• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efisiensi pemakaian air berdasarkan inte (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Efisiensi pemakaian air berdasarkan inte (1)"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pertumbuhan penduduk khususnya Indonesia mengalami peningkatan seiring dengan perkembangan zaman. Begitu pula kebutuhan akan pangan yang juga mengalami peningkatan, tidak hanya pangan pokok seperti beras, tetapi juga pangan pelengkap seperti sayuran. Ditinjau dari aspek klimatologi Indonesia sangat tepat dikembangkan untuk bisnis sayuran. Berdasarkan laporan Direktur Jenderal Hortikultura (2010), konsumsi sayuran masyarakat Indonesia pada tahun 2007 sebesar 40,90 kilogram per kapita per tahun meningkat pada tahun 2008 menjadi 41,32 kilogram per kapita per tahun. Kemudian pada tahun 2009 konsumsi sayuran mengalami peningkatan hingga 43,5 kilogram per kapita per tahun. Jumlah konsumsi sayuran yang meningkat dari tahun 2007 hingga 2009 menunjukkan bahwa masyarakat semakin sadar akan kebutuhan sayuran sebagai pemenuhan gizi dan kesehatan. Selain itu, nilai ekspor sayuran Indonesia terus mengalami peningkatan.

Caisim (Brassica chinensis L.) merupakan tanaman sayuran dengan iklim sub-tropis, namun mampu beradaptasi dengan baik pada iklim tropis. Caisim pada umumnya banyak ditanam di dataran rendah dan dataran tinggi. Caisim tergolong tanaman yang toleran terhadap suhu tinggi 25oC sampai 36oC (Opena dan Tay, 1994). Kebutuhan akan caisim saat ini semakin lama semakin meningkat sesuai dengan peningkatan populasi manusia dan manfaat mengkonsumsi bagi kesehatan. Caisim berfungsi sebagai penyembuh sakit kepala dan mampu bekerja sebagai pembersih darah (Haryanto et al., 2001).

Pemberian air irigasi yang efisien diperlukan untuk mendukung pertumbuhan dan hasil produksi tanaman sayuran. Salah satu upaya untuk meningkatkan hasil produksi yaitu dengan pengaturan jumlah dan interval pemberian air. Hasil penelitian terhadap tanaman caisim menunjukkan bahwa interval pemberian air berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman caisim (Pakaya, 2013). Jika air kurang atau berlebih dapat mengakibatkan tanaman mengalami titik kritis, tanaman akan mengalami penurunan proses fisiologi dan fotosintesis dan akhirnya mempengaruhi produksi dan kualitas. Perlakuan interval pemberian air sangat berhubungan dengan tingkat ketersediaan air. Pertumbuhan tanaman akan semakin baik dengan pertambahan jumlah air. Akan tetapi, terdapat batasan maksimum dan minimum dalam jumah air. Oleh karena itu perlu diketahui batasan pemberian air dan interval pemberian air yang sesuai terhadap respon tanaman caisim agar dapat mempercepat pertumbuhan, produksi dan kualitas tanaman caisim (Desmarina et al., 2009).

Suatu usaha untuk melakukan penghematan air dalam pertanian adalah dengan cara meningkatkan efisiensi pemakaian air oleh tanaman. Efisiensi pemakaian air dapat mengoptimalkan pemenuhan

kebutuhan tanaman akan air sehingga langkah ini dapat mengoptimalkan produksi tanaman. Berdasarkan penelitian Sinaga (2008) peningkatan efisiensi pemakaian air rumput gajah dan rumput raja akibat kadar ketersediaan air tanah.

Berdasarkan beberapa metode pemberian air irigasi tersebut diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai efisiensi pemakaian air dalam hubungannya dengan pertumbuhan dan produksi hasil tanaman sayuran caisim.

1.2.Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan efisiensi pemakaian air yang terbaik dari beberapa interval pemberian air pada irigasi tetes dalam hubungannya dengan pertumbuhan dan produksi sayuran caisim.

1.3. Hipotesis

Diduga interval pemberian air berpengaruh terhadap efisiensi pemakaian air dan pertumbuhan serta produksi sayuran caisim (Brassica chinenesis L.).

BAB 2. PELAKSANAAN PENELITIAN

2.1.Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Rumah Tanaman Jalan Rustini Nomor 1808 pada bulan Februari 2014 sampai dengan Oktober 2014.

2.2.Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian : 1) Alat tulis, 2) Cawan petri, 3) Drum Air, 4) Emitter (penetes seperti infus), 5) Gelas ukur 6) Hygrometer, 7) Kran air, 8) Lem pipa, 9) Oven, 10) Polybag, 11) Pipa penyambung, 12) Pipa PVC, dan 13) Timbangan digital.

Bahan yang digunakan dalam penelitian : 1) Benih caisim varietas Tosakan, 2) Pupuk, 3) Air, dan 4) Tanah.

2.3. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok Faktorial (RAKF) dengan menggunakan dua faktor perlakuan yaitu pemberian air dari jumlah kebutuhan air tanaman (A) dan interval pemberian air (B). Faktor pemberian air dari jumlah kebutuhan air tanaman terdiri dari 4 taraf, dan interval pemberian air terdiri dari 2 taraf.

