EFISIENSI
AIR PREHEATER
UNIT 2 DI PLTU BANTEN 3
LONTAR
Disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah Praktik Kerja Lapangan/Seminar pada Semester VII
Disusun Oleh :
Loni Novia Amelia
121724016
DEPARTEMEN TEKNIK KONVERSI ENERGI
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME yang telah memberikan rahmat-Nya sehingga dapat menyelesaikan laporan kerja praktik dengan judul “Efisiensi Air Preheater Unit 2 di PLTU Banten 3 Lontar”.
Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan untuk mata kuliah Kerja Praktik Program Studi Teknologi Pembangkit Tenaga Listrik, Departemen Teknik Konversi Energi Politeknik Negeri Bandung.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan rasa terima kasih yang tidak terkira kepada kedua orang tua tercinta yang telah membesarkan, mendidik penulis dengan doa dan kasih sayang serta dukungan moril maupun materiil kepada penulis.
Dalam penyusunan laporan ini, penulis banyak menerima bantuan berupa bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Alvin Mizrawan Tarmizi, S.T. selaku Ahli Muda Efisiensi di PLTU Banten 3 Lontar yang telah membimbing di lapangan,
2. Bapak Tobat Martin Leonardo selaku Supervisor Senior Condition Based Maintenance di PLTU Banten 3 Lontar yang telah membimbing selama pelaksanaan kerja praktek,
3. Mas Andi Rinaldi Hasan selaku pembimbing di lapangan,
4. Bapak Budi Putranto selaku Supervisor Senior SDM yang telah membantu proses perizinan Kerja Praktik,
5. Seluruh Engineer, staf dan karyawan PLTU Banten 3 Lontar khususnya bagian Condition Based Maintenance yang telah berbagi ilmu dan pengalam selama pelaksanaan kerja praktik,
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih belum sempurna adanya, karena masih banyak kekurangan baik dari segi ilmu maupun susunan bahasanya. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran demi menyempurnakan laporan ini.
Akhir kata, semoga karya ini dapat lebih bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Bandung, September 2015
DAFTAR ISI
BAB IPENDAHULUAN...1
I.1. Latar Belakang Masalah...1
I.2. Tujuan...1
I.3. Perumusan Masalah...2
I.4. Batasan Masalah...2
I.5. Tempat dan Waktu Pelaksanaan...2
I.6. Metoda Pengumpulan Data...2
I.7. Profil Singkat Perusahaan...3
BAB IILANDASAN TEORI...9
II.1. Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Uap...9
II.2. Perpindahan Panas...12
II.3. Kebutuhan Pembakaran...15
II.4. Standar ASME Performance Test Code 4.3...16
BAB IIIAIR PREHEATER...17
III.1. Pengenalan Air Preheater (APH)...17
III.2. Fungsi dan Prinsip Kerja APH...18
III.3. Komponen-komponen Air Preheater...21
III.4. Kerugian-kerugian yang terjadi pada Air Preheater (Losses)...23
III.5. Diagram Alir APH...26
III.6. Sistem Interlock dan Permissive...29
III.7. Instruksi Kerja Pengoperasian APH...30
BAB IVPENGOLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN...41
IV.1. Data Parameter...41
IV.2. Pengolahan Data...43
IV.3. Pembahasan...46
BAB I
PENDAHULUAN
BAB III. Latar Belakang Masalah
BAB III Efisiensi thermal suatu pembangkit secara keseluruhan dapat ditingkatkan dengan memanaskan udara pembakaran terlebih dahulu. Jika udara untuk proses pembakaran di dalam furnace tidak dipanaskan terlebih dahulu, maka dibutuhkan energi yang lebih besar untuk menaikkan temperatur pada saat proses pembakaran. Maka itu, akan dibutuhkan lebih banyak bahan bakar solar untuk start up firingnya yang akan meningkatkan biaya operasi dan menurunkan efisiensi pembangkit. BAB IV Pada umumnya, setiap Pembangkit Listrik Tenaga Uap yang menggunakan
boiler berkapasitas besar selalu dilengkapi dengan Air Preheater (APH). Air Preheater merupakan peralatan bantu dalam PLTU yang berfungsi sebagai alat untuk memanaskan udara sebelum digunakan proses selanjutnya (contohnya untuk udara pembakaran di boiler). Tujuannya adalah menaikkan menaikkan effisiensi termal dari suatu proses.
BAB V PLTU Banten 3 Lontar memiliki kapasitas sebesar 3 x 315 MW dan merupakan salah satu pembangkit yang menggunakan Air Preheater. Tipe APH yang digunakan adalah Ljungstrom Trisector Airpreheater. APH rentan mengalami penurunan kinerja seperti kebocoran (air leakage), dan menurunnya kemampuan penyerapan panas akibat fouling dan plugging. Kinerja APH dapat diketahui dengan menghitung Gas Side Efficiency pada APH. Dalam laporan kerja praktik ini dibahas mengenai perhitungan efisiensi Air Preheater Unit 2 dari hasil Performance Test. Sehingga judul yang diangkat untuk laporan kerja praktik ini adalah ‘Efisiensi Air Preheater Unit 2 di PLTU Banten 3 Lontar’.
BAB VI II. Tujuan
BAB VII Tujuan dari laporan Kerja Parktik ini adalah sebagai berikut :
1. Memahami penjelasan tentang Air Preheater;
2. Mengetahui jenis Air Preheater yang digunakan di PLTU Lontar; 3. Memahami prinsip kerja Air Preheater di PLTU Lontar;
BAB VIII
III. Perumusan Masalah
BAB IX Topik permasalahan yang akan dibahas dalam laporan Kerja Praktik ini adalah :
1. Apa yang dimaksud dengan Air Preheater ;
2. Apa jenis Air Preheater yang digunakan di PLTU Lontar; 3. Bagaimana prinsip kerja Air Preheater di PLTU Lontar;
4. Berapa nilai Gas Side Efficiency pada Air Preheater Unit 2 di PLTU Lontar secara aktual.
BAB X
IV. Batasan Masalah
BAB XI Pembahasan dalam laporan Kerja Praktik ini dibatasi hanya untuk mengetahui perhitungan Gas Side Efficiency pada Air Preheater di PLTU Lontar Unit 2 secara aktual.
BAB XII
V. Tempat dan Waktu Pelaksanaan
BAB XIII Kegiatan kerja praktik ini dilaksanakan pada tanggal 12 Agustus sampai dengan 11 September 2015 di PT Indonesia Power Unit Jasa Pembangkitan (UJP) Banten 3 Lontar yang terletak di Desa Lontar Kecamatan Kemiri Kabupaten Tanggerang Provinsi Banten.
BAB XIV
VI. Metoda Pengumpulan Data
BAB XV Beberapa metode yang penulis gunakan dalam mendapatkan informasi pada penyusunan laporan Kerja Praktik ini adalah sebagai berikut :
1. Observasi
BAB XVI Metode observasi dilakukan dengan mengadakan pengamatan langsung terhadap peralatan dan proses operasi yang dijadikan objek permasalahan.
2. Wawancara
BAB XVII Metode wawancara dilakukan dengan mengadakan tanya jawab langsung atau diskusi kepada tenaga ahli yang terkait dengan bidang objek yang diamati.
3. Studi Literatur
BAB XIX BAB XX
VII. Profil Singkat Perusahaan
VII.1.1. Sejarah Singkat PT. Indonesia Power
BAB XXI PT Indonesia Power atau biasa disebut PT IP merupakan salah satu anak perusahaan BUMN PT PLN ( Persero ) yang menjalankan usaha komersial pada bidang pembangkitan tenaga listrik di indonesia. Saat ini Indonesia Power merupakan perusahaan pembangkitan listrik dengan daya terbesar di Indonesia. Cikal bakal perusahaan ini adalah PT Pembangkitan Tenaga Listrik Jawa-Bali I (PLN PJB I), yang didirikan pada tanggal 3 Oktober 1995 sebagai anak perusahaan PLN yang waktu itu baru saja berubah statusnya dari Perum menjadi Persero. Pada tanggal 3 Oktober 2000, PJB I berubah nama menjadi PT Indonesia Power. Indonesia Power mengelola 8 Unit Bisnis Pembangkitan: Priok, Suralaya, Saguling, Kamojang, Mrica, Semarang, Perak-Grati dan Bali. Bisnis utama IP adalah pengoperasian pembangkit listrik di Jawa dan Bali di 8 lokasi dalam bidang unit usaha pembangkitan, unit usaha pembangkitan IP diberi nama Unit Bisnis Pembangkitan (UBP).
