• Tidak ada hasil yang ditemukan

pengaruh pola asuh orang tua konsep diri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "pengaruh pola asuh orang tua konsep diri"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kalau dilihat dari fase-fase perkembangan manusia, dari masa bayi, anak-anak, pueral (anak baru gede/ABG), pra remaja, remaja awal, remaja akhir adolesensi, dewasa, dewasa menengah, dewasa lanjut, dan lansia maka masa remaja masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar antara 13 sampai 16 tahun atau yang biasa disebut dengan usia belasan yang tidak menyenangkan, dimana terjadi juga perubahan pada dirinya baik secara fisik, psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1973). Pada masa transisi tersebut kemungkinan dapat menimbulkan masa krisis, yang ditandai dengan kecenderungan munculnya perilaku menyimpang. Pada kondisi tertentu perilaku menyimpang tersebut akan menjadi perilaku yang mengganggu (Ekowarni, 1993). Melihat kondisi tersebut apabila didukung oleh lingkungan yang kurang kondusif dan sifat keperibadian yang kurang baik akan menjadi pemicu timbulnya berbagai penyimpangan perilaku dan perbuatan-perbuatan negatif yang melanggar aturan dan norma yang ada di masyarakat yang biasanya disebut dengan kenakalan remaja.

Kenakalan remaja dalam studi masalah sosial dapat dikategorikan ke dalam perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial terjadi karena terdapat penyimpangan perilaku dari berbagai aturan-aturan sosial ataupun dari nilai dan norma sosial yang berlaku. Perilaku menyimpang dapat dianggap sebagai sumber masalah karena dapat membahayakan tegaknya sistem sosial. Penggunaan konsep perilaku menyimpang secara tersirat mengandung makna bahwa ada jalur baku yang harus ditempuh. Perilaku yang tidak melalui jalur tersebut berarti telah menyimpang. Mappiare (1982) menjelaskan rahwa ada dua titik ekstrim pada diri remaja yaitu kebahagiaan yang memuncak yang dapat bersifat sesaat, menengah, dan relatif tetap atau konstan. Di lain pihak ada. permasalahan yang memuncak yang juga dapat bersifat wajar, permasalahan menengah dengan ditandai bahaya (danger signal),

dan permasalahan taraf kuat serupa perilaku pasif (withdrawal behavior) dan berupa prilaku agresif (agresive behavior).

(2)

bersumber pada pikiran, pikiran menentukan kata-kata serta pikiran dan kata-kata akan menentukan perbuatan/perilaku. Demikianlah secara umum munculnya proses perilaku. Walaupun dalam kehidupan sehari-hari tidaklah selalu konsisten seperti itu. Ada pula pikiran yang tidak diwujudkan dalam kata-kata, ada juga pikiran dan kata-kata tidak diwujudkan dalam perilaku Orang yang berpendidikan dan beragama hendaknya selalu menguatkan pikiran (daya nalar / wiweka) karena kebenaran konsep pikiran akan menentukan kebenaran kata- kata, dan kebenaran kata-kata akan menentukan kebenaran perbuatan. Kalau ketiga hal itu bisa konsisten maka dialah orang utama, inilah konsep ajaran Tri Kaya Parisudha, yaitu : tiga gerak perilaku manusia yang harus disucikan. Menurut Bhagawan Dwija (2009) ada 10 (sepuluh) larangan Tri Kaya Parisudha yaitu:

Manacika Parisudha:

1) Tidak iri kepada milik orang lain (tan adengkya ri drwianing len)

2) Percaya kepada hukum karma phala (mamituhwa ri hananing karma phala) 3) Kasih sayang kepada semua mahluk (asih ring sarwa sattwa)

Wacika Parisudha:

4)Jangan berbicara kasar (ujar apergas)

5)Jangan berbohong atau membual (tan ujar ahala) 6)Jangan mempitnah (tan ujar pisuna)

7)tidak mengingkari janji (satya wacana)

Kayika Parisudha:

8) Jangan menyakiti semua mahluk (ahimsa) 9) Jangan mencuri (tan mamandung)

10)Jangan berzina (tan paradara).

(3)

hanya mereka yang menyimpang mempunyai dorongan untuk berbuat demikian. Hal ini disebabkan karena pada dasamya setiap manusia pasti mengalami dorongan untuk melanggar pada situasi tertentu, tetapi mengapa pada kebanyakan orang tidak menjadi kenyataan yang berwujud penyimpangan, sebab orang dianggap normal biasanya dapat menahan diri dari dorongan-dorongan untuk menyimpang.

Kenakalan-kenakalan yang dilakukan oleh remaja di bawah usia 17 tahun sangat beragam mulai dari perbuatan yang amoral dan anti sosial tidak dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hukum. Bentuk kenakalan remaja tersebut seperti: kabur dari rumah, membawa senjata tajamr dan kebut-kebutan di jalan, sampai pada perbuatan yang sudah menjurus pada perbuatan kriminal atau perbuatan yang melanggar hukum seperti; pembunuhan, perampokan, pemerkosaan, seks bebas, pemakaian obat-obatan terlarang, dan tindak kekerasan lainnya yang sering diberitakan media-media masa.

Hampir setiap hari kasus kenakalan remaja setalu kita temukan di media-media massa, dimana sering terjadi di Kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya dan BAli, salah satu wujud dari kenakalan remaja adalah tawuran yang dilakukan oleh para pelajar atau remaja. Terlihat dari tahun ke tahun jumlah perkelahian dan korban cenderung meningkat. Bahkan sering tercatat dalam satu hari terdapat sampai tiga perkelahian di tiga tempat sekaligus (Tambunan, dalam e-psikologi, 2001). Lebih jauh dijelaskan bahwa dari 15.000 kasus narkoba selama dua tahun terakhir, 46 % di antaranya dilakukan oleh remaja, selain itu di Indonesia diperkirakan bahwa jumlah prostitusi anak juga cukup besar. Departemen Sosial memberikan estimasi bahwa jumlah prostitusi anak yang berusia 15-20 tahun sebanyak 60% dari 71.281 orang. Unicef Indonesia menyebut angka 30% dari 40-150.000, dan Irwanto menyebut angka 87.000 pelacur anak atau 50% dari total penjaja seks (Sri Wahyuningsih dalam Dep.Sos. 2004).

(4)

pada masa remaja. Menurut Hirschi (dalam Mussen dkk, 1994) orangtua dari remaja nakal cenderung memiliki aspirasi yang minim mengenai anak-anaknya, menghindari keterlibatan keluarga dan kurangnya bimbingan orangtua terhadap remaja. Sebaliknya, suasana keluarga yang menimbulkan rasa aman dan menyenangkan akan menumbuhkan kepribadian yang wajar dan begitu pula sebaliknya

Banyak penelitian yang dilakukan para ahli menemukan bahwa remaja yang berasal dari keluarga yang penuh perhatian, hangat, dan harmonis mempunyai kemampuan dalam menyesuaikan diri dan sosialisasi yang baik dengan lingkungan disekitarnya (Hurlock, 1973). Selanjutnya Tallent (1978) menambahkan anak yang mempunyai penyesuaian diri yang baik di sekolah, biasanya memiliki latar belakang keluarga yang harmonis, menghargai pendapat anak dan hangat. Hal ini disebabkan karena anak yang berasal dari keluarga yang harmonis akan mempersepsi rumah mereka sebagai suatu tempat yang membahagiakan karena semakin sedikit masalah antara orangtua, maka semakin sedikit masalah yang dihadapi anak, dan begitu juga sebaliknya jika anak mempersepsi keluarganya berantakan atau kurang harmonis maka ia akan terbebani dengan masalah yang sedang dihadapi oleh orangtuanya tersebut

(5)

Conger ( dalam Monks dkk, 1982) menyatakan bahwa remaja nakal biasanya mempunyai sifat memberontak, ambivalen terhadap otoritas, mendendam, curiga, implusif dan menunjukan kontrol batin yang kurang. Sifat — sifat tersebut mendukung perkembangan konsep diri yang negatif. Bahwa remaja yang didefinisikan sebagai anak nakal biasanya mempunyai konsep diri lebih negatif dibandingkan dengan anak yang tidak bermasalah. Dengan demikian remaja yang dibesarkan dalam keluarga yang kurang harmonis dan memiliki konsep diri negatif kemungkinan memiliki kecenderungan yang lebih besar menjadi remaja nakal dibandingkan remaja yang dibesarkan dalam keluarga harmonis dan memiliki konsep diri positif.

(6)

bahasa, musik, raga, ruang, pribadi, alam, dan kuliner) yang berhasil diidentifikasi oleh Gadner. (Sumardi, diakses dari http://www.kompas.com). Menurut definisi asli Edward Thorndike, kecerdasan sosial adalah kemampuan untuk memahami dan mengelola pria dan wanita, anak laki-laki dan perempuan, untuk bertindak bijaksana dalam hubungan manusia. Hal ini setara dengan kecerdasan interpersonal, salah satu jenis kecerdasan yang diidentifikasi dalam Howard Gardner ‘s Teori kecerdasan ganda , dan erat terkait dengan teori pikiran. Menurut Sean Foleno, kecerdasan sosial adalah kemampuan seseorang untuk memahami dirinya atau lingkungannya secara optimal dan bereaksi dengan tepat untuk melakukan sosial sukses. Dari beberapa pengertian di atas, dapat dipahami bahwa kecerdasan sosial sangatlah penting dalam menunjang kehidupan bermasyarakat, sukses tidak identik dengan kemampuan IQ, karena sesungguhnya kecerdasan sosial-lah yang sangat berperan besar dalam kehidupan. Banyak orang yang IQ nya diatas rata-rata mampu menggapai kesuksesan dengan meningkatkan kemampuan social intelligence.