Taraf faktor pemberian air dari jumlah kebutuhan air tanaman (A) adalah :

A1 : Pemberian air 100% dari kebutuhan air tanaman

A2 : Pemberian air 90% dari kebutuhan air tanaman

A3 : Pemberian air 80% dari kebutuhan air tanaman

A4 : Pemberian air 70% dari kebutuhan air tanaman

Sedangkan taraf, faktor interval pemberian air (B) adalah :

(3)

B2 : Terputus-putus (berselang 1 hari)

Model Rancangan Acak Kelompok Faktorial (RAKF) adalah mengikuti persamaan berikut (Gomez dan Gomez, 1995) :

Y = µ + K + α + β + (αβ) + ε ... (1)

2.4.Cara Kerja

2.4.1. Persiapan a. Alat dan bahan disiapkan.

b. Pembuatan rumah tanaman dengan ukuran 3 m x 3 m x 2 m.

c. Benih tanaman caisim varietas Tosakan disemai pada polybag ukuran 10 cm x 15 cm dengan menggunakan media tanam berupa tanah yang dicampur dengan pupuk kandang perbandingan 1:1. d. Menyiapkan media tanam tanah menggunakan

polybag ukuran 30 cm x 25 cm, tanah dicampur dengan pupuk kandang dengan perbandingan 3:1 dan dimasukkan ke dalam polybag.

2.4.2. Instalasi sistem irigasi tetes

Pemasangan sarana irigasi terdiri dari pemasangan pipa, selang, emitter, kran, dan penampung air yang dirangkai dengan benar sesuai kebutuhan air untuk penanaman sawi hijau (caisim) varietas Tosakan.

2.4.3. Pelaksanaan penelitian

a. Media semai disiapkan berupa polybag berukuran 10 cm x 15 cm.

b. Benih caisim disemai dalam polybag yang telah diisi tanah yang dicampur dengan pupuk kandang perbandingan 1 : 1.

c. Penyiapan media tanam tanah menggunakan polybag ukuran 30 cm x 25 cm, tanah dan pupuk kandang dicampur dan diaduk hingga homogen.

d. Polybag disiapkan dan diisi campuran tanah dan pupuk kandang dengan ukuran 2 kg untuk setiap polybag.

e. Tanah dibasahi dengan air sampai kondisi tanah sesuai untuk ditanami.

f. Setelah benih berkecambah sampai tumbuh beberapa helai daun dipindahkan dalam polybag yang sudah diisi dengan media tanam.

g. Pemberian air sesuai dengan kebutuhan tanaman. h. Pemeliharaan tanaman.

i. Pengamatan dan pengumpulan data. j. Panen.

2.5.Parameter

Parameter yang diamati adalah sebagai berikut:

2.5.1. Efisiensi pemakaian air

Dihitung menggunakan rumus yang diperkenalkan oleh Hansen, et al(1979) :

2.5.2. Berat basah berangkasan caisim (gram) Berat basah berangkasan caisim dihitung dengan menimbang seluruh bagian tanaman (batang dan daun) yang masih segar pada saat hasil panen caisim per pot.

Sedangkan data penunjang terdiri dari : 1) Suhu di dalam rumah tanaman (°C), 2) Kelembaban udara relatif di dalam rumah tanaman (%), 3) Tinggi tanaman (cm), 4) Jumlah daun (helai) dan 5) Luas daun (cm2).

BAB 3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Efisiensi Pemakaian Air

Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan interval pemberian air berpengaruh nyata terhadap efisiensi pemakaian air irigasi tetes. Tabel 3.1 berikut ini menunjukkan uji lanjut dari analisis keseragaman pada efisiensi penggunaan air menggunakan uji BNJ 5%.

Tabel 3.1. Hasil uji BNJ 5% untuk rerata efisiensi pemakaian air.

Perlakuan

Rerata efisiensi pemakaian air tanaman caisim (%)

BNJ 0,05 =

0,48

A4B2 66,56 a

A4B1 66,96 a

A3B1 67,1 a

A2B1 67,36 b

A3B2 67,43 b

A1B1 67,58 b

A2B2 68,52 c

A1B2 68,92 c

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berarti berbeda tidak nyata, jika diikuti huruf berbeda artinya berbeda nyata.

Hasil uji BNJ 5% interaksi antara volume pemberian air dari jumlah kebutuhan air tanaman dengan interval pemberian air terhadap efisiensi pemakaian air menunjukkan bahwa perlakuan A1B2

berbeda tidak nyata dibanding perlakuan A2B2 tetapi

berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Perlakuan A1B2 (pemberian air 100% dari kebutuhan air tanaman

dengan interval pemberian air setiap hari) memiliki nilai efisiensi pemakaian air yang paling tinggi yaitu 68,92%. Hal ini disebabkan karena pemberian air 100% dari kebutuhan air tanaman (normal) memenuhi kebutuhan air tanaman tersebut, dengan jumlah air yang diberikan memenuhi kebutan air tanaman maka pertumbuhan tanaman semakin meningkat sehingga efisiensi pemakaian air juga meningkat. Perlakuan yang paling efisien dalam pemakaian airnya terdapat pada perlakuan A1B2 karena pada perlakuan tersebut air digunakan

secara optimal oleh tanaman sehingga tidak terjadi kekurangan maupun kelebihan air dan mampu menghasilkan berat brangkasan yang lebih tinggi, sedangkan yang berbeda tidak nyata yang mendekati paling efisien terdapat pada perlakuan A2B2 dengan

