• Tidak ada hasil yang ditemukan

REDESAIN TAMAN BUDAYA KOTA PADANG Dengan Penerapan Arsitektur Waterfront

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "REDESAIN TAMAN BUDAYA KOTA PADANG Dengan Penerapan Arsitektur Waterfront"

Copied!
161
0
0

Teks penuh

(1)

KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

REDESAIN TAMAN BUDAYA KOTA PADANG

DENGAN PENERAPAN ARSITEKTUR WATERFRONT

SKRIPSI

Diajukan sebagai Syarat untuk Mencapai

Gelar Sarjana Teknik Arsitektur Universitas Sebelas Maret

Disusun Oleh : PRATIWI ANJAR SARI

I0208070

JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2012

(2)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

FAKULTAS TEKNIK JURUSAN ARSITEKTUR PROGRAM STUDI ARSITEKTUR

KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN REDESAIN TAMAN BUDAYA KOTA PADANG

Dengan Penerapan Arsitektur Waterfront

PENYUSUN : PRATIWI ANJAR SARI NIM : I 0208070

JURUSAN : ARSITEKTUR TAHUN : 2012

Surakarta, Oktober 2012 Menyetujui,

Pembimbing I Tugas Akhir

Dr.Titis Srimuda.P.,ST, M.Trop.Arch NIP. 19680609 199402 1 001

Pembimbing II Tugas Akhir

Ir. Widi Suroto, MT NIP. 19560905 198601 1 001

Mengesahkan,

KetuaJurusanArsitektur FakultasTeknik UNS

Dr. Ir. Mohamad Muqoffa, MT. NIP. 19620610 199103 1 001

Ketua Program StudiArsitektur FakultasTeknik UNS

Kahar Sunoko, ST, MT. NIP. 19690320 199503 1 002

(3)

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulilah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan limpahan rahmat, hidayat dan ridhoNya sehingga penulis dapat menyelesaikan konsep Tugas Akhir dengan judul Redesain Taman Budaya Kota Padang dengan Penerapan Arsitektur Waterfront ini dengan baik dan lancar.

Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat akademik untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik di Jurusan Arsitektur Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dalam penyusunan konsep ini, penulis memperoleh banyak sekali hal-hal baru, baik berupa pengetahuan maupun pengalaman melalui arahan, bimbingan kritik dan petunjuk dari berbagai pihak yang telah membantu baik moril maupun materiil. Semua itu sangat bermanfaat bagi penulis, terutama dukungan berupa dorongan secara moral sehingga konsep ini bisa terselesaikan setelah mengalami banyak rintangan dan hambatan. Atas semua dukungan selama proses penyusunan konsep ini, kami mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada :

1. Allah SWT, atas semua rahmat, hidayah, dan ridhoNya.

2. Dr.Ir. Mohamad Muqoffa, MT, selaku Ketua Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik UNS.

3. Kahar Sunoko, MT Ketua Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik UNS

4. Ir. Samsudi, MT. selaku pembimbing akademis atas bimbingan dan support yang telah diberikan.

(4)

iii

5. Dr.Ir.Titis S. Pitana,M.Archtrop, selaku pembimbing tugas akhir, atas bimbingan dan ilmu yang telah diberikan.

6. Ir.Widi Suroto,MT, selaku pembimbing tugas akhir, atas bimbingan dan ilmu yang telah diberikan.

7. Ir.Dwi Hedi, MT dan Tri Yuni Iswati selaku penguji Tugas Akh ir atas masukan dan saran yang telah diberikan.

8. Seluruh civitas akademika Fakultas Teknik UNS

9. Semua pihak yang telah membantu baik moril maupun materil yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, terima kasih atas bantuan serta dukungannya dalam menyelesikan laporan ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan konsep ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran tentang konsep ini akan Penulis terima dengan terbuka. Akhir kata, semoga konsep ini dapat memberikan manfaat bagi Penulis pribadi dan kita semua, Amin.

Surakarta, Oktober 2012

Penulis

(5)

vi

1.6. Teknik Pengumpulan Data 1.6.1. Studi Observasi dan Survei... 7

1.6.2. Studi Literatur ... 7

1.6.3. Wawancara ... 8

1.6.4. Dokumentasi ... 8

1.6.5. Studi Komparasi ... 8

1.7. Metode Pendekatan Konsep Perancangan ... 8

1.8. Tahap Perumusan Konsep Perencanaan dan Perancangan ... 9

1.9. Lingkup dan Batasan Pembahasan I.9.1. Lingkup Pembahasan... 9

I.9.2. Batasan Pembahasan... 10

I.10. Sistematika Pembahasan ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tentang Redesain ... 11

(6)

vii

2.3. Tinjauan Seni ... 14

2.3.1. Batasan Pengertian Seni ... 14

2.3.2. Perkembangan Seni di Indonesia ... 15

2.3.3. Jenis–Jenis Seni ... 17

2.3.4. Tinjauan Pelatihan Seni (sanggar) ... 22

2.3.5. Tinjauan Pergelaran Seni ... 23

2.4. Tinjauan Waterfront ... 25

2.4.1. Waterfront di Indonesia ... 31

BAB III TINJAUAN LOKASI 3.1. Gambaran Umum Kota Padang... 33

3.1.1. Potensi Pariwisata Kota Padang ... 37

3.1.2. Arsitektur Tradisional Minangkabau ... 39

3.2. Tinjauan Seni Kota Padang ... 43

3.3. Lokasi Taman Budaya Kota Padang ... 45

3.4. Gambaran Umum Taman Budaya Kota Padang ... 46

3.5. Gambaran Umum Kawasan Pantai Padang ... 49

BAB IV TAMAN BUDAYA YANG DIRENCANAKAN 4.1. Karakter Khusus Taman Budaya Kota Padang ... 51

4.2. Status dan Tugas Kelembagaan Taman Budaya Kota Padang ... 55

4.3. Kegiatan yang diwadahi... 56

4.4. Strategi Redasain ... 58

4.6. Bangunan Yang Direncanakan ... 59

4.6.1. Penerapan Arsitektur Waterfront Dalam Redasain Taman Budaya Kota Padang ... 59

4.6.2. Rencana Fisik Bangunan Pada Kawasan Taman Budaya Kota Padang... 59

BAB V ANALISA PENDEKATAN KONSEP PERENCANAAN DAN REDESAIN TAMAN BUDAYA KOTA PADANG

(7)

viii

5.2.7. Analisa Pemilihan Struktur Pada Taman Budaya ... 122

5.2.8. Utilitas Bangunan dan Energi Alternatif Dalam Aplikasinya ... 125

(8)

ix

6.1.9. Sirkulasi Vertikal ... 139

6.1.10. Tampilan Bangunan ... 140

6.1.11. Material Bangunan ... 141

6.1.12. Pencahayaan ... 142

6.1.13. Penghawaan ... 143

6.2. Konsep Mikro ... 143

6.2.1. Zonifikasi Ruang ... 143

6.2.2. Kebutuhan Ruang ... 143

6.2.3. Struktur pada Taman Budaya ... 149

6.2.4. energi Alternatif dalam Aplikasinya ... 149

6.2.5. Sistem air Bersih ... 150

6.2.6. Sistem Sanitasi ... 150

6.2.7. Sistem Pembuangan sampah ... 151

6.2.8. Sistem Keamanan Terhadap Bahaya Kebakaran ... 151

6.2.9. Sistem Kelistrikan ... 152

DAFTAR PUSTAKA ... 153

(9)

xvi

REDESAIN TAMAN BUDAYA KOTA PADANG DENGAN PENERAPAN ARSITEKTUR WATERFRONT

PRATIWI ANJAR SARI I0208070

PEMBIMBING: Dr. Titis S P, ST, M.Trop.Arch

Ir. Widi Suroto, MT

ABSTRAK

Taman Budaya Kota Padang merupakan salah satu wadah pengembangan seni dan budaya kota padang dan keberadaannya menjadi nadi dalam kelangsungan dan regenerasi kesenian tradisional Minangkabau. Taman budaya kota padang terletak di lokasi yang memiliki potensi cukup tinggi, salah satunya berada di sepanjang garis pantai padang. Akan tetapi, keadaan taman budaya saat ini sudah tidak layak untuk mewadahi kegiatan seni dan budaya setempat. Ketidaklayakan tersebut dibuktikan dengan penurunan minat masyarakat untuk beraktifitas didalamnya. Pasca gempa 30 september 2009, aktifitas taman budaya kota padang semakin lumpuh dan fungsinya berubah menjadi jalan pintas menuju pantai padang.

Tujuan tugas akhir ini adalah meredesain kawasan taman budaya kota padang sehingga dapat mengembalikan fungsinya sebagai wadah pengembangan seni dan budaya yang menarik dan menjadi kebanggaan masyarakat. Untuk menarik perhatian masyarakat dan guna memanfaatkan potensi pantai setempat, maka dalam meredesain taman budaya kota padang ini digunakan penerapan waterfront.

(10)

xvii

REDESIGN OF PADANG CULTURAL PARK WITH WATERFRONT

ARCHITECTURAL APPLICATION

PRATIWI ANJAR SARI I0208070

PEMBIMBING: Dr. Titis S P, ST, M.Trop.Arch

Ir. Widi Suroto, MT

ABSTRACT

Padang City Cultural Park is one container of the arts and culture field and a pulse in the presence and continuity of traditional Minangkabau art regeneration. Cultural park located in the desert city that has a high potential, one of which is along the desert coastline.

However, the state of the culture park is not feasible at this time to facilitate the activities of local arts and culture. Ineligibility is evidenced by the decline in the public interest to indulge in it. Post-earthquake September 30th 2009, the activities of the city's cultural park meadow increasingly paralyzed and function turns into a shortcut to the coastal prairie.

