• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN - Persepsi Keluarga Pemulung Terhadap Pendidikan Formal Anak (Studi Deskriptif Terhadap Keluarga Pemulung di Daerah Pinang Baris, Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN - Persepsi Keluarga Pemulung Terhadap Pendidikan Formal Anak (Studi Deskriptif Terhadap Keluarga Pemulung di Daerah Pinang Baris, Medan)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Kehidupan kota yang selalu dinamis berkembang dengan segala fasilitasnya yang serba

gemerlapan, lengkap dan menarik serta menjanjikan tetap saja menjadi suatu faktor utama yang

menarik orang mendatangi kota. Dengan demikian orang-orang yang akan mengadu nasib di

kota harus mempunyai strategi, yaitu bagaimana bisa memanfaatkan dan menikmati segala

fasilitas yang serba menjanjikan tersebut namun juga bisa mengatasi tantangan dan permasalahan

yang ada di dalamnya.

Penyebab utama terjadinya perkembangan kota adalah berkembangnya kehidupan

industri di dalamnya. Kehidupan industri yang membutuhkan tenaga kerja yang banyak memberi

dan mewarnai harapan orang untuk selalu mencari kehidupan di kota. Berkaitan dengan hal

tersebut, perlu dicatat pendapat Schoorl (1980: 59), bahwa ada satu ciri sentral dari kehidupan

masyarakat industri, yaitu sumber kekuatannya yang bersendi pada penemuan dan pemanfaatan

sumber energi baru yang diperoleh dalam jumlah terbatas, yang memaksanya untuk melakukan

pekerjaan secara besar-besaran. Makna yang terkandung dari ungkapan tersebut adalah adanya

pekerjaan dalam skala besar (mass product) yang tentunya membutuhkan tenaga kerja cukup

banyak, dan adanya iklim persaingan yang cukup tinggi.

Masalah perkotaan yang semakin meningkat pada dasarnya dipicu oleh semakin

bertambahnya penduduk di daerah perkotaan. Daya tarik kota yang semakin mengundang

(2)

pendapatan, semakin menambah populasi penduduk dan mempersempit tata ruang kota.

Perkembangan kota dan industrinya memang menumbuhkan ekonomi kota, hal ini terlihat

dengan lajunya pembangunan fisik gedung-gedung perkantoran, pusat-pusat pertokoan, dan

pabrik-pabrik, tetapi sejalan dengan ini masalah lowongan pekerjaan, PHK, dan pengangguran

makin menekan. Maka untuk mampu bertahan hidup, masyarakat harus memiliki keahlian di

berbagai bidang.

Kepesatan perkembangan suatu kota ternyata juga membawa dampak sosial akibat

tingginya iklim kompetitif dalam kehidupan masyarakatnya. Masyarakat cenderung terbagi

menjadi 2 segmen, yaitu (1) kelompok masyarakat yang menang dan berhasil dalam iklim

kompetisi ini, dan (2) kelompok masyarakat yang kalah dan tersingkir (Sumardjito, 2007:7).

Dampak sosial lain yang sangat terasa akibat iklim ini adalah pada perilaku masyarakat pada

masing-masing segmen atau antarsegmen tersebut yang cenderung individualis.

Daya tarik kota yang mereka yakini mampu mengubah perekonomian mereka, menjadi

faktor lain yang harus diperhitungkan. Maka hal inilah yang menjadi pendorong masyarakat desa

berpindah ke daerah perkotaan. Namun bagi masyarakat yang tidak bisa bertahan dikarenakan

kemampuannya yang kurang memadai serta tingkat pendidikannya yang rendah menyebabkan

persaingan yang tinggi, ataupun terbatasnya lapangan pekerjaan, sehingga banyak masyarakat

yang membuka sektor informal karena tidak mampu bersaing di sektor formal, salah satunya

adalah pemulung.

