkat kelahiran yang tinggi pula. Sedangkan untuk penduduk yang datang atau pulang ke daerah terbanyak pada kecamatan Wajak sebesar 2,794 jiwa, masyarakat pulang kembali ke desa dengan alasan karena semakin sulitnya pekerjaan di kota-kota besar dan pulang ingin membangun desanya.

(16)

BUKU DATA PROFIL GENDER DAN ANAK KABUPATEN MALANG 2011

16

BAB V PENDIDIKAN

Pendidikan adalah kegiatan belajar mengajar pada semua tingkatan dan satuan pendidikan baik formal, informal dan non formal. Terdapat tiga pilar untuk mengkaji pelaksanaan pengarusutamaan gender di bidang pendidikan yaitu akses dan pemerataan, mutu dan relevansi, tata kelola dan pencitraan pendidik. Tolok ukur yang digunakan antara lain angka partisipasi sekolah di berbagai jenjang, angka putus sekolah/ angka buta huruf, guru dan kepala sekolah. Pendidikan merupakan tolok ukur pembangunan sumberdaya manusia, disamping kesehatan dan pendapatan (faktor ekonomi). Terpenuhinya pendidikan yang layak bagi setiap penduduk erat kaitannya dengan kualitas sumberdaya manusia sebagai pelaku pembangunan. Kualitas penduduk harus ditingkatkan agar pembangunan dapat berjalan sesuai dengan harapan.

Dalam dimensi Gender, perlu disajikan data terpilah berdasar jenis kelamin sehingga diketahui sejauh mana akses, peluang, kontrol, dampak dan manfaat pendidikan bagi perempuan dan laki-laki serta bias-bias Gender yang ditimbulkan. Dalam UU No. 2/1989 telah dicanangkan bahwa mulai tahun 1994 diberlakukan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun. Selain itu, dianjurkan pula bahwa orangtua agar menyekolahkan anaknya baik perempuan maupun laki-laki sekurang-kurangnya sampai menyelesaikan sekolah lanjutan pertama. Program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun hingga saat ini berarti sudah berjalan 12 tahun. Bagaimana hasil dari program tersebut?

Bab ini selanjutnya akan menyajikan gambaran tentang keadaan pendidikan di Kabupaten Malang yang dibedakan antara laki-laki dan perempuan (jika data terpilah tersedia), terutama (1) Jumlah penduduk Kabupaten Malang usia sekolah (≤ 19 tahun), (2) Jumlah Murid SD, SMP, SMA DAN SMK di Kabupaten Malang,(3) Rata-rata lama sekolah, (4) Pendidikan yang ditamatkan, (5) Kemampuan Membaca dan Menulis, (6) Angka partisipasi pendidikan, (7) Angka Putus Sekolah (APtS), (8) Penerima Beasiswa dan (9) Jumlah sumberdaya di bidang pendidikan (jumlah sekolahan, murid dan guru), (10) Pembelajaran berwawasan Gender Sejak Dini

(17)

BUKU DATA PROFIL GENDER DAN ANAK KABUPATEN MALANG 2011

17

5.1. Jumlah Penduduk Usia Sekolah (≤ 19 tahun)

Untuk mendukung keberhasilan program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun, semua pihak yang terkait di Kabupaten Malang harus mengetahui jumlah penduduk usia sekolah ( ≤ 19 tahun), disajikan pada Tabel 5.1

Tabel 5.1 Jumlah Anak Usia Sekolah (≤ 19 Tahun) Menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan

No Kecamatan Laki-Laki Perempuan Jumlah

Jumlah % Jumlah % 1 Donomulyo 9.127 51,73 8.517 48,27 17.644 2 Kalipare 9.389 51,87 8.713 48,13 18.102 3 Pagak 7.195 50,65 7.010 49,35 14.205 4 Bantur 10.583 51,30 10.046 48,70 20.629 5 Gedangan 8.232 51,49 7.756 48,51 15.988 6 Sumbermanjing 14.980 52,18 13.729 47,82 28.709 7 Dampit 19.256 51,05 18.462 48,95 37.718 8 Tirtoyudo 9.986 51,56 9.380 48,44 19.366 9 Ampelgading 8.682 52,28 7.923 47,71 16.605 10 Poncokusumo 15.320 51,28 14.552 48,71 29.872 11 Wajak 13.250 51,56 12.446 48,44 25.696 12 Turen 18.425 51,17 17.582 48,83 36.007 13 Bululawang 12.361 50,29 12.216 49,71 24.577 14 Gondanglegi 14.902 49,88 14.972 50,12 29.874 15 Pagelaran 11.357 50,35 11.197 49,65 22.554 16 Kepanjen 17.559 50,69 17.079 49,31 34.638 17 Sumberpucung 8.793 52,27 8.028 47,73 16.821 18 Kromengan 5.824 51,29 5.531 48,71 11.355 19 Ngajum 7.788 50,69 7.576 49,31 15.364 20 Wonosari 6.420 51,01 6.165 48,99 12.585 21 Wagir 13.536 51,69 12.649 48,31 26.185 22 Pakisaji 14.202 51,27 13.499 48,73 27.701 23 Tajinan 8.486 51,19 8.092 48,81 16.578 24 Tumpang 11.660 50,67 11.353 49,33 23.013 25 Pakis 23.711 51,25 22.554 48,75 46.265 26 Jabung 12.221 51,17 11.660 48,83 23.881 27 Lawang 17.351 50,91 16.731 49,09 34.082 28 Singosari 28.620 50,98 27.517 49,02 56.137 29 Karangploso 12.698 51,07 12.168 48,93 24.866 30 Dau 10.805 51,17 10.310 48,83 21.115 31 Pujon 11.920 51,45 11.246 48,55 23.166 32 Ngantang 9.129 51,68 8.537 48,32 17.666 33 Kasembon 5.304 52,63 4.773 47,37 10.077 Jumlah 409.072 389.969

(18)

BUKU DATA PROFIL GENDER DAN ANAK KABUPATEN MALANG 2011

18

Data dalam Tabel 5.1, jika digambarkan tampak seperti grafik 5.1, jumlah usia sekolah anak laki-laki lebih banyak daripada perempuan.

