• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Model Pelatihan Guru PPKn Berwawasan Pluralisme

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORI - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Model Pelatihan Guru PPKn Berwawasan Pluralisme"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.1 Manajemen Pelatihan

Manajemen merupakan the art of getting things done through the effort of other people”(Lawrence dalam Manulang, 2006: 2). Siagian (2007: 1) juga mengungkap-kan bahwa manajemen merupakan seni mengelola berbagai kegiatan oleh sekelompok orang dalam suatu organisasi dengan menggunakan kemampuan manajerial dan keterampilan teknis pada kegiatannya untuk mencapai tujuan. Manajemen merupakan seni untuk mengkolaborasi pengetahuan, pengalaman dan kreativitas dalam wadah manajemen. Manajemen dapat juga berarti suatu proses, karena berkaitan dengan proses bimbingan dan pengarahan kepada sekelompok orang ke arah tujuan organisasional atau tujuan yang nyata ( Terry dan Rue, 2009: 1).

(2)

tercapai efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan yang diinginkan. Tingkat pencapaian tujuan terkait dengan efektifitas, sedangkan sedangkan efisien menunjukkan tingkat optimalisasi penggunaan sumber daya yang tersedia untuk mencapai tujuan tersebut (Sugiyono, 2002: 8).

Pengelolaan pelatihan merupakan suatu kegiatan pihak penyelenggara pelatihan untuk mencapai tujuan organisasi atau lembaga penyelenggara pelatihan. Secara khusus dalam konteks pendidikan, manajemen pendidikan adalah keseluruhan kerjasama dengan memanfatkan semua personal dan materil yang tersedia dan sesuai yang diinginkan untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien (Arikunto, 2008: 4).

Pelatihan merupakan komponen utama untuk meningkatkan kompetensi sumber daya manusia dan kinerja organisasi (Mondy, 2008: 210). Sumber daya manusia yang profesional yang bersaing global yang diharapkan oleh organisasi atau lembaga pendidikan dapat terwujud melalui suatu pelatihan. Program pengembangan SDM merupakan titik awal penting bagi organisasi untuk meningkatkan dan mengembangkan keterampilan, pengetahuan dan kemampuian individu sesuai dengan kebutuhan masa mendatang (Sutrisno, 2009: 64).

(3)

selanjutnya berdampak pada kemampuan guru melaksanakan, merealisasikan pembelajaran yang direncanakan.

Lembaga pendidikan perlu menempatkan pelatihan sebagai upaya meningkatkan kinerja dan kompetensi guru agar dapat berkompetisi di dalam pasar global. Pelatihan yang efektif secara signifikan berpengaruh terhadap peningkatan proses kerja yang yang luar biasa pesatnya. Tall dan Hall (Sutrisno, 2009: 72) menyimpulkan bahwa dengan kombinasi teknik pelatihan yang benar, persiapan (perencanaan) yang matang, komitmen terhadap esensi pelatihan, maka lembaga dapat mencapai manfaat kompetisi yang sangat besar di dalam era globalisasi. Guru merupakan asset penting sekolah, karena dengan segala potensi yang dimilikinya, guru dapat terus dilatih dan dikembangkan, sehingga dapat lebih berdaya guna, prestasinya menjadi semakin optimal untuk mencapai tujuan pendidikan. Perbedaan antara harapan sekolah dengan kondisi riil kemampuan guru perlu diatasi melalui pelatihan.

Sikula dalam (Sutrisno, 2009: 72) menyatakan bahwa pelatihan merupakan bagian dari proses pendidikan jangka pendek yang memanfaatkan prosedur yang sistematis dan teroganisir. Setiap sekolah, perlu mengadakan program pelatihan bagi guru untuk kemajuan sekolah.

(4)

Tabel 2.1.