Purpose of this thesis is to redesign the desert city cultural park so it can restore its function as a forum for the development of arts and culture that attract and the pride of the community. To attract the attention of the public and to harness the potential of the local beach, the park redesign culture in this desert city waterfront used application.

Keyword : Re-design, Cultural Park, Waterfront

(11)

1

BAB I

PENDAH

ULUAN

1.1. Pengertian Judul

Tugas akhir ini diberi judul “Redesain Taman Budaya Kota Padang dengan Penerapan Arsitektur Waterfront”. Untuk membangun rumusan pengertian dari judul tersebut dapat ditelusuri dari objek material dan objek formal dari kerja tugas akhir ini, yaitu 1) objek material dari tugas akhir ini adalah redesain Taman Budaya Kota Padang; dan 2) objek formal tugas akhir ini adalah arsitektur waterfront.

Redesain, secara sederhana dapat diartikan sebagai upaya melakukan desain ulang atas suatu objek. Objek redesain yang yang dimaksud dalam tugas akhir ini adalah Taman Budaya Kota Padang. Redesain lazimnya dilakukan karena adanya keinginan untuk meningkatkan kualitas bangunan baik dari sisi pewadahan, arsitektural, dan/atau konstruksi bangunan. Sementara itu, Taman Budaya lazimnya diartikan sebagai suatu wadah atau tempat berlangsungnya segala kegiatan yang berhubungan dengan pertunjukan seni budaya yang berupa musik, tari, teater, dan pertunjukan kesenian tradisional yang ditunjang dengan fasilitas-fasilitas pendukung lainnya. Oleh karenanya, pengertian Redesain Taman Budaya Kota Padang dapat dirumuskan sebagai suatu upaya untuk mendesain ulang Taman Budaya Kota Padang agar memiliki kualitas yang lebih baik dari penampilan pewadahan aktivitas, konstruksi bangunan, dan/atau penampilan bangunan yang diharapkan mampu menjadi kebanggaan masyarakat Kota Padang.

(12)

2 Proses redesain sebuah kawasan, termasuk Taman Budaya, lazimnya mencakup perbaikan aspek fisik, aspek ekonomi, dan aspek sosial budaya. Redesain sendiri bukan sesuatu yang hanya berorientasi pada penyelesaian keindahan fisik saja, namun juga harus dilengkapi dengan peningkatan tingkat ekonomi masyarakatnya serta pengenalan budaya yang ada.

Pengertian waterfront, setidaknya dapat dirumuskan dari tiga pendapat berikut.

1) Menurut Dictionary of the English Languange (2000), diartikan sebagai suatu bagian dari suatu area hunian atau kota yang berbatasan dengan air, khususnya daerah dermaga dimana kapal-kapal berlabuh. 2) Menurut M.Ichsan (Majalah Sketsa, Mei, 1993), waterfront diartikan sebagai suatu kawasan perairan baik darat, pesisir pantai maupun lepas pantai, suatu danau, maupun tepian pantai.

3) Menurut Dimensi Tekn ik Arsitektur Vol. 34, No. 2, Desember 2006, pengertian waterfront dalam Bahasa Indonesia secara harafiah adalah daerah tepi laut, bagian kota yang berbatasan dengan air, daerah pelabuhan (Echols, 2003).

Berdasarkan tiga pendapat tersebut dapat dibuat rumusan pengertian waterfront sebagai suatu daerah atau area yang terletak di dekat dan/atau berbatasan dengan kawasan perairan, dimana terdapat satu atau beberapa aktivitas.

Dengan demikian, rumusan pengertian Redesain Taman Budaya Kota Padang dengan Pendekatan Arsitektur Waterfront dapat dinyatakan sebagai suatu upaya mendesain ulang Taman Budaya Kota Padang agar dapat meningkatkan

(13)

3 Gambar 1.1. Taman Budaya Padang

sebelum dilanda gempa Sumber : http://panoramio.com

kualitas pusat kesenian budaya, yang merupakan wadah atau tempat berlangsungnya segala kegiatan yang berhubungan dengan pertunjukkan seni dan budaya, berupa musik, tarian, theatre, dan pertunjukkan kesenian tradisional, yang ditunjang dengan fasilitas-fasilitas pendukung terkait dengan konsep perencanaan dan perancangan arsitektur waterfront.

1.2. Latar Belakang

Taman Budaya Kota Padang merupakan salah satu wadah pengembangan seni dan budaya di kota Padang, keberadaannya menjadi nadi dalam kelangsungan dan regenerasi kesenian tradisional. Namun demikian, pasca gempa pada tanggal 29 September 2009 yang lalu, Padang mengalami kerusakan berat, baik infrastruktur kota, bangunan gedung pemerintahan, perkantoran, bangunan publik, maupun pemukiman penduduk, termasuk potensi pariwisata, seperti museum Adhityawarman, taman melati, taman budaya Padang, yang hingga kini masih belum layak untuk digunakan lagi. (www.budpar.go.id, diakses pada 25 oktober 2009).

Gambar 1.2. Taman Budaya Padang setelah dilanda gempa

Sumber : www.budpar.go.id (1 Oktober 2009)

(14)

4 Ini berarti bahwa, kota Padang membutuhkan wadah berupa bangunan yang layak dan mampu mewadahi masyarakat untuk meningkatkan dan mengembangkan kesenian, khususnya seni tradisional serta mampu memberikan citra positif dan semangat kepada pengguna dan pengamat untuk beraktivitas.

Oleh karenanya, taman budaya kota Padang yang berada di sepanjang garis pantai selatan atau samudra Hindia, diyakini mampu menarik hati masyarakat jika dimanfaatkan secara optimal. Hal ini terkait dengan pantai yang menjadi salah satu simbol kota Padang dan memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap kepariwisataan Sumatra Barat (www.infosumbar.com, diakses pada 11 desember 2011).

Taman budaya yang akan diredesain diharapkan mampu menjadi wadah, untuk menyemangati dan menjadi nafas baru bagi masyarakat kota Padang untuk tetap berkreasi, berinovasi, dan dapat menghasilkan suatu karya seni yang membanggakan, mampu merespon kerusakan terhadap lingkungan terlebih pada daerah pantai, mampu merespon kondisi alam, iklim, serta kearifan lokal, dan ramah lingkungan sehingga bangunan yang hendak diredesain tidak menimbulkan kerusakan di masa yang akan datang serta memberi kenyamanan secara holistik. Untuk mewujudkan harapan tersebut, maka pantai sebagai objek yang selama ini mendukung keeksisan dari taman budaya, harus dikembangkan sebagai sarana penunjang bagi taman budaya kota Padang.

Taman Budaya Kota Padang berada di sepanjang garis Samudra Hindia atau Pantai Padang, yaitu pantai yang memiliki keindahan dan potensi pariwisata yang tinggi. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya pengunjung yang datang setiap

(15)

5 harinya. Oleh karenanya, redesain Taman Budaya Kota Padang yang merupakan upaya untuk menghidupkan kembali Taman Budaya Kota Padang hendaknya dilakukan dengan cara mengoptimalkan dan memberdayakan kembali fungsi taman budaya sebagai wadah yang mendukung edukasi dan rekreasi yang saat ini belum terpenuhi secara optimal dengan memanfaatkan potensi site yang berada di tepi pantai, yaitu dengan penerapan arsitektur waterfront.

Redesain ini merupakan proses mendesain ulang Taman Budaya Kota Padang yang sudah tidak mampu mewadahi aktifitas di dalamnya, bahkan redesain ini merupakan sebuah aktivitas pengubahan atau pembaharuan desain dengan tidak semata-mata berpatokan dari wujud desain yang lama diubah menjadi baru, namun lebih pada upaya untuk dapat memenuhi tujuan-tujuan positif demi kemajuan Taman Budaya Kota Padang yang merupakan wadah pengembangan seni kini dan akan datang. Pada gilirannya, Taman Budaya Kota Padang ini berfungsi sebagai tempat pergelaran seni, baik indoor maupun outdoor, pertunjukkan dan pameran seni, pendidikan dan pelatihan kesenian/sanggar seni dan budaya, promosi, penjualan barang seni, ruang serba guna, serta akan didukung oleh fasilitas pendukung lainnya.

1.3. Permasalahan

Bagaimanakah rumusan konsep perencanaan dan redesain Taman Budaya Kota Padang yang dapat mencitrakan fungsi bangunan melalui penerapan arsitektur waterfront.

(16)

6

1.4. Persoalan

a) Bagaimanakah konsep tata site yang baik meliputi penzoningan, aksesib ilitas dan sirkulasi pencapaian site dan koridor jalan baik dari dan menuju bangunan waterfront sebagai tambahan massa?

b) Bagaimanakah konsep program ruang secara keseluruhan, sehingga mampu menunjang kebutuhan akan fungsi taman budaya tanpa mengurangi kenyamanan dan keamanan pengguna?

c) Bagaimanakah konsep redesain taman budaya yang mampu mencitrakan fungsi dan karakternya yang dinamis, atraktif, dan romantis?

d) Bagaimanakah konsep sistem struktur, utilitas, tata landscape, dan sirkuasi yang dapat mendukung kegiatan dan bangunan?

1.5. Tujuan dan Sasaran

1.5.1 Tu juan

Rumusan konsep redesain Taman Budaya Kota Padang yang mampu mewadahi segala aktivitas di dalamnya dengan penerapan arsitektur waterfront.

1.5.2 Sasaran

a) Konsep tata dan olah site dari dan menuju taman budaya, serta koridor jalan menuju bangunan waterfront, dengan melihat keadaan sekitar tapak sehingga tercapai sirkulasi yang baik dan tepat.

b) Konsep program ruang secara keseluruhan, serta tata masa bangunan dalam penyatuan fungsinya sebagai bangunan pendidikan kebudayaan,

(17)

7 sesuai dengan persyaratan Redesain bangunan taman budaya dan perencanaan arsitektur waterfront yang harus dipenuhi.

c) Konsep bentuk dan penampilan taman budaya sebagai upaya pencitraan bangunan dan menarik perhatian.

d) Konsep sistem struktur dan utilitas yang digunakan dalam kawasan taman budaya.

