• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH TEORI TEORI BELAJAR BERBASIS PSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKALAH TEORI TEORI BELAJAR BERBASIS PSI"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

TEORI-TEORI BELAJAR BERBASIS PSIKOLOGI TINGKAH LAKU VS TEORI-TEORI BELAJAR BERBASIS PSIKOLOGI KOGNITIF makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah strategi pembelajaran matematika

oleh:

Rozalita Kurani (17205037)

Dosen Pembimbing: Dr. Edwin Musdi, M.Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA PROGRAM PASCA SARJANA

(2)

KATA PENGANTAR

Ucapan puji serta wujud kesyukuran kehadirat Allah SWT berkat limpahan rahmat, taufik serta hidayah-Nya kepada penulis, sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik.Terima kasih atas bimbingan, dukungan dan bantuan kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam pembuatan dan penyelesaian makalah ini.

Dalam kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Edwin Musdi, M.Pd yang telah memberikan ilmu dan bimbingannya dalam pembuatan makalah ini serta secara umum mengajarkan kepada penulis tentang mata kuliah metodologi penelitian dalam perkuliahan.

Akhirnya harapan penulis semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk kepentingan bersama dalam pengembangan ilmu pengetahuan.

Padang, 11 September 2017

(3)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah... 1

C. Tujuan ... 1

BAB II PEMBAHASAN ... 2

A. Pengertian Teori Belajar... 2

B. Teori Belajar Berbasis Psikologi Tingkah Laku... 2

C. Teori Balajar Berbasis Psikologi Kognitif... 8

BAB III PENUTUP... 15

A. Kesimpulan... 15

B. Saran... 15

(4)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bagi guru matematika mempelajari teori pembelajaran berdasarkan aliran psikologi tingkah laku dan aliran psikologi kognitif ini akan sangat berguna dalam meningkatkan kemampuan dirinya sebagai guru matematika yang profesional, karena dengan menguasai materi ini serta aplikasinya akan meningkatkan pula wawasan kemampuan untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran matematika didalam kelas.

Tidak hanya tingkat kedalaman konsep yang diberikan pada siswa yang harus disesuaikan dengan tingkat kemampuannya, cara penyampaian materi pun demikian pula.Guru harus mengetahui tingkat perkembangan mental anak dan bagaimana pengajaran yang harus dilakukan sesuai dengan tahap-tahap perkembangan mental siswa besar kemungkinan akan mengakibatkan siswa mengalami kesulitan, karena apa yang disajikan pada siswa tidak sesuai dengan kemampuannya dalam menyerap materi yang diberikan.

Begitu pentingnya pengetahuan tentang teori pembelajaran karena setiap materi yang disampaikan kepada siswa harus berdasarkan metode yang disesuai dengan teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli pendidikan. Setelah mempelajari teori-teori ini diharapkan siswa mampu menerapkan teori psikologi pembelajaran pada saat mengajar dikelas, khususnya dalam pembelajaran matematika.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Apa Pengertian Teori Belajar?

2. Apa saja Teori Belajar Berbasis Psikologi Tingkah Laku ? 3. Apa saja Teori Belajar Berbasis Psikologi Kognitif ?

C. Tujuan

(5)

2. Menjelaskan Teori Belajar Berbasis Psikologi Tingkah Laku. 3. Menjelaskan Teori Belajar Berbasis Psikologi Kognitif.

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Teori Belajar

Teori belajar merupakan kumpulan beberapa prinsip umum yang saling berhubungan untuk menemukan sebuah fakta yang berkaitan dengan peristiwa belajar. Menurut Suherman (2003: 27) terdapat dua hal dalam teori belajar :

