• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Pendekatan Saintifik Model Discovery Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Menalar dan Hasil Belajar Siswa Kelas V SDN Salatiga 05 Tahun Pelajaran 20162017 T1 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Pendekatan Saintifik Model Discovery Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Menalar dan Hasil Belajar Siswa Kelas V SDN Salatiga 05 Tahun Pelajaran 20162017 T1 BAB II"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Hakikat Pembelajaran Tematik Integratif dalam Kurikulum 2013 1. Tematik Integratif

Pembelajaran tematik integratif merupakan pembelajaran yang menggunakan tema sebagai pemersatu kegiatan pembelajaran yang memadukan beberapa muatan pelajaran dalam satu kali tatap muka. Pembelajaran tematik merupakan pendekatan pembelajaran yang berdasarkan pada tema – tema tertentu. Suryosubroto (2009: 133) menyatakan bahwa pembelajaran tematik merupakan suatu usaha untuk memadukan pengetahuan, keterampilan, nilai atau sikap pembelajaran, serta pemikiran yang lebih kreatif dengan menggunakan tema tertentu. Pembelajaran tematik ini diyakini mampu menjadikan siswa lebih mudah untuk fokus pada tema tertentu yang sedang dipelajari.

Pembelajaran tematik pada dasarnya adalah model pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa muatan pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna pada siswa (Trianto, 2011: 147). Pembelajaran tematik merupakan pembelajaran secara menyeluruh sehingga siswa dapat mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang mereka miliki pada lebih dari satu muatan pelajaran dalam setiap pertemuan. Pembelajaran tematik ini mampu memberikan pengalaman bermakna bagi peserta didik karena pembelajaran tematik menuntut siswa untuk aktif dan menemukan sendiri pengetahuan yang sedang mereka pelajari berdasarkan masalah dan pengalaman yang diperolehnya.

(2)

merencanakan dan mendesain pembelajaran tematik secara menyenangkan agar peserta didik dapat tertarik pada pembelajaran sehingga proses pembelajaran menjadi lebih bermakna. Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran tematik atau pembelajaran terpadu merupakan pendekatan pembelajaran yang memadukan beberapa mata pelajaran menjadi satu tema tertentu sehingga peserta didik dapat mengembangkan sikap, keterampilan, maupun pengetahuan yang mereka miliki ke dalam berbagai muatan pelajaran.

Pelaksanaan pembelajaran tematik integratif berawal dari tema yang telah dipilih atau dikembangkan oleh guru yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Pembelajaran tematik integratif ini jauh lebih menekankan pada tema sebagai alat untuk menyatukan berbagai muatan pelajaran, dan adanya hubungan berbagai konsep pada muatan pelajaran. Dalam praktik pembelajaran tematik integratif, keterlibatan siswa dalam belajar lebih diutamakan dan dimunculkan adanya hubungan antar muatan pelajaran satu dengan lainnya.

Kegiatan pembelajaran akan bermakna jika dilakukan dalam lingkungan yang nyaman dan memberikan rasa aman, bersifat individual dan kontekstual, anak mengalami langsung yang dipelajarinya, hal ini akan diperoleh melalui pembelajaran tematik. Pembelajaran yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa muatan pelajaran dapat memberikan pengalaman bermakna kepada peserta didik.

(3)

bersifatsebagai pedoman peserta didik guna mencapai kemampuan berpikir tingkat tinggi dengan mengoptimalkan kecerdasannya sehingga dapat mengembangkan potensi sikap, pengetahuan dan keterampilannya.

Kemendikbud (2013: 193) menyatakan bahwa pembelajaran tematik integratif menekankan pada tema sebagai pemersatu muatan pelajaran yang lebih diutamakan pada makna belajar, dan keterkaitan berbagai konsep muatan pelajaran. Pembelajaran dengan menggunakan tema tertentu bertujuan untuk meningkatkan minat dan motivasi peserta didik terhadap pembelajaran sehingga peserta didik dapat memperoleh pengalaman belajar secara langsung.

Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran tematik integratif dalam kurikulum 2013 adalah pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan beberapa bidang studi menjadi satu tema tertentu agar dapat memotivasi peserta didik terhadap pembelajaran sehingga pembelajaran dapat mengembangkan potensi sikap, keterampilan, maupun pengetahuan yang dimiliki peserta didik.

2. Tujuan Pembelajaran Tematik Integratif

Pembelajaran tematik integratif dalam kurikulum 2013 merupakan pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan beberapa bidang studi menjadi satu tema tertentu. Tujuan pembelajaran tematik terpadu ini antara lain:

a. Memudahkan pemusatkan perhatian siswa pada satu tema atau topik tertentu;

b. mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi muatan pelajaran dalam tema yang sama;

(4)

d. mengembangkan kompetensi berbahasa lebih baik dengan mengkaitkan berbagai muatan pelajaran lain dengan pengalaman pribadi peserta didik;

e. lebih bergairah belajar karena mereka dapat berkomunikasi dalam situasi nyata, seperti bercerita, bertanya, menulis sekaligus mempelajari pelajaran yang lain;

f. lebih merasakan manfaat dan makna belajarnya;

g. guru dapat menghemat waktu, karena mata pelajaran yang disajikan secara terpadu dapat dipersiapkan sekaligus dan diberikan dalam 2 atau 3 pertemuan bahkan lebih dan atau pengayaan; dan h. nilai budi pekerti dan moral peserta didik dapat kembangkan sesuai

dengan situasi dan kondisi.