BAB XXII PT Indonesia Power selain memiliki Unit Bisnis Pembangkitan tersebut juga mempunyai bisnis jasa pemeliharaan pembangkit listrik yang diberi nama Unit Bisnis Pemeliharaan (UBHar) yang berkantor di jalan KS Tubun, Jakarta. IP juga mempunyai anak perusahaan yang bergerak di bidang trading batubara yaitu PT Artha Daya Coalindo. Sedangkan PT Cogindo Daya Bersama adalah anak perusahaan IP yang bergerak di bidang co-generation dan energy outsourcing. BAB XXIII Dalam mensukseskan kegiatan bisnis perusahaan, PT IP merumuskan visi
dan misi beserta tujuan dari pendirian perusahaan. Dengan visi dan misi tersebut diharapkan perusahaan dapat selalu mengembangkan diri dan selalu berbenah menuju masa depan yang lebih baik menjadi perusahaan pembangkitan tenaga listrik yang besar di masa yang akan mendatang. Visi dan misi perusahaan tersebut antara lain :
Menjadi Perusahaan Publik dengan Kinerja kelas Dunia dan bersahabat dengan
Lingkungan.
BAB XXV
BAB XXVI Misi
Melakukan usaha dalam bidang pembangkitan tenaga listrik, serta
mengembangkan usaha-usaha lainnya yang berkaitan, berdasarkan kaidah industri dan niaga yang sehat, guna menjamin keberadaan dan pengembangan perusahaan dalam jangka panjang
VII.1.2. Profil Singkat PLTU Banten 3 Lontar
BAB XXVII PLTU Lontar saat ini merupakan bagian dari Unit Jasa Pembangkitan (UJP) yang dikelola oleh PT Indonesia Power. Unit ini dikenal dengan nama PT Indonesia Power UJP PLTU Banten 3 Lontar. PLTU Lontar memiliki 3 unit dengan masing masing unit memiliki kapasitas 315 MW. PLTU ini terletak di jalan Ir Sutami Desa Lontar Kecamatan Kemiri Kabupaten Tangerang provinsi Banten. Seperti PLTU pada umumnya, PLTU Lontar ini memanfaatkan uap dari boiler yang kemudian menggerakan turbin yang dikopel langsung ke generator dengan daya pembangkitan maksimal 315 MW. PLTU Lontar memiliki komponen utama Boiler dengan tipe vertical water tube, Tiga buah turbin yaitu High Pressure Turbine, Intermediate Pressure Turbine, dan Low Pressure Turbine yang dihubungkan dalam satu shaft, Kondensor dengan tipe Single Shell Double Pass Steam Surface. Bahan bakar untuk membangkitkan uap di boiler menggunakan batu bara jenis Middle Rank Coal dan Low Rank Coal. Sedangkan untuk pembangkitan listriknya menggunakan generator dengan merek Dongfang Electric.tipe QFSN-300-2-20-B.
BAB XXVIII
BAB XXXVII BAB XXXVIII
BAB XXXIXStruktur Organisasi PT Indonesia Power UBOH Banten 3 Lontar
BAB LXXXVI
DAN MANAGEMEN ASET
BAB CXXXV
BAB CLXXV Air Preheater merupakan salah satu komponen pendukung dalam sistem PLTU. Pembahasan yang akan dilakukan pada bagian ini meliputi Pembangkit Listrik Tenaga Uap secara umum, teori-teori yang relevan terhadap Air Preheater, dan standar yang digunakan oleh industri untuk perhitungan efisiensi Air Preheater. BAB CLXXVI
BAB CLXXVII PLTU adalah suatu pusat pembangkit thermal yang menggunakan uap sebagai fluida kerjanya. Di dalam PLTU terjadi siklus tertutup yaitu fluida yang digunakan sama dan berlangsung secara berulang-ulang. Siklus yang terjadi di dalam PLTU adalah sebagai berikut :
BAB CLXXVIII Air pengisi boiler dipompa oleh boiler feed pump (BFP) melalui high pressure heater (HPH) kemudian masuk ke water drum di boiler hingga memenuhi seluruh permukaan panas di dalam boiler. Kemudian air dipanaskan oleh gas panas hasil pembakaran antara bahan bakar (batubara) dengan udara pembakaran, sehingga dihasilkan uap. Uap ini masih bersifat jenuh sehingga perlu dilakukan pemanasan lanjut hingga menjadi uap kering. Proses pemanasan lanjut terjadi di primary superheater kemudian dilanjutkan di secondary superheater.
BAB CLXXIX Uap hasil produksi boiler dengan temperatur dan tekanan tertentu diarahkan untuk memutar steam turbine sehingga menghasilkan daya mekanik berupa putaran. Pada pembangkit listrik dengan kapasitas besar, steam turbine dibagi menjadi tiga bagian, yaitu high pressure turbine (HP turbine), intermediet pressure turbine (IP turbine), dan low pressure turbine (LP turbine). Uap panas dari boiler pertama kali digunakan untuk memutar HP turbine. Setelah keluar dari HP turbine uap panas dipanaskan lagi di reheater dan kemudian dialirkan ke IP turbine. Setelah dari IP turbine, uap panas langsung menuju LP turbine. Generator yang dikopel langsung dengan turbin berputar menghasilkan energi listrik sebagai hasil dari perputaran medan magnet dalam kumparan.
BAB CLXXX Dari LP turbine, uap dikondensasikan di dalam kondensor memakai fluida air pendingin yang berasal dari air laut. Setelah uap terkondensasi menjadi air kondensat, air kondensat dialirkan menuju LP heater oleh condensate pump untuk dipanaskan, kemudian masuk ke economizer lalu ke water drum. Demikian siklus ini dinamakan siklus tertutup.
IX.1.1. Siklus Rankine
Namun uap yang dipanaskan olah bahan bakar mempunyai tekanan dan temperatur yang lebih tinggi dibandingkan dengan uap yang dihasilkan dari panas bumi.
BAB CLXXXII Siklus rankine banyak digunakan untuk pembangkit termal yang menggunakan uap sebagai media penggerak turbin. Ada empat peralatan utama utama pada pembangkit dengan sistem siklus rankine, yaitu :
a. Boiler b. Turbine c. Condenser
d. Boiler Feed Pump
BAB CLXXXIV
BAB CLXXXV Gambar 2. 1 Siklus Rankine
BAB CLXXXVI
BAB CLXXXVII Air menjadi fluida kerja pada siklus rankine dan mengalami siklus tertutup (close loop cycle) artinya secara berkelanjutan air pada akhir proses siklus masuk kembali ke proses awal siklus. Pada siklus rankine, air mengalami empat proses sesuai gambar diatas, yaitu :
BAB CLXXXVIII Proses C – D : Fluida kerja atau air dipompa dari tekanan rendah ke tinggi dan pada proses ini fluida kerja masih berfase cair sehingga pompa tidak membutuhkan input tenaga yang terlalu besar. Proses ini dinamakan proses kompresi-isentropik karena saat dipompa secara ideal tidak ada perubahan entropi yang terjadi.
panas didapatkan dari luar seperti pembakaran batubara, solar, atau juga reaksi nuklir. Di dalam boiler air mengalami perubahan fase dari cair, campuran cair dan uap, serta 100% uap kering.
BAB CXC Proses F – G : proses ini terjadi pada turbin uap. Uap kering dari boiler masuk ke turbin dan mengalami proses ekspansi secara isentropik. Energi yang tersimpan di dalam uap air dikonversi menjadi energi gerak pada turbin.
BAB CXCI Proses G – C : Uap air yang keluar dari turbin uap masuk ke kondensor dan mengalami kondensasi secara isobarik. Uap air diubah fasenya menjadi cair kembali sehingga dapat digunakan kembali pada proses siklus.
BAB CXCII
X. Perpindahan Panas
BAB CXCIII Perpindahan panas dapat didefinisikan sebagai proses berpindahnya suatu energi (kalor) dari satu daerah ke daerah lain akibat adanya perbedaan temperatur pada daerah tersebut. Pada umumnya ada tiga bentuk mekanisme perpindahan panas yang diketahui, yaitu konduksi, konveksi, dan radiasi.
X.1.1. Perpindahan Panas Secara Konduksi
BAB CXCIV Perpindahan panas secara konduksi adalah proses perpindahan kalor dimana kalor mengalir dari daerah yang bertemperatur tinggi ke daerah yang bertemperatur rendah dalam suatu medium (padat, cair atau gas) atau antara medium-medium yang berlainan yang bersinggungan secara langsung sehingga terjadi pertukaran energi dan momentum. Dalam aliran panas konduksi, perpindahan energi terjadi karena hubungan molekul secara langsung tanpa adanya perpindahan molekul yang cukup besar.