1.6. Teknik Pengumpulan Data

1.6.1. Observasi dan Survey

Penyusun menggunakan surveyor dalam pengumpulan data dan obeservasi ke lapangan, yang meliputi pengambilan dokumentasi/foto keadaan taman budaya saat ini, kemudian data akan diberikan kepada penyusun.

1.6.2. Studi Literatur

Didapat dari beberapa referensi dari berbagai media, baik cetak maupun internet yang berhubungan dengan judul dan kasus.

Data-data yang didapat dari studi literatur, diantaranya :

a) Tata cara redesain

b) Batasan-batasan dalam redesain c) Presedent

d) Teori tentang syarat-syarat dan pendirian bangunan waterfront e) Dan lain-lain

(18)

8

1.6.3. awaW ncara

Melakukan wawancara dengan pihak-pihak terkait untuk mendukung kelengkapan data. Wawancara dilakukan dengan sebagai berikut:

a) Humas (Pengelola) Taman Budaya Kota Padang; b) Pengunjung Taman Budaya Kota Padang; c) Pengguna Taman Budaya Kota Padang; d) Masyarakat Kota Padang.

1.6.4. Dokumentasi

Berupa foto-foto dari obyek yang menjadi tujuan studi observasi guna menambah kelengkapan data dan memudahkan penjelasan obyek.

1.6.5. Studi komparasi

Untuk leb ih mendukung obyek pembahasan, dilakukan studi banding dengan preseden yang memiliki latar belakang atau pendekatan konsep yang hampir sama dengan obyek perencanaan dan perancangan taman budaya.

1.7. Metode Pendekatan Konsep Perencanaan dan Perancangan

Mengkaji data-data, informasi, dan pengetahuan empiris yang kemudian digunakan sebagai data perencanaan dan perancangan melalui tiga tahap pemrograman, yaitu: 1) pemrograman fungsional; 2) pemrograman performansi; dan 3) pemrograman arsitektur. Pertama, pemrograman fungsional merupakan tahap penerjemahan tujuan dan obyektif, kedua, pemrograman performansi adalah

(19)

9 tahap yang menerjemahkan secara sistematik kebutuhan calon pemakai di dalam situasi institusi, ke dalam pernyataan persyaratan karakteristik respon lingkungan buatan, dan yang ketiga, pemrograman arsitektural adalah proses yang menerjemahkan secara efektif program fungsional dan pernyataan performansi ke dalam spesifikasi rancangan.

1.8. Metode Perumusan Konsep Perencanaan dan Perancangan

Merumuskan analisa sebagai upaya meemcahkan masalah yang kemudian diterjemahkan kedalam desain berupa gambar rancangan baru. Tahapan kerja ini dapat dirumuskan dalam skema berikut.

1.9. Lingkup Dan Batasan Pembahasan

1.9.1. Lingkup Pembahasan

Pembahasan meliputi wilayah disiplin ilmu arsitektur yang menentukan dalam konsep perencanaan dan perancangan, sedangkan pembahasan di luar ilmu tersebut dibatasi seminimal mungkin.

Skema 1.1. Skema tahap perumusan konsep perencanaan dan perancangan Sumber : Dokumen pribadi (2010)

DATA ANALISIS KONSEP

SKETSA DESAIN

Feed back

(20)

10

1.9.2. Batasan Pembahasan

Pembahasan ditekankan pada permasalahan dan persoalan yang ada sehingga dapat sesuai dengan tujuan dan sasaran yang telah disebutkan.

1.10. Sistematika Pembahasan

Bab I Pendahuluan, berisi tentang latar belakang, pengertian, tujuan, permasalahan dan persoalan dari redesain wadah kesenian budaya, serta metode penyelesaian dan sistematika pembahasan.

Bab II Tinjauan Pustaka, berisi tentang seni budaya dan waterfront dalam konteks yang lebih luas, untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang pengertian dari seni budaya dan waterfront.

Bab III Gambaran Umum, berisi tentang pertimbangan lokasi terpilih.

Bab IV Redesain Taman Budaya Kota Padang Yang Direncanakan, mengemukakan garis besar dasar-dasar perencanaan Taman Budaya Kota Padang dalam batasannya dengan proses Redesain Taman Budaya Kota Padang yang akan direncanakan.

Bab V Analisa Pendekatan Perencanaan dan Redesain Taman Budaya Kota Padang, mengemukakan analisa perencanaan dan redesain yang dimulai dengan analisa makro (analisa site dan pengolahannya) dan analisa mikro (analisa kegiatan, kebutuhan dan besaran ruang).

Bab VI Rumusan Konsep Perencanaan dan Redesain Taman Budaya Kota Padang, berisi simpulan yang merupakan Konsep Perencanaan dan Redesain Taman Budaya Kota Padang.

(21)

11 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tentang Re-desain

Redesain, secara sederhana dapat diartikan sebagai upaya melakukan desain ulang atas suatu objek. Redesain lazimnya dilakukan karena adanya keinginan untuk meningkatkan kualitas bangunan baik dari sisi pewadahan, arsitektural, dan/atau konstruksi bangunan. Proses redesain sebuah kawasan lazimnya mencakup perbaikan aspek fisik, aspek ekonomi, dan aspek sosial budaya. Redesain sendiri bukan sesuatu yang hanya berorientasi pada penyelesaian keindahan fisik saja, namun juga harus dilengkapi dengan peningkatan tingkat ekonomi masyarakatnya serta pengenalan budaya yang ada.

2.2. Evaluasi Terhadap Kondisi Eksisting Bangunan

Kondisi taman budaya kota Padang saat ini sudah tidak layak bagi masyarakat untuk mengembangkan seni dan budaya. Kurangnya penyediaan fasilitas pelatihan dan pertunjukkan menjadi fokus utama dalam desain ulang Taman Budaya Kota Padang.

Dalam usaha penyediaan fasilitas-fasilitas dapat diwujudkan dengan rancangan yang ergonomis. Hal ini mengarah ke upaya pencapaian sebuah perancangan desain yang memenuhi persyaratan “Fitting The Task To The Man” (Granjean, 1982), sehingga setiap rancangan desain harus selalu memikirkan kepentingan manusia, yakni perihal keselamatan, kesehatan, keamanan maupun kenyamanan. Penerapan ergonomi dalam perencanaan redesain taman budaya ini

(22)

12 meliputi: 1) perancangan luasan ruang yang mempertimbangkan dimensi tubuh manusia, ruang gerak manusia, dan dimensi furniture yang ideal bagi manusia; 2) perancangan taman budaya dengan mempertimbangkan kekurangan dan kelebihan manusia, yang diwujudkan dengan penyediaan fasilitas untuk kemudahan penyandang cacat; 3) perancangan ruang dalam dan luar yang mempertimbangkan aspek psikologi manusia, seperti memasukkan suasana yang inspiratif bagi user; dan 4) perancangan ruang dalam dan luar juga mempertimbangkan pengaruh lingkungan terhadap manusia, antara lain: 1) Cahaya, pencahayaan alami digunakan ratio jendela dan lantai 1:5, untuk menghindari silau dapat digunakan sun shading, gorden/ tirai, dan tumbuhan. Untuk pencahayaan buatan digunakan lampu dengan kuat penerangan sesuai standar; 2) Kebisingan, kebisingan dari dalam dapat diupayakan dengan menghindari penataan ruang dengan pintu-pintu saling berhadapan. Kebisingan dari luar bangunan dapat diatasi dengan menempatkan barrier vegetasi, serta penempatan bangunan di tengah dengan dikelilingi taman; 3) getaran mekanis, dapat diatasi dengan menggunakan peredam di sekitar benda yang mengeluarkan getaran mekan is, serta menggunakan material yang dapat mengurangi getaran, seperti beton; 4) temperatur dan kelembaban. Karena objek berada di kawasan pantai dan adanya perbedaan kebutuhan masing-masing individu akan suhu udara yang nyaman, maka selain digunakan penghawaan alami dengan ventilasi silang, serta penggunaan material berongga untuk menghasilkan udara yang semilir juga menggunakan penghawaan buatan dengan AC; serta 5) warna, penerapan warna yang tepat diyakini dapat memberikan efek positif bagi pengguna ruang, misalnya untuk ruang sanggar digunakan warna yang natural, seperti coklat, abu-abu, untuk

(23)

13 ruang pertunjukkan atau waterfront digunakan warna yang cenderung lebih calm untuk menghasilkan efek pantai yang teduh, sedangkan gallery digunakan warna yang lebih gelap, untuk menghasilkan suasana etnik dan pencahayaan yang dramatis.

Di samping penerapan aspek ergonomi, perlu juga dilakukan upaya-upaya lain untuk memenuhi kebutuhan pengunjung dan menarik pengunjung untuk tidak bosan berkunjung ke taman budaya kota Padang, antara lain dengan menyediakan fasilitas-fasilitas pendukung, seperti pasar seni, ruang komunal, atm centre, dsb.

Mempertimbangkan beberapa kriteria di atas, taman Budaya Kota Padang membutuhkan perancangan ulang atau redesain karena kondisinya yang sudah tidak mampu mewadahi aktifitas seni dan budaya. Redesain Taman Budaya Kota Padang ini meliputi: 1) perencanaan dan perancangan ulang pada bangunan yang sudah hancur, seperti sanggar, perpustakaan, pengelola, dan kantin. Bentuk masa pada bangunan pengelola diadopsi dari bentuk atap rumah gadang. Bentuk masa pada bangunan sanggar dibuat lebih sederhana dan teduh; 2) perombakan gedung pertunjukaan yang awalnya berada di tengah tapak menjadi bangunan baru yang menjadi waterfront dan terhunung dengan galery. Pembongkaran ini dilakukan karena adanya kebutuhan penambahan luasan ruang. Bentuk masa menyesuaikan bangunan yang berada ditapak yang lama; 3) adanya penambahan entrance bagi pejalan kaki; 4) site dirancang dengan bentuk ukiran tradisional minangkabau yang berbentuk lengkung dengan unsur air, seperti kolam, air mancur, dan sebagainya agar memberikan kesejukan di dalam tapak; 5) dibuat jalur sirkulasi evakuasi yang mudah dan aksesibel; serta 6) ruang terbuka tidak hanya dijadikan

(24)

14 lahan parkir, tetapi juga sebagai tempat bersantai, relaksasi, dan olahraga ringan, seperti jogging.