Sumber : KMDA, 2010

Gambar 5.1. Jumlah Usia Sekolah Berdasarkan Jenis Kelamin

Gambar 5.1, jumlah usia sekolah anak laki-laki dan Perempuan (MDA 2010)

Usia sekolah adalah antara 6-19 tahun untuk pendidikan dasar dan menengah sedangkan untuk usia kurang dari 5 tahun adalah masa-masa prasekolah (PAUD dan TK). Usia antara 20-24 tahun merupakan masa-masa pendidikan di Perguruan Tinggi. Berdasarkan Tabel 5.1 di atas, menunjukkan bahwa jumlah penduduk di Kabupaten Malang jumlah penduduk perempuan usia kurang dari 19 tahun lebih sedikit daripada laki-laki. Berdasarkan data Malang Dalam Angka (2010), jumlah penduduk golongan usia sekolah, jenjang pendidikan PAUD dan TK sebanyak 196.039 (24,5 %), Sisanya sebanyak 75,5 % dari total penduduk usia ≤ 19 tahun adalah usia SD/MI (69,51%), SMP/MTs (21,02%), SMA/MA (4,83%) dan SMK (4,64). Berikut data jumlah murid SD, SMP, SMA dan SMU di Kabupaten Malang

5.2. Jumlah Murid SD, SMP, SMA DAN SMK di Kabupaten Malang

Berdasarkan data Dinas Pendidikan Kabupaten Malang (2011), jumlah siswa SD, SMP, SMP dan SMK berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 5.2 berikut :

(19)

BUKU DATA PROFIL GENDER DAN ANAK KABUPATEN MALANG 2011

19

Tabel 5.2 Jumlah Siswa SD, SMP, SMA dan SMK di Kabupaten Malang

Jenjang Sekolah Laki-Laki Perempuan Jumlah (orang) Jumlah (orang) Persentase Jumlah (orang) Persentase SD/MI 138,427 36.35 126,277 33.16 264.704 SMP/MTs 40,132 10.54 39,911 10.48 80.043 SMA/MA 8,262 2.17 10,138 2.66 18.400 SMK 10,641 2.79 7,046 1.85 17.687 Jumlah 197,462 51.85 183,372 48.15 380.834 Sumber : KMDA, 2010

Masih banyak penduduk Kabupaten Malang yang hanya mengenyam pendidikan SD. Terlihat pada Tabel 5.2, bahwa ketika pendidikan tingkat sekolah dasar, jumlah murid SD/MI laki-laki dan perempuan terbanyak dibandingkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Tantangan bagi instansi terkait pendidikan dan masyarakat secara umum di Kabupaten Malang, untuk menyediakan fasilitas dan sumberdaya (dana dan SDM) lebih banyak agar dapat menampung siswa pada jenjang pendidikan lebih tinggi. Perbandingan jumlah murid laki-laki dan perempuan di Kabupaten Malang dapat dilihat pada grafik 5.2

Gambar 5.2 Perbandingan Jumlah Murid Laki-laki dan Perempuan Di Kabupaten Malang Berdasarkan Jenjang Pendidikan (KMDA 2010)

(20)

BUKU DATA PROFIL GENDER DAN ANAK KABUPATEN MALANG 2011

20

5.3 Rata-Rata Lama Sekolah

Rata-rata lama sekolah penduduk Kabupaten Malang usia 15 tahun keatas pada tahun 2007 adalah 6,66 tahun, tahun 2008 masih sama yaitu 6,66 tahun, mengalami sedikit peningkatan pada tahun 2009 menjadi 6.69 tahun dan mengalami peningkatan lagi pada tahun 2010 yaitu 6,93 tahun. Walaupun ada peningkatan rata-rata lama sekolah dari tahun 2008-2010, namun program wajib pendidikan dasar 9 tahun belum dapat dikatakan berhasil. Program tersebut dikatakan berhasil jika rata-rata lama sekolah penduduk Kabupaten Malang adalah 9 tahun. Berikut adalah grafik yang menunjukkan rata-rata lama sekolah di Kabupaten Malang sejak tahun 2007-2010.

Sumber : PPGK dan KPPA (2010); KMDA (2010)

Gambar 5.3 Rata-Rata Lama Sekolah Penduduk Di Kabupaten Malang berdasarkan Tahun

5.4. Pendidikan Yang Ditamatkan

Secara umum tingkat pendidikan yang ditamatkan penduduk perempuan dan laki-laki di Kabupaten Malang disajikan dalam Tabel 4. Kondisi penduduk di Kabupaten Malang yang tidak sekolah atau buta huruf cukup tinggi yaitu 61.200 orang (laki-laki) dan 53.507 orang (perempuan). Penduduk yang

(21)

BUKU DATA PROFIL GENDER DAN ANAK KABUPATEN MALANG 2011

21

tidak tamat SD juga cukup tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk Kabupaten Malang tingkat pendidikan masih relative rendah. Jumlah lulusan jenjang pendidikan SD, terbanyak dibandingkan jumlah pendidikan yang lebih tinggi. Semakin tinggi jenjang pendidikan, jumlah penduduk yang dapat menamatkan sekolah semakin sedikit baik untuk laki-laki maupun perempuan. Apalagi jenjang pendidikan tertinggi yaitu PT, jumlah penduduk yang tamat semakin kecil. Hampir semua jenjang pendidikan jumlah perempuan lebih rendah dari laki-laki. Kondisi pendidikan yang ditamatkan oleh penduduk Kabupaten Malang, secara grafik dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 5.4. pendidikan yang ditamatkan oleh penduduk Kabupaten Malang

Terlihat jelas dari grafik 5.4 tersebut, bahwa pada semua level jenjang pendidikan jumlah penduduk laki-laki lebih tinggi dari perempuan. Secara ringkas jumlah penduduk Kabupaten Malang berdasarkan pendidikan yang ditamatkan dapat dilihat pada Tabel Berikut:

(22)

BUKU DATA PROFIL GENDER DAN ANAK KABUPATEN MALANG 2011

22

Tabel 5.3 Jumlah Penduduk Kabupaten Malang Ditamatkan Berdasarkan Pendidikan Yang Ditamatkan JENJANG PENDIDIKAN JUMLAH TOTAL P PERSEN L PERSEN TDK/BLM PERNAH SEKOLAH 53,507 4.40 61,200 5.03 114,707 TDK/BLM TAMAT SD 66,350 5.45 94,005 7.72 160,355 SD 198,526 16.31 279,762 22.99 478,288 SMP 110,198 9.06 139,123 11.43 249,321 SMU 82,218 6.76 97,922 8.05 180,140 DIPLOMA 5,211 0.43 6,550 0.54 11,761 PT 10,253 0.84 12,115 1.00 22,368 JUMLAH 526,263 43.24 690,677 56.76 1,216,940 Sumber : (PPGK dan KPPA, 2010)

Berdasarkan Tabel 5.3 di atas, jumlah penduduk perempuan yang belum atau tidak pernah sekolah lebih besar dari pada penduduk laki-laki, sedangkan penduduk yang tidak dan atau belum tamat SD; laki-laki sedikit lebih banyak dari pada perempuan. Penduduk yang tamat SD laki-laki lebih besar perempuan, tamat SLTP perempuan lebih besar dari laki-laki, SMU perempuan lebih besar dari laki-laki, Diploma/Akademi laki-laki lebih besar dari perempuan, Universitas/Perguruan Tinggi perempuan lebih tinggi dari laki-laki. Ketertinggalan perempuan atau laki-laki bervariasi antar jenjang pendidikan, kadang-kadang perempuan tertinggal, kadang kadang laki laki yang tertinggal. Gejala ini menunjukkan bahwa peluang yang terbuka bagi perempuan dan laki-laki dalam pendidikan sama, tetapi akses masing-masing berbeda. Dengan demikian perlu senantiasa memperhatikan keduanya secara berimbang (KPPA Kab. Malang dan PPGK, 2010).