(4)

dianggap mempunyai efisiensi sekitar 75% (Hansen et al., 1979). Perlakuan A2B2 air digunakan secara optimal

tetapi tidak mencapai hasil produksi tertinggi karena pada perlakuan A2B2 kebutuhan air tanamannya kurang

mencukupi dan menggunakan interval berselang satu hari sehingga pertumbuhannya terganggu. Perlakuan A1B2 dan A2B2 berbeda nyata dengan perlakuan A1B1

karena kelembaban tanah pada perlakuan ini adalah tinggi sebesar 55,9% pada fase vegetatif awal dan 64,14% pada fase vegetatif akhir. Hal ini menyebabkan penurunan pertukaran gas antara tanah dan udara yang mengakibatkan penurunan ketersediaan O2 bagi akar,

menghambat pasokan O2 bagi akar dan mikroorganisme

(mendorong udara keluar dari pori tanah maupun menghambat laju difusi). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Sinaga (2008) yang menunjukkan bahwa peningkatan efisiensi penggunaan air rumput gajah dan rumput raja akibat kadar ketersediaan air tanah dan apabila kadar ketersediaan air tanah tinggi maka efisiensi penggunaan air menurun.

Perlakuan yang paling tidak efisien dalam pemakaian air adalah perlakuan A2B1 dan A4B2, pada

perlakuan A2B1 efisiensi pemakaian air rendah karena

air tidak dimanfaatkan secara optimal oleh tanaman sedangkan pada perlakuan A4B2 yaitu 66,56% efisiensi

pemakaian rendah karena kebutuhan air tanaman tidak terpenuhi dan terjadi cekaman kekeringan pada tanaman. Cekaman kekeringan pada tanaman disebabkan oleh kekurangan suplai air di daerah perakaran dan kebutuhan air yang berlebihan oleh daun dalam kondisi evapotranspirasi sehingga tanah berada pada titik layu permanen. Hal ini menyebabkan tanaman menjadi kerdil dan pertumbuhannya menjadi tidak normal. Apabila keadaan ini terjadi terus menerus akan menyebabkan tanaman mati.

Efisiensi pemakaian air juga dapat mengoptimalkan pemenuhan kebutuhan tanaman akan air sehingga langkah ini juga dapat mengoptimalkan produksi tanaman. Faktor yang mempengaruhi efisiensi pemakaian air adalah kelembaban tanah, perlakuan pemberian air dan interval pemberian air. Selain itu faktor yang mempengaruhi adalah hama dan penyakit tanaman, gulma dan aerasi tanah (Henik, 2009).

3.2. Kadar Air

Hasil uji BNJ 5% rerata kadar air tanah pada tanaman caisim dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Hasil uji BNJ 5% menunjukkan bahwa perlakuan pemberian air irigasi tetes dengan interval pemberian air yang berbeda menunjukkan bahwa perlakuan interval pemberian air pada perlakuan B1

berbeda nyata dibanding perlakuan B2. Perlakuan B1

dengan interval pemberian air setiap hari memiliki rata-rata kadar air tanah tertinggi sebesar 43,08%. Hal ini karena jumlah air yang terkandung dalam tanah lebih banyak karena diberikan air setiap hari. Perlakuan B2

yaitu pemberian air dengan interval pemberian air berselang satu hari memiliki jumlah kadar air terendah yaitu 32,88% karena air dimanfaatkan secara optimal oleh tanaman sehingga kadar air di dalam tanah menjadi

rendah. Jumlah air yang terkandung dalam tanah akan menentukan proses pertumbuhan tanaman (Silalahi et al., 2013). Grafik kadar air dapat dilihat pada Gambar 3.2.

Tabel 3.2. Hasil uji BNJ 5% pengaruh interval pemberian air terhadap kadar air tanah.

Perlakuan Rerata kadar air tanah pada

tanaman caisim diikuti huruf berbeda artinya berbeda nyata.

Gambar 3.1 menunjukkan bahwa kadar air tertinggi pada fase vegetatif awal sebelum penyiraman terdapat pada perlakuan A1B1 (pemberian air 100%

dengan interval pemberian setiap hari) yaitu 55,09 % karena pemberian air 100 % dengan interval pemberian setiap hari menyebabkan tanah mampu menahan air lebih lama dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Nilai kadar air terendah terdapat pada perlakuan A4B2

(pemberian air 70% dengan interval pemberian berselang satu hari) yaitu 39,50%, karena air digunakan secara optimal oleh tanaman untuk mencukupi kebutuhan air tanaman sehingga kandungan air di dalam tanah menjadi rendah. Semakin panjang selang pemberian air maka akan semakin sedikit air yang tersedia di dalam tanah.

Grafik kadar air dapat dilihat pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2. Grafik kadar air tanah sebelum pemberian air irigasi selama fase vegetatif tanaman caisim.

Pada fase vegetatif tengah kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan A3B1 (pemberian air 80%

dengan interval pemberian air setiap hari) yaitu 57,04%, yang menyebabkan pertumbuhan tanaman kurang baik

0

A1B1 A1B2 A2B1 A2B2 A3B1 A3B2 A4B1 A4B2

(5)

karena penyerapan airnya tidak maksimal dan menghambat pertumbuhan tanaman oleh karena itu kadar air di dalam tanah masih tinggi. Nilai kadar air terendah pada fase vegetatif tengah sebelum evapotranspirasi terdapat pada perlakuan A4B2

(pemberian air 70% dengan interval pemberian berselang satu hari) yaitu 32,27%. Air pada perlakuan A4B2 digunakan secara optimal oleh tanaman sehingga kandungan air di dalam tanah menjadi rendah.

