BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu tugas utama, kewenangan atau kekuasaan dari Negara memberikan
pelayanan kepada masyarakat umum. Pelayanan Negara kepada masyarakat umum
itu dibagi menjadi 2 (dua) bagian besar secara mendasar, principal yaitu :
Pertama, pelayanan Negara kepada masyarakat umum dalam bidang hukum
public, dilakukan oleh organ Negara yang disebut dengan pemerintah atau eksekutif,
juga dikenal dengan istilah Pejabat Tata Usaha Negara atau Pejabat Administrasi
Negara atau dalam arti khusus pegawai negeri. Organ Negara yang disebut
pemerintah atau eksekutif juga dikenal sebagai Pejabat Tata Usaha Negara
mempunyai kewenangan, hak dan kewajiban serta kekuasaan untuk memberikan
pelayanan kepada dan untuk kepentingan masyarakat umum akan tetapi terbatas
hanya dalam bidang hukum publik saja.
Kedua, pelayanan Negara kepada masyarakat umum dalam bidang hukum
perdata atas suatu Negara dilakukan oleh organ Negara yang disebut pejabat umum,
baik eksekutif / pemerintah atau Pejabat Tata Usaha Negara maupun pejabat umum,
sama-sama organ Negara dan juga keduanya sama-sama menjalankan tugas publik
akan tetapi Pejabat Tata Usaha Negara mempunyai kewenangan memberikan
pelayanan kepada masyarakat umum hanya dalam bidang hukum publik saja,
memberikan pelayanan kepada masyarakat umum hanya dalam bidang perdata saja.
Karena pejabat umum bukan Pejabat Tata Usaha Negara dan sebaliknya Pejabat Tata
Usaha Negara bukan pejabat umum. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya
yuresprudensi dari Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor:62/K/TUN/1998,
tanggal 27 Juli 2001, yang menyatakan bahwa akta-aktain casu akta perusahaan dan pembagian dan akta jual beli adalah bukan keputusann Tata Usaha Negara
sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 1 sub 3 undang-undang Nomor 5 Tahun 1986
sehingga tidak dapat dijadikan objek sengketa Tata Usaha Negara karena meskipun
dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah sebagai Pejabat tata Usaha Negara namun
dalam hal ini pejabat tersebut bertindak sebagai pejabat umum dalam bidang perdata.
Oleh karena itu, di era reformasi sekarang, berkenaan diperlukannya akta
Notaris sebagai alat bukti keperdataan yang terkuat menurut tatanan hukum yang
berlaku, maka diperlukan adanya pejabat umum yang ditugaskan oleh undang-undang
untuk melaksanakan pembuatan akta otentik itu, perwujudan tentang perlunya
kehadiran pejabat umum untuk lahirnya akta otentik, maka keberadaan Notaris
sebagai pejabat publik tidak dapat dihindarkan.
Karena Notaris dapat dipandang sebagai figur yang sangat penting dan
dibutuhkan oleh masyarakat karena keterangan-keterangan yang tertuang dalam akta
Notaris harus dapat dipercaya, diandalkan, dapat memberikan jaminan sebagai alat
bukti yang kuat, dan dapat memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat.
Agar suatu tulisan mempunyai nilai bobot akta otentik yang bentuknya
ditentukan oleh undang-undang membawa konsekuensi logis, bahwa pejabat umum
yang melaksanakan pembuatan akta otentik itupun harus pula diatur dalam
undang-undang1.
Sejalan dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat tentang
pengguna jasa Notaris dalam proses pembangunan semakin meningkat, karena
Notaris merupakan jabatan tertentu yang menjalankan profesi dan pelayanan hukum
kepada masyarakat yang memerlukan perlindungan dan jaminan demi tercapainya
kepastian hukum.
Undang-Undang Jabatan Notaris diundangkan dengan maksud menggantikan
Reglement of Het Notaris Ambt in Indonesie (Stb.1860 No. 3) tentang Peraturan Jabatan Notaris yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan kebutuhan
masyarakat. Dengan berlakunya Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris diharapkan dapat memberikan perlindungan hukum kepada masyarakat.
Dalam Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris menyebutkan bahwa Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai
semua perbuatan perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan
perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan
dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta,
memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya sepanjang pembuatan akta
1 Sjaifurrachman dan Habib Adjie, aspek pertanggungjawaban Notaris dalam Pembuatan
itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang
ditetapkan oleh undang-undang.