(23)

BUKU DATA PROFIL GENDER DAN ANAK KABUPATEN MALANG 2011

23

Tabel 5.4 Rekapitulasi SD/MI di Desa Tertinggal Tahun 2011

No Kecamatan Jumlah Desa tertinggal

SD MI SD MI 1 Donomulyo 46 21 2 Kalipare 44 22 4 3 Pagak 29 12 4 4 Bantur 39 29 10 5 Gedangan 35 17 2 6 Sumbermanjing Wetan 50 19 5 7 Dampit 50 11 3 8 Tirtoyudo 35 11 9 Poncokusumo 40 11 6 10 Wajak 39 15 8 2 11 Turen 53 6 5 12 Bululawang 23 9 11 13 Godanglegi 25 5 8 14 Kepanjen 47 1 1 15 Sumber Pucung 32 4 16 Kromengan 22 7 17 Ngajum 30 10 1 18 Wonosari 31 18 19 Wagir 36 11 2 20 Pakisaji 35 4 3 21 Tajinan 21 1 1 22 Tumpang 34 4 2 23 Pakis 34 4 1 24 Jabung 34 15 2 25 Singosari 53 9 3 26 Karangploso 25 14 4 27 Pujon 32 2 3 28 Ngantang 38 7 1 29 Lawang 52 7 2 30 Kasembon 19 10 1 31 Ampelgading 31 3 32 Pagelaran 23 33 Dau 25 JUMLAH 1162 15 312 87

5.5 Kemampuan Membaca dan Menulis

Kepandaian baca tulis dilihat pada Tabel 5.4 bahwa kelompok usia 10-44 tahun, karena pada usia ini kemampuan baca tulis sangat penting sebagai dasar peningkatan kualitas hidup atau kualitas sumberdaya manusia.

(24)

BUKU DATA PROFIL GENDER DAN ANAK KABUPATEN MALANG 2011

24

Tabel 5.5 Jumlah Penduduk 10-44 Tahun Menurut Kepandaian Membaca, Menulis Dan Jenis Kelamin

Kecamatan Dapat baca tulis Tidak dapat baca tulis

P L P+L P L P+L Donomulyo 20136 19243 39379 Kalipare 255 125 380 Pagak 963 854 1817 308 200 508 Bantur *) Gedangan 19932 20017 39949 121 114 235 Sumbermanjing 1471 847 2318 331 113 444 Dampit *) Tirtoyudo 156 174 330 43 97 140 Ampelgading 20813 31219 52032 78 52 130 Poncokusumo 49568 3219 Wajak *) Turen 22627 20763 43390 824 1243 2067 Bululawang *) Gondanglegi 5430 6277 11707 26 17 43 Pagelaran 21536 20759 42295 Kepanjen *) Sumberpucung 13151 3151 16302 Kromengan 13277 12757 26034 58 55 113 Ngajum 11815 22937 34752 410 325 735 Wonosari *) Wagir 137 163 300 Pakisaji 23380 31695 55075 Tajinan *) Tumpang 26048 19219 45267 Pakis 356553 34288 390841 61 51 112 Jabung 22801 20952 43753 3117 2329 5446 Lawang *) Singosari 21500 19500 41000 1750 1317 3067 Karangploso 21112 24221 45333 201 220 421 Dau 180 90 270 Pujon 16305 13339 29644 120 410 530 Ngantang 11869 10283 22152 165 251 416 Kasembon 285 216 501 45 24 69 Jumlah 628035 301141 978744 31355 38766 73340 Persentase % 67.59 32.41 100 44.72 55.28 100

Sumber: PPKG dan KPPA, 2010 *) Tidak ada data

Dalam Tabel 5.5 di atas yang menunjukkan jumlah penduduk perempuan yang mampu membaca dan menulis huruf latin jauh lebih besar dari pada laki-laki, sebaliknya penduduk yang tidak dapat membaca dan menulis huruf latin, perempuan lebih kecil dari pada laki-laki. Apabila dilihat dari

(25)

BUKU DATA PROFIL GENDER DAN ANAK KABUPATEN MALANG 2011

25

sebaran kecamatan Donomulyo, Ampel Gading, Turen, Pagelaran, Pakis, Singosari dan Karangploso jumlah perempuan yang mampu baca tulis cukup besar. Sedangkan laki-laki yang banyak berkemampuan baca tulis ada di Kecamatan Gedangan, Sumbermanjing, Turen, Pegelaran, Ngajum, Pakis, Jabung, Karangploso adalah daerah dengan kondisi penduduk laki-laki lebih besar dari pada penduduk perempuan (PPGK dan KPPA, 2010). Perbandingan kemampuan membaca dan menulis penduduk di Kabupaten Malang antara laki-laki dan perempuan dapat dilihat pada grafik 5.5 berikut:

Gambar 5.5 Perbandingan Jumlah Penduduk Kabupaten Malang yang dapat dan tidak Dalam Hal Membaca dan Menulis Berdasarkan Jenis Kelamin (PPKG dan KPPA, 2010)

5.6 Angka Partisipasi Dalam Pendidikan

Dalam http://wakhinuddin.wordpress.com/2009/08/07/angka-partisipasi-dalam-pendidikan/ disebutkan, angka partisipasi dalam suatu kegiatan penting diketahui, dengan mengetahui angka partisipasi tersebut dapat dinilai apakah kegiatan tersebut disukai masyarakat atau tidak disukai. Semakin besar angka partisipasi suatu program pendidikan berarti, program, lembaga, daerah tersebut berkualitas, sebaliknya kurang dan peserta banyak berhenti dalam proses pelaksanaan program berarti program, lembaga dan daerah tersebut tidak berkualitas. Berikut disampaikan beberapa konsep tentang berkaitan dengan Partisipasi dalam pendidikan.

(26)

BUKU DATA PROFIL GENDER DAN ANAK KABUPATEN MALANG 2011

26

Data PPGK dan KPPA Kabupaten Malang (2010), terkait dengan analisis kondisi pendidikan dengan indikator Angka Partisipasi Dalam Pendidikan dapat dilihat pada Tabel 5.6.

