• Tidak ada hasil yang ditemukan

TAWUR HASAPA DALAM KEBUDAYAAN DAYAK NGAJ

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "TAWUR HASAPA DALAM KEBUDAYAAN DAYAK NGAJ"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Page | 1

MAKALAH

DAYAKOLOGI

Tawur Hasapa dalam Kebudayaan Dayak Ngaju

DOSEN PENGAMPU:

KATRIANA, M.Si

OLEH:

AGUSTINE CAROLINA

GAA 112 063

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS PALANGKA RAYA

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

(2)

Page | 2

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat

rahmat-Nya lah sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas makalah Dayakologi mengenai “Tawur

Hasapa dalam Kebudayaan Dayak Ngaju” dengan baik dan tepat waktu.

Dalam pembuatan makalah ini tentunya tidak mungkin dapat terselesaikan dengan sempurna

tanpa bantuan berbagai pihak, oleh karena itu penyusun mengucapkan terima kasih yang

terhingga kepada dosen pengampu mata kuliah yang telah banyak memberikan masukan dan

pembelajaran kepada penulis.

Penyusun berharap kepada pembaca yang intelektual untuk memberikan kritikan dan saran

demi kesempurnaan makalah mengenai “Tawur Hasapa dalam Kebudayaan Dayak Ngaju” ini.

Akhirnya semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun maupun pihak lain yang

membacanya.

Palangka Raya, Juni 2014

(3)

Page | 3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

2

DAFTAR ISI

3

BAB I PENDAHULUAN

1.

Latar Belakang

4

2.

Rumusan Masalah

4

3.

Tujuan Penulisan

5

4.

Manfaat Penulisan

5

BAB II PEMBAHASAN

1.

Pembahasan tentang Prosesi Tawur Hasapa

6

BAB III ANALISIS

1.

Analisis Terhadap Prosesi Adat Tawur Hasapa

13

BAB IV PENUTUP

1.

Kesimpulan

15

(4)

Page | 4

BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Tawur dalam masyarakat Dayak Ngaju merupakan sebuah prosesi spiritual yang dilakukan

oleh pemimpin adat dalam bentuk permohonan kepada sang pencipta. Dan karena permohonan

atau doa ini dengan harapan dapat terkabulkan maka bahasa yang digunakan dalam ritual ini pun

harus dengan menggunakan bahasa yang baku dan yang diyakini memiliki kekuatan tertentu.

Maka dari itu bahasa yang digunakan adalah sebuah bahasa Dayak kuno yakni bahasa Sangen

yang diyakini masyarakat setempat sebagai bahasa Sanghyang (bahasa langit). Dengan bahasa

yang baku dan memiliki kesakralan tertentu itulah maka diharapkan akan ada pemaknaan yang

sama antara sang pemohon dan sang termohon yakni Tuhan selaku pengabul doa. Prosesi ritual

tawur sendiri seperti makna etimologisnya yang berarti tabur atau menabur sesuatu, maka

pelaksanaannya pun tak jauh berbeda dengan makna etimologisnya yakni sebuah proses menabur

sesuatu yang biasanya dengan media beras kuning yang dilakukan bersamaan dengan

memanjatkan doa yang dihajatkan manusia seperti meminta kesembuhan, keselamatan, syukur

dan lain sebagainya. Namun, karena yang ingin saya bahas di sini hanya prosesi ritual Tawur

Hasapa yakni sebuah media untuk mengukuhkan sumpah, maka tema ini akan saya persempit

hanya untuk Tawur Hasapa saja.

2. RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang diatas, adapun rumusan masalah yang dapat saya ambil yaitu:

1) Apa pengertian dari Tawur Hasapa?

2) Apa fungsi dari Tawur Hasapa?

(5)

Page | 5

4) Bagaimana penilaian teori sosiologi komunikasi dalam melihat prosesi Tawur Hasapa

ini?

3. TUJUAN PENULISAN

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini antara lain:

1) Untuk mengetahui pengertian dari Tawur Hasapa.

2) Untuk mengetahui fungsi dari Tawur Hasapa.