2.3. Tinjauan Seni

2.3.1 Batasan Pengertian Seni

Seni mempunyai arti yang sangat luas, yaitu suatu yang berhubungan dengan cipta, rasa, dan karsa serta keindahan yang merupakan hasil karya manusia. Seni bukan yang memberikan keindahan sempurna yang menyenangkan dan memuaskan manusia, tetapi seni membuat manusia menjadi sempurna sebagai manusia. (Leo Tolsoi, 2000 : 65).

Pada mulanya seni merupakan proses dari perkembangan manusia oleh karena itu seni menjadi sinonim dari sebuah ilmu. Dewasa ini, seni bisa dilihat dalam intisari ekspresi dari kreatifitas manusia. Namun yang disebut seni itu berada di luar benda seni, sebab benda seni itu berupa nilai. Apa yang disebut indah, baik, adil, sederhana, dan bahagia itu adalah nilai. Apa yang oleh seseorang disebut indah dapat tidak indah bagi orang lain. Nilai bersifat subjektif, yaitu berupa tanggapan individu terhadap sesuatu berdasarkan pengalaman dan pengetahuannya. Tanggapan individu terhadap suatu benda seni akan membangkitkan kualitas nilai tertentu sesuai dengan nilai-nilai seni yang dikenal dan dialami si individu. Karena itu, seni sangat sulit untuk dijelaskan dan dinilai. Masing-masing individu memiliki parameter yang menuntunnya.

(25)

15 2.3.2. Perkembangan Seni di Indonesia

Berdasarkan penelitian para ahli, seni sudah ada sejak 60.000 tahun yang lampau. Bukti ini terdapat pada dinding-dinding gua di Prancis Selatan yang berupa torehan-torehan pada dinding dengan menggunakan warna yang menggambarkan kehidupan manusia purba. Artefak ini mengingatkan kita pada lukisan modern yang penuh ekspresi.

Satu hal yang membedakan antara karya seni manusia purba dengan manusia modern yakni terletak pada tujuan penciptaannya. Manusia purba membuat karya seni/penanda kebudayaan pada massanya semata-mata hanya untuk kepentingan sosioreligi. Artinya, manusia purba merupakan figure yang masih terkungkung oleh kekuatan-kekuatan di sekitarnya. Sementara itu, manusia modern membuat karya seni/penanda kebudayaan pada massanya cenderung untuk kepuasan pribadi dan menggambarkan kondisi lingkungannya. Dengan kata lain ,manusia modern adalah figure yang ingin menemukan hal-hal yang baru dan mempunyai cakrawala berfikir yang lebih luas. Oleh karenanya, semua bentuk kesenian pada jaman dahulu selalu ditandai dengan kesadaran magis karena memang demikian awal kebudayaan manusia. Dari kehidupan yang sederhana dengan memuja alam sampai pada kesadaran terhadap keberadaan alam.

Pada awalnya seni diciptakan untuk kepentingan bersama/milik bersama. Karya-karya seni yang ditinggalkan pada masa prasejarah di gua-gua tidak pernah menunjukan identitas pembuatnya. Demikian pula peninggalan-peninggalan dari masa lalu seperti bangunan atau artefak di mesir kuno, Byzantium, Romawi, India, atau bahkan di Indonesia sendiri. Ini berarti bahwa kesenian pada jaman sebelum modern tidak beraspek individualistis.

(26)

16 Dalam sejarah seni telah terjadi banyak pergeseran. Sejak renaisans atau bahkan sebelumnya, basis-basis ritual dan kultis dari karya seni mulai terancam akibat sekularisasi masyarakat. Situasi keterancaman itu mendorong seni akhirnya mulai mencari otonomi dan mulai bangkit pemujaan sekular atas keindahan itu sendiri. Dengan kata lain fungsi seni menjadi media ekspresi, dan setiap kegiatan kesenian adalah berupa kegiatan ekspresi kreatif, dan setiap karya seni merupakan bentuk yang baru, yang unik dan orisinil. Dikarenakan sifatnya yang bebas dan orisinal yang akhirnya posisi karya sen i menjadi individualistis.

Sejak Indonesia merdeka pada tahun 1945, seni pertunjukkan terus berkembang dengan baik. Arah perkembangan seni pertunjukkan pada akhir tahun 1940-an masih terbatas pada upaya untuk menghilangkan batas antara seni pertunjukkan istana dan seni pertunjukkan rakyat. Seni pertunjukan yang berkembang jauh dari istana yang sebelum masa kemerdekaan merupakan sentra perkembangan seni yang adiluhung. Istilah adiluhung yang selalu menyertai pertunjukan seni dari istana, sebenarnya merupakan istilah yang bermakna ‘indah dan tinggi’ yang dalam pertumbuhannya, jelas hanya dikenakan pada seni pertunjukan yang berasal dari istana, namun rupanya istilah ini lebih terasa netral (Soedarsono, 1999 : 42).

Sejak Indonesia merdeka, wilayah-wilayah di luar istana seperti Jawa Tengah ingin tampil sebagai wilayah yang mampu membanggakan jati diri mereka, upaya untuk menampilkan jati diri sebagai suatu bangsa besar yang memiliki kebudayaan nasional mewarnai perkembangan seni pertunjukkan di seluruh pelosok tanah air. Drama atau sandiwara yang bernuansa Indonesia

(27)

17 muncul dimana-mana. Pembaharuan tari juga muncul di berbagai daerah (Soedarsono, 1999 : 45).

Pada masa orde baru, para seniman dengan bebas mengekspresikan karya-karya yang menampilkan tema serta gaya ungkap sesuai dengan gejolak hati nurani mereka. Selain itu, berbagai alat rekam media canggih juga sangat mewarnai perkembangan seni pertunjukkan kita. Era globalisasi telah memungkinkan bangsa Indonesia menikamti berbagai bentuk seni pertunjukan, baik yang disajikan secara langsung maupun yang ditayangkan lewat media elektronik. Dengan hadirnya era globalisasi, para seniman memiliki kebebesan untuk menampilkan gaya yang mereka senangi. Akibatnya timbulah semacam arus perkembangan seni, yang lazim kita sebut sebagai multikulturalisme (multiculturalism) yang menghargai karya seni dengan gaya apapun dan dari negara manapun (Soedarsono, 1999 : 47).

2.3.3. Jenis-jenis Seni

Seni memiliki pengertian yang sangat luas dan memiliki pengertian yang berbeda pada tempat dan saat yang berbeda tergantung ruang dan waktu. Akan tetapi seni secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi 2, yakni sebagai berikut.

Pertama, seni mayor, yaitu meliputi seni musik, seni tari, seni rupa, seni teater, seni sastra, dan lain sebagainya. Masing-masing seni tersebut dapat dijelaskan senbagai berikut.

1) Musik ialah bunyi yang diterima oleh individu dan berbeda berdasarkan sejarah, lokasi, budaya, dan selera seseorang. Musik menurut Aristoteles

(28)

18 mempunyai kemampuan mendamaikan hati yang gundah, mempunyai terapi rekreatif dan menumbuhkan jiwa patriotism.

Menurut Wikipedia, penciptaan musik harus memenuhi kaidah-kaidah tertentu antara lain harmonisasi, ritme, melodi, dan aturan lain. Penggolongan jenis musik berdasarkan teori dan tata cara penyusunan komposisi nada/suara, yaitu : 1) musik pentatonic, merupakan jenis musik yang menganut lima aturan nada sebagai skalanya; 2) musik diatonic, merupakan jenis musik yang menganut tujuh aturan nada sbagai skalanya. Contohnya adalah pada musik pop modern. Jenis musik inilah yang lebih banyak digunakan di dunia sekarang ini, nada tersebut yaitu 1 (do), 2 (re), 3 (mi), 4 (fa), 5 (sol), 6 (la), 7 (si).

Saat ini, sebagian besar musisi lebih banyak menganut jenis musik diatonic. Hal ini diketahui dengan banyaknya musik diatonic yang beredar dibandingkan dengan jenis musik yang lain. Hal ini disebabkan oleh sifatnya yang universal dan mudah diterima oleh setiap negara. Meskipun demikian untuk tetap menjaga kelestariannya, musik pentatonic pun perlu memiliki wadah untuk pengembangannya.

Untuk bentuk pementasan musik yang sering digunakan sangat beragam, tergantung tujuan dan materi yang dipentaskan. Pementasan musik tradisional (pentatonic) mempunyai lebih banyak tata cara baku yang mengikat dibandingkan dengan pementasan diatonic.

Beberapa jenis pementasan yang biasa digunakan untuk pementasan musik diatonic antara lain : a) pementasan sistem ensamble, yaitu kelompok orang-orang yang menyanyi dengan atau tanpa iringan musik, atau

(29)

19 kelompok musik dengan atau tanpa nyanyian; b) pementasan sistem symphoni orchestra, yaitu suatu tempat untuk penempatan susunan alat musik pada suatu pementasan musik; c) pementasan sistem concert band, yaitu pementasan yang menggunakan alat musik baku maupun yang telah dimodifikasi, dan ditunjukkan untuk penonton dalam jumlah yang besar. Sedangkan pementasan sistem musik diatonic lebih membutuhkan tempat pementasan. Jenis tempat pementasan yang biasa digunakan untuk pementasan musik dibagi dalam 2 golongan besar, yaitu outdoor dan indoor.