Tabel 5.6 Angka Partisipasi Dalam Pendidikan Menurut Satuan Pendidikan Selama Tiga Tahun Terakhir No Angka Partisipasi/Satuan Pendidikan Th. 2007 Th. 2008 Th. 2009 1 APK SD SMP SMA 115,10 89,68 39,96 115,22 91,22 37,24 112,94 92,26 39,57 2 APS SD SMP SMA 98,88 82,03 27,85 98,98 83,47 28,58 99,65 85,92 30,41 3 APM SD SMP SMA 99,01 70,27 36,27 99,10 70,28 34,61 99,13 72,43 34,61 Sumber: PPGK dan KPPA, 2010

a. Angka Partisipasi Kasar (APK)

Angka Partisipasi Kasar (APK) didefinisikan sebagai perbandingan antara jumlah murid pada jenjang pendidikan tertentu (SD, SLTP, SLTA dan sebagainya) dengan penduduk kelompok usia sekolah yang sesuai dan dinyatakan dalam persentase. Hasil perhitungan APK ini digunakan untuk mengetahui banyaknya anak yang bersekolah di suatu jenjang pendidikan tertentu pada wilayah tertentu. Semakin tinggi APK berarti semakin banyak anak usia sekolah yang bersekolah di suatu jenjang pendidikan pada suatu wilayah. Nilai APK bisa lebih bes dari 100 % karena terdapat murid yang berusia di luar usia resmi sekolah, terletak di daerah kota, atau terletak pada daerah perbatasan. Rumus :

Jumlah murid di tingkat pendidikan tertentu * APK = ———————————————— x 100% Jumlah penduduk usia tertentu

(27)

BUKU DATA PROFIL GENDER DAN ANAK KABUPATEN MALANG 2011

27

*) Keterangan :

 Tingkat Sekolah Dasar (SD) : Kelompok usia 7 – 12 tahun

 Tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) : Kelompok usia 13 – 15 tahun

 Tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) : Kelompok usia 16 – 18 tahun

Berdasarkan data yang ditulis oleh tim PPKG dan KPPA Kabupaten Malang, 2010, angka Partisipasi Kasar (APK) di tingkat SD menunjukkan anak perempuan yang bersekolah SD lebih besar daripada anak laki-laki. Pada tahun 2007, setiap 100 orang anak laki-laki yang bersekolah SD terdapat 115 orang anak perempuan. Angka ini meningkat pada tahun 2008 dan menurun kembali pada tahun 2009. Pada satuan pendidikan SMP partisipasi kasar anak laki-laki lebih tinggi daripada anak perempuan. Tahun 2007, dalam setiap 100 anak laki-laki yang bersekolah terdapat 89 anak perempuan. Angka ini mengalami peningkatan pada tahun 2008 dan 2009 menjadi 92 anak perempuan. APK untuk satuan pendidikan SMA, perbedaan anak laki-laki dan perempuan semakin tajam. Dalam setiap 100 anak laki-laki bersekolah SMA, hanya terdapat 37 anak perempuan pada tahun 2007 dan 2008, meningkat menjadi 39 anak perempuan pada tahun 2009. Perbedaan ini menunjukkan bahwa anak perempuan tertinggal jauh dari anak laki-laki dalam mengakses pendidikan SMA. APK di Kabupaten Malang dapat dilihat pada gambar 5.6

Gambar 5.6. Angka Partisipasi Kasar Penduduk Kabupaten Malang berdasarkan Tahun (PPGK dan KPPA, 2010)

(28)

BUKU DATA PROFIL GENDER DAN ANAK KABUPATEN MALANG 2011

28

b. Angka Partisipasi Murni (APM)

Angka Partisipasi Murni (APM) didefinisikan sebagai perbandingan antara jumlah siswa kelompok usia sekolah pada jenjang pendidikan tertentu dengan penduduk usia sekolah yang sesuai dan dinyatakan dalam persentase. Indikator APM ini digunakan untuk mengetahui banyaknya anak usia sekolah yang bersekolah pada suatu jenjang pendidikan yang sesuai.

Semakin tinggi APM berarti banyak anak usia sekolah yang bersekolah di suatu daerah pada tingkat pendidikan tertentu. Nilai ideal APM = 100 % karena adanya murid usia sekolah dari luar daerah tertentu, diperbolehkannya mengulang di setiap tingkat, daerah kota,atau daerah perbatasan. Rumus :

Jml murid kelp usia sekolah di jenjang pendidikan tententu * APM = —————————————————— x 100% Jumlah penduduk kelompok usia tertentu *

*) Keterangan :

 Tingkat Sekolah Dasar (SD) : Kelompok usia 7 – 12 tahun

 Tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) : Kelompok usia 13 – 15 tahun

 Tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) : Kelompok usia 16 – 18 tahun

Angka Partisipasi Murni (APM) penduduk Kabupaten Malang dapat dilihat pada grafik 5.7

Sumber : PPGK dan KPPA, 2010

(29)

BUKU DATA PROFIL GENDER DAN ANAK KABUPATEN MALANG 2011

29

Angka partisipasi murni, peningkatan angka partisipasi anak perempuan setiap tahun sangat kecil, kondisi ini perlu mendapat perhatian.

c. Angka Partisipasi Sekolah (APrS)

Angka Partisipasi Sekolah (APrS) didefinisikan sebagai perbandingan antara jumlah murid kelompok usia sekolah tertentu yang bersekolah pada berbagai jenjang pendidikan dengan penduduk kelompok usia sekolah yang sesuai dan dinyatakan dalam persentase. Indokator ini digunakan untuk mengetahui banyaknya anak usia sekolah yang telah bersekolah di semua jenjang pendidikan. Makin tinggi AprS berarti makin banyak anak usia sekolah yang bersekolah di suatu daerah. Nilai ideal AprS = 100 % dan tidak akan terjadi lebih besar dari 100 %, karena murid usia sekolah dihitung dari murid yang ada di semua jenjang pendidikan pada suatu daerah. Rumus :

N1 APrS=—x100% N2 dimana:

N1 = Jumlah murid berbagai jenjang pendidikan pada kelompok usia sekolah tertentu

N2 = Jumlah penduduk pada kelompok usia sekolah tertentu yang sesuai

APS penduduk Kabupaten Malang berdasarkan tahun dan jenjang sekolah dapat dilihat pada gambar 5.8

Gambar 5.8. APS penduduk Kabupaten Malang berdasarkan tahun dan jenjang sekolah (PPGK dan KPPA, 2010)

(30)

BUKU DATA PROFIL GENDER DAN ANAK KABUPATEN MALANG 2011

30

Selanjutnya PPGK dan KPPA Kab. Malang menyatakan, apabila diukur dengan Angka Partisipasi Sekolah dan Angka Partisipasi Murni, angka-angka menunjukkan kecenderungan yang sama. Partisipasi sekolah anak perempuan di satuan pendidikan SD, SMP, SMA lebih rendah daripada anak laki-laki. Di SD perbedaan partisipasi kecil (hanya 1 anak perempuan per 100 orang anak). Pada tingkat SMP angka ketertinggalan anak perempuan lebih besar (antara 15 – 18 anak perempuan per 100 orang anak). Di tingkat SMA ketertinggalan anak perempuan jauh lebih besar (kesenjangan mencapai angka lebih dari 70 anak), anak perempuan jauh tertinggal dari anak laki-laki.