Jabatan yang diemban Notaris adalah suatu jabatan kepercayaan yang
diberikan oleh undang-undang dan masyarakat, untuk itulah seorang Notaris
bertanggung jawab untuk melaksanakan kepercayaan yang diberikan kepadanya
dengan selalu menjunjung tinggi etika hukum dan martabat serta keluhuran
jabatannya.
Seorang Notaris di dalam menjalankan jabatannya harus dapat bersikap
professional dengan dilandasi kepribadian yang luhur dengan senantiasa
melaksanakan undang-undang sekaligus menjunjung tinggi Kode Etik Profesinya
yaitu Kode Etik Notaris.2 Berdasarkan Pasal 16 huruf (a) UUJN, seorang Notaris diharapkan dapat bertindak jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak dan menjaga
kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum. Kemandirian Notaris harus
sesuai asas legalitas hukum yang berlaku, sehingga Notaris dalam melaksanakan
tugas tidak terpengaruh oleh pihak lain.
Kemandirian yang dimaksud adalah bahwa dalam menjalankan jabatannya
Notaris berada dalam kedudukan yang netral dan tidak memihak, artinya berada di
luar para pihak yang melakukan hubungan hukum tersebut dan bukan sebagai salah
satu pihak dalam hubungan hukum itu. Dalam fungsinya yang demikian dapat
2Putri A.R. Perlindungan Hukum Terhadap Notaris (Indikator Tugas-Tugas Jabatan Notaris
dikatakan bahwa Notaris adalah aparat hukum, tetapi dia bukanlah penegak hukum.
Maka Notaris harus bersikap mandiri dan independen, perkataan independen dalam
hal ini terkandung banyak pengertian, diantaranya ialah : independensi structural
(institusional structural or institusional independence), independensi funsional (fungsional independence), independensi financial (financial
independence),independensi administratif (administratif independence). Notaris dikatakan independen secara structural, apabila organ jabatannya secara kelembagaan
berdiri sendiri diluar struktur organisasi Negara atau pemerintah tertentu. Misalnya,
sejauh mana organ jabatan Notaris berada didalam atau diluar structural Departemen
Hukum dan hak Asasi Manusia republik Indonesia. Namun Notaris dapat juga
dikatakan independen secara fungsional apabila misalnya, meskipun secara
kelembagaan berada dibawah atau didalam organisasi pemerintah, tetapi dalam
menjalankan fungsinya ia bebas dan merdeka serta tidak dapat diintervensi bahkan
oleh para pejabat pemerintah yang terkait sekalipun. Elemen lain yang dapat
dijadikan ukuran independensi itu adalah keuangan. Sejauh mana organ jabatan
Notaris dapat mengatur dan mengurus sendiri keuangan mereka, maka hal itu dapat
pula disebut independensi. Demikian pula dengan administrasi kepegawaian dan
sebagainya, apabila organ yang bersangkutan sama sekali tidak terkait dengan system
administratif pemerintah, termasuk dalam sosial pengangkatan dan pemberhentian
pegawainya, maka organ jabatan yang bersangkutan serta tidak terpengaruh terhadap
Apabila Notaris memenuhi keempat ciri independensi tersebut, maka tentunya
dapat dikatakan bahwa Notaris memang sudah independensi penuh. Oleh karena itu,
Notaris tidak mempunyai kehendak (wilsvorming) untuk membuat akta untuk orang
lain, dan Notaris tidak akan membuat akta apapun jika tidak ada permintaan atau
kehendak dari para pihak, dan Notaris bukan pihak dalam akta3.
Akta Otentik sebagai alat bukti terkuat dan terpenuh mempunyai peranan
penting dalam setiap hubungan hukum dalam masyarakat. Menurut Pasal 1868 KUH
Perdata, akta otentik adalah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan
oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang
berkuasa untuk itu di tempat dimana akta dibuatnya. Menurut Pasal 1 angka (1)
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN), Notaris
adalah satu-satunya yang mempunyai wewenang umum itu, artinya tidak turut para
pejabat lainnya.
Tugas Notaris selain memberikan bantuan dengan membuat akta otentik, akan
tetapi juga konsultasi hukum kepada masyarakat. Dengan demikian penting bagi
Notaris untuk dapat memahami ketentuan yang diatur oleh undang-undang supaya
masyarakat umum yang tidak tahu atau kurang memahami aturan hukum, dapat
memahami dengan benar serta tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan
hukum.