Hal yang menyebabkan kecerdasan sosial tumpul dilatarbelakangi oleh proses pendidikan di keluarga maupun masyarakat mengalami salah arah. Penanaman nilai-nilai pendidikan di keluarga, acapkali hanya mengejar status dan materi. Orang tua mengajarkan pada anaknya bahwa keberhasilan seseorang itu ditentukan oleh pangkat atau kekayaaan yang dimilikinya. Masyarakat juga begitu, mendidik orang semata mengejar tahta dan harta. Proses ini tampak pada masyarakat yang lebih menghargai orang dari jabatan dan kekayaan yang digenggamnya. Kondisi ini membuat orang terobsesi untuk memperoleh kedudukan tinggi dan kekayaan yang berbuncah-buncah agar terpandang di masyarakat. Untuk mengejar ambisi tersebut orang kadang menanggalkan etika dan moral, bahwa cara yang ditempuh untuk mewujudkan impiannya itu bisa menyengsarakan orang lain.

(7)

kepribadian seperti ini, berpotensi melakukan perilaku anarkis, ketika hasrat pribadinya tidak tercapai atau sedang menghadapi masalah dengan orang atau kelompok lain.

Betapa pentingnya peranan kecerdasan sosial untuk mencegah perilaku anarkis, maka perlu dicari solusi untuk mengembangkan kecerdasan sosial. Kecerdasan sosial menjadi solusi efektif meredam anarkis, karena orang yang memiliki kecerdasan sosial tinggi, mempunyai seperangkat keterampilan psikologis untuk memecahkan masalah dengan santun dan damai.

Dari beberapa pemaparan diatas menyebutkan kenakalan remaja cenderung terjadi di kota-kota besar di Indonesia, khususnya di kota Mataram remaja yang beragama Hindu bisa dikatakan tingkat kenakalan remaja di kategorikan sangat memprihatinkan, terlihat banyaknya kenakalan-kenakalan yang dilakukan oleh remaja Hindu sangat beragam. Bentuk kenakalan remaja tersebut seperti: kabur dari rumah, bolos dari sekolahr dan kebut-kebutan di jalan, sampai pada perbuatan yang sudah menjurus pada perbuatan kriminal atau perbuatan yang melanggar hukum seperti pencurian, berjudi, pemakaian obat-obatan terlarang. Dan juga banyak ditemukan remaja-remaja Hindu dengan rentangan usia 16-19 tahun mengalami putus sekolah. Sehingga dari pemaparan masalah yang ditemukan, peneliti ingin mengetahui ada/tidaknya pengaruh pola asuh orang tua, konsep diri, dan Kecerdasan Sosial terhadap perilaku menyimpang di kalangan remaja Hindu di kota Mataram.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana deskripsi mengenai Pola Asuh Orang Tua, konsep diri, Kecerdasan Sosial, dan perilaku menyimpang di kalangan remaja Hindu kota Mataram ?

2. Apakah ada pengaruh yang positif dan signifikan antara Pola Asuh Orang Tua terhadap perilaku menyimpang di kalangan remaja Hindu kota Mataram ?

3. Apakah ada pengaruh yang positif dan signifikan antara konsep diri terhadap perilaku menyimpang di kalangan remaja Hindu kota Mataram ?

(8)

5. Apakah ada pengaruh yang positif dan signifikan secara simultan antara Pola Asuh Orang Tua, konsep diri, dan Kecerdasan Sosial terhadap perilaku menyimpang di kalangan remaja Hindu kota Mataram ?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui deskripsi mengenai Pola Asuh Orang Tua, konsep diri, Kecerdasan Sosial, dan perilaku menyimpang di kalangan remaja Hindui kota Mataram.

2. Untuk mengetahui ada/tidak pengaruh yang positif dan signifikan antara Pola Asuh Orang Tua terhadap perilaku menyimpang di kalangan remaja Hindui kota Mataram.

3. Untuk mengetahui ada/tidak pengaruh yang positif dan signifikan antara konsep diri terhadap perilaku menyimpang di kalangan remaja Hindu kota Mataram. 4. Untuk mengetahui ada/tidak pengaruh yang positif dan signifikan antara

Kecerdasan Sosial terhadap perilaku menyimpang di kalangan remaja Hindu kota Mataram.

5. Untuk mengetahui ada/tidak pengaruh yang positif dan signifikan secara simultan antara Pola Asuh Orang Tua, konsep diri, dan Kecerdasan Sosial terhadap perilaku menyimpang di kalangan remaja Hindu kota Mataram.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini dapat dijadikan pedoman bagi para tokoh/pemuka agama Hindu termasuk orang tua dalam upaya memberikan pengetahuan yang lebih baik bagi para remaja atau siswa tentang pemahaman pola asuh, konsep diri dan Kecerdasan Sosial untuk mengurangi terjadinya perilaku-perilaku yang menyimpang yang terjadi selama ini.

1.4.2 Manfaat Teoritis

(9)

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

a. Faktor-faktor yang berpengaruh dengan perilaku-perilaku menyimpang dalam kehidupan remaja di kota mataram sangat banyak, dalam penelitian ini dibatasi pada tiga faktor sebagai variabel independen yang diteliti yaitu a) Pola Asuh Orang Tua, dan b) konsep diri. Dan c) Kecerdasan Sosial.

b. Tempat penelitian di kota Mataram ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Barat. c. Data penelitian tentang a) Pola Asuh Orang Tua, b) konsep diri, c) Kecerdasan

(10)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka

Suliman ( 2007) Melakuan Penelitian dengan judul “Kenakalan Remaja Sebagai Perilaku Menyimpang Hubungannya Dengan Keberfungsian Sosial Keluarga”

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa remaja yang memiliki waktu luang banyak seperti mereka yang tidak bekerja atau menganggur dan masih pelajar kemungkinannya lebih besar untuk melakukan kenakalan atau perilaku menyimpang. Demikian juga dari keluarga yang tingkat keberfungsian sosialnya rendah maka kemungkinan besar anaknya akan melakukan kenakalan pada tingkat yang lebih berat.Sebaliknya bagi keluarga yang tingkat keberfungsian sosialnya tinggi maka kemungkinan anak-anaknya melakukan kenakalan sangat kecil, apalagi kenakalan khusus. Dari analisis statistik (kuantitatif) maupun kualitatif dapat ditarik kesimpulan umum bahwa ada hubungan negatif antara keberfungsian sosial keluarga dengan kenakalan remaja, artinya bahwa semakin tinggi keberfungsian social keluarga akan semakin rendah kenakalan yang dilakukan oleh remaja. Sebaliknya semakin ketidak berfungsian sosial suatu keluarga maka semakin tinggi tingkat kenakalan remajanya.

Dalam penelitian yang dilakukan Siti Yayun Rahayu (2008) yang berjudul “Hubungan Antara Pola Asuh Orangtua(parenting style) Dengan Kesehatan Mental Remaja di Ciawi Kabupaten Tasikmalaya”. Hasil penelitian menunjukkan secara umum menunjukkan tidak terdapat hubungan antara parenting style (pola asuh orangtua) dengan kesehatan mental remaja, (rs = - 0.127). Namun untuk pola asuh authoritarian terdapat korelasi negative (rs = - 0.285), artinya makin otoriter orangtua maka makin rendah tingkat kesehatan mental remaja.

(11)

didapat rtabel = 0,113 dengan taraf signifikan 5 %. Karena koefisien korelasi > rtabel, disamping itu pula, nilai Sig. = 0,00 < 0,05, maka Ha diterima. Tanda (-) pada hasil koefisien korelasi (r), menunjukkan terjadinya hubungan yang negatif antara sikap keagamaan dengan perilaku menyimpang. Jadi semakin tinggi kualitas sikap keagamaan seseorang, maka semakin kecil kemungkinan seseorang tersebut melakukan perilaku-perilaku yang menyimpang dari nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, demikian pula sebaliknya.

(12)

waktunya serta bersikap disiplin dalam belajar. 5. Hasil analisis dipeorleh kesimpulan ada hubungan secara bersama-sama antara pola asuh orangtua, motivasi belajar, kedewasaan dan kedisiplinan dengan prestasi belajar sosiologi pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Sidoharjo Wonogi

2.2 Konsep Penelitian 2.2.1 Konsep Pengaruh

Dalam Kamus bahasa Indonesia dijelaskan kata pengaruh bererti daya yang ada atau yang timbul dari sesuatu (orang, benda) yang berkuasa atau yang berkekuatan. Sedangkan pengaruh menurut Badudu dan Zain (1994 :1031) yaitu pengaruh adalah :

1. Daya yang menyebabkan sesuatu yang terjadi

2. Sesuatu yang dapat membentuk atau mengubah sesuatu yang lain 3. tunduk atau mengikuti karena kuasa atau kekuatan orang lain

Dari pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengaruh merupakan suatu daya yang dapat membentuk atau mengubah sesuatu yang lain. Dengan demikian yang dimaksud pengaruh dalam penelitian ini adalah seberapa besar pengaruh antara pola asuh orang tua, konsep diri, dan kecerdasan Sosial terhadap perilaku menyimpang di kalangan remaja Hindu di Kota Mataram.