5.7. Angka Putus Sekolah (APtS)

Angka Putus Sekolah (APts) didefinisikan sebagai perbandingan antara jumlah murid putus sekolah pada jenjang pendidikan tertentu (SD, SLTP, SLTA dan sebagainya) dengan jumlah murid pada jenjang pendidikan tertentu dan dinyatakan dalam persentase. Hasil perhitungan APtS ini digunakan untuk mengetahui banyaknya siswa putus sekolah di suatu jenjang pendidikan tertentu pada wilayah tertentu. Semakin tinggi AptS berarti semakin banyak siswayang putus sekolah di suatu jenjang pendidikan pada suatu wilayah. Rumus :

Jumlah murid putus sekolah di tingkat pendidikan tertentu APtS =—————————————————— x100% Jumlah siswa di tingkat pendidikan tertentu

Dengan mengetahui tingkat angkat partisipasi kita dapat menilai apakah sekolah, daerah, direktorat/departemen pendidikan tersebut mempunyai kualitas. Angka partisipasi kasar tingkat SMP pada tahun 2009 diharapkan mencapai 96 %.

Berdasarkan data PPGK dan KPPA (2010), mengenai penduduk putus sekolah, dijenjang sekolah dasar, SLTP, SMU, dan Perguruan Tinggi, angka putus sekolah laki-laki lebih besar daripada perempuan. Hanya di jenjang

(31)

BUKU DATA PROFIL GENDER DAN ANAK KABUPATEN MALANG 2011

31

Diploma/Akademi, angka putus sekolah perempuan lebih besar daripada laki-laki, terlihat pada Tabel 5.7

Tabel 5.7: Jumlah siswa putus sekolah menurut jenjang dan jenis kelamin 2008/2009

No Jenjang Laki-laki % Perempuan % Jumlah

1 SD Negeri 294 68.85 133 31.15 427 2 SD Swasta 3 37.50 5 62.50 8 3 MIN 1 100.00 0 0.00 1 4 MIS 63 49.61 64 50.39 127 5 SMP Negeri 14 40.00 21 60.00 35 6 SMP Swasta 45 52.94 40 47.06 85 7 MTs Negeri 6 100.00 0.00 6 8 MTs Swasta 43 55.13 35 44.87 78 9 SMA Negari 6 46.15 7 53.85 13 10 SMA Swasta 94 48.70 99 51.30 193 11 SMK Negeri 42 79.25 11 20.75 53 12 SMK Swasta 167 64.23 93 35.77 260 13 Madrasah Aliyah Negeri 0 0.00 2 100.00 2 14 Madrasah Aliyah Swasta 48 53.33 42 46.67 90

Jumlah 826 552 1378

Sumber: Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Timur, 2009 dalam PPGK (2010)

Menurut sebaran kecamatan, kondisi putus sekolah bervariasi. Di kecamatan Sumbermanjing, Dampit, Turen dan Karangploso, angka putus Sekolah Dasar laki-laki lebih besar daripada perempuan. Di kecamatan Donomulyo, Pakisaji dan Pakis, angka putus sekolah perempuan lebih besar daripada laki-laki. Di 26 kecamatan lainnya, angka putus sekolah memiliki jumlah yang hampir berimbang antara perempuan dan laki-laki. Di SLTP, angka putus sekolah di kecamatan Sumbermanjing, Pakisaji dan Karangploso, laki-laki lebih besar daripada perempuan. Angka putus sekolah di 3 kecamatan tersebut cukup tinggi. Namun sebaliknya di kecamatan Bantur, Sumberpucung, Ngajum, Pakis, angka putus sekolah perempuan lebih besar daripada laki-laki. Di 26 kecamatan lainnya, angka putus sekolah SLTP lebih kecil dan hampir berimbang antara perempuan dan laki-laki. Di jenjang SMU, terdapat 8 kecamatan dengan angka putus sekolah, laki-laki lebih besar dan 2 kecamatan dengan angka putus sekolah perempuan lebih besar. Fenomena

(32)

BUKU DATA PROFIL GENDER DAN ANAK KABUPATEN MALANG 2011

32

besarnya angka putus sekolah, laki-laki di kabupaten Malang perlu mendapatkan perhatian dan kajian lebih lanjut mengenai faktor-faktor penyebabnya (PPGK dan KPPA, 2010).

Gambar 5.9. Perbandingan Murid Putus Sekolah Berdasarkan Jenis Kelamin Di Kabupaten Malang (PPGK dan KPPA 2010)

Jumlah anak putus sekolah tertinggi ada pada jenjang SMP, disusul jenjang SD, SMK dan SMU. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel berikut

Tabel 5.8 Jumlah Siswa yang Lulus, Mengulang dan Putus Sekolah Di Kabupaten Malang

Jenjang

Pendidikan Jumlah

Lulus Mengulang Putus

Jumlah Persen Jumlah Persen Sekolah Persen

SD 203,546 30,097 14.786 9,735 4.7827 415 0.203885 SMP 76,149 22,266 29.24 187 0.24557 636 0.835205 SMU 16,963 5,050 29.771 57 0.33603 167 0.984496 SMK 28,373 5,857 20.643 97 0.34187 335 1.1807 Jumlah 325,031 63,270 10,076 1,553 Sumber : KMDA, 2011

(33)

BUKU DATA PROFIL GENDER DAN ANAK KABUPATEN MALANG 2011

33

Secara grafik kondisi murid sekolah yang lulus, mengulang dan putus sekolah di Kabupaten Malang dapat dilihat pada gambar berikut ni :

Gambar 5.10. Perbandingan murid sekolah yang lulus, mengulang dan putus sekolah di Kabupaten Malang

Berdasarkan data PPGK dan KPPA Kab. Malang (2010), jumlah penerima beasiswa terbanyak adalah kecamatan Turen, berikutnya kecamatan Pakisaji, kemudian kecamatan Gedangan. Di beberapa kecamatan, jumlah perempuan lebih besar daripada laki-laki. Fenomena ini menunjukkan prestasi yang ditunjukkan oleh anak-anak perempuan dan perlunya perhatian pada peserta didik/anak laki-laki.

