• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Suami 2.1.1. Pengertian - Hubungan Karakteristik Suami dengan Peran Suami dalam Menggunakan Alat Kontrasepsi IUD (Intra Uterine Device) pada Pasangan Usia Subur di Desa Percut Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Suami 2.1.1. Pengertian - Hubungan Karakteristik Suami dengan Peran Suami dalam Menggunakan Alat Kontrasepsi IUD (Intra Uterine Device) pada Pasangan Usia Subur di Desa Percut Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2014"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Peran Suami 2.1.1. Pengertian

Peran adalah perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang

berkedudukan di masyarakat (KBBI, 2008).

Kamus besar bahasa Indonesia mengartikan bahwa suami adalah pria yg

menjadi pasangan hidup resmi seorang wanita (istri) yg telah menikah. Suami adalah

pasangan hidup istri (ayah dari anak-anak), suami mempunyai suatu tanggung jawab

yang penuh dalam suatu keluarga tersebut dan suami mempunyai peranan yang

penting, dimana suami sangat dituntut bukan hanya sebagai pencari nafkah akan

tetapi suami sebagai motivator dalam berbagai kebijakan yang akan di putuskan

termasuk merencanakan keluarga.

Jadi yang dimaksud dengan peran suami adalah perangkat tingkah yang

dimiliki oleh seorang lelaki yang telah menikah, baik dalam fungsinya di keluarga

maupun di masyarakat.

Peran dan tanggung jawab pria dalam kesehatan reproduksi khususnya pada

Keluarga Berencana (KB) sangat berpengaruh terhadap kesehatan.

a. Peran Suami sebagai Motivator

Dalam melaksanakan Keluarga Berencana, dukungan suami sangat

(2)

mengizinkan istri adalah pedoman penting bagi istri untuk menggunakan alat

kontrasepsi. Bila suami tidak mengizinkan atau mendukung, hanya sedikit istri yang

berani untuk tetap memasang alat kontrasepsi tersebut. Dukungan suami sangat

berpengaruh besar dalam pengambilan keputusan menggunakan atau tidak dan

metode apa yang akan dipakai.

Peran suami sebagai motivator merupakan bentuk dorongan atau dukungan

yang diberikan suami kepada istri untuk menggunakan alat kontrasepsi, dukungan

tersebut dapat diberikan dengan mengizinkan atau memberi persetujuan dalam

menggunakan alat kontrasepsi, suami yang memberi keputusan kepada istri untuk

ikut dalam keluarga berencana, memberikan kebutuhan istri saat akan memeriksakan

aslah yang berkaitaan dengan penggunaan alat kontrasepsi dan kesediaan suami untuk

mengunakan alat kontrasepsi bila istri tidak memungkinkan menggunakan lat

konrasepsi

Selain peran penting dalam mendukung mengambil keputusan, peran suami

dalam memberikan informasi juga sangat berpengaruh bagi istri. Peran edukator yang

dapat diberikan oleh suami kepada istri antara lain suami ikut pada saat konsultasi

pada tenaga kesehatan dalam pemilihan alat kontrasepsi, mengingatkan istri jadwal

minum obat atau jadwal untuk kontrol, mengingatkan istri hal yang tidak boleh

dilakukan saat memakai alat kontrasepsi dan sebagainya akan sangat berperan bagi

istri saat akan atau telah memakai alat kontrasepsi. Oleh karena itu sebagai edukator

(3)

alat kontrasepsi yang sedang digunakan istrinya. Sehingga dalam menjalankan

perannya sebagai edukator informasi yang diberikan kepada istrinya tidak salah.

pengetahuan dapat diperoleh suami dengan cara berkonsultasi dengan petugas

kesehatan, mencari informasi baik melalui media cetak maupun media elektronik.

c. Peran Suami sebagai Fasilitator

Peran lain suami adalah memfasilitasi (sebagai orang yang menyediakan

fasilitas), memberi semua kebutuhan istri saat akan memeriksakan masalah kesehatan

reproduksinya. Hal ini dapat terlihat saat suami menyediakan waktu untuk

mendampingi istri memasang alat kontasepsi atau kontrol, suami bersedia

memberikan biaya khusus untuk memasang alat kontrasepsi, dan membantu istri

menentukan tempat pelayanan atau tenaga kesehatan yang sesuai.

Dalam program keluarga berencana pria mempunyai partisipasi dan peran

yaitu (BKKBN,2006) :

1. Sebagai Peserta KB

Partisipasi pria dalam program KB dapat bersifat langsung maupun tidak

langsung. Partisipasi pria secara langsung dalam program KB adalah menggunakan

salah cara atau metode pencegahan kehamilan seperti :

• Vasektomi (MOP/kontap pria)

• Kondom

• Senggama terputus

(4)

• Kontrasepsi lainnya yang sedang dikembangkan

Sedangkan partisipasi pria secara tidak langsung dalam program KB yaitu

menganjurkan, mendukung atau memberikan kebebasannya kepada pasangannya

(istri) untuk menggunakan kontrasepsi.