3. Ciri-Ciri Pembelajaran Tematik Integratif

Pembelajaran tematik integratif memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a) berpusat pada anak;

b) memberikan pengalaman langsung pada anak;

c) memisahkan antar muatan pelajaran tidak begitu jelas (menyatu dalam satu pemahaman dalam kegiatan);

d) menyajikan konsep dari berbagai pelajaran dalam satu proses pembelajaran (saling terkait antar muatan pelajaran yang satu dengan lainnya);

e) bersifat luwes (keterpaduan berbagai muatan pelajaran);

f) hasil pembelajaran dapat berkembang sesuai dengan minat dan kebutuhan anak (melalui penilaian proses dan hasil belajarnya). 4. Implementasi Pembelajaran Tematik Integratif

(5)

antara kompetensi dasar dan indicator dengan tema. Keempat membuat jaringan KD, indikator. Kelima menyusun silabus tematik dan keenam membuat rencana pelaksanaan pembelajaran tematik terpadu dengan menerapkan pendekatan saintifik (Mawardi, 2014: 1-3 ).

5. Manfaat Pendekatan Tematik Terpadu

Manfaat pendekatan tematik integratif antara lain : a. Suasana kelas yang nyaman dan menyenangkan.

b. Menggunakan kelompok kerjasama, kolaborasi, kelompok belajar, dan strategi pemecahan konflik yang mendorong peserta didik untuk memecahkan masalah.

c. Mengoptimasi lingkungan belajar sebagai kunci kelas yang ramah otak (brain-friendly classroom).

d. Peserta didik secara cepat dan tepat waktu mampu memproses informasi. Proses itu tidak hanya menyentuh dimensi kuantitas dan kualitas mengeksplorasi konsep-konsep baru dan membantu peserta didik mengembangkan pengetahuan secara siap.

e. Proses pembelajaran di kelas mendorong peserta didik berada dalam format ramah otak.

f. Materi pembelajaran yang disampaikan oleh guru dapat diaplikasikan langsung oleh peserta didik dalam kehidupannya sehari-hari.

g. Peserta didik yang relatif mengalami keterlambatan untuk menuntaskan program belajar dapat dibantu oleh guru dengan cara memberikan bimbingan khusus dan menerapkan prinsip belajar tuntas.

(6)

2.1.2. Pendekatan Saintifik Model Discovery Learning

1. Hakikat Pendekatan Saintifik

Pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah pembelajaran yang membangun kemampuan ilmiah siswa. Pendekatan ini dirancang untuk menumbuhkan kegiatan 5M. Kegiatan yang dimaksud yakni mengamati (untuk mengidentifikasi hal-hal yang ingin diketahui). Sedangkan langah selanjutnya merumuskan pertanyaan (dan merumuskan hipotesis). Langkah berikutnya mencoba/mengumpulkan data (informasi) dengan berbagai teknik dan kemudian mengasosiasi/ menganalisis/mengolah data (informasi). Hasil akhir kegiatan tersebut adalah siswa mampu menarik kesimpulan serta mengkomunikasikan hasil yang terdiri dari kesimpulan untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap. Langkah-langkah tersebut dapat dilanjutkan dengan kegiatan mencipta.

Pada kurikulum 2013 pembelajaran mengembangkan sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan, dan keterampilan peserta didik. (Permendikbud Nomor 24 tahun 2016). Prinsip-prinsip kegiatan pembelajaran dengan pendekatan saintifik kurikulum 2013, yakni :

a. peserta didik mencari tahu bukan diberi tahu; b. peserta didik belajar dari berbagai sumber belajar; c. proses pembelajaran menggunakan pendekatan ilmiah; d. pembelajaran berbasis kompetensi;

e. pembelajaran terpadu; f. pembelajaran open ended

g. pembelajaran berbasis keterampilan aplikatif;

h. peningkatan keseimbangan, kesinambungan, dan keterkaitan antara hard-skills dan soft-skills;

(7)

j. pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik.

k. pembelajaran tidak hanya di dalam kelas tetapi bisa dilakukan di luar kelas.

l. pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran;

m. pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang budaya peserta didik; dan

n. suasana belajar menyenangkan dan menantang. 2. Prinsip-Prinsip Pendekatan Saintifik Kurikulum 2013

Langkah-langkah pendekatan saintifik pada pembelajaran kurikulum 2013 adalah sebagai berikut:

a. Mengamati: kegiatan dalam mengamati dapat berupa membaca, mendengar, menyimak, melihat untuk mengidentifikasi hal-hal yang ingin diketahui baik dengan tanpa atau tanpa alat bantu apapun.

b. Menanya: mengajukan pertanyaan tentang hal-hal yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati - Membuat dan mengajukan pertanyaan, tanya jawab, berdiskusi tentang informasi yang belum dipahami, informasi tambahan yang ingin diketahui, atau sebagai klarifikasi.

c. Mencoba/mengumpulkan data (informasi): melakukan eksperimen, membaca sumber lain dan buku teks, mengamati objek/kejadian/aktivitas, wawancara dengan narasumber - Mengeksplorasi, mencoba, berdiskusi, mendemonstrasikan, meniru bentuk/gerak, melakukan eksperimen, membaca sumber lain selain buku teks, mengumpulkan data dari nara sumber melalui angket, wawancara, dan memodifikasi/ menambahi/mengembangkan. d. Mengasosiasikan/menalar: Siswa mengolah informasi yang sudah