2) Tari, merupakan seni olah tubuh atau gerakan badan yang biasanya diiringi dengan bunyi-bunyian (musik, dan lain-lain). Secara umum seni tari dibagi menjadi 2 macam, yaitu tari trad isional dan tari modern. Jenis tari yang menggunakan gerakan-gerakan modern yang dinamis dan dipadukan dengan musik modern. Tari ini beragam jenisnya karena selalu berkembang seiring dengan berkembangnya transfer budaya yang kita terima dari luar. Bahkan tidak menutup adanya perpaduan antara gerakan tari yang satu dengan yang lain.

3) Seni rupa, merupakan cabang seni yang membentuk karya seni dengan media yang bisa ditangkap dan dirasakan. Kesan ini diciptakan dengan mengolah konsep garis, bidang, bentuk, volume, warna, tekstur, dan pencahayaan dengan acuan estetika. Jenis-jenis seni rupa antara lain: a) seni rupa murni, meliputi seni lukis, seni grafis, seni patung, seni pertunjukan, seni keramik, seni film, seni koreografi, seni fotografi; b)

(30)

20 desain, meliputi arsitektur, desain grafis, desain interior, desain busana; c) kriya, meliputi kriya tekstil, kriya kayu, kriya keramik, kriya rotan.

4) Teater, merupakan pementasan drama sebagai suatu seni atau profesi. Secara umum pertunjukan teater dapat dibagi menjadi dua yaitu teater dramatik dan teater non dramatik. Berdasarkan jenisnya, teater dapat dibedakan sebagai berikut.

a) Teater Dramatik. Teater drama ditandai dengan adanya alur cerita yang tertulis pada naskah dan dimainkan oleh para aktor, yang menggambarkan karakter-karakter fiksi sesuai dengan alur ceritanya. Teater dramatik dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis. Pertama, opera, yaitu drama panggung yang sebagian atau seluruhnya dinyanyikan dalam iringan musik, baik secara solo, ensamble, paduan suara, maupun sebuah grup instrumentalis. Kedua, operetta, yaitu drama musikal yang secara struktur mirip dengan opera tetapi dengan karakteristik plot romantik sentimental dengan iringan lagu, musik orchestra dengan sedikit sentuhan tari yang dibarengi dengan dialog. Ketiga, teater tari, yaitu suatu kombinasi elemen-elemen drama dengan tari. Penggambaran teater dengan tari terlihat sangat kuat pada awal pengembangan teater drama di barat dan tetap menjadi keunggulan dasar dari drama-drama asia. Keempat, mime / pantomim, yaitu bentuk lain teater yang mengandalkan gerak. Berbeda dengan gerakan tari pada teater tari yang mengandalkan gerakan ekspresi seni, dialog mime/pantomime lebih mengandalkan bahasa dalam pementasannya.

(31)

21 b) Teater Non Dramatik. Bentuk-bentuk produksi teater non drama mencakup berbagai macam presentasi, baik oral maupun musikal. Bisa berupa atraksi ketangkasan, keuletan dan ilusi, gimnastik display dan bentuk-bentuk ceremonial lainnya. Berbeda dengan teater drama, teater non dramatik tidak memiliki alur cerita sehingga kualitas dari sebuah produk teater non drama tidak ditentukan dari isi cerita, tetapi kualitas dari penampilan pemeran atau kesamaan bunyi dan laku ritual (tradisi).

Seiring dengan berjalannya waktu, teater berkembang dari satu negara ke negara lain, jenis-jenis teater yang telah berkembang di Indonesia adalah teater tradisional dan teater modern.

Teater tradisional dibedakan menjadi dua jenis. Pertama, teater rakyat, cerita dalam teater ini tidak memiliki naskah dan dibuat berdasarkan peristiwa sejarah, dongeng, mito logi atau kehidupan sehari-hari. Biasanya nilai dan laku dramatik dilakukan secara spontan, bahkan tidak terelakkan adanya dialog langsung antara pelaku dan publiknya. Teater rakyat dilakukan di tempat pertunjukkan terbuka dalam bentuk arena (dikelilingi penonton) dan menggunakan bahasa daerah. Kedua, teater keraton, kesenian istana yang dikembangkan oleh para seniman yang merupakan hasil dari pengaruh kesenian modern barat. Pertunjukkan teater modern dilakukan di tempat khusus, yakni sebuah bangunan panggung proscenium yang memisahkan penonton dengan pemain. Teater modern memiliki pegangan atau naskah drama tertulis, dengan menggunakan bahasa yang merupakan lingua franca kaum

(32)

22 penduduk kota pada masanya. Ungkapan bentuk teater sudah menggunakan idiom-idiom modern, seperti adanya intermesso, pimpinan pertunjukkan, dan lain-lain.

Kedua, seni minor, yaitu seni yang berhubungan dengan hasil karya yang berupa benda-benda, seperti seni kerajinan, berupa tembikar, perabot, dan lain-lain. Seni seperti in i membutuhkan ruang untuk bengkel kerja (sebuah ruang kerja untuk memberi contoh bagaimana membuat suatu hasil kerajinan) serta gallery (sebuah ruang yang dimanfaatkan untuk mempertunjukkan hasil karya dari seni kerajinan).

2.3.4. Tinjauan Pelatihan Seni (Sanggar seni)

Sanggar seni memiliki peran penting dalam pengembangan kesenian. Terlepas dari bakat, tentu saja proses pendidikan dan latihan sangat diperlukan. Tempat pelatihan menjadi fasilitas untuk mengembangkan pengetahuan dan pelatihan seni budaya sesuai dengan kegiatan yang diwadahinya. Kegiatan yang ditampung dalam sanggar seni disesuaikan dengan budaya dan kesenian yang berkembang dalam suatu wilayah.

Sistem pengajaran dalam sanggar seni biasanya dilakukan dengan pemberian materi yang terdiri dari dua macam. Pertama, materi teori, berfungsi untuk menunjang latihan praktik yang diberikan setiap satu kali seminggu. Kedua, materi praktik, berupa latihan untuk meningkatkan keterampilan yang diberikan setiap dua kali seminggu, baik berupa pagelaran terbuka maupun tertutup untuk umum.

(33)

23 Sedangkan untuk pelatih, terd iri dari pelatih untuk anak-anak dan dewasa dengan berbagai disiplin ilmu seperti musik, tari (koreografer), teater, dan seni lukis.

2.3.5. Tinjauan Pergelaran Seni

Pergelaran seni bertujuan untuk mementaskan ilmu yang telah didapatkan selama belajar di sanggar seni, yang terdapat pada taman budaya. Pergelaran diselenggarakan pada tempat pementasan dan galeri. Dengan memperhatikan masing-masing kegiatan, ruang pementasan diwujudkan dalam design arsitektur sehingga pemain dan penonton merasa nyaman dan dapat menikmati apa yang dipentaskan. Demikian pula dengan galeri, pertimbangan utama adalah estetika namun ditunjang pula dengan lighting dan sistem akustik yang baik.

Selain dari hal-hal yang disebutkan di atas, terdapat pula fasilitas lain yang mendukung fungsi sebagai pusat seni, seperti pasar seni dan perpustakaan seni. Pasar seni merupakan tempat berkarya, pementasan, tempat pameran, dan tempat berjualan benda-benda dan kegiatan kesenian. Pasar seni memiliki beberapa unit kios yang menggelar aneka barang hasil seni tradisional.

Di tempat ini marak kreatifitas seni rupa dari berbagai aliran, dari naturalis hingga abstrak, dari potret hingga dekoratif. Para seniman tidak hanya berkarya tetapi juga dapat saling berdiskusi dan berinteraksi dengan pengunjung.

Pasar seni memberikan tempat bagi pengusaha kecil, pengrajin dan seniman untuk memasarkan dan mempromosikan hasil karya seni mereka, sehingga mutu dari kesenian Sumatera Barat pun akan meningkat. Fungsi utama dari pasar seni yakni sebagai tempat untuk promosi, informasi, produksi, dan

(34)

24 pemasaran karya seni. Sedangkan peran pasar seni ditinjau dari beberapa segi (pemakai) yakni sebagai berikut.

1) Peran Pasar Seni bagi Seniman dan Pengrajin

a) Sebagai wadah untuk memasarkan karya seni dan keratin.

b) Sebagai wadah untuk memproduksi karya seni dan kerajinan tangan. c) Sebagai sarana pengembangan kreatifitas seniman dan pengrajin. 2) Peran Pasar Seni bagi Konsumen

a) Sebagai sarana belanja karya seni dan kerajinan yang lengkap, serta tempat untuk mengenal budaya setempat.

b) Tempat untuk melihat atraksi pembuatan dan pementasan karya seni dan keratin.

3) Peran Pasar Seni bagi Pemerintah Daerah

a) Sebagai sarana pendukung obyek wisata utama.

b) Sebagai sarana untuk memperkenalkan dan mempromosikan kebudayaan.

Perpustakaan seni merupakan wadah koleksi buku dan majalah yang berhubungan dengan seni. Walaupun dapat diartikan sebagai koleksi pribadi perseorangan, namun perpustakaan lebih umum dikenal sebagai sebuah koleksi besar yang dibiayai dan dioperasikan oleh sebuah kota atau institusi, dan dimanfaatkan oleh masyarakat yang rata-rata tidak mampu membeli sekian banyak buku atas biaya sendiri.

Seiring berjalannya waktu, kini perpustakaan tidak hanya menyediakan buku sebagai sumber informasi namun sudah menyediakan microfilm, microfiche, tape audio, CD, tape video dan DVD, serta menyediakan fasilitas umum untuk

(35)

25 mengakses gudang data CD-ROM dan internet. Oleh karena itu, perpustakaan seni modern telah didefinisikan kembali sebagai tempat untuk mengakses informasi dalam format apa pun. Dalam perpustakaan modern ini selain kumpulan buku, sebagian koleksinya disediakan dalam perpustakaan digital (dalam bentuk data yang bias diakses lewat jaringan komputer).