1. Uraian tentang apa yang terjadi dan diharapkan terjadi pada intelektual anak,dan

2. Uraian tentang kegiatan intelektual anak mengenai hal-hal yang bisa dipikirkan pada usia tertentu.

Menurut Suherman (2003: 28) menyatakan Psikologi Mengajar atau teori mengajar berisi tentang petunjuk bagaimana semestinya peserta didik pada usia tertentu, bila ia sudah siap belajar. Jadi pada teori mengajar terdapat prosedur dan tujuan mengajar. Pada pelaksanaannya kedua teori tersebut tidak bisa dipisahkan, seperti halnya kata belajar dan mengajar. Peristiwa mengajar selalu disertai dengan peristiwa belajar, ada guru yang mengajar maka haruslah ada peserta didik yang belajar. Tetapi jika dibalik, ada peserta didik yang belajar, belum tentu ada guru yang mengajar, sebab belajar bisa dilakukan secara sendiri. Jadi dalam peristiwa belajar mengajar, peserta didik merupakan subjek dan bukan objek. Selanjutnya peristiwa belajar mengajar ini, sesuai dengan istilah dalam kurikulum akan disebut pembelajaran, yang berkonotasi pada proses kinerja yang sinergi antara setiap komponennya.

B. Teori Belajar Berbasis Psikologi Tingkah Laku

Teori belajar berbasis psikologi tingkah laku (Behaviorisme) berorientasi pada ‘hasil yang dapat diukur, diamati, dianalisis, dan diuji secara subyektif’. Pengulangan dan pelatihan dilakukan agar perilaku yang diinginkan menjadi kebiasaan. Penilaian didasarkan atas perilaku yang tampak. Teori belajar berbasis tingkah laku yaitu:

1. Teori Thorndike

(6)

Menurut Thorndike, terdapat kaitan antara indra pengesan dan impuls-impuls untuk beraksi disebut bond (Pertalian, ikatan) atau connection (hubungan, sambungan). Koneksionisme merupakan upaya untuk mengaitkan kejadian-kejadian inderawi terhadap perilaku, selain memperhatikan kondisi stimulus dan kecenderungan untuk beraksi, thorndike juga melihat persoalan hal-halyang membuat stimulus dan respon bersatu. Dia percaya bahwa keduanya terhubung oleh ikatan saraf.

b. Belajar Coba dan Salah

Menurut Thorndike, belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respons (R). Stimulus merupakan suatu perubahan yang terjadi dilingkungan luar yang menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme agar beraksi dan berbuat, sedangkan respon adalah tingkah laku yang mucul karena adanya perangsang. Untuk tercapainya hubungan antara stimulus dan respons, perlu adanya kemampuan untuk memilih respon yang tepat serta melaui percobaan-percobaan (trial) dan kegagalan-kegagalan (error). Hal ini disebut juga dengan “belajar coba dan salah”.

Thorndike melakukan eksperimen pada kucing yang telah dilaparkan dan diletakkan pada sangkar yang tertutup dan pintunya akan terbuka secara otomatis apabila tombol yang terletak didalam sangkar tersentuh. Dalam percobaan tersebut apabila di luar sangkar diletakkan makanan, maka kucing berusaha untuk mencapainya dengan cara meloncat-loncat kian kemari. Dengan tidak sengaja kucing lalu menyentuh tombol, maka terbukalah pintu dan kucing segera lari ketempat makanan. Percobaan ini dilakukan berulang kali dan setelah kurang lebih 10 sampai 12 kali kucing baru dapat dengan sengaja menyentuh tombol tersebut apabila di luar diletakkan makanan.

Thorndike menggagas beberapa ide penting berkaitan dengan hukum-hukum belajar yaitu hukum kesiapan, hukum latihan, hukum akibat dan hukum sikap (Heri, 2012: 35).

1) Hukum Kesiapan

(7)

masalah ketiga yaitu ketika seseorang tidak siap untuk melakukan sesuatu, maka jika ia dipaksa melakukannya juga akan muncul kekecewaan.

2) Hukum Latihan

Dalam hukum latihan (law od exercise), semakin sering tingkah laku diulang, dilatih dan dipraktikan, maka asosiasi tersebut akan semakin kuat. karena hubungan antara stimulus dan respons akan semakin kuat ketika keduanya digunakan (law of use). dan sebaliknya jika hubungan antara stimulus dan respons akan semakin melemah ketika latihan tidak dilanjutkan. atau disebut dengan ‘hukum penidakgunaan’(law of disuse).

3) Hukum Akibat

Hukum ini menunjukkan semakin kuat atau semakin lemahnya koneksi sebagai hasil perbuatan. Suatu perbuatan yang disertai akibat menyenangkan cenderung dipertahankan dan lain kali akan diulangi. Sebaliknya, suatu perbuatan yang mengakibatkan hal yang tidak menyenangkan cenderung dihentikan dan tidak diulangi.