(8)

mengumpulkan/eksperimen mau pun hasil dari kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi - mengolah informasi yang sudah dikumpulkan, menganalisis data dalam bentuk membuat kategori, mengasosiasi atau menghubungkan fenomena/informasi yang terkait dalam rangka menemukan suatu pola, dan menyimpulkan.

e. Mengkomunikasikan: Siswa menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya - menyajikan laporan dalam bentuk bagan, diagram, atau grafik; menyusun laporan tertulis; dan menyajikan laporan meliputi proses, hasil, dan kesimpulan secara lisan.

f. (Dapat dilanjutkan dengan) Mencipta: Siswa mampu memberikan inovasi, mencipta, mendisain model, rancangan, produk (karya) berdasarkan pengetahuan yang dipelajari.

3. Model Discovery Learning

Model discovery merupakan komponen dari praktik pendidikan yang meliputi metode mengajar yang memajukan cara belajar aktif, berorientasi pada proses, mengarahkan sendiri, mencari sendiri, dan reflektif. Suryo Subroto (2009: 178) menyatakan bahwa metode discovery diartikan sebagai suatu prosedur mengajar yang mementingkan pengajaran, perseorangan, manipulasi objek dan lain-lain percobaan, sebelum sampai pada generalisasi. Sebelum siswa sadar akan pengertian, guru tidak menjelaskan dengan kata-kata. Penggunaan model discovery dalam proses belajar mengajar, memperkenankan siswa-siswanya menemukan sendiri informasi yang secara tradisional biasa diberitahukan atau diceramahkan saja. Sementara itu, Sani (2013: 220) menyatakan bahwa, discovery adalah menemukan konsep melalui serangkaian data atau informasi yang diperoleh melalui pengamatan atau percobaan.

(9)

yang dapat membuat peserta didik belajar aktif menemukan pengetahuan sendiri. Menurut Suwangsih dan Tiurlina (2006: 203) model discovery adalah metode mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan; sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri. Selain itu, menurut Bruner (dalam Winataputra, 2008: 318) belajar bermakna hanya dapat terjadi melalui belajar penemuan (Discovery Learning). Agar belajar menjadi bermakna dan memiliki struktur informasi yang kuat, siswa harus aktif mengidentifikasi prinsip-prinsip kunci yang ditemukannya sendiri, bukan hanya sekedar menerima penjelasan dari guru saja. Bruner yakin bahwa belajar penemuan (Discovery Learning) adalah proses belajar di mana guru harus menciptakan situasi belajar yang problematik, menstimulus siswa dengan pertanyaan-pertanyaan, mendorong siswa mencari jawaban sendiri, dan melakukan eksperimen.

Bentuk lain dari belajar penemuan (Discovery Learning) adalah guru menyajikan contoh-contoh dan siswa bekerja dengan contoh tersebut sampai dapat menemukan sendiri hubungan antarkonsep. Roestiyah (2008: 20) berpendapat bahwa Discovery Learning ialah suatu cara mengajar yang melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat, dengan diskusi, seminar, membaca sendiri dan mencoba sendiri, agar anak dapat belajar sendiri.

(10)

prediksi, penentuan. Proses tersebut disebut cognitive process sedangkan discovery itu sendiri adalah the mental process of assimilatig conceps and principles in the mind (Robert B. Sund dalam Malik, 2001: 219). Dengan demikian Discovery Learning menuntut anak untuk mampu menggunakan pengetahuannya agar dapat menalar sehingga memperoleh informasi yang lebih mendalam dan dipahami siswa secara utuh.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa Discovery Learning merupakan proses belajar dimana siswa berperan aktif untuk menemukan informasi dan memperoleh pengetahuannya sendiri dengan pengamatan atau pengolahan informasi dalam rangka mendapatkan pembelajaran yang lebih bermakna.

4. Sintak Discovery Learning

Sebagai suatu model pembelajaran Discovery Learning memiliki beberapa langkah-langkah, di antaranya:

a. Stimulasi/pemberian rangsangan

Pertama-tama pada tahap ini siswa dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri.Disamping itu guru dapat memulai kegiatan PBM dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah.Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan.

b. Pernyataan/ identifikasi masalah

(11)

c. Pengumpulan Data

Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004: 244). Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis, dengan demikian anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya.

d. Pengolahan Data

Menurut Syah (2004: 244) pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Semua informai hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu.

e. Pembuktian

(12)

f. Kesimpulan/generalisasi

Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2004: 244). Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi.

5. Kelebihan Model Discovery Learning

Kelebihan pada model Discovery Learning antara lain sebagai berikut :

a. Siswa dapat berpartisipasi aktif dalam pembelajaran yang disajikan.

b. Menumbuhkan sekaligus menanamkan sikap inquiry (mencari-temukan).

c. Mendukung kemampuan problem solving siswa.

d. Memberikan wahana interaksi antar siswa, maupun siswa dengan guru, dengan demikian siswa juga terlatih untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

e. Materi yang dipelajari dapat mencapai tingkat kemampuan yang tinggi dan lebih lama membekas karena siswa dilibatkan dalam proses menemukanya.

f. Siswa belajar bagaimana belajar (learn how to learn). g. Belajar menghargai diri sendiri.

h. Memotivasi diri dan lebih mudah untuk mentransfer. i. Pengetahuan bertahan lama dan mudah diingat.

j. Hasil belajar discovery mempunyai efek transfer yang lebih baik dari pada hasil lainnya

k. Meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir bebas.