2.4. Tinjauan Waterfront

Pengembangan kawasan tepian air (waterfront development) merupakan trend yang melanda kota-kota besar dunia sejak tahun 80-an, dan tampak masih akan digemari sampai dasawarsa mendatang. Jenis pengembangan ini dirintis sejak tahun 60-an oleh kota-kota pantai di Amerika, yang memanfaatkan lahan-lahan kosong bekas pelabuhan lama, untuk dikembangkan menjadi kawasan bisnis, hiburan, serta pemukiman. Kesuksesan waterfront di Amerika ini segera ditiru oleh kota-kota pelabuhan Eropa, dan kemudian menyebar ke segala penjuru dunia. Beberapa hal yang menjadi kunci keberhasilan waterfront development adalah dibangkitkannya kembali kenangan lama, akan kota yang didominasi oleh kegiatan perairan, kemudahan pencapaian karena lokasinya yang dekat dengan pusat kota, serta luas lahan yang cukup besar yang ada pada saat ini, sudah sulit ditemukan lagi dalam kota yang semakin padat. Dengan latar belakang yang agak berbeda, kecenderungan membangun kawasan tepian air ini juga telah melanda kota-ktoa besar di Indonesia, terutama Jakarta. Keberhasilan reklamasi pada rawa-rawa di pantai utara Jakarta yang melahirkan sarana rekreasi Ancol, telah mendorong pembangunan kawasan tepian air lainnya seperti Pantai Mutiara dan Pantai Indah Kapuk.

(36)

26 Menurut perhitungan yang dilakukan oleh Tim CIDA/Bappenas (1988), pada tahun 1987, nilai ekonomi total yang dihasilkan oleh sebelas kegiatan pembangunan (pemanfaatan) sumber daya pesisir dan lautan (minyak dan gas, industri, transportasi dan komunikasi, pelayaran dan pelabuhan, pertanian, perikanan tangkap, pariwisata, kehutanan, perikanan budidaya, kegiatan masyarakat pesisir, dan pertambangan) sebesar kira-kira Rp 150 trilyun, atau hampir setara dengan total produk domestik bruto. Berbagai kegiatan pembangunan tersebut merupakan sumber mata pencaharian dan kesejahteraan bagi sekitar 13,6 juta orang, dan secara tidak langsung mendukung kegiatan ekonomi bagi sekitar 60 % dari total penduduk Indonesia yang bermukim di kawasan pesisir. Kemudian pada tahun 1990, kontribusi ekonomi kegiatan sektor kelautan tersebut meningkat menjadi Rp 43,3 trilyun atau sekitar 24% dari total produk domestik bruto, dan menyediakan kesempatan kerja bagi sekitar 16 juta jiwa (Robertson Group dan PT Agriconsult, 1992). Kenaikan kontribusi ini terutama disebabkan oleh kegiatan minyak dan gas, perikanan, dan pariwisata.

Dalam perancangan kawasan tepian air, terdapat dua aspek yang mendasari keputusan-keputusan serta solusi rancangan yang dihasilkan. Kedua aspek tersebut adalah faktor geografis serta konteks perkotaan. (Wren, 1983 dan Toree, 1989). Faktor geografis merupakan hal-hal yang menyangkut geografis kawasan, dan akan menentukan jenis serta pola penggunanya. Terdapat beberapa aspek yang termasuk dalam faktor ini. Pertama, kondisi perairan, yaitu jenis (laut, sungai, dan lain-lain), dimensi dan konfigurasi, pasang surut, serta kualitas airnya. Kedua, kondisi lahan, yaitu ukuran, konfigurasi, daya dukung tanah, serta

(37)

27 kepemilikannya. Ketiga, iklim, yaitu menyangkut jenis musim, temperatur, angin, serta curah hujan.

Sedangkan konteks perkotaan (urban context) merupakan faktor-faktor yang akan memberikan identitas bagi kota yang bersangkutan, serta menentukan hubungan antara kawasan waterfront yang dikembangkan dengan bagian kota yang terkait. Terdapat beberapa aspek yang termasuk dalam faktor ini. Pertama, pemakai, yaitu mereka yang tinggal, bekerja atau berwisata di kawasan waterfront, atau sekedar merasa “memiliki” kawasan tersebut sebagai sarana publik. Kedua, khasanah sejarah dan budaya, yaitu situs atau bangunan bersejarah yang perlu ditentukan arah pengembangannya (misalnya restorasi, renovasi atau penggunaan adaptif) serta bagian tradisi yang perlu dilestarikan. Ketiga, pencapaian dan sirkulasi, yaitu akses dari dan menuju tapak serta pengaturan sirkulasi di dalamnya. Keempat, karakter visual, yaitu hal-hal yang akan memberi ciri berbeda antar satu kawasan waterfront dengan lainnya. Ciri ini dapat dibentuk dengan material, vegetasi, atau kegiatan yang khas, seperti “Festival Market Place” (ruang terbuka yang dikelilingi oleh kegiatan pertokoan dan hiburan). Konsep festival ini pertama kali dibangun di proyek Faneull Hall, Boston, dan diilhami oleh dua jembatan toko kuno di Italia, yaitu Ponte Vecchio di Firenze dan Ponte rialto di Venezia.

Terdapat beberapa hal yang berkaitan dengan pembangunan di kawasan tepian air, yakni sebagai berikut.

a) Keseimbangan Lingkungan. Berhubungan dengan kawasan perairan yang mempunyai kondisi alamiah beserta ekosistemnya yang spesifik. Ekosistem yang spesifik tersebut perlu dijaga agar faktor-faktor

(38)

28 lingkungan ini terjaga keseimbangannnya. Perlu d ibuatkan prasarana untuk mencegah terjadinya banjir di areal yang dibangun atau kawasan sekitarnya. Habitat setempat seperti jenis-jenis burung ada ikan perlu mendapatkan perhatian agar tidak mengalami kepunahan.

b) Konteks perkotaan, yaitu sebagai perantara antara perairan dan daratan, kawasan waterfront perlu menempatkan diri sebagai bagian dari kota induknya, antara lain melalui pencapaian yang mudah dan jelas serta struktur lingkungan (pola jalan, susunan massa, dan sebagainya) yang menghargai struktur bagian kota yang berdekatan. Selain itu juga perlu mempertahankan ciri kota yang bersangkutan, melalui pelestarian potensi budaya yang ada serta pelestarian bangunan yang bernilai sejarah atau bernilai arsitektur tinggi.

c) Rencana Induk Pengembangan. Adanya rencana induk pengembagan kawasan merupakan salah faktor penentu keberhasilan penataan kawasan tepian air, hal ini juga mempermudah usaha untuk menjaga keseimbangan lingkungan, serta menjaga keserasian dengan konteks kota yang ada. Dalam kasus ini, pantai Jakarta terlihat tidak adanya rencana induk pengembangan kawasan pantai secara terpadu dan menyeluruh. Masing-masing proyek (Ancol, Pantai Mutiara, Pantai Indah Kapuk) membuat rencana pengembangan sendiri. Hal ini berakibat sulitnya melakukan pengendalian terhadap adanya kemungkinan dampak lingkungan, yang disebabkan oleh adanya pola akses yang jelas dari kota menuju ketiga proyek diatas. Contoh kasus Jakarta in i menunjukkan betapa pentingnya sebuah rencana induk pengembangan yang menyeluruh.

(39)

29 Berdasarkan fungsi, waterfront dapat dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu mixed used waterfront, residential waterfront, recreational waterfront, dan

working waterfront.

Mixed used waterfront merupakan kombinasi dari perumaan, perkantoran, restoran, pasar, rumah sakit, dan/atau tempat-tempat kebudayaan. Berbeda dengan mixed used waterfront, residential waterfront merupakan perumahan, apartement, dan resort yang dibangun di pinggir perairan, recreational waterfront menyediakan sarana-sarana dan prasarana untuk kegiatan rekreasi, seperti taman, arena bermain, tempat pemancingan, dan fasilitas untuk kapal pesiar. Sedangkan working waterfront merupakan tempat-tempat penangkapan ikan komersial, reparasi kapal pesiar, industri berat, dan fungsi-fungsi pelabuan.

Dalam menentukan suatu lokasi tersebut, waterfront atau tidak, maka ada beberapa kriteria yang digunakan untuk menilai lokasi suatu tempat apakah masuk dalam waterfront atau tidak. Waterfront berlokasi dan berada di tep i suatu wilayah perairan yang besar (laut, sungai, danau, dan sebagainya) bisa juga area pelabuan, perdagangan, permukiman, atau pariwisata. Waterfront memiliki fungsi-fungsi utama sebagai tempat rekreasi, pemukiman, industri, atau pelabuhan yang pada pembangunannya dilakukan ke arah vertikal horizontal, dengan pemandangan dan orientasi ke arah perairan.

Hal tersebut menjadi prospek waterfront development yang sangat cocok untuk dikembangakan di Indonesia, melihat topografi Indonesia sebagai negara kepulauan. Kini konsep tersebut sudah banyak direncanakan oleh beberapa daerah, seperti Manado, Makassar, Jakarta, dan Pekanbaru.

(40)

30 Gambar 2.2. Chanary Wharf

Sumber : Propertyinvesting.net (4 April 2010)

Kota-kota tersebut dalam pengembangan wilayahnya, mencoba menerapkan konsep “waterfront development”, mengingat perencanan dan pengembangan wilayah ke depan, model tersebut memiliki potensi yang besar, karena mencoba memanfaatkan potensi tepian danau, sungai ataupun lautan. Pengembangan ini nantinya akan meningkatkan minat pengunjung dari dalam maupun luar negeri ke daerah-daerah yang menerapkan Watefront Development. Dengan demikian, maka akan meningkatkan PAD daerah tersebut.