5.8 Penerima Beasiswa

Berdasarkan data PPGK dan KPPA (2010), jumlah penerima beasiswa sangat bervariasi antar kecamatan, akan tetapi secara umum jumlah perempuan penerima beasiswa, persentasenya lebih besar daripada laki-laki. Kondisi tersebut dialami di semua jenjang pendidikan sejak tingkat SD hingga Universitas/ Perguruan Tinggi. Jumlah penerima beasiswa terbanyak adalah kecamatan Turen, berikutnya kecamatan Pakisaji, kemudian kecamatan Gedangan. Di beberapa kecamatan, jumlah perempuan lebih besar daripada

(34)

BUKU DATA PROFIL GENDER DAN ANAK KABUPATEN MALANG 2011

34

laki-laki. Fenomena ini menunjukkan prestasi yang ditunjukkan oleh anak-anak perempuan dan perlunya perhatian pada peserta didik/anak laki-laki. Perbandingan jumlah penerima beasiswa berdasarkan jenis kelamin dapat di lihat pada grafik di bawah ini.

Gambar 5.11. Jumlah penerima beasiswa menurut tingkat pendidikan dan jenis kelamin (PPGK dan KPPA Kab. Malang (2010))

Terlihat dari gambar 5.11 jumlah penerima beasiswa pada semua jenjang pendidikan, laki-laki penerima besiswa lebih banyak dibandingkan perempuan kecuali pada jenjang pendidikan PT seimbang. Berdasarkan data PPGK dan KPPA (2010), jumlah penerima beasiswa sangat bervariasi antar kecamatan, akan tetapi secara umum jumlah perempuan penerima beasiswa, persentasenya lebih besar daripada laki-laki. Di semua jenjang pendidikan sejak tingkat SD hingga Universitas/ Perguruan Tinggi. Jumlah penerima beasiswa terbanyak adalah kecamatan Turen, berikutnya kecamatan Pakisaji, kemudian kecamatan Gedangan. Di beberapa kecamatan, jumlah perempuan lebih besar daripada laki-laki. Fenomena ini menunjukkan prestasi yang ditunjukkan oleh anak-anak perempuan dan perlunya perhatian pada peserta didik/anak laki-laki. Jumlah penerima beasiswa sangat bervariasi antar kecamatan, akan tetapi secara umum jumlah perempuan penerima beasiswa,

(35)

BUKU DATA PROFIL GENDER DAN ANAK KABUPATEN MALANG 2011

35

persentasenya lebih besar daripada laki-laki. Di semua jenjang pendidikan sejak tingkat SD hingga Universitas/ Perguruan Tinggi.

5.9 Jumlah Sumberdaya di Bidang Pendidikan (jumlah sekolahan, murid dan guru).

a. Rasio Guru-Murid dan Sekolah-Murid

Pernyataan dalam http://edukasi.kompasiana.com/2011/03/02/berapa-sih-kebutuhan-guru-di indonesia) terkait dengan rasio guru-murid dan rasio sekolah-murid perlu dikemukakan dalam bab ini yaitu : Persoalan pendidikan di Indonesia hingga kini sangatlah komplek. Selain anggaran pendanaan, sarana dan prasarana, kualitas guru hingga kuantitas atau kebutuhan guru masih menjadi masalah serius dan pekerjaan rumah yang menghadang Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) mulai tahun 2011 ini.

Salah satu implikasi langsung teknologi abad moderen adalah terjadinya percepatan perubahan di segala bidang. Teknologi selain mendorong cepatnya dinamika dalam kehidupan masyarakat, juga mensyaratkan perubahan yang sangat cepat di berbagai bidang. Sektor pendidikan juga termasuk bidang yang ikut mengalami perubahan yang cepat itu. Sebagai bagian atau stakeholders dari proses pendidikan, kita harus mampu mengikuti tuntutan perubahan itu dengan terus bergerak agar tidak tertinggal dan tidak ditinggalkan oleh era yang berubah cepat itu. Ini harus sudah lebih dari cukup menyadarkan kita bahwa pendidikan itu sangat penting. Tantangan dunia pendidikan ke depan adalah mewujudkan proses demokratisasi belajar. Pembelajaran yang mengakui hak anak untuk melakukan tindakan belajar sesuai karakteristiknya. Hal penting yang perlu ada dalam lingkungan belajar yang demokratis adalah reallness. Sadar bahwa anak memiliki kekuatan disamping kelemahan, memiliki keberanian di samping rasa takut dan kecemasan, bisa marah di samping juga bisa gembira (Budiningsih, 2005 dalam

(36)

http://edukasi.kompasiana.com/2011/03/02/berapa-sih-kebutuhan-BUKU DATA PROFIL GENDER DAN ANAK KABUPATEN MALANG 2011

36

guru-di indonesia). Realness bukan hanya harus dimiliki oleh anak, tetapi juga orang yang terlibat dalam proses pembelajaran. Lingkungan belajar yang bebas dan didasari oleh realness dari semua pihak yang telibat dalam proses pembelajaran akan dapat menumbuhkan sikap dan persepsi yang positif terhadap belajar. Pada hakekatnya pendidikan juga terus-menerus mengalami perubahan. Banyak hal yang menjadi faktor terjadinya perubahan tersebut seperti bervariasi dan keunikan peserta didik, lingkungan yang berkembang tiada henti, serta implikasinya bagi tujuan, muatan, guru, dan pengelolaan pembelajaran pada pendidikan menengah umum (PMU). Gregory, G.H. dan Chapman, C dalam bukunya Differentiated Instructional Strategies: One Size Doesn‘t Fit All (2002) mengemukakan bahwa siswa adalah entitas yang unik. Masing-masing memiliki pengalaman, profil, minat dan kebutuhan yang tidak persis sama. Memberikan layanan pendidikan yang seragam bagi semua siswa berarti memaksakan sebuah ukuran ‗pakaian‘ yang sama bagi semuanya. Hasilnya, pasti akan mengecewakan.

Itu sebabnya optimalisasi potensi belajar siswa hanya akan terjadi apabila guru dalam suatu kelas menerapkan penerapan kurikulum berdiferensiasi dalam pembelajaran. Diferensiasi itu dapat dilakukan seperti merujuk pada keragaman isi pelajaran, perangkat asesmen, tugas unjuk kerja, serta strategi instruksional, yang diselaraskan dengan pengalaman dan kebutuhan anak. Hal seperti ini harus dipahami secara cermat oleh para guru yang berinteraksi langsung dengan para muridnya. Untuk itu tentunya para guru memang sudah memiliki standar kompetensi yang mumpuni yang bukan hanya sebatas aspek formalnya saja tetapi sampai pada aplikasinya. Satu hal lagi yang tak kalah penting adalah penyebaran guru yang berstandar ini ke berbagai wilayah pendidikan. Seperti halnya di banyak bidang lainnya, sektor pendidikan juga dipengaruhi faktor internal yang meliputi jajaran dunia pendidikan itu sendiri. Faktor ini meliputi Departemen Pendidikan Nasional, Dinas Pendidikan Daerah, dan yang ketiga adalah pihak sekolah. Sedangkan faktor kedua adalah faktor eksternal, yaitu masyarakat pada umumnya.

