ABSTRAK
STUDI PENETAPAN PRIORITAS PEMBANGUNAN BASE TRANSCEIVER STATION (BTS) DI ZONA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DAN JAWA TENGAH,
W. Nugroho, M. Faizal, D.A. Wibowo (2017)
Pembangunan tower BTS seringkali dilakukan hanya berdasar perspektif dari pihak operator yakni dapat memberikan keuntungan bagi operator dalam hal mendapatkan coverage area yang lebih luas. Dengan demikian sangat nyata bahwa di dalam pembangunan BTS, operator hanya mempertimbangkan penentuan lokasi berdasarkan kepentingan mereka, yakni lokasi BTS yang tepat dapat memaksimalkan jangkauan terhadap jangkauan cakupan wilayah dan pelayanan trafiknya. Idealnya, di dalam pemilihan lokasi pembangunan BTS mempertimbangkan dua sudut pandang yaitu sudut pandang dari operator dan sudut pandang dari pemerintah. Operator seluler melihat lokasi dari sudut keuntungan maksimum untuk jangka panjang, tanpa menegasikan variabel kepentingan pemerintah, yang mempertimbangkan dari sudut pandang kesesuaian alokasi tata ruang dan lingkungan. Dengan demikian, maka diperlukan adanya analisis pengambilan keputusan dalam pemilihan lokasi yang sesuai, baik dalam sudut pandang pemerintah, operator, maupun stakeholder lain yang berkaitan.
Pendekatan yang digunakan dalam studi ini yakni pendekatan empirik dengan mendasarkan kepada metode statistik (analisis faktor) dan matematis dalam sistem pengambilan keputusan (Decision Support System). Jenis data yang digunakan yakni data kualitatif dan data kuantitatif. Data yang tersusun dalam bentuk variabel tersebut kemudian dielaborasikan untuk dilakukan analisis faktor terhadap variabel tersebut untuk didapatkan variabel yang manakah yang berperan dalam pembangunan tower BTS. Selain mengidentifikasi variabel yang berperan secara signifikan, proses analisis faktor juga dapat menjelaskan keeratan hubungan antar variabel, kemudian variabel yang memiliki hubungan yang erat tersebut dikelompokkan ke dalam satu kelompok faktor, sedangkan variabel yang tidak berperan signifikan dalam kegiatan akan dihilangkan. Variabel yang tidak signifikan ini bukan berarti bahwa literatur yang menyatakan variabel tersebut berperan adalah salah, tetapi variabel tersebut tidak sesuai untuk diterapkan pada kondisi studi ini, sehingga pengaruhnya tidak signifikan. Dengan demikian, proses analisis faktor berperan dalam penyusunan struktur hirarki yang nantinya digunakan di dalam analisis pengambilan keputusan dengan menggunakan metode Analytic Hierarchy Process (AHP). Dalam studi ini proses AHP adalah analisis akhir yang menghasilkan prioritas lokasi pembangunan BTS.
1. PENDAHULUAN
Perkembangan kehidupan manusia yang semakin kompleks dan dinamis secara
tidak langsung menuntut adanya kemajuan teknologi telekomunikasi, yang dapat
menghubungkan manusia satu dengan lainnya, di manapun mereka berada, dalam
menjalankan aktivitasnya sehari-hari. Tuntutan tersebut mengakibatkan tidak
tercukupinya kebutuhan berkomunikasi hanya dengan adanya telekomunikasi
jaringan telepon tetap (fixed phone), sehingga memerlukan alat komunikasi lain yang dapat digunakan di mana saja tanpa adanya batasan tempat. Salah satu cara
yaitu dengan memperbanyak tower Base Transceiver Station (BTS) agar luas area jangkauannya semakin luas sehingga kebutuhan masyarakat untuk berkomunikasi
secara mobile akan terpenuhi.
Infrastruktur telekomunikasi memiliki peran penting terhadap perkembangan
ekonomi nasional. Selain itu, permintaan terhadap layanan telekomunikasi
semakin banyak didukung oleh perkembangan teknologi di bidang telekomunikasi
yang berkembang pesat. Sehingga kebutuhan dalam bidang telekomunikasi telah
menjadi kebutuhan dasar bagi setiap manusia modern. Dalam mendukung
kegiatan telekomunikasi, para operator terus membangun infrastruktur sebagai
usaha coverage area pelayanannya semakin luas dan kualitasnya lebih baik. Salah satu infrastruktur yang terus menerus dibangun adalah Base Transceiver Station (BTS). Masing–masing perusahaan operator membangun menaranya secara terpisah sesuai kebutuhan dan perencanaan tiap operator. Hal tersebut
menjadikan pertumbuhan tower BTS tidak terkendali. Permasalahan yang sering dihadapi adalah sulitnya menentukan lokasi tower yang strategis. Pada umumnya, lokasi tower berada pada sebuah lahan kosong yang dikhususkan untuk pendirian tower, namun yang terjadi kini adalah lokasi tower dapat berada pada tempat manapun. Lokasi tower bahkan dapat berada pada pemukiman padat penduduk. Hal itu merupakan sebuah peringatan sekaligus permasalahan bagi pemerintah.
berkaitan dengan ketidaklayakan lokasi BTS seperti pembangunan yang tidak
memiliki izin, tidak sesuai dengan rencana tata ruang, dan lokasi pembangunan
berada terlalu dekat dengan pemukiman sehingga menimbulkan konflik dengan
masyarakat di sekitar lokasi BTS.
Pembangunan tower BTS seringkali dilakukan hanya berdasar perspektif dari pihak operator yakni dapat memberikan keuntungan bagi operator dalam hal
mendapatkan coverage area yang lebih luas. Dengan demikian sangat nyata bahwa di dalam pembangunan BTS, operator hanya mempertimbangkan
penentuan lokasi berdasarkan kepentingan mereka, yakni lokasi BTS yang tepat
dapat memaksimalkan jangkauan terhadap jangkauan cakupan wilayah dan
pelayanan trafiknya. Idealnya, di dalam pemilihan lokasi pembangunan BTS
mempertimbangkan dua sudut pandang yaitu sudut pandang dari operator dan
sudut pandang dari pemerintah. Operator seluler melihat lokasi dari sudut
keuntungan maksimum untuk jangka panjang, tanpa menegasikan variabel
kepentingan pemerintah, yang mempertimbangkan dari sudut pandang
kesesuaian alokasi tata ruang dan lingkungan. Kesesuaian yang dimaksud adalah
penetapan segala aktivitas ekonomi yang dianggap sesuai untuk lokasi tersebut
agar menjamin keserasian pemakaian lahan dengan pelaku ekonomi lainnya
dengan kriteria yang berlaku secara legal formal.