(13)

2.1.3 Analisis Komponen Model Discovery Learning

Menurut Joyce, Weil dan Calhoun (2009: 104) komponen-komponen dalam suatu pendekatan pembelajaran terdiri dari komponen sintaks, komponen prinsip reaksi, komponen system social, komponen daya dukung berupa sarana dan prasarana pelaksanaan pendekatan, serta dampak instruksional yaitu berupa hasil belajar siswa setelah pembelajaran sesuai tujuan yang hendak dicapai dan dampak pengiring sebagai akibat dari terciptanya suasana belajar dalam model tertentu yang tidak diajarkan guru selama pembelajaran. Komponen-komponen dari Pendekatan Saintifik Model Discovery Learning adalah sebagai berikut.

1. Sintagmatik

Fase pertama adalah pemberian rangsangan dengan menyediakan fakta awal untuk diamati peserta didik. Guru menyampaikan beberapa contoh dan bukan contoh suatu konsep sehingga peserta didik merasa tertarik untuk bertanya lebih jauh.

Fase kedua adalah mengidentifikasi masalah dengan mengklasifikasikan fakta yang diusulkan oleh peserta didik. Guru mendorong anak untuk menanyakan fakta tambahan dan guru meresponnya dengan mengatakan “contoh” atau “bukan contoh” sehingga peserta didik memperoleh lebih banyak contoh dan buan contoh.

Fase ketiga adalah menghasilkan dugaan tentang maksud dari fakta yang diberikan. Guru mengajak peserta didik untuk merumuskan dugaan mereka tentang konsep yang diawali dari contoh-contohnya tersebut.

(14)

Fase kelima berupa pembuktian dengan menganalisis fakta dengan mencari polanya. Dalam fase ini guru berperan menata contoh-contohnya saja. Guru mengajak peserta didik untuk menemukan kesamaan dari contoh-contoh tersebut.

Fase keenam adalah memfasilitasi peserta didik untuk begai hasil penalaran (dugaan). Dalam fase ini guru mengajak kelompok-kelompok untuk berbagi dugaannya dan mendiskusikan sehingga diperoleh dugaan bersama.

Fase ketujuh adalah mendorong peserta didik untuk menyimpulkan. Fase ini tugas guru memberikan penegasan tentang maksud dari konsep itu.

Fase kedelapan adalam membantu peserta didik lebih mantap memahami konsepnya. Fase ini guru memberikan latihan-latihan untuk memantapkan pemahaman peserta didik.

2. Prinsip Reaksi

Guru dalam penggunaan model Discovery Learning mempunyai dalam beberapa peran dalam pembelajaran yaitu memberikan stimulus. Di samping itu guru juga memberikan dukungan datau motivasi kepada peserta didik dalam melakukan kegiatan pembelajaran. Selain itu guru memberikan kesempatan peserta didik, keluwesan, kebersamaan pendapat, berinisiatif atau berprakarsa dan bertindak dalam pembelajaran. Guru juga harus mampu mendiagnosis kesulitan-kesulitan peserta didik dan membantu mengatasinya.

(15)

3. Sistem Sosial

System social dalam pendekatan saintifik model Discovery Learning ini disajikan dalam bentuk cukup sederhana, fleksibel dan tidak hanya bergantung pada arahan guru. Struktur peristiwa belajar bersifat terbuka. Kemugkinan lain siswa “dilepas” atau diberi kesempatan bebas untuk mencari sesuatu sampai menemukan hasil belajar melalui proses-prose. Guru hanya bertugas memberikan arahan dan bimbingan guna memecahkan persoalan yang dihadapi peserta didik.

4. Daya Dukung

Daya dukung dalam penggunaan model Discovery Learning perlu memperhatikan pribadi guru yang hangat dan terampil dalam mengelola hubungan interpersonal dan diskusi kelompo, serta mampu menciptakan iklim kelas yang terbuka dan tidak defensif. Segala sarana, bahan dan alat yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran perlu disediakan seperti computer, LCD, LKS, sumber buku yang relevan, benda-benda utnuk percobaan yang sesuai dengan materi.

5. Dampak Instruksional dan Pengiring

Dampak insruksional merupakan hasil belajar dan peningkatan kemampuan-kemampuan siswa setelah melalui proses pembelajaran yang berupa langkah-langkah yang harus dilakukan dan dikuasai. Secara khusus dampak instruksional dalam pembelajaran ini dapat memberikan dampak :

a. Keterampilan dalam proses ilmiah b. Strategi penyelidikan ilmiah

c. Keterampilan dalam mengkaji suatu persoalan salah satunya kemampuan menalar siswa

(16)

Dampak pengiring dalam penerapan model Discovery Learning antara lain:

a.Potensi intelektual anak didik semakin meningkat sehingga menimbulkan harapan baru menuju kesuksesan. Hal ini terlihat dari rasa ingin tahu anak yang tinggi.

b. Peserta didik akan belajar mengorganisasi dan menghadapi masalah dengan metode hit and miss. Kemandirian dan ketelitian anak akan lebih berkembang.

c.Peserta didik akan mencapai kepuasan karena telah menemukan pemecahan sendiri sehingga meningkatkan skill dan teknik dalam pekerjaannya melalui masalah-masalah nyata di lingkungannya.