4) Hukum sikap

Hukum sikap (Attitude) menjelaskan bahwa perilaku belajar seseorang tidak hanya ditentukan oleh hubungan stimulus dan respon saja, tetapi juga ditentukan keadaan yang ada dalam diri individu, baik menyangkut aspek kognitif, emosi, sosial maupun psikimotornya.

2. Teori Skinner

Burhus Frederic Skinner menyatakan bahwa ganjaran atau penguatan mempunyai peranan yang amat penting dalam proses belajar. Terdapat perbedaan antara ganjaran dan penguatan. Ganjaran merupakan respon yang menggembirakan dan merupakan tingkah laku yang sifatnya subjektif, sedangkan penguatan merupakan sesuatu yang mengakibatkan meningkatnya kemungkinan suatu respon dan lebih mengarah kepada hal-hal yang sifatnya dapat diamati dan diukur.

Dalam teorinya Skinner menyatakan bahwa penguatan terdiri atas : a. Penguatan Positif

(8)

termasuk contoh penguatan positif diantaranya pujian yang diberikan pada anak. Sikap guru yang bergembira pada saat anak menjawab pertanyaan, merupakan penguatan positif pula.

b. Penguatan Negatif

Untuk mengubah tingkah laku anak dari negatif menjadi positif, guru perlu mengetahui psikologi yang dapat digunakan untuk memperkirakan (memprediksi) dan mengendalikan tingkah laku anak. Guru di dalam kelas mempunyai tugas untuk mengarahkan anak dalam aktivitas belajar, karena pada saat tersebut, kontrol berada pada guru, yang berwenang memberikan instruksi ataupun larangan pada anak didiknya. Penguatan negatif ini bisa berupa teguran, peringatan, atau sangsi (hukuman edukatif).

Penguatan akan berbekas pada diri anak. Mereka yang mendapat pujian setelah berhasil menyelesaikan tugas atau menjawab pertanyaan biasanya akan berusaha memenuhi tugas berikutnya dengan penuh semangat. Penguatan yang berbentuk hadiah atau pujian akan memotivasi anak untuk rajin belajar dan memeprtahankan prestasi yang diraihnya. Penguatan seperti ini sebaiknya segera diberikan dan tak perlu ditunda-tunda.

3. Teori Ausubel

Menurut Suherman (2003: 32) teori ini terkenal dengan belajar bermaknanya dan pentingnya pengulangan sebelum belajar dimulai. Ia membedakan belajar menemukan dan belajar menerima. Pada belajar menerima peserta didik hanya menerima, jadi tinggal menghapalkannya, tetapi pada belajar menemukan konsep ditemukan oleh peserta didik, jadi tidak menerima pelajarn begitu saja. Selain itu, pada Teori Ausubel juga membedakan antara belajar menghapal dengan belajar bermakna.

a. Belajar Menghapal

Pada belajar menghapal, peserta didik mengahapl materi yang sudah diperolehnya. b. Belajar Bermakna

Pada belajar bermakna, materi yang telah diperoleh itu dikembangkan dengan keadaan lain sehingga belajarnya lebih dimengerti.

4. Teori Gagne

(9)

a. Objek Langsung

Objek langsung berupa : 1) Fakta

Fakta adalah objek matematika yang tinggal menerimanya, seperti lambang bilangan, sudut, dan notasi-notasi matematika lainnya.

2) Keterampilan

Keterampilan berupa kemampuan memberikan jawaban dengan cepat dan tepat, misalnya melakukan pembagian bilangan yang cukup besar dengan bagi kurung, menjumlahkan pecahan, melukis sumbu sebuah ruas garis. 3) Konsep

Konsep adalah ide abstrak yang memungkinkan kita dapat mengelompokkan objek ke dalam contoh dan non contoh. Misalnya, konsep bujur sangkar, bilangan prima, himpunan, dan vektor.

4) Aturan

Aturan adalah objek yang paling abstrak berupa sifat atau teorema. b. Objek Tak Langsung

Objek tak langsung antara lain kemmapuan menyelidiki dan memecahkan masalah, belajar mandiri, bersikap positif terhadap matematika, dan tahu bagaimana semestinya belajar.