Pada fase vegetatif akhir kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan A1B1 yaitu 62,14% karena

kebutuhan air tanaman tercukupi sehingga kadar air tanah menjadi tinggi, sedangkan kadar air tanah terendah pada fase vegetatif akhir terdapat pada perlakuan A4B2 yaitu 9,22% sehingga tanaman

mengalami kekeringan diakibatkan oleh defisit pemberian air. Hal ini menyebabkan tanah mengalami titik layu permanen sehingga dari tiga ulangan pada perlakuan A4B2 terdapat dua ulangan tidak dapat

tumbuh dengan baik dan mati.

Kondisi tanah yang padat air tidak dapat bergerak dalam tanah, sehingga menyebabkan kadar air yang terukur tinggi pada tanah yang mengalami kepadatan tinggi. Hasil analisa laboratorium terhadap nilai bulk density (kerapatan isi) adalah 0,9 g/cm3 dan ruang pori total adalah 0,66%. Tanah-tanah permukaan dengan tekstur halus mempunyai ruang pori total lebih banyak dan porositas relatif besar yang disusun oleh pori-pori kecil mengakibatkan tanaman mempunyai kapasitas menahan air yang tinggi. Kadar air pada perlakuan A3B1 tinggi dikarenakan terjadi kepadatan

sehingga air tidak dapat bergerak dalam tanah dan air tersebut juga tidak bisa dimanfaatkan oleh tanaman karena padatnya tanah yang menyebabkan air diikat kuat oleh pori makro dan matriks tanah oleh sebab itu pertumbuhan tanaman pada perlakuan A3B1 lambat dan

hasil produksinya rendah.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Setiawan et al. (2012) yang menunjukkan bahwa interval penyiraman nyata menurunkan kadar air tanah pada empat varietas nilam. Interval penyiraman setiap hari menghasilkan kadar lengas yang lebih tinggi. Rerata penurunan kadar air tanah semua varietas pada interval penyiraman sembilan hari sekali sebesar ±50% dari interval penyiraman sehari sekali. Laju penurunan kadar air tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain suhu lingkungan, luas permukaan daun, laju transpirasi (Setiawan et al., 2013), jumlah pemberian air dan menunjukkan luas daun pada tanaman caisim terendah yaitu pada perlakuan A4B2 (pemberian air 70% dari

kebutuhan air tanaman dengan interval pemberian berselang satu hari) sedangkan luas daun tanaman caisim tertinggi terdapat pada perlakuan A2B1 (permberian air 90% dari kebutuhan air tanaman dengan

interval pemberian setiap hari). Grafik rerata luas daun tanaman caisim dapat dilihat pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2. Rerata jumlah daun (helai)

Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa interval pemberian air dan pemberian air dari jumlah kebutuhan air tanaman berpengaruh nyata terhadap jumlah daun tanaman caisim. Hasil uji BNJ 5% rerata jumlah daun tanaman caisim dapat dilihat pada Tabel 3.3.

Hasil uji BNJ 5% interaksi antara volume pemberian air dari jumlah kebutuhan air tanaman dengan interval pemberian air terhadap jumlah daun tanaman caisim menunjukkan bahwa perlakuan A2B1

menghasilkan rerata jumlah daun tanaman caisim berbeda nyata terhadap perlakuan A4B2. Perlakuan A2B1

menghasilkan rerata jumlah daun tanaman caisim tertinggi sebesar 7,35 helai. Keadaan ini mengindikasikan bahwa pertambahan jumlah daun sudah dapat optimal dengan perlakuan interval penyiraman setiap hari dengan jumlah pemberian air 90% dari kebutuhan air tanaman. Pertumbuhan daun atau pertambahan jumlah daun diakibatkan oleh pemenuhan kebutuhan air tanaman sehingga aktivitas pembelahan sel menjadi aktif.

Tabel 3.3. Hasil uji BNJ 5% rerata jumlah daun tanaman caisim

Perlakuan Rerata jumlah daun

tanaman caisim diikuti huruf berbeda artinya berbeda nyata.

Rerata jumlah daun terendah terdapat pada perlakuan A4B2 yaitu 5,11 helai dan berbeda tidak nyata

dengan perlakuan A4B1 yaitu 5,76 helai. Interval

pemberian air setiap hari memberikan kecenderungan yang lebih baik dibandingkan dengan interval pemberian air berselang satu hari karena pemberian air setiap hari

A1B1 A1B2 A2B1 A2B2 A3B1 A3B2 A4B1 A4B2

(6)

memungkinkan akar dapat selalu menyerap unsur hara setiap waktu dan dapat memenuhi kebutuhan air bagi tanaman, sehingga tanaman tidak berada dalam keadaan layu.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Nurchaliq et al. (2014) yang menunjukkan bahwa rata-rata jumlah dan luas daun yang dihasilkan oleh tanaman yang diberikan air setiap 1 hari sekali nyata lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Hal ini disebabkan karena fungsi air sebagai bahan pelarut unsur hara bisa berfungsi dengan baik, sehingga unsur hara N, P, K mudah diserap oleh tanaman.