2. Mendukung Istri Dalam Menggunakan Kontrasepsi

Pria dalam menganjurkan, mendukung dan memberikan kebebasan wanita

pasangannya (istri) untuk menggunakan kontrasepsi atau cara / metode KB diawali

sejak pria tersebut melakukan akad nikah dengan wanita pasanganya, dalam

merencanakan jumlah anak dimiliki. Sampai dengan akhir masa reproduksi

(menopause) istrinya.

Dukungan ini antara lain memiliki :

a. Memilih kontrasepsi yang cocok yaitu kontrasepsi yang sesuai dengan keinginan

dan kondisi istrinya.

b. Membantu istrinya dalam menggunakan kontrasepsi secara benar, seperti

mengingatkan saat minum pil KB, mengingatkan istri untuk control dan

sebagainya.

c. Membantu mencari pertolongan bila terjadi efek samping maupun komplikasi

d. Mengantarkan kefasilitas pelayanan untuk kontrol atau rujukan

e. Mencari alternative lain bila kontrasepsi yang digunakan saat ini terbukti tidak

memuaskan

(5)

Agar rencana yang telah disusun dan diputuskan bersama dapat berhasil dan

memberikan manfaat dalam pembinaan rumah tangga, maka peranan atau dukungan

pihak pria (suami) perlu dilakukan secara terus menerus.

3. Memberi Pelayanan KB

Partisipasi pria dalam program KB disamping mendukung istrinya

menggunakan kontrasepsi dan sebagai peserta KB, diharapkan juga memberikan

pelayanan KB pada masyarakat baik sebagai motivator maupun sebagai mitra

4. Merencanakan Jumlah Anak Bersama Istri

Merencanakan jumlah anak dalam keluarga perlu dibicarakan antara suami

istri dengan mempertimbangkan berbagai aspek antara lain kesehatan dan

kemampuan untuk memberikan pendidikan dan kehidupan yang layak.

Perencanaan keluarga menuju keluarga berkualitas perlu memperhatikan usia

reproduksi istri yaitu sebagai berikut:

a. Masa menunda kehamilan anak pertama bagi pasangan yang istrinya berumur

dibawah 20 tahun.

Pada masa ini di perlukan menggunakan kontrasepsi yang bertujuan untuk

menunda kehamilan sehingga pasangan dapat memperpanjang bulan madunya

sampai istri berusia lebih dari 20 tahun, serta siap mental dan fisik untuk

(6)

Kontrasepsi yang digunaka harus bersifat :

• Refersibilitas tinggi. Artinya kembalinya kesuburan dapat terjamin hampir

100% pada masa ini pasangan belum mempunyai anak

• Efektivitas tinggi, artinnya tingkat kegagalan pada pemakaian alat kontrasepsi

ini kecil sekali kegagalan akan menyebabkan kehamilan.

Metode kontrasepsi yang sesuai adalah kondom, pil KB, suntik KB, IUD dan,

cara/metode KB alamiah.

b. Masa mengatur jarak kelahiran untuk usia istri 20 sampai 30 tahun

Dalam menggunakan kontrasepsi yang bertujuan untuk mengatur jarak kelahiran

anak berikutnya, diperhatikan kontrasepsi yang mempunyai ciri, efektifitas tinggi,

refersibilitas tinggi karena peserta KB masih mengharapkan punya anak lagi ,

dapat dipakai selama 3 sampai 4 tahun yaitu sesuai dengan jarak kehamilan yang

telah direncanakan, tidak menghambat air susu ibu (ASI) karena ASI adalah

makanan yang terbaik untuk bayi sampai umur 2 tahun

Kontrasepsi yang disarankan adalah kondom, IUD, PIL KB, Suntikan KB,

Implant, cara KB alamiah.

c. Fase Mengakhiri atau menghentikan untuk usia istri diatas 30 tahun.

2.2.Pasangan Usia Subur

Pasangan usia subur (PUS) adalah pasangan suami istri yang istrinya berumur

antara 15 sampai dengan 49 tahun atau pasangan suami-istri yang istri berumur

(7)

masih haid (datang bulan). Dan semakin meningkat angka kelahiran akan

berpengaruh terhadap kesehatan ibu, dan juga berpengaruh terhadap keluarga itu

sendiri ( BKKBN, 2005).

2.3. Kontrasepsi

2.3.1. Pengertian Kontrasepsi

Kontrasepsi adalah penggunaan alat-alat atau cara-cara untuk mencegah

terjadinya kehamilan atau memperkecil kemungkinan terjadinya pembuahan

(konsepsi) setelah coitus. Ciri-ciri kontrasepsi ideal harus memiliki syarat berdaya

guna, murah, aman, mudah didapat, ideal, dan lama kerjanya dapat diatur menurut

kebutuhan, efek samping dan cara penggunaan sederhana, dapat diterima pasangan

suami istri, tidak mengganggu hubungan dan pemakaiannya dapat dipercaya,

(Prawiroharjo. S, 2006).