Menurut Gagne, belajar dapat dikelompokkan menjadi 8 tipe belajar, yaitu : 1) Belajar Isyarat

Belajar isyarat adalah belajar yang tingkatnya paling rendah, karena tidak ada niat atau spontanitas. Contohnya menyenangi atau menghindari pelajaran karena akibat perilaku gurunya.

2) Stimulus Respon

Stimulus-respon merupakan kondisi belajar yang ada niat diniati dan responnya jasmaniah. Misalnya peserta didik meniru tulisan guru di papan tulis.

3) Rangkaian Gerak

Rangkaian gerak adalah perbuatan jasmaniah terurut dari dua kegiatan atau lebih dalam rangka stimulus-respon.

(10)

Rangkaian verbal adalah perbuatan lisan terurut dari dua kegiatan atau lebih dalam rangka stimulus-respon. Contohnya dalam mengemukakan pendapat, menjawab pertanyaan guru secara lisan.

5) Belajar Membedakan

Belajar membedakan adalah belajar memisah-misah rangkaian yang bervariasi. 6) Pembentukan Konsep

Pembentukan konsep disebut juga tipe belajar pengelompokkan, yaitu belajar melihat sifat bersama benda-benda konkrit atau peristiwa untuk dijadikan suatu kelompok.

7) Pembentukan Aturan

Dalam hal tertentu diperlukan tipe belajar yang mengharapkan peserta didik untuk mampu memberikan respon terhadap stimulus dengan segala macam perbuatan. Kemampuan disini terutama adalah kemampuan menggunakannya. Misalnya pemahaman terhadap rumus kuadratis dan menggunakannya dalam menyelesaikan persamaan kuadrat.

8) Pemecahan Masalah

Belajar pemecahan masalah adalah tipe belajar yang paling tinggi karena lebih kompleks dari pembentukan aturan.

Dalam pemecahan masalah, biasanya ada 5 langkah yang harus dilakukan, yaitu :

a) Menyajikan masalah dalam bentuk yang jelas.

b) Menyatakan masalah dalam bentuk yang operasional.

c) Menyusun hipotesis-hipotesis alternatif dan prosedur kerja yang diperkirakan baik.

d) Mengetes hipotesis dan melakukan kerja untuk memperoleh hasilnya. e) Mengecek kembali hasil yang diperoleh.

(11)

5. Teori Pavlov

Pavlov terkenal dengan teori belajar klasik. Ia melakukan percobaan terhadap seekor Anjing. Anjing itu dikurung, dalam suatu kandang dengan waktu tertentu dan diberi makan. Selanjutnya setiap akan diberi makan Pavlov membunyikan bel. Ia memperhatikan bahwa setiap dibunyikan bel pada jangka waktu tertentu Anjing itu mengeluarkan air liurnya, meskipun tidak diberi makan.

Pavlov mengemukakan konsep pembiasaan (conditioning). Dalam hubungannya dengan kegiatan belajar mengajar, agar peserta didik dapat belajar dengan baik maka harus dibiasakan. Misalnya agar peserta didik mengerjakan pekerjaan rumah dengan baik, biasakanlah dengan memeriksanya, menjelaskannya, atau memberi nilai terhadap hasil pekerjaannya.

6. Teori Baruda

Baruda mengemukakan bahwa peserta didik belajar itu melalui meniru. Pengertian meniru disini bukan berarti mencontek, tetapi meniru hal-hal yang dilakukan oleh orang lain, terutama guru. Jika tulisan guru baik, guru berbicara sopan santun dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar, tingkah laku yang terpuji, menerangkan dengan jelas dan sistematis, maka peserta didik akan menirunya. Jika contoh-contoh yang dilihatnya kurang baik ia pun menirunya. Dengan demikian guru harus menjadi manusia model yang profesional.

C. Teori Belajar Berbasis Psikologi Kognitif

Salah satu kebutuhan manusia yang paling penting adalah belajar yang bertujuan untuk mempertahankan hidup dan mengembangkan diri. Hal yang paling pokok dalam dunia pendidikan adalah belajar, karena dalam proses belajar terselenggara suatu proses yang disebut dengan belajar-mengajar. Tujuan dari belajar adalah agar seseorang dapat memahami suatu konsep yang baru atau mengalami perubahan tingkah laku, sikap dan keterampilan ke arah yang lebih baik.