BAB CXCV
BAB CXCVIGambar 2. 2 Perpindahan panas konduksi pada dinding (J.P. Holman,hal: 33)
BAB CXCVIII Persamaan dasar untuk konduksi satu-dimensi dalam keadaan stedi dapat ditulis :
BAB CXCIX qk=−k A ∆T
x ... (2.1)
BAB CC di mana : qk : laju perpindahan panas dengan cara konduksi, Watt BAB CCI A : luas perpindahan panas, m2
BAB CCII ΔT :gradien suhu pada penampang, K BAB CCIII X : jarak dalam arah aliran panas, m BAB CCIV K : konduktivitas thermal bahan, W/m K X.1.2. Perpindahan Panas Secara Konveksi
BAB CCV Perpindahan panas secara konveksi adalah proses transport energi dengan kerja gabungan dari konduksi panas, penyimpanan dan gerakan mencampur. Konveksi sangat penting sebagai mekanisme perpindahan energi antara permukaan benda padat dan cairan atau gas.
BAB CCVI Perpindahan energi dengan cara konveksi dari suatu permukaan yang suhunya di atas suhu fluida sekitarnya berlangsung dalam beberapa tahap. Pertama, panas akan mengalir dengan cara konduksi dari permukaan ke partikel-partikel fluida yang berbatasan. Energi yang berpindah dengan cara demikian akan menaikkan suhu dan energi dalam partikel fluida ini. Kemudian partikel-partikel fluida tersebut akan bergerak ke daerah yang bersuhu rendah didalam fluida di mana mereka akan bercampur dengan, dan memindahkan sebagian energinya kepada, partikel-partikel fluida lainnya. Dalam hal ini alirannya adalah aliran fluida maupun energi. Energi sebenarnya disimpan di dalam partikel-partikel fluida dan diangkut sebagai akibat gerakan massa partikel-partikel tersebut. Mekanisme ini untuk operasinya tidak tergantung hanya pada beda suhu dan oleh karena itu tidak secara tepat memenuhi definisi perpindahan panas. Tetapi hasil bersihnya adalah angkutan energi, dan karena terjadinya dalam arah gradien suhu, maka juga digolongkan dalam suatu cara perpindahan panas dan ditunjuk dengan sebutan aliran panas dengan cara konveksi.
BAB CCVII Laju perpindahan panas dengan cara konveksi antara suatu permukaan dan suatu fluida dapat dihitung dengan hubungan :
BAB CCIX Menurut cara menggerakkan alirannya, perpindahan panas konveksi diklasifikasikan menjadi dua, yakni konveksi bebas (free convection) dan konveksi paksa (forced convection). Bila gerakan fluida disebabkan karena adanya perbedaan kerapatan karena perbedaan suhu, maka perpindahan panasnya disebut sebagai konveksi bebas (free / natural convection). Bila gerakan fluida disebabkan oleh gaya pemaksa / eksitasi dari luar, misalkan dengan pompa atau kipas yang menggerakkan fluida sehingga fluida mengalir di atas permukaan, maka perpindahan panasnya disebut sebagai konveksi paksa (forced convection).
BAB CCX Persamaan (2.4) mendefinisikan tahanan panas terhadap konveksi. Koefisien pindah panas permukaan h, bukanlah suatu sifat zat, akan tetapi menyatakan besarnya laju pindah panas didaerah dekat pada permukaan itu.
BAB CCXI
BAB CCXII Gambar 2. 3 Perpindahan Panas Konveksi
BAB CCXIII
BAB CCXIV Perpindahan konveksi paksa dalam kenyataanya sering dijumpai, kaarena dapat meningkatkan efisiensi pemanasan maupun pendinginan satu fluida dengan fluida yang lain.
X.1.3. Perpindahan Panas Secara Radiasi
BAB CCXV Perpindahan panas radiasi adalah proses di mana panas mengalir dari benda yang bersuhu tinggi ke benda yang bersuhu rendah bila benda-benda itu terpisah di dalam ruang, bahkan jika terdapat ruang hampa di antara benda - benda tersebut. BAB CCXVI Semua benda memancarkan panas radiasi secara terus-menerus. Intensitas
dengan kecepatan cahaya (3 x 108 m/s) dan gejala- gejalanya menyerupai radiasi cahaya. Memang menurut teori elektromagnetik, radiasi cahaya dan radiasi thermal hanya berbeda dalam panjang gelombang masing-masing. Untuk mengitung besarnya panas yang dipancarkan dapat digunakan rumus sebagai berikut :
BAB CCXVII qr=e A σ(T41−T42) ...(2.3) BAB CCXVIII
BAB CCXIX di mana : qr : laju perpindahan panas dengan cara radiasi, Watt BAB CCXX e : emitansi permukaan kelabu
BAB CCXXI A : luas permukaan, m2
BAB CCXXII σ : konstanta dimensional, 0,174. 10-8 BTU/h ft2 oC BAB CCXXIII T1 : Temperatur Benda kelabu, K
BAB CCXXIV T2 : Temperatur Benda hitam yang mengelilinginya, K
BAB CCXXVKhusus untuk benda hitam sempurna menurut Hukum Steven Bolzman persamaan seperti berikut :
BAB CCXXVI qr=A T4σ ... ...(2.4)
BAB CCXXVII
XI. Kebutuhan Pembakaran
BAB CCXXVIII Pembakaran adalah suatu reaksi kimia antara bahan bakar dan oksigen yang menghasilkan panas. Dengan empat kebutuhan pembakaran yaitu bahan bakar, oksigen, panas, dan suatu reaksi kimia. Dapat diilustrasikan dengan penggunaan piramida pembakaran. Jika semua kebutuhan pembakaran ada, pembakaran terjadi, dan apabila salah satu kebutuhan hilang, maka pembakaran berhenti.
BAB CCXXIX
BAB CCXXXI Oksigen dipasok melalui udara pembakaran ada dua macam, yaitu Primary Air (udara primer) dan Secondary Air (udara sekunder). Udara primer dipasok oleh Primary Air Fan (PA Fan) yang dihembuskan menuju ke alat penggiling batubara (Pulverizer) kemudian bersama-sama dengan serbuk batubara dialirkan ke Furnace untuk dibakar (reaksi kimia). Bercampurnya batubara dan udara dibantu oleh Damper tetap yaitu pengatur pengaduk udara sehingga menimbulkan turbulensi yang memungkinkan terjadinya pembakaran yang efisien. Panas ditimbulkan oleh pemantik sebagai penyulutan untuk memenuhi reaksi kimia dan pembakaran, dalam penyulutan batubara pada boiler unit 2 terjadi oleh oil gunner atau menyala setelah bahan bakar minyak menyala. Dan air heater berfungsi sebagai pemanas udara pembakaran menambah cepat proses pembakaran.
BAB CCXXXII
XII. Standar ASME Performance Test Code 4.3
BAB CCXXXIII Untuk menentukan kinerja dari suatu Air Preheater perlu dilakukan Performance Test pada komponen tersebut. Performance Test ini dilakukan berdasarkan standar ASME PTC 4.3. dari standar berikut dapat diketahui perhitungan Gas Side Efficiency dan Air Leakage untuk Air Preheater sebagai berikut :
BAB CCXXXIV ηAH ¿Tg Fgen−TFgLvCr
Tg Fgen−Taen ……….(2.5)
BAB CCXXXVDimana : ηAH : per cent = Gas Side Efficiency
BAB CCXXXVI Tg Fgen : AH Inlet gas temperature
BAB CCXXXVII TFgLvCr : AH Outlet gas temperature (corrected = excluding leakage)
BAB CCXXXVIII Taen : AH Inlet air mean temperature (measured) BAB CCXXXIX
BAB CCXL AL = WG15WG14−WG14x100
……….(2.6) BAB CCXLI Dimana : AL : Air Heater Leakage
BAB CCXLII WG14 : AH Inlet Dry Gas per PTC 4.3 BAB CCXLIII WG15 : AH Outlet Dry Gas per PTC 4.3
BAB CCXLIV
BAB CCXLV BAB CCXLVI
BAB CCXLVII
BAB CCL BAB CCLI
BAB CCLII BAB CCLIII
BAB CCLIV
BAB II
AIR PREHEATER
BAB CCLVXIV. Pengenalan Air Preheater (APH)
BAB CCLVI Air Preheater (APH) merupakan peralatan bantu dalam PLTU yang berfungsi sebagai pemanas awal udara baik udara primer (Primary air) maupun sekunder (Secondary air), sampai ke tingkat temperatur tertentu sehingga dapat terjadi pembakaran optimal dalam boiler. Dalam prosesnya, Air Preheater ini menggunakan gas buang (flue gas) hasil pembakaran di boiler sebagai sumber panasnya, kemudian mentransfer panas tersebut ke aliran udara melalui elemen pemanas berputar (rotating heat exchanger).
BAB CCLVII Air Preheater (APH) secara umum didefisikan sebagai alat untuk memanaskan udara sebelum digunakan proses selanjutnya (contohnya untuk udara pembakaran di boiler). Tujuan utama dari air preheater adalah menaikkan effisiensi termal dari suatu proses.