3) Untuk mengetahui bentuk prosesi pelaksanaan dari Tawur Hasapa.

4) Untuk mengetahui penilaian teori sosiologi komunikasi dalam melihat prosesi Tawur

Hasapa ini.

4. MANFAAT PENULISAN

Adapun manfaat dari penulisan makalah ini antara lain:

1) Manfaat teoritis: Agar penulis serta kalangan akademisi lainnya dapat memahami

tentang bentuk prosesi adat Tawur Hasapa yang sering digunakan oleh masyarakat

Dayak Ngaju ini, serta memberikan penilaian terhadap salah satu wujud kebudayaan

masyarakat Dayak Ngaju sekaligus dapat memberikan sumbangsih ilmu pengetahuan

kepada kolega-kolega sejawat dalam bidang kemasyarakatan.

2) Manfaat praktis: Agar dapat memberikan gambaran umum bagi masyarakat

(6)

Page | 6

BAB II

PEMBAHASAN

1. PEMBAHASAN TENTANG PROSESI TAWUR HASAPA

Tawur Hasapa merupakan sumpah yang dilakukan di hadapan manusia dan Tuhan dalam

membuktikan suatu kebenaran atas sesuatu hal yang diingkari seseorang terhadap lainnya dan

Sang Pencipta. Tawur Hasapa sendiri berfungsi sebagai “jalan terakhir” dalam penyelesaian

masalah yang rumit bagi masyarakat Dayak Ngaju dan dianggap sebagai “pengadilan paling

adil” atas sebuah kesalahan yang diperbuat manusia, karena Sang Penciptalah yang “turun

tangan” dalam menyelesaikan perkara yang diperdebatkan tersebut. Sebagai sebuah bahasa

ritual, ia menjadi tetap, utuh dan tidak berubah-ubah, baik secara formasi maupun semantik.

Apabila terjadi perubahan dari aspek keutuhan bahasa maka akan memengaruhi makna dan

pemaknaannya yang berdampak kepada pengabulannya, sehingga ia tidak mempunyai kekuatan

otoritas untuk menghakimi seseorang atau “memutuskan” dan “mengirimkan” sebuah vonis

sosial maupun moral bagi yang melaksanakannya. Tindak tutur yang diucapkan seorang

pemimpin adat dalam hal ini menjadi sebuah otoritas bahasa yang mengukuhkan bahwa kedua

belah pihak yang sedang berperkara akan mendapatkan keadilan Ilahi yang dimanifestasikan

dalam berbagai aspek kehidupan secara jasmani dan rohani serta sosial-ekonominya. Demikian

juga implikasi yang ditimbulkannya melalui pemaknaan budaya oleh masyarakat dan lingkungan

sosialnya sebagai vonis sosial. Tindak tutur tersebut terwujud sebagai sebuah instrumen yang

melembaga dalam hukum adat Suku Dayak Ngaju. Sebagai sebuah bahasa ritual, kekuatan

bahasa yang mempunyai otoritas untuk melaksanakan tawur hasapa adalah bahasa Sangen atau

(7)

Page | 7

Sanghyang, terutama para peneliti Barat, seperti diungkapkan Baier dkk. dalam Worterbuch

derPriestersprache der Ngaju Dayak, sebuah kamus bahasa Sangiang-Dayak

Ngaju-Indonesia-Jerman (1987). Hal ini menyiratkan bahwa keduanya tidak terdapat perbedaan yang signifikan,

jadi hanya masalah penyebutan saja karena bahasanya adalah sama. Bahasa Sangen seperti

halnya bahasa-bahasa kuno pada guyup budaya di Indonesia memiliki kekayaan linguistika yang

berupa apa yang disebut Baier sebagai semantic parallelism di dalam penyampaiannya. Hal ini

juga berlaku pada bahasa ritual Suku Roti seperti yang dinyatakan Fox. (dalam Baier et.al, 1987:

xvi).