(12)

dirinya sendiri. Faktor-faktor intern ini berupa kemampuan atau potensi yang berfungsi untuk mengenal dunia luar dan dengan pengenalan itu manusia mampu memberikan respon terhadap stimulus. Berdasarkan pandangan tersebut teori belajar psikologi kognitif memandang belajar sebagai proses perfungsian kognisi, terutama unsur pikiran, dengan kata lain bahwa aktivitas belajar pada diri manusia ditentukan pada proses internal dalam pikiran yakni proses pengolahan informasi.

Ciri – ciri aliran belajar kognitif :

1. Mementingkan apa yang ada dalam diri manusia. 2. Mementingkan peranan kognitif

3. Mementingkangkan kondisi waktu sekarang 4. Mementingkan pembentukan struktur kognitif 5. Mengutamakan keseimbangan dalam diri manusia 6. Mengutamakan insight (pengertian, pemahaman)

Menurut teori ini, proses belajar akan berjalan dengan baik bila materi pelajaran yang baru beradaptasi (bersinambung) secara tepat dan serasi dengan struktur kognitif yang telah dimiliki siswa. (Jainuri, 2010: 9).

Menurut Suherman (2003: 36) terdapat beberapa teori belajar berbasis psikologi kognitif, yaitu :

1. Teori Piaget (1896-1980)

Jean Piaget menyebutkan bahwa struktur kognitif sebagai Skemata (Schemas), yaitu kumpulan dari skema-skema. Seorang individu dapat mengikat, memahami, dan memberikan respon terhadap stimulus disebabkan karena bekerjanya skemata ini. Skemata ini berkembang secara kronologis, sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungannya, sehingga individu yang lebih dewasa memliki struktur kognitif yang lebih lengkap dari pada ketika ia masih kecil.

Piaget mengatakan bahwa kita melampui perkembangan melalui empat tahap dalam memahami dunia. Masing-masing tahap terkait dengan usia dan terdiri dari cara berpikir yang berbeda. Berikut adalah penjelasan lebih lanjut:

(13)

b. Tahap Pra Operasi (Pre Operasional Stage), yang terjadi dari usia 2 hingga 7 tahun, merupakan tahap kedua piaget, Pada tahap ini pemikiran anak lebih banyak berdasarkan pada pengalaman konkrit daripada pemikiran logis, sehingga jika ia melihat objek-objek yang kelihatannya berbeda, maka ia mengatakannya berbeda pula.

c. Tahap Operasi Konkrit (Concrete Operational Stage), yang berlangsung dari usia 7 hingga 11 tahun yang umumnya sudah berada di SD, merupakan tahap ketiga piaget. Pada tahap ini anak mampu mengikat definisi yang telah ada dan mengungkapkannya kembali, akan tetapi belum mampu untuk merumuskan sendiri definisi-definisi tersebut secara tepat, belum mampu menguasai simbol verbaldan ide-ide abstrak.

d. Tahap Operasi Formal (Formal Operational Stage), yang terlihat pada usia 11 hingga 15 tahun, merupakan tahap keempat dan terakhir dari piaget. Anak-anak pada tahap ini sudah mampu melakukan penlaaran dengan menggunakan hal-hal abstrak. Penggunaan benda-benda konkret tidak diperlukan lagi. Anak mampu bernalar tanpa perlu berhadapan dengan objek atau peristiwanya langsung. Penalaran yang terjadi dalam struktur kognitifnya telah mampu menggunakan simbol-simbol, ide-ide, abstraksi dan generalisasi. Ia telah memiliki kemampuan-kemampuan untuk melakukan operasi-operasi yang menyatakan hubungan diantara hubungan-hubungan, memahami konsep promosi.