Bagan 2.1

Dampak Instruksional dan Pengiring Model Discovery Learning Model Discovey

Learning

Keterampilan dalam proses ilmiah

Strategi

penyelidikan ilmiah

Kemampuan mengkaji

persoalan/menalar

Keaktifan dalam pembelajarn

Kritis

Mandiri

Teliti

Aktif

Kerjasama

Komunikatif Keterangan :

(17)

2.1.4 Implementasi Model Discovery Learning dalam Pembelajaran

Menurut Syah (2004: 244) dalam mengaplikasikan Discovery Learning di kelas,ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara umum antara lain sebagai berikut :

1) Stimulasi/Pemberian Rangsangan

Pertama-tama pada tahap ini siswa dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan tanda tanya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Di samping itu guru dapat memulai kegiatan PBM dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah.

2) Pernyataan/Identifikasi Masalah

Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutya adalah guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah) (Syah 2004: 244). Permasalahan yang dipilih itu selanjutnya harus dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, atau hipotesis, yakni pernyataan sebagai jawaban sementara atas pertanyaan yang diajukan.

Memberikan kesempatan siswa untuk mengidentifikasi dan menganalisis permasalahan yang mereka hadapi, merupakan teknik yang berguna dalam membangun siswa agar mereka terbiasa untuk menemukan suatu masalah.

3) Pengumpulan Data

(18)

Dengan demikian siswa diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan narasumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya. Konsekuensi dari tahap ini adalah siswa belajar secara aktif untuk menemukan sesuatu yang berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi, dengan demikian secara tidak disengaja siswa menghubungkan masalah dengan pengetahuan yang telah dimiliki. 4) Pengolahan Data

Semua informasi hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu (Djamarah, 2002: 22). Data processing disebut juga dengan pengkodean/kategorisasi yang berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Dari generalisasi tersebut siswa akan mendapatkan pengetahuan baru tentang alternatif jawaban/ penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis.

5) Pembuktian

Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing (Syah, 2004: 244). Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.

Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak. 6) Kesimpulan/Generalisasi

(19)

verifikasi (Syah, 2004: 244). Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi. Setelah menarik kesimpulan siswa harus memperhatikan proses generalisasi yang menekankan pentingnya penguasaan pelajaran atas makna dan kaidah atau prinsip-prinsip yang luas yang mendasari pengalaman seseorang, serta pentingnya proses pengaturan dan generalisasi dari pengalaman-pengalaman itu.

Berdasarkan beberapa tahap di atas, maka prosedur pelaksanaan dalam kegiatan belajar mengajar secara umum antara lain sebagai berikut :

Tabel 2.1

Prosedur Pelaksanaan Pembelajaran Tematik dengan Model Discovery Learning

Aktivitas Guru Tahapan Pelaksanaan Aktivitas Siswa

1. Guru menyajikan mengamati fakta yang disajikan guru.

(20)

5. Guru membimbing peserta didik untuk mengumpulkan informasi dalam kelompok dengan cara mencari melalui pengalaman yang dari berbagai sumber untuk meyakinkan jawaban dari diskusi yang telah dilakukan.

Fase Kelima Pembuktian

(21)

9. Guru memberi jawaban atas masalah yang telah diberikan guru.

12.Dengan bimbingan guru, siswa diberikan contoh latihan-latihan

Suriasumantri (2007: 42) mengatakan bahwa “penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik sesuatu kesimpulan yang berupa pengetahuan”. Keraf (dalam Shadiq, 2004: 4) menjelaskan bahwa penalaran adalah “proses berpikir yang berusaha menghubung-hubungkan fakta-fakta atau evidensi-evidensi yang diketahui menuju kepada suatu kesimpulan”. Dalam Wikipedia Bahasa Indonesia, penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi–proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar.

(22)

kemampuan menalar, artinya dapat berpikir secara logis bahkan sampai analitis. Manusia dalam kemampuannya menalar mempunyai bahasa yang dapat mengkomunikasikan hasil berpikirnya yang abstrak, maka manusia juga mampu mengembangkan secara lebih baik. Beberapa cara berpikir dapat dilakukan secara induksi dan deduksi yang menjadi inti dari penalaran logika empiris.

Kegiatan penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik sebuah kesimpulan yang berupa pengetahuan. Oleh karena itu, manusia pada hakekatnya menjadi makhluk yang berpikir, bersikap, bahkan bertindak maka tidak heran bahwa manusia mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dibanding lainnya. Manusia memang mempunyai alasan yang khusus yaitu mempunyai kemampuan berpikir yang menyatu antar struktur, perasaan dan kehendaknya.

Sebagai satu kegiatan berpikir, maka penalaran itu memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Terdapat pola berpikir secara luas yang dapat disebut logika. Logika dikatakan bahwa dalam setiap bentuk penalaran mempunyai cara berpikir tersendiri. Artinya dapat disimpulkan bahwa kegiatan penalaran merupakan suatu proses berpikir logis. Dalam lingkup ini berpikir logis harus diartikan sebagai kegiatan berpikir menurut suatu pola atau kaidah tertentu atau menurut logika tertentu. Berpikir logis pada dasarnya mempunyai banyak konotasi yang bersifat jamak dan tidak tunggal. Artinya suatu kegiatan berpikir bisa disebut logis jika ditinjau dari suatu logika tertentu dan mungkin tidak logis bila ditinjau dari sudut pandang logika yang lain. Hal ini lah yang menimbulkan gejala yang disebut kekacauan penalaran yang disebabkan oleh ketidakkonsistenan kita dalam menggunakan pola berpikir tertentu.