BAB CCLVIII Pada PLTU batubara menggunakan air preheater untuk memanaskan udara primer dan udara sekunder dengan pemanas dari udara gas buang melalui elemen sector plate. PLTU Lontar menggunakan APH tipe Ljunstrom Trisector Airpreheater. APH tipe ini terdiri dari 3 partisi sector plate yang terdiri dari primary air (dingin), secondary air (dingin) dan gas buang (panas). Pada tipe APH ini pembagian gas buang 50%, secondary air 35% dan primary air 15%. 1 unit APH terdiri dari 2 set motor penggerak, motor utama dan aux. Motor dikontrol menggunakan frequently converter.
BAB CCLIX
BAB CCLX BAB CCLXI BAB CCLXII BAB CCLXIII BAB CCLXIV BAB CCLXV
BAB CCLXVII BAB CCLXVIII
BAB CCLXIX
BAB CCLXX Gambar 3. 1 APH tipe Ljungstrom Trisector Airpreheater
XV. Fungsi dan Prinsip Kerja APH
BAB CCLXXI Fungsi APH adalah untuk memanaskan udara secondary dan udara primary. APH menyerap panas dari gas buang melalui elemen sector plate dan memindahkan panas ke udara secondary dan primary yang masuk ke dalam APH dengan cara memutar elemen plate secara kontinyu (continuously rotating heat transfer elements)
BAB CCLXXII Pada satu unit APH terdiri dari 1 set pilot bearing (direct bearing) dan thrust bearing (block bearing) dengan sistem pelumasan menggunakan pompa hidrolik sistem sirkulasi. Untuk membersihkan jelaga pada sector elemen APH dan untuk mencegah korosi akibat kandungan sulfur batubara digunakan sootblower. Tipe sootblower yang digunakan adalah tipe long, tiap APH terdiri dari 1 buah sootblower. Pada APH juga dilengkapi dengan fire detector menggunakan infrared. Jika terjadi kebakaran atau timbul api di dalam APH maka akan dideteksi oleh infrared dan dipadamkan menggunakan sootblower. Pada APH juga dilengkapi dengan Ash Hopper yang digunakan untuk menampung abu sisa gas buang yang jatuh dari sector plate. Secara umum air preheater diklasifikasikan menjadi dua tipe, yaitu : Tubular Air Preheater dan Regenerative Air Preheater.
XV.1.1. Tubular Air Preheater
BAB CCLXXIII Air preheater jenis ini biasanya terdiri dari sejumlah tube steel dengan diameter 40 sampai 65 mm dengan cara las dalam penyambungannya atau di sambung pada tube plate di ujungnya. Baik gas ataupun udara dapat mengalir melalui tube. Tubular Preheaters terdiri dari tabung-tabung yang di susun sejajar (Straight tube bundles) melewati saluran outlet dari boiler dan terbuka pada setiap sisi akhir saluran (ducting).
boiler dan digunakan untuk udara pembakaran guna menaikkan efisiensi thermal boiler.
BAB CCLXXV
BAB CCLXXVI sumber : http://en.citizendium.org/wiki/Air_preheater
BAB CCLXXVII Gambar 3. 2 Tubular Air Preheater
BAB CCLXXVIII
BAB CCLXXX
BAB CCLXXXI Gambar 3. 3 Air Preheater Tipe Tri-sector, Tipe Quart-Sector, dan Concentric-Sector.
BAB CCLXXXII
temperatur tinggi. Gas buang mengalir diatas permukaan elemen, dan kemudian mengalir menuju ke dust collectors untuk menangkap debu-debu yang terbawa oleh gas buang sebelum di buang menjadi tumpukan gas buang. Sektor kedua, yang lebih kecil dihembuskan udara ambien oleh fan yang selanjutnya melewati elemen pemanas yang berputar dan udara mengambil panas darinya sebelum masuk ke dalam ruang bakar untuk pembakaran. Sektor ketiga, yang terkecil digunakan untuk pemanas udara ambien yang nantinya akan diarahkan ke pulverizer membawa campuran batubara dengan udara ke boiler untuk pembakaran.
BAB CCLXXXIV
XVI. Komponen-komponen Air Preheater
XVI.1.1. Elemen Pemanas (Heating Surface)
BAB CCLXXXV Elemen pemanas yang berupa lempengan-lempengan plat metal yang terbagi menjadi 2 bagian secara vertikal yaitu sisi atas Hot End layer dan sisi bawah Cold End layer. Plat itu terpasang pada suatu poros yang di susun pada kompartemen silindris yang terbagi secara radial yang semua bagiannya di sebut sebagai rotor. Rotor ini berputar dalam ruangan yang memiliki sambungan duct di kedua sisinya satu sisi di aliri gas buang, sisi lain berisi udara baik primer maupun sekunder. Saat rotor diputar, setengah bagiannya memasuki saluran gas buang dan menyerap energi panas yang terkandung di dalamnya sedangkan setengah bagian yang lain mentransfer panas dari elemen ke udara pada sisi saluran udara sehingga menghasilkan udara panas yang selanjutnya akan dipasok ke furnace.
XVI.1.2. Penggerak Rotor
BAB CCLXXXVI Rotor digerakkan oleh motor listrik yang diletakkan di luar elemen pemanas. Penggerak rotor dihubungkan pada central, dan terdapat dua motor penggerak. Dua motor tersebut dihubungkan central melalui gearbox dengan yang dihubungkan oleh kopling feksibel pada gearbox kedua. Gearbox kedua menggunakan roda gigi cacing (worm gear) dengan dua langkah, yang pertama dengan rasio 43/4 dan yang kedua 59/4. Setelah kecepatan berkurang dengan dua gearbox, rasionya menjadi 1444.5/1, keluaran main motor menjadi 1,07 rpm dan auxilliary menjadi 0,5 rpm.
BAB CCLXXXVII Seal (perapat) berfungsi sebagai pencegah kebocoran fluida baik udara maupun gas buang yang melewati elemen panas pada saat operasi. Pada kondisi normal aliran udara memilki level tekanan yang lebih tinggi dari aliran gas. Hal inilah yang rawan akan kebocoran. Seal rotor dalam APH terdiri dari:
III.3.3.1 Radial Seal
BAB CCLXXXVIII Seal radial terpasang sesuai dengan posisi rotor yang posisinya terhadap plate rotor dapat di setting dan mempunyai standar sesuai dengan desain manufaktur. Dalam mensetting juga memperhatikan expansi rotor akibat temperature tinggi. Radial seal berfungsi untuk mereduksi kebocoran langsung dari area udara ke gas buang.
III.3.3.2 Axial Seal
BAB CCLXXXIX Axial seal dipasang pada sisi luar dari rotor memanjang dari sisi hot end sampai dengan cold end. Seal bekerja sama dengan radial seal untuk meminimalkan gap antara rotor dengan seal.
III.3.3.3 Circumferential seal
BAB CCXCI
BAB CCXCII Gambar 3. 4 Sistem Seal pada Air Preheater
XVI.1.4. Bearing
BAB CCXCIII Pada sisi bagian atas dan bawah rotor inner drum, terdapat roller guide bearing dan auto centred roller thrust bearing yang dipsang untuk menahan beban rotor arah horizontal dan beban axial vertical.
XVII. Kerugian-kerugian yang terjadi pada Air Preheater (Losses)
BAB CCXCV Adanya kerugian-kerugian (losses) yang terjadi mengakibatkan penurunan kinerja dari air preheater. Kerugian-kerugian yang sering ditemukan antara lain, adanya faktor pengotoran (fouling factor) dan kebocoran udara (air leakage). XVII.1.1.Fouling Factor (Faktor Pengotoran)
BAB CCXCVI Faktor pengotoran ini sangat mempengaruhi perpindahan panas pada heat exchanger. Pengotoran ini dapat terjadi endapan dari fluida yang mengalir, juga disebabkan oleh korosi pada komponen dari heat exchanger akibat pengaruh dari jenis fluida yang dialirinya. Selama heat exchanger ini dioperasikan pengaruh pengotoran pasti akan terjadi. Terjadinya pengotoran tersebut dapat menganggu atau memperngaruhi temperatur fluida mengalir juga dapat menurunkan ataau mempengaruhi koefisien perpindahan panas menyeluruh dari fluida tersebut. Beberapa faktor yang dipengaruhi akibat pengotoran antara lain :
BAB CCXCVII 1) Temperatur fluida BAB CCXCVIII 2) Temperatur dinding plat
BAB CCXCIX 3) Kecepatan aliran fluida
BAB CCC Tabel 3.1 Daftar Faktor Pengotoran Normal
BAB CCCI Jenis Fluida BAB CCCII Tahanan Pengotoran (h Fft2 / Btu) BAB CCCIII Air laut di bawah 125 F BAB CCCIV 0,0005
BAB CCCV Air laut di atas 125 F BAB CCCVI 0,001
BAB CCCVIIUdara industry BAB CCCVIII 0,002
BAB CCCIX Air pengisi ketel terolah, di atas 125 F
BAB CCCX 0,001
BAB CCCXI Bahan bakar minyak BAB CCCXII0,005
BAB CCCXIII
XVII.1.2. Kebocoran Udara (Air Leakage)
BAB CCCXV
BAB CCCXVI Gambar 3. 5 Jalur Aliran Kebocoran Air Preheater
BAB CCCXVII Dimana :
BAB CCCXVIII Jalur 1 : Aliran udara normal BAB CCCXIX Jalur 2 : Aliran gas buang normal
BAB CCCXX Jalur A : Udara ambient dari Forced Draft Fan (FDF) keluar (Leaking) secara langsung ke sisi gas outlet air preheater. BAB CCCXXI Jalur B :Udara yang sudah dipanaskan keluar ke sisi gas
outlet air
preheater.
