BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1Pengetahuan(knowledge)
2.1.1 Definisi
Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil tahu, dan ini terjadi
setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indera
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan
atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang (overt behavior) (Notoatmodjo, 2003).
2.1.2 Tingkatan Pengetahuan di Dalam Domain Kognitif
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6
tingkatan yaitu tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis dan
evaluasi (Notoatmodjo, 2003). Namun tingkatan pengetahuan pada
ibu hamil tentang rawat gabung yang diharapkan ialah tahu dan
memahami.
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat
ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari
seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah
diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat yang paling
yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan,
mendefinisikan, menyatakan.
Contoh :
i. Ibu hamil dapat mendefinisikan apa itu rawat gabung.
ii. Ibu hamil dapat menyebutkan syarat dapat dilakukannya rawat
gabung.
iii. Ibu hamil dapat menyebutkan kontra indikasi rawat gabung
dari pihak ibu.
iv. Ibu hamil dapat menyebutkan kontraindikasi rawat gabung dari
pihak bayi.
v. Ibu hamil dapat menyebutkan manfaat rawat gabung.
vi. Ibu hamil dapat menyatakan model pengaturan ruangan rawat
gabung.
b. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan
dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang
yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,
Contoh:
i. Ibu hamil dapat menjelaskan definisi rawat gabung.
ii. Ibu hamil dapat menjelaskan syarat dapat dilakukan rawat
gabung.
iii. Ibu hamil dapat menyimpulkan kontraindikasi untuk
melakukan rawat gabung.
iv. Ibu hamil dapat menyimpulkan bayinya memiliki atau tidak
kontraindikasi untuk melakukan rawat gabung.
v. Ibu hamil dapat menjelaskan manfaat rawat gabung
vi. Ibu hamil dapat menjelaskan faktor yang mempengaruhi
keberhasilan rawat gabung.
vii.Ibu hamil dapat menjelaskan model pengaturan ruangan rawat
gabung.
c. Aplikasi (aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real
(sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi
atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan
sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi
atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di
sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan
kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan),
membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis ini menunjuk kepada suatu kemampuan untuk
meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu
keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu
kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari
formulasi-formulasi yang ada.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang
ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria kriteria yang telah
ada.
2.1.3 Indikator-indikator Tingkat Pengetahuan
Indikator-indikator tingkat pengetahuan apa yang dapat
dipergunakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan atau kesadaran
terhadap kesehatan, dapat dikelompokan menjadi:
a. Pengetahuan tentang sakit dan penyakit
b. Pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan cara hidup
sehat, indikator inilah yang digunakan untuk mengukur
i. Apa itu rawat gabung
ii. pentingnya rawat gabung bagi ibu dan bayinya
c. Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan
2.1.4 Pengukuran Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003) Pengukuran pengetahuan dapat
dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang
isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden.
Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau ukur dapat kita
sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan diatas.Sebelum seseorang
mengadopsi perilaku (berperilaku baru), ia harus tahu terlebih
dahulu apa arti atau manfaat perilaku tersebut bagi dirinya atau
keluarganya. Ibu akan melakukan rawat gabung apabila ia tahu apa
tujuan dan manfaatnya bagi kesehatan dirinya dan bayinya, dan apa
bahaya-bahayanya bila tidak melakukan rawat gabung tersebut.
2.1.5 Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003) faktor – faktor yang mempengaruhi
pengetahuan adalah:
a. Usia
Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir
seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin
berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya,
sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin
b. Pendidikan
Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan
kepribadian. Pendidikan mempengaruhi proses belajar,
makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang
tersebut untuk menerima informasi dan semakin banyak
informasi yang masuk maka semakin banyak pula
pengetahuan yang didapat.
