• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengantar Ilmu Hukum ILMU HUKUM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pengantar Ilmu Hukum ILMU HUKUM"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

BUKU AJAR

PENGANTAR ILMU HUKUM

OLEH:

(2)

DAFTAR ISI

Bagian 1. Definisi dan Pemahaman Ilmu Hukum Bagian 2. Kemunculan Hukum Sebagai Bidang Ilmu

A. Sejarah Singkat B. Sumber Penemuan

C. Berbagai Aliran Penemuan Hukum Bagian 3. Ruang Lingkup dan Tujuan

A. Sistem Hukum B. Asas-asas Hukum C. Tujuan

D. Klasifikasi Hukum

Bagian 4. Konsep Dasar Ilmu Hukum A. Subjek Hukum

B. Objek Hukum C. Hak dan Kewajiban D. Peristiwa Hukum

E. Perbuatan Melawan Hukum F. Akibat Hukum

Bagian 5. Keadilan dan Kekuasaan dalam Ilmu Hukum A. Konsep Keadilan

B. Konsep Kekuasaan

(3)

Bagian 6. Kedudukan Ilmu Hukum di Masyarakat A. Manusia dan Masyarakat

(4)

Bagian 1

Definisi dan Pemahaman

Pengertian atau konsep sebenarnya merupakan abstraksi dan apa yang konkrit, individual dan dikenal dalam kehidupan sehari-hari. Dengan dirumuskan atau dijadikan pengertian atau konsep hukum, maka perumusan dan ruang lingkupnya menjadi jelas dan tegas. Pengertian hukum sebenamya merupakan pengertian ilmiah dan mempunyai batas yang tegas, sehingga berbeda dengan pengertian keseharihan. Kalau pengertian hukum tersebut berasal dan pengertian sehari-hari, misalnya yang digunakan dalam undang-undang atau dalam putusan hakim, maka pengertian tersebut akan memperoleh batasan yang tegas.

Olehkarenanya pada awal Bagian 1 Buku Ajar ini, capaian mata kuliah yang hendak dicapai adalah perihal Tujuan Kurikuler Mata Kuliah Ilmu Hukum dan Ilmu Hukum sebagai Ilmu Tentang Kenyataan.

(5)

diantaranya yang tidak memuat pendefinisian ilmu hukum dalam karya-karyanya. (Rasjidi, 1988).

Belum adanya kesepakatan para ilmuwan hukum dalam mendefinisikan ilmu hukum, disebabkan oleh dua faktor pertama adalah faktor internal karena adanya hal-hal/kondisi-kondisi yang terdapat dalam diri/lingkup hukum dimana hukum itu bersifat abstrak. Artinya, hukum memiliki sifat yang abstrak, walaupun dalam aplikasinya konkret, seperti dalam mekanisme peradilan dan pelaksanaan putusan hakim. Namun, perwujudan hukum di pengadilan itu merupakan salah satu bentuk pelaksanaan hukum, apabila terjadi perkara pidana/perdata atau terjadi konflik dalam masyarakat. Hukum jauh lebih luas dan sifatnya abstrak jika dibandingkan dengan proses peradilan. Sebagai ilustrasi, meja (benda konkret). Misalnya, Si Dadap mungkin akan mengatakan bahwa meja itu berkaki empat dan digunakan untuk menyimpan buku. Si Waru menyebutnya tempat untuk makan, sedangkan Si Li Chin mengatakan, meja itu digunakan untuk belajar.

(6)

Gambar 1.1.

Perbedaan sudut pandang akan berbeda pula suatu penyimpulannya

(sumber:http://www.dennysiregar.com)

Kemudian hukum mengatur hampir sebagian besar kehidupan manusia, baik ketika masih dalam kandungan, sedang hidup, maupun setelah meninggal dunia. Misalnya, ketika manusia masih dalam kandungan ibunya, ia sudah diberi hak oleh hukum untuk memperoleh warisan. Sedang hidupnya, manusia diberi hak oleh hukum dan orang lain diberi kewajiban untuk menghormati haknya, dan setelah meninggal dunia pun, manusia masih dipersoalkan oleh hukum mengenai masalah warisan yang ditinggalkannya serta utang-piutangnya saat masih hidup.

(7)

Kemudian faktor eksternal yaitu adanya hal-hal/kondisi yang mempengaruhi kesulitan mendefinisikan hukum yang ada di luar hukum, karena pertama faktor bahasa, yakni adanya kesulitan membahasakan simbol atau lambang-lambang hukum yang disebabkan beragamnya bahasa-bahasa di dunia. Artinya, keaneka-ragaman bahasa di dunia menyebabkan kesulitan untuk melambangkan simbol-simbol hukum dalam bahasa yang dapat dimengerti dan dipahami oleh manusia secara universal. Hal tersebut menunjukkan, bahwa faktor bahasa menjadi salah satu penyebab hukum didefinisikan yang dapat dimengerti oleh semua bangsa di dunia. Penyimbolan hukum dalam satu kata oleh satu bahasa, kemungkinan akan lain maknanya jika diartikan ke dalam bahasa lain, begitu pula sebaliknya.

Kesulitan-kesulitan dalam mendefinisikan hukum dari faktor bahasa menurut Curzon (1979) memiliki sifat khas sebagai berikut: (1) penggunaan kata-kata yang sangat dibatasi, (2) Penggunaan kata-kata dalam konteks yang sangat spesifik, (3) Kecenderungan setiap orang untuk memberi arti yang berbeda terhadap suatu hal. Adanya perbedaan istilah yang digunakan dalam ilmu hukum dengan arti kata istilah itu sendiri, termasuk perbedaan penggunaannya dalam pergaulan manusia sehari-hari, (4) Sejarah perubahan dalam konteks hukum itu sendiri.

(8)

rumusan definisi hukum, karena dipengaruhi oleh sudut pandang masing-masing. Sarjana hukum yang melihat hukum dari aspek pidana misalnya, akan berbeda rumusannya dengan ahli hukum yang melihat hukum dari aspek perdata, dan ahli hukum yang berkecimpung di dunia peradilan (hakim), umumnya memandang hukum pada proses/apa yang dilahirkan oleh pengadilan sebagai salah satu penyebab hukum begitu sulit didefinisikan. Kesulitan-kesulitan tersebut, jauh sebelumnya telah diprediksi oleh Emmanuel Kant bahwa “noch suchen die juristen eine definition zu ihrem begriffe von recht”, artinya “tidak ada seorang juris pun yang dapat memberi definisi hukum yang paling tepat”, dan sampai saat ini masih tetap berlaku.

Gambar 1.2.

L.J. van Apeldoorn salah satu ahli hukum yang merasa sulit mendefinisikan ilmu hukum itu sendiri

(sumber:http://www.biografischpotaal.nl)

(9)

penggunaan kata tersebut dalam bahasa Perancis dan bahasa Belanda adalah bukan suatu Ilmu Hukum melainkan suatu putusan hakim yang telah memiliki kekuatan hukum mengikat. (Marzuki, 2008). Definisi lainnya bahwa Ilmu Hukum merupakah salah satu dari sembilan pengertian hukum menurut Purbacara dan Soekanto (1979:12) yaitu:

Persepsi hukum dalam arti ilmu pengetahuan, secara garis besar mengkaji tentang kaidah-kaidah suatu bidang keilmuan. Tentunya suatu ilmu adalah merupakan salah satu intuisi pencari kebenaran yang mengacu pada metode ilmia secara rasional, sistematis, empiris. Rasional berarti cakupannya sesuatu hal yang masuk akal dan dapat dijangkau daya talar manusia umumnya. Sistematis berarti pada prosesnya melalui berbagai tahapan-tahapan terkonsep dan terarah. Kemudian empris berarti prosesnya dapat diamati dan dimaknai menggunakan panca indera. Dengan demikian hukum dapat dinyatakan sebagai suatu bidang keilmuan khusus karena telah memenuhi kaidah-kaidah keilmuan.

Persepsi hukum dalam arti disiplin, adalah setiap pengkajian berbagai fenomena hukum, tidak terlepas kaitannya dengan disiplin ilmua lainnya. Artinya ilmu hukum dapat menjadi suatu bagian dari berbagai kajian keilmuan lainnya.

(10)

Persepsi hukum sebagai tata hukum, berarti adanya proses pembentukan dan pemberlakuan hukum dalam ruang lingkup tertentu. Olehukumarenanya dikenal pula istilah hukum positif, sehingga setalah adanya proses pemahaman dan penguasaan hukum sebagai tata hukum ini dapat menentukan suatu keputusan sesuai dengan tatanan mekanisme yang telah dibentuk.

Persepsi hukum berwujud petugas hukum, sebagai pelaksana dan penjamin keberlangsungan hukum yang berlaku di masyarakat. Ketika antar manusia membentuk kelompok-kelompok maka disana terjadilah suatu interaksi. Agar kelompok-kelompok tersebut dapat bertahan dan saling memberikan manfaat maka timbul suatu kesepakatan bersama yang menjadi acuan dalam keberlangsungan hidupnya. Seperti ungkapan Cicero (106-43 SM)Ubi societas ibi ius, bahwa dimana ada masyarakat disitulah hukum ada. Manusia dalam kelompok-kelompok tersebut akan mendistribusikan peranan tertentu agar hukum itu berlaku.

Persepsi hukum sebagai keputusan penguasa, masih erat berkaitan dengan konsep Cicero diatas karena dalam kelompok-kelompok manusia terdapat sosok yang menjadi panutan dan dipercaya dapat mengurusi berbagai kepentingan kelompoknya. Pendistribusian peranan yang telah dilakukan, akan menghadapi berbagai permasalahan dan diharuskan mampu menyelesaikannya dengan mengambil suatu keputusan dan tindakan.

(11)

selalu terwujud karena proses rangkaiannya telah terbukti berjalan sesuai konsep.

Persepsi hukum adalah perilaku yang teratur atau konsisten, berkaitan pula dengan apa yang dijelaskan pada definisi hukum sebelumnya bahwa suatu proses hukum dialami tidak hanya sekali, berbagai permasalahan akan datang silih berganti dengan kesamaan maupun perbedaan. Respon yang dilakukan terhadap masalah tersebut merupakan perilaku untuk menghadapi dan menyelesaikan permasalahan tersebut. Konsistensi perilaku adalah sebagai upaya keputusan yang diambil dengan harapan keberhasilan yang telah dicapai sebelumnya dapat terwujud kembali.