Semantic parallelism merupakan rangkaian penamaan khusus sebuah bentuk bahasa yang

dilambangkan dengan dua kata atau lebih yang mempunyai satu makna yang sama atau

sebanding. Di dalam bahasa Sangen, banyak terdapat contoh hal tersebut, misalnya kata air

diungkapkan sebagai nyalung kaharingan belum (zat alam yang memberikan kehidupan), hidup

sebagai batang danum jalayan rengan tingang (sungai yang harus disusuri oleh umur;

kehidupan), dan surga sebagai lewu tatau habaras bulau habusung hintan hakarangan lamiang

(sebuah tempat yang kaya raya berpasirkan emas bergundukan intan dan berkerikilkan permata)

dan lewu tatau dia rumpang tulang rundung raja dia kamalesu uhat hong batang danum tiawu

bulau (sebuah tempat yang kaya raya, tempat di mana tidak ditemui keletihan dan kecapaian,di

dunia yang lain yang penuh kegelimangan), Tuhan dilambangkan sebagai Raja Tuntung

Matanandau, Kanarohan Tambing Kabanteran Bulan (Raja yang Menguasai (atau berkuasa

atas) Matahari), Raja yang Menguasai (atau Melebihi) kebesaran Bulan. Seperti telah disinggung

sebelumnya, bahasa Sangen mengandung unsur-unsur bahasa yang mempunyai aneka kekhasan

tersendiri untuk melambangkan satu bentuk kata dengan tidak melepaskan satu kesatuan makna.

(8)

Page | 8

seperangkat kecerdasan linguistik yang hanya diwariskan secara lisan kepada para basir

(pemimpin upacara adat). Untuk itu, diperlukan daya ingat yang tinggi serta ketepatan rima dan

intonasi dalam melafalkannya. Hal tersebut dapat dilihat pada teks Tawur Hasapa yang ditulis

ulang ini merupakan esensi yang sama dengan digunakan pada orang-orang yang berperkara dan

tidak menemui penyelesaian melewati lembaga-lembaga yang dibuat manusia pada masa lalu.

Tawur Hasapa ini sendiri sebenarnya memiliki tujuan yang hampir sama dengan Sumpah

Pocong di Pulau Jawa yaitu sumpah yang dilakukan di hadapan manusia dan Tuhan dalam hal

kebenaran atas apa yang diingkari seseorang terhadap lainnya dan Sang Pencipta, hanya tentu

dengan ritual dan prosesi yang berbeda. Dan karena Tawur Hasapa merupakan sebuah

permohonan meminta keadilan (tepatnya petunjuk keadilan) terhadap dua orang atau lebih yang

berseteru, maka seperti halnya prosesi tawur lain, Tawur Hasapa pun menggunakan bahasa baku

dan tidak berubah-ubah, baik secara formasi maupun semantik. Karena konon apabila terjadi

perubahan bahasa maka itu akan berpengaruh pada makna dan pemaknaannya yang berdampak

kepada pengabulannya, sehingga ia tidak mempunyai kekuatan otoritas untuk menghakimi

sesorang atau “memutuskan dan mengirimkan” sebuah vonis sosial maupun moral bagi yang

melaksanakannya. Pendeknya, Tutur Hasapa adalah merupakan sebuah pengadilan adat yang

digunakan pada orang-orang yang berperkara dan tidak menemui penyelesaian setelah melewati

lembaga-lembaga yang dibuat manusia pada masa lalu.

Tawur Hasapa yang dulu pernah digunakan oleh Tjilik Riwut mewakili 142 Suku Dayak

Pedalaman Kalimantan di hadapan Presiden Soekarno di Jogjakarta dalam bersumpah-setia

kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (1993:349) ini mempunyai urut-urutan ritual seperti

yang tertuang dalam sebuah buku yang berjudul Worterbuch derPriestersprache der Ngaju

(9)