c. Sumber Informasi
Sumber informasi adalah data yang diproses kedalam
suatu bentuk yang mempunyai dan mempunyai nilai
nyata dalam membuat keputusan. Informasi yang
diperoleh dapat memberikan pengaruh jangka pendek
(immediate impact) sehingga menghasilkan perubahan
atau peningkatan pengetahuan. Sumber informasi dapat
berupa informasi:
i. Visual (buku, jurnal, makalah, majalah, koran)
ii. Audio (radio)
iii. Audiovisual (televise, pakar/petugas kesehatan, internet)
d. Pengalaman
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu
cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan
cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh
e. Pekerjaan
Pekerjaan secara tidak langsung dapat mempengaruhi
pengetahuan seseorang, hal ini dikarenakan pekerjaan
berhubungan erat dengan faktor interaksi sosial dimana
terjadi pertukaran informasi yang dapat mempengaruhi
tingkat pengetahuan.
2.2Sikap (attitude) 2.2.1 Definisi
Sikap (attitude) merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup
dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo,
2003).Sikap seseorang terhadap objek adalah perasaan mendukung
atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau
tidak memihak (unfavorable) pada objek tersebut (Berkowits, 1972
dalam Azwar, 2007). Secara lebih sederhana Maramis (2006)
menjelaskan bahwa sikap dapat dianggap sebagai suatu predisposisi
umum untuk berespons atau bertindak secara positif atau negatif
terhadap suatu objek atau orang disertai emosi positif atau negatif.
Sikap membutuhkan penilaian, ada penilaian positif, negatif tau netral
tanpa reaksi afektif apapun, umpama tertarik kepada seseorang, benci
terhadap suatu iklan, menentang suatu kebijakan pimpinan, suka
2.2.2 Komponen Pokok Sikap
Menurut Allport (1954) dalam Sunaryo (2004) sikap mempunyai 3
komponen pokok, yaitu:
a. Komponen kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap
suatu objek
b. Komponen yang meliputi kehidupan emosional atau evaluasi
individu terhadap suatu objek sikap
c. Komponen predisposisi atau kesiapan/ kecenderungan individu
untuk bertindak (tend to behave)
2.2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Sikap
Menurut Bimo Walgito (2001) dalam Sunaryo (2004) :
a. Faktor fisiologis
Faktor yang penting adalah umur dan kesehatan, yang menentukan
sikap individu. Contoh: orang muda umumnya bersikap kurang
perhitungan dengan akal dibandingkan orang tua yang penuh
kehati-hatian dan ibu hamil yang menderita sakit, memiliki sikap
yang lebih negatif dibandingkan ibu hamil yang sehat.
b. Faktor pengalaman
Pengalaman langsung yang dialami individu terhadap objek sikap,
berpengaruh terhadap sikap individu terhadap objek sikap tersebut.
Contoh: ibu yang pernah melakukan rawat gabung dan merasakan
rawat gabung sebaliknya ibu yang pernah melakukan rawat gabung
namun tidak mendapatkan manfaat atau bahkan mengalami
kerugian dari rawat gabung akan bersikap negatif terhadap rawat
gabung.
c. Faktor kerangka acuan (nilai yang diyakini)
Apabila nilai yang diyakini tidak sesuai dengan objek sikap, akan
menimbulkan sikap yang negatif terhadap objek sikap tersebut.
Contoh: ibu yang meyakini istirahat setelah melahirkan itu lebih
penting dibandingkan merawat bayinya dengan melakukan rawat
gabung akan bersikap negatif terhadap rawat gabung.
d. Faktor Informasi
Informasi yang diterima individu akan dapat menyebabkan
perubahan sikap pada diri individu tersebut. Azwar (2013) juga
menyatakan bahwa adanya informasi baru mengenai sesuatu akan
memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap.
Contoh: ibu hamil yang mendapatkan penyuluhan tentang manfaat
rawat gabung akan bersikap lebih positif terhadap rawat gabung.