2.2.2 Konsep Pola Asuh Orang Tua

(13)

peningkatan tingkat berpikir di dalam berbagai bidang, terutama di bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Konsekuensi logis dari dampak positip ini tidak bisa lepas dari dampak negatif dimana masyarakat mengalami kesulitan dalam memahami dan merencanakan perkembangan yang begitu cepat di berbagai bidang, sehingga terjadi benturan berbagai kecenderungan dengan nilai-nilai luhur bangsa (Indonesia). Kesibukan orang tua, baik karena desakan kebutuhan ekonomi, profesi, ataupun hobi sering menyebabkan kurang adanya kedekatan antara orang tua dengan anak-anak mereka. Kondisi seperti itu jika tidak disadari lama kelamaan akan menjadi penghalang terhadap kedekatan hubungan antara orang tua dengan anak mereka yang berarti terganggulah hubungan saling pengaruh di antara mereka. Sementara diakui bahwa hubungan yang harmonis antara anak dan orang tua dalam keluarga akan banyak berpengaruh terhadap perkembangan anak selanjutnya. Pada hakekatnya orang tua mempunyai harapan agar anak mereka tumbuh dan berkembang menjadi anak yang baik, dapat membedakan mana yang baik dan tidak baik, tidak mudah terjerumus dengan perbuatan-perbuatan yang dapat menjerumuskan dirinya sendiri maupun orang lain. Harapan-harapan ini akan lebih mudah terwujud apabila sejak semula orang tua menyadari akan peranan mereka sebagai orang tua yang besar pengaruhnya terhadap perkembangan moral anak. Sejalan dengan pendapat tersebut Sally (dalam Gunarsa, 2003:60) dijelaskan bahwa, Aspek moral seorang anak merupakan suatu yang berkembang dan diperkembangkan. Artinya, bagaimana anak itu kelak akan bertingkah laku sesuai atau tidak sesuai dengan nilai-nilai moral yang berlaku, semua itu banyak dipengaruhi oleh lingkungan kehidupan anak yang ikut memperkembangkan secara langsung maupun tidak langsung, aspek moral ini. Karena itu faktor lingkungan besar sekali pengaruhnya terhadap perkembangan moral anak, namun karena lingkungan pertama yang dikenal anak dalam kehidupannya adalah orang tuanya, maka peranan orang tualah yang dirasakan paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan moral anak.

(14)
(15)

tercermin dalam cara memberi perintah, cara memanggil, sikap waktu menghadapi mereka, semua sikap dan perlakuan tersebut cenderung ditiru oleh anak. Demikian juga halnya sulit untuk mengharapkan anak menerapkan nilai moral apabila hampir setiap hari, anak melihat terjadi pertengkaran di dalam keluarga.

(16)
(17)

menghadirkan keceriaan dalam keluarga terutama antara orang tua dengan anak. ...menjadi orang tua berarti memegang kepemimpinan dalam rumah tangga, membantu anak-anak tumbuh dengan kecerdasan Emosi. Ada lima perinsip mengasuh anak dengan EQ: (1) sadari perasaan sendiri dan perasaan orang lain, (2) tunjukkan empati dan pahami cara pandang orang lain, (3) atur dan atasi dengan positip gejolak emosional dan perilaku, (4) berorientasi pada tujuan dan rencana positip, (5) gunakan kecakapan sosial positip dalam membina hubungan

Pola Asuh Orang Tua pada dasarnya merupakan model atau cara orang tua memberikan pendidikan kepada anak-anaknya di dalam keluarga. Cara yang dilakukan oleh setiap orang tua tentu berbeda-beda. Ada yang memberi peluang yang banyak kepada anaknya untuk berinteraksi dengan sesama teman ada pula yang memberikan batasan-batasan tertentu. Setiap orang memiliki kebajikan kehidupan tertinggi, yang terletak dalam keberanian untuk menghidupi kehidupan itu sendiri, suatu perjuangan pada setiap kesempatan untuk menggunakan dan mewujudkan kapasitas yang ada padanya dan menjalani kehidupan tersebut sendiri dan bersama orang lain. Semiawan (2002:9) disebutkan bahwa, memang pada hakekatnya si manusia hanyalah bermakna karena adanya manusia yang lain.

Keluarga atau orang tua harus melaksanakan fungsinya sebagai berikut: (1) mengupayakan suasana tempat tinggal anggota keluarga sebaik mungkin, (2) mentransfer nilai-nilai kehidupan dari generasi ke generasi berikutnya, (3) pengaturan atau pembentukan perilaku, moral dan sikap sosial melalui penanaman disiplin melalui pemberian pendidikan, (4) membantu anak dalam menemukan identitas diri, (5) sebagai pusat pemanfaatan waktu luang untuk mencapai tujuan, (6) pemberi rasa cinta, kasih sayang dan kepuasan emosional, dan (7) membantu membangun cara berpikir tentang dunia kehidupan, memandang manusia dan alam semesta.

(18)

penghayatan orang tua terhadap agama yang dianutnya, (4) sikap konsekuen dari orang tua dalam mendisiplin anak.

2.2.3. Konsep Diri (Self Concepi)

Konsep diri adalah pandangan dan perasaan seseorang tentang dirinya sendiri. Persepsi tentang diri ini dapat berupa psikologi, sosial, dan fisis. Konsep diri bukan hanya sekedar gambaran deskriptif, tetapi juga penilaian tentang diri sendiri. Jadi konsep diri meliputi apa yang orang pikirkan dan apa yang orang rasakan tentang dirinya.

Dimana konsep diri ini tergantung pada tiga sistem mental yang berpengaruh yakni: id, ego, dan superego. Sesuai dengan teori ini, sumber pokok perilaku manusia adalah libido seksualis (dorongan untuk memuaskan nafsu) yang dilakukan oleh unsur "id", sedangkan di masyarakat menganut norma (ego). Dengan demikian individu mengalami dua dunia yang bertentangan, disatu pihak ingin memuaskan instingnya (bersifat biologis), dilain pihak dibatasi oleh norma masyarakat. Banyak tuntutan insting yang terhalang oleh norma masyarakat. Untuk mengatasi konflik ini, individu harus menyesuaikan diri dengan menekan dorongan (energy) yang tidak dibenarkan oleh masyarakat, kemudian menyalurkan melalui kaedah-kaedah yang berlaku dalam masyarakat itu (superego).

Konsep diri individu nampak secara jelas bagaimana ketiga unsur mental (id, ego, superego) terbentuk dalam setiap individu. "The relationships that exist among the basic id, the more socialized ego, and the 'restraining' superego constitute the elements of personality structure" (Crow & Crow, 1962:349). Disini dijelaskan hubungan antara id, ego, dan

superego merupakan elemen struktur kepribadian. Dengan demikian konsep diri dijelaskan oleh Nelson, et al, (1982:21) dinyatakan, "the self-concept is a person's perception of himself which does not always correspond with his own experiencing or organismic self". Konsep diri adalah persepsi seseorang terhadap dirinya sendiri yang tidak selalu berhubungan dengan pengalaman diri atau tidak berhubungan dengan diri secara organik.

(19)

Wahyurini dkk. (2002:1) dijelaskan bahwa, dalam konsep diri terdapat beberapa unsur antara lain:

1) Penilaian diri merupakan pandangan diri sendiri terhadap:

a. Pengendalian keinginan dan dorongan-dorongan dalam diri. Bagaimana seseorang mengetahui dan mengendalikan dorongan, kebutuhan dan perasaan-perasaan dalam diri sendiri.

b. Suasana hati yang sedang dihayati seperti bahagia, sedih atau cemas. Keadaan ini akan mempengaruhi konsep diri seseorang positip ataukah negatip.

c. Bayangan subyektif terhadap kondisi tubuh diri sendiri. Konsep diri yang positip akan dimiliki kalau seseorang merasa puas (menerima) keadaan fisiknya sendiri. Sebaliknya, kalau seseorang merasa tidak puas dan menilai buruk keadaan fisiknya, maka konsep dirinya juga negatip atau memiliki perasaan rendah diri. 2) Penilaian sosial merupakan evaluasi terhadap bagaimana seseorang menerima

penilaian lingkungan sosial pada diri sendiri. Penilaian sosial terhadap diri sendiri yang cerdas, supel akan mampu meningkatkan konsep diri dan kepercayaan diri sendiri.

3) Konsep lain yang terdapat dalam pengertian konsep diri adalah self-image atau citra diri, yaitu merupakan gambaran:

a) Siapa saya, yaitu bagaimana seseorang menilai keadaan pribadi seperti tingkat kecerdasan, status sosial ekonomi keluarga atau peran lingkungan sosial.

b) Saya ingin jadi apa, seseorang memiliki harapan-harapan dan cita-cita idial yang ingin dicapai yang cenderung tidak realistis. Bayang-bayang seseorang mengenai ingin menjadi apa nantinya, tanpa disadari sangat dipengaruhi oleh tokoh- tokoh idial yang menjadi idola, baik itu ada di lingkungan individu atau tokoh fantasi dari individu.

c) Bagaimana orang lain memandang saya, pertanyaan ini menunjukkan keberartian diri seseorang bagi lingkungan sosial maupun bagi diri sendiri. Sejalan dengan perkembangan manusia, maka konsep diripun berkembang sesuai dengan perkembangan anak secara fisik dan psikhis. Pengalaman seseorang berinteraksi dengan lingkungan dapat memberi kontribusi terhadap konsep diri.