Jika proses tranpirasi ini cukup besar dan penyerapan air tidak dapat mengimbanginya, maka tanaman tersebut akan mengalami kelayuan sementara (transcient wilting), sedang tanaman akan mengalami kelayuan tetap, apabila keadaan air dalam tanah telah mencapai permanent wilting percentage (Harwati, 2007). Semakin lama interval periode pemberian air terhadap tanaman, maka air tanah akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman secara keseluruhan (Nurlaili, 2009). Interval pemberian air setiap hari memberikan hasil yang baik, karena pemenuhan kebutuhan digunakan untuk pertumbuhan berada dalam keadaan optimum, sehingga terjadi kesinambungan penggunaan dan pengeluaran air. Hal ini selanjutnya memacu aktivitas metabolisme yang digunakan untuk pertumbuhan bagian-bagian tanaman seperti batang, akar lebih panjang, dan daun lebih lebar (Pakaya, 2013). 3.3.2. Tinggi Tanaman

Hasil penelitian menunjukkan tinggi tanaman caisim terendah yaitu pada perlakuan A4B2 (pemberian air 70% dari kebutuhan air tanaman dengan interval pemberian berselang satu hari) sedangkan luas daun tanaman caisim tertinggi terdapat pada perlakuan A2B1 (permberian air 90% dari kebutuhan air tanaman dengan interval pemberian setiap hari). Grafik rerata luas daun tanaman caisim dapat dilihat pada Gambar 4.3.

Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa interval pemberian air dan pemberian air dari jumlah kebutuhan air tanaman berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman caisim. Tinggi tanaman caisim dilakukan setiap hari selama masa umur tanam (36 hari). Hasil uji BNJ 5% dapat dilihat pada Tabel 3.4.

Gambar 3.3. Rerata tinggi tanaman (cm)

Tabel 3.4. Hasil uji BNJ 5% rerata tinggi tanaman caisim.

Perlakuan Rerata tinggi tanaman

tanaman caisim diikuti huruf berbeda artinya berbeda nyata.

Hasil uji BNJ 5% interaksi antara volume pemberian air dari jumlah kebutuhan air tanaman dengan interval pemberian air terhadap tinggi tanaman caisim menunjukkan bahwa perlakuan A2B1

menghasilkan rerata tinggi tanaman caisim berbeda nyata terhadap perlakuan A4B2. Perlakuan A2B1

menghasilkan rerata tinggi tanaman caisim tertinggi sebesar 18,04 cm. Selain itu perlakuan A2B1 berbeda

tidak nyata dengan perlakuan A2B2 yaitu 17,95 cm.

Perlakuan A2B1 dan A2B2 pertambahan tinggi

tanaman lebih baik dibandingkan perlakuan lainnya karena air tidak terlalu tergenang dan kemungkinan kebutuhan air pada kondisi tersebut optimal hingga berpengaruh terhadap pembelahan sel-sel tanaman dan penyaluran hara dari tanah ke tanaman. Semakin baik tanah dalam melakukan penyaluran hara kebutuhan hara juga akan semakin tercukupi sehingga tanaman dapat memberikan rata-rata tinggi tanaman yang lebih baik. Tanaman caisim berbatang lunak, tetapi dapat disiram setiap hari karena tanaman tersebut sangat membutuhkan air dan tanahnya juga harus selalu dalam keadaan lembab.

Rerata tinggi tanaman terendah terdapat pada perlakuan A4B2 sebesar 13,02 cm. Perlakuan A4B2

menghasilkan tinggi tanaman terendah karena tanaman mengalami kekurangan air sehingga menyebabkan tanaman menjadi kerdil dan perkembangannya menjadi tidak normal. Kekurangan yang terjadi terus menerus selama periode pertumbuhan menyebabkan tanaman tersebut menderita dan kemudian mati. Hasil menunjukkan bahwa dari 3 ulangan dalam perlakuan A4B2 dua diantaranya mengalami kelayuan sampai

akhirnya tanaman tersebut mati karena tidak dapat bertahan dikondisi defisit air.

Interval pemberian air setiap hari memberikan hasil yang baik karena pemenuhan kebutuhan digunakan untuk pertumbuhan berada dalam keadaan optimum sehingga terjadi kesinambungan penggunaan dan pengeluaran air. Hal ini selanjutnya memacu aktivitas metabolisme yang digunakan untuk pertumbuhan bagian-bagian tanaman seperti batang, akar lebih panjang, dan daun lebih lebar (Pakaya, 2013).

0

A1B1 A1B2 A2B1 A2B2 A3B1 A3B2 A4B1 A4B2

(7)

3.4.3. Luas Daun

Luas daun dan jumlah klorofil yang tinggi akan menyebabkan proses fotosintesis berlangsung dengan baik. Semakin besar luas daun tanaman maka penerimaan cahaya matahari akan lebih besar juga. Cahaya merupakan sumber energi yang digunakan untuk melakukan pembentukan fotosintant. Luas daun yang tinggi menyebabkan cahaya akan dapat lebih mudah diterima oleh daun dengan baik. Hasil penelitian menunjukkan luas daun pada tanaman caisim terendah yaitu pada perlakuan A4B2 (pemberian air 70% dari

kebutuhan air tanaman dengan interval pemberian berselang satu hari) sedangkan luas daun tanaman caisim tertinggi terdapat pada perlakuan A2B1

(permberian air 90% dari kebutuhan air tanaman dengan interval pemberian setiap hari). Grafik rerata luas daun tanaman caisim dapat dilihat pada Gambar 3.4.

Gambar 3.4. Rerata luas daun tanaman caisim (cm2) Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa interval pemberian air dan pemberian air dari jumlah kebutuhan air tanaman berpengaruh nyata terhadap luas daun tanaman caisim. Hasil uji BNJ 5% rerata luas daun tanaman caisim dapat dilihat pada Tabel 3.5.