Dalam Waterfront Development, ada beberapa fungsi yang dapat diterapkan agar pengembangannya dapat berfungsi secara ekonomis dan efektif. “Waterfront Development” dapat dikembangkan sebagai kawasan bisnis, sebagai contoh di Canary Wharf salah satu bagian kawasan “London Docklands”. Di daerah tersebut terlihat di tepian air banyak gedung-gedung perkantoran serta kondominum. Kawasan tersebut dapat menjadi pusat bisnis.

Waterfront Development” juga dapat diterapkan pengembangan kawasan hunian di tepi air. Pengembangan hunian di tepi air tentunya harus melihat kondisi airnya tersebut, pastinya air tidak berbau dan kotor, karena jika terbangun hunian di lokasi dengan kondisi air yang buruk, maka produk huniannya akan sulit terjual ataupun terhuni. Dalam pengembangan hunian di tepi air dapat dibangun produk

(41)

31 Gambar 2.3. Port Grimound-Prancis

Sumber : villafleuron.com (24 september 2009)

rumah ataupun kondominium. Penerapan kawasan hunian di tepi air dapat dilihat di daerah Port Grimoud, Prancis. Di sepanjang aliran sungainya banyak terbangun hunian bertingkat.

Waterfront Development” dapat pula dikembangkan sebagai kawasan komersial ataupun hiburan. Dengan kondisi air yang baik dan tidak berbau maka kawasan tersebut terjamin akan banyak disinggahi pengunjung. Selain itu pula dapat juga dibangun area terbuka (plaza) di kawasan tersebut. Waterfront dengan konsep sebagai kawasan komersial dan hiburan ini pastinya akan sangat digemari oleh masyarakat perkotaan.

2.4.1. Waterfront di Indonesia

Sebagai preseden penerapan arsitektur waterfront di Indonesia dapat dipaparkan dua contoh berkit. Pertama, Jakarta Kota Tepian Sungai. Kota Jakarta dengan Sungai Ciliwung dan kedua belas sungai yang mengalirinya. Fenomena pemanasan global dan degradasi kualitas lingkungan memaksa Jakarta harus membangun kota (sungai) ramah air untuk menghidupkan kembali air dalam tata kotanya. Sebagai Kota Sungai, Pemerintah Propinsi DKI harus merefungsi

(42)

32 bantaran sungai bebas dari sampah dan permukiman, menghijaukan kembali bantaran, serta menjadikan halaman muka bangunan dan wajah kota.

Kedua, Balikpapan Kota Tepian Pantai. Seperti kota tepian air lainnya di Indonesia, aset-aset budaya dan ekonomi kawasan kurang dimanfaatkan serta kurang terintegrasi dengan sistem kota. Selain hal tersebut, terdapat isu-isu strategis sehubungan dengan pengembangan kawasan tepian pantai pusat kota di Balikpapan, yakni sebagai berikut.

a) Pengembangan pantai Melawai sebagai area rekreasi pantai yang merupakan kawasan khusus wisata di pusat kota.

b) Ruang-ruang terbuka milik Pertamina akan dikembalikan kepada Pemerintah Daerah pada tahun 2003.

c) Pertamina akan menawarkan aset-aset non operasional (entertainment center) kepada pihak swasta/investor.

d) Pemerintah Daerah sampai saat ini belum mempunyai grand scenario dan urban guideline secara khusus dalam pengembangan kawasan tepian air di pusat kota.

(43)

33

BAB III

GAMBARAN UMUM LOKASI

3.1. Gambaran Umum Kota Padang

Kota Padang merupakan ibukota provinsi Sumatra Barat, yang secara geografis terletak pada 0°57 / 0.95°LS 100.35306°BT, yang berbatasan dengan Kabupaten Solok sebelah timur; Samudra Hindia dan Selat Mentawai pada sebelah Barat,; Kabupaten Padang Pariaman di sebelah Utara; dan Kabupaten Pesisir Selatan di sebelah Selatan.

Kota Padang terletak di pantai barat pulau Sumatera, dengan luas keseluruhan kota Padang adalah 694,96 km² atau setara dengan 1,65% dari luas provinsi Sumatera Barat. Dari luas tersebut, lebih dari 60%, yaitu ± 434,63 km²,

Gambar 3.1. Posisi Wilayah Kota Padang sumber: http://www.padang.go.id (6 juni 2007)

(44)

34 Tabel 3.1. Luas wilayah Kota Padang

Sumber: Badan Pusat Statistik Padang, 2002

merupakan daerah perbukitan yang ditutupi hutan lindung, sementara selebihnya merupakan daerah efektif perkotaan.

Kota Padang memiliki garis pantai sepanjang 84 km dan pulau kecil sebanyak 19 buah (diantaranya yaitu pulau Sikuai dengan luas 4.4 Ha di kecamatan Bungus Teluk Kabung, pulau Toran seluas 25 Ha, dan pulau Pisang Gadang di kecamatan Padang Selatan). Daerah perbukitan membentang di bagian timur dan selatan kota. Bukit-bukit yang terkenal di kota Padang di antaranya adalah Bukit Lampu, Gunung Padang, Bukit Gado-Gado, dan Bukit Pegambiran.

Wilayah daratan kota Padang ketinggiannya sangat bervariasi, yaitu antara 0 hingga 853 m di atas permukaan laut, dengan daerah tertinggi adalah kecamatan Lubuk Kilangan. Suhu udaranya cukup tinggi, yaitu antara 23 °C-32 °C pada siang hari dan 22 °C-28 °C pada malam hari, dengan kelembabannya berkisar antara 78%-81%. Kota Padang memiliki banyak sungai, yaitu 5 sungai besar dan 16 sungai kecil, dengan sungai terpanjang yaitu Batang Kandis sepanjang 20 km.

(45)

35 Tabel 3.2. Jumlah Penduduk Propinsi Sumatra Barat 2010

sumber: Badan Pusat Statistik Sumbar diakses 2010

Tingkat curah hujan kota Padang mencapai rata-rata 405,58 mm per bulan dengan rata-rata hari hujan 17 hari per bulan. Tingginya curah hujan membuat kota ini cukup rawan terhadap banjir, pada tahun 1980 2/3 kawasan kota in i pernah terendam banjir karena saluran drainase kota yang bermuara terutama ke Batang Arau tidak mampu lagi menampung limpahan air tersebut.

Kota Padang merupakan kota dengan jumlah penduduk paling besar di provinsi Sumatera Barat, berdasarkan data kependudukan tahun 2008, diketahui rasio jenis kelamin 99.13, sedangkan jumlah angkatan kerja 344.497 orang dengan jumlah pengangguran 50.343 orang. Pada tahun 2009 kota ini bersama dengan kota Makassar, Denpasar, dan Yogyakarta, ditetapkan oleh Kemendagri sebagai empat kota proyek percontohan penerapan Kartu Tanda Penduduk (KTP) berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) di Indonesia.

(46)

36 Penduduk kota Padang sebagian besar beretnis Minangkabau. Etnis lain yang juga menjadi penghuni adalah Jawa, Tionghoa, Nias, Mentawai, Batak, Aceh dan Tamil.

Orang Nias sempat menjadi kelompok minoritas terbesar pada abad ke-19. VOC membawa mereka sebagai budak sejak awal abad ke-17. Sistem perbudakan diakh iri pada tahun 1854 oleh Pengadilan Negeri Padang. Pada awalnya mereka menetap di Kampung Nias, namun kemudian kebanyakan tinggal di Gunung Padang. Cukup banyak juga orang Nias yang menikah dengan penduduk Minangkabau. Selain itu, ada pula yang menikah dengan orang Eropa dan Tionghoa. Banyaknya pernikahan campuran ini menurunkan persentase suku Nias di Padang.

Belanda kemudian juga membawa suku Jawa sebagai pegawai dan tentara, serta ada juga yang menjadi pekerja di perkebunan. Selanjutnya, pada abad ke-20 orang Jawa kebanyakan datang sebagai transmigran. Selain itu, suku Madura, Ambon dan Bugis juga pernah menjadi penduduk kota Padang, sebagai tentara Belanda pada masa perang Padri.

Penduduk Tionghoa datang tidak lama setelah pendirian pos VOC. Orang Tionghoa di Padang yang biasa disebut dengan Cina Padang, sebagian besar sudah membaur dan biasanya berbahasa Minang. Pada tahun 1930 paling tidak 51% merupakan perantau keturunan ketiga, dengan 80% adalah Hokkian, 2% Hakka, dan 15% Kwongfu.

(47)

37 Suku Tamil atau keturunan India kemungkinan datang bersama tentara Inggris. Daerah hunian orang Tamil di Kampung Keling merupakan pusat niaga. Sebagian besar dari mereka yang bermukim di kota Padang sudah melupakan budayanya.

Orang-orang Eropa dan Indo yang pernah menghuni kota Padang menghilang selama tahun-tahun di antara kemerdekaan (1945) dan nasionalisasi perusahaan Belanda (1958). Orang Minang di kota Padang merupakan perantau dari daerah lainnya dalam provinsi Sumatera Barat. Pada tahun 1970, jumlah pendatang sebesar 43% dari seluruh penduduk, dengan 64% dari mereka berasal dari daerah-daerah lainnya dalam provinsi Sumatera Barat. Pada tahun 1990, dari jumlah penduduk kota Padang, 91% berasal dari etnis Minangkabau

3.1.1. Potensi Pariwisata Kota Padang

Kota Padang terkenal akan legenda Siti Nurbaya dan Malin Kundang, dan saat ini kota Padang sedang berbenah ke arah pembangunan kepariwisataan.