(23)

analisis tersebut adalah logika penalaran yang bersangkutan. Atau lebih jelasnya penalaran ilmiah merupakan suatu kegiatan analisis yang menggunakan logika ilmiah. Analisis pada hakekatnya merupakan suatu kegiatan berpikir berdasarkan langkah-langkah tertentu.

Berpikir atau kegiatan berpikir tidak semuanya didasarkan diri kepada penalaran. Berdasarkan kriteria penalaran bisa dikatakan bahwa tidak semua kegiatan berpikir bersifat logis dan analsis. Oleh karena itu kita dapat membedakan secara jelas mana yang berpikir menurut penalaran dan mana yang berpikir tanpa menggunakan penalaran. Berpikir menurut penalaran yaitu berpikir yang menggunakan dasar logika dan analisis sedangkan berpikir tanpa menggunakan penalaran seperti penggunaan perasaan untuk menarik sebuah kesimpulan kemudian penggunakan intuisi sebagai pijakan berpikir ilmiah. Intuisi adalah merupakan kegiatan berpikir yang non-analitik yang tidak mendasarkan diri kepada suatu pola berpikir tertentu.

2. Kemampuan Menalar

Kemampuan diartikan sebagai kesanggupan, kecakapan, atau kekuatan yang dimiliki oleh manusia (KBBI, 1995: 623). Pengertian penalaran atau sering juga disebut jalan pikiran. Menurut Keraf (dalam Suherman, 2005: 160) adalah “suatu proses berpikir yang berusaha menghubungkan fakta-fakta yang diketahui menuju kepada suatu kesimpulan”. Dalam KBBI (1995: 623) penalaran diartikan sebagai “suatu aktifitas yang memungkinkan seseorang untuk berpikir logis”.

Menurut Suherman (2005: 259) seseorang yang memiliki kemampuan menalar berarti memiliki kemampuan-kemampuan yang meliputi:

a. Kemampuan yang unik di dalam melihat persoalan atau situasi dan bagaimana pemecahannya.

(24)

d. Mampu membedakan secara baik antara respons atau jawaban yang salah dengan benar.

e. Mampu menerapkan pengetahuan terhadap persoalan yang khusus. f. Mampu meletakkan informasi dan teori-teori yang ada ke dalam

cara pandang yang baru.

g. Mampu menyimpan sejumlah besar informasi ke dalam ingatannya.

h. Mampu mengenal dan memahami adanya perbedaan maupun persamaan diantara berbagai hal.

i. Memiliki rasionalitas, yakni kemampuan menalar secara jernih. j. Mampu menghubungkan dan membedakan diantara berbagai

gagasan dan permasalahan.

Penalaran merupakan suatu kegiatan menyimpulkan fakta, menganalisa data, memperkirakan, menjelaskan dan membuat suatu kesimpulan (Indriastuti, 2008: 16). Sebagai kegiatan berpikir penalaran mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

b. Adanya suatu pola pikir yang secara luas disebut logika.

Logika adalah argumen berpikir formal yang di dalamnya terdapat sperangkat aturan untuk menarik kesimpulan (Suherman, 2005: 159). Dengan kata lain tiap penalaran mempunyai argumen berpikir formal sendiri-sendiri untuk menarik kesimpulan.

b. Proses berpikir bersifat analitik.

Penalaran adalah suatu kegiatan berpikir yang menggunakan logika ilmiah. Logika ilmiah inilah yang akan menghasilkan konsep bagi seseorang dalam memahami suatu masalah.

(25)

Dari beberapa pendapat di atas indikator-indikator yang digunakan untuk mengetahui kemampuan penalaran siswa dalam penelitian ini adalah merujuk dan mengadaptasi dari kemampuan penalaran yang dibuat oleh Mariasari (2010: 13) dan Neneng Maryam Jamaliah Nurul Janah (2015: 39), dimana instrumen penilaian tersebut mengacu pada indikator kemampuan penalaran. Adapun instrumen penilaian kemampuan penalaran yang dibuat peneliti adalah sebagai berikut:

a. Memperkirakan proses penyelesaian : siswa memperkirakan proses penyelesaian sebuah soal tema.

b. Menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisa situasi tema : siswa menggunakan pola-pola yang diketahui, kemudian menghubungkannya untuk menganalisa situasi persoalan yang terjadi. c. Menyusun argumen yang valid dengan menggunakan langkah yang

sistematis: siswa menyusun argumen yang valid dengan menggunakan langkah penyelesaian yang sistematis.

d. Menarik kesimpulan yang logis : siswa menarik kesimpulan yang logis dengan memberikan alasan pada langkah penyelesaiannya.

(26)

Tabel 2.2

Kisi-Kisi Kemampuan Menalar Siswa

No Komponen Penalaran Proses berpikir/ Indikator 1 Membandingkan Menyebutkan persamaan dan perbedaan 2 Mengelompokkan Mengelompokkan ke dalam beberapa kategori 3 Menyimpulkan Menyimpulkan suatu hal berdasarkan fakta-fakta 4 Menganalisis kesalahan Mengritik cara berpikir diri sendiri

5 Memberi dukungan Mendukung sebuah pernyataan 6 Menganalisis cara

pandang

Menyampaikan pandangan personal terkait sebuah isu

7 Mengambil keputusan Menggunakan kriteria untuk memilih dari beberapa opsi

8 Menyelidiki Mengumpulkan informasi 9 Melakukan percobaan Mencari penjelasan

Indikator-indikator di atas digunakan untuk mengetahui kemampuan penalaran siswa.