Pembangunan tower BTS selain memiliki manfaat bagi perkembangan daerah namun di sisi lain juga dapat menimbulkan dampak negatif dan konflik di
kemudian hari apabila terdapat ketidaksesuaian dalam pemilihan lokasi baik dari
sisi perspektif pemerintah, masyarakat maupun operator. Dengan demikian, maka
diperlukan adanya pertimbangan dalam pemilihan lokasi yang sesuai, baik dalam
perlu diperhatikan kriteria lokasinya, agar manfaat yang didapatkan dari
pembangunan tersebut lebih optimal.
Gambar 1. Tahap di dalam proses pengadaan Site BTS
Pendekatan yang digunakan dalam studi ini yakni pendekatan empirik dengan
mendasarkan kepada metode statistik dan matematis dalam sistem pengambilan
keputusan (Decision Support System) sebagai langkah dalam pemecahan dari permasalahan. Jenis data yang digunakan yakni data kualitatif dan data kuantitatif.
mempengaruhi penentuan lokasi tower BTS. Dalam studi ini kemudian data kualitatif diubah ke dalam bentuk kuantitatif. Data kualitatif yang dikuantifikasi
adalah data yang didapat dari persepsi responden dalam menentukan
perbandingan antar kriteria dan sub kriteria (pada proses pairwise comparison) dalam menentukan lokasi pembangunan tower BTS di DIY dan Jateng. Sedangkan data kuantitatif meliputi biaya pengadaan, durasi pengadaan, dan densitas
pelanggan sehingga melengkapi variabel-variabel yang digunakan dalam studi ini.
Variabel-variabel tersebut kemudian dielaborasikan untuk dilakukan analisis faktor
terhadap variabel tersebut untuk didapatkan variabel yang manakah yang
berperan dalam pembangunan tower BTS. Selain mengidentifikasi variabel yang berperan secara signifikan, proses analisis faktor juga dapat menjelaskan keeratan
hubungan antar variabel, kemudian variabel yang memiliki hubungan yang erat
tersebut dikelompokkan ke dalam satu kelompok faktor, sedangkan variabel yang
tidak berperan signifikan dalam kegiatan akan dihilangkan. Variabel yang tidak
signifikan ini bukan berarti bahwa literatur yang menyatakan variabel tersebut
berperan adalah salah, tetapi variabel tersebut tidak sesuai untuk diterapkan pada
kondisi studi ini, sehingga pengaruhnya tidak signifikan. Dengan demikian, proses
analisis faktor berperan dalam penyusunan struktur hirarki yang nantinya
digunakan di dalam analisis pengambilan keputusan dengan menggunakan
metode Analytic Hierarchy Process (AHP). Dalam studi ini proses AHP adalah analisis akhir yang menghasilkan prioritas lokasi pembangunan BTS.
2. RUMUSAN PERMASALAHAN
Rumusan permasalahan pada studi ini adalah sebagai berikut :
1. Variabel-variabel apakah yang berperan signifikan di dalam pemilihan site Base Transceiver Station (BTS) ?
2. Lokasi-lokasi manakah yang ditetapkan sebagai prioritas pembangunan BTS di
3. TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Base Transceiver Station(BTS)
BTS adalah kependekan dari Base Transceiver Station. Terminologi ini termasuk baru dan mulai populer di era booming seluler saat ini. BTS berfungsi menjembatani perangkat komunikasi pengguna dengan jaringan menuju jaringan
lain. Satu cakupan pancaran BTS dapat disebut Cell. Komunikasi seluler adalah komunikasi modern yang mendukung mobilitas yang tinggi. Dari beberapa BTS
kemudian dikontrol oleh satu Base Station Controller (BSC) yang terhubungkan dengan koneksi microwave ataupun serat optik. BTS berfungsi sebagai interkoneksi antara infra struktur sistem selular dengan Out Station. BTS harus selalu memonitor Out Station yang masuk ataupun yang keluar dari sel BTS tersebut. Luas jangkauan dari BTS sangat dipengaruhi oleh lingkungan, antara lain
topografi dan gedung tinggi. BTS sangat berperan dalam menjaga kualitas GSM,
terutama dalam hal frekuensi hoping dan antena diversity (Purbo, et al., 2007).. BTS dapat dilihat dari dasar bagian dalam jaringan Base Station Service sebagai perlengkapan hubungan antara Base Station Controller dan Mobile Station. Fungsi BTS dalam BSS adalah BTS berinteraksi langsung dengan Mobile Subscriber melalui radio interface. BTS harus mampu berkomunikasi dengan ponsel pada suatu coverage (cakupan) area dan mampu untuk memenuhi trafficchannel (lalu lintas kanal) untuk komunikasi termasuk percakapan dan pertukaran data.
BTS terdiri atas :
a. Base Station Site : lokasi fisik dari BTS yang terdiri dari Base Station Equipment dan antena pemancar dan penerima.
b. Base Equipment : peralatan tanpa antena (Hardware dan Software) c. Sel / Sektor : coverage area dari satu arah stasiun antena.
Agar dapat terjadi koneksi yang berkelanjutan antara BTS dengan ponsel maka
berdasarkan signal-to-noise-ratio seminimum mungkin pada sisi penerima dan daya transmisi maksimum pada sisi pengirim. Dalam perencanaan pembangunan
BTS, luas area cakupan biasanya didekati dengan model heksagonal dan
pendekatan cakupan ideal (berupa lingkaran), tetapi pada kenyataannya area
cakupan berbentuk tidak beraturan, tergantung dari lingkungan (topografi dan
morfologi) (Purbo, et al., 2007).
Berdasarkan Roger L Freeman , luasan lahan yang dibutuhkan untuk sebuah tower BTS berbeda-beda menyesuaikan ketinggiannya (Purbo, et al., 2007).