Notaris mempunyai tugas utama yang berat, selain harus memberikan
pelayanan kepada masyarakat dengan sebaik-baiknya, juga harus
mempertanggunjawabkan perbuatan hukum yang dilakukannya baik selama menjabat
sebagai Notaris maupun sesudah pensiun jadi Notaris. Karena akta yang dibuat oleh
atau dihadapan Notaris adalah akta otentik dan keotentikannya bertahan terus, bahkan
sampai sesudah Notaris itu meninggal dunia, tanda tangannya pada akta itu tetap
mempunyai kekuatan hukum, walaupun Notaris tersebut tidak dapat lagi
menyampaikan keterangannya mengenai kejadian-kejadian pada saat pembuatan akta
itu. Notaris melalui akta-akta yang dibuat oleh atau dihadapannya, terkandung suatu
beban dan tanggung jawab untuk menjamin kepastian hukum bagi para pihak. Untuk
itu diperlukan suatu tanggung jawab baik individual maupun sosial, terutama ketaatan
terhadap norma-norma hukum positif dan kesediaan untuk tunduk pada Kode Etik
Profesi, sehingga akan memperkuat norma hukum positif yang sudah ada. Seorang
Notaris harus menjunjung tinggi tugasnya serta melaksanakannya dengan tepat dan
jujur, yang berarti bertindak menurut kebenaran sesuai dengan sumpah jabatan
Notaris. Seorang Notaris dalam memberikan pelayanan, harus mempertahankan
cita-cita luhur profesi sesuai dengan tuntutan kewajiban hati nurani.4
Notaris mempunyai peranan untuk menentukan suatu tindakan dapat
dituangkan dalam bentuk akta atau tidak. Notaris harus mempertimbangkan dan
melihat semua dokumen yang diperlihatkan kepada Notaris, meneliti semua bukti
yang diperlihatkan kepadanya, mendengarkan keterangan atau pernyataan para pihak.
Keputusann tersebut harus didasarkan pada alasan hukum yang harus dijelaskan
kepada para pihak. Pertimbangan tersebut harus memperhatikan semua aspek hukum
termasuk masalah hukum yang akan timbul dikemudian hari.5
Setiap pembuatan akta Notaris dapat dijadikan sebagai alat pembuktian,
apabila terjadi sengketa diantara para pihak, persengketaan tersebut tidak menutup
kemungkinan melibatkan Notaris, dan atas keterlibatan itu Notaris harus ikut
bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya. Notaris dapat dimintakan
pertanggungjawaban selain berdasarkan Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang
Jabatan Notaris juga berdasarkan Kode Etik Notaris. Menurut Pasal 4 ayat (1) yakni :
sebelum Notaris melaksanakan jabatannya, terlebih dahulu wajib mengucapkan
sumpah/janji menurut agamanya dihadapan Menteri atau Pejabat yang ditunjuk.
Antara lain sumpah tersebut berbunyi seperti yang tercantum dalam Pasal 4 ayat (2)
yakni :
Saya bersumpah/berjanji :
Bahwa saya akan patuh dan setia kepada Negara Republik Indonesia, Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang
tentang Jabatan Notaris serta peraturan perundang-undangan lainnya.
Bahwa saya akan menjalankan jabatan saya dengan amanah, jujur, seksama, mandiri
dan tidak berpihak.
Bahwa saya akan menjaga sikap, tingkah laku saya, dan akan menjalankan kewajiban
saya sesuai dengan Kode Etik Profesi, Kehormatan Martabat, dan tanggung jawab
saya sebagai Notaris.
Bahwa saya akan merahasikan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam
pelaksanaan jabatan saya.
Bahwa saya untuk dapat diangkat dalam jabatan ini, baik secara langsung, dengan
nama atau dalih apapun, tidak pernah dan tidak akan memberikan atau menjanjikan
sesuatu kepada siapapun.
Jabatan yang diemban oleh Notaris adalah suatu jabatan kepercayaan yang
diberikan oleh undang-undang dan masyarakat, untuk itulah seorang Notaris
bertanggung jawab untuk melaksanakan kepercayaan yang diberikan kepadanya
dengan selalu menjunjung tinggi kode etik Notaris.