Page | 9

(Seorang basir/pemimpin upacara adat duduk sambil menimang beras kuning dan kemenyan,

kunir, rotan, abu, garam, dan minyak kelapa. Lalu kedua pihak yang berperkara saling

memegang seutas rotan di atas sebuah kayu sebagai alasnya dan setelah mengukuhkan sumpah

berikut ia sambil memotong rotan diiringi kalimat-kalimat penyebutan nama-nama yang

berperkara dan penaburan beras sedikit demi sedikit sampai habis dan diikuti dengan menabur

abu dan garam) (Berdehem)….. "Ehem behas / mamparinjetku ganam / salumpuk kilau riak

hendan bulau / namparuguhku labatam/pananterusan ruwan lantin rabia/lampang kamaitan

gulung manarusan langit/timbuk kajayam / basikap mametas hawun/manuntung riwut raweiku/

manambing salatan tisuiku/mangat manyembang Raja Tuntung Matanandau/Kanaruhan

Tambing Kabanteran Bulan/mangat Ie mahining/bulau tampak bengkele/manyantuh rantunan

tanduke/manahingan rawei/hayak manantuneng/batantar sumpah tingang. Amun……(menyebut

nama si yang berperkara) toh hangga auh tanjaru dia toto/ tatarawang kilau kawu/lenyoh kilau

uyah/bageto kilau uei. Amun ie hanggap auh toto/te taloh jari bulau/untung panjang/rabia

nyame ambu jari sapaungut belum/sapaling tahaseng/jari penyang/panundung tarung/patarung

sariangkat tinting."

Yang terjemahan bebas artinya kurang lebih sebagai berikut. "Ehem, beras kubangunkan

rohmu / rohmu seperti riak cahaya emas/kugoncangkan rohmu / arwah bercahaya seperti kuning

emas / timbul kemanjuran bergulung menerusan langit/menimbun kejayaanmu/bergerak

berjalan menyingkap langit/meminta (kepada) angin panggilanku/supaya sampai (meminta

kepada) Raja Tuntung Matahari/Raja Tambing Kebulatan Bulan/supaya Ia mendengar /

(cahaya) keemasan telinganya / (manyantuh rantunan) puncaknya/mendengarkan

perkataan/sekaligus mencermati/batantar sumpah orang (manusia) /. Kalau si……….

(10)

Page | 10

hancur seperti garam (menjadi air) / putus seperti rotan (yang dipotong) / Kalau ia anggap

benar perkataannya / (semuanya) akan menjadi emas (berkat) / rejeki tak putus-putus /

menggenggam emas sepanjang hidupnya selamanya / panjang napas(nya) (panjang umur(nya)) /

menjadi berkat / menjadi jimat dalam mengangkat (harum namanya; terangkat harkat

martabatnya)."

Dan meski setelah prosesi Tawur Hasapa ini, sang ketua adat tak melakukan / menjatuhkan

vonis apapun terhadap yang berperkara, tetap saja prosesi ini menjadi sedemikian penting bagi

yang berperkara, karena seperti yang disebutkan dalam kalimat-kalimat di atas, waktu dan

Tuhanlah yang kemudian akan memvonis siapa yang bersalah dan siapa yang tetap dalam

kebenaran dengan cara memberi kelimpahan rezeki dan sebagainya terhadap yang benar dan

menghancur leburkan hidup yang salah.

Kebudayaan Suku Dayak Ngaju dan religi Kaharingan merupakan dua kesatuan yang sulit

untuk dipisahkan. Bahasa Sangen sebagai produk kebudayaan Suku Dayak Ngaju menjadi

bahasa kuno yang hanya terdokumentasikan pada kitab-kitab ajaran Kaharingan. Implikasinya

bagi kajian bahasa yang berkaitan dengan kebudayaan menjadi sangat jarang dilakukan. Hal ini

terkait erat dengan dua aspek yang sulit untuk dipertemukan; satu sisi kajian bahasa yang

dilakukan berdasarkan fakta-logis-empiris sebagai satuan dari kata dan frasa-frasa atau kalimat

yang mengandung medan makna secara semantik dan leksikal (lihat Pateda, 2001), di sisi lain

bahasa atau berupa kata (kata-kata) atau frasa-frasa dan bersifat oral tersebut memuat kandungan

perspektif teologis yang profan, sakral dan dapat menimbulkan persepsi yang berbeda. Di dalam

kehidupan sosialnya, masyarakat Suku Dayak Ngaju juga mengenal berbagai perangkat etika

normatif yang tidak tertulis dan mengikat seluruh individu. Individu sebagai bagian dari sebuah

(11)

Page | 11

individu lainnya. Namun, sebagai manusia kadang-kadang terjadi pula rasa kurang puas,

ketidakadilan dan berbagai bentuk ketidakpuasan lainnya yang memunculkan adanya rasa untuk

mengembalikan semua persoalan manusia tersebut kepada Tuhan sebagai Pihak yang Mahatahu.