Ketiga kategori itu adalah :
a. Dalam gedung pikosel
b. Diluar gedung makrosel
c. Diluar gedung mikrosel
3.2. Analisis Faktor yang berpengaruh terhadap Lokasi BTS
Menurut (Adam et al., 2008) dalam merancang ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan yaitu business goals dan technical requirements. Implementasi jaringan wireless harus mempertimbangkan biaya pengadaan peralatan dan
infrastruktur pendukung (support facilty) (Gadi, et al., 2014).
Menurut Dynastya, et.al (2013) faktor penentu lokasi menara BTS adalah faktor biaya sewa lahan, jenis lokasi menara, tinggi menara, tingginya kepadatan
Rakhmad, Christiono, & Ajulian (2013) menyebutkan kriteria dalam melakukan perancangan untuk menentukan lokasi BTS adalah kepadatan penduduk, biaya,
jarak, dan akses. Dalam menentukan lokasi BTS pemancar dan penerima harus
memperhatikan propagasi ruang bebas (free space) dan LOS (Purbo, et al., 2007), (Nugraha, et al., 2007) , (Puspitorini, et al., 2011). Selain itu dalam membangun node diluar ruang juga harus mempertimbangkan ketersediaan daya (Purbo, et al., 2007).
Dengan mempertimbangkan beberapa kriteria dari literatur di atas, maka dalam
studi ini ditetapkan variabel-variabel yang berpengaruh sebagai berikut :
a. Biaya Pengadaan (cost of delivery) b. Durasi Pengadaan (time of delivery) c. Populasi Pelanggan (customer density)
d. Dukungan masyarakat setempat (social support)
Gambar 2. Penyebab keterbatasan kelayakan pada sebuah Site BTS
Pada studi ini digunakan metode kuisioner yang diisi oleh stakeholder dari pihak-pihak yang terlibat pada pembangunan tower BTS. Dari kuisioner tersebut diharapkan dapat tereksplorasi score atau bobot masing-masing lokasi terhadap variabel-variabel tersebut. Untuk kemudian dilakukan analisis faktor terhadap
variabel-variabel tersebut untuk didapatkan variabel manakah yang berperan
dalam pembangunan tower BTS. Sehingga yang dianalis selanjutnya tidak keseluruhan faktor, tetapi hanya faktor-faktor yang berpengaruh saja.
Analisis faktor adalah salah satu teknik statistika yang dapat digunakan untuk
memberikan deskripsi yang relatif sederhana melalui reduksi jumlah peubah yang
disebut faktor. Analisis faktor adalah prosedur untuk mengidentifikasi item atau variabel berdasarkan kemiripannya. Kemiripan tersebut ditunjukkan dengan nilai
korelasi yang tinggi. Item-item yang memiliki korelasi yang tinggi akan membentuk satu kerumunan faktor (Johnson, et. Al, 2007). Prinsip dasar dalam analisis faktor adalah menyederhanakan deskripsi tentang data dengan mengurangi jumlah
variabel/ dimensi. Analisis faktor pada studi ini adalah analisis faktor yang bersifat
confirmatory dan dilakukan dengan alat bantu perangkat lunak SPSS versi 16. Tahap-tahap di dalam melakukan analisis faktor adalah sebagai berikut (Johnson, et. Al, 2007) :
1. Melakukan uji korelasi antar variabel asal dengan tujuan agar penyusutan
variabel analisis faktor menjadi lebih sederhana dan bermanfaat, tanpa
kehilangan banyak informasi sebelumnya.
2. Uji kelayakan data (menggunakan basis faktor) apakah cocok dilakukan analisis
faktor.
3. Me ari akar iri da atriks Σ atau ‘.
4. Mengurutkan akar ciri yang terbentuk dari terbesar sampai terkecil.
5. Mencari proporsi keragaman yang berguna untuk mengetahui berapa faktor
6. Mengalokasikan setiap variabel asal kedalam faktor sesuai dengan nilai
loading.
7. Apabila terdapat nilai loading yang identik atau hampir sama maka dilakukan rotasi baik dengan cara orthogonal ataupun non orthogonal.
8. Setelah yakin dengan faktor yang terbentuk, maka diberikan identitas dengan
cara pemberian nomor/nama pada faktor tersebut dengan cara melihat
variabel penyusun faktor tersebut.
3.3. Analytic Hierarchy Process (AHP)
Sistem Pengambilan Keputusan (Decision Support System) didefinisikan sebagai sebuah sistem berbasis komputer yang membantu dalam proses pengambilan
keputusan. Sistem ini bersifat adaptif, interaktif, fleksibel, yang secara khusus
dikembangkan untuk mendukung solusi dari pemasalahan manajemen yang tidak
terstruktur dalam meningkatkan kualitas pengambilan keputusan (Kusumadewi, et al, 2006). Analytic Hierarchy Process (AHP) adalah salah satu system pengambilan keputusan yang menggunakan teori pengukuran melalui
perbandingan berpasangan dan hasilnya bergantung pada para ahli yang
menurunkan skala prioritas AHP juga merupakan pendekatan multi criteria decision making dalam beberapa faktor yang disusun berdasarkan struktur hirarki (Saaty, 1990), (Saaty, 2008).
Dalam penelitian Akinci, Ozalp, & Turgut, (2013), AHP digunakan sebagai metode multi criteria decision making untuk menentukan lokasi dalam bidang penelitian, pengembangan, pembangunan di berbagai bidang. Di dalam metode AHP
menghasilkan perbandingan, bobot dari masing-masing kriteria yang dianalisis
Prosedur dalam menentukan perbandingan masing-masing kriteria dalam AHP
adalah sebagai berikut :
a. Dekomposisi masalah pengambilan keputusan menjadi sebuah hierarki.
b. Buat perbandingan berpasangan dan menetapkan prioritas di antara
elemen-elemen dalam hierarki.
c. Sintesa judgments untuk mendapatkan bobot masing-masing kriteria. d. Cek dan analisis konsistensi judgment.