Oleh karena itu peneliti tertarik melakukan penelitian terhadap prinsip
kemandirian Notaris dalam pembuatan akta otentik.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian sebagaimana yang telah diuraikan di
atas maka permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan tesis ini adalah:
1. Bagaimana wujud dari pelaksanaan prinsip kemandirian Notaris dalam
pembuatan akta otentik ?
2. Bagaimana tanggung jawab Notaris dalam menjunjung tinggi prinsip
3. Bagaimana akibat hukum serta perlindungan hukum apabila terjadi
pelanggaran prinsip kemandirian oleh Notaris
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan di atas, maka tujuan yang
hendak dicapai dalam penulisan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui wujud dari pelaksanaan prinsip kemandirian Notaris dalam
pembuatan akta otentik ?
2. untuk mengetahui bagaimana tanggung jawab Notaris dalam menjunjung
tinggi prinsip kemandirian Notaris dalam pembuatan akta otentik?
3. untuk mengetahui bagaimana akibat hukum serta perlindungan hukum apabila
terjadi pelanggaran prinsip kemandirian oleh Notaris?
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis
maupun secara praktis.
1. Secara Teoritis
Mengharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat menyumbangkan pemikiran
bidang hukum yang akan mengembangkan disiplin ilmu hukum, khususnya
mengenai perbuatan Notaris dalam jabatannya
2. Secara Praktis
Mengharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat memberikan jalan keluar yang
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelusuran kepustakaan baik Perpustakaan Pusat maupun yang
ada di sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, ternyata belum ditemukan
judul mengenai Prinsip Kemandirian Notaris dalam Pembuatan Akta Otentik.
memang pernah ada penelitian yang pernah dilakukan oleh Mohandas Sherividya
(067011056) tahun 2008, Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan
judul Pengawasan Terhadap Notaris dan Tugas Jabatannya Guna Menjamin Hukum
Bagi Kepentingan Umum, dengan permasalahan sebagai berikut:
1. Sejauh mana kewenangan Notaris sebagai pejabat umum pembuat akta?
2. Bagaimana kedudukan majelis pengawas Notaris dalam melakukan pengawasan
terhadap Notaris dibandingkan dengan tugas Dewan kehormatan Notaris?
3. Apakah pengawasan terhadap Notaris dan tugas jabatannya telah menjadi
perlindungan hukum bagi kepentingan umum?
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Dalam penelitian ini diperlukan suatu teori yang melandasi dari pada suatu
penelitian. Teori berasal dari kata “theoria” dalam bahasa latin yang berarti
“perenungan”yang secara hakiki menyiratkan sesuatu yang disebut dengan realitas.6
6 Soetandyo Wignjosoebroto dalam Susanto Anton dan Salman Otje, Teori Hukum,
Jadi teori adalah seperangkat preposisi yang berisi konsep abstrak atau konsep yang
sudah didefenisikan dan saling berhubungan antar variabel sehingga menghasilkan
pandangan sistematis dari fenomena yang digambarkan oleh sutau variabel dengan
variabel lainnya dan menjelaskan bagaimana hubungan antar variabel tersebut.7 Sedangkan fungsi teori dalam penelitian adalah untuk mensistimatiskan
penemuan-penemuan penelitian, membuat ramalan atau prediksi atas dasar penemuan
dan menyajikan penjelasan yang dalam hal ini untuk menjawab pertanyaan. Artinya
teori ini merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesesuaian dengan objek yang
dijelaskan dan harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar.
Teori yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah teori dari Hans Kelsen tentang
tanggung jawab hukum.
Hans Kelsen mengemukakan :
“Satu konsep yang berhubungan dengan konsep kewajiban hukum adalah
konsep tanggung jawab hukum. Bahwa seseorang bertanggung jawab secara
hukum atas suatu perbuatan tertentu atau bahwa dia memikul tanggung jawab
hukum, berarti bahwa dia bertanggung jawab atas suatu sanksi dalam hal
perbuatan yang bertentangan. Bisanya yakni dalam hal sanksi ditujukan
kepada pelaku langsung, seseorang bertanggung jawab atas perbuatannya
sendiri.”8
7Maria S.W. Sumardjono,Pedoman, Pembuatan Usulan Penelitian, Gramedia, Yogyakarta,
1989, hal 12-13, bandingkan dengan Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, PT. Gramedia, Jakarta, 1989, hal.19
8Hans Kelsen,Teori Hukum Murni dengan judul buku asli General Theori of Law and State,
Teori tanggung jawab hukum diperlukan untuk dapat menjelaskan antara
tanggung jawab Notaris yang berkaitan dengan kemandirian Notaris dalam
pembuatan akta otentik berdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN).