(20)

Menurut Brooks dan Emmert, 1976 (dalam Rakhmat, 2003:105) disebutkan, ada 5 tanda orang yang memiliki konsep diri negative. Pertama, ia peka pada kritik. Orang ini sangat tidak tahan kritik yang diterimanya, dan mudah marah atu naik pitam. Bagi orang ini, koreksi seringkali dipersepsi sebagai usaha untuk menjatuhkan harga dirinya. Dalam komunikasi orang yang mempunyai konsep diri negatip cenderung menghindari dialog yang terbuka, dan bersikeras mempertahankan pendapatnya dengan berbagai justifikasi atau logika yang keliru. Kedua, orang yang memiliki konsep diri negatip, responsif sekali terhadap pujian. Walaupun ia mungkin berpura-pura menghindari pujian, ia tidak dapat menyembunyikan antusiasnya pada waktu menerima pujian. Buat orang-orang seperti ini, segala macam embel-embel yang menunjang harga dirinya menjadi pusat perhatiannya. Bersamaan dengan kesenangannya terhadap pujian, merekapun bersikap hiperkritis terhadap orang lain. Ia selalu mengeluh, mencela atau meremehkan apapun atau siapapun. Mereka tidak pandai dan tidak sanggup mengungkapkan penghargaan atau pengakuan pada kelebihan orang lain. Inilah sifat yang ketiga, sikap hiperkritis. Keempat, orang yang konsep dirinya negatip, cenderung merasa tidak disenangi orang lain. Ia merasa tidak diperhatikan, karena itulah ia bereaksi pada orang lain sebagai musuh, sehingga tidak dapat melahirkan kehangatan dan keakraban persahabatan. Ia tidak akan pernah mempersalahkan dirinya, tetapi akan menganggap dirinya sebagai korban dari sistem sosial yang tidak beres. Kelima, orang yang konsep dirinya negatip, bersikap pesimis terhadap kompetisi seperti terungkap dalam keengganannya untuk bersaing dengan orang lain dalam membuat prestasi. Ia menganggap tidak akan berdaya melawan persaingan yang merugikannya. Sebaliknya konsep diri positip ditandai dengan lima hal sebagai berikut: yakin akan kemampuannya mengatasi masalah, merasa setara dengan orang lain, menerima pujian tanpa rasa malu, menyadari, bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan, dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat, dan mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha mengubahnya.

Selanjutnya Hamachek (dalam Rakhmat,2003:106) disebutkan bahwa, sebelas karakteristik orang yang mempunyai konsep diri positip:

1) Ia meyakini betul-betul nilai-nilai dan prinsip-prinsip tertentu serta bersedia

(21)

Tetapi, dia merasa dirinya cukup tangguh untuk mengubah prinsip-prinsip itu bila pengalaman dan bukti-bukti baru menunjukkan dia salah.

2) Ia mampu bertindak berdasarkan penilaian yang baik tanpa merasa bersalah

yang berlebih-lebihan, menyesali tindakannya jika orang lain tidak menyetujui tindakannya.

3) Ia tidak menghabiskan waktu yang tidak perlu untuk mencemaskan apa yang

akan teijadi besok, apa yang telah terjadi waktu yang lalu, dan apa yang sedang teijadi waktu sekarang.

4) Ia memiliki keyakinan pada kemampuannya untuk mengatasi persoalan,

bahkan ketika ia menghadapi kegagalan atau kemunduran.

5) Ia merasa sama dengan orang lain, sebagai manusia tidak tinggi atau rendah,

walaupun terdapat perbedaan dalam kemampuan tertentu, latar belakang keluarga, atau sikap orang lain terhadapnya.

6) Ia sanggup menerima dirinya sebagaai orang yang penting dan bernilai bagai

orang lain paling tidak bagi orang-orang yang ia pilih sebagai sahabatnya.

7) Ia dapat menerima pujian tanpa berpura-pura rendah hati, dan menerima

penghargaan tanpa merasa bersalah.

8) Ia cenderung menolak usaha orang lain untuk mendominasinya.

9) Ia sanggup mengaku kepada orang lain bahwa ia mampu merasakan berbagai

dorongan dan keinginan, dari perasaan marah sampai cinta, dari sedih sampai bahagia, dari kekecewaan yang mendalam sampai kepuasan yang mendalam pula.

10) Ia mampu menikmati dirinya secara utuh dalam berbagai kegiatan yang

meliputi pekerjaan, permainan, ungkapan diri yang kreatif, persahabatan, atau sekedar mengisi waktu.

11) Ia peka pada kebutuhan orang lain, pada kebiasaan sosial yanag telah

diterima, dan terutama sekali pada gagasan bahwa ia tidak bisa bersenang-senang dengan mengorbankan orang lain.

Memperhatikan hal di atas konsep diri penting untuk setiap individu karena konsep diri dapat menuntun perilaku untuk lebih adaptif dengan lingkungan, agar dapat melaksanakan fungsi sosial dalam hidup bermasyarakat dengan baik.

 Faktor yang berpengaruh pada perubahan konsep diri anak yaitu:

1) Konsep diri meningkat secara signifikan bersamaan dengan waktu. Artinya

(22)

laki-laki. Ini menunjukkan jenis kelamin berpengaruh terhadap konsep diri. 3) Siswa kelas 6 dimana guru berpartisipasi melengkapi program bila anak menunjukkan konsep diri, kecocokan / kesesuaian diri lebih baik dari pada siswa kelas 4 dimana guru tidak pernah berpartisipasi terhadap program anak. Tingkat kelas dan pendidikan berpengaruh terhadap konsep diri. 4) Sedikit ada hubungan perubahan konsep diri ideal. Konsep keharmonisan diri (a) berubah dalam prestasi belajar sekolah dan (b) berubah di dalam penerimaan oleh kelompok mereka.

Peneliti lain yaitu Gading (1990: iii) meneliti tentang Hubungan antara Sikap Orang Tua terhadap Remaja dan Prestasi Belajar dengan Konsep Diri Remaja. Adapun hasil penelitiannya : (1) secara bersama-sama sikap orang tua terhadap remaja dan prestasi belajar mempunyai hubungan yang positip dan signifikan dengan konsep diri remaja. Semakin menerima sikap orang tua terhadap remaja, dan semakin tinggi prestasi belajar yang telah dicapai remaja, akan semakin tinggi konsep diri remaja. Sebaliknya semakin menolak sikap orang tua terhadap remaja, dan semakin rendah prestasi belajar yang telah dicapai remaja di sekolah, akan semakin rendah konsep diri remaja. (2) Ada perbedaan konsep diri yang signifikan antara remaja pria dengan remaja wanita. Remaja pria memiliki konsep diri lebih tinggi dari pada wanita. (3) Ada hubungan yang positip dan signifikan antara sikap orang tua terhadap remaja dengan konsep diri remaja. Semakin menerima sikap orang tua, maka semakin tinggi konsep diri remaja. Sebaliknya semakin menolak sikap orang tua, akan semakin rendah konsep diri remaja. (4) Ada hubungan yang positip dan signifikan antara prestasi belajar dengan konsep diri remaja. Semakin tinggi prestasi belajar yang telah dicapai remaja siswa sekolah, akan semakin tinggi konsep dirinya.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas disimpulkan bahwa, konsep diri adalah pandangan atau persepsi tentang diri sendiri yang bersifat kompleks dan berkaitan dengan perilaku atau aktivitas sosial lainnya. Adapun indikatornya meliputi: (1) pandangan yang berkaitan dengan kemampuan diri sendiri (yakin terhadap kemampuan diri sendiri), (2) pandangan terhadap orang lain, (3) pandangan terhadap nilai dan perinsip, (4) berhubungan dengan pujian dan kritik, (5) berhubungan dengan pemanfaatkan waktu. Konsep diri yang positip merupakan suatu energi yang bersifat

(23)

Masing-masing indikator tersebut di atas dapat dijabarkan deskriptor atau sub-indikator sebagai berikut:

1) Pandangan yang berkaitan dengan kemampuan diri sendiri (yakin terhadap

kemampuan diri sendiri); mampu menempatkan diri, mengenal diri sendiri, "yakin akan kemampuannya mengatasi masalah, cenderung menolak usaha orang lain untuk mendominasinya, kemampuan mempersepsi pengalaman, kemampuan menerima dan memproduk atau memperoses pengalaman, kemampuan dalam mengganti atau memperbaiki pengalaman (proses sublimasi).

2) Pandangan terhadap orang lain; merasa setara dengan orang lain, mengenal pandangan

orang lain, mempunyai ikatan emosional dengan orang lain, terikat atau terlibat dalam suatu kelompok, kemampuan menyesuaikan diri, kemampuan menyesuaikan pengalaman (proses identifikasi).

3) Pandangan terhadap nilai dan perinsip; memiliki integritas diri, menjunjung nilai

dan perinsip, mampu memperbaiki diri, sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak disenangi orang lain dan bersedia mengubahnya, peka terhadap kebutuhan orang lain, taat pada norma-norma kehidupan.

4) Berhubungan dengan pujian dan kritik; tidak antusias terhadap pujian, tahan

terhadap kritik, senang berdialog secara terbuka, kritis terhadap berbagai hal.

5) Berhubungan dengan pemanfaatkan waktu; mengupayakan efesiensi, tidak

cemas terhadap apa yang telah terjadi maupun yang akan teijadi.

2.2.4. Konsep Kecerdasan Sosial

Harus diakui pengajaran di sekolah saat ini lebih menekankan pada pemikiran kritis yang hanya mengarah pada kecerdasan intektual melaui pengetahuan, kemampuan analisis, kemampuan sintetis namun kurang memberikan perhatian pada kecerdasan emosional dan spiritual yang sangat dibutuhkan dalam penyesuaian diri terhadap lingkungan.

(24)

Kecerdasan sosial adalah kemampuan dalam mencapai kematangan pada kesadaran berpikir dan bertindak untuk menjalankan peran manusia sebagai makhluk sosial dalam menjalin hubungan dengan lingkungan atau kelompok masyarakat. Jenis kecerdasan ini sangatlah penting dalam menunjang kehidupan bermasyarakat, karena sukses tidaklah identik dengan kemampuan Intelektual Quetiont (IQ), namun ada peran kecerdasan sosial juga.