Prosedur atau langkah-langkah dalam metode AHP, jika ada sejumlah n kriteria
menurut (Uyan, 2013) adalah sebagai berikut:
a. Membuat matrix perbandingan berpasangan (n x n) untuk beberapa faktor,
jika Pij = sejauh yang kita inginkan dari faktor i ke faktor j.
Kemudian menganggap Pij = 1/Pij. Kemungkinan penilaian factor Pij dalam
matriks perbandingan berpasangan.
Interpretasi penilaian Pij dapat dilihat pada tabel berikut.
b. Menentukan normalisasi perbandingan berpasangan
Untuk mengontrol kosistensi dari bobot, maka kosistensi rasio dapat dihitung
dengan tahap sebagai berikut :
Di mana :
n = banyaknya elemen
max = eigenvalue
c.) Hitung rasio konsistensi dengan persamaan :
CR = CI / IR Di mana :
CR = Consistency Ratio , CI = Consistency Indeks,
IR = Indeks Random Consistency
Jika nilainya lebih dari 10%, maka penilaian data judgment harus diperbaiki. Namun jika rasio konsistensi (CI/IR) kurang atau sama dengan 0,1, maka hasil
perhitungan bisa dinyatakan benar. Pada dasarnya AHP digunakan untuk
mengolah data dari satu responden ahli. Namun demikian dalam aplikasinya
penilaian kriteria alternatif dilakukan oleh beberapa ahli multidisipliner
(kelompok). Bobot penilaian untuk penilaian berkelompok dinyatakan dengan
menemukan rata-rata geometrik (Geometric Mean) dari penilaian yang diberikan oleh seluruh anggota kelompok.
Nilai geometrik ini dirumuskan dengan persamaan :
Di mana :
xn = Penilaian orang ke-n,
n = Jumlah penilai.
4. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan metode sebagai berikut :
a. Survei data sekunder, dilakukan untuk mendapatkan profil dan kondisi eksisting BTS di DIY dan Jateng. Pengambilan data sekunder dilakukan
dari dokumen Profil Rencana Proyek HCPT Network Development zona DIY dan Jateng. Data tersebut meliputi :
i. biaya pengadaan
ii. lama pengadaan
iii. densitas pelanggan
iv. indeks dukungan sosial
v. indeks dukungan pemerintah
vi. indeks ketersediaan tenaga listrik
b. Survei data primer, dilakukan oleh penyusun didapatkan dengan cara memberikan survey kuesioner kepada pihak terkait pembangunan
tower BTS pada PT. H3I (Hutchinson 3 Indonesia). Data tersebut meliputi :
i. Perbandingan importance level antar variabel pada level kriteria ii. Perbandingan importance level antar variabel pada level sub
18 Tegalrejo Tgr
Sumber : PT. Hutchinson 3 Indonesia
5. Metode Analisis Data
5.1. Analisis Faktor yang berpengaruh terhadap penentuan lokasi BTS
Data pada Tabel 1 digunakan dalam menentukan score dari variabel yang berpengaruh terhadap proses pemilihan lokasi BTS. Untuk kemudian dilakukan proses analisis
faktor terhadap variabel-variabel tersebut, sehingga untuk selanjutnya didapatkan
Sehingga yang dianalis selanjutnya tidak keseluruhan faktor, tetapi hanya faktor-faktor
yang berpengaruh secara signifikan saja.
Data pada tabel 1 tersebut harus ditransformasi dalam bentuk Z-score. Karena data
tersebut memiliki variasi yang besar diakibatkan oleh perbedaan satuan dan rentang
data. Hasil transformasi ke dalam bentuk Z-score sebagai berikut :
Tabel 2. Data Kondisi Tower BTS dalam bentuk Z-score
Sumber : Hasil Perhitungan dengan SPSS
No Name Cost Time Customer Social Gov Power
1 Berbah -0.17687866 -0.65374167 -0.27755932 -0.21177742 -1.55234924 0.1287601
2 Kalasan -0.0325272 -0.65374167 -0.77155432 1.20007206 -0.58965204 0.1287601
3 Candi Sambisari 0.55065271 -0.65374167 -0.45539752 0.35296237 -2.03369785 0.1287601
4 Tempel -0.37704602 2.01200107 -1.18651012 -2.47073658 -2.27437215 -0.97489787
5 Prambanan 1.91717988 1.72638578 2.76544986 -1.341257 0.37304517 -1.71066985
6 Cokrotulung -0.77738074 -0.65374167 -0.75838112 -0.49414732 0.13237087 -0.97489787
7 Jatinom -0.64842677 0.7743348 -0.93621932 -1.341257 0.13237087 0.1287601
8 Karangdowo -0.13261088 0.4887195 -0.52455682 -0.21177742 -0.34897774 0.1287601
9 Delanggu -0.95445187 -0.08251108 0.43050017 -0.21177742 -0.34897774 -1.71066985
10 Ceper 1.0799414 -0.65374167 0.64456467 0.35296237 0.37304517 -1.71066985
11 Colomadu -1.30859412 -0.65374167 0.35475427 -1.05888711 0.13237087 0.1287601
12 Karanganyar -1.19503764 -0.65374167 -0.20181342 -0.49414732 0.37304517 0.1287601
13 Ngargoyoso -0.73696233 0.29830931 -0.51797022 0.35296237 0.61371947 -0.97489787
14 Tasikmadu -1.46641839 -0.65374167 -0.42246452 -0.21177742 0.13237087 -0.97489787
15 Tawangmangu 0.33893723 -0.65374167 -0.53114342 -0.21177742 -0.34897774 -0.97489787
16 Gemolong 0.35433472 -0.65374167 0.02904691 0.60709527 -0.97473092 1.41636105
17 Kalangan 0.51215899 0.29830931 -0.51434759 2.1601297 0.08423601 1.41636105
18 Tegalrejo 1.15307948 1.25036029 -0.16657511 1.22830904 -1.50421438 1.41636105
19 Tunggul 0.13299581 -0.65374167 -0.97079897 -1.8777598 -1.76895612 0.20233729
20 Jenar 2.65625937 -0.65374167 3.37635701 -0.63533226 1.14320293 -0.60701188
21 Gombong -0.30583263 0.29830931 -0.49985707 0.29648839 0.8784612 0.20233729
22 Sempor -0.16533054 0.29830931 -0.69547909 -0.63533226 0.8784612 1.41636105
23 Kutowinangun 0.40437656 0.29830931 -0.24265034 0.60709527 0.34897774 1.41636105
24 Jerotengah -0.50022593 -0.65374167 0.80791235 0.60709527 0.34897774 -0.60701188
25 Banjarsari 1.73818407 -0.65374167 1.0433833 1.22830904 1.14320293 -0.60701188
26 Bumiayu -0.89093722 -1.60579265 0.72459186 -0.32472538 0.8784612 1.41636105
27 Pruwatan -0.76583262 -0.65374167 0.1123674 0.29648839 1.14320293 1.41636105
28 Kaliwadas -0.26156485 -0.65374167 -0.23540508 1.22830904 1.40794466 0.20233729
29 Adisana -1.06415898 2.20241127 -0.13034881 0.60709527 0.8784612 0.20233729
Dari analisis faktor dengan software SPSS terdapat beberapa hal yang perlu dicermati sebagai berikut :
Tabel Correlation Matrixmerupakan tabel matriks korelasi yang berisi nilai-nilai korelasi antara variabel-variabel yang akan dianalisis. Pada bagian Correlation dapat dilihat besarnya korelasi antar variabel.