2.2.4 Ciri-Ciri Sikap
Ciri – ciri sikap menurut Sunaryo (2004) adalah:
a. Sikap tidak dibawa sejak lahir, tetapi dipelajari (learnability) dan
dibentuk berdasarkan pengalaman dan latihan sepanjang
b. Sikap dapat berubah-ubah dalam situasi yang memenuhi syarat
untuk itu sehingga dapat dipelajari.
c. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi selalu berhubungan dengan objek
sikap.
d. Sikap dapat tertuju pada satu objek ataupun dapat tertuju pada
sekumpulan/ banyak objek.
e. Sikap dapat berlangsung lama atau sebentar.
f. Sikap mengandung faktor perasaan dan motivasi sehingga
membedakan dengan pengetahuan.
2.2.5 Proses Pembentukan Sikap
Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian
reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari
merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial.
Newcomb dalam Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa sikap itu
merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan
merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan
suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi
tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup,
bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka.
Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di
lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.
Diagram proses pembentukan sikap
Stimulus Rangsangan
Proses Stimulus Sikap
Menurut Notoatmodjo (2003) Sikap terdiri dari 4 tingkatan yaitu
menerima,merespon, menghargai dan bertanggung jawab. Namun
tingkatan sikap pada ibu hamil tentang rawat gabung yang
diharapkan ialah menerima dan merespon.
a. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan
memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap
seorang ibu hamil terhadap rawat gabung dapat dilihat dari
kesediaan dan perhatian ibu tersebut untuk menghadiri
penyuluhan tentang rawat gabung.
b. Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan
menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari
sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan
atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan
itu benar atau salah adalah berarti bahwa orang menerima ide
tersebut. Contoh: sikap ibu yang merespon tentang rawat gabung
perawat: “menurut ibu apakah rawat gabung itu bermanfaat?”
ibu: “sangat bermanfaat karena saya dan bayi saya menjadi
c. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan
suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
d. Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya
dengan segala resiko merupakan sikap yang palling tinggi.
2.2.6 Indikator Sikap Kesehatan
Indikator sikap kesehatan juga sejalan dengan pengetahuan
kesehatan, yaitu
a. Sikap terhadap sakit dan penyakit
b. Sikap cara pemeliharaan dan cara hidup sehat
Indikator inilah yang digunakan untuk mengukur sikap ibu
tentang rawat gabung, misalnya: ibu hamil menilai bahwa rawat
gabung ialah perawatan yang baik dan bermanfaat bagi ibu
maupun bayi.
c. Sikap terhadap kesehatan lingkungan
2.2.7 Pengukuran Sikap
Pengukuran Sikap menurut Azwar (2013) dibedakan menjadi dua
cara, yaitu:
a. Secara langsung
Dengan cara ini, subjek langsung dimintai pendapat bagaimana
sikapnya terhadap suatu masalah atau hal yang dihadapkan
i. Langsung berstruktur
Cara ini mengukur sikap dengan menggunakan
pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun sedemikian rupa
dalam suatu alat yang telah ditentukan dan langsung
diberikan kepada subyek yang diteliti. Contoh:
Pengukuran sikap dengan skala Bogardus, menyusun
pernyataan berdasarkan jarak sosial; Pengukuran sikap
dengan skala Thurston, mengukur sikap juga
menggunakan metode Equal-Appearing Intervals;
Pengukuran sikap dengan skala Likert, dikenal dengan
teknik Summated Ratings. Responden diberikan
pernyataan- pernyataan dengan kategori jawaban yang
telah dituliskan dan pada umumnya 1 sampai dengan 5
kategori jawaban.Untuk sikap ibu hamil tentang rawat
gabung digunakan pengukuran dengan skala ini (skala
Likert).Sebagai contoh: seorang ibu sebaiknya tidak
dipisahkan dengan bayinya sesaat setelah lahir agar
tercipta kedekatan antara ibu dan bayi. Jawabannya
sebagai berikut.Sangat setuju (4), setuju (3), tidak setuju
(2), sangat tidak setuju (1).
ii. Langsung tak berstruktur
Cara ini merupakan pengukuran sikap yang sederhana dan
misalnya sikap dengan wawancara bebas atau free
interview, pengamatan langsung atau survei.
b. Secara tidak langsung
Cara pengukuran sikap dengan menggunakan tes. Umumnya
digunakan skala semantik-diferensial yang terstandar. Cara
pengukuran sikap yang banyak digunakan adalah skala yang
dikembangkan oleh Charles E. Osgood.