Keberadaan Notaris senantiasa diperlukan masyarakat yang memerlukan jasanya di
bidang hukum. Notaris sebagai pejabat umum harus dapat selalu mengikuti
perkembangan hukum sehingga dalam memberikan jasanya kepada masyarakat,
Notaris dapat membantu memberikan jalan keluar yang dibenarkan oleh hukum
kepada masyarakat yang membutuhkan jasanya.
Profesi Notaris merupakan suatu pekerjaan dengan keahlian khusus yang
menuntut pengetahuan luas, serta tanggung jawab yang berat untuk melayani
kepentingan umum dan inti tugas Notaris adalah mengatur secara tertulis dan otentik
hubungan-hubungan hukum antara para pihak yang secara mufakta meminta jasa
Notaris.
Untuk mengetahui sejauh mana tanggung jawab Notaris dalam menjunjung
tinggi kemandirian Notaris dalam pembuatan akta otentik maka dapat dikaji dari teori
tujuan hukum. Dimana teori tujuan hukum dilandaskan kepada Negara Indonesia
yang menganut system rechtstaat (Negara hukum), konsep Negara hukum lebih condong kepada kepastian hukum. Sehingga dalam teori tujuan hukum dapat dilihat
sejauh mana Notaris dalam menciptakan tercapainya tujuan hukum. Sebab, akta yang
dibuat oleh Notaris mempunyai peranan penting dalam menciptakan kepastian hukum
di dalam setiap hubungan hukum, sebab akta Notaris bersifat otentik, dan merupakan
tersebut. Oleh karena itu hukum menjadi pengarah manusia pada nilai-nilai moral
yang rasional, maka ia harus adil. Keadilan hukum identik dengan keadilan umum.
Keadilan ditandai oleh hubungan yang baik antara satu dengan yang lain, tidak
mengutamakan diri sendiri, tapi juga tidak mengutamakan pihak lain serta adanya
kesamaan.
2. Konsepsi
Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Peranan konsep dalam
penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi, antara abstraksi
dan realitas.9 Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus, yang disebut dengan definisi operasional.
Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian
atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai.
Konsep merupakan “alat yang dipakai oleh hukum disamping yang lain-lain,
seperti asas dan standar. Oleh karena itu kebutuhan untuk membentuk konsep
merupakan salah satu dari hal-hal yang dirasakan pentingnya dalam hukum. Konsep
adalah suatu konstruksi mental, yaitu sesuatu yang dihasilkan oleh suatu proses yang
berjalan dalam pikiran penelitian untuk keperluan analitis.10 Dalam kerangka konsepsional diungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian yang akan
dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum.11
9Herlin Budiono (II),Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, PT. Citra
Aditya Bakti Bandung, 2007, hal.364
10Satuujipto Rahardjo,
Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996.
11Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji,Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Pustaka
Suatu konsep atau suatu kerangka konsepsionil pada hakikatnya merupakan
suatu pengarah, atau pedoman yang lebih konkrit daripada kerangka teoritis yang
belaka, kadang-kadang dirasakan masih juga abstrak, sehingga diperlukan
definisi-definisi operasional yang akan dapat pegangan konkrit di dalam proses penelitian.12 Selanjutnya konsep atau pengertian merupakan unsur pokok dari suatu
penelitian, kalau masalahnya dan kerangka konsep teoritisnya sudah jelas, bisanya
sudah diketahui pula fakta mengenai gejala-gejala yang menjadi pokok perhatian dan
suatu konsep sebenarnya adalah definisi dari apa yang perlu diamati, konsep
menentukan antara variabel-variabel yang ingin menentukan adanya hubungan
empiris.13
Untuk dapat menjawab permasalahan dalam penelitian tesis ini perlu
didefenisikan bebrapa konsep dasar dalam rangka menyamakan persepsi untuk dapat
menjawab permasalahan penelitian yaitu sebagai berikut :
Kerangka konsepsi sehubungan penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik
mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh
peraturan perundang-undangan dan atau yang dikehendaki oleh yang
berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal
12Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986.hal.133
13Koentjoroningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Edisi Ketiga, PT. Gramedia
pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan
akta.14
b. Jabatan adalah kedudukan seseorang didalam menjalankan suatu profesi yang
sesuai dengan keahliannya. Dalam tesis ini jabatan dimaksudkan dalam
kedudukan seorang Notaris yang memiliki wewenang dan keahliannya dalam
membuat akta otentik
c. Akta Otentik adalah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh
undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang
berkuasa untuk itu di tempat dimana akta dibuatnya.15
d. Kemandirian adalah kedudukan yang netral dan tidak memihak, yang dalam hal
ini Notaris berada di luar para pihak yang melakukan hubungan hukum tersebut
dan bukan salah satu pihak dalam hubungan hukum itu.16
e. Perbuatan adalah sesuatu yang diperbuat (dilakukan) atau tingkah laku.17 Perbuatan dalam tesis ini diartikan sebagai sesuatu yang dilakukan oleh Notaris
yang menyalahgunakan kemandiriannya dalam pembuatan akta otentik.