Dari tabel di atas, didapatkan angka KMO = 0.429, dengan demikian hasil perhitungan
dianggap tidak memenuhi syarat (kurang dari 0.5) dan belum menunjukkan
signifikansi hubungan antar variabel yang erat, meskipun signifikansinya memenuhi
syarat.
Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. .429
Bartlett's Test of Sphericity Approx. Chi-Square 25.388
Df 15
Selain pengecekan terhadap KMO and Bartlett test, dilakukan juga pengecekan Anti Image matrices untuk mengetahui variabel – variabel manakah yang secara parsial layak untuk dianalisis dan tidak dikeluarkan dalam pengujian.
Eliminasi terhadap dua variabel tersebut bukan berarti pada pelaksanaan nantinya
meniadakan pertimbangan dari sisi biaya dan dukungan pemerintah, tetapi kedua hal
tersebut dijadikan kriteria pada screening awal sebelum dilakukan analisis penetapan prioritas. Dengan demikian, sudah seharusnya lokasi BTS yang akan dipilih, telah
memenuhi syarat dalam hal biaya yang efisien dan perizinan yang telah lengkap.
Setelah dilakukan proses eliminasi terhadap dua variabel tersebut, dan dilakukan
analisis kembali hanya dengan empat variabel, maka didapatkan hasil sebagai berikut :
Correlation Matrix
Zscore(Power) Zscore(Time) Zscore(Customer) Zscore(Social)
Sig. (1-tailed) Zscore(Power) .160 .030 .334
Zscore(Time) .160 .216 .002
Zscore(Customer) .030 .216 .366
Zscore(Social) .334 .002 .366
Kemudian pada baris sig.(1-tailed) menunjukkan signifikansi korelasi antara
variabel-variabel tersebut. Misalnya korelasi antara variabel-variabel time dengan variabel-variabel social dapat
dikatakan sebagai signifikan, terlihat dari nilai p-value sebesar 0,002(<0.05) yang
berarti dapat disimpulkan terdapat hubungan erat antara variabel time dengan
variabel social. Pada kenyataan di lapangan, jangka waktu pelaksanaan pengadaan BTS
sangat dipengaruhi oleh dukungan masyarakat setempat terkait dengan hal non teknis
Adapun dari Analisis Inferensia didapatkan hasil sebagai berikut :
KMO and Bartlett's Test
Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling
Adequacy. .539
Bartlett's Test of
Sphericity
Approx. Chi-Square 12.859
Df 6
Sig. .045
Dari tabel di atas, maka nilai KMO meningkat menjadi = 0.539 (memenuhi syarat di
atas 0.5). Begitu pula dengan nilai signifikansi sebesar 0.045, yang berada di bawah
nilai alfa = 0.05. Dengan demikian, tindakan eliminasi dua variabel tersebut
meningkatkan nilai KMO. Hal ini dapat menunjukkan bahwa keempat variabel
terse ut le ih dari ukup layak u tuk dilakuka a alisis faktor.
Anti-image Matrices
Zscore(Power) Zscore(Time) Zscore(Customer) Zscore(Social)
Anti-image Covariance Zscore(Power) .720 .112 .337 .047
Zscore(Time) .112 .455 -.057 .334
Zscore(Customer) .337 -.057 .746 -.024
Zscore(Social) .047 .334 -.024 .489
Anti-image Correlation Zscore(Power) .569a .195 .459 .079
Zscore(Time) .195 .533a -.098 .709
Zscore(Customer) .459 -.098 .577a -.040
Zscore(Social) .079 .709 -.040 .508a
a. Measures of Sampling Adequacy(MSA)
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari empat variabel yang akan dianalisis,
seluruhnya memiliki nilai MSA> 0,5, maka variabel tersebut dapat dianalisis lebih
Communalities
Initial Extraction
Zscore(Power) 1.000 .744
Zscore(Time) 1.000 .858
Zscore(Customer) 1.000 .750
Zscore(Social) 1.000 .873
Extraction Method: Principal Component
Analysis.
Dari keseluruhan nilai dalam tabel communalities, diperoleh bahwa keempat variabel mempunyai nilai communalities yang besar ( > 0.5). Hal ini dapat diartikan bahwa keseluruhan variabel yang digunakan memiliki hubungan yang kuat dengan faktor
yang terbentuk. Dengan kata lain, semakin besar nilai dari communalities maka
semakin baik analisis faktor, karena semakin besar karakteristik variabel asal yang
dapat diwakili oleh faktor yang terbentuk. Secara umum dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1. Keeratan hubungan variabel sosial terhadap faktor yang terbentuk sebesar
0,873 artinya hubungan variabel sosial terhadap faktor yang terbentuk dapat
disimpulkan memiliki hubungan yang erat. Atau dapat juga dikatakan
kontribusi variabel sosial terhadap faktor yang terbentuk sebesar 87.3%.