2.2.8 Fungsi- Fungsi Sikap
Katz (1960) dalam Maramis (2006) mengemukakan empat fungsi
dasar sikap, yaitu sebagai berikut.
a. Fungsi penyesuaian: Suatu sikap dapat dipertahankan karena
mempunyai nilai menolong yang berguna; memungkinkan individu
untuk mengurangi hukuman dan menambah ganjaran bila
berhadapan dengan orang-orang disekitarnya. Fungsi ini
berhubungan dengan teori proses belajar.
b. Fungsi pembelaan ego: Fungsi ini berhubungan dengan teori
Freud. Di sini sikap itu “membela” individu terhadap informasi
yang tidak menyenangkan atau yang menganjam, kalau tidak ia
harus menghadapinya. Lain daripada sikap dengan fungsi
penyesuaian, sikap dengan fungsi pembelaan ego keluar dari
konflik internal individu dan bukan dari pengalaman dengan objek
c. Fungsi ekspresi nilai: Beberapa sikap dipegang seseorang karena
mewujudkan nilai-nilai pokok dan konsep. Kita semua
menganggap diri kita sebagai orang yang seperti ini atau itu
(apakah sesungguhnya demikian atau tidak adalah soal lain);
dengan mempunyai sikap tertentu anggapan itu ditunjang.
“Ganjaran” yang diterima dari itu bukan datang dari lingkungan
atau respons dari orang-orang lain, tetapi dari dalam diri kita
sendiri.
d. Fungsi pengetahuan: kita harus dapat memahami dan mengatur
dunia sekitar kita. Suatu sikap yang dapat membantu fungsi ini
memungkinkan individu untuk mengatur dan membentuk bebrapa
aspek pengalamannya.
2.3Rawat Gabung 2.3.1 Definisi
Rawat gabung adalah suatu cara perawatan dimana ibu dan bayi yang
baru dilahirkan tidak dipisahkan, melainkan ditempatkan bersama
dalam sebuah ruang selama 24 jam penuh. Bahkan bila mungkin bayi
bisa tidur bersama setempat tidur dengan ibunya (Kosim,dkk, 2010).
Rawat gabung juga merupakan suatu cara perawatan yang
menyatukan ibu beserta bayinya dalam satu ruangan, kamar, atau
suatu tempat secara bersama-sama dan tidak dipisahkan selama 24
memungkinkan sewaktu-waktu atau setiap saat ibu tersebut dapat
menyusui anaknya (Rochmah, dkk, 2012)
2.3.2 Tujuan
Menurut Rochmah, dkk (2012) tujuan dari rawat gabung yaitu:
a. Bantuan emosional
Rawat gabung memfasilitasi terjalinnya hubungan antara ibu dan
bayinya dikarenakan sejak awal bayi akan memperoleh kehangantan
tubuh ibu, kelembutan dan kasih sayang. Ibu pun akan sangat senang
dan bahagia jika berada di dekat bayinya meskipun telah melewati
proses kehamilan dan persalinan yang lama dan melelahkan.
b. Penggunaan ASI
Dengan rawat gabung penggunaan ASI akan lebih efektif karena
produksi ASI makin cepat dan banyak karena proses menyusui
dilakukan segera dan sesering.