Hasil uji BNJ 5% interaksi antara volume pemberian air dari jumlah kebutuhan air tanaman dengan interval pemberian air terhadap luas daun tanaman caisim menunjukkan bahwa perlakuan A2B1

menghasilkan rerata luas daun tanaman caisim berbeda nyata terhadap perlakuan A4B2, tetapi perlakuan A2B1

berbeda tidak nyata dengan perlakuan lainnya.

Tabel 3.5. Hasil uji BNJ 5% rerata luas daun tanaman caisim.

Perlakuan Rerata luas daun tanaman

caisim kolom yang sama berarti berbeda tidak nyata, jika diikuti huruf berbeda artinya berbeda nyata.

Perlakuan A2B1 menghasilkan rerata luas daun

tanaman caisim tertinggi sebesar 185,83 cm2 dibandingkan perlakuan lainnya, karena interval pemberian air yang setiap hari mampu memenuhi kebutuhan air tanama sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik dan memperbesar indeks luas daun. Jika air yang diberikan sesuai kebutuhan air tanaman pada tanah yang memiliki kadar air, porositas dan daya infiltrasi yang tinggi maka air yang terserap ke perakaran mencapai maksimum sehingga pertumbuhan tanaman tidak terhambat dalam melakukan proses fotosintesis dan penyaluran nutrisi dari akar ke ujung daun yang menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan luas daun akan maksimum. Perlakuan lainnya juga berbeda tidak nyata dengan perlakuan A2B1 karena tanaman

mampu menyerap air secara optimal sehingga dapat memperbesar indeks luas daun.

Rerata luas daun terendah terdapat pada perlakuan A4B2 sebesar 56,96 cm2 karena keadaan

pemberian air 70% dengan interval pemberian berselang satu hari tanaman mengalami cekaman kekurangan air menyebabkan kelayuan dan tanaman menjadi mati. Cekaman kekurangan air dapat menyebabkan penurunan turgor tanaman. Tekanan turgor berpengaruh rerhadap pembelahan sel tanaman, membuka dan menutup stomata, perkembangan daun dan perkembangan bunga (Islami dan Utomo, 1985). Semakin besar luas daun maka proses fotosintesis berjalan dengan baik maka produksi juga akan meningkat. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Nurchaliq et al. (2014) yang menunjukkan bahwa tanaman talas yang diairi 1 hari sekali menunjukkan hasil yang paling tinggi pada seluruh komponen pertumbuhan dan hasil tanaman.

Menurut Harpenas dan Dermawan (2009), tanaman berdaun lebar mampu menyerap sinar matahari lebih banyak dibandingkan yang berdaun kecil. Perkembangan tanaman yang berdaun lebar lebih mampu mencukupi seluruh kebutuhan nutrisi dan berkembang lebih baik dibandingkan tanaman dengan luas daun lebih kecil. Kekurangan pemberian air akan menyebabkan terjadinya cekaman dan cekaman menghambat pembesaran sel sehingga jumlah daun, tinggi tanaman, dan indeks luas daun mempunyai ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan tanaman yang tumbuh normal. Semakin besar luas daun maka semakin tinggi fotosintat atau karbohidat yang dihasilkan yang berpengaruh terhadap bobot kering tanaman.

3.3.4. Berat Brangkasan Basah

Pengamatan berat basah caisim dilakukan setelah pemanenan caisim (36 HST). Pengukuran berat tanaman caisim dilakukan dengan segera pada saat panen untuk menghindari kehilangan air. Data berat segar tanaman caisim dipengaruhi oleh kadar air tanaman, tinggi tanaman dan jumlah daun. Hasil penelitian menunjukkan luas daun pada tanaman caisim terendah yaitu pada perlakuan A4B2 (pemberian air 70%

dari kebutuhan air tanaman dengan interval pemberian

0 50 100 150 200

A1B1 A1B2 A2B1 A2B2 A3B1 A3B2 A4B1 A4B2

(8)

berselang satu hari) sedangkan luas daun tanaman caisim tertinggi terdapat pada perlakuan A2B1

(permberian air 90% dari kebutuhan air tanaman dengan interval pemberian setiap hari). Grafik rerata luas daun tanaman caisim dapat dilihat pada Gambar 3.5.

Hasil uji BNJ 5% rerata berat brangkasan basah tanaman caisim dapat dilihat pada Tabel 3.6. Hasil uji BNJ 5% interaksi antara volume pemberian air dari jumlah kebutuhan air tanaman dengan interval pemberian air terhadap hasil berat brangkasan basah tanaman caisim menunjukkan bahwa perlakuan A2B1

menghasilkan rerata berat brangkasan basah tanaman caisim berbeda nyata terhadap perlakuan A4B2.

Gambar 4.5. Rerata berat brangkasan basah (g)

Perlakuan A2B1 menghasilkan rerata berat

brangkasan basah tanaman caisim tertinggi sebesar 88,47 g. Sedangkan hasil berat brangkasan yang berbeda tidak nyata yang paling mendekati rerata tertinggi yaitu perlakuan A2B1 adalah perlakuan A1B1 sebesar 80,33 g.

Tabel 3.6. Hasil uji BNJ 5% rerata berat brangkasan basah tanaman caisim.

Perlakuan Rerata berat brangkasan

basah tanaman caisim

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berarti berbeda tidak nyata, jika diikuti huruf berbeda artinya berbeda nyata.