Kontrasepsi berasal dari kata kontra berarti mencegah atau melawan

sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur dengan sel sperma, maka

kontrasepsi adalah menghindari atau mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat

pertemuan antara sel telur yang matang dan sel spermatosii, (BKKBN Jatim, 2009).

Kontrasepsi yaitu pencegahan terbuahinya sel telur oleh sperma ( konsepsi ) atau

pencegahan menempelnya sel telur yang telah dibuahi kedinding rahim, (Mulyani,

Rinawati, 2013). Secara umum persyaratan metode kontrasepsi ideal adalah sebagai

(8)

1. Aman, artinya tidak dapat menimbulkan komplikasi berat bila digunakan

2. Berdaya guna, artinya bila digunakan sesuai dengan aturan akan dapat mencegah

terjadinya kehamilan

3. Dapat diterima bukan hanya oleh klien tetapi juga oleh lingkungan budaya

dimasyarakat

4. Harganya terjangkau oleh masyarakat

5. Bila metoda tersebut dihentikan penggunaannya, klien akan segera kembali

kesuburannya, kecuali untuk kontrasepsi mantap.

2.3.2. IUD (Intra Uterin Device) / Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR ) 1. Sejarah

Sejarah tentang awal mula AKDR tidak begitu jelas. Akan tetapi terungkap

bahwa pada jaman dahulu orang Arab memasukkan batu kedalam rahim unta mereka

dan ternyata unta mereka memang tidak hamil. AKDR mulai dikembangkan pada

tahun 1909 di Polandia, yaitu ketika Richter membuat suatu kontrasepsi dari benang

sutra tebal yang dimasukkan kedalam rahim. Kemudian pada tahun 1930 berkembang

dengan dibuatnya cincin perak yang juga dimasukkan kedalam rahim, dan hasilnya

memuaskan. Pada tahun 1962 Dr. Lippes membuat AKDR dari plastik yang disebut

lippes loop. Pada tahun 1969 AKDR yang sudah ada ditambahkan dengan kawat

(9)

2. Pengertian

IUD (Intra Utrine Device) adalah suatu alat atau benda yang dimasukkan ke

dalam rahim yang sangat efektif, reversibel dan berjangka waktu panjang dapat

dipakai semua perempuan usia reproduktif.

IUD adalah suatu alat yang dimasukkam ke dalam rahim wanita untuk tujuan

kontrasepsi, (Handayani, 2010).

Menurut Mohammad Ibn Zakariya Al-Raqi dalam Sulistyawati, 2011 IUD

adalah suatu usaha pencegahan kehamilan dengan menggulung secarik kertas, diikat

dengan benang lalu dimasukkan kedalam rongga rahim.

3. Jenis-jenis

IUD dibagi atas 2 jenis yaitu :

1. IUD Non-hormonal

Pada saat ini IUD memasuki generasi ke 4 karena itu berpuluh-puluh IUD

telah dikembangkan. Mulai dari yang terbuat dari benang sutra dan logam sampai

plastik (polietilen) baik yang ditambah obat maupun tidak.

a. Menurut bentuknya dibagi menjadi 2 yaitu: Bentuk terbuka (oven device)

misalnya lippesloop, Multiload, Nova T, bentuk tertutup Ota Ring, Graten

Berg Ring.

b. Menurut tambahan atau metal yaitu Medicaten IUD misalnya Cu T 200 (daya

kerja 3 tahun), Cu T 300 (daya kerja 3 tahun), Cu T 380 A(daya kerja 8

tahun), Nova T (daya kerja 5 tahun), Un Medicated IUD misalnya Lippesloop,

(10)

IUD yang banyak di pakai di Indonesia adalah Un Medicated yaitu lippesloop,

medicated yaitu Cu T, Cu 7, Multiload dan Nova T.

2. IUD yang mengandung Hormonal

a. Progestasert-T = Alza T (daya kerja 18 bulan), mengadung 38 mg

progesteron dan barium sulfat, melepaskan 65 mcg progesteron per hari

b. LNG 20, mengandung 46-60mg Levonorgestrel dengan pelepasan 20mcg per

hari, ( Handayani, 2010).

4. Cara Kerja

Cara kerja IUD menghambat kemampuan sperma untuk masuk kedalam tuba

falopi, mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum uteri, IUD bekerja

terutama mencegah sperma dan ovum bertemu, walaupun IUD membuat sperma sulit

masuk ke dalam alat reproduksi perempuan dan mengurangi kemampuan sperma

untuk fertilisasi, memungkinkan untuk mencegah implantasi telur dalam uterus,

(Saifuddin, 2006).

IUD yang mengandung CU menghambat reaksi carbonic anhydrase sehingga

tidak memungkinkan terjadinnya implantasi, mengganggu pengambilan estrogen

endogenous oleh mukosa uterus, untuk IUD mengandung hormon progesteron lendir

serviks menjadi lebih kental sehingga menghambat sperma bertemu dengan ovum,

(Hartanto, 2004).

5. Keuntungan

Keuntungan penggunaan IUD Sebagai kontrasepsi, efektifitasnya tinggi.