Dalam realitas di masyarakat, keberadaan pemulung dapat dilihat dari dua sisi yang

berbeda (Simanjuntak, 2002). Disatu sisi, profesi memulung ini mampu memberikan peluang

(3)

lain, keberadaan pemulung dianggap menganggu kebersihan, keindahan, ketertiban, kenyamanan

dan keamanan masyarakat. Seringkali pemulung dipukuli atau diusir dari tempat mereka mencari

nafkah, tanpa memberikan solusi yang terbaik bagi mereka. Selain itu, pemulung sering

mengalami diskriminasi oleh pemerintah dalam mengurus administrasi ataupun surat keterangan

tidak mampu.

Pemulung merupakan orang-orang yang melakukan kerja memungut mencari barang

rongsokan di tempat-tempat seperti bak sampah, rumah-rumah penduduk, jalan-jalan, sungai,

daerah pertokoan, daerah industri, dan tempat pembuangan sampah akhir. Pemulung secara tidak

langsung telah turut membantu pihak Dinas Kebersihan setempat dalam mengurangi jumlah

sampah karena sampah plastik yang setiap hari pemulung diambil adalah sampah yang

mencemari lingkungan. Namun, pemulung adalah kaum marginal yang kerap kali dilecehkan

seperti kehadiran pemulung di TPA juga dinilai menganggu Dinas Kebersihan setempat.

Masalah tersebut biasanya karena pemulung tidak menaati peraturan yang telah dibuat oleh

Dinas Kebersihan (Simanjuntak, 2002).

Pemulung tidaklah sama dengan gelandangan atau pengangguran (Twikromo,1999)

karena pemulung menghabiskan waktunya untuk mengumpulkan barang bekas dan ditukarkan

dengan sejumlah uang yang menjadi haknya. Kerja pun diartikan kegiatan dimana seseorang

memperoleh bayaran. Pemulung miskin bukanlah karena mereka tidak bekerja atau kurang

jumlah jam kerjanya, tetapi mereka miskin karena faktor-faktor struktural yang menghalangi

pemulung untuk memperoleh kelebihan keuntungan dari kegiatan pulungan yang mereka

lakukan (Twikromo, 1999).

Ada dua jenis pemulung yaitu pemulung jalanan dan pemulung tetap. Pemulung jalanan,

(4)

mempunyai rumah (bedengan) yang berada di sekitar TPA atau sekitar lapak (tempat menjual

barang hasil pulungan pemulung). Pemulung pada kenyataannya dinilai sebagai aktivitas yang

lebih positif dibanding dengan profesi jalanan lainnya dalam perspektif pemerintah maupun

masyarakat kota sehingga banyak orang jalanan berganti profesi menjadi pemulung jika dinilai

lebih menguntungkan (Twikromo, 1999). Walaupun terkadang pemulung masih mendapatkan

kesulitan untuk bergabung di pemukiman warga karena masyarakat masih menganggap

pemulung adalah pekerjaan yang rendah.

Pemulung di kota Medan, kebanyakan merupakan masyarakat migran yang berusaha

mempertahankan hidupnya dengan menggunakan tenaga mereka dalam mencari barang bekas,

karena kurangnya kemampuan mereka dalam bersaing dengan masyarakat lainnya. Namun, ada

juga masyarakat penduduk asli kota Medan yang termasuk dalam komunitas pemulung ini.

Komunitas pemulung ini cenderung lebih suka hidup berkelompok dengan sesama pemulung,

misalnya di daerah Pinang Baris yang menjadi lokasi penelitian. Daerah Pinang Baris yang

merupakan salah satu terminal di Kota Medan, merupakan daerah penghasil sampah dikarenakan

daerah ini menjadi tempat persinggahan bagi masyarakat yang datang ataupun sekedar

menunggu angkutan umum, sehingga masyarakat bebas saja membuang sampah sembarangan,

sehingga hal inilah yang menyebabkan banyaknya pemulung di sepanjang jalan Pinang Baris ini.