(37)

BUKU DATA PROFIL GENDER DAN ANAK KABUPATEN MALANG 2011

37

Di faktor internal, sesungguhnya telah banyak hal yang dilakukan untuk mendorong maju gerak pendidikan di negeri ini. Kita bisa mengurutnya satu per satu yang kesemuanya merupakan program-program yang tentunya baik. Political will pemerintah untuk mengembangkan pendidikan juga telah ditunjukkan, setidaknya dengan anggaran 20 untuk sektor ini. Meskipun kemudian kita dihadapkan pada persoalan efektifitas program yang dijalankan. Kenyataanya kita masih menghadapi persoalan dalam mengelola tenaga pengajar. Para guru yang menjadi ujung tombak pembangunan sektor pendidikan masih banyak yang enggan memberikan pengabdiannya di daerah terpencil. Fenomena yang terjadi dalam penerima PNS untuk guru-guru di daerah terpencil sering hanya dijadikan syarat semata. Mereka yang mengambil tes PNS di daerah akan segera pindah ke perkotaan ketika celah untuk itu terbuka. Maka tidak mengherankan bahwa cerita-cerita tentang pendidik di daerah terpencil masih menjadi cerita tentang ―kepahlawanan‖. Ini bisa kita jadikan perbandingan; Seperti kita ketahui bahwa berdasarkan laporan UNESCO (2007) education development index (EDI) Indonesia) pada posisi ke-62 dari 129 negara. Sebagai perbandingan negara Argentina menempati posisi EDI di level 35. Padahal dari segi rasio/perbandingan jumlah guru dan murid, Indonesia masih lebih banyak. Kalau rasio guru dan murid di Argentina 17:1, tetapi di Indonesia rasio antara guru dan murid 20:1. Persoalannya terjadi ketidakmerataan penyebaran jumlah guru-guru tersebut. Ketidak merataan penyebaran guru ini diakui oleh Menteri Pendidikan Nasional sebelumnya, Bambang Sudibyo. Jelas sekali, perbandingan peringkat EDI antara Indonesia dengan Argentina ni cukup dipengaruhi oleh meratanya jumlah pengajar ke seluruh penjuru Indonesia. Artinya, perbedaan peringkat EDI di antara kedua negara juga peringkat bebas buta aksara kedua negara (Argentina telah bebas buta aksara) dipengaruhi pola pengaturan penyebaran guru. Karena penyebaran guru yang tidak merata yang dialami negara Indonesia menyebabkan tidak optimalnya proses pendidikan yang telah diselenggarakan.

(38)

BUKU DATA PROFIL GENDER DAN ANAK KABUPATEN MALANG 2011

38

Faktor kedua yakni faktor eksternal atau masyarakat tidak kalah penting dalam menentukan kualitas pendidikan di Indonesia. Masyarakat di sini meliputi lingkungan dan keluarga. Dari lingkungan, jika lingkungan yang selalu memerhatikan aspek pendidikan tentunya akan tercipta suasana pendidikan yang nyaman serta akan memacu siswa untuk terus meningkatkan prestasi yang berimbas pada meningkatnya kualitas pendidikan di lingkungan tersebut khususnya. Dari keluarga, sebagian besar keluarga di Indonesia tak mementingkan aspek gizi yang terkandung dalam makanan yang mereka dan keluarga mereka makan setiap hari. Terkadang memang dianggap sepele, tetapi dari sinilah akan terbentuk pemuda yang sekaligus siswa yang sehat, cerdas serta penuh dengan ide-ide nya setiap hari. Masih adanya pola keluarga dalam mendidik anak-anaknya dengan tidak mengedepankan perhatian dan motivasi untuk kemajuan anak-anaknya.

Pendidikan, oleh sebagian keluarga masih dianggap sebagai kebutuhan sekunder yang baru akan dipenuhi jika kebutuhan primer seperti sandang, pangan dan papan sudah tercukupi. Lag-lagi kemiskinan menjadi persoalan dalam perkembangan pendidikan. Padahal semestinya mata rantai kemiskinan itu telah bisa dipangkas melalui jenjang pendidikan anak-anak dari keluarga miskin. Karena pendidikan menurut Salim (2004) diartikan sebagai upaya manusia secara historis turun-temurun, yang merasa dirinya terpanggil untuk mencari kebenaran atau kesempurnaan hidup.

Berdasarkan Undang-Undang Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara. Dalam tujuan pendidikan ini tidak menyinggung tentang pemerataan pendidikan itu bagi seluruh masyarakat Indonesia dan penyebaran para guru sampai ke pelosok. Tentu saja saya tidak sedang mengatakan bahwa pemerintah sama sekali abai

(39)

BUKU DATA PROFIL GENDER DAN ANAK KABUPATEN MALANG 2011

39

dalam pemerataan tenaga pengajar ini, karena banyak ketentuan teknis yang mengatur hal tersebut. Tetapi mengingat strategisnya pola penyebaran pendidikan dan pemerataan tenaga pengajar yang memiliki standar, tentu kita perlu lebih memfokuskan untuk melakukannya. Dari mulai aturan teknis juga paragdimatis sampai implementasinya yang tidak longgar dan sungguh-sungguh.

Ada perbedaan kondisi rasio guru-murid di Indonesia yang diungkapkan oleh Sekretaris Ditjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Depdiknas Giri Suryatmana dalam lokakarya Pengembangan Pembelajaran Inovatif di Semarang, Sabtu mengatakan, rasio guru murid di Indonesia 1:14, sedangkan Korsel 1:30, Malaysia 1:25, dan Jepang 1:20. "Namun yang menjadi persoalan adalah distribusi yang tidak merata karena guru-guru menumpuk di sekolah perkotaan, sedangkan di perdesaan masih kekurangan guru," katanya. Akibat terlalu banyak guru di perkotaan, katanya, sebagian dari mereka kekurangan jam mengajar yang seharusnya minimal 24 jam per minggu. "Jika distribusinya merata, sekitar 2,7 juta guru bisa memberikan pelayanan peserta didik secara baik," katanya. Ia mengungkapkan, sekitar 76 persen sekolah di perkotaan mengalami kelebihan guru, sementara 83 persen sekolah di pelosok dan perdesaan kekurangan tenaga pengajar. "Depdiknas kini tengah merintis program penempatan guru di daerah pelosok dengan memberi tunjangan khusus," kata Giri. Namun berbeda dengan keterangan Prof DR Baedhowi MSi Dirjen PMPTK Kemdiknas kepada Komunitas saat melaksanakan wawancara khusus dalam rangka menyambut Hari Guru Nasional (HGN) 2010. Menurutnya, jika dihitung rasio guru dengan siswa di seluruh Indonesia, kebutuhan agan guru sudah tidak menjadi masalah. ―Kecuali untuk guru SMK produktif (keahlian tertentu seperti teknik otomotif, dsb) memang masih krisis,‖ ungkap Baedhowi kepada Komunitas di ruang kerjanya, Rabu, 24 Nopember 2010 lalu. Ia mencontohkan, idealnya rasio guru SMK dengan siswa sesuai dengan undang-undang antara 1 guru untuk 20-30 siswa. Kenyataannya saat ini berbanding 1:23.