BAB CCCXXII Jalur C : Udara ambient dari FD fan mengalami kebocoran di sekeliling air preheater.
BAB CCCXXIII Jalur D : Gas buang panas keluar boiler. BAB CCCXXIV
III.4.2.1. Kebocoran Circumferential Seal
BAB CCCXXV Circumferential seal adalah sealing yang terletak di seluruh bagian yang mengelilingi (circumference) rotor dari air heater, pada kedua hot end dan cold end dari air heater (Gb 3.6). Pada sisi flue gas dan air heater, semua kebocoran (leakage) yang melewati celah di sekitar sisi circumferential seal pada air heater (melewati elemen perpindahan panas) dan keluar melalui hilir circumferential seals. Hasil dari kebocoran ini menyebabkan hilangnya transfer enthalpi ke element bundle, dan menyebabkan naiknya temperatur (serta actual volume) pada flue gas
yang memasuki Induced Draft
circumferential seals, akan memeasuki annulus di sekeliling rotor, dimana leakage akan terpecah/terbagi menjadi dua arah. Volume di setiap arahnya bergantung pada differential pressure antara titik keluarnya. Sebagian dari aliran akan terus mengalir lurus dan keluar melalui second set dari circumferential seals. Sisa dari aliran akan diarahkan di sekeliling rotor dan keluar ke dalam aliran/saluran gas buang (melewati axials seal) melewati gas side-cold end circumferential seals.
III.4.2.2. Kebocoran Radial Seal
BAB CCCXXVI Sealing ini mengurangi kebocoran (leakage) udara yang digunakan untuk pembakaran dan ikut keluar bersama gas buang pada gas side.
BAB CCCXXVII Kebocoran yang terjadi dari air side ke gas side pada air preheater melewati/melalui sela-sela di antara rotor dan sector plate pada arah radial seperti pada gambar 3.6. Ketika rotor berputar, radial seal ini bekerja dengan permukaan sector plate untuk menahan aliran yang terjadi pada air side to gas side. Kebocoran pada radial seal dinyatakan dinyatakan sebagai sebuah presentase. Pada dasarnya merupakan presentase suatu aliran gas (gas flow) dari air heater yang merupakan hasil dari massa udara masuk yang mengalami kebocoran (leaks) dan melewati air heater seals dalam aliran gas outlet.
BAB CCCXXVIII
BAB CCCXXIX Gambar 3. 6 Kebocoran Circumferential dan Radial
BAB CCCXXX
BAB CCCXXXI APH adalah bagian dari “Flue Gas and Air System”, berikut diagram alirnya yang terdapat dalam DCS:
BAB CCCXXXII
BAB CCCXLVII Gambar 3. 7 DCS PID of Flue Gas and Air System
BAB CCCXLVIII Keterangan :
BAB CCCLXXIV Gambar 3. 8 DCS PID of APH Oil Station
BAB CCCLXXV
BAB CCCLXXVI PID selengkapnya dari sistem APH dapat dilihat dari gambar berikut:
BAB CCCXCI Gambar 3. 9 PID Flue Gas and Air System
BAB CCCXCII
BAB CDV Gambar 3. 10 PID APH Oil Station
BAB CDVI
BAB CDVII Sedangkan Diagram alir Sistem Power Suplai
APH dapat dilihat dari gambar berikut:
BAB CDXVI
BAB CDXXXIII Gambar 6. DCS PID of APH Electrical
BAB CDXXXIV
BAB CDXXXV
BAB CDXXXVI 5
BAB CDXXXVII
BAB CDXXXVIII Gambar 3. 11 DCS PID of APH Electrical
BAB CDXXXIX
XIX. Sistem Interlock dan Permissive
BAB CDXLIX Ada beberapa Permits yang harus dipenuhi agar peralatan di APH dapat dioperasikan:
A. Lube Oil Pump APH
Temperatur LO ≥ 55 °C B. APH Main Motor A/B
No APH A/B Main Converter Interlock Stop BAB I
NO BAB II Keterangan: BAB IIIBAB IV 6 kV Section 1B
BAB V
2 BAB VI 6 kV Section 1A BAB VIIBAB VIII 380 V Section 1B
APH A/B Bearing Oil Pump is Running
APH A/B Main Power On
No APH Fire Detector or Gap Fail of A/B Side System
APH A/B Main and Aux. Converter All Stop C. APH A/B Aux. Motor
No APH A/B Aux Convertor Interlock Stop
APH A/B Bearing Oil Pump is Running
APH A/B Aux. Power On
No APH Fire Detector or Gap Fail of A/B Side System
APH A/B Main and Aux. Convertor All Stop
XX. Instruksi Kerja Pengoperasian APH
BAB CDL IK Pengoperasian APH berdasar Revisi terbaru (tahun 2014) adalah sebagai berikut:
BAB CDLI BAB CDLII
BAB CDLIII
BAB CDLIV
BAB CDLV
BAB CDLVI
BAB CDLVII
BAB CDLVIII
BAB CDLIX
BAB CDLX
BAB CDLXI Gambar 3. 12 Boiler APH (Flue Gas and Air System Display)
BAB CDLXIII
BAB CDLXIV
BAB CDLXVKeterangan :
BAB CDLXVI NO
BAB CDLXVII Keterangan
BAB CDLXVIII
1
BAB CDLXIX APH A main converter
BAB CDLXX
2BAB CDLXXI APH A aux. converter
BAB CDLXXII
3BAB CDLXXIII APH A main converter interlock button
BAB CDLXXIV
4
BAB CDLXXV APH A aux converter interlock button
BAB CDLXXVI
5
BAB CDLXXVII APH A main / aux converter selector button
BAB CDLXXVIII
6
BAB CDLXXIX APH A main converter first out
BAB CDLXXX
7
BAB CDLXXXI APH A main converter start permit
BAB CDLXXXII
8BAB CDLXXXIII APH A main converter first out
BAB CDLXXXIV
9BAB CDLXXXV APH A main converter start permit
BAB CDLXXXVI
10
BAB CDLXXXVII APH B main converter
BAB CDLXXXVIII
11
BAB CDLXXXIX APH B aux. converter
BAB CDXC
12
BAB CDXCI Penunjukan arus APH B main converter
BAB CDXCII
13
BAB CDXCIII Penunjukan arus APH B aux. converter
BAB CDXCIV
14
BAB CDXCVAPH B gap control
BAB CDXCVI
15BAB CDXCVII APH Fire Alarm
BAB CDXCVIII
16BAB CDXCIX APH A gap control
BAB D
17
BAB DI APH A inlet flue gas damper
BAB DII
18
BAB DIV
19
BAB DV APH A secondary air damper
BAB DVI
20
BAB DVII Differential press inlet / outlet APH
BAB DVIII
21
BAB DIX Diffenrential temperatur inlet /outlet APH
BAB DX
22 BAB DXI Differential temperatur inlet / outlet secondary air
BAB DXII
BAB DXIII
BAB DXIV
BAB DXV
BAB DXVI
BAB DXVII
BAB DXVIII
BAB DXIX
BAB DXX
BAB DXXI
BAB DXXII
BAB DXXIV
BAB DXXV Gambar 3. 13 Air Preheater Oil Station
BAB DXXVIKeterangan : BAB DXXVIIN
O
BAB DXXVIII Keterangan
BAB DXXIXBAB DXXX1 APH Block / Support bearing oil pump BAB DXXXIBAB DXXXII2 APH Radial / Direct / Guide bearing oil pump
XX.1.1. Persiapan Start
BAB DXXXIII
NoBAB DXXXIVC/L BAB DXXXVKegiatan BAB DXXXVIchecklist BAB DXXXVII
1
BAB DXXXVIII C
BAB DXXXIXSiapkan IK-BLT-UNIT-001 “Pengoperasian Air
Preheater” BAB DXL
BAB DXLI
2 BAB DXLIIC/L
BAB DXLIII Pastikan checklist pengoperasian Air Preheater
sudah dilaksanakan. BAB DXLIV
BAB DXLV
3BAB DXLVIC/L
BAB DXLVII Siapkan alat komunikasi operator. (Handi
Talkie) BAB DXLVIII
BAB DXLIX 4
BAB DL C/L
BAB DLI Siapkan alat tulis dan alat recorder data.