Persepsi hukum sebagai jalinan nilai-nilai, terwujudnya tatanan hukum yang secara obyektif berlaku dan diterima oleh masyarakat perlu diseimbangkan melalui sudut pandang hukum dari subyektifitas dimana setiap individu-individu merasakannya. Nilai-nilai tersebut akan muncul berupa suatu kepentingan pribadi dan kepentingan bersama (umum) dan kemudian terjadi persinggungan keduanya. Hal yang akan terjadi bisa berbagai kemungkinan, tergantung kepentingan manakah yang lebih dominan atau pada saat keduanya seimbang dan searah tujuannya.

(12)

Objek PIH: Hukum dalam fenomena kehidupan manusia baik secara universal, baik hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis. Di negara yang menganut sistem hukum Anglo Sakson, ilmu hukum dikenal dengan istilah:

1. jurisprudenceyang berarti ilmu hukum, dan

2. legal theoryyang di Indonesia diistilahkan dengan teori hukum. Hukum sebagai ilmu (ilmu hukum), secara umum terfokus pada tiga bidang atau objek kajian, yaitu:

1. Ilmu tentang kaidah hukum (normwissenschaft) atau ilmu hukum normatif, mempelajari dan menganalisis peraturan hukum (UU) secara ”das sollen” atau apa yang seharusnya dilakukan dan seharusnya tidak boleh dilakukan. Misalnya, ilmu hukum pidana, ilmu hukum perdata, ilmu hukum tata negara, dan sebagainya. 2. Ilmu tentang sosiologi hukum atau kenyataan hukum

(tatsachenwissenschaft), mempelajari dan menganalisis hukum dalam kenyataan (law of fact) atau ”sein”, dan apakan hukum mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat, demikian pula sebaliknya. Sosiologi hukum tidak melakukan penilaian tentang benar salahnya suatu peristiwa atu gejala hukum yang terjadi, dan hanya menggambarkannya sebagaimana kenyataannya.

3. Ilmu tentang pengertian pokok hukum (begriffenwissenschaft) mempelajari dan menganalisis pengertian-pengertian dasar hukum, asas hukum, sistem hukum, dan sebagainya.

(13)

1. Metode idealis, yaitu metode yang berpangkal dari suatu pandangan bahwa hukum itu merupakan perwujudan dari nilai-nilai tertentu. Metode ini senantiasa mempertanyakan dan menguji keberadaan hukum dalam mewujudkan nilai-nilai dasar dari tujuan hukum.

2. metode normatif-analisis, yaitu metode yang memandang hukum sebagai sistem aturan yang abstrak. Hukum silihat sebagai institusi yang benar-benar otonom, dibicarakan sebagai subjek tersendiri, dan terlepas dari pengaruh lain.

3. metode sosiologis, yaitu metode yang berasumsi dari pandangan bahwa humum merupakan instrumen untuk mengatur kehidupan sosial masyarakat. Hukum dipandang sebagai fenomena sosial, sedangkan faktor kemasyarakatan mempengaruhi pembentukan, perkembangan, realita, serta efektifitas hukum dalam gerak kehidupan masyarakat.

4. metode historis, yaitu metode yang mempelajari hukum berdasarkan sejarah hukum itu sendiri. Hukum dianalisis dari kajian bagaimana perkembangan hukum dan pranatanya yang pernah berlaku pada masa lampau, serta bagaimana perbedaannya dengan hukum pada masa kini.

(14)

6. metode komparatif, yaitu metode yang mempelajari hukum dengan membandingkan antara tata hukum yang berlaku di suatu negara tertentu dengan tata hukum yang berlaku di negara lain, baik hukum pada masa lalu maupun hukum yang berlaku pada masa kini. Berdasarkan pendekatan metode komparatif atau perbandingan, diketahui perbedaan dan persamaan hukum yang berlaku pada negara-negara yang dikaji.

Masa kehidupan manusia di dunia ini, tidak dapat dipisahkan dari persinggungan antarindividu. Setiap individu tidak dapat hidup sendiri-sendiri, tanpa berhubungan dengan individu lainnya dalam kehidupan sosialnya. Hubungan antar sesama manusia ini sudah tercipta semenjak dilahirkan, walaupun masih terbatas dalam lingkungan keluarga. Dalam kehidupan berkelompok/bermasyarakat inilah, setiap individu mempunyai kepentingan sendiri-sendiri yang kadang bertentangan dengan kepentingan individu lainnya. Untuk menjaga kepentingan tersebut, agar tidak terjadi benturan yang dapat menimbulkan pertentangan, manusia menyepakati suatu Tatanan Hidup bermasyarakat yang disebut Hukum atau Tata Tertib, untuk mengatur keutuhan dan kelangsungan hidup umat manusia.

(15)

mengkaji pertukaran dinamika kehidupan masyarakat dengan hukum itu sendiri.

Supaya lebih paham, apa hukum itu? tentunya perlu mengetahui pengertian/definisi hukum itu sendiri. Untuk mengetahui batasan/definisi hukum, merupakan pencerminan dari keingintahuan manusia untuk mempelajari, mengetahui, dan memahami hukum dalam mengarungi cakrawala hukum yang begitu sangat luas cakupannya, termasuk segala aspek yang melingkupinya. Pandangan dan penilaian tahap hukum dalam masyarakat selama ini cukup banyak seperti terlihat dengan beragamnya definisi hukum yang dikemukakan oleh para ahli hukum.

Pandangan dan penafsiran yang dilakukan, baik oleh para ahli hukum maupun oleh warga masyarakat terhadap hukum, merupakan salah satu penyebab kesulitan membuat suatu definisi hukum yang lengkap, singkat, dan sistematis yang mampu menggambarkan substansi nilai-nilai dari hukum secara menyeluruh. Sampai hari ini belum ada suatu rumusan/definisi hukum yang disepakati oleh para ilmuwan hukum. Hal tersebut perlu dipahami, mengingat adanya kesulitan mendefinisikan hukum, baik oleh kondisi yang ada di dalam hukum maupun yang ada di luar hukum itu sendiri.

Definisi hukum memegang peranan penting dalam mempelajari hukum lebih mendalam. Walaupun selama ini belum ada suatu definisi hukum yang lengkap dan tuntas yang dapat diterima oleh semua kalangan, bukan berarti tidak ada definisi hukum. Begitu banyak definisi hukum dikemukakan oleh ilmuwan hukum yang tentu saja sangat berguna dalam hal:

(16)

2. Berguna bagi kalangan yang ingin lebih jauh memperdalam teori hukum, ilmu hukum, fuilsafat hukum, dan sebagainya.

Arnold salah seorang sosiolog, mengemukakan, dalam kenyataannya hukum memang tidak akan pernah dapat didefinisikan secara lengkap, jelas, dan tegas. Namun, Arnold juga menyadari bahwa bagaimana pun para juris tetap terus berjuang mencari bagaimana hukum didefinisikan, sebab definisi hukum merupakanakan bagian yang substansial dalam memberi arti keberadaan hukum sebagai ilmu. Hukum merupakan sesuatu yang rasional dan dimungkinkan untuk dibuatkan definisi sebagai penghormatan para juris terhadap eksistensi hukum.

Memahami pandangan Arnold dan Immanuel Kant, bukan berarti berhentinya ilmuwan hukum mencari dan menemukan rumusan yang kemungkinan dapat merangkum seluruh aspek yang melingkupi hukum, walaupun sejumlah definisi hukum yang dikemukan oleh para pakar hukum tersebut belum disepakati bersama. Oleh karena itu, perlu ada definisi hukum sebagai pegangan untuk mengetahui dan memahami hukum baik secara praktis maupun secara formal.

Beberapa pemahaman hukum berdasarkan bagian-bagian tertentu diantaranya :

Paham Hukum Alam

(17)

Paham Antropologis

1. Schapera, hukum adalah setiap aturan tingkah laku yang mungkin diselenggarakan oleh pengadilan.

2. Paul Bohannan, hukum adalah merupakan himpunan kewajiban yang telah dilembagakan kembali dalam pranata hukum.

3. Pospisil, hukum adalah aturan-aturan tingkah laku yang dibuat menjadi kewajiban melalui sanksi-sanksi yang dijatuhkan terhadap setiap pelanggaran dan kejahatan melalui suatu otoritas pengendalian.

Paham Historis

1. Karl von Savigny, hukum adalah aturan yang terbentuk melalui kebiasaan dan perasaan kerakyatan, yaitu melalui pengoperasian kekuasaan secara diam-diam. Hukum berakar pada sejarah manusia, dimana akarnya dihidupkan oleh kesadaran, keyakinan, dan kebiasaan warga masyarakat.

2. Marxist, hukum adalah suatu pencerminan dari hubungan umum ekonomis dalam masyarakat pada suatu tahap perkembangan tertentu.

Paham Positivis dan Dogmatis

(18)

a. Hukum dilihat semata-mata sebagai kaidah bersanksi yang dibuat dan diberlakukan oleh negara, padahal di dalam kenyataannya kaidah tersebut belum tentu berlaku.

b. Undang-undang yang dibuat oleh negara, hanya salah satu sumber-sumber hukum.

c. Hanya warga masyarakat yang dilihat sebagai subjek hukum, padahal dalam kenyataannya dikenal pula adanya hukum tata negara, hukum administrasi negara dan sebagainya.

2. Hans Kelsen, hukum adalah suatu perintah terhadap tingkah laku manusia. Hukum adalah kaidah primer yang menetapkan sanksi-sanksi.

3. Paul Scholten, hukum adalah suatu petunjuk tentang apa yang layak dilakukan dan apa yang tidak layak untuk dilakukan yang bersifat perintah.

4. Van Kan, hukum adalah keseluruhan aturan hidup yang bersifat memaksa untuk melindungi kepentingan manusia di dalam masyarakat.

Paham Sosiologis

1. Roscoe Pound, bahwa hukum itu dibedakan dalam dua arti:

a. Hukum dalam arti sebagai tata hukum, mempunyai pokok bahasan,

(1) Hubungan antara manusia dengan individu lainnya;

(19)

b. Hukum dalam arti kumpulan dasar-dasar kewenangan dari putusan-putusan pengadilan dan tindakan administratif. Pandangan Roscoe Pound tergolong dalam aliran Sosiologis dan Realis.

2. Eugen Ehrlich, seorang pakar hukum Jerman, mengatakan hukum adalah sesuatu yang berkaitan dengan fungsi kemasyarakatan dan memandang sumber hukum hanya dari legal history and jurisparaudence dan living law (hukum yang hidup dalam masyarakat).