Kecerdasan berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk berinteraksi dengan orang lain. Pada saat berinteraksi dengan orang lain, seseorang harus dapat memperkirakan perasaan, temperamen, suasana hati, maksud dan keinginan teman interaksinya, kemudian memberikan respon yang layak. Hal ini juga yang mendasari kecerdasan sosial, dimana kecerdasan sosial merupakan suatu keterampilan individu dalam berinteraksi dengan orang lain. Kemudian Thorndike (dalam Goleman, 1995) menambahkan pengertian kecerdasan sosial adalah kemampuan untuk memahami dan mengatur orang untuk bertindak bijaksana dalam menjalin hubungan dengan orang lain.

a. Definisi Kecerdasan Sosial Menurut Para Ahli

1. Kecerdasan sosial erat kaitannya dengan kata “sosialisasi.” Suean Robinson Ambron (1981) mengartikan sosialisasi itu sebagai proses belajar yang membimbing seseorang ke arah perkembangan kepribadian sosial sehingga dapat menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab dan efektif. (Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, hal.123).

2. Stephen Jay Could, On Intelligence, Monash University: 1994, menjelaskan bahwa kecerdasan sosial merupakan suatu kemampuan untuk memahami dan mengelola hubungan manusia Kecerdasan ini adalah kecerdasan yang mengangkat fungsi jiwa sebagai perangkat internal diri yang memiliki kemampuan dan kepekaan dalam melihat makna yang ada di balik kenyataan apa adanya ini.

3. Menurut Buzan, kecerdasan sosial adalah ukuran kemampuan diri seseorang dalam pergaulan di masyarakat dan kemampuan berinteraksi sosial dengan orang-orang di sekeliling atau sekitarnya.

(25)

relasi, membangun relasi dan mempertahankan relasi sosialnya sehingga kedua belah pihak berada dalam situasi saling menguntungkan.

Betapa pentingnya peranan kecerdasan sosial untuk mencegah perilaku anarkis, maka perlu dicari solusi untuk mengembangkan kecerdasan sosial. Kecerdasan sosial menjadi solusi efektif meredam anarkis, karena orang yang memiliki kecerdasan sosial tinggi, mempunyai seperangkat keterampilan psikologis untuk memecahkan masalah dengan santun dan damai.

Keterampilan psikologis itu berkaitan dengan kecakapan keterampilan sosial yang perlu dimiliki oleh seseorang. Keterampilan sosial merupakan indikator untuk melihat seseorang kecerdasan sosialnya tinggi atau rendah. Seseorang memiliki kecerdasan sosial tinggi, apabila dalam dirinya memiliki keterampilan sosial yang terdiri dari sejumlah sikap. Sikap tersebut adalah:

1. Tumbuh social awareness (kesadaran situasional atau sosial). Adalah kemampuan individu dalam mengobservasi, melihat, dan mengetahui suatu konteks situasi sosial, sehingga mampu mengelola orang-orang atau peristiwa. 2. Kemampuan charity. Yaitu kecakapan ide, efektivitas, dan pengaruh kuat dalam

melakukan komunikasi dengan orang atau kelompok lain.

3. Berkembang empathy. Kemampuan individu melakukan hubungan dengan orang lain pada pada tingkat yang lebih personal.

4. Terampil interaction style. Individu memiliki banyak skenario saat berhubungan dengan orang lain, luwes, dan adaptif memasuki situasi berbeda-beda.

Dengan keterampilan sosial yang tertanam dalam diri dapat menjadi pijakan, apabila tujuannya mengalami hambatan atau menghadapi masalah dengan orang lain. Keterampilan tersebut juga bermanfaat, ketika keinginannya ada rintangan atau dirinya sedang punya masalah dengan orang atau kelompok lain. Dia akan mengobservasi, mengamati, dan mencari tahu berkaitan dengan problem yang sedang dihadapinya. Hasil dari pencariannya tersebut, dapat menjadi pondasi untuk menentukan langkah-langkah untuk menyelesaikan masalah.

(26)

kemaslahatan semua pihak, dan luwes menerapkan pola yang sudah ditemukan untuk menyelesaikan masalah dengan disesuaikan pada situasi. Apabila upaya ini diterapkan, tentu akan menghasilkan kedamaian dan kesantunan dalam menyelesaikan setiap persolaan.

Agar kecerdasan sosial menjadi solusi untuk menyelesaikan masalah, perlu ada gerakan memahamkan, membudayakan, dan mengimplementasikan kecerdasan sosial di tengah-tengah komunitas masyarakat. Untuk mewujudkan gerakan tersebut, diperlukan sumbangsih dari berbagai elemen masyarakat.

Langkah kongkret yang dilakukan untuk memahamkan, membudayakan dan mengimplementasikan kecerdasan sosial melalui pemberdayan masyarakat. Kelompok masyarakat yang menjadi sasaran pemberdayaan, diantaranya organisasi-organisasi ditingkat lokal, seperti takmir masjid, karang taruna, rukun tetangga, dasa wisma, arisan, paguyuban keluarga (trah) dan lain-lain.

Model pemberdayaan menggunakan edutainment show. Agenda kegiatan yang bisa dikerjakan di lapangan adalah mengemas training, live musik, pemutaran film, ceramah ahli, dan menghadirkan tokoh yang disuguhkan dengan gaya entertainment.

Model pemberdayaan seperti itu merupakan cara efektif karena tidak terkesan menggurui, sebagai proses pembelajaran yang menggugah kesadaran dan menanamkan nilai-nilai mengenai arti pentingnya kecerdasan sosial.

Sinergi dapat dibangun untuk mengembangkan dan memasyarakatkan kecerdasan sosial Di antaranya melalui kerjasama antara dunia industri (usaha) dan perguruan tinggi. Dunia usaha saatnya peduli untuk berperan serta dalam community development

b. Dasar-dasar Kecerdasan Sosial

(27)

orang lain merasa tentram, dan menimbulkan komentar: “menyenangkan sekali bergaul dengannya”.

Empat kemampuan dasar terpisah yang digunakan dalam pergaulan antarpribadi dalam kehidupan sehari-hari. Komponen-komponen tersebut adalah:

1. Mengorganisir Kelompok

Keterampilan esensial dari seorang pemimpin, ini menyangkut memprakarsai dan mengkoordinasi upaya menggerakkan orang. Keterampilan ini merupakan bakat yang terdapat pada sutradara atau produser sandiwara, perwira militer, dan ketua-ketua yang efektif dalam organisasi dan segala macam unit. Ditempat bermain, bakat ini dimiliki anak yang mengambil keputusan apa yang akan dimainkan oleh setiap anggota atau yang menjadi ketua regu.

2. Merundingkan Pemecahan

Bakat seorang mediator yang mencegah konflik atau menyelesaikan konflik-konflik yang meletup. Orang yang mempunyai kemampuan ini, hebat dalam mencapai kesepakatan dalam mengatasi atau menangani perbantahan, mereka cakap dalam bidang diplomasi, arbitrasi atau hukum atau sebagai perantara atau manajer operasi. Mereka ini adalah anak-anak yang mendamainkan perbantahan di tempat bermain.

3. Hubungan Pribadi

Empati dan bakat menjalin hubungan. Bakat ini memudahkan untuk masuk kedalam lingkup pergaulan atau untuk mengenali dan merespons dengan tepat akan perasaan dan keprihatinan orang lain, seni menjalin hubungan. Orang semacam ini merupakan pemain tim yang bagus, pasangan hidup yang diandalkan, sahabat atau rekan usaha yang setia, didunia bisnis mereka sukses sebagai tenaga penjual atau para manajer atau dapat menjadi guru yang hebat. Bakat ini pada anak-anak yang dapat bergaul praktis dengan siapa saja, mudah memasuki ruang lingkup permainan, dan senang hati melakukannya. Anak-anak ini cenderung paling pintar membaca emosi dari ungkapan wajah dan paling sukai oleh teman-teman sekelasnya.

4. Analisi Sosial

(28)

konselor yang kompeten atau bila digabungkan dengan bakat sastra akan menjadi dramawan atau penulis novel yang berbakat.

c. Elemen Kunci Dalam Mengasah Kecerdasan Sosial

Secara garis besar, Albrecht menyebut adanya lima elemen kunci yang bisa mengasah kecerdasan sosial kita, yang ia singkat menjadi kata SPACE.

- Situational awareness (kesadaran situasional). Makna dari kesadaran ini adalah sebuah kehendak untuk bisa memahami dan peka akan kebutuhan serta hak orang lain. Orang yang tanpa rasa dosa mengeluarkan gas di lift yang penuh sesak itu pastilah bukan tipe orang yang paham akan makna kesadaran situasional. Demikian juga orang yang merokok di ruang ber AC atau yang merokok di ruang terbuka dan menghembuskan asap secara serampangan pada semua orang disekitarnya.

- Presense (atau kemampuan membawa diri). Bagaimana etika penampilan Anda, tutur kata dan sapa yang Anda bentangkan, gerak tubuh ketika bicara dan mendengarkan adalah sejumlah aspek yang tercakup dalam elemen ini. Setiap orang pasti akan meninggalkan impresi yang berlainan tentang mutu presense yang dihadirkannya. Anda mungkin bisa mengingat siapa rekan atau atasan Anda yang memiliki kualitas presense yang baik dan mana yang buruk.

- Authenticity (autensitas) atau sinyal dari perilaku kita yang akan membuat orang lain menilai kita sebagai orang yang layak dipercaya (trusted), jujur, terbuka, dan mampu menghadirkan sejumput ketulusan. Elemen ini amat penting sebab hanya dengan aspek inilah kita bisa membentangkan berjejak relasi yang mulia nan bermartabat.

- Clarity (kejelasan). Aspek ini menjelaskan sejauh mana kita dibekali kemampuan untuk menyampaikan gagasan dan ide kita secara renyah nan persuasif sehingga orang lain bisa menerimanya dengan tangan terbuka. Acap kita memiliki gagasan yang baik, namun gagal mengkomunikasikannya secara cantik sehingga atasan atau rekan kerja kita ndak berhasil diyakinkan. Kecerdasan sosial yang produktif barangkali memang hanya akan bisa dibangun dengan indah manakala kita mampu mengartikulasikan segenap pemikiran kita dengan penuh kejernihan dan kebeningan.