(Logsheet & Logbook) BAB DLII
BAB DLIII 5
BAB DLIV C/L
BAB DLV Pastikan tagging pada peralatan sudah release.BAB DLVI
BAB DLVII
BAB DLXIX
BAB DLXXVIII Breaker Lube oil Direct & Block bearing motor pompa energize.
(10BMB06A2&10BMC06A2)
8BAB DLXXXVIIL
BAB DLXXXVIII Periksa breaker Seal gap A1 A2 A3 & B1 B2 B3 energize. (X0BMB04D1)
BAB DLXXXIX
BAB DXCIV Periksa APH Fire detecting Cabinet energize. (10BMB05B1)
BAB DCVI Periksa Level lube oil Direct & Block bearing
BAB DCVII
BAB DCVIII Block Bearing : 100 mm
BAB DCX
11BAB DCXI
BAB DCXII Periksa Level Lube oil support Bearing
BAB DCXIII BAB DCXIV BAB DCXV
BAB DCXVI
BAB DCXVII
BAB DCXVIII
BAB DCXIX
BAB DCXX
12BAB DCXXIL
BAB DCXXIIPeriksa cooling water system lube oil, manual valve inlet & return valve open.
BAB DCXXIII
BAB DCXXIV
-Cooler Lube oil Block bearing - Cooler Lube oil Direct bearing
BAB DCXXV
13BAB DCXXVIL
BAB DCXXVIIPeriksa udara instrument emergency converter dalam kondisi open (standby).
BAB DCXXVIII
BAB DCXXIX
BAB DCXXX 14
BAB DCXXXI C/L
BAB DCXXXII Periksa Seal gap A1 A2 A3 & B1 B2 B3 pada level 9-10 mm
BAB DCXXXIII BAB DCXXXIV BAB DCXXXV BAB DCXXXVI BAB DCXXXVII BAB DCXXXVIII BAB DCXXXIX
BAB DCXL Seal Gap pada panel lokal Seal Gap di lokal
BAB DCXLI
BAB DCXLII
BAB DCXLIII
BAB DCXLIV
BAB DCXLV
BAB DCXLVI
BAB DCXLVII
BAB DCXLVIII
15 ON, Reset Semua Alarm dan Release Push Button
BAB DCLII
A. Panel Lube Oil APH B. Panel Main APH B C. Panel Main APH A D. Panel Seal Gap APH B E. Panel Seal Gap APH A
BAB DCLIV
16
BAB DCLV L
BAB DCLVI Periksa Emergency push button sudah release
BAB DCLVII
BAB DCLVIII
BAB DCLIX
17
BAB DCLX C/L
BAB DCLXI Informasikan kepada Supervisor operasi bahwa
APH siap di start BAB DCLXII
BAB DCLXIII
BAB DCLXIV
BAB DCLXV
XX.1.2. Start
BAB DCLXVII NO
BAB DCLXVIII
C/L BAB DCLXIX Kegiatan
BAB DCLXX check
BAB DCLXXIII Pastikan start permit main converter APH telah terpenuhi :
BAB DCLXXIV
BAB DCLXXVBila permit telah terpenuhi, tampilan permit berubah dari merah ke hijau
BAB DCLXXVI
BAB DCLXXVIIReset pada bagian FO bila permit sudah terpenuhi semua.
BAB DCLXXXIPastikan interlock button main / aux.
Converter tidak aktif ( button 3 dan 4 berwarna hijau)
BAB DCLXXXII
BAB DCLXXXIII 3
BAB DCLXXXIV C
BAB DCLXXXV Pastikan selector Main / Aux. Converter telah dipilih (button 5 berwarna merah untuk selector A dan hijau untuk selector B )
BAB DCLXXXVI
BAB DCLXXXVII 4
BAB DCLXXXVIII C
BAB DCLXXXIX Pastikan semua parameter pressure dan temperatur inlet outlet APH (flue gas, primary air, secondary air dalam kondisi normal )
BAB DCXC (Button 20, 21, 22, 23 menunjuk angka)
BAB DCXCI
BAB DCXCII 5
BAB DCXCIII C
BAB DCXCIVPastikan bearing lube oil APH telah siap dioperasikan.
BAB DCXCV Lube oil bearing APH terdiri dari 2 unit pompa direct bearing / guide bearing dan 1 unit pompa block bearing untuk masing – masing APH.
BAB DCXCVI
BAB DCXCVII 6
BAB DCXCVIII C
BAB DCXCIX Pastikan tidak terdapat alarm APH oil station fault alarm (gambar2 no 3) , jika terdapat alarm pastikan jenis alarm dan reset
BAB DCC
BAB DCCI 7
BAB DCCII C/L
BAB DCCIII Untuk pertama kali start pompa direct bearing
(gambar2 no 1) dan block bearing (gambar2 no 2)
akan menunjukkan kondisi fault/standby (indikasi pompa berwarna kuning berkedip). Pompa akan otomatis start (indikasi pompa berwarna merah) pada saat temperatur lube oil mencapai 55˚C dan secara otomatis akan stop / kondisi standby pada saat temperatur lube oil bearing telah mencapai 35˚C.
BAB DCCIV
BAB DCCV 8
BAB DCCVI C/L
BAB DCCVII Pastikan tidak terdapat alarm fire dan gap fail (start permit No APH Fire detector or gap fail A/B side), (gambar 1 no 14, 15, 16)
BAB DCCVIIIJika terdapat alarm pastikan di lokal aman dan tidak terdapat perbaikan,jika sudah aman RESET,
BAB DCCIX
BAB DCCX 1
BAB DCCXI Status alarm gap fail A1 fault, A2 fault, A3 fault dan B1 fault, B2 fault, B3 fault
BAB DCCXII 2
BAB DCCXIIINilai seal gap APH A/B di lokal A1, A2, A3, B1, B2, B3 (0 mm – 9mm) BAB DCCXIVNilai Normal 9 mm
BAB DCCXV 3
BAB DCCXVITombol force up jika nilai gap tidak sesuai < 9 mm
BAB DCCXVII 4
BAB DCCXVIII Selector switch manual / auto
BAB DCCXIX 5
BAB DCCXX Lampu indikator fault seal gap A1, A2, A3, B1, B2, B3
BAB DCCXXI 6
BAB DCCXXIITombol reset alarm seal gap
BAB DCCXXIII
BAB DCCXXV 9
BAB DCCXXVI C
BAB DCCXXVII Jika sudah siap antara lokal dan CCR maka APH di start dengan menekan gambar 1 (Main Converter) ---> START --- > ACK. Arus motor akan stabil saat frekuensi motor sudah naik sampai 50 Hz.
BAB DCCXXVIII
BAB DCCXXIX 10
BAB DCCXXX
C/LBAB DCCXXXI
Bila tidak ada kelaian, interlock pada aux motor dan lakukan test interlock
BAB DCCXXXIV
NOBAB DCCXXXVC/L BAB DCCXXXVI Kegiatan BAB DCCXXXVIIchecklist
BAB DCCXXXVIII 1
BAB DCCXXXIX C
BAB DCCXL Perhatikan APH yang sudah beroperasi akan berwarna merah dan menunjukkan arus, arus normal pada APH adalah 13 A – 15 A
BAB DCCXLIV Perhatikan
- Putaran motor APH normal atau tidak, (APH A Clockwise, APH B Counter clockwise)
- Tidak terdapat suara gesekan antar plate elemen di tiap sector
- Ukuran seal gap antar sector (Primary – secondary), (Primary – flue gas), (secondary – flue gas) normal 9-10 mm
- Perhatikan level lube oil motor gear box, guide bearing, block bearing > 50%
- Perhatikan panel APH tidak ada alarm, jika ada pastikan di lokal aman.
BAB DCCXLV
BAB DCCXLVI 3
BAB DCCXLVII
LBAB DCCXLVIII
Monitoring arus APH, lube oil bearing APH agar selalu standby dan tidak terdapat alarm.
BAB DCCXLIX
BAB DCCL 4
BAB DCCLI C/L
BAB DCCLII Catat parameter operasi APH secara periodik pada logsheet CCR dan lokal. Jika terdapat penyimpangan pada parameter operasi laporkan Supervisor operasi.