3. Bellefroid, mengatakan bahwa hukum adalah kaidah hukum yang berlaku disuatu masyarakat yang mengatur tata tertib masyarakat dan disadarkan atas kekuasaan yang ada di dalam masyarakat itu. Paham Realis

1. Holmes, seorang hakim di Amerika Serikat, hukum adalah apa yang dikerjakan dan diputuskan oleh pengadilan.

2. Llewellyn, mengatakan bahwa hukum adalah apa yang diputuskan oleh seorang hakim tentang suatu persengketaan, adalah hukum itu sendiri.

3. Salmond, hukum adalah kumpulan asas-asas yang diakui dan ditetapkan oleh negara di dalam pengadilan.

(20)

Bagian 2

Kemunculan Hukum Sebagai Bidang Ilmu

Hukum berfungsi untuk melindungi kepentingan-kepentingan manusia dalam hidup bermasyarakat, dengan tujuan mencipta-kan kehidupan masyarakat yang damai dan sejahtera. Sebagai alat perlengkapan manusia dalam hidup bermasyarakat, hukum berasal dan berakar dan masyarakat itu sendiri. Bahan atau materi hukum berasal atau ada dalam kehidupan masyarakat. Hukum timbul melalui proses sosial atau tercipta karena memang sengaja dibentuk oleh pihak yang mempunyai kewenangan atau mendapatkan pembenaran dan masyarakat yang bersangkutan.

Untuk mendapatkan bahan dalam pembentukan peraturan perundangundangan atau untuk mengetahui dan menemukan hukum, serta selanjutnya dapat menerapkannya dalam kasus konkrit, kita harus menemukan sumber hukum. Di samping sumber hukum sebagai tempat untuk menemukan atau menggali hukum, juga sebagai dasar untuk mengikatnya hukum.

Dalam usaha mengetahui, memahami dan menghayati sumber hukum, perlu dipelajari tentang: Sejarah Singkat, Sumber Penemuan dan Berbagai Aliran Penemuan Hukum. Pada Bagian 2 Buku Ajar ini akan membahas berkenaan dengan capaian mata kuliah tentang Sejarah Perkembangan Hukum dan Mazhab-mazhab dalam Hukum.

A. Sejarah Singkat

(21)

peradaban. Negara kota begitu dikenalnya atau secara bahasa Yunani disebutpolis.

Polis-polis tersebut tidaklah sebesar Negara Indonesia atau Negara pada umumnya, luasnya sama seperti kota pada umumnya dengan penduduk yang tidak terlalu banyak. Sehingga para warganya dapat berpartisipasi secara langsung terhadap berbagai progam-program pemerintahannya. Tidak heran apabila sejak dahulu orang Yunani dikenal mampu mengatasi berbagai persoalan masyarakat yang hadir di setiap kurun waktu.

(22)

Gam Ilustrasi tatanan kehidupan m

(sumber:http://www.s

Dengan adanya tahapan pe Negara kota tersebut menjadikan ko Kehidupan sosial seperti mus kemampuan menentukan pilihan, te dengan adanya kemampuan individu munculnya sifat individualisme peradaban tersebut. Konsekuensi

dibentuknyarule of lawagar sifat individu Peradaban lain di Eropa selain Sparta, Makedonia, dan yang besar berbagai wilayah menjadikan Roma sistem tatanan pemerintahan yang filsuf Eropa berkiblat ke Yunani. merupakan perwujudan dari prinsip perjanjian masyarakat yang denga

ambar 2.1.

n masyarakat Negara Kota (Polis)

w.slideshare.net/bbednars)

(23)

Gam Kekuatan pasukan Romawi yan

(sumber http://ww

Pada masa kaisar Iustianius hu padaCorpus Iuris Civilis, ini yang ke secara keseluruhan, mengingat jika tidak akan menjadi satu kesatuan ba pada tahun 1087 di Bologna-Italia, suatu pengetahuan yang dipelajari se hukum dijauhkan dari campuran k aturan-aturan, putusan-putusan, serta masyarakat diplejari para ahli ma terwujudnya proses pendistribusia keberlangsungan hukum di masyara diantaranya konsultan sebagai pe pemegang suatu putusan, advok masyarakat, perancang undang-un acuan yang berlaku sudah sesuai.

ambar 2.2.

yang menginvasi keberbagai tempat

//www.wordpress.com)

(24)

Ketika suatu hukum dipelaja keilmuan, dan disebutkan pula bahw maupun religi yang merupakan ba Tentunya perlu kehatia-hatian dala ketiga hal tersebut, hukum-politik-r bidang ilmu.

Pengkajian awal mulanya huku sekolah Eropa ternyata bukan tentan Namun masyarakat eropa mempe naskah peninggalan peradaban Roma kejadian masyarakat seperti aturan putusan-putusan yang diambil dalam tentang struktur tatanan masyarakat

Gam Potret Kaisar Iustinianus di

(Sumber: http://www.wikid

Kebesaran Romawi adalah me sebagai suatu ilmu, hampir seluruh melakukan invasi ke berbagai suku

lajari oleh masyarakat menjadi sebuah bahwa pengkajiannya terpisah dari politik bagian penting di masyarakat pula. dalam menentukan batasan-batasan dari religi sehingga menjadi identitas suatu

hukum sebagai bidang ilmu di sekolah-ntang hukum yang sedang berlaku saat itu. mpelajari hukum dari berbagai naskah-Romawi. Berbagai hal peristiwa dan turan-aturan dalam berinteraksi, berbagai lam menyelesaikan permasalahan, hingga

at yang pernah ada.

ambar 2.3.

s di Basilika San Vitale, Ravenna

kidepa.org/wikid/Yustinianius_I)

(25)

suatu peradaban Byzantium. Untuk dapat mengontrol daerah kekuasaan Romawi yang begitu luasnya, maka di wilayah Eropa Timur pun ditetapkan daerah ibukota baru dinamakan Konstatinopel sesuai dengan nama Kaisar Konstantin sebagai penguasa. Pergantian kaisar silih berganti, beranjak ke Kaisar Theodosius, hingga dinasti Carolingus, kesemuanya memakai sistem hukum peninggalan Iustinianus. Sehingga para ahli pembelajar di universitas-universitas Eropa meyakini bahwa peninggalan sistem hukum tersebut tidak saja berlaku pada masanya, melainkan dapat diadopsikan pada waktu dan tempat mana pun.

Adalah fakultas Hukum di Universitas Bologna awal mula hukum Romawi dipelajari melalui teks-teks kuno peninggalan Kaisar Iustinianus. Teks tersebut memuat 4 hal pokok yang menjadi ruh dari pelaksana sistem hukum di Romawi. Pertama adalah bagianCaudex dimana berisi berbagai aturan-aturan serta putusan-putusan yang diambil oleh pemimpin sebelumnya. Kedua adalah Novellae yang merupakan aturan-aturan hukum yang dikodifikasi oleh Kaisar Iustinianus. Ketiga adalah Instituti berbentuk suatu buku pedoman bagi masyarakat dalam melaksanakan sistem hukum pada masanya. Terakhir adalah bagian Digesta berisi tentang himpunan berbagai pendapat ahli hukum Romawi perihal aturan-aturan bagi individu dan masyarakat. Bagian ini menjadi yang sangat berarti karena memuat konsep hak dan kewajiban suatu warga masyarakat Romawi. Ke empat bagian tersebut hingga kini dikenal dengan sebutan Corpus Iuris Civilis.

(26)

yang saat itu ada. Para mahasiswa sedikit demi sedikit menyalin ulang kata dan bahasa pada Digesta, sedangkan Dosen membacakan dan mengoreksi ejaan bahasa Romawi kuno tersebut. Sedemikian berari bagi para pembelajar hukum saat itu, hingga anggapan mereka terhadapCorpus Iuris Civilissama agungnya dengan Alkitab dalam agama mereka.

Seiring berkembangnya zaman, pembelajaran Hukum di Universitas Bologna pun terjadi perubahan. Dosen sebagai Glossator kemudian berubah menjadi sebagai Commentator. Kemampuan analisis yang semakin meningkat didukung dengan perkembangan ilmu yang maju maka kegiatan mengomentari secara sistematis terhadap berbagai permasalahan-permasalahan hukum. Namun demikian mereka tetap berpegang pada hukum yang berlaku, tidak merasa hukum yang ada sudah bukan zamannya lagi. Sehingga para pembelajar memperluas wawasan terhadap kondisi yang telah berlalu, sedang berlangsung dan yang akan terjadi di masa depan.

(27)

Gambar 2.4.

Ilustrasi para ahli hukum Universitas Bologna mengkaji naskah kuno peninggalan Peradaban Romawi

(sumber: htttp://en.wikipedia.org/wiki/University_of_Bologna

B. Sumber Penemuan

(28)

masyarakat, lembaga pengadilan yang lebih tinggi, ilmu pengetahuan hukum, bahkanjuga kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Implementasi pertanggungjawaban hakim sampai di han akherat tersebut disakralkan bahwa setiap putusan hakim harus bertitel DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA (Pasal 4 ayat (1) UU No. 4 Tahun 2004).

Hakim tidak hanya diposisikan sebagai penegak hukum, tetapi juga penegak keadilan yang benar. Dalam memutus perkara tidak cukup hanya mendasarkan pada bunyi suatu undang-undang, tetapi juga harus mempertimbangkan jiwa dan ratio legis yang mendasari undang-undang atau pasal-pasal tertentu yang akan dijadikan dasar untuk menjatuhkan putusan. Bahkan Undang-undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman mewajibkan lebih dan itu, bahwa dalam memutus perkara hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-niiai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat; dan dalam perkara pidana untuk mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim juga harus mempenhatikan pula sifat yang baik dan jahat dan terdakwa (Pasal 28 UU No. 4 Tahun 2004).

(29)

Kebebasan hakim dalam memutus perkara dimaksudkan agar putusan yang dijatuhkan mencerminkan hukum yang hidup dan rasa keadilan masyarakat. Kebebasan hakim dalam memutus tidak mutlak atau tanpa batas, kebebasan tersebut dibatasi oleh Pancasila, undang-undang, kepentingan para pihak dan ketertiban umum. Patokan pertama yang harus dipegang hakim adalah undang-undang, kalau undang-undang ternyata tepat, artinya jelas, rind, mempunyal potensi melindungi kepentingan umum atau tidak menimbulkan perkosaan dan ketidakpatutan, serta sesuai dengan peradaban dan kemanusiaan, maka undang-undang haruslah diterapkan. Sebaliknya kalau undang-undang isinya bertentangan dengan kepentingan umum, kepatutan, peradaban, dan kemanusiaan, maka hakim dibenarkan memutus bertentangan atau berbeda dengan ketentuan undang-undang, atau hakim dibenarkan melakukan tindakan cotra legem (Harahap, 2005 : 860).