Karakteristik lain dari anak pada tahap ini adalah telah memiliki kemampuan untuk melakukan penalaran hipotetik-deduktif, yaitu kemampuan untuk menyusun serangkaian hipotesis dan mengujinya (Child, 1977: 127). Jadi, anak pada operasi formal tidak lagi berhubungan dengan ada-tidaknya benda-benda konkrit, tetapi berhubungan dengan tipe berpikir. Apakah situasinya disertai oleh benda-benda konkrit atau tidak, bagi anak pada tahap berpikir formal tidak menjadi masalah.

2. Teori Bruner

(14)

dalam bahan yang sedang dibicarakan, sehingga anak akan memahami materi yang harus dikuasainya itu. Tiga tahap pembelajaran yang akan dilewati oleh peserta didik adalah sebagai berikut :

a. Tahap enaktif

Tahap ini merupakan tahap dimana peserta didik belajar dengan memanipulasi benda atau obyek konkret.

b. Tahap ikonik

Pada tahap ini peserta didik belajar dengan menggunakan gambar. c. Tahap simbolik

Pada tahap ini peserta didik belajar matematika melalui manipulasi lambang atau simbol.

Dalil-dalil yang didapatkan Bruner setelah mengadakan pengamatan kesekolah-sekolah:

a. Dalil Penyusunan (construction the orem)

Dalil ini menyatakan bahwa jika anak ingin mempunyai kemampuan menguasai konsep, teorema, definisi dan semacamnya, anak harus dilatih untuk melakukan penyusunan representasinya. Ini berarti, jika anak aktif dan terlibat dalam kegiatan mempelajari konsep yang dilakukan dengan jalan memperlihatkan representasi tersebut, maka anak akan lebih memahaminya.

b. Dalil Notasi (notation the orem)

Notasi memiliki peranan penting dalam penyajian konsep. Penggunaan notasi dalam menyatakan sebuah konsep tertentu harus disesuaikan dengan tahap perkembangan mental anak. Penyajiannya dilakukan dengan pendekatan spiral, dimana setiap ideide matematika disajikan secara sistematis dengan menggunakan notasi-notasi yang bertingkat.

c. Dalil Kekontrasan dan Keanekaragaman (contrasand variation the orem)

Pengontrasan dan keanekaragaman sangat penting dalam melakukan pengubahan konsep dipahami dengan mendalam, diperlukan contoh-contoh yang banyak, sehingga anak mampu mengetahui karakteristik konsep tersebut.

d. Dalil Pengaitan (connectivity the orem)

(15)

Materi yang satu merupakan prasyarat bagi yang lainnya atau konsep yang studi perlukan untuk menjelaskan konsep lainnya.

3. Teori Gestalt

Tokoh aliran ini adalah John Dewey. Ia mengemukakan bahwa pelaksanaan kegiatan belajar mengajar yang diselenggarakan oleh guru harus memperhatikan hal-hal berikut ini:

a. Penyajian konsep harus lebih mengutamakan pengertian.

b. Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar harus memperhatikan kesiapan intelektual peserta didik

c. Mengatur suasana kelas agar peserta didik siap belajar.

Dari ketiga hal diatas, dalam menyajikan pengajaran guru jangan memberikan kkonsep yang harus diterima begitu saja, melainkan harus lebih mementingkan pemahaman terhadap proses terbentuknya konsep tersebut daripada hasil akhir. Untuk hal ini guru bertindak sebagai pembimbing dan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan proses melalui metode induktif.

4. Teori Brownell

W.Brownell mengemukakan bahwa belajar matematika harus merupakan belajar bermakna dan belajar pengertian. Dia juga menegaskan bahwa belajar pada hakikatnya merupakan suatu proses yang bermakna.

5. Teori Dienes

(16)

6. Teori Van Hiele

Dalam pengajaran geometri terdapat teori belajar yang dikemukakan oleh Van Hiele (1954), yang menguraikan tahap-tahap perkembangan mental anak dalam geometri. Van Hiele adalah seorang guru bangsa Belanda yang mengadakan penelitian dalam pengajaran geometri. Menurut Van Hiele ada tiga unsur dalam pengajaran matematika yaitu waktu, materi pengajaran dan metode pengajaran, jika ketiganya ditata secara terpadu maka akan terjadi peningkatan kemampuan berfikir anak kepada tingkatan berfikir lebih tinggi.