2. Keeratan hubungan variabel power (ketersediaan listrik) terhadap faktor yang
terbentuk sebesar 0,744 artinya hubungan variabel power terhadap faktor
yang terbentuk dapat disimpulkan memiliki hubungan yang erat. Atau dapat
juga dikatakan kontribusi variabel power terhadap faktor yang terbentuk
sebesar 74.4%.
3. Keeratan hubungan variabel customer terhadap faktor yang terbentuk sebesar
dapat disimpulkan memiliki hubungan yang erat. Atau dapat juga dikatakan
kontribusi variabel customer terhadap faktor yang terbentuk sebesar 75%.
4. Keeratan hubungan variabel lamanya pengadaan (time) terhadap faktor yang
terbentuk sebesar 0,858 artinya hubungan variabel time terhadap faktor yang
terbentuk dapat disimpulkan memiliki hubungan yang erat. Atau dapat juga
dikatakan kontribusi variabel time terhadap faktor yang terbentuk sebesar
85,8%.
Tabel Total Variance Explained di atas menunjukkan besarnya persentase keragaman total yang mampu diterangkan oleh keragaman faktor - faktor yang terbentuk. Dalam
tabel tersebut juga terdapat nilai eigenvalue dari tiap-tiap faktor yang terbentuk. Faktor 1 memiliki eigenvalue sebesar 1,980 dan Faktor 2 sebesar 1,244. Untuk menentukan berapa komponen/faktor yang dipakai agar dapat menjelaskan
keragaman total maka dilihat dari besar nilai eigenvalue, dan komponen dengan
Loadings Rotation Sums of Squared Loadings
eigenvalue >1 adalah ko po e ya g dipakai. Kolo u ulative % e unjukkan persentase kumulatif varians yang dapat dijelaskan oleh faktor yang terbentuk.
Besarnya keragaman yang mampu diterangkan oleh Faktor 1 sebesar 49,497 persen,
sedangkan keragaman yang mampu dijelaskan kumulasi Faktor 1 dan 2 sebesar 80,610
persen. Berdasarkan alasan nilai eigen value kedua faktor yang lebih dari 1 dan
besarnya persentase kumulatif kedua faktor sebesar 80,610 persen, dapat
disimpulkan bahwa kedua faktor sudah cukup mewakili keragaman variabel – variabel
asal.
Componen matrixa
Component
1 2
Zscore(Power) -.620 -.599
Zscore(Time) .843 -.385
Zscore(Customer) .576 .647
Zscore(Social) -.744 .565
Extraction Method: Principal Component
Analysis.
a. 2 components extracted.
Tabel componen matrix menunjukkan besarnya korelasi tiap variabel dalam faktor yang terbentuk. Nilai – nilai koefisien korelasi antara variabel dengan faktor - faktor
yang terbentuk (loading factor) dapat dilihat pada tabel Componen matrix. Kedua faktor tersebut menghasilkan matrik loading faktor yang nilai-nilainya merupakan koefisien korelasi antara variabel dengan faktor-faktor tersebut. Bila dilihat variabel–
variabel yang berkorelasi terhadap setiap faktornya, ternyata loading faktor yang dihasilkan belum mampu memberikan arti sebagaimana yang diharapkan. Hal ini
0,620, sedangkan dengan faktor 2 sebesar -0,599 (tanda negatif hanya menunjukkan
arah korelasi), sehingga kita sulit untuk memutuskan apakah variabel power
dimasukkan ke faktor 1 atau faktor 2. Tiap faktor belum dapat diinterpretasikan
dengan jelas sehingga perlu dilakukan rotasi dengan metode varimax. Rotasi varimax adalah rotasi orthogonal yang membuat jumlah varian faktor loading dalam masing-masing faktor akan menjadi maksimum, dimana nantinya peubah asal hanya akan
mempunyai korelasi yang tinggi dan kuat dengan faktor tertentu saja (korelasinya
mendekati 1) dan tentunya memiliki korelasi yang lemah dengan faktor yang lainnya
(korelasinya mendekati 0). Hal yang demikian belum tercapai pada tabel componen matrix diatas.
Rotated Componen matrixa
Component
1 2
Zscore(Power) .127 -.853
Zscore(Time) -.902 .209
Zscore(Customer) -.062 .864
Zscore(Social) .934 -.006
Extraction Method: Principal Component
Analysis. Rotation Method: Varimax with
Kaiser Normalization.
a. Rotation converged in 3 iterations.
Setelah dilakukan rotasi faktor dengan metode varimax, diperoleh tabel seperti yang tertera di atas yaitu Rotated Componen matrix. Terdapat perbedaan nilai korelasi variabel dengan setiap faktor sebelum dan sesudah dilakukan rotasi varimax. Terlihat bahwa loading faktor yang dirotasi telah memberikan arti sebagaimana yang diharapkan dan setiap faktor sudah dapat diinterpretasikan dengan jelas. Terlihat pula
variabel yang korelasinya < 0,5 di kedua faktor). Dengan demikian, lebih tepat
digunakan loading faktor yang telah dirotasi sebab setiap faktor sudah dapat menjelaskan keragaman variabel awal dengan tepat dan hasilnya adalah sebagai
berikut
1. Faktor 1 , beberapa variabel yang memiliki korelasi yang kuat dengan faktor 1 ,
yaitu variabel time dan social. Faktor 1 untuk selanjutnya dinamakan dengan
Faktor Lingkungan.
2. Faktor 2, terdapat beberapa variabel yang memiliki korelasi yang kuat dengan
faktor 2 , yaitu variabel power dan customer. Faktor 2 untuk selanjutnya
dinamakan dengan Faktor Daya Dukung Lokasi.
Component Transformation
Matrix
Component 1 2
1 -.793 .610
2 .610 .793
Extraction Method: Principal
Component Analysis. Rotation
Method: Varimax with Kaiser
Normalization.