(11)

kegagalan dalam 125 – 170 kehamilan, IUD dapat efektif segera setelah

pemasangan, metode jangka panjang ( 10 tahun proteksi dari CuT-380A dan tidak

perlu diganti ), sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingat, tidak mempengaruhi

hubungan seksual, meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut untuk

hamil, tidak ada efek samping hormonal dengan Cu AKDR ( CuT-380A ), tidak

mempengaruhi kualitas dan volume ASI, dapat dipasang segera setelah melahirkan

atau sesudah abortus ( apabila tidak terjadi infeksi ), dapat digunakan sampai

menopouse ( 1 tahun atau lebih setelah haid terakhir ), tidak ada interaksi dengan

obat-obat, (Saifuddin, 2006).

Sama halnya dengan Saifuddin, Sulistiawati, 2010 menambahkan keuntungan

yaitu mencegah kehamilan ektopik. Everett, 2012 keuntungan IUD, efektif dengan

segera, tidak ada interaksi obat, reversibel dan sangat efektif, tidak mengganggu

senggama.

6. Kerugian

Efek samping yang umum terjadi : Perubahan siklus haid ( umumnya pada 3

bulan pertama dan akan berkurang setelah 3 bulan ), haid lebih lama dan banyak,

perdarahan ( spotting ) antar menstruasi, saat haid lebih sakit. Komplikasi lain,

merasakan sakit dan kejang selama 3 sampai 5 hari setelah pemasangan, perdarahan

berat pada waktu haid atau diantara yang memungkinkan penyebab anemia, perforasi

dinding uterus (sangat jarang apabila pemasangannya benar ), tidak mencegah IMS

termasuk HIV / AIDS, tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau

(12)

perempuan dengan IMS memakai AKDR. RPP dapat memicu infertilitas, (Saifuddin,

2006).

Efek samping IUD dibagi dalam 2 kelompok, pada saat insersi seperti rasa

sakit, nyeri, muntah, keringat dingin, perforasi uterus, efek samping dikemudian hari

rasa sakit dan perdarahan, embedding dan displacement IUD tertanam di

endometrium atau myometrium, (Hartanto, 2004).

Kerugian yang terjadi perubahan siklus haid, haid lebih lama dan banyak,

perdarahan, nyeri haid, Radang panggul, ( Handayani, 2010).

Menurut Everret, 2007 Menoragi, Dismenorea, peningkatan kehamilan

ektopik bila ada kegagalan IUD, resiko radang panggul, malposisi, perforasi uterus.

7. Indikasi/Persyaratan Pemakaian IUD

Indikasi wanita menggunakan kontrasepsi IUD, usia reproduktif, keadaan

Nulipara, menginginkan menggunakan kontrasepsi jangka panjang, menyusui yang

menginginkan menggunakan kontrasepsi, setelah melahirkan dan tidak menyusui

bayinya, setelah mengalami abortus dan tidak terlihat adanya infeksi, resiko rendah

dari IMS, tidak menghendaki metode hormonal, tidak menyukai untuk

mengingat-ingat minum pil setiap hari, tidak menghendaki kehamilan setelah 1 – 5 hari

senggama, (Saifuddin, 2006).

IUD dapat digunakan pada ibu dengan keadaan: perokok, pasca keguguran,

sedang memakai antibiotik dan anti kejang, gemuk ataupun kurus, sedang menyusui,

(13)

8. Kontraindikasi

Kontraindikasi mutlak pemakaian AKDR ialah kehamilan dan penyakit

radang panggul aktif atau rekuren. Ada pula yang memasukkan sangkaan karsinoma

serviks uteri, karsinoma korporis uteri, termasuk ulasan papanicolau yang masih

meragukan, serta paparan terhadap PHS sebagai indikasi kontra mutlak.

Kontraindikasi relatif antara lain tumor ovarium, kelaianan uterus (miom, polip, dan

sebagainya) gonorea, servisitis, kelainan haid, diminorea, stenosis kanalis servikalis,

dan panjang kavum uteri yang kurang dari 6,5 cm, (Suherni, 2010).

2.3.3. Kontrasepsi Non IUD

1.

Macam metode kontrasepsi Non IUD yang ada dalam program KB di

Indonesia :

Metode Kontrasepsi Sederhana

Metode kontrasepsi sederhana ini terdiri dari 2 yaitu metode kontrasepsi

sederhana tanpa alat dan metode kontrasepsi dengan alat.

Metode kontrasepsi tanpa alat antara lain : Metode Amenorhoe Laktasi

(MAL), Coitus Interuptus, Metode Kalender, Metode Lendir Serviks (MOB), Metode

Suhu Basal Badan, dan Simptotermal yaitu perpaduan antara suhu basal dan lender

servik.

1.

Sedangkan metode kontrasepsi dengan alat yaitu :

Kondom

Menurut riwayatnya, kondom sudah digunakan di Mesir sejak tahun 1350 sebelum

Masehi. Baru abad ke-18, sarung ini mendapat nama “ kondom” yang pada waktu

(14)

a. Mekanisme kerja

b.