(29)

ketrampilan untuk bisa mendengarkan dan memahami maksud pemikiran orang lain. Kita barangkali akan bisa merajut sebuah jalinan relasi yang guyub dan meaningful kalau saja kita semua selalu dibekali dengan rasa empati yang kuat terhadap sesama rekan kita

Demikianlah lima elemen kunci yang menurut Karl Albrecht merupakan aspek penting yang layak diperhatikan untuk bisa menenun bingkai kecerdasan emosional secara optimal. Tentu saja kita harus selalu menyempurnakan diri dalam kelima dimensi penting ini, supaya kita semua juga bisa menjadi pribadi-pribadi yang cerdas secara sosial.

d. Melatih Kecerdasan Sosial Pada Anak

Dari semua ketrampilan emotional quotient (kecerdasan emosional) yang akan dikembangkan anak, kemampuan untuk bergaul dengan orang lain akan paling banyak membantunya merasakan keberhasilan dan kepuasan dalam hidup. Hal utama yang harus dimiliki anak agar efektif dalam dunia sosial, dia harus belajar mengenali, menafsirkan, dan bereaksi secara tepat terhadap situasi-situasi sosial. Kemampuan yang harus dimiliki adalah kemampuan untuk mencari titik temu antara kebutuhan dan harapannya dengan kebutuhan dan harapan orang lain.

e. Dasar Hubungan Sosial Manusia 1. Interaksi Sosial

Interaksi sosial dapat diartikan sebagai hubungan-hubungan sosial yang dinamis. Hubungan sosial yang dimaksud dapat berupa hubungan antara individu yang satu dengan individu lainnya, antara kelompok yang satu dengan kelompok lainnya, maupun antara kelompok dengan individu. Dalam interaksi juga terdapat simbol, di mana simbol diartikan sebagai sesuatu yang nilai atau maknanya diberikan kepadanya oleh mereka yang menggunakannya

a. Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial

(30)

masyarakat. Usaha-usaha itu dilakukan untuk mencapai suatu kestabilan. Sedangkan Asimilasi merupakan suatu proses di mana pihak-pihak yang berinteraksi mengidentifikasikan dirinya dengan kepentingan-kepentingan serta tujuan-tujuan kelompok. Bentuk interaksi yang berkaitan dengan proses disosiatif ini dapat terbagi atas bentuk persaingan, kontravensi, dan pertentangan. Persaingan merupakan suatu proses sosial, di mana individu atau kelompok-kelompok manusia yang bersaing, mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan. Bentuk kontravensi merupakan bentuk interaksi sosial yang sifatnya berada antara persaingan dan pertentangan. Sedangkan pertentangan merupakan suatu proses sosial di mana individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan yang disertai dengan ancaman dan kekerasan. Untuk tahapan proses-proses asosiatif dan disosiatif Mark L. Knapp menjelaskan tahapan interaksi sosial untuk mendekatkan dan untuk merenggangkan. Tahapan untuk mendekatkan meliputi tahapan memulai (initiating), menjajaki (experimenting), meningkatkan (intensifying), menyatupadukan (integrating) dan mempertalikan (bonding). Sedangkan tahapan untuk merenggangkan meliputi membeda-bedakan (differentiating), membatasi (circumscribing), memacetkan (stagnating),menghindari (avoiding), dan memutuskan (terminating).

(31)

Bentuk – Bentuk interaksi yang mendorong terjadinya lembaga ,kelompok dan organisasi sosial.

1. Bentuk Interaksi Sosial Menurut Jumlah Pelakunya .

Interaksi antara individu dan individu yang satu memberikan pengaruh , rangsangan \ Stimulus kepada individu lainnya . Wujud interaksi bisa dalam dalam bentuk berjabat tangan , saling menegur , bercakap – cakap \ mungkin bertengkar .

2. Interaksi antara individu dan kelompok

Bentuk interaksi antara individu dengan kelompok : Misalnya : Seorang ustadz sedang berpidato didepan orang banyak . Bentuk semacam ini menunjukkan bahwa kepentingan individu berhadapan dengan kepentingan kelompok .

3. Interaksi antara Kelompok dan Kelompok Bentuk interaksi seperti ini berhubungan dengan kepentingan individu dalam kelompok lain . Contoh : Satu Kesebelasan Sepak Bola bertanding melawan kesebelasan lain .

4. Bentuk Interaksi Sosial Menurut Proses Terjadiny - Imitasi

Imitasi adalah pembentukan nilai melalui dengan meniru cara- cara orang lain. Contoh : Seorang anak sering kali meniru kebiasan – kebiasan orang tuanya

- Identifikasi

Identifikasi adalah menirukan dirinya menjadi sama dengan orang yang ditirunya . Contoh : Seorang anak laki – laki yang begitu dekat dan akrab dengan ayahnya suka mengidentifikasikan dirinya menjadi sama dengan ayah nya .

- Sugesti

Sugesti dapat diberikan dari seorang individu kepada kelompok . Kelompok kepada kelompok kepada seorang individu . Contoh : Seorang remaja putus sekolah akan dengan mudah ikut-ikutan terlibat “ Kenalan Remaja “ . Tanpa memikirkan akibatnya kelak

- Motivasi

(32)

bentuk motivasi supaya mereka mau belajar dengan rajin dan penuh rasa tanggung jawab

- Simpati

Perasaan simpati itu bisa juga disampaikan kepada seseorang / kelompok orang atau suatu lembaga formal pada saat –saat khusus. Misalnya apabila perasaan simpati itu timbul dari seorang perjaka terhadap seorang gadis / sebaliknya kelak akan menimbulkan perasaan cinta kasih / kasih saying.

- Empati

Empati itu dibarengi perasaan organisme tubuh yang sangat dalam. Contoh jika kita melihat orang celaka sampai luka berat dan orang itu kerabat kita, maka perasaan empati menempatkan kita seolah-olah ikut celaka.

5. Hubungan Individu Dengan Lingkungan

Pada teori konvergensi disebutkan bahwa lingkungan memiliki peranan penting dalam perkembangan jiwa manusia. Lingkungan tersebut terbagi dalam

beberapa kategori yaitu :

a. Lingkungan fisik ; berupa alam seperti keadaan alam atau keadaan tanah serta musim

b. Lingkungan sosial ; berupa lingkungan tempat individu berinteraksi. Lingkungan sosial dibedakan dalam dua bentuk :

1) Lingkungan sosial primer : yaitu lingkungan yang anggotanya saling kenal 2) Lingkungan sosial sekunder : lingkungan yang hubungan anatar anggotanya bersifat longgar.

Hubungan individu dengan lingkungannya ternyata memiliki hubungan timbal balik lingkungan mempengaruhi individu dan individu mempengaruhi lingkungan. Sikap individu terhadap lingkungan dapat dibagi dalam 3 kategori yaitu :

a) Individu menolak lingkungan jika tidak sesuai dengan yang ada dalam diri individu

b) Individu menerima lingkungan jika sesuai dengan dengan yang ada dalam diri individu

c) Individu bersikap netral atau berstaus quo.

(33)

individu, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosio-psikologis, termasuk didalamnya adalah belajar. Terhadap faktor lingkungan ini ada pula yang menyebutnya sebagai empirik yang berarti pengalaman, karena dengan lingkungan itu individu mulai mengalami dan mengecap alam sekitarnya. Manusia tidak bisa melepaskan diri secara mutlak dari pengaruh lingkungan itu, karena lingkungan itu senantiasa tersedia di sekitarnya. Sejauh mana pengaruh lingkungan itu bagi diri individu, dapat kita ikuti pada uraian berikut

1) Lingkungan Membuat Individu Sebagai Makhluk Social

Yang dimaksud dengan lingkungan pada uraian ini hanya meliputi orang-orang atau manusia-manusia lain yang dapat memberikan pengaruh dan dapat dipengaruhi, sehingga kenyataannya akan menuntut suatu keharusan sebagai makhluk sosial yang dalam keadaan bergaul satu dengan yang lainnya. Terputusnya hubungan manusia dengan masyarakat manusia pada tahun-tahun permulaan perkembangannya, akan mengakibatkan berubahnya tabiat manusia sebagai manusia. Berubahnya tabiat manusia sebagai manusia dalam arti bahwa ia tidak akan mampu bergaul dan bertingkah laku dengan sesamanya.

Dapat kita bayangkan andaikata seorang anak manusia yang sejak lahirnya dipisahkan dari pergaulan manusia sampai kira-kira berusia 10 tahun saja, walaupun diberinya cukup makanan dan minuman, akan tetapi serentak dia dihadapkan kepada pergaulan manusia, maka sudah dapat dipastikan bahwa dia tidak akan mampu berbicara dengan bahasa yang biasa, canggung pemalu dan lain-lain. Sehingga kalaupun dia kemudian dididik, maka penyesuaian dirinya itu akan berlangsung sangat lambat sekali.