2.1.6 Hasil Belajar

(27)

Berdasarkan teori taksonomi hasil revisi Anderson ( Hamsa, 2012) dijelaskan bahwa hasil belajar secara kognitif dapat diuraikan sebagai berikut :

a. Mengingat, Kata-kata operasional yang digunakan adalah mengurutkan, menjelaskan, mengidentifikasi, menamai, menempatkan, mengulangi, menemukan kembali.

b. Memahami, Kata-kata operasional yang digunakan adalah menafsirkan, meringkas mengklasifikasikan, membandingkan, menjelaskan, membeberkan.

c. Menerapkan, Kata-kata operasional yang digunakan adalah melaksanakan, menggunakan, menjalankan, melakukan, mempraktekan, memilih, menyusun, memulai, menyelesaikan, mendeteksi.

d. Menganalisis, Kata-kata operasional yang digunakan adalah menguraikan, membandingkan, mengorganisir, menyusun ulang, mengubah struktur, mengkerangkakan, menyusun outline, mengintegrasikan, membedakan, menyamakan, membandingkan, mengintegrasikan.

e. Mengevaluasi, Kata-kata operasional yang digunakan adalah menyusun hipotesi, mengkritik, memprediksi, menilai, menguji, membenarkan, menyalahkan.

f. Berkreasi, Kata-kata operasional yang digunakan adalah merancang, membangun, merencanakan, memproduksi, menemukan, membaharui, menyempurnakan, memperkuat, memperindah, menggubah.

(28)

Teknik penilaian adalah suatu cara yang digunakan dalam mengukur kemampuan siswa dalam mengikuti pembelajaran. Teknik ini dapat berupa tes maupun non tes.

a. Teknik Tes

Teknik tes dapat diartikan suatu alat ukur dalam kegiatan pembelajaran yang berupa serangkaian pertanyaan atau soal yang harus dikerjakan dalam kondisi yang diatur, dan juga untuk mengukur hasil belajar dan kemampuan kelompok maupun individu.

b. Teknik Non Tes

Teknik non tes dapat dilakukan dengan observasi, angket maupun wawancara.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik tes yaitu tes tertulis. Tes tertulis merupakan tes dengan soal-soal yang harus dijawab siswa dengan memberikan jawaban tertulis.

Berdasarkan uraian di atas, pengukuran hasil belajar yang dilakukan peneliti adalah mengukur hasil belajar siswa pada mata pelajaran tematik dengan menggunakan post test pada setiap akhir siklus.

2.1.7 Penerapan Model Discovery Learning Dalam Meningkatkan Kemampuan Menalar dan Hasil Belajar Siswa

(29)

mendorong siswa untuk mengajukan penalaran seperti “jika jawaban memiliki alasan dan bukti” terhadap objek dan peristiwa yang ada di alam.

Pada perkembangan lebih lanjut pertanyaan itu ditingkatkan menjadi penalaran seperti “bagaimana”, sebagai hasil eksplorasi terhadap lingkungan siswa diharapkan membentuk dirinya dengan sikap seorang ilmuwan muda. Selama melakukan berbagai kegiatan, perlu ditumbuh kembangkan kemampuan untuk menggunakan keterampilan proses seperti mengajukan pertanyaan, menduga jawaban, merancang penyelidikan, melakukan percobaan, mengolah data, menalar, mengevaluasi hasil dan mengkomunikasikan temuannya kepada beragam orang dengan berbagai cara yang dapat memberi pemahaman dengan baik.

Melalui pendekatan dan penggunaan model Discovery Learning guru dapat menciptakan pembelajaran yang menantang sehingga melahirkan interaksi antara gagasan yang diyakini siswa sebelumnya dengan suatu bukti baru dari hasil percobaan untuk mencapai pemahaman baru yang lebih saintifik melalui proses eksplorasi atau pengujian gagasan baru lewat sebuah percobaan, sudah barang tentu hal tersebut melibatkan beragam sikap ilmiah seperti menghargai gagasan orang lain, terbuka terhadap gagasan baru, menalar, jujur, kreatif, dan berfikir lateral.

(30)

2.2 Kajian Penelitian Yang Relevan

Berdasarkan beberapa penelitian tindakan kelas sebelumnya, ternyata model Discovery Learning mampu meningkatkan kemampuan menalar dan hasil belajar siswa. Hasil Penelitian yang dilakukan oleh Fitri Apriani Pratiwi (2014) menunjukkan bahwa pengaruh penggunaan model

Discovery Learning dengan pendekatan saintifik terhadap keterampilan berpikir kritis siswa sma adalah terdapat perbedaan keterampilan berpikir kritis pada materi larutan elektrolit dan non elektrolit antara siswa yang diajarkan menggunakan model Discovery Learning dengan pendekatan saintifik dan yang diajar menggunakan model cooperative learning dengan pendekatan saintifik. Pembelajaran menggunakan model Discovery Learning dengan pendekatan saintifik memberikan pengaruh terhadap peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa sebesar 28,23% dengan perhitungan Effect Size sebesar 0,78.