Menghalangi masuknya sperma ke dalam vagina, sehingga pembuahan dapat

cegah.

Jenis Kondom

c.

Pada dasarnya ada dua jenis kondom, yaitu kondom kulit dan kondom karet.

Kondom kulit dibuat dari usus domba. Kondom karet lebih elastis dan murah

sehingga lebih banyak digunakan.

Daya Guna keuntungan

d.

Secara teoritis kegagalan kondom hanya terjadi jika kondom tersebut sobek

karena kurang hati-hati, pelumas kurang, atau karena tekanan pada waktu

enjakulasi.

Keuntungan

e.

Beberapa keuntungan kondom adalah murah, mudah didapat ( tidak perlu

resep dokter ), tidak memerlukan pengawasan, dan mengurangi kemungkinan

penyakit kelamin.

Efek Samping

2.

Pada sejumlah kecil kasus terdapat reaksi alergi terhadap kondom karet (

Sulistyawati, 2011 ).

Spermisida

Spermisida adalah bahan kimia ( biasanya nonoksinol ) yang digunakan untuk

menonaktifkan atau membunuh sperma. Dikemas dalam bentuk aerosol (busa), tablet

(15)

a. Cara kerja

b.

Menyebabkan sel membran sperma terpecah, memperlambat pergerakan

sperma, dan menurunkan kemampuan pembuahan sel telur.

1.

Manfaat

Kontrasepsi

Efektif seketika ( busa dan krim )

Tidak mengganggu produksi ASI

Sebagai pendukung metode lain

Tidak mengganggu kesehatan

Tidak mempunyai pengaruh sistemik

Mudah digunakan

Meningkatkan lubrikasi selama hubungan seksual

2.

Tidak perlu resep dokter atau pemeriksaan kesehatan khusus.

Nonkontrasepsi

3.

Merupakan salah satu perlindungan terhadap IMS termasuk HBV dan HIV /

AIDS.

Keterbatasan

Efektifitas kurang ( 3 – 21 ) kehamilan per 100 perempuan per tahun pertama

Efektifitas sebagai kontrasepsi bergantung pada kepatuhan mengikuti cara

penggunaan.

Ketergantungan pengguna dari motivasi yang berkelanjutan, yaitu dengan

(16)

Pengguna harus menunggu 10 – 15 menit setelah dipasang sebelum

melakukan hubungan seksual ( tablet busa vagina, supositoria, dan film ).

2. Metode Kontrasepsi Modern

Efektivitas aplikasi hanya 1 – 2 jam, (Saifuddin, 2006).

a. Kontrasepsi oral

Kontrasepsi oral / pil mencakup pil kombinasi dan sukensial yaitu berisi

estrogen dan progesterone dan pil yang berisi progesterone saja dikenal dengan istilah

mini pil (Meilani, 2010).

Manfaat kontrasepsi oral adalah :

• Memiliki efektifitas yang tinggi ( hampir meneyerupai efektifitas tubektomi ),

apabila digunakan setiap hari ( 1 kehamilan per 1.000 perempuan dalam tahun

pertama penggunaan )

• Resiko terhadap kesehatan sangat kecil

• Siklus haid menjadi teratur, jumlah darah haid berkurang (mencegah anemia), dan

tidak terjadi nyeri haid

• Dapat digunakan jangka panjang selama masih ingin menggunakannya untuk

mencegah kehamilan

• Dapat digunakan sejak usia remaja hingga menopause

• Mudah dihentikan setiap saat

• Kesuburan segera kembali setelah penggunaan pil dihentikan

• Dapat digunakan sebagai kontrasepsi darurat

(17)

• Mahal dan membosankan karena harus menggunakannya setiap hari

• Mual, terutama pada tiga bulan pertama

• Perdarahan bercak atau perdarahan sela, terutama pada tiga bulan pertama

• Pusing

• Nyeri payudara

• Berat badan naik sedikit, namun pada perempuan tertentu kenaikan berat badan

justru memiliki dampak positif

• Berhenti haid ( amenore ), jarang terjadi pada penggunaan pil kombinasi

• Tidak boleh diberikan pada ibu menyusui, karena akan mengurangi produksi ASI

b. Suntik / Injeksi

Keuntungan metode kontrasepsi suntik :

• Sangat efektif

• Pencegahan kehamilan jangka panjang

• Tidak berpengaruh pada hubungan suami istri

• Tidak mengandung estrogen, sehingga tidak berdampak serius pada penyakit

jantung dan gangguan pembekuan darah

• Tidak memiliki pengaruh terhadap produksi ASI

• Efek samping sedikit

• Klien tidak perlu menyimpan obat suntik

• Dapat digunakan oleh perempuan usia lebih dari 35 tahun sampai perimenopouse

• Membantu mencegah kanker endometrium dan kehamilan ektopik

(18)

• Mencegah beberapa penyebab penyakit radang panggul

• Menurunkan krisis anemia bulan sabit ( sickle cell )

Keterbatasan metode kontrasepsi suntik adalah :

• Sering ditemukan gangguan haid seperti berikut :

- Siklus haid yang memendek atau memanjang

- Perdarahan yang banyak atau sedikit

- Perdarahan tidak teratur atau perdarahan bercak ( spoting )

- Tidak haid sama sekali.