2) Lingkungan Membuat Wajah Budaya Bagi Individu Lingkungan dengan aneka ragam kekayaannya merupakan sumber inspirasi dan daya cipta untuk diolah menjadi kekayaan budaya bagi dirinya. Lingkungan dapat membentuk pribadi seseorang, karena manusia hidup adalah manusia yang berfikir dan serba ingin tahu serta mencoba-coba terhadap segala apa yang tersedia di alam sekitarnya.

b. Jenis Interaksi Sosial

(34)

3. Individu dapat berinteraksi dengan lingkungannya. 4. Individu dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

Lingkungan di sini bisa berupa lingkungan fisik (alam benda-benda yang konkrit), lingkungan psikis (jiwa, badan, orang-orang dalam lingkungan) serta lingkungan rohaniah (keyakinan-keyakinan, ide-ide, dan filsafat-filsafat yang terdapat di lingkungan individu).

c. Proses Interaksi Sosial

Proses Interaksi sosial menurut Herbert Blumer adalah pada saat manusia bertindak terhadap sesuatu atas dasar makna yang dimiliki sesuatu tersebut bagi manusia. Kemudian makna yang dimiliki sesuatu itu berasal dari interaksi antara seseorang dengan sesamanya. Dan terakhir adalah Makna tidak bersifat tetap namun dapat dirubah, perubahan terhadap makna dapat terjadi melalui proses penafsiran yang dilakukan orang ketika menjumpai sesuatu. Proses tersebut disebut juga dengan interpretative process

Interaksi sosial dapat terjadi bila antara dua individu atau kelompok terdapat kontak sosial dan komunikasi. Kontak sosial merupakan tahap pertama dari terjadinya hubungan sosial Komunikasi merupakan penyampaian suatu informasi dan pemberian tafsiran dan reaksi terhadap informasi yang disampaikan. Karp dan Yoels menunjukkan beberapa hal yang dapat menjadi sumber informasi bagi dimulainya komunikasi atau interaksi sosial. Sumber Informasi tersebut dapat terbagi dua, yaitu Ciri Fisik dan Penampilan. Ciri Fisik, adalah segala sesuatu yang dimiliki seorang individu sejak lahir yang meliputi jenis kelamin, usia, dan ras. Penampilan di sini dapat meliputi daya tarik fisik, bentuk tubuh, penampilan berbusana, dan wacana.

(35)

d. Faktor – Faktor Yang Mendorong Terjadinya Interaksi Sosial

o Tindakan Sosial Tidak semua tindakan manusia dinyatakan sebagai tindakan sosial misalnya : Seorang pemuda yang sedang mengkhayalkan gadis impiannya secara diam – diam . Menurut MAX WEBER , tindakan sosial adalah tindakan seorang individu yang dapat mempengaruhi individu – individu lainnya dalam masyarakat . Tindakan sosial dapat dibedakan menjadi 4 macam yaitu :

 Tindakan Rasional Instrumental : Tindakan yang dilakukan dengan memperhitungkan kesesuaian antara cara dan tujuan . Contoh : Bekerja Keras untuk mendapatkan nafkah yang cukup .

 Tindakan Rasional Berorientasi nilai : Tindakan – Tindakan yang berkaitan dengan nilai – nilai dasar dalam masyarakat . Contoh : Tindakan –Tindakan yang bersifat Religio – magis .

 Tindakan Tradisional; Tindakan yang tidak memperhitungkan pertimbangan Rasional . Contoh : Berbagai macam upacara \ tradisi yang dimaksudkan untuk melestarikan kebudayaan leluhur .

 Tindakan Ofektif : Tindakan – Tindakan yang dilakukan oleh seorang \ kelompok orang berdasarkan perasaan \ emosi

 Kontak Sosial Dalam kehidupan sehari-hari kontak sosial dapat dilakukan dengan cara :

 Kontak Sosial yang dilakukan menurut cara pihak-pihak yang berkomunikasi . Cara kontak sosial itu ada 2 macam yaitu : 1) Kontak Langsung : Pihak komunikator menyampaikan pesannya secara langsung kepada pihak komunikan .

2) Kontak Tidak Langsung : Pihak komunikator menyampaikan pesannya kepada pihak komunikan melalui perantara pihak ketiga .

(36)

berlangsungnya secara komunikatif . Contoh : Pesan yang disampaikan tidak jelas, berbelit – belit , bahkan mungkin sama sekali tidak dapat dipahami . e. Faktor Psikologi Pendorong Interaksi Sosial

Terdapat empat faktor yang mendasari kelangsungan interaksi sosial, yaitu :

 Faktor imitasi, masyarakat merupakan pengelompokan manusia di mana tiap individu saling mengimitasi (meniru) dari orang lain dan sebaliknya. Bahkan masyarakat baru menjadi masyarakat yang sebenarnya ketika manusia mulai mengimitasi kegiatan manusia lainnya.

 Faktor sugesti, pengaruh psikis baik yang datang dari diri sendiri maupun yang datang dari orang lain, umumnya sugesti diterima tanpa adanya kritik dati individu yang bersangkutan. Sugesti adalah suatu proses di mana individu menerima suatu cara penglihatan atau pedoman tingkah laku orang lain tanpa kritik terlebih dahulu.

 Faktor identifikasi merupakan dorongan untuk menjadi identik atau sama dengan orang lain.

 Faktor simpati, orang memiliki kecenderungan tertarik pada orang lain, sedangkan orang yang memiliki kecenderungan menolak orang lain disebut antipati. Simpati akan menjalin hubungan saling pengertian yang saling mendalam dalam inteaksi antarindividu, ingin mengerti dan ingin kerja sama dengan orang lain serta saling melengkapi satu sama lain

2.2.5 Konjsep Perilaku Menyimpang

Secara Umum Perilaku individu atau sekelompok individu yang tidak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku secara umum dalam masyarakat sering terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari.

Menurut Pendapat Ahli. Berikut menurut pendapat para ahli mengenai perilaku menyimpang :

(37)

b. Bruce J.Cohen Ia berpendapat bahwa perilaku menyimpang adalah setiap perilaku yang tidak berhasil menyesuaikan diri dengan kehendak-kehendak masyarakat atu kelompok tertentu dalam masyarakat.

c. Robert M.Z Lawang Ia menyatakan bahwa perilaku menyimpang adalah semua tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dalam suatu sistem sosial dan menimbulkan usaha dari mereka yang berwenang dalam sistem tersebut untuk memperbaiki perilaku tersebut.

d. James Vander Sander Ia berpendapat bahwa yang dimaksud perilaku menyimpang adalah perilaku yang dianggap sebagai hal tercela dan di luar batas-batas toleransi oleh sejumlah atau sebagian besar orang atau masyarakat.

2.2.5.1 Teori Tentang Perilaku Menyimpang a. Berdasarkan Sudut Pandang Sosiologi 1. Teori Labeling

Teori ini dikemukakan oleh Edwin M.Lemert, menurutnya seseorang berperilaku menyimpang karena proses labeling yang diberikan masyarakat kepadanya. Labeling adalah pemberian julukan, cap, etiket, ataupun kepada seseorang. Pada awalnya seseorang melakukan “penyimpangan primer” karena itu sang pelaku penyimpangan mendapatkan cap (labeling) dari masyarakat. Karena adanya label tersebut, maka sang pelaku mengidentifikasikan dirinya sebagai penyimpang dan mengulangi lagi penyimpangan itupun menjadi suatu kebiasaan atau gaya hidup bagi pelakunya.

2. Teori Sosialisasi

(38)

3. Teori Pergaulan Berbeda ( Differential Association )

Teori ini diciptakan oleh Edwin H. Sutherland dan menurut teori ini penyimpangan bersumber dari pergaulan dengan sekelompok orang yang telah menyimpang. Penyimpangan didapatkan dari proses alih budaya (cultural transmission) dan dari proses tersebut seseorang mempelajari subkebudayaan menyimpangang (deviant subculture). Contoh teori pergaulan berbeda : perilaku tunasusila, peran sebagai tunasusila dipelajari oleh seseorang dengan belajar yaitu melakukan pergaulan yang intim dengan para penyimpang (tunasusila senior) dan kemudian ia melakukan percobaan dengan melakukan peran menyimpang tersebut.

4. Teori Anomie

Konsep anomie di kembangkangkan oleh seorang sosiologi dari Perancis, Emile Durkheim. Istilah Anomie dapat diartikan sebagai ketiadaan norma. Konsep tersebut dipakai untuk menggambarkan suatu masyarakat yang memiliki banyak norma dan nilai yang satu sama lain saling bertentangan. Suatu mayarakat yang anomis (tanpa norma) tidak mempunyai pedoman mantap yang dapat dipelajari dan di pegang oleh para anggota masyarakatnya. Selain Emile Durkheim ada tokoh lain yang mengemukakan tentang teori anomie yaitu Robert K. Merton, ia mengemukakan bahwa penyimpangan terjadi melalui struktur sosial. Menurut Merton struktur sosial dapat menghasilkan perilaku yang konformis (sesuai dengan norma) dan sekaligus perilaku yang dapat menyebabkan terjadinya penyimpangan. Merton berpendapat bahwa struktur sosial mengahasilkan tekanan kearah anomie dan perilaku menyimpang karena adanya ketidakharmonisan antara tujuan budaya dengan cara-cara yang dipakai untuk mencapai

tujuan tersebut.

Menurut Merton ada lima tipe cara adaptasi individu untuk mencapai tujuan budaya dari yang wajar sampai menyimpang, yaitu sebagai berikut :

a. Konformitas (Conformity) Konformitas merupakan sikap menerima tujuan budaya dengan cara mengikuti tujuan dan cara yang ditentukan oleh masyarakat. Contoh : seseorang yang ingin menjadi orang kaya berusaha untuk mewujudkannya dengan menempuh pendidikan tinggi dan bekerja keras.

(39)

Contoh : seseorang yang ingin menjadi orang kaya, tetpai kedudukannya di tempat tidak memungkinkan memperoleh gaji besar, sehingga ia melakukan jalan pintas memperoleh rasa aman saja.

c. Ritualisme (Ritualism) Ritualisme merupakan sikap menerima cara-cara yang diperkenalkan secara cultural, namun menolak tujuan-tujuan kebudayaan, sehingga perbuatan ritualisme berpegang teguh pada kaida-kaidah yang berlaku namun mengorbankan nilai sosial budaya yang ada. Contoh : seorang karyawan bekerja tidak untuk memperoleh kekayaan, tetapi hanya sekedar memperoleh rasa aman saja.

d. Pengasingan Diri (Retreatism) Pengasingan diri merupakan sikap menolak tujuan-tujuan ataupun cara-cara untuk mencapai tujuan yang telah menjadi bagian kehidupan masyarakat ataupun lingkungan sosialnya. Contoh : para pemabuk dan pemakai narkoba yang seakan-akan berusaha melarikan diri dari masyarakat dan lingkungan.

e. Pemberontakan (Rebeliion) Pemberontakan merupakan sikap menolak sarana dan tujuan-tujuan yang disahkan oleh budaya masyarakat dan menggantikan dengan cara yang baru.