Persoalan-persoalan yang berkaitan dengan hubungan sosial antarsesama individu, misalnya

perebutan kepemilikan tanah/kebun, pertanggung jawaban seseorang terhadap aib, dan

pembohongan publik atas sebuah kasus pembunuhan, biasanya diselesaikan melalui mekanisme

hukum adat. Namun, sebagian lain yang bersifat kasuistik juga tidak menaati hukum yang

berlaku. Dalam representasi itulah, peran Tawur Hasapa menjadi sebuah jalan terakhir. Dalam

persepsi kebudayaan, Suku Dayak memandang bahwa eksistensi Tawur Hasapa menjadi sebuah

titah terakhir Tuhan kepada individu yang dapat menyingkap makna hakiki tentang kebenaran.

Kebenaran mutlak hanya dimiliki oleh kekuasaan yang tidak tampak; kekuasaan Tuhan dengan

segala aspek di luar rasio dan nalar manusia. Dengan demikian, keadilan akan berpihak kepada

kebenaran yang tidak dapat dimanipulasi dalam bentuk dan dalih apapun. Implikasi yang

ditimbulkannya pun (awalnya dipandang sebagai mitos) memberikan sanksi sosial yang

bermacam-macam, di antaranya kematian yang tidak wajar bagi pihak yang berbuat curang atau

melakukan kebohongan, menderita penyakit yang sukar disembuhkan, atau kelainan

kejiwaan/gila. Sedangkan di pihak yang tetap pada jalur kebenaran akan mendapatkan

kemudahan-kemudahan dalam menjalankan kehidupannya beserta keturunannya. Karena

kesakralannya, tindak tutur Tawur Hasapa menjadi peristiwa yang langka di masa kini karena

hampir semua kebutuhan untuk mendapatkan keadilan duniawi telah terlembaga melalui

mekanisme perangkat hukum positif. Di samping itu, majunya ilmu pengetahuan dan teknologi,

termasuk dikenalnya agama dan kebudayaan baru menjadikan tindak tutur tersebut sebagai

(12)

Page | 12

Dalam perspektif budaya, adat yang ada dan dikenal secara turun-temurun merupakan tuntunan

bagi segenap kehidupan manusia, dan manusia harus diarahkan olehnya (dan dapat mengarahkan

(13)

Page | 13

BAB III

ANALISIS

1. ANALISIS TERHADAP PROSESI ADAT TAWUR HASAPA

Tawur hasapa menurut saya termasuk dalam hasil nyata sebuah proses sosial yang

dijalankan oleh manusia bersama masyarakatnya. Prosesi ini merupakan suatu sarana

komunikasi di dalam masyarakat dayak ngaju yang dianggap dapat menghubungkan manusia

dengan sang Pencipta yaitu Ranying Hatala Langit. Yang mana, dalam prosesi adat ini sang

Pencipta memiliki peran sebagai hakim yang memutuskan hukuman bagi yang melanggar

sumpah/janji yang telah diucapkan kepada orang lain.

Dalam prosesi tawur hasapa, bahasa yang digunakan adalah bahasa Sangen yang dianggap

sebagai bahasa Sanghyang (bahasa langit), yang mana bahasa Sangen ini merupakan hasil

produk kebudayaan unsur-unsur potensi budaya berupa cipta masyarakat (immaterial culture)

yaitu bukan budaya spiritual culture yang menghasilkan pranata sosial namun cipta yang

menghasilkan gagasan, berbagai teori, wawasan dan semacamnya yang bermanfaat bagi manusia

terutama dalam komunikasi. Selain itu, tawur hasapa juga merupakan hasil dari unsur-unsur

potensi budaya berupa rasa yang termasuk dalam spiritual culture. Rasa menghasilkan

kaidah-kaidah-kaidah, nilai-nilai sosial, hukum, dan norma sosial atau yang disebut dengan pranata

sosial. Apa yang dihasilkan rasa digunakan untuk mengatur masalah-masalah kemasyarakatan,

misalnya agama, ideologi, kebatinan, dan lainnya.