Tabel Component Transformation Matrix berfungsi untuk menunjukkan apakah faktor
– faktor yang terbentuk sudah tidak memiliki korelasi lagi satu sama lain atau orthogonal. Bila dilihat dari tabel Component Transformation Matrix, nilai – nilai korelasi yang terdapat pada diagonal utama berada di atas 0,5 yaitu -0,793; 0,793;
0,610 dan 0.610. Hal ini menunjukkan bahwa kedua faktor yang terbentuk sudah tepat
5.2. Analisis untuk menentukan prioritas lokasi pembangunan Tower BTS dengan metode AHP
Setelah didapatkan variabel-variabel yang berpengaruh secara signifikan, maka
selanjutnya dilakukan penetapan prioritas lokasi pembangunan Tower BTS. Untuk menentukan bobot masing-masing faktor dan penetapan alternatif lokasi dilakukan
dengan menggunakan metode AHP. Pendapat bobot dari masing-masing responden
didapatkan dengan menggunakan kuesioner yang telah dilakukan.
Dari analisis pairwise comparison pada kriteria dan sub kriteria sebagai proses analisis untuk data kuisioner, didapatkan hasil sebagai berikut :
1. Terdapat penilaian tingkat kepentingan yang sama antara faktor lingkungan
dan faktor daya dukung lokasi.
2. Sub kriteria social dan customer merupakan kriteria yang paling penting bagi
responden dalam pembangunan tower BTS. Hal ini dibuktikan dengan hasil
pairwise comparison di mana social dan customer masing-masing memiliki nilai 0,333.
3. Sub kriteria time dan power masing-masing memiliki nilai 0,167 yang
menunjukkan bahwa responden berpendapat bahwa kedua kriteria lebih tidak
penting dibanding social dan customer.
Gambar 5. Hasil perbandingan antar sub kriteria pada kriteria lingkungan
Gambar 6. Hasil perbandingan antar sub kriteria pada kriteria daya dukung lokasi
Hasil analisis pada Kabupaten Sleman :
Pembahasan hasil analisis pada Kabupaten Sleman adalah sebagai berikut :
1. Pada kriteria social, Site Kalasan menempati urutan teratas dengan score 0,101 2. Pada kriteria customer, Site Prambanan menempati urutan teratas dengan
5. Dari analisis perbandingan seluruh kriteria terhadap alternatif, Site Prambanan menempati urutan teratas dengan score 0,255. Meskipun hanya unggul dalam aspek customer, serta peringkat 4 pada aspek lain, Site Prambanan adalah site prioritas untuk dibangun. Di sisi lain, Site Kalasan meski tertinggi dalam aspek social, tetapi rendah pada aspek customer.
Hasil analisis pada Kabupaten Klaten :
Pembahasan hasil analisis pada Kabupaten Klaten adalah sebagai berikut :
1. Pada kriteria social, Site Ceper menempati urutan teratas dengan score 0,333 2. Pada kriteria customer, Site Delanggu dan Ceper menempati urutan teratas
dengan score 0,333
3. Pada kriteria time, Site Cokrotulung dan Delanggu menempati urutan teratas dengan score 0,167
4. Pada kriteria power, Site Jatinom dan Karangdowo menempati urutan teratas dengan score 0,167
5. Dari analisis perbandingan seluruh kriteria terhadap alternatif, Site Ceper menempati urutan teratas dengan score 0,239.
Hasil Analisis pada Kabupaten Karanganyar :
Pembahasan hasil pada Kabupaten Karanganyar adalah berikut:
1. Pada kriteria social, Site Ngargoyoso menempati urutan teratas dengan score
0,333
2. Pada kriteria time, Site Colomadu, Karanganyar, Tasikmadu, dan
Tawangmangu bersama-sama menempati urutan teratas dengan score 0,167
3. Pada kriteria customer, Site Colomadu menempati urutan teratas dengan
score 0.333
4. Pada kriteria power, Site Colomadu dan Karanganyar menempati urutan
teratas dengan score 0.167
5. Dari analisis perbandingan seluruh kriteria terhadap alternatif, Site Colomadu
Hasil Analisis pada Kabupaten Sragen :
Pembahasan hasil analisis pada Kabupaten Sragen adalah sebagai berikut :
1. Pada kriteria social, Site Kalangan menempati urutan teratas dengan score 0,120
2. Pada kriteria customer, Site Jenar menempati urutan teratas dengan score 0,139
3. Pada kriteria time, Site Tegalrejo menempati urutan teratas dengan score 0.066
5. Dari analisis perbandingan seluruh kriteria terhadap alternatif, Site Tegalrejo menempati urutan teratas dengan score 0,243. Site ini unggul dalam aspek time dan power.
Hasil Analisis pada Kabupaten Brebes :
Pembahasan hasil analisis pada Kabupaten Brebes adalah sebagai berikut :
2. Pada kriteria customer, Site Bumiayu menempati urutan teratas dengan score 0,110
3. Pada kriteria time, Site Bumiayu menempati urutan teratas dengan score 0.055
4. Pada kriteria power, Site Bumiayu dan Pruwatan menempati urutan teratas dengan score 0.048
5. Dari analisis perbandingan seluruh kriteria terhadap alternatif, Site Bumiayu menempati urutan teratas dengan score 0,248. Site ini unggul dalam aspek time, customer dan power.
Hasil Analisis pada Kabupaten Kebumen :
Pembahasan hasil analisis pada Kabupaten Kebumen adalah sebagai berikut :
1. Pada kriteria social, Site Banjarsari menempati urutan teratas dengan score 0.115
2. Pada kriteria customer, Site Banjarsari menempati urutan teratas dengan score 0.137
3. Pada kriteria time, Site Banjarsari menempati urutan teratas dengan score 0.048
4. Pada kriteria power, Site Gombong, Sempor dan Kutowinangun menempati urutan teratas dengan score 0.041.
5. Dari analisis perbandingan seluruh kriteria terhadap alternatif, Site Banjarsari menempati urutan teratas dengan score 0.318. Site ini unggul dalam aspek social, time, dan customer.
6. Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan yang didapatkan pada studi ini adalah sebagai berikut :
A. Analisis Faktor
1. Faktor yang berpengaruh terhadap seleksi site BTS meliputi :
a. Faktor 1, dengan variabel yang memiliki korelasi yang kuat dengan
faktor 1 , yaitu variabel time dan social.
b. Faktor 2, dengan variabel yang memiliki korelasi yang kuat dengan
faktor 2 , yaitu variabel power dan customer.
2. Berdasarkan nilai eigen value kedua faktor, besarnya persentase kumulatif
kedua faktor adalah sebesar 80,61 persen, maka dapat disimpulkan bahwa
kedua faktor sudah cukup mewakili keragaman variabel – variabel asal.