Van Hiele menyatakan terdapat 5 tahap belajar anak dalam belajar geometri, yaitu : a. Tahap pengenalan (Visualisasi)

Dalam tahap ini anak mulai belajar mengenai suatu bentuk geometri secara keseluruhan, namun belum mengetahui adanya sifat-sifat dari bentuk geometri yang dilihatnya itu.

b. Tahap Analisis

Pada tahap ini anak sudah mulai mengenal sifat-sifat yang dimiliki benda geometri yang diamatinya. Ia sudah mampu menyebutkan keteraturan yang terdapat pada benda geometri itu. Dalam tahap ini anak belum mampu mengetahui hubungan yang terkait antara suatu benda geometri dengan benda geometri lainnya. Misalnya anak belum mengetahui bahwa bujursangkar adalah persegi panjang, bahwa bujur sangkar adalah belah ketupat dan sebagainya. c. Tahap pengurutan (deduksi informal)

Pada tahap ini anak sudah mulai mampu melaksanakan penarikan kesimpulan, yang kita kenal dengan sebutan berpikir deduktif. Namun kemampuan ini belum berkembang secara penuh. Satu hal yang perlu diketahui adalah, anak pada tahap ini sudah mulai mampu mengurutkan.

d. Tahap Deduksi

(17)

e. Tahap Akurasi

(18)

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Teori belajar merupakan kumpulan beberapa prinsip umum yang saling berhubungan untuk menemukan sebuah fakta yang berkaitan dengan peristiwa belajar. Menurut Suherman (2003: 27) terdapat dua hal dalam teori belajar :

1. Uraian tentang apa yang

terjadi dan diharapkan terjadi pada intelektual anak,dan

2. Uraian tentang kegiatan

intelektual anak mengenai hal-hal yang bisa dipikirkan pada usia tertentu.

Menurut Suherman (2003: 28) terdapat beberapa teori belajar berbasis psikologi tingkah laku, yaitu :

1. Teori Thorndike 2. Teori Skinner 3. Teori Ausubel 4. Teori Gagne 5. Teori Pavlov 6. Teori Baruda

Menurut Suherman (2003: 28) terdapat beberapa teori belajar berbasis psikologi kognitif, yaitu :

1. Teori Piaget 2. Teori Bruner 3. Teori Gestalt 4. Teori Dienes 5. Teorema Van Hiele

B. Saran

(19)

DAFTAR PUSTAKA

Heri Rahyubi.2012.Teori-teori Balajar dan aplikasi Pembelajaran Motorik.Bandung:Nusa media.

Jainuri, Muhammad. 2010. Psikologi Tingkah Laku VS Psikologi Kognitif [online]. Tersedia : http://www.academia.edu/7216172/Psikologitingkahlakuvspsikologikognitif.

[diakses tanggal 27 Agustus 2015]

Referensi

Dokumen terkait

Diduga terjadi korelasi yang tinggi antara karakteristik-karakteristik tenaga kerja, sehingga analisis hubungan antara karakteristik tenaga kerja terhadap produksi tanaman

yang ada pada soal yang dibaca siswa. Hal itu ditunjukkan dengan adanya ungkapan ataupun tulisan siswa. Memilah informasi yang ada dalam soal Menuliskan atau

Structural Equation Modeling adalah suatu analisis multivariat yang bertujuan menyederhanakan variabel-variabel independen kompleks kedalam bentuk yang lebih sederhana

ekstrapolasi ke kekuatan ion sama dengan nol, maka y± pada berbagai konsentrasi akan dapat dihitung (γ± = so/s).. Nilai I terendah yang dapat digunakan untuk mengukur

ingin membuat tes untuk kelincahan yang lebih spesifik dalam cabang

Untuk menuju perpustakaan riset pustakawan juga harus memiliki pengetahuan dan wawasan agar bisa menjawab informasi yang dibutuhkan oleh pengguna atau

Penyerahan 15 mahasiswa praktikan di sekolah tempat latihan yang dilakukan oleh dosen koordinator kepada kepala sekolah SMK Teuku Umar Semarang secara simbolik. Mahasiswa

Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah terdapat Pengaruh Penggunaan Media Pembelajaran, Strategi Mengajar dengan Pendekatan Kontekstual, dan Pengelolaan Kelas