Perlakuan A2B1 menghasilkan rerata berat

brangkasan basah tanaman caisim tertinggi karena tanaman caisim membutuhkan air setiap hari untuk pertumbuhan dan perkembangannnya sehingga mencapai hasil yang maksimal dibandingkan dengan pemberian air lainnya. Pemberian air 90% sudah mampu memenuhi kebutuhan air tanaman tetapi dengan interval pemberian setiap hari sehingga menghasilkan berat brangkasan tertinggi. Interval pemberian air setiap hari memberikan hasil terbaik pada pertumbuhan dan

produksi tanaman caisim dibandingkan dengan interval pemberian air berselang satu hari. Ketersediaan air pada media tanam sangat berhubungan dengan peningkatan bagian vegetatif tanaman seperti akar, batang dan daun karena lebih dari 80% bagian vegetatif terdiri dari air. Serapan unsur hara yang baik dan pertumbuhan daun yang baik mengakibatkan fotosintesis berlangsung dengan baik sehingga berat brangkasan juga meningkat.

Rerata berat brangkasan terendah terdapat pada perlakuan A4B2 sebesar 37,94 g. Perlakuan A4B2

menghasilkan rerata berat brangkasan terendah karena kebutuhan air tanaman tidak terpenuhi sehingga akan menghambat jalan masuknya CO2 sehingga fotosintesis

berkurang. Jika laju fotosintesis berkurang maka akan menyebabkan hasil fotosintat berkurang pula sehingga pertumbuhan tanaman akan terhambat bahkan dapat menyebabkan tanaman menjadi mati karena kekurangan air. Sebagian air hilang karena transpirasi dan proses metabolisme tanaman. Hasil penelitian ini sesuai dengan Pakaya (2013) yang menunjukkan bahwa berat basah tanamam caisim dipengaruhi oleh interval pemberian air dan perlakuan pemberian air setiap hari menghasilkan rerata tertinggi yaitu 42,4 gram.

Data lain yang mendukung penelitian ini adalah jenis tanah yang digunakan. Jenis tanah yang digunakan adalah tanah ultisol. Data kondisi fisik tanah berdasarkan hasil pengamatan adalah tanah yang bertekstur lempung berpasir yaitu terdiri dari liat 7,26%, debu 16,52% dan pasir 76,22%. Hasil analisa laboratorium terhadap pH tanah yang digunakan adalah 4,46. Nilai pH tersebut tidak baik untuk pertumbuhan tanaman caisim, karena pH untuk tanaman caisim adalah 6 - 6,8 sehingga sebelum penanaman dilakukan proses pengapuran. Proses pengapuran dilakukan untuk menaikkan pH tanah sehingga tanah tersebut baik untuk pertumbuhan tanaman caisim.

Ketersediaan air yang cukup dalam tanah sangat diperlukan oleh tanaman agar dapat melakukan aktivitas metabolisme dengan baik. Air yang tersedia pada media tanam dalam jumlah yang cukup sangat bermanfaat bagi tanaman karena proses metabolisme sel dan transportasi antara sel dalam jaringan atau organ tanaman dapat berlangsung baik. Kelebihan air akan mengganggu keseimbangan kimiawi dalam tanaman yang berakibat proses-proses fisiologi berlangsung tidak normal. Apabila keadaan ini terjadi terus menerus maka mengakibatkan tanaman menjadi kerdil, layu, produksi rendah, dan kualitas menjadi turun (Asona, 2013).

BAB 4. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Efisiensi pemakaian air tertinggi yaitu pada kombinasi perlakuan pemberian air 100% dari kebutuhan air tanaman dengan interval pemberian air berselang satu hari (A1B2) sebesar 68,92%.

2. Hasil produksi tanaman caisim tertinggi berdasarkan berat brangkasan basah yaitu pada kombinasi

0,00

A1B1 A1B2 A2B1 A2B2 A3B1 A3B2 A4B1 A4B2

(9)

perlakuan pemberian air 90% dari jumlah kebutuhan air tanaman dengan interval pemberian air setiap hari (A2B1) sebesar 54,83 g.

B. Saran

Untuk mendapatkan hasil produksi dan efisiensi pemakaian air yang tinggi maka pemberian air kurang dari 90% dari jumlah kebutuhan air tanaman sebaiknya tidak menggunakan interval.

DAFTAR PUSTAKA

Asona, M. 2013. Pertumbuhan dan Produksi Bayam (Amaranthus sp.) Berdasarkan Waktu Pemberian Air. Skripsi. Universitas Negeri Gorontalo. Chalmers. D.J. 1988. Manipulating of Plant Growth by

Regulating Plant Water Deficit and Limiting the Wetted Zone. Proceedings Fourth International Micro Irrigation Congress, Vol. 1. Albury- Wodonga, Australia. October 23 – 28, 1988. Direktorat Jenderal Holtikultura Departemen Pertanian,

2010. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Tahun 2007. Dikutip dari : http:/holtikultura. deptan.go.id. Diakses tanggal 23 Januari 2014. Gomez, K. A., dan Gomez, A. A. 1995. Prosedur

Statistik untuk Penelitian Pertanian, Terjemahan: Endang Sjamsuddin dan Justika S. Baharsjah, UI Press. Jakarta, hal. 231-237. Haman, D. Z. and T. H. Yeager. 2004. Irrigation System

Selection for Container Nurserier. http:// www.edis.ifas.ufl.edu.

Harpenas, A. dan R. Dermawan. 2009. Budidaya Cabai Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta.