(30)

melakukan penemuan hukum bahkan mungkin sampai pada pembentukan hukum.

Sebenarnya yang melakukan kegiatan penemuan hukum bukan hanya hakim, tetapi juga para penegak hukum yang lain dan pembentuk peraturan perundang-undangan, serta dosen atau para peneliti hukum, bahkan warga masyarakat yang sedang menghadapi kasus biasanya juga berusaha mencari apa hukumnya dalam kasus yang dihadapinya tersebut. Kalau diperbandingkan antara hakim, pembentuk peraturan perundang-undangan dan dosen atau para peneliti hukum yang melakukan penemuan hukum, hasilnya dapat dibedakan, yaitu: Hakim — penemuan hukumnya bersifat konfliktif, sebab berkaitan dengan peristiwa konkrit atau konflik yang harus diselesaikan. Hasil penemuan hukumnya berupa hukum in concreto dan dapat menjadi sumber hukum; Pembentuk peraturan perundang-undangan-penemuan hukumnya bersifat preskriptif, sebab yang dihadapi peristiwa abstrak yang masih akan terjadi. Hash penemuan hukum adalah hukum in abstracto dan merupakan sumber hukum; Dosen atau peneliti hukum-penemuan hukumnya bersifat teoritis. Hasil penemuan hukumnya bukan hukum, namun sebagai doktrin dapat menjadi sumber hukum.

(31)

Ada beberapa pasal dalam UU No. 4 Tahun 2004 yang dapat dijadikan dasar hukum dilakukan penemuan hukum oleh hakim, yaitu:

Pasal 5 ayat (1) Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membedakan orang.

Pasal 16 ayat (1) Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memerikya dan mengadilinya.

Pasal 28 ayat (1) Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilamilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.

Dari uraian tersebut di atas sebenamya sudah nampak ketentuanketentuan hukum apa saja yang dapat digunakan oleh hakim sebagai sumber melakukan penemuan hukum. Di samping peraturan perundang-undangan danlatau hukum kebiasaan atau hukum adat, sebenarnya masih ada sumber lain untuk melakukan penemuan hukum, yaitu: putusan desa misalnya dalam penyelesaian perkara perdata yang berobjek tanah terutama di daerah

(32)

karena penjanjian internasional, maka perjanjian intemasional juga termasuk sumber penemuan hukum. Untuk perjanjian internasional yang bersifat umum, setelah ada peraturan pelaksanaannya hakim dapat menerapkannya, kecuali konvensi atau perjanjian internasional (traktat) yang bersifat self executing, artinya dinyatakan langsung berlaku tanpa memerlukan peraturan pelaksanaan (Harahap, 2005 : 850).

Dalam memeriksa suatu perkara, ada tiga tahap kegiatan hakim, yaltu mengkonstatir peristiwanya, mengkualifisir peristiwa yang terbukti sebagai hubungan hukum apa atau sebagai perbuatan hukum yang mana, dan yang terakbir mengkonstituir atau memberikan hukumnya atau keadilannya. Setelah proses pembuktian dan hakim telab mengkonstatir peristiwanya, hakim wajib melakukan penemuan hukum. Dalam hal ini ada beberapa metode penemuan hukum yang dapat digunakan oleh hakim, yaitu: (I) metode penafsiran atnu interpretasi yang dikenal ada beberapa metode interpretasi; (2) metode argumentasi; dan (3) kalau dengan kedua metode penemuan hukum tersebut tidak berhasil, hakim barulah menciptakan sendiri hukumnya berdasarkan fakta positif yang telah terbukti.

C. Berbagai Aliran Penemuan Hukum

(33)

akibatnya lahirlah aliran dalam penemuan hukum. Adanya aliran-aliran tersebut adalah berkaitan dengan hukum yang mana yang diterima sebagai sumber hukum, yaitu: legisme, begriffsjurisprudenz, interessenjurisprudenz atau freirechtsschule, soziologische rechtsshule dan penemuan hukum bebas.

Legisme

Inti dan ajaran legis mengatakan bahwa satu-satunya sumber hukum adalah undang-undang; dan di luar undang-undang, tidak ada hukum. Hukum kebiasaan hanya ada apabila diperbolehkan oleh hukum undang-undang. Ajaran legis sebenarnya mulai dipropagandakan oleh mereka yang inempelajari hukum Romawi dan Kanonik, kira-kira mulai abad pertengahan. Ajaran legis sebenarnya cocok dengan ajaran hukum kodrat yang juga kurang menyetujui hukum kebiasaan. Dapat disebut sebagai pendukung ajaran hukum kodrat adalah Montesquieu, yang antara lain mengatakan bahwa tugas pembentukan hukum adalah semata-mata hak luar biasa dan pembentuk undang-undang. Tokoh lain adalah Rousseau sebagai tokoh teori kedaulatan at yang antara lain mengatakan bahwa kehendak bersama dan rakyat adalah kekuasaan tertinggi, undang-undang adalah pernyataan kehendak tersebut, maka tidak ada sumber lain, selain undang-undang. Senada dengan ajaran Montesquieu dan Rousseau, aliran legis berpendapat, bahwa kedudukan hakim adalah pasif, hakim hanya terompet undang-undang, hakim hanya bertugas memasukkan sesuatu hat yang konkrit dalam peraturan perundang-undangan dengan jalan silogisme hukum, secara deduksi logis (Sanusi, 1977 :51).

(34)

terjadinya tindakan yang sewenang-wenang dan penguasa. Sedangkan kelemahan atau segi negatifnya, bahwa ajaran legis bersifat berat sebelah dan hanya cocok untuk hukum yang berbentuk undang-undang. Adalah tidak benar, kalau tugas hakim hanya mempelajari, menganalisis dan dengan menggunakan silogisme, yaitu deduksi yang logis dapat menyelesaikan peristiwa-peristiwa konkrit yang diajukan kepadanya. Hal tersebut disebabkan bahwa undang-undang secara relatif adalah terbatas, dan seringkali tidak jelas, sehingga hakim perlu menafsirkannya.

Begriffsjurisprudenz

Ajaran ini masih mendasarkan pada ajaran legis, namun berusaha memperbaiki kelemahan yang ada, yaitu dengan mengajarkan bahwa undangundang memang tidak Iengkap, tetapi tetap dapat memenuhi kekurangannya itu sendiri, sebab undang-undang mempunyai daya meluas. Sebagai sumber hukum adalah undang-undang dan hukum kebiasaan. Cara memperluas hukum hendaknya normiogist dan dipandang dan segi dogmatik, dengan alasan bahwa hukum adalah merupakan satu kesatuan yang tertutup yang menguasai semua tingkah laku sosial. Begriffsjurisprudenz berpendap bahwa hakim bebas dan ikatan-ikatan undang-undang, namun demikia. hakim tetap harus bekerja dalam sistem hukum yang tertutup. Sebenarny hakim tidak membentuk hukum, yang dikerjakan hakim hanyalab membuka tabir pikiran-pikiran yang ada dalam undang-undang.

(35)

undang-undang itu hanya sebagai alat, sehingga ajaran ini dapat dikatakan sebagai ajaran tentang pengertian, sebagai suatu permainan pengertian. Begriffsjurisprudenz sangat menonjolkan, bahkan dapat dikatakan mendewa-dewakan ratio dan logika, dan merasa puas dengan terjaminnya kepastian hukum. Padahal pekerjaan hakim tidak semata-mata logis ilmiah, namun diperlukan juga pertimbangan-pertimbangan budi yang sifatnya irasional seperti kebenaran, perasaan keadilan dan kemanfaatan bagi masyarakat.

InteressenjurisprudenzatauFreirechtsschule

Sebagai ajaran yang tidak menerima dasar-dasar pikiran Legisme dan Begriffsjurisprudenz, Jnteressenjurisprudenz atau dapat disebut sebagal ajaran kebebasan hakim mengatakan bahwa undang-undang tidak lengkap dan bukan merupakan satu-satu sember hukum, masih ada sumber hukum lam tempat hakim menemukan hukumnya. Undang-undang, kebiasaan dan sebagainya hanyalah sarana bagi hakim dalam menemukan hukumnya. Yang dipentingkan di sini bukan kepastian hukum, melainkan kemanfaatan bagi masyarakat. Hakim dan para pejabat lain mempunyai kebebasan yang seluasluasnya dalam menemukan hukum.

Bahkan dalam usaha mewujudkan hukum seadil-adilnya hakim diperbolehkan menyimpang dan ketentuan undang-undang. Menurut Interessenjurisprudenz hukum lahir karena peradilan.

(36)

Soziologische rechtsshule

Ajaran ini tidak setuju dengan apa yang diajarkan oleh Interessenjurisprudenz. Undang-undang harus lab dihormati, hakim memang mempunyai kebebasan dalam menyatakan hukum, tetapi kebebasan tersebut masih dalam kerangka undang-undang. Dalam memutus perkara, hakim mendasarkan pada undang-undang dan juga harus dapat dipertanggungjawabkan terhadap asas-asas keadilan, kesadaran dan perasaan hukum yang hidup dalam masyarakat. Dengan perkataan lain untuk menemukan hukumnya, hakim harus mencarinya dalam kebiasaan-kebiasaan dalam masyarakat.

Soziologisehe rechtsshule mengajarkan bahwa pada akhirnya yang primer bagi hukum adalah penyesuaiannya dengan kesadaran hukum masyarakat. Hal tersebut menggambarkan adanya pendemokrasian atau penyosialisasian dan hukum.

Aliran Sistem Hukum Terbuka

(37)

Aliran sistem hukum terbuka mengatakan bahwa tugas hakim menciptakan hukum. Undang-undang bukan merupakan peranan utama, tetapi merupakan alat bantu untuk memperoleh pemecahan yang menunit hukum tepat dan tidak perlu harus sama dengan penyelesaian yang sesuai undang-undang. Hakim bukan hanya menerapkan undang-undang, tetapi menciptakan penyelesaian yang tepat untuk peristiwa konkrit, sehingga peristiwa-peristiwa yang terjadi kemudian dapat diselesaikan dengan kaidab hukum yang telah diciptakan oleh hakim.

Aliran-aliran tersebut di atas berusaha menjawab apakah yang merupakan sumber hukum. Dalam garis besarnya, kalau dihubungkan dengan tugas hakim, dapat dikelompokkan dalam ada 3 (tiga) aliran, yaitu: 1. Legisme, sebagai aliran yang menganggap bahwa undang-undang merupakan satu-satunya sumber hukum, yurisprudensi tidak penting Dalam mempelajari hukum, undang-undang adalah primer, sedangkan yurisprudensi adalah sekunder. Hakim tugasnya hanya menerapkan undang-undang (Wetstoepassing) dengan jalan juridisch syllogisme, yang sifatnya ligische deductie dan preposisi mayor kepada preposisi minor sehingga sampai pada conclusio.