Kota ini memiliki sebuah museum yang terletak di pusat kota yang bernama Museum Adityawarman. Museum ini mengkhususkan diri pada sejarah dan budaya suku Minangkabau, suku Mentawai dan suku Nias. Museum ini memiliki 6.000 koleksi, dengan gaya arsitektur bangunannya berbentuk rumah adat Minangkabau (Rumah Gadang), model Gajah Maharam, serta di halaman depan museum terdapat dua lumbung padi.

Di kawasan pelabuhan Muara banyak dijumpai beberapa bangunan peninggalan sejak zaman Belanda, beberapa bangunan di kawasan tersebut

(48)

38 ditetapkan pemerintah setempat sebagai cagar budaya, diantaranya Masjid Muhammadan bertarikh 1843, merupakan masjid berwarna hijau muda yang dibangun oleh komunitas keturunan India, Klenteng Kwan Im yang bernama See Hin Kiong tahun 1861, kemudian direnovasi kembali tahun 1905 setelah sebelumnya terbakar. Dari sehiliran Batang Arau, terdapat sebuah jembatan yang bernama jembatan Siti Nurbaya. Jembatan itu menghubungkan sebuah kawasan bukit yang dikenal juga dengan nama Gunung Padang. Konon, pada bukit ini terdapat kuburan Siti Nurbaya. Kawasan bukit ini juga dahulunya menjadi tempat pemukiman awal masyarakat etnis Nias di kota Padang.

Kemudian di pelabuhan Teluk Bayur terdapat beberapa kawasan wisata seperti pantai Air Manis, tempat batu Malin Kundang berdiri. Selain itu, terus ke selatan dari pusat kota juga terdapat kawasan wisata pantai Caroline, dan pantai Bungus, serta sebuah resort Wisata yang terletak di pulau Sikuai.

Sedangkan ke arah kecamatan Koto Tangah, terdapat kawasan wisata pantai Pasir Jambak, serta kawasan wisata alam Lubuk Minturun, yang populer dalam tradisi balimau dan ramai dikunjungi oleh masyarakat terutama sehari sebelum masuk bulan Ramadhan.

Kota ini juga terkenal akan masakannya. Selain menjadi selera sebahagian besar masyarakat Indonesia, masakan ini juga populer sampai ke mancanegara. Makanan yang populer diantaranya seperti Gulai, Rendang, Ayam Pop, Terung Balado, Gulai Itik Cabe Hijau, Nasi Kapau, Sate Padang dan Karupuak Sanjai. Restoran Padang banyak terdapat di seluruh kota besar di Indonesia. Meskipun

(49)

39 begitu, yang dinamakan sebagai "Masakan Padang" sebenarnya dikenal sebagai masakan etnis Minangkabau secara umum.

3.1.2. Arsitektur Tradisional minangkabau

Pada masyarakat Minang, pola permukiman secara makro atau perkampungan disebut “nagari”. Dan unsur-unsur pembentuknya antara lain adalah daerah taratak, yaitu daerah ladang dan hutan yang berada disekitar nagari dan menjadi sumber penghasilan seharii-hari. Kemudian daerah mukim, yaitu daerah permukiman yang memiliki pusat orientasi pada pusat nagari.

Pusat nagari biasanya terbentuk dari beberapa fungsi bangunan umum, seperti balai adat, tempat para pemuka adat mengadakan pertemuan guna memecahkan masalah besar, balai nagari, masjid dan pasar. Konsentrasi permukirnan secara naluri membentuk ruang-ruang yang mengapit daerah taratak sebagai daerah tempat mata pencarian sehari-hari. Secara keseluruhan, pola nagari Minang juga tergantung dari situasi tanah, tetapi tetap ada jalan utama dari rumah-rumah tersusun mengikuti jalan-jalan yang terbentuk. Susunan rumah-rumah, biasanya rnenghadap jalan, baik sejajar ataupun tegak lurus jalan. Terkadang ada pula yang rnenghadap matahari.

Secara rnikro, pola permukiman masyarakat Minang berdasarkan sistem pernerintaharinya disebut sebagai “Kampuang” atau kampung. Dan kampuang ini terdiri dari beberapa paruik, yang bisa diartikan satu kaum besar tapi masih ada pertalian darah. Kampung ini sering pula disebut sebagai jorong. Secara kelompok, dapat dibagi menjadi dua kelompok hunian. Kelompok hunian kecil,

(50)

40 adalah satu keturunan seibu. Bila satu keluarga tidak memiliki ruang yang cukup untuk semua wanita didalam rumah itu, maka biasanya dibuat rumah baru diatas tanah keluarga. Rumah-rumah tersebut dapat saling berhadapan ataupun bersampingan. Rumah itu disebut sebagai rumah adat. Dan didepan rumah adat biasanya terdapat lumbung yang jumlahnya satu sampai tiga, tergantung tingkat ekonomi keluarga. Lumbung ini disebut “rangkiang” yang juga menjadi lambang status sosial keluarga.

Kelompok lain adalah kelompok hunian hesar. Kelompok ini dalam sistem kekerabatan disebut paruik, atau artinya perut, yaitu suatu keturunan yang lebih luas/besar dan pada keturunan langsung.

Biasanya kelompok paruik terdiri dari beberapa rumah adat. Secara tradisional masyarakat Minang tidak mengenal orientasi bangunan secara khusus. Bangunan-bangunan yang ada dibuat menyesuaikan dengan jalan, biasanya sejajar dengan arah jalan. Rumah lapis kedua biasanya membelakangi jalan dan rumah lapis ketiga berhadapan dengan rumah lapis kedua. Begitu seterusnya, tapi tergantung pula oleh kondisi tanah. Memang tanah di daerah Minangkabau terdiri dari dataran rendah dan dataran tinggi. Minangkabau yang terletak di propinsi Sumatera Barat berada pada tanah dengan ketinggian bervariasi, dari 2 meter sampai 927 meter diatas permukaan air laut. Ketinggian rata-rata sekitar 368 meter dari permukaan air laut.

Dalam hal rumah, masyarakat Minangkabau sangat erat kaitannya dengan adat. Fungsi rumahpun berbeda beda dan tergantung beberapa hal seperti, kedudukan orang yang membangun rumah itu terhadap keluarga atau sukunya,

(51)

41 status tanah tempat rumah itu dibangun serta pengaruh lingkungan keluarga yang membangun tersebut. Dapat dikatakan ada dua jenis rumah, yaitu : rumah adat dan rumah gadang. Rumah adat merupakan rumah keluarga yang menampung segala kegiatan upacara-upacara adat dengan kelengkapannya. Sedangkan rumah gadang, walaupun bentuknya sama dengan rumah adat namun fungsinya lebih disesuaikan dengan kebutuhan keluarga, bukan untuk acara adat. Karena, untuk suatu rumah adat diperlukan persyaratan tertentu yang tidak sembarang orang dapat membuat rumah adat tersebut.

Tinjauan denah bagi rurnah tradisional Minang dapat dilihat pada rumah adatnya. Biasanya susunan denah dibuat simetris dengan tempat masuk pada bagian tengah arah sumbu memanjang. Jumlah ruangnya, disesuaikan dengan jumlah anak gadis atau wanita yang berdiam dirumah tersebut, namun tetap dibuat jumlah ruang yang ganjil karena memperhatikan kesan simetri tad i. Semua kamar didalam rumah memang diperuntukkan bagi wanita, dimana mereka dapat menerima suami pada malam hari. Sehingga tidak dikenal adanya kamar untuk laki-laki. Ruang duduk besar terletak dibagian muka untuk menerirna tamu dan tempat upacara adat. Ada semacam pengertian yang tersirat dari adanya ruang duduk besar ini, bahwa orang Minang sebenarnya sangat mengenal faham “demokrasi” yang diistilahkan sebagai “duduk sama rendah, berdiri sama tinggi”. Ruang ini pun digunakan untuk berbincang-bincang santai, bahkan perabotannyapun hampir tidak ada. Biasanya orang-orang duduk dibawah dengan beralaskan tikar, demikian pula pada waktu makan, duduk dibawah pula. ruang duduk dalam, untuk menunjang kegiatan pada ruang duduk besar.

Gambar

Gambar 1.1. Taman Budaya Padang sebelum dilanda gempa Sumber : http://panoramio.com
Gambar 2.2. Chanary Wharf
Gambar 2.3. Port Grimound-Prancis
Gambar 3.1. Posisi Wilayah Kota Padang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil analisis terdapat enam famili yang terpilih yaitu familiA1.8.14, A1.26.19, A1.54.14, A4.92.14, B2.58.5, dan B5.27.20.Famili tersebut dipilih karena memiliki lebih dari

pembuatannya/ akan menjadi sajian apa kabar jogja akhir pekan kali ini// Pemirsa/ kita simak liputannya bersama Yogi Pisnota berikut ini//.. NESW

Dalam sem est er kedua, pelaj aran kim ia akan dim asukkan ke dalam kurikulum j ika pelaj aran fisika dim asukkan ke dalam kurikulum.. Pelaj aran biologi dim asukkan ke dalam

Dalam wawancara beliau ini menjelaskan bahwa beliau bukan peminum aktif seperti orang-orang lainnya, beliau hanya meminum tuak hanya waktu kepingin dan pendapat

Dalam memorandum mengenai penggabungan, Singapura menjelaskan keinginan untuk bergabung adalah berdasarkan ikatan kaum, sejarah, budaya, ekonomi dan politik yang sama antara

Uji F digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen secara simultan atau bersamaan berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Derajat

Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Sriwijaya | Sindy Lise Silvia (08121005035) 1 ANALISIS PH DAN FOSFAT (KIMIA SEDIMEN) DALAM SEDIMEN PADA.. PERAIRAN SUNGAI MUSI,

Merubahan sistem drainase yang sudah ada dengan menambah jumlah saluran, yang mengacu pada rencana tata guna RDTRK Kepanjen Bina Marga Kabupaten Malang d.. Pengurangan