Lokasi TPA di wilayah Sumatera Utara yang tersebar di 26 kabupaten dan kota. TPA

tersebut berstatus lokal yang melayani pengelolaan sampah di masing- masing kabupaten/ kota.

Kemudian sampah dari TPA lokal itu akan diangkut ke TPA pusat yakni Namo Bintang dan TPA

Terjun. Jumlah pemulung TPA di provinsi Sumatera Utara diperkirakan mencapai 10.400 orang

(5)

TPA Terjun 1000 orang dengan jumlah KK 400KK sedangkan sisanya tersebar di berbagai

kelurahan (Dinas Kebersihan Kota Medan, 2008).

Ditinjau dari aspek ekonomi, Pemulung tergolong “urban poor“ yang diperkirakan

mempunyai penghasilan antara Rp.3500,- sampai 8.500,- per hari. Posisi mereka selalu dalam

keadaan lemah karena nilai tambah yang mereka peroleh sangat tidak mencukupi untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Melihat perekonomian masyarakat pemulung yang

kurang memadai, menyebabkan keikutsertaan anak untuk bekerja demi menambah penghasilan.

Jika dikaji berdasarkan jumlah penghasilan pemulung, maka mereka dapat dikategorikan pada

masyarakat miskin absolut dengan penghasilan dibawah 1 dollar perhari menurut World Bank

tahun 2011. Di daerah Pinang Baris yang menjadi lokasi penelitian, menjadi gambaran dimana

anak- anak juga ikut serta sebagai pemulung, tidak hanya disore hari, namun pada jam sekolah,

banyak sekali anak- anak yang ikut serta membantu orangtua mereka. Hal ini merupakan

masalah sosial yang menjadi kajian besar serta dibutuhkannya peranan orangtua sebagai agen

sosialisasi pertama akan pentingnya pendidikan.

Kota Medan yang merupakan salah satu perkotaan yang menarik bagi masyarakat untuk

melakukan migrasi, merupakan wilayah yang strategis untuk dijadikan tempat tinggal. Namun

untuk bertahan, diperlukan kemampuan untuk mampu bersaing dalam mencari pekerjaan.

Namun banyaknya masyarakat yang tidak memiliki kemampuan, menyebabkan pengangguran

yang berdampak pada peningkatan jumlah kemiskinan di Kota Medan. Menurut data BPS

Sumatera Utara tahun 2011, warga miskin yang paling tinggi di kota Medan yaitu 527,716 ribu

jiwa, Kabupaten Langkat di posisi kedua dengan 472.906 jiwa. Dari 402.100 orang penyumbang

angka pengangguran di Sumatera Utara (Sumut), terbesar adalah kelompok anak-anak putus

(6)

tingginya angka pengangguran yang disebabkan oleh anak-anak putus sekolah menjadi salah satu

permasalahan di Kota Medan yang menimbulkan ketidakmampuan untuk bersaing karena

kurangnya pendidikan yang dimiliki.

Secara umum, Pendidikan dimaknai sebagai usaha optimis manusia dalam mencapai

tujuannya yaitu kesejahteraan kehidupan. Tujuan dari pendidikan sendiri adalah

mengembangkan kemampuan dan potensi manusia untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan.

Disamping itu, pendidikan juga dimaksudkan untuk membentuk manusia yang mampu hidup

dalam tatanan sosial dan mampu berinteraksi dengan sosial dengan baik sesuai dengan nilai dan

norma.

Pendidikan sebagai salah satu lembaga sosial memiliki fungsi yang nyata (manifest)

yakni, mempersiapkan peserta didik untuk mampu mencari nafkah, mengembangkan bakat

perseorangan, dan menanamkan keterampilan. Dan fungsi laten dari lembaga pendidikan adalah

mengurangi pengendalian orangtua, mempertahankan system kelas sosial dan memperpanjang

masa remaja. Fungsi dari lembaga pendidikan harus mampu dirasakan oleh peserta didik

sehingga menunjukkan keberhasilan fungsional dari lembaga itu sendiri.