2. Freirechtsbewegung atau aliran kebebasan hukum, yang intinya bahwa dalam melaksanakan tugasnya hakim bebas, apakah akan mengikuti undang-undang atau tidak. Tugas hakiin adalah menciptakan hukum (Rechtschepping). Dalam mempelajari hukum, yurisprudensi adalah primer, sedangkan undang-undang adalah sekunder.

(38)
(39)

Bagian 3

Ruang Lingkup dan Tujuan

Hukum mempunyai fungsi khusus untuk melindungi kepentingan-kepentingan manusia dalam hidup bermasyarakat. Hukum juga mengatur hubungan antara manusia yang sama dengan manusia yang lain dalam hidup bermasyarakat agar tercipta kedamaian hidup bersama. Kedamaian bersama tersebut tentunya juga diharapkan dapat menciptakan kesejahteraan hidup pribadi dan antar pribadi. Mengingat dalam hidup bermasyarakat tidak selamanya berjalan lancar, bahkan sering terjadi pelanggaran hukum, maka harus juga dipelajari kemungkinan terjadinya penyimpangan-penyimpangan hukum.

Untuk mengetahui, memahami dan dapat menghayati hukum, kita harus mengetahui ruang lingkup dan tujuan suatu kaidah hukum. Setelah mempelajari Bagian 4 Buku Ajar ini, setidaknya telah mempunyai dasar untuk mempelajari hukum ke tahapan selanjutnya.

A. Sistem Hukum

Sistem hukum adalah satu kesatuan komponen-komponen pemebentuk tatanan hukum, dimana kesemuanya saling terkoneksi dan memiliki peranan yang saling mendukung. Hal tersebut merupakan identitas khusus suatu tatanan sistem, adanya hubungan fungsional demi mencapai tujuan yang sama dan berjalan mengikuti mekanisme. Olehkarenanya penting dilakukan penyusunan suatu struktur dan pendistribusian peranan.

(40)

kala terjadi suatu friksi antar komponen tersebut. Timbulnya konflik dari suatu friksi tersebut adalah puncaknya, perlu dilakukan suatu perlakuan agar meminimalisir kejadian tersebut diantaranya:

1. Apabila terjadi konflik di antara peraturan perundang-undangan maka haruslah diselesaikan oleh asas-asas peraturan perundang-undangan juga;

2. Apabila terjadi konflik antara peraturan perundang-undangan dengan norma adat masyarakat maka harus diselesaikan dengan berlandaskan pada sifat kaidah hukum peraturan perundang-undangan. Sehingga kemungkinan keduanya kalah dan menang adalah sama;

3. Apabila terjadi konflik antara peraturan perundang-undangan dengan suatu putusan pengadilan, maka putusan hakim tentunya yang akan memenangkan. Alasannya berdasar pada asas res judicata pro veritae habitur yakni suatu putusan hakim hanya bisa dikalahkan oleh putusan hakim diatasnya.

Konflik dalam suatu sistem hukum adalah hal yang bisa ditemui kapanpun, selama perkembangan sistem hukum terus berlanjut. Pemecahan masalah terhadap konflik tersebut haruslah berasal dari dalam sistem hukum itu sendiri. Hingga dirasakan tidak terdapat suatu pemecahan masalah dari dalam, maka wajib mencari temua di luar sistem itu sendiri atau akan merusak dan mengacaukan sistem yang telah ada. Prosesnya pencarian jalan keluar tersebut menggunakan proses interpretasi, argumentasi hingga mengkontruksi hukum.

(41)

mempunyai hubungan timbal balik dengan lingkungannya, sistem hukum merupakan kesatuan unsur-unsur (yang berupa peraturan dan penetapan) yang dipengaruhi oleh faktor-faktor kebudayaan, sosial, ekonomi, sejarah, dan sebagainya. Peraturan hukum itu terbuka untuk penafsiran yang berbeda, oleh karenanya akan terjadi perkembangan.

Sistem hukum meliputi keseluruhan hukum yang ada dan berlaku, secara tersurat ataupun tersirat di berbagai elemen masyarakat sehingga terdapatlah berbagai unsur pembentuknya, yaitu:

1. Undang-undang, mencakup aturan yang disusun oleh pemimpin/penguasa berkompeten di bidangnya, dan dikodifikasi berupa tulisan pada perundang-undangan;

2. Adat/kebiasaan, merupakan pola perilaku masyarakat secara teratur dalam kurun waktu yang lama dan menciptakan tatanan kehidupan ideal;

3. Yurisprudensi, merupakan proses penciptaan aturan-aturan hukum oleh hakim guna menghadapi berbagai persoalan di masyarakat; 4. Traktat, ruang lingkupnya sangat terbatas hanya sebatas

perjanjian-perjanjian pihak tertentu dan tidak selalu mengikat untuk umum; 5. Ilmiah, seperti halnya traktat hanya mencakup proses pencarian

kebenaran para ahli hukum.

B. Asas Hukum

(42)

Asas hukum merupakan alasan umum yang menjadi dasar kelahiran suatu peraturan hukum. dengan demikian peraturan-peraturan hukum yang ada, pada akhirnya kembali pada asas-asasnya. Dalam pembentukan perundang-undangan terdapat beberapa asas yang harus menjadi acuan. Pertama adalah asas hukum umum, sebagai asas asas kesusilaan yang tidak terikat tempat dan waktu. Kedua adalah asas hukum sebagai jiwa kebangsaan, untuk mencapai cita-cita luhur bangsa harus selaras dengan apa yang menjadi pandangan hidup dasar negara. Ketiga adalah asas hukum pembentukan perundang-undangan, sebagai pondasi awal pembentukan maka kesatuan tekad dan kebersamaan yang kuat akan menjadikan struktur perundang-undangan kokoh dalam menghadapi berbagai realitas hukum di masyarakat.

Meskipun atura-aturan hukum telah hadir, asas-asas hukum tidak akan terlupakan. Asas-asas hukum merupakan salah satu nilai yang hidup, tumbuh, dan berkembang seiring berkembangnya masyarakat. Dengan demikian asas hukum mempunyai suatu peranan yang penting dalam pembentukan hukum, karena asas hukum yang mengarahkan pada pembentuk perundang-undangan sehingga ditetapkan. Setelah memahami asas hukum tersebut, dapat difahami tujuan yang dikehendaki, dan asas hukum akan sangat dibutuhkan bagi:

1. Pembentuk perundang-undangan, karena asas hukum memberikan dasar dan alasan dalam proses pembentukan hukum;

2. Hakim, karena asas hukum memberi bahan dalam menafsirkan undang-undang dan juga dalam melaksanakan undang-undang sesuai dengan cita-cita dan pandangan hidup masyarakat;

(43)

Selain itu, asas hukum ternyata dapat kita jumpai di berbagai peraturan hukum konkrit, kemudian secara rinci dijabarkan kedalam pasal-pasal maupun bagian penjelas umum suatu perundang-undangan. Tetapi tidak menutup kemungkinan asas hukum juga tidak dimuat secara nyata dalam perundang-undangan.

C. Tujuan

Tujuan hukum mengarah kepada sesuatu yang hendak dicapai. Oleh karena itulah, tidak dapat disangkal kalau tujuan hukum merujuk kepada sesuatu yang ideal sehingga dirasakan abstraknya. Pemikir Yunani beberapa diantaranya yang memikirkan tentang tujuan hukum adalah Aristoteles. Filsuf ini melihat realita bahwa secara alamiah manusia adalah binatang politik (zoon politicon) atau diperhalus dengan istilah makhluk bermasyarakat. Ia mengemukakan bahwa suatu negara didasarkan atas hukum sebagai satu-satunya sarana yang tepat dan dapat digunakan untuk mencapai kehidupan yang lebih baik yang merupakan tujuan suatu organisasi.

Gambar 3.1.

(44)

(sumber: http://w

Akan tetapi Aristoteles menya tidak mungkin untuk kasus-kasus penerapan hukumyang kaku.untuk me mengusulkan adanya equity. Ia me tehadap hukum apabila hukum itu Biasanya hukum mempertimbangka dan tipenya bersifat biasa, yakni buk

Dari apa yang disimpulkan te Aristoteles bahwa untuk mencapai tujuan hukum. dalam bentuk permasalahan bukan hanya suatu kepentingan dalam hidup bermasya diadopsi oleh Thomas Aquinas da pertengahan. Sebagaimana Aristote adalah untuk mencapai kehidupan y

://www,wikipedia.org)

yadari bahwa pelaksanaan hukum bukan konkret akan terjadi kesulitan akibat tuk mengatasi masalah tersebut Aristoteles mendefinisikan equity sebagai “koreksi itu kurang tepat karena bersifat umum”. kan sebagian besar peristiwa yang situasi bukan peristiwa yang aneh.

(45)

bahwa secara ideal hukum terpanc guna kebaikan bersama. Hukum ada di masyarakat. Tugas hukum yan kehendak rakyat karena manusia me Manusia adalah bagian tatana ditujukan untuk kesemua kompon memiliki suatu nalar yang dig menggerakkan suatu kehendak. A hukum tidak lain daripada pengatur dan sentosa masyarakat secara k membuatnya, baik penguasa ataupun yang diujarkan adalah akibat ya membimbing orang-orang yang dia demikian, dasar yang benar satu-satun adalah niatnya untuk menjamin keba

Gam Thomas Hobbes sebagai Tokoh

ncar dari kekuasaan untuk memerintah dalah sesuatu yang hidup secara batiniah ang memadai, tertulis dalam hati dan merupakan makhluk rasional.

tanan masyarakat, sehingga hukum harus mponen masyarakat tersebut. Manusia digunakan sebagai kekuatan untuk Argumen lain Aquinas adalah bahwa turan secara rasional untuk kesejahteraan keseluruhan tidak peduli siapa yang upun rakyat. Sehingga kesimpulan akhir yang diharapkan dari hukum adalah diaturnya ke arah kebajikan. Dengan satunya bagi pembentuk undang-undang kebaikan umum sesuai dengan keadilan.

ambar 3.2.