f. Penyalahgunaan adalah cara atau perbuatan menyalahgunakan.
g. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak yang
dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan bangunan.
14Undang-undang No. 30 Tahun 2004Tentang Jabatan Nasional,Pasal 1 15Undang-Undang KUHPerdata Pasal 1868
16Sjaifurrachman danHabib Adjie,Op.cit.,hal.59
17 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ke-3,
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Untuk mendapatkan suatu karya ilmiah yang baik dan diinginkan sudah tentu
akan memerlukan persyaratan yang cukup kompleks dalam penyusunannya, serta
membutuhkan informasi yang cukup untuk melengkapi terciptanya karya ilmiah
tersebut.
Oleh karena itu metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode
penelitian yuridis normatif. Dimana metode penelitian yuridis normatif adalah
metode meneliti pasal-pasal yang ada ataupun meneliti segala hal-hal yang
berhubungan tentang norma-norma yang ada dalam peraturan perundang-undangan.
Alasan penelitian yuridis normatif ini digunakan, karena hendak meneliti
norma-norma hukum tentang “Prinsip kemandirian Notaris Dalam Pembuatan Akta
Otentik”.
2. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat preskriptif yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk
mendeskripsikan atau menggambarkan fakta-fakta yang ada dan menganalisis data
yang diperoleh secara sistematis, factual dan akurat dikaitkan dengan
ketentuan-ketentuan yuridis yang terdapat dalam peraturan perundang-undanganyang berkaitan
dengan “prinsip kemandirian Notaris dalam pembuatan akta otentik”.
3. Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan hasil yang obyektif dan dapat dibuktikan kebenarannya
digunakan dalam penelitian ini adalah dengan studi pustaka (library research ) atau dengan kata lain dengan pengumpulan data-data sekunder (data-data yang sudah
diolah) dan dapat diperoleh melalui: buku-buku, jurnal,majalah dan surat kabar,
maupun internet.
Sedangkan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan preskriptif dengan pendekatan terhadap peraturan perundang-undangan
yang terkait dengan prinsip kemandirian Notaris dalam pembuatan akta otentik
dimulai dari analisis terhadap pasal-pasal yang mengatur hal-hal yang menjadi
permasalahan diatas, dengan mengingat permasalahan yang diteliti berdasarkan pada
peraturan-peraturan dan perundang-undangan yaitu hubungan peraturan yang satu
dengan peraturan yang lainnya serta kaitannya dengan penerapannya dalam praktek.
Dan bahan hukum yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang sudah mengikat dan yang sudah
terdapat dalam peraturan perundang-undangan maupun dalam yuresprudensi dan
Putusan Pengadilan Negeri Medan No.2601/pid.B/2003/PN.Medan
b. Bahan Hukum Skunder
Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang belum mengikat seperti yang
termuat dalam beberapa artikel.
c. Bahan Hukum Tersier
Berupa kamus umum, kamus hukum, ensiklopedia, majalah, surat kabar dan
4. Analisis Data
Setelah pengumpulan data dilakukan, maka data tersebut dianalisa secara
kualitatif.18 yakni dengan mengadakan pengamatan dan interpretasi data yang diperoleh dan menghubungkan tiap-tiap data yang diperoleh tersebut dengan
ketentuan-ketentuan maupun asas-asas hukum yang terkait dengan permasalahan
yang diteliti. Karena penelitian ini normatif, dilakukan interpretasi dan konstruksi
hukum dengan menarik kesimpulan menggunakan cara deduktif menjawab
permasalahan dalam penelitian ini.
18 Bambang Sunggono, Metodelogi Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,