NOBAB DCCLVIIC/L BAB DCCLVIIIKegiatan BAB DCCLIXlistcheck
BAB DCCLX
1BAB DCCLXIC/L
BAB DCCLXIIStop Normal : Pastikan temperatur inlet fluegas APH <120 °C, APH aman untuk di stop BAB DCCLXIII Stop Emergency (satu sisi APH) :
- Close damper fluegas inlet APH
(X0HNA10AA001a- X0HNA10AA001b / X0HNA20AA001a- X0HNA20AA001b)
- Lepas interlock standby Aux. Converter APH
- Stop APH dari emergency push button
BAB DCCLXIV
BAB DCCLXV 2
BAB DCCLXVI C
BAB DCCLXVII Lepas interlock standby Aux. Converter APH
4BAB DCCLXXIVCBAB DCCLXXVemergency push button.Jika stop fault/ gagal, stop dari
BAB DCCLXXVI
BAB DCCLXXVII 5
BAB DCCLXXVIII L
BAB DCCLXXIX Pastikan di lokal motor berhenti berputar secara sempurna dan tidak ada suara abnormal.
BAB DCCLXXXIII Lube oil guide bearing, blok bearing stop jika temperatur oil < 35 C
BAB DCCLXXXIV
XX.1.5. Penormalan Setelah Stop
BAB DCCLXXXVI NO
BAB DCCLXXXVII C/L
BAB DCCLXXXVIII Kegiatan BAB DCCLXXXIX checklist
BAB DCCXC 1
BAB DCCXCI C
BAB DCCXCIIClose damper damper yang berhubungan langsung dengan APH baik dari Primary, secondary, flue gas
BAB DCCXCVI Hubungi bagian pemeliharaan jika terdapat kerusakan peralatan
BAB DCCC Hubungi pemeliharaan kontrol instrumen jika ada kesalahan logika pada sistem kontrol APH
BAB DCCCI
BAB DCCCII 4
BAB DCCCIII C
BAB DCCCIVKembalikan peralatan kerja sesuai dengan tempatnya
PENGOLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN
BAB DCCCXBAB DCCCXI Pada bab ini akan dibahas mengenai perhitungan efisiensi Air Preheater PLTU Unit 2 Lontar secara aktual berdasarkan ASME PTC 4.3 beserta pembahasan dan analisanya.
BAB DCCCXII
XXII. Data Parameter
BAB DCCCXIII Parameter BAB DCCCXIV Symbol
BAB DCCCXV
Unit
BAB DCCCXVI
Value
BAB DCCCXVII Fuel Analysis as Fired basedBAB DCCCXVIIIBAB DCCCXIXBAB DCCCXX
BAB DCCCXXV Fuel Higher Heating Value
BAB DCCCXXVI Higher Heating Value [AR)BAB DCCCXXVII He
BAB DCCCXXVIII kcal/kg-f
BAB DCCCXXIX 4.636,00
BAB DCCCXXX Higher Heating Value [AR)BAB DCCCXXXI Hf
BAB DCCCXXXII kJ/kg-f
BAB DCCCXXXIV Ultimate analysis BAB DCCCXXXVBAB DCCCXXXVIBAB DCCCXXXVII
BAB DCCCXXXVIII Carbon BAB DCCCXXXIX
MpCF
BAB DCCCXL wt%
BAB DCCCXLI 48,12
BAB DCCCXLII Hydrogen BAB DCCCXLIII
MpHF
BAB DCCCXLIV wt%
BAB DCCCXLV 3,56
BAB DCCCXLVI Nitrogen BAB DCCCXLVII
MpNF
BAB DCCCXLVIII wt%
BAB DCCCXLIX 0,78
BAB DCCCLOxygen BAB DCCCLIM
pO2F
BAB DCCCLII wt%
BAB DCCCLIII 13,29
BAB DCCCLIV Sulphur BAB DCCCLV
MpSF
BAB DCCCLVI wt%
BAB DCCCLVII 0,33
BAB DCCCLVIII Ash BAB DCCCLIX
MpAsF
BAB DCCCLX wt%
BAB DCCCLXI 5,22
BAB DCCCLXII Moisture BAB DCCCLXIII
MpMF
BAB DCCCLXIV wt%
BAB DCCCLXV 28,70
BAB DCCCLXVI Total BAB DCCCLXVIIBAB DCCCLXVIII wt%
BAB DCCCLXIX 100,00
BAB DCCCLXXIV Ash Analysis
BAB DCCCLXXV Unburned Carbon in Bottom Ash [Mass % of dry refuse)
BAB DCCCLXXVIBAB DCCCLXXVII wt%
BAB DCCCLXXVIII 2,66
BAB DCCCLXXIX Unburned Carbon in
Economizer Hopper [Mass % of dry refuse)
BAB DCCCLXXXBAB DCCCLXXXI wt%
-BAB DCCCLXXXIII Unburned Carbon in Flyash [Mass % of dry refuse)
BAB DCCCLXXXIVBAB DCCCLXXXV wt%
BAB DCCCLXXXVI 0,17
BAB DCCCLXXXVII
BAB DCCCLXXXVIII Ash Split
BAB DCCCLXXXIX Bottom Ash [% of total refuse)BAB DCCCXC xUCb
BAB DCCCXCI wt%
BAB DCCCXCII 0,10
BAB DCCCXCIII Economizer Hopper [% of total refuse)
BAB DCCCXCIV xUCe
BAB DCCCXCV
wt%BAB DCCCXCVI
BAB DCCCXCVII Flyash [% of total refuse)BAB DCCCXCVIIIxUCfBAB DCCCXCIXwt% BAB CM 0,90 BAB CMI
BAB CMII Combustibles in Ash
BAB CMIII Percent Carbon in Fuel BAB CMIV M
pCFBAB CMVBAB CMVI% 48,12 BAB CMVII
BAB CMVIIIEconomizer Outlet
BAB CMIX O2 (% vol dry) BAB CMX D
VpO214BAB CMXIBAB CMXII% 2,00 BAB CMXIII
BAB CMXIVAir Heater Oulet
BAB CMXV O2 (% vol dry) BAB CMXVID
VpO215BAB CMXVII%
BAB CMXXAir and Gas Temperature
BAB CMXXIFD Fan Temperature Outlet BAB CMXXII TFDf out
BAB CMXXIII °C
BAB CMXXIV 30,01
BAB CMXXV PA Fan Temperature OutletBAB CMXXVI TPAf out
BAB CMXXVII °C
BAB CMXXVIII 41,11
BAB CMXXIX Secondary air flow ratio BAB CMXXX XpFrA2
BAB CMXXXI %
BAB CMXXXII
-BAB CMXXXIII Primary air flow ratio BAB CMXXXIV XpFrA1h
BAB CMXXXV %
BAB CMXXXVI 100,00
BAB CMXXXVII Secondary AH Outlet air temperature
BAB CMXLIPrimary AH Outlet air temperatureBAB CMXLII TAH1hout
BAB CMXLIII °C
BAB CMXLIV 337,45
BAB CMXLVAH Inlet air mean temperature BAB CMXLVI Taen
BAB CMXLVII °C
BAB CMXLVIII 41,11
BAB CMXLIX AH Inlet gas temperature BAB CML TFgEn
BAB CMLI ° C
BAB CMLII 360, 02
BAB CMLIIIAH outlet gas temperature (corrected = excluding leakage)
BAB CMLIV
BAB CMLXI
Unburned Carbon in Fuel MpUbC = MpCRs x MFrRs
= 0,42x0,05 = 0,02 %
Unburned Carbon in the Residu, percent
MpCRs =
[
UCb x xUCb]
+[
UCe x xUCe]
+[UCfx xUCf]=
[
2,66x0,10]
+[0,17x0,90]= 0,42 wt%
Mass Fraction of spent sorbent per mass of fuel
MFrRs = MpAsF
(100−MpCRs)
= 5,22
(100−0,42)
= 0,05kg/kg
Carbon burned
MpCb = MpCF−MpUBC
Theoritical air per moles/mass fuel as fired
MoThACr= MFrThACr28,963 = 6,04
28,963 = 0,21 mol
kg fuel
Moles of Dry Products from The Combustion
MoDPc =
[
xpA14 = 100x DVpO2x
(
MoDPc+(0,7905xMoThACr))
/MoThACrBAB CMLXII XpA15=
[
MoDPc]
+0,7905[MoThACr]BAB CMLXIII
= 100x3,880,21xx(20,95−3,880,04+0,7905)[0,21] BAB CMLXIV = 22,27 %
CO2 (% vol dry)BAB CMLXV
DVpC0215 =[
MpCb]
BAB CMLXVI
=
48,1012,01 0,25 BAB CMLXVII=
15,99 %
Moles of Dry GasBAB CMLXVIII
MoDFg15 =[
MoDPc]
+[
MoThACr]
x(0,7905+[XpA]/100)BAB CMLXIX = 0,7905+
22,27 100
(0,04+0,21)x¿ )
BAB CMLXX = 0,25 kg/kg fuel
N2 (% vol dry)BAB CMLXXI DVpNf215 = [MpN2F]/28,013/[ModFg]
BAB CMLXXII =
0,78 29,013
0,25
=0,11
Atmospheric nitrogenBAB CMLXXIII DVpN2a15 = 100 – [DVpO2]-[DVpCO]-[DVpN2f] BAB CMLXXIV = 100−
[
3,88]
−[
0]
−[
0,11]
BAB CMLXXV = 80,02
BAB CMLXXVI
AH Outlet Air TemperatureBAB CMLXXVII
TaLV = ([XpFRa2]x([[TAHTAH22outout]+[]+[XpFRaTAH1hout1h]x])[TAH1hout])BAB CMLXXVIII = (332,48)+(100)x(337,45)
(332,48−337,45) = 337,45 °C
BAB CMLXXIX
BAB CMLXXX BAB CMLXXXI
AH Inlet Dry Gas Per PTC 4.3BAB CMLXXXIII
+(28,01x[DVpCO14])+(28,02x DVpN2a14)¿ BAB CMLXXXIV
X([MpCb]+(12,01/DVpCO214)x[MpSF])/¿
BAB CMLXXXV (12,01x[DVpCO214]+[DVpCO14])
BAB CMLXXXVI = ((44,01 x 17,76) + (32 x 2,00) + (28,02 x 80,12)) x (48,10 + ( 12,01 / 17,76) x 0,33) / (12,01 x (17,76) BAB CMLXXXVII = 698,84 °C
BAB CMLXXXVIII
AH Outlet Dry Gas Per PTC 4.3BAB CMLXXXIX WG15 = 44,01x[DVpCO215¿]+32x[DVpO215] ¿
BAB CMXC +28,01x[DVpCO15]+28,02x[DVpN2a15]¿ BAB CMXCI X([MpCb]+(12,01/DVpCO215)x[MpSF])/¿ BAB CMXCII (12,01x[DVpCO215]+[DVpCO15])
BAB CMXCIII = (44,01 x 15,99) + (32 x 3,88) + (28,02 x 80,02) x (48,10 + (12,01 / 15,99 x 0,33 ) / (12,01 x (15,99 + 0) = 770,86 °C
BAB CMXCIV
Gas Side EfficiencyBAB CMXCVηAH ¿Tg Fgen−TFgLvCr Tg Fgen−Taen BAB CMXCVI ηAH ¿360,02−185,36
360,02−41,11 = 54,77 % BAB CMXCVII
Air Heater LeakageBAB CMXCVIII AL = WG15WG14−WG14x100 BAB CMXCIX = 770,86−698,84
698,84 x100=10,31
XXIV. Pembahasan
(air leakage). Kinerja APH dapat diketahui dengan menghitung Gas Side Efficiency seperti yang telah dijabarkan pada perhitungan diatas.