c. Pencegahan Infeksi
Dengan melakukan rawat gabung, infeksi silang dapat dihindari
karena kolostrum yang mengandung antibodi dalam jumlah tinggi
dapat segera diberikan kepada bayi. Kolostrum tersebut akan
melapisi seluruh permukaan mukosa saluran cerna dan diserap oleh
bayi sehingga bayi mempunyai kekebalan yang tinggi. Kekebalan ini
d. Pendidikan Kesehatan
Sesi rawat gabung dapat dimanfaatkan untuk memberikan
pendidikan kesehatan pada ibu, terutama primipara. Keinginan ibu
untuk bangun dari tempat tidur, menggendong bayi, dan merawat diri
akan mempercepat mobilisasi sehingga ia akan cepat pulih dari
persalinan. Pendidikan kesehatan di rawat gabung sangat penting
dilakukan, apabila tidak dilakukan maka ibu tidak akan menganggap
positif setiap intervensi yang dilakukan dan hal ini telah dibenarkan
oleh Rice (2000) yang mewawancarai 43 wanita Asia yang tinggal di
Melbourne, Victoriadan menyimpulkan bahwa dalam pelaksanaan
rawat gabung terdapat konflik antara ibu dan petugas kesehatan.
Didapatkan hasil bahwa ibu lebih mengutamakan istirahat dan ada
ibu yang tidak mengerti mengapa perawat memintanya untuk
melakukan rawat gabung dan merawat bayinya sendiri.
2.3.3 Syarat
Syarat dilakukannya rawat gabung adalah sebagai berikut (Dewi,
2011)
a. Bayi lahir spontan, jika bayi lahir dengan tindakan maka rawat
gabung bisa dilakukan setelah bayi cukup sehat
b. Bayi yang lahir secara sectio caesaria (SC) dengan anastesi
umum, rawat gabungnya pun dilakukan setelah ibu dan bayi sadar
c. Bayi tidak asfiksia setelah 5 menit pertama (dengan nilai APGAR
minimal 7)
d. Usia kehamilan 37 minggu atau lebih
e. Berat lahir 2.000-2.500 gram atau lebih
f. Tidak terdapat tanda-tanda infeksi intrapartum
g. Bayi dan ibu sehat
2.3.4 Kontraindikasi
Kontraindikasi rawat gabung bagi ibu adalah (Kosim,dkk, 2010)
a. Ibu dengan kelainan jantung yang ditakutkan menjadi gagal
jantung
b. Ibu dengan eklampsia atau preeklampsia berat
c. Ibu dengan penyakit akut yang berat
d. Ibu dengan karsinoma payudara
e. Ibu dengan psikosis
Kontraindikasi rawat gabung bagi bayi (Kosim,dkk, 2010)
a. Bayi dengan berat lahir sangat rendah
b. Bayi dengan kelainan kongenital yang berat
c. Bayi yang memerlukan observasi atau terapi khusus (bayi
kejang, sakit berat)
2.3.5 Manfaat
Manfaat yang bisa didapatkan jika dilakukan rawat gabung ibu dan
a. Fisik
Bila ibu dekat dengan bayinya, maka ibu akan mudah untuk
melakukan perawatan sendiri. Dengan perawatan sendiri dan
pemberian ASI sedini mungkin, maka akan mengurangi kemungkinan
terjadinya infeksi silang dari pasien lain atau petugas kesehatan. Hal
tersebut dibuktikan oleh penelitian Asparin,dkk (1996) yang
mendapatkan tidak dijumpainya episode gastroenteritis pada
kelompok bayi rawat gabung.
b. Fisiologis
Rawat gabung memungkinkan ibu untuk lebih dekat dengan bayinya,
sehingga bayi akan segera disusui dan frekuensinya lebih sering.