Hasil penelitian lain oleh Neneng Maryam Jamaliah Nurul Janah

(2015: 44) tentang penerapan pembelajaran berbasis proyek, pemecahan masalah dan penemuan terhadap kemampuan menalar dan literasi lingkungan siswa smp pada konsep fotosintesis diperoleh data bahwa terdapat perbedaan rata-rata gain penguasaan kemampuan menalar keseluruhan yang signifikan antara kelas siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran berbasis proyek dengan kelas siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pembelajaran pemecahan masalah (Sig= 0,000). Selain itu, gain antara kelas pemecahan masalah dengan penemuan juga memiliki perbedaan yang signifikan (Sig=0,002). Model pembelajaran berbasis proyek, pemecahan masalah dan penemuan dapat memberikan hasil yang berbeda signifikan pada seluruh komponen literasi lingkungan dengan berbagai variasi kategori N-gain pada ketiga model tersebut.

(31)

investigation pada siswa kelas vii semester 1 SMP Negeri 2 Grobogan Tahun 2014/2015 menunjukkan bahwa gambaran simbolis dengan memanipulasi simbol-simbol dari 31,25% meningkat menjadi 80,64%, 2) menarik kesimpulan dari permasalahan matematika dari 6,25% meningkat menjadi 58,06%. Adanya peningkatan kemampuan memecahkan masalah dapat dilihat dari 1) memahami masalah dari 31,25% meningkat menjadi 93,55%, 2) merencanakan cara penyelesaian masalah dari 15,625% meningkat menjadi 93,55%, 3) melaksanakan rencana penyelesaian masalah matematika dari 15,625% meningkat menjadi 80,64%, 4) meninjau kembali hasil penyelesaian masalah dari 9,325% meningkat menjadi 58,06%.

2.3 Kerangka Pikir

Kemampuan menalar merupakan hal penting yang harus dimiliki siswa dalam belajar. Kurangnya kemampuan menalar siswa berdampak pada rendahnya kompetensi belajar siswa pada setiap muatan dalam pembelajaran tematik integratif. Sebagai upaya mengatasi persoalan tersebut perlu model pembelajaran yang berpotensi meningkatkan kemampuan menalar dan kompetensi hasil belajar siswa. Model Discovery Learning adalah model pembelajaran yang terjadi dimana siswa tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan siswa mengorganisasi sendiri. Model ini lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui, masalah yang dihadapkan kepada siswa semacam masalah yang direkayasa oleh guru. Dalam mengaplikasikan metode Discovery Learning guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan.

(32)

2001:219). Dengan demikian Discovery Learning menuntut anak untuk mampu menggunakan pengetahuannya agar dapat menalar sehingga memperoleh informasi yang lebih mendalam dan dipahami siswa secara utuh. Kerangka pikir PTK ini dapat dicermati dari bagan berikut :

Model Discovery learning

Stimulation (stimulasi/pemberian

rangsangan) Rendahnya kemampuan menalar dan hasil belajar

siswa

Problem statement

Data collection

Data Processing

Verification

Generalization

Evaluasi cara pemecahan masalah

Langkah pendekatan saintifik

Mengamati

Menanya

Hasil belajar tema bermain benda-benda sekitar meningkat

Kemampuan menalar siswa meningkat Mengumpulkan data

Menalar/Mengasosiasi

(33)

2.4 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan uraian kerangka pikir di atas dijelaskan bahwa Pembelajaran dengan menggunakan model Discovery Learning dalam upaya meningkatkan kemampuan menalar dan hasil belajar dapat dilakukan dengan langkah-langkah pemberian stimulus, pemberian masalah, pengumpulan data, mengolah data, pembuktian dan penarikan kesimpulan.

Berdasarkan teori dan kerangka berpikir di atas, maka peneliti dapat membuat hipotesis tindakan atau hipotesis kerja yakni sebagai berikut:

Gambar

Tabel 2.1 Prosedur Pelaksanaan Pembelajaran Tematik dengan
Tabel 2.2

Referensi

Dokumen terkait

Lingkungan masyarakat, dari hal ini peneliti mendapat data bahwa banyak masyarakat yang mendukung mahasiswa dalam mempersiapkan diri menjadi guru dengan prosentase

Berkaitan dengan hal tersebut, maka dalam upaya menyiapkan tenaga kependidikan yang terdiri dari tenaga pembimbing, tenaga pengajar, tenaga pelatih diperlukan suatu

Product dropping optimization wanes revenue growth. New product introduction shall support the future growth. Maintained HOLD albeit with higher TP of Rp1,010. 3Q18 earnings

 Penilaian setiap peserta di setiap aspek dilakukan dengan cara mengisi sel/kotak dalam tabel sesuai dengan nomor peserta dalam kelompok yang tertulis pada baris paling atas.

Post the overpressure incident in INCO’s electric furnace system in 3Q18, the management stated that production has now returned to normal without any additional major

Praktik Pengalaman Lapangan adalah semua kegiatan kurikuler yang harus dilakukan oleh mahasiswa praktikan sebagai alat untuk menerapkan teori yang diperoleh dalam

3) Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 37 Tahun 2018 tentang Nilai Ambang Batas Seleksi Kompetensi Dasar Pengadaan Galon

Hasil penghitungan uji independent t-test data kelompok eksperiman dan kelompok kontrol motivasi olahraga dengan menggunakan asumsi equal variances not assumed diperoleh