(40)

BUKU DATA PROFIL GENDER DAN ANAK KABUPATEN MALANG 2011

40

Sementara untuk perbandingan guru dengan siswa pada jenjang SD-SMA adalah 1:20, saat ini rasio siswa dengan guru hanya berkisar 1:18. ―Itu artinya kita tidak kekurangan guru. Karena persoalan utamanya saat ini adalah distribusi guru yang tidak merata. Ada beberapa sekolah kelebihan guru, sementara di tempat lain justru kekurangan guru,‖ kata Baedhowi lagi. Untuk itu ia berharap Pemerintah Daerah sebagai penanggung jawab distribusi guru di daerahnya diberi waktu selama 2 tahun untuk membenahi permasalahan tersebut. Hal ini sesuai dengan Permendiknas 39/2009 tentang Beban Kerja Guru dan Pengawas pada Satuan Pendidikan. Termasuk harus mengacu pada NSPK (Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria) penempatan guru di daerah harus dipatuhi bupati/walikota. Sehingga, tidak terjadi penumpukan guru di sekolah tertentu, sementara di tempat lain justru kekurangan guru.

Sedangkan Rasio murid sekolah adalah 48 yang berarti dalam satu sekolah/KELAS terdapat 48 siswa sedangkan rasio murid guru adalah 1 : 20 dan SMK (1 : 9). Sedangkan rasio ideal murid-sekolah yaitu 1 : 48. Bagaimanakah rasio guru-murid dan sekolah-murid di Kabupaten Malang? Hasil perhitungan rasio sekolah-murid dan guru-murid berdasarkan jenjang sekolah tersebut disajikan pada Tabel 5.9; 5.10 dan 5.11 di bawah ini

Tabel 5.9 Rasio Sekolah, Guru Dan Murid SD

SD Sekolah Guru Murid Rasio sekolah

Dan murid

Rasio guru dan Murid

Negeri 1,115 11,218 192,734 172.855 17.18 Swasta 52 643 10,812 207.923 16.81 Jumlah 1,167 11,861 203,546 174.418 17.16 Sumber : KMDA, 2011

Tabel 5.10. Rasio Sekolah, Guru Dan Murid SMP

SMP Sekolah Guru Murid Rasio sekolah

Dan murid

Rasio guru dan Murid

Negeri 103 2,773 40,008 388.4271845 14.42769564 Swasta 208 3,247 36,141 173.7548077 11.13 Jumlah 311 6,020 76,149 244.85209 244.85209 Sumber : KMDA, 2011

(41)

BUKU DATA PROFIL GENDER DAN ANAK KABUPATEN MALANG 2011

41

Tabel 5.11 Rasio Sekolah, Guru Dan Murid SMA

SMA Sekolah Guru Murid Rasio sekolah

Dan murid

Rasio guru dan Murid

Negeri 14 741 8,724 623.1428571 11.77327935 Swasta 50 1,051 8,239 164.78 7.84 Jumlah 64 1,792 16,963 265.046875 265.046875 Sumber : KMDA, 2011

Secara grafik, perbandingan rasio sekolah-murid berdasarkan jenjang pendidikan tampak pada gambar 5.12

Gambar 5.13 Perbandingan Rasio Sekolah-Murid Fakta dan Rasio Ideal Berdasarkan Jenjang Pendidikan (KMDA, 2010)

Terlihat pada gambar bahwa rasio sekolah-murid masih terjadi kesenjangan. Rasio ideal adalah 48 dimana dalam satu sekolah per jenjang pendidikan adalah 48. Terlihat dalam grafik untuk semua jenjang pendidikan rasio sekolah-murid terlalu banyak, sehingga perlu perhatian dari Pemkab setempat atau instansi terkait atau investor untuk menambah jumlah ruang kelas untuk semua jenjang pendidikan sebanyak masing-masing sekolah menambah 3 ruang kelas (SDN), 4 (SD swasta), 7 (SMPN), 3 (SMP Swasta), 12 (SMAN) dan 3 (SMA Swasta) (data KMDA, 2011)

Gambar

Gambar 4.1. Komposisi Penduduk laki-laki berdasarkan umur di Kabupaten Malang
Tabel  5.2 Jumlah Siswa SD, SMP, SMA dan SMK di Kabupaten Malang  Jenjang  Sekolah  Laki-Laki  Perempuan  Jumlah (orang) Jumlah
Gambar  5.5  Perbandingan  Jumlah  Penduduk  Kabupaten  Malang  yang  dapat  dan  tidak  Dalam  Hal Membaca dan Menulis Berdasarkan Jenis Kelamin (PPKG dan KPPA, 2010)
Gambar  5.9.  Perbandingan  Murid  Putus  Sekolah  Berdasarkan  Jenis  Kelamin  Di  Kabupaten  Malang (PPGK dan KPPA 2010)
+7

Referensi

Dokumen terkait

APK adalah perbandingan jumlah siswa pada tingkat pendidikan SD/SLTP/SLTA sederajat dibagi dengan jumlah penduduk berusia 7 hingga 18 tahun (7-12 untuk SD sederajat,

APK didefinisikan sebagai perbandingan antara jumlah murid pada jenjang pendidikan tertentu dengan penduduk kelompok usia sekolah yang sesuai dan dinyatakan dalam

Angka Partisipasi Kasar (APK) merupakan persentase jumlah penduduk yang sedang bersekolah pada suatu jenjang pendidikan (berapapun usianya) terhadap jumlah penduduk usia sekolah

Angka Partisipasi Kasar (APK) adalah perbandingan jumlah siswa berapapun usianya yang sedang bersekolah di tingkat pendidikan tertentu (TK, SD, SMP, SMU, dan

APK adalah perbandingan jumlah siswa pada tingkat pendidikan SD/SLTP/SLTA sederajat dibagi dengan jumlah penduduk berusia 7 hingga 18 tahun (7-12 untuk SD sederajat,

Angka Partisipasi Kasar (APK) menunjukkan tingkat partisipasi penduduk secara umum di suatu tingkat pendidikan. APK merupakan indikator yang paling sederhana

Angka Partisipasi Kasar (APK) adalah perbandingan jumlah siswa berapapun usianya yang sedang bersekolah di tingkat pendidikan tertentu (TK, SD, SMP, SMU, dan

Variabel yang digunakan pada penelitian ini yaitu, variabel terikat 𝑌 yang berupa Angka Partisipasi Kasar APK jenjang SD, sedangkan variabel bebas yang digunakan ada 5 yaitu persentase