Tujuan Umum dan Tujuan Khusus Pelatihan bagi Guru Tujuan Umum Tujuan Khusus

Meningkatkan produktivitas guru di sekolah

1. Meningkatkan kualitas guru dan produktivitas kerja guru

2. Meningkatkan mutu perencanaan pembelajaran

3. Meningkatkan motivasi

4. Memberikan pengetahuan dan keterampilan bagi guru-guru 5. Pengembangan diri

(Sutrisno, 2009: 58)

Ada tiga ranah dari tujuan umum pelatihan yaitu pengetahuan, keterampilan dan sikap. Dari aspek pengetahuan diharapkan pekerjaan dapat diselesaikan secara rasional. Dari aspek aspek keterampilan diharapkan pekerjaan lebih cepat dan efektif. Pengembangan aspek sikap diharapkan akan menimbulkan kerjasama dengan sesama karyawan dan pimpinan (Sutrisno, 2009: 62).

Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan dalam penyusunan program pelatihan agar sesuai dengan tujuan yang dikehendaki. Sutrisno (2009: 65) memberikan rambu-rambu yaitu: pengumpulan data, membuat materi, menentukan metode pelatihan, memilih pelatih, menyiapkan fasilitas, memilih peserta, melaksanakan pelatihan dan melakukan evaluasi.

(5)

(Nawawi, 1997: 217). Pendapat tersebut terkait dengan pendapat Sutrisno (2009: 74-75) yang mengulas tentang manfaat dari pelatihan yaitu meningkatkan produktivitas, mutu, moral, menunjang pertumbuhan intelektual dan keterampilan peserta pelatihan.

Pelatihan bagi guru PPKn tentang pembelajaran berwawasan pluralisme memiliki tujuan umum untuk meningkatkan kompetensi guru agar dapat melaksanakan pembelajaran PPKn berwawasan pluralisme. Secara khusus dapat dijabarkan menjadi tujuan khusus seperti tercantum pada tabel 2.2.

Tabel 2.2

Tujuan Umum dan Tujuan Khusus Pelatihan bagi Guru PPKn berwawasan pluralisme

1. Meningkatkan mutu perencanaan pembelajaran PKn berwawasan pluralisme

2. Memberikan pengetahuan dan keterampilan bagi guru-guru dalam menyusun perencanaan, pe-laksanaan, evaluasi pembelajaran berwawasan pluralisme

3. Meningkatkan kemampuan guru dalam pembelajaran PKn ber-wawasan pluralisme

2.2 Model-Model Pelatihan

(6)

2.2.1 Model Pelatihan 10 Langkah

Model pelatihan 10 langkah menurut Sudjana (2002: 14) lebih dikenal sebagai model partisipatif. langkah-langkah yang dilakukan antara lain: (1) menentukan peserta (pendaftaran dan seleksi peserta); (2) mengidentifikasi kebutuhan dan menganalisis hambatan yang mungkin terjadi; (3) membuat rumusan tujuan pelatihan; (4) menyusun alat evaluasi untuk mengetahui pengetahuan, sikap dan keterampilan dasar/awal peserta pelatihan sebelum dan sesudah pelatihan; (5) menyusun program pelatihan seperti materi pelatihan, metode pelatihan; (6) Latihan untuk instruktur untuk memberikan pemahaman tentang program pelatihan; (7) melaksanakan evaluasi awal; (8) melaksanakan pelatihan: (9) melakukan evaluasi terhadap peserta pelatihan dan (10) menganalisis penyelenggaraan pelatihan untuk dijadikan masukan dalam kegiatan berikutnya.

2.2.2 Model Pelatihan 7 Langkah

Model pelatihan 7 langkah yang dikemukakan Parker (1976) dalam Kamil (2003: 12) dikenal dengan

The Seven-step Model dengan langkah-langkah: 1) mengidentifikasi dan menganalisis kebutuhan; 2) merumuskan dan mengembangkan tujuan pelatihan;

3) merancang kurikulum pelatihan; 4) mengembangkan metode latihan; 5) menentukan pendekatan evaluasi; 6) melaksanakan program latihan dan 7) melakukan pengukuran hasil pelatihan.