Bidang kajian sosiologi yang berkaitan langsung dengan pendidikan dapat dibedakan

menjadi dua yaitu (1) Pendidikan dan masyarakat dan (2) Pendidikan dan perubahan sosial.

Pendidikan dan masyarakat jika dilihat dari sudut masyarakat secara keseluruhan, fungsi

pendidikan adalah untuk memelihara kebudayaan. Kebudayaan berhubungan dengan nilai-nilai,

kepercayaan, norma-norma yang turun temurun dari generasi dan generasi yang selalui

mengalami perubahan. Maka dalam hal ini pendidikan juga mempengaruhi kemampuan anak-

(7)

Sedangkan pendidikan dan perubahan sosial fungsi sekolah dan masyarakat saling

mempengaruhi dalam berbagai cara terhadap perkembangan individu. Beberapa di antara

perubahan tersebut adalah perubahan teknologi yang menuntut individu untuk semakin memiliki

keterampilan baru, perubahan demografi yang mempengaruhi pendidikan dimana pertambahan

penduduk menuntut keseimbangan fasilitas pendidikan, serta sekolah menjadi pengalaman

pendidikan yang menjadi sarana untuk menyesuaikan diri para peserta didik untuk hidup

diperkotaan.

Pendidikan merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi masyarakat Indonesia yang

merupakan salah satu negara berkembang. Pentingnya pendidikan, diyakini menjadi salah satu

indikator dari kesejahteraan masyarakat Indonesia. Dan pendidikan merupakan bekal untuk

mampu masuk ke dunia kerja. Namun melihat tingginya tingkat permintaan akan kebutuhan

hidup menyebabkan banyak masyarakat harus melupakan sektor pendidikan demi memenuhi

kebutuhan lain yang dipercaya lebih penting. Populasi penduduk yang semakin tinggi,

menyebabkan lapangan pekerjaan yang semakin berkurang dan semakin tertutup bagi

masyarakat yang tidak memiliki dasar pendidikan. Sehingga banyak penduduk yang masuk

dalam kategori miskin. Saat ini, jumlah penduduk miskin tersebut semakin bertambah, seiring

dengan pertambahan penduduk dan krisis ekonomi nasional yang tak kunjung selesai.

Sekalipun pengaruh kemiskinan sangat besar terhadap anak- anak yang tidak bersekolah,

namun kemiskinan bukanlah satu- satunya faktor yang berpengaruh. Salah satu faktor yang

berpengaruh adalah pola pikir pendek dan sederhana akibat rendahnya pendidikan. Dalam

budaya Indonesia, kepala rumah tangga terutama seorang ayah mempunyai peranan yang sangat

(8)

mendapatkan pendidikan. Untuk mengambil keputusan tersebut, maka akan sangat bergantung

kepada persepsi orangtua terhadap pendidikan formal.

Keluarga merupakan unit sosial yang terdiri dari ayah, ibu dan anak serta anggota

keluarga lainnya, mempunyai arti yang sangat penting dalam pembentukan kepribadian si anak

di kemudian hari. Dalam lingkungan keluarga seseorang akan mempelajari sistem pengetahuan

tentang norma- norma serta kedudukan dan peran yang berlaku dalam masyarakat. Setiap

kedudukan dan peran memberikan hak untuk mencari apa yang tidak boleh dilakukan serta

kewajiban apa yang dilakukan sebagai warga dari sebuah system social. Oleh karena itu

penanaman budaya dalam keluarga merupakan dasar pembentukan pribadi anak. Penanaman

nilai budaya pada anak tidak hanya pengawasan, sopan santun, melainkan meliputi pentingnya

pendidikan yang berusaha ditanamkan oleh orangtua.