Adapun sosiologi komunikasi melihat tentang prosesi adat Tawur Hasapa ini sebagai proses

komunikasi sosial berupa penyelesaian masalah melalui mekanisme hukum adat, dimana

(14)

Page | 14

kepada pencapaian suatu integrasi sosial sehingga melalui kegiatan ini terjadilah aktualisasi dari

berbagai masalah yang dibahas. Komunikasi sosial sekaligus suatu proses sosialisasi dan untuk

pencapaian stabilitas sosial, sehingga fungsi Tawur Hasapa digunakan sebagai pemecah

kesulitan masyarakat dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang berkaitan dengan

hubungan sosial antarsesama individu, misalnya perebutan kepemilikan tanah/kebun,

pertanggung jawaban seseorang terhadap aib, dan pembohongan publik atas sebuah kasus

(15)

Page | 15

BAB IV

PENUTUP

1. KESIMPULAN

Otoritas sebuah bahasa terutama bahasa ritual menjadi sarat makna, tetap dan tidak

berubah-ubah, menjadikan Bahasa Sangen (Dayak Kuno) digunakan pada hampir semua aktivitas untuk

berkomunikasi antara manusia dengan Tuhannya. Melalui media Tawur Hasapa, esensi

pencarian kebenaran yang hakiki oleh manusia merupakan jalan terakhir untuk mendapatkan

pengadilan yang juga hakiki. Masyarakat Suku Dayak Ngaju memandang eksistensi Tawur

Hasapa sebagai sarana penghukuman sosial, moral, dan budaya bagi individu yang tidak

menemui solusi pada institusi hukum adat yang ada. Sanksi moral, sosial dan budaya tersebut

telah menjadi momok yang membuat efek jera atau isolasi sosial bagi individu yang bersengketa.

Di dalam fungsionalitasnya sebagai media komunikasi (terutama bersifat verbal), peran bahasa

memiliki otoritas yang melebihi muatan semantisnya, misalnya dalam sebuah tindak tutur. Ia

juga dimanifestasikan sebagai sarana untuk menghukum, menghakimi, bahkan mematikan

karakter sosial individu yang sengaja untuk mempermainkan nilai-nilai hakiki tentang

(16)

Page | 16

DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. H.M. Burhan Bungin, S.Sos., M.Si. 2011. Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma,

dan Diskursus Teknologi Komunikasi. Jakarta: Kencana.

Tjilik. 1993. Kalimantan Membangun: Alam dan Kebudayaan. Disunting oleh Nila Riwut dan

Referensi

Dokumen terkait

Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C, terealisasi sebesar Rp. Terdapat pendapatan dari Obyek Retribusi Laboraturium dikelompokkan pada Jenis Retribusi Jasa Umum

Adanya pandangan para partisipan dalam penelitian ini bahwa perempuanlah yang merasakan ketidaknyamanan kehamilan dan melahirkan, pentingnya persetujuan suami dalam memilih dan

Data Flow Diagram (DFD) adalah alat pembuatan model yang memungkinkan professional sistem untuk menggambarkan sistem sebagai suatu jaringan proses fungsional yang

Penelitian yang dilakukan Dita & Made (2014) tentang Pengaruh Kompetensi dan Independensi Auditor Terhadap Kualitas Audit (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik di

Wanjekeche (2003) yang melaporkan kenaikan kadar karbohidrat pada tepung dengan pengupasan kulit pada koro benguk putih dari 54,28% menjadi 59,0% dan juga sesuai dengan

Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam pengajuan Hibah PKM Pengabdian Kepada Masyarakat dengan Judul “ Gerakan Spangul

Diajukan Sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pariwisata Pada Program Studi Manajemen Pemasaran Pariwisata.

[r]