3. Dari tabel Component Transformation Matrix ditunjukkan bahwa faktor – faktor yang terbentuk sudah tidak memiliki korelasi lagi satu sama lain atau
orthogonal. Bila dilihat dari tabel Component Transformation Matrix, nilai – nilai korelasi yang terdapat pada diagonal utama berada di atas 0,5 yaitu
-0,793; -0,793; 0,610 dan 0.610. Hal ini menunjukkan bahwa kedua faktor yang
terbentuk sudah tepat karena memiliki korelasi yang tinggi pada diagonal –
B. Analisis Prioritas lokasi dengan AHP
1. Analisis pairwise comparison kriteria dari data kuisioner, didapatkan hasil sebagai berikut :
a. Kriteria social dan customer merupakan kriteria yang paling penting
bagi responden dalam pembangunan tower BTS. Hal ini dibuktikan
dengan hasil pairwise comparison di mana social dan customer masing-masing memiliki nilai 0,333.
b. Kriteria time dan power masing-masing memiliki nilai 0,167 yang
menunjukkan bahwa responden berpendapat bahwa kedua kriteria
lebih tidak penting dibanding social dan customer.
2. Pada wilayah DIY, Site Prambanan menempati urutan teratas dengan score
0,255. Meskipun hanya unggul dalam aspek customer, serta peringkat 4 pada
aspek lain, Site Prambanan adalah site prioritas untuk dibangun. Di sisi lain,
Site Kalasan meski tertinggi dalam aspek social, tetapi rendah pada aspek
customer.
3. Pada Kabupaten Klaten, Site Ceper menempati urutan teratas dengan score
0,239. Site ini unggul dalam aspek social.
4. Pada Kabupaten Karanganyar, Site Colomadu menempati urutan teratas
dengan score 0,233. Site ini unggul dalam aspek time, customer, dan power.
5. Pada Kabupaten Sragen, Site Tegalrejo menempati urutan teratas dengan
score 0,243. Site ini unggul dalam aspek time dan power.
6. Pada Kabupaten Brebes, Site Bumiayu menempati urutan teratas dengan score
0,248. Site ini unggul dalam aspek time, customer dan power.
7. Pada Kabupaten Kebumen, Site Banjarsari menempati urutan teratas dengan
score 0.318. Site ini unggul dalam aspek social, time, dan customer.
8. Dari analisis di atas, meskipun aspek customer dan social memiliki tingkat
kepentingan tertinggi, tetapi bukan berarti site dengan peringkat customer dan
Saran yang kami rekomendasi untuk studi selanjutnya adalah sebagai berikut :
1. Dilakukan analisis multi kriteria dengan metode ANP (Analytic Network
Program) dengan memodelkan variabel yang saling berpengaruh antara satu
sama lain.
2. Dilakukan perbandingan antara hasil analisis dengan metode AHP dan ANP
sehingga didapat kesimpulan metode mana yang tepat dalam pengambilan
DAFTAR PUSTAKA
Adam A & D, K., III, S., (2008). Design and Supporting Computer Networks, CCNA Discovery Learning Guide. Indianapolis: Cisco Press.
Arunraj, N., & Maiti, J. (2010). Risk-Based Maintenence Policy Selection Using AHP and Goal Programing. Science Direct, Safety Science 48 , 238–247.
Akinci, H., Ozalp, A. Y., & Turgut, B. (2013). Agricculture Land Use Suitability Analysis Using GIS and AHP tehnique. Science Direct, Procedia - Social and Behavioral Sciences 99, 391 – 402 .
Dynastya, & Sulistyarso, H. (2013). Model Lokasi Menara BTS Ditinjau dari Faktor-faktor Penentu Lokasi Menara BTS di Surabaya. Jurnal Teknik POMITS, Vol. 2, No. 1.
Fachrie, M., Widowati, S., & Hanuranto, A. T. (2012). Implementasi Fuzzy
Evolutionnary Algorithm untuk Penentuan Base Station Transceiver Station (BTS).
Seminar NasionalAplikasi Teknologi Informasi 2012 (SNATI 2012), (pp. 15-16 Juni ). Yogyakarta.
Gadi, H. D., Murthy, R. V., Shankar M., R., & V, N. (March 2014). Antennae Location Methodology for a Telecom Operator in India. Indian Institute of Management
Bengalore , 454
Gacovski, Z., & Cvetanoski, I. (2006). Fuzzy Decision-Making for Selection of Mobile Base Station Location. 28th Int. Conf. Information Technology ITI 2006, (pp. 19-22 Juni 2006). Cavtat, Croatia.
Ge, Y., Xu, Q., & Li, H. (2008). The Design and Application of a Generic AHP Evaluation System. IEEE , 978-1-4244-2108-4.
Johnson, Richard A & Dean. (2007). Aplied Multavariate statistical Analysis. Upper Saddle River: Pearson Prentice Hall.
Kusumadewi, S. 2004. Penentuan Lokasi Pemancar Televisi Menggunakan Fuzzy Multi Criteria Decision Making. Media Informatika. Vol. 2, No. 2 : 57-64. ISSN: 0854-4743
Nugraha, L. A., & Sudarsono, B. (2007). Survei Topografi untuk Menentukan Garis Tampak Pandang Base Transceiver Staion (BTS). TEKNIK – Vol. 28 No. 1 Tahun 2007, ISSN 08521697,–Vol.28 No. 1 Tahun2007, ISSN0852-1697,No. 1 .
Puspitorini, O., Siwandari, N. A., & Arifin. (2011). Analisis Pathloss Exponent pada daerah Urban dan Sub Urban untuk Mendukung Pembangunan Infrastruktur
Telekomunikasi dan Informasi di Surabaya. SNaP P 2011 Sains, Teknologi dan
Kesehatan (pp. Vol 2, No. 1). LPPM UNISBA ISSN: 2089-3582.
Saaty, T. L. (2008). Decision Making with The Analytic Hierarchy Process. Int. J. Services Sciences, Vol 1, No. 1.
Saaty, T. L. (1990). How To Make a Decision : The Analythic Hierarchy Process.
European Journal Of Operational Research, 48, 9-26.