Daerah Pinang Baris merupakan suatu wilayah perkotaan yang dihuni oleh komunitas

keluarga pemulung karena adanya TPA lokal yang mampu menjadi tempat bagi mereka untuk

memulung. Pada komunitas ini, bukan orangtua saja yang bekerja, namun anak- anak juga turut

dalam membantu orangtua. Ketertarikan penulis untuk menjadikan komunitas keluarga

pemulung di daerah ini sebagai objek kajian adalah berdasarkan pra penelitian yang dilakukan,

kebanyakan berusia 10 tahun yang seharusnya mengecap pendidikan di sekolah dasar atau

tingkat pendidikan lainnya ikut serta membantu orangtua mereka dalam menambah

perekonomian, meski terkadang harus merelakan waktu belajar mereka.

Pemahaman keluarga pemulung di daerah Pinang Baris ini terhadap pendidikan,

sepertinya sudah mulai menjadikan pendidikan sebagai kebutuhan si anak. Hal ini terlihat

(9)

membantu orangtuanya untuk saat-saat tertentu. Komunitas pemulung yang bersifat heterogen

terdiri dari multi etnis, namun sebagian besar berasal dari etnis batak akan tetapi ada juga etnis

jawa, nias dan melayu. Dan didaerah ini, cukup banyak pemulung yang berjenis kelamin

perempuan dan mereka pada umumnya merupakan penduduk pendatang dan memilih pekerjaan

pemulung sebagai mata pencaharian akibat terbatasnya lapangan pekerjaan.

Penelitian mengenai fenomena pemulung sebagai salah satu masalah sosial di Indonesia

sangat tertarik untuk diteliti dan dikaji lebih lanjut. Penelitian-penelitian terdahulu mengenai

fenomena pemulung difokuskan pada kehidupan sosial pemulung, karakteristik pemulung,

kehidupan ekonomi pemulung dan pemberdayaan pemulung. Namun, dari para peneliti terdahulu

belum ada yang meneliti mengenai persepsi (pandangan) dari keluarga pemulung sendiri

mengenai pendidikan formal anak. Mengingat bahwa keputusan pemerintahan yang mewajibkan

belajar 9 tahun yang harus dilaksanakan merupakan perwujudan amanat pembukaan UUD 1945

dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. serta pasal 31 UUD 1945 yang menyatakan (1)

Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran dan (2) Pemerintah mengusahakan dan

menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional yang diatur dengan undang-undang,

maka peneliti tertarik untuk meneliti dan mengetahui pandangan keluarga pemulung terhadap

pentingnya pendidikan formal, apakah hanya menjalankan wajib belajar 9 tahun saja, atau

melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Maka dari ketertarikan ini, penulis mencoba melihat bagaimana persepsi keluarga

pemulung terhadap pendidikan formal anak, yang pada akhirnya dapat menggambarkan seperti

apa pengetahuan mereka terhadap pendidikan, faktor- faktor apa sajakah yang mempengaruhi

persepsi mereka terhadap pendidikan, serta harapan- harapan mereka di masa depan setelah

(10)

1.2 Rumusan Masalah

Jumlah pemulung di berbagai kota di Indonesia menjadi suatu realita sosial yang hingga

pada saat ini menjadi perbincangan yang belum ada penyelesaiannya. Keterbatasan akan akses

pendidikan formal dan teknologi menyebabkan pemulung tidak dapat memiliki pekerjaan yang

lebih layak lagi. Berdasarkan latar belakang diatas yang menjadi titik perhatian dari penelitian ini

adalah:

1. Bagaimana persepsi orangtua yang bekerja sebagai pemulung terhadap pendidikan

formal anak?

2. Bagaimanakah persepsi anak pemulung terhadap pendidikan formal?

1.2Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui persepsi orangtua yang bekerja sebagai pemulung terhadap pendidikan

formal anak.