• Klien sangat bergantung pada sarana pelayanan kesehatan ( harus kembali untuk

disuntik )

• Tidak dapat dihentikan sewaktu – waktu sebelum suntikan berikutnya

• Sering menimbulkan efek samping masalah berat badan

• Tidak menjamin perlindungan terhadap penularan infeksi menular seksual seperti

hepatitis B, atau infeksi virus HIV

• Terlambatnya kembali kesuburan setelah penghentian penggunaan

c. Implan

Implan merupakan salah satu jenis alat kontrasepsi yang berupa susuk yang

terbuat dari sejenis karet silastik yang berisi hormon, dipasang pada lengan atas

(Handayani, 2010).

Keuntungan dari segi kontrasepsi :

• Daya guna tinggi

(19)

• Pengembalian tingkat kesuburan yang cepat setelah pencabutan

• Tidak memerlukan pemeriksaan dalam

• Bebas dari pengaruh estrogen

• Tidak mengganggu aktivitas seksual

• Tidak mengganggu produksi ASI

• Klien hanya perlu kembali keklinik bila ada keluhan

Keuntungan dari segi nonkontrasepsi :

• Mengurangi nyeri haid

• Mengurangi jumlah darah haid

• Mengurangi / memperbaiki anemia

• Melindungi terjadinya kanker endometrium

• Menurunkan angka kejadian tumor jinak payudara

• Menurunkan angka kejadian endometriosis.

Keterbatasan metode kontrasepsi suntik adalah :

Pada kebanyakan klien metode ini dapat menyebabkan perubahan pola haid

berupa perdarahan bercak ( spotting ), hipermenorea atau meningkatnya jumlah darah

haid, serta menorea. Timbulnya keluhan – keluhan sebagai berikut :

- Nyeri kepala

- Peningkatan / penurunan berat badan

- Nyeri payudara

- Perasaan mual

(20)

- Perubahan perasaan ( mood ) atau kegelisahan ( nervousness ).

- Membutuhkan tindakan pembedahan minor untuk inersi dan pencabutan.

- Tidak memberikan efek protektif terhadap infeksi menular seksual termasuk,

AIDS.

- Klien tidak dapat menghentikan sendiri pemakaian kontrasepsi ini sesuai dengan

keinginan, akan tetapi harus pergi ke klinik untuk pencabutan.

d. Metode Kontrasepsi Mantap

Kontrasepsi mantap terdiri dari 2 macam yaitu Metode Operatif Wanita (

MOW ) dan Metode Operatif Pria ( MOP ), MOW sering dikenal dengan tubektomi

karena prinsip metode ini adalah memotong atau mengikat saluran tuba / tuba falopii

sehingga mencegah pertemuan antara ovum dan sperma. Sedangkan MOP sering

dikenal dengan vasektomi yaitu memotong atau mengikat saluran vas deferens

sehingga cairan sperma tidak dienjakulasikan (Everett, 2007).

2.4. Faktor yang Memengaruhi Peran Suami terhadap Keputusan Wanita Pasangan Usia Subur dalam Menggunakan Alat Kontrasepsi

1. Umur

Umur adalah usia individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai

berulang tahun. Semakin cukup umur tingkat kematangan dan kekuatan seseorang

akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja, dari segi kepercayaan masyarakat

seseorang yang lebih dewasa lebih dipercaya dari pada orang yang belum tinggi

(21)

Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin

bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya,

sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik (Cahyono, 2009).

Hasil penelitian Anggereni, dkk 2007 tentang Peran Suami dalam Penggunaan

alat Kontrasepsi yang berwawasan Gender Pada sebaran usia produktif ini, pendapat

yang disampaikan responden sangat bervariatif berkaitan dengan pengetahuan yang

dimliki oleh responden tentang alat kontrasepsi dan pemahaman terhadap isu gender

dalam bidang kesehatan reproduksi yang belum seperti yang diharapkan.

Berdasarkan Penelitian Rafidah, 2012 tentang dukungan suami terhadap

kepatuhan akseptor dalam menggunakan KB suntik menunjukkan tabulasi silang

antara usia ibu dengan dukungan suami ternyata usia tidak mempengaruhi dukungan

suami.

2. Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap

perkembangan orang lain menuju kearah cita-cita tertentu yang menentukan manusia

untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan kebahagian,

pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi misalnya, hal-hal yang menunjang

kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup (Notoatmodjo,2003).

Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang juga prilaku seseorang akan pola

hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan dalam sikap pembangunan

pada umumnya, makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima

(22)

hidup dan membuat keputusan yang menyakut masalah kesehatan, (Widyastuti,

2009).