2.2.3 Model Training Need Analysis (TNA)

(7)

identifikasi kebutuhan organsiasi dengan analisis force field analysis, 2) menganalsisi performansi pekerjaan dengan teknik analisis task analysis dan 3) identifikasi kebutuhan pelatihan dengan teknik survey, interview dan observasi (Daryanto, 2014: 34).

Terkait dengan pelatihan bagi guru PPKn tentang pembelajaran berwawasan pluralisme, maka ada beberapa materi yang terkait yaitu strategi pembelajaran yang bersentuhan langsung dengan kinerja guru sebagai pendidik dan tentang pluralisme sebagai materi yang akan diintegrasikan dalam pembelajaran PPKn.

2.3 Strategi Pembelajaran

(8)

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UUSPN/20/2003).

Berdasarkan uraian terlihat bahwa pendidikan merupakan usaha sadar untuk membimbing, mengarahkan agar manusia menjadi lebih dewasa. Pendidikan mengandung pengertian yang sangat luas, menyangkut seluruh aspek kepribadian manusia yaitu menyangkut hati nurani, nilai-nilai, perasaan, pengetahuan dan keterampilan. Secara formal, dalam mendidik perlu strategi pembelajaran yang tepat. strategi pembelajaran merupakan suatu bentuk kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan siswa untuk mencapai efisiensensi dan efektivitas tujuan pembelajaran (Sanjaya, 2008: 126). Strategi yang dimaksud terkait dengan perencanaan, metode untuk mencapai tujuan( J.R. David dalam Sanjaya, 2008: 126). Dengan demikian strategi pembelajaran dapat merupakan perencanaan berupa serangkaian kegiatan dirancang untuk mencapai tujuan pembelajaran.

(9)

terlksananya pembelajaran yang efektif dan efisien (PP No 19 tahun 2005).

Strategi pembelajaran yang akan digunakan guru perlu dipertimbangkan guru yang diilustrasikan dalam kegiatan pembelajaran yang tertuang di rencana pelaksanaan pembelajaran dan diaplikasikan dalam proses pembelajaran. Disarankan dalam PP No 19 tahun 2005, pelaksanakan kegiatan pembelajaran hendaknya dilakukan scara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat dan minat perkembangan fisik serta psikologis peserta didik (PP No 19 tahun 2005). Uraian tersebut menggambarkan bahwa strategi pembelajaran merupakan hal penting dan perlu dikuasai oleh pendidik dalam melaksanakan pembelajaran.

Pemilihan strategi pembelajaran hendaknya berdasarkan prinsip efisiensi dan efektivitas untuk pencapaian tujuan pembelajaran dan tingkat keterlibatan Siswa (Gerlach dan Ely dalam Uno, 2007: 8). Keterlibatan siswa menjadi kunci dalam strategi pembelajaran, karena pembelajaran tidak lain merupakan suatu kegiatan yang dilakukan guru agar peserta didik mengembangkan potensinya secara aktif. Pemilihan strategi pembelajaran yang tepat diarahkan agar siswa dapat melaksanakan kegiatan pembelajaran secara optimal.

(10)

Mengingat struktur kognitif siswa, maka urutan kegiatan pengajar dalam menyampaikan materi pembelajaran perlu diperhatikan dari hal yang mudah ke yang sulit, yang sederhana ke yang lebih kompleks. Urutan menjadi bagian penting karena antar materi kadang kala memiliki urutan sebagai prasyarat. Metode pembelajaran merupakan pengorganisasian materi pembelajaran sedangkan media pembelajaran merupakan peralatan dan bahan pembelajaran yang digunakan. Waktu pembelajaran merupakan waktu yang digunakan pengajar dan peserta belajar dalam menyelesaikan proses pembelajaran.

2.3.1 Strategi Pembelajaran PPKn

(11)

Mengamalkan sikap toleransi antar umat beragama dan kepercayaan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Mengamalkan perilaku toleransi dan harmoni keberagaman dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara Indonesia.