(11)

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai tambahan informasi terutama untuk

kajian- kajian sosiologis mengenai kehidupan para pemulung bagi penelitian selanjutnya

yang sejenis.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan agar penulis lebih dapat meningkatkan kemampuan dalam

menulis karya ilmiah tentang kehidupan pemulung di daerah perkotaan, serta hasilnya

dapat dijadikan sebagai acuan dalam memahami kehidupan pemulung sehingga dapat

bermanfaat bagi masyarakat luas pada umumnya, dan pemulung pada khususnya.

1.5 Defenisi Konsep

Berikut ini akan diuraikan definisi konseptual dari variabel-variabel yang terlibat dalam

penelitian guna memperoleh batasan yang jelas dan menyamakan persepsi dari variabel serta

konsep yang terdapat dalam penelitian ini, sehingga dapat dilakukan pengukurannya, sebagai

berikut:

1. Pemulung adalah orang yang bekerja dengan cara memunguti barang bekas yang masih

dapat dimanfaatkan kembali.

2. Persepsi keluarga pemulung, terhadap pendidikan formal anak adalah penilaian pemulung

terhadap pendidikan formal berdasarkan informasi yang didapat dari faktor internal dan

(12)

pentingnya pendidikan formal itu terhadap keluarga. Dalam hal ini, persepsi anak

pemulung juga menjadi tolak ukur dalam konsep penelitian.

3. Sosialisasi merupakan suatu proses dimana seseorang kemampuan social untuk dapat

menyesuaikan diri dengan tuntutan social. Kemampuan sosial ini erat kaitannya dengan

perkembangan social anak.

4. Harapan pemulung merupakan suatu keadaan yang menjadi angan-angan dan yang

diinginkan pemulung supaya terjadi kelak dikemudian hari. Harapan pemulung di masa

depan terbagi menjadi dua yaitu pemulung yang ingin tetap mempertahankan profesi

pemulung dengan pendapatan meningkat atau memiliki pekerjaan lain yang lebih baik

dan lebih menguntungkan.

5. Kemiskinan merupakan kondisi saat seseorang atau sekelompok orang tak mampu

memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan

yang bermartabat. Salah satu konsep pengukuran kemiskinan yang diterapkan di banyak

negara, termasuk Indonesia, adalah konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar

(basic needs).

6. Pendidikan formal merupakan jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang

terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi ( Sumber:

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar

Referensi

Dokumen terkait

Dapat kita ketahui bahwa setiap orang tua mempunyai tingkat kehidupan yang berbeda-beda. Ada yang berasal dari keluarga mampu, dan ada yang berasal dari

Tujuan dari penelitian yang dilakukan yaitu Untuk mengetahui pengaruh pekerjaan orang tua terhadap perkembangan anak pada keluarga pemulung di Desa Tapian Nauli Lingkungan

Hal ini tergambar dari tema-tema yang diperoleh yaitu perawat mempunyai pandangan bahwa pelibatan keluarga dalam perawatan anak merupakan peluang bagi mereka

ANAK PADA KELUARGA PEMULUNG DI DESA TAPIAN NAULI LINGKUNGAN IX KELURAHAN SUNGGAL KECAMATAN MEDAN SUNGGAL”.. Skripsi ini

masalah yang dihadapi. Bagi mereka yang terpenting adalah dapat memenuhi kebutuhan makan. Keadaan tempat tinggalpun seadanya yang penting tidak kepanasan dan kehujanan. Kondisi

Persepsi masyarakat petani terhadap pendidikan formal sekolah bagi anak-anaknya sangat baik ini terbukti pada umumnya mereka berusaha untuk menyekolahkan anaknya supaya menjadi

Semakin banyak dan semakin sering intensitas pengiriman remitan oleh pekerja migran, maka semakin tinggi pula status sosial ekonomi keluarga, karena mereka mampu

Tujuan dari penelitian yang dilakukan yaitu Untuk mengetahui pengaruh pekerjaan orang tua terhadap perkembangan anak pada keluarga pemulung di Desa Tapian Nauli