Pendidikan mempengaruhi pemahaman peran suami terhadap pemilihan alat

kontrasepsi yang digunakan oleh pasangan, hasil penelitian menunjukan pendidikan

responden adalah SD sebanyak 22 orang (22,68 %), SMP sebanyak 30 orang

(30,93%), SMA sebanyak 35 orang (36,08%) dan 10 orang (10,31%) berpendidikan

sarjana. Tingkat pendidikan yang tinggi ternyata tidak diikuti dengan pemahaman

yang tinggi pula terhadap masalah alat kontrasepsi yang berwawasan gender dan

peran suami dalam pemilihan alat kontrasepsi yang digunakan oleh pasangan.

Pendidikan yang tinggi tidak menjamin adanya pengetahuan yang cukup memadai

tentang keluarga berencana, ( Anggraeni,dkk 2007).

Menurut Widyawati, Pendidikan seseorang yang tinggi belum tentu

mempunyai pengaruh terhadap perilaku sehari-hari dalam kehidupan. Orang

berpendidikan tinggi belum tentu menggunakan KB yang efektif. Pendidikan juga

merupakan proses perubahan dan peningkatan pengetahuan, pola pengetahuan, pola

pikir, dan perilaku masyarakat. Karena adanya dinamika diberbagai aspek, maka

proses pendidikan akan terus menerus dan berkesinambungan sehingga masyarakat

mampu menerima gagasan invasif secara rasional dan bertanggung jawab. Pendidikan

yang rendah juga membuat responden kurang bisa menerima dan memahami

konseling keluarga berencana yang diberikan oleh petugas KB, sehingga

menghambat proses penyebaran informasi tentang KB dan menghambat proses

(23)

diharapkan dalam program KB. Berarti pendidikan yang rendah mempengaruhi

pemakaian alat kontrasepsi AKDR. Terdapat responden yang berpendidikan tinggi

tapi tidak menggunakan AKDR sebanyak 25 responden (67,6 %), terdapat 9

responden yang berpendidikan tinggi juga mengatakan bahwa kepercayaan yang

dianutnya juga tidak membolehkan untuk menggunakan alat kontrasepsi jenis AKDR

dan sebagian lagi mengatakan suaminya tidak memperbolehkan, sehingga menjadi

pertimbangan bagi responden itu untuk memakai metode kontrasepsi yang lainnya.

Berbeda dengan hasil penelitian Bernadus, 2012 memperlihatkan responden

dengan pendidikan tinggi menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pendidikan

dan pemilihan AKDR bagi akseptor KB. Tingkat pendidikan tidak saja

mempengaruhi kerelaan menggunakan KB tetapi juga pemilihan suatu metode.

3. Sumber Informasi

Informasi adalah segala bentuk pesan atau info yang di dapat responden dari

berbagai sumber tentang alat kontrasepsi dalam rahim. Dari 31 responden yang

mendapatkan informasi terdapat 6 (19%) responden yang berpengetahuan baik, 14

(45%) responden yang berpengetahuan cukup, dan 11 (35%) yang berpengetahuan

kurang, dan dari 27 responden yang tidak mendapatkan informasi terdapat 1 (4%)

responden yang berpengetahuan baik, 12 (44%) responden yang berpengetahuan

cukup, dan 14 (52%) responden yang berpengetahuan kurang. Hasil uji statistik Ho di

tolak yang bearti ada hubungan antara informasi dengan pengetahuan akseptor KB

(24)

4. Pengetahuan

Pengetahuan atau kognitif domain yang sangat penting untuk terbentuknya

tindakan seseorang, pengetahuan dipengaruhi oleh factor pendidikan formal,

pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan dimana pendidikan yang

tinggi maka akan semakin luas pula pengetahuannya, akan tetapi bukan berarti orang

berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan rendah, (Wawan,2011).

Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Pengetahuan umumnya datang dari

pengalaman juga dapat diperoleh dari informasi yang disampaikan orang lain, didapat

dari buku, surat kabar, atau media massa, elektronik, (Notoatmodjo, 2003).

Hasil penelitian Anggereni, dkk 2007 tentang Peran Suami dalam Penggunaan

alat Kontrasepsi yang berwawasan Gender menunjukan masih rendahnya

pengetahuan dan peran pria tentang macam-macam alat kontrasepsi pria yang dapat

dipilih oleh pasangan sebagai salah satu alternative dalam KB.

Dalam Penelitian Vasra, 2007 tentang Pengetahuan dan Sikap suami dengan

keikutsertaan ber-KB menyimpulkan pengetahuan memegang peranan penting dalam

program KB pria dimana semakin baik pengetahuan pria tentang KB semakin besar

kecendrungan pria untuk berperan serta dalam KB dan sebaliknya jika semakin

rendah pengetahuan pria tentang KB semakin kecil kecendrungan untuk berperan

(25)

5. Dukungan/ Peran Suami

Pria mendukung dan memberikan kebebasan wanita atau pasangan untuk

menggunakan alat kontrasepsi atau cara/metode KB diawali sejak pria melakukan

akad nikah dengan wanita pasangannya dalam merencanakan jumlah anak yang akan

dimilikinya sampai dengan akhir masa reproduksi, (BKKBN, 2006).