(46)

(Sumber: http://www.d.umn.edu)

Tujuan ilmu hukum tidak terlepas dari periode awal mula abad modern yang didominasi oleh bentuk baru pandangan hukum alam yang biasanya disebut sebagai aliran hukum alam klasik. Terdapat tiga periode yang menjadi rumusan awal tujuan ilmu hukum di masa perkembangannya. Periode pertama adalah pada sesaat setelah. Renaissance dan Reformasi merupakan proses emansipasi terhadap teologi dan feodalis di abad pertengahan. Bangkitnya kepercayaan masyarakat di bidang religius, munculnya kerajaan-kerajaan yang absolut, dan ekonomi yang meningkat. Berbagai ahli terlahir dari periode ini diantaranya Thomas Hobbes, Samuel Pufendorf, dll.

Periode kedua mengganti bersamaan dengan tercetusnya revolusi puritan Inggris ditandai dengan arah kebijakan menuju kapitalis di bidang politik dan ekonomi. Para pemikir seperti Montesquieu dan John Locke hadir untuk mengatasi berbagai persoalan tersebut. Dan periode ketiga muncul saat masyarakat mulai meyakini konsep demokrasi. Tujuan ilmu hukum dalam konsep masyarakat demokrasi, terkenal tokoh Jean-Jecques Rousseau yang menampik hukum alam tidak hanya General Will melainkan lebih sesuaiVolonte Generaldan keputusan mayoritas rakyat.

(47)

egois, suka menyakiti sesamanya keinginannya. Hobbes menganggap mempunyai kekuatan yang seimban sama atas semua benda dan kenikma

Berbeda hal sebelumnya, pada usaha membangun perlindungan yan oleh penguasa. Hukum di periode ini untuk melindungi pribadi-pribadi da dan sewenang-wenang. Kemuncula berbagai daerah di Eropa pada perlindungan terhadap kebebasan pr diharapkan masyarakat.

Gambar 3.3. Perang Saudara di

(sumber: http://ww

D. Klasifikasi Hukum

ya, kasar, dan ingin selalu dipenuhi ap saat situasi perang semua orang harus imbang. Semua orang mempunyai hak yang

nikmatan untuk hidup.

pada periode kedua yang ditandai dengan yan efektif terhadap pelanggaranhak-hak iode ini dipandang terutama sebagai sarana di dari kekuasaan yang bersifat otokratis ulan berbagai penguasa yang absolut di pada masanya, membuktikan bahwa pribadi dari kedzaliman penguasa sangat

a di Inggis sebagai masa yang kelam

(48)

Untuk mendapatkan gambaran yang lebih konkrit perihal hukum, maka terhadap hukum yang banyak segi dan demikian luas dilakukan pengklasifikasian berdasarkan kriteia tertentu. Adanya suatu klasifikasi hukum akan sangat membantu dan mempermudah dalam mempelajari hukum. Setidaknya para pembelajar hukum dapat mempeoleh suatu pengertian yang lebih baik dan mudah dalam menerapkan hukum pada masyarakat.

Klasifikasi hukum dipengaruhi oelh unsur-unsur historis dan sosiologis, oleh karenanya faktor tempat dan waktu ikut mempengaruhinya. Hal ini berakibat, untuk adanya prinsip klasifikasi hukum yang sama diantara negara satu dengan negara lainnya adalah sangat sulit terjadi. Untuk mengklasifikasikan hukum perlu ditetapkan dahulu kriteria yang akan digunakan. Kemudian setelah kriteria tersebut ditetapkan barulah hukum diklasifikasikan. Adanya klasifikasi hukum itu tidak berarti antara klasifikasi yang satu menjadi terpisah dengan klasifikasi lainnya.

Hal tersebut berarti untuk suatu bidang hukum tertentu dan menggunakan kriteria-kriteria tertentu dapat dimasukkan dalam beberapa klasifikasi hukum. adapun kriteria yang digunakan dalam mengklasifikasi hukum diantaranya adalah:

Berdasar Sumber Berlakunya

1. Hukum undang-undang, yaitu hukum yang tercantum dalam peraturan perundang-undanan;

(49)

3. Hukum traktat, yaitu hukum yang dilegalkan oleh pemerintah berdasarkan suatu perjanjian;

4. Hukum yurisprudensi, hukum yang tercipta dari putusan hakim; 5. Hukum perjanjian, hukum yang berlaku pada pihak yang

melakukan perjanjian;

6. Hukum doktrin, hukum yang terdapat pada pemberian konsep berfikir masyarakat.

Berdasar Bentuknya

1. Hukum tertulis, yaitu hukum dimuat ke dalam peraturan perundang-undangan dan dapat dicermati secara visual;

2. Hukum tidak tertulis, yaitu berupa kebiasaan dan perilaku sehari-hari masyarakat sehingga menjadi suatu acuan dalam memutuskan suatu keputusan.

Berdasar Sifatnya

Dalam klasifikasi hukum berdasarkan sifat, atau penggunaanya terbagi kedalam:

Hukum yang bersifat mengatur, adalah hukum yang dalam keadaan tertentu dapat dikesampingkan oleh pihak tertentu. Hukum ini awalnya sebagai pengisi kekosongan hukum, sehingga nantinya hanya sebatas pelengkap dari hukum yang sudah ada. Ketentuan hukum ini berlaku saat dalam ketentuan hukum yang ada tidak mengatur sesuatu hal.

(50)

bersama, hukum harus diwujudkan dengan usaha yang memaksa. Bebeda jka berkenaan dengan kepentingan individu atau privat yang biasanya hanya bersifat mengatur.

Suatu ketentuan hukum yang sifatnya mengatur kadang dapat berubah sifatnya jadi memaksa. Keadaan yang menjadikan hal tersebut karena para pihak yang melakukan perjanjian secara tegas patuh terhadap aturan yang ada. Tetapi meskipun para pihak tersebut menyatakan untuk tidak patuh terhadap hukum yang bersifat mengatur, melainkan membuat suatu aturan sendiri dan terjadi suatu kekosongan hukum maka sifat hukum yang memaksa tidak bisa mereka hindari.

Berdasar Luas Berlakunya

Pembagian dalam hal ini dibedakan menjadi hukum umum dan hukum khusus. Hukum umum adalah peraturan hukum yang berlaku bagi setiap orang. Sedangkan hukum khusus dibagi ke dalam beberapa bagian berikut:

1. Khusus untuk tempat tertentu, merupakan kekhususannya berdasarkan suatu tempat dengan adanya suatu batasan;

2. Khusus untuk hal-hal tertentu, hanya terhadap suatu peristiwa atau kejadian tertentu saja hukum itu berlaku.

Terdapat suatu hubungan antara hukum umum dengan hukum khusus, yaitu dikenal dengan istilah lex spesialis derogat legi generale dalam bahasa Indonesia berarti hukum khusus mengesampingkan berlakunya hukum umum, dengan syarat apabila keduanya mengatur materi yang sama tapi ternyata isinya saling bertentangan.

(51)

Bagaimana cara penggunaan suatu hukum, maupun dipandang dari dari posisinya dibedakan menjadi:

Hukum materiil, adalah aturan yang mengatur berbagai kepentingan serta hubungan-hubungan hukum. Adanya suatu keterkaitan dan tidak dapat dipisahkan, secara lebih jelas dikatakan penentu antara hak dan kewajiban, intinya dapat dirasakan keberadaannya oleh panca indera.

Hukum formil, adalah aturan hukum dalam mengatur bagaimana menjamin ditaatinya suatu hukum materiil. Hukum formil dikenal sebagai hukum acara sehingga baru dipakai pada saat telah terjadi suatu pelanggaran hukum materiil.

Umumnya masyarakat hanya mengetahui bahwa hukum materiil hanya terjadi saat beracara di pengadilan, tidak banyak diketahui hal lainnya yaitu dalam penyelesaian arbitrase, meminta bantuan terhadap akta notaris, dll. Jika hukum perdata materiil dilanggar, maka penyelesaiannya ditentukan hanya oleh para pihak yang bersangkutan. Tentunya harus secara fair dan tidak ada yang dirugikan, tidak main hakim sendiri. Namun ketika tidak terselesaikannya hukum tersebut, maka hukum acara memfasilitasi untuk diselesaikannya masalah tersebut yang putusannya mengikat keduanya.

Berdasar Isinya

(52)
(53)

Bagian 4

Konsep Dasar Ilmu Hukum

Manusia sebagai makhluk biologis, eksistensinya dalam masyarakat dilihat baik dalam kapasitasnya sebagai pribadi atau orang perorangan maupun sebagai bagian atau anggota dan kelompok. Orang adalah konstruksi hukum, jadi kalau bermaksud meningkatkan harkat dan martabat manusia, itu sama maksudnya dengan mengorangkan manusia. Di Indonesia setiap manusia dianggap sebagai orang, artinya setiap manusia diakui harkat dan martabatnya sebagai orang, atau secara yuridis diakui sebagai subjek hukum.

Dalam pergaulan hidup bermasyarakat di antara orang yang satu dengan yang lain, saling mengadakan hubungan. Hubungan yang berdasarkan hukum disebut hubungan hukum, yang mempunyai akibat hukum. Dalam hubungan hukum sering terjadi dengan perantaraan benda atau hak. Segala sesuatu yang berguna bagi subjek hukum dan dapat menjadi sasaran dan suatu hubungan hukum disebut objek hukum. Objek hukum dapat dikuasai oleh subjek hukum. Sebagai objek dan suatu hubungan hukum tentunya objek hukum itu mempunyai nilai dan harga, sehingga perlu ada penentuan siapakah yang berhak atasnya.

Pada Bagian 4 ini capaian mata kuliah yang hendak dicapai adalah perihal Interpretasi Hukum sebagai Cara Memahami Norma Hukum dan Keterkaitan antara Hukum dan Hak.

A. Subjek Hukum

(54)

Adapun subjek hukum (orang) yang dikenal dalam ilmu hukum adalah manusia dan badan hukum.

1. Manusia (natuurlijk persoon) menurut hukum, adalah setiap orang yang mempunyai kedudukan yang sama selaku pendukung hak dan kewajiban. Pada prinsipnya, orang sebagai subjek hukum dimulai sejak ia lahir dan berakhir setelah meninggal dunia. Namun, ada pengecualian menurut Pasal 2 KUHPerdata, bahwa bayi yang masih dalam kandungan ibunya dianggap telah lahir dan menjadi subjek hukum, apabila kepentingannya menghendaki (dalam hal menerima pembagian warisan). Apabila bayi tersebut lahir dalam keadaan meninggal dunia, menurut hukum ia dianggap tidak pernah ada, sehingga ia bukan subjek hukum (tidak menerima pembagian warisan). Akan tetapi, ada golongan manusia yang dianggap tidak cakap bertindak atau melakukan perbuatan hukum, disebut personae miserabile yang mengakibatkan mereka tidak dapat melaksanakan sendiri hak-hak dan kewajibannya. Jadi, untuk menjalankan hak-hak dan kewajibannya, harus diwakili oleh orang tertentu yang ditunjuk, yaitu oleh walinya atau pengampunya (kuratornya). Golongan manusia tersebut adalah sebagai berikut:

a. Anak yang masih di bawah umur atau belum dewasa (belum berusia 21 tahun), dan belum kawin/nikah.