Harwati, T. 2007. Pengaruh Kekurangan Air (Water Defisit) terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Tembakau. Jurnal Inovasi Pertanian. Vol. 6, No. 1 (44-51). Haryanto, E., T. Suhartini, dan E. Rahayu. 2001. Sawi

dan Selada. Penebar Swadaya. Jakarta. 117 p. Henik, A. 2009. Efisiensi Penggunaan Air pada Tiga

Teknik Hidroponik untuk Budidaya Amaranthus viridis L. (Bayam Hijau). Makalah 1. Fakultas MIPA biologi Universitas Indonesia. Depok.

Hoffman. 1990. Trickle Irrigation for Crop Production, F.S. Nakayama and D.A. Bucks, editors, publisehed by Elsevier, 1986, ISBN 0-444-42615-9.

Keller. J and R.D. Bliesner., 1990. Sprinkle and Trickle Irrigation. Publishing by Van Nostrand Reinhold. New York.

Kirda, C. 1999. Crop Yield Response to Deficit Irrigation. Kluwer Academic Publisher, Dordrecht, the Netherlands.

Merit, N. 1990. Drip irrigation Management in Salad Tomato Production. Ph. D. Thesis (un published), The University of Sydney Australia.

Morris, R.A., A. A. Villegas, AQ, Poltonee, dan H. S. Centeno. 1990. Water Use by Monocropped and Intercropped Cocopea and Sorghum Grown After Rice. Agrun.

Nurchaliq, A., Baskara, M dan Suminarti, N.E. 2014. Pengaruh Jumlah dan Waktu Pemberian Air pada Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Talas (Colocasia esculenta (L.) Schott var. Antiquorum). Jurnal Produksi Tanaman. Vol. 2, No. 5, hlm. 354-360.

Nurlaili, 2009. Tanggap Beberapa Klon Anjuran dan Periode Pemberian Air Terhadap Pertumbuhan Bibit Karet (Hevea brassilliensis Muell. Arg.) dalam Polibag. Jurnal Penelitian. Universitas Baturaja.

Opena, R.T. dan D.C.S. Tay. 1994. Brassica rapa L. Cv. Group caisin, p. 123-126. In J.S. Siemonsma and K. Piluek (Eds.). PROSEA Plant Resources of Sounth-East Asia 8: Vegetables. PROSEA Foundation. Bogor.

Pakaya, N. 2013. Pertumbuhan dan Produksi Caisin (Brassica Chinensis L.) Berdasarkan Interval Waktu Pemberian Air. Laporan Hasil Penelitian Fakultas Ilmu-ilmu Pertanian Universitas Negri Gorontalo. Gorontalo.

Rahardjo, C.S., Yasin l., Mahrup, Sukartono dan Sutriono, R. 1992. Efisiensi Penggunaan Air pada Tumpang Sari Jagung Kedelai di Tanah Entisol Lombok. Laporan Hasil Penelitian Fakultas Pertanian Universitas Mataram. Mataram.

(10)

Setiawan., Tohari dan Shiddieq, D. 2012. Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Akumulasi Prolin Tanaman Nilam (Pogostemon cablin Benth.). Jurnal Ilmu Pertanian. Vol. 15 no.2 : 85-99.

Silalahi, I. I., Sumono., Saipul. B. D., dan Edi. S. 2013. Efisiensi Irigasi Tetes dan Kebutuhan Air Tanaman Bunga Kol pada Tanah Andosol. Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan. Fakultas Pertanian USU. Jurnal Rekayasa Pangan dan Pertanian. Vol.2 No.1.

Sinaga, R. 2008. Keterkaitan Nisbah Tajuk Akar dan Efisiensi Penggunaan Air pada Rumput Gajah dan Rumput Raja Akibat Penurunan Ketersediaan Air Tanah. Jurnal Biologi Sumatera, Januari 2008, Halm 29-35 Vol 3, No 1. ISSN 1907-5537.

Gambar

Tabel 3.1. Hasil uji BNJ 5%  untuk rerata efisiensi pemakaian air.
Grafik kadar air dapat dilihat pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2. Rerata jumlah daun (helai)
Tabel 3.4. Hasil uji BNJ 5% rerata tinggi tanaman caisim.
+3

Referensi

Dokumen terkait

Multazam Wisata Agung Cabang Pekanbaru dalam meningkatkan jumlah jamaah haji dan umrah adalah sesuai dengan prinsip-prinsip dalam etika Ekonomi Islam seperti

Parameter yang diamati meliputi komponen bunga (tipe, warna, bentuk seludang, panjang seludang, dan panjang bunga, dilakukan saat bunga mekar penuh), komponen buah (jumlah,

Uji Serempak Fengujian pengaruh faktor - faktor fundamental terhadap perubahan harga saham secara serempak dilakukan berdasarkan hipotesis sebagai berikut : Persediaan, piutang

[r]

Secara keseluruhan proses pelaksanaan belajar mengajar pada aktivitas guru, dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam membuat desain ragam

Penelitian dilakukan pada 31 responden yang bekerja sebagai pembimbing praktikum (dosen dan Pranata Laboratorium) di PSIK UR Pengolahan data menunjukkan hasil

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa: 1) Ada pengaruh prestasi belajar antara pembelajaran dengan metode eksperimen

Tujuan dari penelitian ini yaitu menghitung profitabilitas pelanggan atau pasien pada Rumah Sakit Bhayangkara Tk.II dengan menggunakan sistem perhitungan biaya yaitu Activity