Proses fisiologis yang terjadi tersebut akan memungkinkan bayi
mendapat nutrisi alami yang paling sesuai dan baik serta dapat
membantu proses involusi rahim dikarenakan refleks oksitosin yang
timbul karena menyusui.
c. Psikologis
Dari segi psikologis akan segera terjalin proses lekat akibat sentuhan
badan antara ibu dan bayi. Hal tersebut akan berpengaruh besar
terhadap pertumbuhan psikologis bayi. Selain itu, kehangatan tubuh
ibu merupakan stimulasi mental yang mutlak dibutuhkan oleh bayi.
Penelitian kualitatif Bennett & Sheridan (2005) menyimpulkan bahwa
secara umum ibu yang mendapatkan perawatan rooming-in
satu partisipan mengungkapkan bahwa rooming-in dapat
meningkatkan kedekatan kepada bayinya dan rooming-in sangat
penting untuk meningkatkan kepercayaan diri ibu saat membawa
bayinya pulang ke rumah. Sedangkan hal yang sebaliknya dirasakan
oleh ibu yang bayinya dirawat di NICU (Neonatal Intensive Care
Unit), tiga ibu dalam penelitian ini merasa bahwa bayinya seperti
bukan milik mereka, mereka merasa diintimidasi oleh staf klinik dan
beberapa ibu merasa bahwa mereka perlu izin untuk menyentuh bayi
mereka.
d. Edukatif
Ibu akan mempunyai pengalaman yang berguna sehingga mampu
menyusui serta merawat bayinya bila pulang dari rumah sakit. Selama
di RS ibu akan melihat, belajar dan mendapat bimbingan mengenai
cara menyusui secara benar, cara merawat payudara, tali pusat,
memandikan bayi dan sebagainya. Keterampilan ini diharapkan dapat
menjadi modal bagi ibu untuk merawat bayi dan dirinya setelah
pulang dari RS.
e. Ekonomi
Pemberian ASI dapat dilakukan sedini mungkin. Bagi rumah sakit,
terutama RS pemerintah, hal tersebut merupakan suatu penghematan
terhadap anggaran pengeluaran untuk pembelian susu formula, botol
susu, dot, serta peralatan lainnya yang dibutuhkan. Beban perawat
bayinya sendiri sehingga waktu luang dapat dimanfaatkan untuk
kegiatan lain. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan
Rachman, Hariyanti dan Riskiyani (2009) yang dari hasil
wawancaranya terkait kebijakan Rumah Bersalin di Makassar
mendapatkan rawat gabung sangat membantu meringankan pekerjaan,
tidak membutuhkan tenaga tambahan untuk merawat dan mengontrol
bayi pada ruangan terpisah apalagi kondisi di rumah bersalin tersebut
memang kekurangan bidan.
f. Medis
Secara medis, pelaksanaan rawat gabung dapat menurunkan terjadinya
infeksi nosokomial pada bayi, serta menurunkan angka morbiditas dan
mortalitas ibu maupun bayinya.
Teori diatas didukung oleh penelitian Ahn, dkk (2008) didapatkan
bahwa bayi yang dirawat gabung memiliki stabilitas emosi yang lebih
baik dibandingkan dengan yang tidak dirawat gabung. Hal tersebut
terlihat dari:
i. Iritability
Bayi yang tidak dirawat gabung lebih mudah terganggu
bahkan hanya karna sedikit rangsangan dibandingkan bayi di
rawat gabung.
ii. Self quieting activity
Bayi yang di rawat gabung secara signifikan lebih berusaha
mengganggu dan mereka lebih berhasil dibandingkan bayi
yang tidak rawat gabung.
iii. Duration of crying
Bayi yang tidak dirawat gabung memiliki durasi menangis
yang lebih lama dibandingkan bayi yang di rawat gabung.
2.3.6 Model Pengaturan Ruangan Rawat Gabung
Menurut Rochmah, dkk (2012) model pengaturan ruangan rawat
gabung yaitu:
a. Model perawatan kelas yaitu satu kamar dengan satu ibu dan
anaknya.
b. Model yang ibu dan bayi tidur di atas tempat tidur/ kasur yang
sama.