(55)

(1) Sakit ingatan: gila, orang dungu, penyakit suka mencuri (kleptomania).

(2) Pemabuk dan pemboros (ketidakcakapannya khusus dalam peralihan hak dibidang harta kekayaan).

(3) Isteri yang tunduk pada Pasal 110 BW/KUH-Perdata. Namun berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 3 Tahun 1963, setiap isteri sudah dianggap cakap melakukan perbuatan hukum. Isteri yang ditempatkan di bawah pengampuan berdasarkan penetapana hakim yang disebut “kurandus”.

2. Badan hukum (rechts person), suatu perkumpulan atau lembaga yang dibuat oleh hukum dan mempunyai tujuan tertentu. Badan hukum terbagi atas dua macam, yaitu sebgai berikut:

a. Badan hukum privat, seperti perseroan terbatas (PT), firma, CV, badan koperasi, yayasan, dan sebagainya.

b. Badan hukum publik, seperti negara (mulai dari pemerintahan pusat sampai pemerintahan desa), dan instansi pemerintah.

Keberadaan suatu hukum, menurut teori ilmu hukum ditentukan oleh empat teori yang menjadi syarat suatu badan hukum agar tergolong sebagai subjek hukum, yaitu sebagi berikut:

a. Teori fictie, yaitu badan hukum dianggap sama dengan manusia (orang) sebagai subjek hukum, dan hukum juga memberi hak dan kewajiban.

(56)

terpisah dari harta kekayaan para pengurusnya atau angotanya.

c. Teori pemilikan bersama, yaitu semua harta kekayaan badan hukum menjadi milik bersama para pengurusnya atau anggotanya.

d. Teori organ, yaitu badan hukum yang harus mempunyai organisasi atau alat untuk mengelola dan melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan, yaitu para pengurus dan asset (modal) yang dimiliki.

Konsekuensi pemisahan antara harta kekayaan badan hukum dengan harta pribadi para pengurus atau anggotanya, adlah sebagai berikut:

a. Penagih pribadi terhadap anggota badan hukum, tidak berhak menuntut harta badan hukum.

b. Para pengurus/anggota tidak boleh secara pribadi menagih piutang badan hukum terhadap pihak ketiga.

c. Tidak dibenarkan kompensasi (ganti kerugian) utang pribadi dari pengurus atau anggota dengan utang badan hukum.

d. Hubungan hukum berupa perjanjian antara pengurus/anggota dengan badan hukum, disamakan hubungan hukum dengan pihak ketiga.

(57)

B. Objek Hukum

Objek hukum adalah “segala sesuatu yang bermanfaat bagi subjek hukum dan dapat menjadi objek dalam suatu hubungan hukum”. Menurut terminologi (istilah) ilmu hukum, objek hukum disebut pula “benda atau barang”, sedangkan “benda atau barang” menurut hukum adalah “segala barang dan hak yang dapat dimiliki dan bernilai ekonomis”, dan dibedakan atas sebagi berikut:

1. Benda berwujud dan benda tidak berwujud (Pasal 503 KUH-Perdata).

a. Benda yang berwujud, yaitu segala sesuatu yang dapat dicapai atau dilihat dan diraba oleh panca indera. Contohnya rumah, meja, kuda, pohon kelapa, dsb;

b. Benda tidak berwuju, yaitu segala macam benda yang tidak berwujud, berupa segala macam hak yang melekat pada suatu benda. Contoh, hak cipta, hak atas merek, hak atas tanah, hak atas rumah, dsb.

2. Benda bergerak dan benda tidak bergerak (Pasal 504 KUH-Perdata).

a. Benda bergerak, yaitu setiap benda yang bergerak, karena:

(1) Sifatnya dapat bergerak sendiri, seperti hewan (ayam, kerbau, kuda, dsb);

(2) Dapat dipindahkan, seperti kursi, meja, sepatu, dsb;

(58)

b. Benda tidak bergerak, yaitu setiap benda yang tidak dapat bergerak sendiri atau tidak dapat dipindahkan, karena:

(1) Sifatnya yang tidak bergerak, seperti gunung, kebun, dan apa yang didirikan di atas tanah, termasuk apa yang terkandung didalamnya;

(2) Menurut tujuannya, setiap benda yang dihubungkan dengan benda yang karena sifatnya tidak bergerak, seperti wastafel dikamar mandi, tegel (ubin), alat percetakan yang ditempatkan digudang, dsb;

(3) Penetapan UU, yaitu hak atas benda tidak bergerak dan kapal yang tonasenya/beratnya 20 M3.

C. Hak dan Kewajiban

Hak

Dalam kepustakaan ilmu hukum, dikenal dua teori atau ajaran untuk menjelaskan keberadaan hak, yaitu sebagai berikut:

1. Belangen Theorie (teori kepentingan) menyatakan bahwa hak adalah kepentingan yang terlindungi. Salah seorang pemganutnya adalah Rudolf von Jhering, yang berpendapat bahwa “hak itu sesuatu yang penting bagi seseorang yang dilindungi oleh hukum, atau suatu kepentingan yang terlindungi”.

(59)

hukum sering melindungi kepentingan dengan tidak memberi hak kepada yang bersangkutan”.

2. Wilsmacht Theorie (teori kehendak), yaitu hak adalah kehendak yang diperlengkapi dengan kekuatan.Bernhard Winscheid merupakan salah satu penganutnya yang menyatakan bahwa “hak itu suatu kehendak yang diperlengkapi dengan kekuatan dan diberi oleh tata tertib hukum kepada seseorang. Berdasarkan kehendak, seseorang dapat mempunyai rumah, mobil, tanah, dsb”.

Teori ini dibantah lagi oleh Utrecht (van Apeldoorn, 1985:221) dengan alasan sebagai berikut:

a. Meskipun mereka dibawah kuratele (pengampuan), mereka tetap masih dapat memiliki rumah, mobil, dsb, dan yang menjalankan haknya adalah wali/pengampunya atau kuratornya.

b. Menurut Pasal 13 KUH-Perdata, bahwa tidak ada manusia yang tidak mempunyai hak.

Selain kedua teori diatas, dikenal pula “teori fungsi sosial” yang dikemukakan oleh Leon du Guit (van Apeldoorn, 1985:221) yang mengatakan sebagai berikut:

“Tidak ada seorang manusia pun yang mempunyai hak. Sebaliknya, didalam masyarakat, bagi manusia hanya ada suatu

(60)

Hak dapat timbul pada seseorang (subjek hukum) disebabkan oleh beberapa hal berikut:

1. Adanya subjek hukum baru, baik orang maupun badan hukum. 2. Terjadi perjanjian yang telah disepakati oleh para pihak yang

melakukan perjanjian.

3. Terjadi kerugian yang diderita oleh seseorang akibat kesalahan atau kelalaian orang lain.

4. Terjadi daluarsa (verjaring), biasanya karena acquisitief verjaring yang dapat melahirkan hak bagi seseorang. Sebaliknya, jika terjadi extinctief verjaring, justru menghapuskan hak atau kewajiban seseorang (orang lain). Lenyapnya atau hapusnya suatu hak menurut hukum dapat disebabkan oleh empat hal berikut:

1. Apabila pemegang hak meninggal dunia dan tidak ada pengganti atau ahli waris yang ditunjuk, baik oleh pemegang hak maupun ditunjuk oleh hukum.

2. Masa berlakunya hak telah habis dan tidak dapat diperpanjang lagi. Misalnya, kontrak rumah yang telah habis waktu kontraknya.

(61)

4. Karena daluarsa (verjaring), misalnya seseorang yang memiliki sebidang tanah yang tidak pernah diurus, dan tanah itu ternyata telah dikuasai oleh orang lain selama lebih 30 tahun, maka hak atas tanah itu menjadi hak orang yang telah mengurus menguasainya selama lebih 30 tahun.

Beberapa pengertian hak yang dikemukakan oleh sejumlah pakar hukum, yaitu:

1. van Apeldoorn (1985:221) menyatakan hak adalah kekuasaan (wewenang) yang oleh hukum diberikan kepada seseorang (atau suatu badan hukum), dan yang menjadi tantangannya adalah kewajiban orang lain (badan hukum lain) untuk mengakui kekuasaan itu.

2. Satjipto Rahardjo (1982:94) menyatakan hak adalah kekuasaan yang diberikan oleh hukum kepada seseorang dengan maksud untuk melindungi kepantingan seseorang tersebut.

3. Fitzgeraid (Rahardjo, 1985:95) mengemukakan bahwa suatu hak mempunyai lima ciri, yaitu sebagai berikut:

a. Diletakkan pada seseorang yang disebut sebagai pemilik atau subjek dari hak tersebut. Ia juga disebut sebagai orang yang memiliki titel atas barang yang menjadi sasaran dari hak.

b. Tertuju kepada orang lain, yaitu yang menjadi pemegang kewajiban. Jadi antara hak dan kewajiban terdapat hubungan korelatif.

(62)

d. Commision atau Ommision menyangkut sesuatu yang disebut objek hak.

e. Setiap hak menurut hukum mempunyai titel, yaitu suatu peristiwa tertentu yang menjadi alasan melekatnya hak itu pada pemiliknya.

Hak mengandung tiga unsur yang substansial, yaitu sebagai berikut: 1. Unsur perlindungan, misalnya seseorang tidak boleh dianiaya,

artinya setiap orang mempunyai hak untuk dilindungi oleh hukum dari penganiayaan.

2. Unsur pengakuan, misalnya ada kewajiban untuk melindungi A dari penganiayaan, berarti mengakui hak si A untuk tidak dianiaya.

3. Unsur kehendak, misalnya A memiliki sebuah rumah, maka hukum memberinya hak atas rumah tersebut untuk bebas menggunakan kehendaknya atau memakainya dan orang lain wajib menghormatinya dan tidak mengganggu hak si A.

Selain pengertian-pengertian diatas, dalam ilmu hukum dikenal juga istilahmisbruik van rechtyaitu penyalahgunaan hak yang dianggap terjadi apabila seseorang menggunakan haknya bertentangan dengan tujuan diberikannya hak itu, atau bertentangan dengan tujuan kemasyarakatan.