BAB MI Beberapa parameter yang mempengaruhi kinerja suatu Air Preheater adalah temperatur inlet dan outlet gas buang pada Air Preheater dan komposisi dari gas buang. Paramater ini diperlukan untuk memastikan bahwa pengukuran temperatur udara dan gas buang dapat mewakili rata-rata temperatur yang terdapat pada saluran tersebut. Berikut merupakan tabel parameter kinerja APH di PLTU Lontar :
BAB MII Hasil Performance Test Air Preheater Unit 2
BAB MIII APH
BAB MIV L
oad (MW)
BAB MV Flue Gas
BAB MVI
BAB MXLIV
BAB MXLV Berdasarkan standar diatas temperatur masuk dan temperatur keluar gas buang dari Air Preheater yang seharusnya adalah sebesar 375 °C dan 120 °C. Sedangkan dari tes yang dilakukan didapatkan temperatur sebesar 360,02 °C dan 171,82
°C. Tingginya temperatur outlet pada gas buang ini disebabkan oleh pertukaran panas yang terjadi pada elemen di APH sudah mulai tidak optimum. Untuk Air Leakage sendiri didapatkan hasil sebesar 10,31%. Penurunan kinerja ini terjadi karena dipengaruhi faktor – faktor berikut yaitu :
Faktor Pengotoran
BAB MXLVI Faktor pengotoran ini biasanya berupa abu, sulfur yang menempel dan endapan-endapan lain yang berasal dari gas buang yang menyebabkan kerak atau korosi.
Faktor Kebocoran Udara
BAB MXLVII Faktor Kebocoran Udara ini terdiri dari :
-Kebocoran pada circumferensial seal -Kebocoran radial seal
-Penurunan tekanan
BAB MXLVIII Penurunan tekanan ini semakin besar dengan bertambahnya fouling factor pada heat exchanger karena usia penggunaan alat terlalu lama. Dalam pemanas udara tipe rotary, penurunan tekanan pada sisi gas (gas side) dan sisi udara (air side) muncul dari hambatan (gesek) terhadap aliran masuk dan keluar.
BAB MXLIX Heat loss rate adalah merupakan panas yang hilang selama proses perpindahan panas di dalam alat penukar kalor berlangsung, dan disebabkan oleh perbedaan suhu antara sistem penukar kalor dengan lingkungan.
Komposisi gas buang
BAB ML Kandungan gas buang yang dapat digunakan sebagai parameter untuk melihat kinerja APH adalah :
-O2, untuk mengetahui adanya tingkat kebocoran sepanjang APH. Semakin
besar kadar O2, beban fan untuk menarik ags semakin tinggi selain itu menaikkan heat consumption karena udara yang masuk akan menyerap panas APH.
-CO, untuk mengetahui kualitas pembakaran di boiler. Jika nilai CO tinggi
maka pembakaran tidak sempurna, CO yang tinggi juga akan menyerap panas sehingga tidak baik.
BAB MLI
BAB MLII
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
BAB MLIIIV.1. Kesimpulan
BAB MLIV Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Air Preheater merupakan peralatan bantu dalam PLTU yang berfungsi sebagai alat untuk memanaskan udara sebelum digunakan proses selanjutnya (contohnya untuk udara pembakaran di boiler). Tujuannya adalah menaikkan effisiensi termal dari suatu proses.
2. Nilai Gas Side Efficiency pada Air Preheater Unit 2 di PLTU Lontar adalah sebesar 54,77%.
3. Air Leakage pada Air Preheater Unit 2 di PLTU Lontar adalah sebesar 10,31%. 4. Kinerja suatu Air Preheater dipengaruhi oleh beberapa parameter yaitu temperatur
inlet dan outlet gas buang pada Air Preheater dan komposisi dari gas buang (O2,CO2,CO). Perubahan temperatur tersebut dapat terjadi dikarenakan :
Faktor Kebocoran Udara meliputi : Kebocoran pada circumferensial seal, Kebocoran radial seal, Penurunan tekanan, dan Heat Loss Rate.
BAB MLV
V.2. Saran
Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan efisiensi Air Preheater : 1. Melakukan optimasi Shootblower pada APH
2. Melakukan Boiler/Combustion Fine Tuning 3. Melakukan boiler cleaning saat inspeksi 4. Set up pada seal gap APH.
BAB MLVI
DAFTAR PUSTAKA BAB MLVIII
BAB MLIX Air Heaters-Supplement to Performance Test Code for Steam Generating Units, Pl-C 4.1; ASME/ANSI PTC 4.3 - 1974; Reaffirmed 1991,The American Society of Mechanical Engineers, New York, 1968.
BAB MLX
BAB MLXI Svenska Mekanisters Riksforening, 1995.185-Ljungstrom-Air-Preheater. Stockholm, Swedia.
BAB MLXII
BAB MLXIII Cengel, Yunus A. Boles, Michael A. 1994. Thermodynamics An Engineering Approach Second Edition. New York. McGraw Hill. BAB MLXIV
BAB MLXV BAB MLXVI BAB MLXVII BAB MLXVIII
BAB MLXXVII BAB MLXXVIII
BAB MLXXIX BAB MLXXX BAB MLXXXI BAB MLXXXII BAB MLXXXIII BAB MLXXXIV
BAB MLXXXV
BAB MLXXXVI
BAB MLXXXVII
BAB MLXXXVIII
BAB MLXXXIX
BAB MXC
BAB MXCI
BAB MXCII
LAMPIRAN
BAB MXCIII
BAB MXCIV
BAB MXCV
BAB MXCVI
BAB MXCVII
BAB MXCVIII
BAB MXCIX
BAB MC BAB MCI BAB MCII BAB MCIII BAB MCIV BAB MCV BAB MCVI BAB MCVIIBAB MCVIIIKegiatan Performance Test Air Preheater
BAB MCIX
BAB MCXI
BAB MCXII Flue Gas Analyzer BAB MCXIII
BAB MCXVIII
BAB MCXIXProses Pengambilan data pada Inlet APH
BAB MCXX
BAB MCXXIProses Pengambilan Data Pada Outlet APH BAB MCXXII
BAB MCXXIII BAB MCXXIV BAB MCXXV BAB MCXXVI BAB MCXXVII BAB MCXXVIII
BAB MCXXX BAB MCXXXI
BAB MCXXXIV
BAB MCXXXVI
BAB MCXXXVIII BAB MCXXXIX
BAB MCXL BAB MCXLI
BAB MCXLII