Suami mempunyai pengaruh yang kuat dalam penerimaan kontrasepsi oleh

istri dan keterbatasan metode menimbulkan hambatan bagi wanita untuk

berkontrasepsi lebih rinci lagi pada hasil penelitian Syamsiah 2002, menunjukkan

adanya hubungan antara dukungan suami dengan pemilihan IUD. Responden yang

mendapat dukungan suami, mempunyai peluang memilih IUD 41 kali dibandingkan

responden yang tidak mendapat dukungan suami. Dukungan suami merupakan faktor

yang paling dominan dalam memilih alat kontrasepsi.

Berdasarkan hasil penelitian Bernadus, 2012 uji menunjukkan bahwa ada

hubungan persetujuan pasangan dengan pemilihan AKDR di Puskesmas Jailolo

bahwa persetujuan pasangan/suami berperan penting dalam pemilihan AKDR.

Pemasangan AKDR membutuhkan kerja sama dengan suami karena alasan takut

benangnya mengganggu saat bersenggama. Pada penelitian ini responden dengan

persetujuan pasangan yang mendukung lebih berpeluang dalam memilih AKDR dari

(26)

2.5. Kerangka Teori

Mengadopsi kerangka Teori Snehandu B. Kar 1983 yang dimodifikasi

Perilaku kesehatan seseorang atau masyarakat ditentukan oleh

niat orang terhadap obyek kesehatan, ada atau tidaknya dukungan dari masyarakat

sekitarnya, ada atau tidaknya informasi tentang kesehatan, kebebasan dari individu

untuk mengambil keputusan/bertindak, dan situasi yang memungkinkan ia

berperilaku/bertindak atau tidak berperilaku/tidak bertindak.

,

menganalisis perilaku kesehatan bertitik-tolak bahwa perilaku itu merupakan fungsi

dari niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau perawatan

kesehatannya (behavior intention), dukungan sosial dari masyarakat sekitarnya

(social-support), adanya atau tidak adanya informasi tentang kesehatan atau fasilitas

kesehatan (accessebility of information), otonomi pribadi orang yang bersangkutan

dalam hal mengambil tindakan atau keputusan (personal autonomy), situasi yang

memungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak (action situation).

Seorang ibu yang ingin menggunakan alat kontrasepsi IUD karena adanya niat

dan keinginan ibu untuk menjarangkan, mencegah kehamilan dalam waktu yang lama

dan penggunaan yang aman (behaviorintention), juga karena ada dukungan dari

masyarakat sekitar (social support), memperoleh informasi yang kuat tentang alat

kontrasepsi IUD (accessebility of information), serta besarnya peran dari suami untuk

memutuskan dan memberi persetujuan pada istri untuk menggunakan alat kontrasepsi

(27)

Gambar 2.1. Kerangka Teori (Snehandu B. Kar 1983)

2.6. Kerangka Konsep

Pada penelitian ini penulis mengadopsi teori Snehandu B. Kar 1983 kerangka

konsep dalam penelitian ini merupakan penyederhanaan dari kerangka teori yang

disesuaikan dengan tujuan penelitian yaitu ingin mengetahui Peran suami berdasarkan

umur, pendidikan, sumber informasi dan peran suami (Variabel Independen) terhadap

wanita PUS dalam menggunakan alat kontrasepsi (Variabel Dependen).

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian • Niat dan keinginan

(behavior intention)

• Dukungan Masyarakat (social support)

• Informasi ( accessebility of information)

• Peran suami (Personal autonomy)

• Pengetahuan Peran

Fasilitator Peran Edukator

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Teori (Snehandu B. Kar 1983)

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa responden dengan pengetahuan cukup lebih memilih menggunakan alat kontrasepsi IUD dari pada menggunakan kontrasepsi

Hubungan antara dukungan suami dengan pemilihan alat konntrasepsi non hormonal IUD (Intra Uterine Device) di Puskesmas Polokarto Kabupaten sukoharjo ...51. Hubungan

dukungan suami dengan pemilihan jenis kontrasepsi yang digunakan pada. pasangan usia subur (p

Skripsi yang berjudul Dukungan Sosial Suami terhadap Istri untuk Menggunakan Alat Kontrasepsi Medis Operatif Wanita (MOW) (Studi Kualitatif pada Pasangan Usia Subur Unmet Need

Apakah suami memiliki pandangan yang baik mengenai alat kontrasepsi.. tentang

Berdasarkan tabel 4.3 tersebut tentang pengetahuan kontrasepsi IUD didapatkan hasil bahwa sebagian besar responden memiliki pengetahuan yang kurang terhadap

Berdasarkan Penelitian yang dilakukan tentang hubungan dukungan suami dengan pemilihan jenis kontrasepsi Intra Uterine Device di Puseksmas Makalehi Kecamatan

Distribusi Frekuensi Motivasi WUS Menggunakan Alat Kontrasepsi IUD Sebelum Diberikan Penyuluhan Tentang Intra Uterine Device IUD di Desa Pematang Ibul Wilayah Kerja Puskesmas Bangko