Kewajiban

(63)

1. Kewajiban Mutlak dan Kewajiban Nisbi

a. Kewajiban mutlak, adalah kewajiban yang tidak mempunyai pasangan hak. Misalnya, kewajiban yang tertuju kepada diri sendiri yang umumnya berasal dari kekuasaan.

b. Kewajiban nisbi, adalah kewajiban yang disertai dengan adanya hak. Misalnya, kewajiban pemilik kendaraan membayar pajak, sehingga berhak menggunakan fasilitas jalan raya yang dibuat oleh pemerintah.

2. Kewajiban Publik dan Kewajiban Perdata

a. Kewajiban publik, yaitu kewajiban yang berkorelasi dengan hak-hak publik. Misalnya, kewajiban untuk mematuhi peraturan atau hukum pidana.

b. Kewajiban Perdata, yaitu kewajiban yang berkorelasi dengan hak-hak perdata. Misalnya, kewajiban yang timbul akibat dari suatu perjanjian.

3. Kewajiban Positif dan Kewajiban Negatif

a. Kewajiban positif, yaitu kewajiban yang menghendaki suatu perbuatan positif. Misalnya, kewajiban penjual untuk menyerahkan barang kepada pembeli.

(64)

Lahir atau timbulnya suatu kewajiban, juga disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut:

1. Karena diperoleh suatu hak yang membebani syarat untuk memenuhi suatu kewajiban. Misalnya, seorang pembeli yang berkewajiban membayar harga barang, juga berhak menerima barang yang telah dilunasi.

2. Berdasarkan suatu perjanjian yang telah disepakati.

3. Adanya kesalahan atau kelalaian seseorang yang menimbulkan kerugian bagi orang lain, sehingga ia wajib membayar ganti rugi.

4. Karena telah menikmati hak tertentu yang harus diimbangi dengan kewajiban tertentu pula.

5. Karena daluarsa tertentu yang telah ditentukan oleh hukum atau karena perjanjian tertentu, bahwa daluarsa dapat menimbulkan kewajiban baru. Misalnya, kewajiban membayar denda atas pajak kendaraan bermotor yang lewat waktu atau daluarsa (ditentukan dalam undang-undang).

Hapusnya atau berakhirnya suatu kewajiaban , disebabkan olh hal-hal berikut:

(65)

5. Daluarsa (verjaring)extinctief. 6. Ketentuan undang-undang.

7. Kewajiban telah beralih atau dialihkan kepada orang lain. 8. Terjadi suatu sebab diluar kemampuan manusia, sehingga ia

tidak dapat memenuhi kewajiban itu.

D. Peristiwa Hukum

Peristiwa hukum adalah “semua kejadian atau fakta yang terjadi dalam kehidupan masyarakat yang mempunyai akibat hukum”. Misalnya, perisiwa jual-beli suatu barang, dimana peristiwa itu menimbulkan akibat hukum, yaitu timbulnya hak dan kewajiban kedua belah pihak (penjual dan pembeli). Satjipto Rahardjo (1986:74) mengartikan peristiwa hukum adalah suatu kejadian dalam masyarakat yang menggerakan suatu peraturan hukum tertentu, sehingga ketentuan-ketentuan yang tercantum didalamnya lalu diwujudkan.

Peristiwa hukum dibedakan atas dua jenis, yaitu sebagai berikut: 1. Peristiwa hukum karena perbuatan subjek hukum, yaitu suatu

peristiwa hukum yang terjadi karena akibat perbuatan hukum. Misalnya, peristiwa pembuatan surat wasiat, atau peristiwa menghibahkan barang.

(66)

a. Daluarsa acquisitief, yaitu daluarsa atau lewat waktu yang menimbulkan hak. Misalnya, sewa-menyewa rumah yang telah selesai masanya maka si pemberi sewa “berhak” untuk menguasai kembali objek yang disewakan.

b. Daluarsa extinctief, yaitu daluarsa atau lewat waktu yang melenyapkan kewajiban. Misalnya, A seorang satuan pengamanan (satpam) yang menjaga gudang, tetapi tugasnya selama jangka waktu tertentu telah digantikan oleh B anggota satpam lainnya, maka “selesailah kewajiban” A menjaga keamanan gudang.

Keterkaitan antara Peristiwa Hukum, Subjek dan Fakta Hukum, dan Perbuatan Melawan Hukum

PERISTIWA HUKUM

PERBUATAN SUBJEK HUKUM FAKTA HUKUM

(67)

E. Perbuatan Melawan Hukum (Onrechmatigedaad)

Rumusan pengertian dan pelaksanaan “Perbuatan melawan hukum” sebelum tahun 1919 dan sesudah tahun 1919 (Arrest Hoge Raad, Belanda) tanggal 19 Desember 1919, adalah sebagai berikut:

1. Sebelum tahun 1919, perbuatan melawan hukum itu terjadi, apabila perbuatan itu bertentangan dengan hukum tertulis (UU) hanya dlam hal:

a. Melanggar hak orang lain yang diakui UU, atau melanggar ketentuan hukum tertulis saja, misalnya, mengambil barang (hak) orang lain tanpa seizin yang berhak (pemilik), merusak barang milik orang lain, dsb.

b. bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku, misalnya, tidak menolong orang yang memerlukan pertolongan sebagai kewajiban, atau tidak memberi hak mendahului bagi orang lain di persimpangan jalan, dsb.

2. Sesudah tahun 1919, yaitu setelah keluarnya Arrest (putusan) Hoge Raad (Mahkamah Agung) Belanda pada tanggal 31 Desember 1919 memutuskan bahwa suatu perbuatan digolongkan melawan hukum, apabila:

a. Setiap perbuatan atau kealpaan yang menimbulkan pelanggaran terhadap hak orang lain, atau bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku.

(68)

F. Perbuatan dan Akibat Hukum

Perbuatan hukum adalah setiap perbuatan atau tindakan subjek hukum yang mempunyai akibat hukum, dan akibat hukum itu memang dikehendaki oleh subjek hukum. Misalnya, jual-beli, sewa-menyewa, nikah, dsb.

Perbuatan hukum terdiri atas dua jenis, yaitu sebagai berikut:

1. Perbuatan hukum bersegi satu, perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu pihak saja, misalnya pemberian izin kawin, pemberian wasiat, pengakuan anak luar kawin, dsb. 2. Perbuatan hukum bersegi dua, perbuatan hukum yang

dilakukan oleh dua pihak atau lebih, misalnya perjanjian (jual-beli, sewa-menyewa), dsb.

Akibat hukum adalah akibat yang diberikan oleh hukum atas suatu peristiwa hukum atau perbuatan dari subjek hukum. Dalam kepustakaan ilmu hukum dikenal tiga jenis akibat hukum, yaitu sebagai berikut:

1. Akibat hukum berupa lahirnya, berubahnya, atau lenyapnya “suatu keadaan hukum tertentu”. Misalnya: sejak usia 21 tahun, “melahirkan suatu keadaan hukum baru” yaitu dari tidak cakap bertindak dalam hukum menjadi cakap bertindak. 2. Akibat hukum berupa “lahirnya, berubahnya atau lenyapnya

suatu hubungan hukum tertentu”. Misalnya: sejak pembeli melunasi/membayar harga barang dan penjual menyerahkan barang yang dijualnya, maka “berubah atau lenyaplah hubungan hukum” jual-beli diantara mereka.

(69)

akibat hukum berdasrkan pada lapangan hukum dibedakan pula atas sebagai berikut:

a. Sanksi hukum dibidang hukum publik pidana (publik) yang diatur didalam Pasal 10 KUH-Pidana.

(1) Hukuman pokok berupa hukuman mati, hukuman penjara, hukuman kurungan dan hukuman denda;

(2) Hukuman tambahan, berupa pencabutan hak-hak tertentu, perampasan barang-barang tertentu dan pengumuman keputusan hakim.

b. Sanksi hukum dibidang hukum privat (perdata) terdiri atas dua jenis:

(1) Melakukan perbuatan melawan hukum (Onrechmatigedaad), diatur dalam Pasal KUH-Perdata adalah suatu perbuatan seseorang yang mengakibatkan kerugian terhadap seseorang yang sebelumnya tidak diperjanjikan, sehingga ia diwajibkan mengganti kerugian.

(2) Melakukan wanprestasi (diatur dalam Pasal 1366 KUH-Perdata), yaitu akibat kelalaian seseorang tidak melaksanakan kewajibannya tepat pada waktunya, atau tidak dilakukan secara layak sesuai perjanjian, sehingga ia dapat dituntut memenuhi kewajibannya bersama keuntungan yang dapat diperoleh lewatnya batas waktu tersebut.

Gambar

Gambar 1.1.Perbedaan sudut pandang akan berbeda pula suatu penyimpulannya
Gambar 1.2.L.J. van Apeldoorn salah satu ahli hukum yang merasa sulit mendefinisikan ilmu
Gambar 2.4.Ilustrasi para ahli hukum Universitas Bologna mengkaji naskah kuno
Gambar 3.3. Perang Saudara dia di Inggis sebagai masa yang kelam

Referensi

Dokumen terkait

10.Ilmu Hukum Pidana.. Ilmu Hukum Pidana adalah ilmu pengetahuan normatif yang mengkaji hukum pidana positif, termasuk sanksi dan asas-asas hukumnya. Ilmu hukum pidana

Namun dalam kasus pidana tidak boleh menggunakan analogi, misalnya menganalogikan listrik sebagai suatu benda = tidak boleh , karena pidana menganut asas

Hal ini menandakan bahwa sanksi hukum tidak selalu dapat dipaksakan, Norma Hukum tidak mempersoalkan apakah sikap batin seseorang itu baik atau buruk, yang

1. Compliance , diartikan sebagai suatu kepatuhan yang didasarkan pada harapan akan suatu imbalan dan usaha untuk menghindarkan diri dari hukum atau sanksi yang

Yakni setiap perbuatan yang dapat dikenakan sanktum baik dalam hukum pidana (penjara), perdata (ganti rugi) atau admiistrasi negara (pemecatan). Sanktum dalam arti sempit hukuman

Pemberian sanksi pidana terhadap perbuatan yang tidak dikehendaki oleh pembentuk undang-undang dimaksud untuk mencegah dilakukannya perbuatan atau apabila perbuatan yang

13 Hukum Berdasarkan Bentuk Hukum Berdasarkan Tempat berlakunya Hukum Berdasarkan Waktu berlakunya 3.Kebenaran 4.Penjelasan 5.Kemampuan 6.Menyampaikan pendapat

Peraturan hidup yang benar dari hati nurani manusia.kaidah ini menentukan perbuatan mana Peraturan hidup yang benar dari hati nurani manusia.kaidah ini menentukan perbuatan mana