Contoh : kaum pemberontak yang memperjuangkan ideologinya melalui perlawanan bersenjata. Dari kelima tipe diatas, tipe cara adaptasi konformitaslah yang merupakan bentuk perilaku yang tidak menyimpang, sedangkan ke-empat tipe adaptasi lainnya termasuk dalam bentuk perilaku yang menyimpang.

B. Berdasarkan Sudut Pandang Psikologi Seorang tokoh psikolog asal Australia yang terkenal dengan teori psikoanalisasinyabernama Sigmund Freud (1856-1939) menyatakan bahwa dalam diri manusia terdapat tiga bagian penting, yaitu berupa hal-hal sebagai berikut:

1. Id, adalah bagian dari yang bersifat tidak sadar, nalurilah, dan mudah terpengaruh oleh gerak hati.

2. Ego, adalah bagian diri yang bersifat sadar dan rasional yang berfungsi menjaga pintu kepribadian.

(40)

terkontrol dan muncul bersamaan dengan superegoyang tidak aktif, sementara dalam waktu yang bersamaan ego tidak berhasil memberikan perimbangan.

C. Berdasarkan Sudut Pandang Biologi Sheldon mengidentifikasikan tipe tubuh menjadi tiga tipe dasar,yaitu sebagai berikut :

1. Endomorph (bundar, halus, dan gemuk) 2. Mesomorph (berotot dan atletis)

3. Ectomorph (tipis dan kurus) Stiap tipe tubuh mempunyai kecenderungan sifat-sifat kepribadian.

Contohnya, penjahat pada umumnya bertipe mesomorph. Sedangkan Cesare Lombroso, seorang kriminologi dari Italia berpendapat bahwa orang jahat memiliki ciri-ciri ukuran rahang dan tulang pipi panjang, memiliki kelainan pada mata yang khas, tangan dan jari-jari relative besar, dan susunan gigi abnormal. Adapun tipe pelaku kriminal menurut Casare Lomboso adal sebagai berikut : “ Teori biologis mendapat banyak kritikan dan diragukam kebenarannya, sehingga para ilmuwan sosial beranggapan bahwa factor biologis merupakan factor yang secara relative tidak penting pengaruhnya terhadap penyimpangan perilaku”.

D.Berdasarkan Sudut Pandang Kriminologi

1. Teori Konflik Berdasarkan teori ini terdapat dua macam konflik, yaitu sebagai berikut : a. Konflik Budaya Dalam suatu masyarakat dapat terjadi konflik budaya etika dalam masyarakat tersebut terdapat sejumlah kebudayaan khusus dimana setiap kebudayaan khusus tersebut cenderung tertutup sehingga mengurangi kemungkinan adanya kesepakatan nilai. Sejumlah norma yang bersumber dari kebudayaan khusus yang berbeda saling bertentangan antara satu dengan yang lainnya dan dapat menimbulkan kondisi anomie.

(41)

2. Teori Pengendalian Teori pengendalian beranggapan bahwa masyarakat sebenarnya mmiliki kesepakatan tentang nilai-nilai tertentu yang menjadi dasar suatu perilaku dapat dikatakan menyimpang atau tidak. Pengendalian itu mencangkup dua bentuk, yaitu pengendalian dari dalam dan pengendalian dari luar. Pengendalian dari dalam berupa norma yang dihayati dan nilai yang dipelajari oleh seseorang melalui proses sosialisasi.

Contohnya, nilai-nilai dan norma sosial yang diperoleh dari lembaga keluarga, lembaga sekolah dan masyarakat yang mengharuskannya untuk menghormati sesame manusia. Pengendalian dari luar adalah imbalan sosial terhadap kepatuhan dan sanksi yang diberikan kepada setiap tindak penyimpangan atau pelanggaran nilai dan norma dominan. Misalnya, jika seseorang melanggar norma pergaulan sosial maka ia akan dijatuhi sanksi oleh masyarakatnya.

2.2.5.2 Faktor-Faktor Penyebab Perilaku Menyimpang

Perilaku menyimpang yang dilakukan oleh seseorang tidak terjadi begitu saja tanpa ada sebab-sebab yang menyertainya, karena perilaku menyimpang berkembang melalui suatu periode waktu-waktu tertentu sebagai hasil dari serangkaian tahapan interaksisosial dan adanya kesempatan untuk berperilaku menyimpang. Adapun sebab atau faktor-faktor terjadinya perilaku menyimpang antara lain yaitu :

a. Hasil Sosialisasi yang Tidak Sempurna ( Ketidaksanggupan Menyerap Norma-Norma Kebudayaan) Apabila proses sosialisasi tidak sempurna, maka dapat melahirkan suatu perilaku menyimpang. Proses sosialisasi tidak sempurna terjadi karena nilai-nilai atau norma-norma yang dipelajari kurang dapat dipahami dalam proses sosialisasi yang dijalankan, sehingga seseorang tidak memprhitungkan resiko yang terjadi apabila ia melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan nilai dan norma sosial yang berlaku.

(42)

b. Proses Belajar yang Menyimpang Proses belajar ini terjadi karena melalui interaksi sosial dengan orang lain terutama dengan orang-orang yang memiliki perilaku menyimpang dan sudah berpengalaman dalam hal menyimpang.

c. Ketegangan antara Kebudayaan dan Struktur Sosial Apabila peluang untuk mencari cara-cara dalam memenuhi kebutuhan hidupnya tidak diberikan, maka muncul kemungkinan akan terjadinya perilaku menyimpang.

Contoh pada masyarakat feodal tuan tanah memiliki kekuasaan istimewa atas warga yang berstatus buruh tani atau penyewa sehingga tuan tanah dapat melakukan tindakan sewenang-wenang pada para buruh atau penyewa tanah yaitu dengan menurunkan upah ataupun kenaikan harga sewa. Apabila kesewenang-wenangan itu terjadi secara terus-menerus, maka dapat memicu terjadinya perilaku menyimpang yang dilakukan oleh buruh dan penyewa tanah yaitu dengan melakukan kekerasan, perlawanan, penipuan, atau bahkan pembunuhan.

d. Ikatan Sosial yang Berlainan

e. Hasil Sosialisasi dari Nilai-Nilai Subkebudayaan yang Menyimpang 2.2.5.3. Macam-Macam Atau Jenis-Jenis Perilaku Menyimpang a. Berdasarkan Kekerapannya :

1. Penyimpangan Primer

Penyimpangan primer adalah suatu pelanggaran atau penyimpangan yang bersifat sementara (temporer), sehingga individu yang melakukan penyimpangan tersebut masih dapat diterima oleh kelompok sosialnya, sebab pelanggaran terhadap norma-norma umum tidak berlangsung secara terus-menerus. Contoh penyimpangan primer adalah : terlambat membayar pajak listrik, mencontek saat ulangan, melanggar rambu-rambu lalu lintas.

2. Penyimpangan Sekunder

Penyimpangan sekunder adalah penyimpangan sosial yang nyata dan sering dilakukan sehingga menimbulkan akibat yang cukup parah dan mengganggu orang lain. Contoh penyimpangan sekunder adalah : berjudi, mencuri, seseorang yang sering mabuk-mabukan, bahkan pembunhan.

b. Berdasarkan Jumlah Pelakunya

Gambar

Gambar  2.2:  Kerangka  Pikir  Pengaruh  pola  asuh  orang  tua,  konsep  diri,  dankecerdasan Sosial terhadap perilaku nyimpang di kalangan remaja Hindu di KotaMataram
Tabel 3.1 Matrik Kisi-kisi Instrumen
Tabel 3.2  Koefisien Korelasi (r) Pola Asuh Orang Tuas
Tabel 3.4  Koefisien Korelasi (r) Kecerdasan Sosial
+7

Referensi

Dokumen terkait

Maka dari sini untuk dapat mewujudkan sebuah perlindungan hukum terhadap para korban perdagangan orang yang dipekerjakan sebagai pekerja seks komersial adalah

Berdasarkan penelitian ini maka wanprestasi dapat terjadi apabila pada saat proses penyelesaian transaksi, yakni proses bertukarnya penyerahan hak dan kewajiban

Ada beberapa hal positif yang dapat dilihat dari penggunaan gadget yaitu: mempermudah menyelesaikan pekerjaan dengan cepat, memberikan berbagai macam informasi diseluruh

Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) adalah semua kegiatan kurikuler yang dilakukan oleh mahasiswa praktikan, sebagai pelatihan untuk menerapkan teori yang diperoleh

Berdasarkan penjelasan latar belakang, dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu “Apakah pola makan dan aktivitas fisik berhubungan dengan kadar gula darah pasien

Ibnu Khaldun (1332-1406 M) melihat peradaban sebagai organisasi sosial manusia, kelanjutan dari proses tamaddun (semacam urbanisasi), lewat ashabiyah (group feeling),

Berdasarkan beberapa pemikiran di atas, pemberian tugas individu akan memberikan pengaruh baik pada performance tugasnya maupun didalam hasil belajar, yang perlu diperhatikan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka diharapkan bagi pelayan kesehatan untuk menjalin kerja sama dengan orang tua balita menyangkut masalah perkembangan