(Silabus PPKn, 2013) Penekanan dalam kompetensi dasar berkaitan dengan salah satu pembentukan karater peserta didik adalah perilaku dan sikap bukan sekedar pengetahuan semata. Pendidikan karakter (character base education) menurut Sumantri (2014: 2) perlu diterapkan ke dalam setiap pelajaran yang ada di samping mata pelajaran khusus untuk mendidik karakter, seperti: pelajaran Agama, Sejarah, Moral Pancasila dan Budaya Bangsa. Nilai-Nilai yang diajarkan dalam Pendidikan Karakter menurut Lickona (1992) dalam Sumantri (2014: 3) menekankan pentingnya komponen karakter (components of good character) yaitu moral knowing dan moral action. Pengetahuan tentang moral menyentuh

moral feeling agar membentuk moral action sehingga mampu memahami, merasakan dan mengerjakan nilai-nilai kebajikan.

(12)

itu diperlukan pembelajaran di luar kelas sehingga peserta didik secara langsung mengetahui fenomena nyata, memaknai dan akhirnya membuahkan kesadaran untuk bertindak sesuai dengan harapan pembentukan karakter.

Gambar 2.1.

Kerucut Pengalaman Dale

Dale‟s Cone of Experience (Kerucut Pengalaman Dale) dalam (Arsyad, 2006:11), pengalaman langsung memberikan kesan paling kompleks, utuh dan bermakna mengenai informasi dan gagasan yang terkandung dalam pengalaman belajar, karena pengalaman langsung melibatkan semua unsur indera yang ada.

(13)

berbangsa, dan bernegara Indonesia (KD 2.5) lebih cocok ketika peserta didik diajak berpartisipasi aktif dalam pengalaman langsung.

Kunjungan ke tempat-tempat ibadah yang ada di Indonesia sehingga terjadi interaksi langsung dengan para pemuka agama, atau penganut agama lain yang berbeda dengan dirinya, saling mengenal isi ajarannya diharapkan akan tumbuh jiwa pluralisme untuk menjaga toleransi yang akan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Strategi pembelajaran ini apabila diterapkan sangat erat kaitannya dengan teori konstruktivisme sosiokultural. Tim Penulis PLPG (2011: 6) menyatakan bahwa pembelajaran yang mengacu pada konstruktivisme sosiokultural menganggap bahwa: 1) pengetahaun tidak ditransfer tetapi dibangun oleh siswa di dalam pikirannya; 2) belajar menjadi lebih efektif apabila siswa berinteraksi dengan orang lain; 3) belajar lebih efektif apabila pengetahuan baru dikaitkan dengan pengetahuan sebelumnya yang sudah dimiliki sebelumnya.

2.3.2 Pembelajaran Berwawasan Pluralisme

(14)

masyarakat, bangsa dan negara ( UU RI No 20 Tahun 2003).

Mengacu pada Undang-undang tersebut memberikan konsekuensi bahwa pembelajaran yang dilakukan guru hendaknya dilakukan agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi yang ada. Aktif berarti dalam pembelajaran bersifat dua arah, tidak hanya melibatkan guru dengan peserta didik, namun melibatkan banyak komponen sehingga potensi yang ada menjadi berkembang dari aspek kognitif, afektif dan psikomotornya. Dimyati dan Mudjiono (dalam Sagala, 2009:62), menyatakan bahwa pembelajaran merupakan kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar. Hamalik (2008: 57) menyatakan bahwa pembelajaran merupakan kombinasi berbagai unsur-unsur yaitu manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran.

(15)

Kompetensi yang perlu dimiliki peserta didik untuk belajar mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan berdasarkan kurikulum 2013 tersirat dalam kompetensi dasar yang tertuang dalam Silabus. Beberapa tuntutan kompetensi dasar di kelas X berdasarkan kurikulum 2013 pada mata pelajaran PKn adalah sebagai berikut.

1.1 Menghayati nilai-nilai ajaran agama dan kepercayaan dalam kehidupan bermasyarakat 1.2 Menghayati isi dan makna pasal 28E dan 29 ayat

(2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

2.1 Menghayati nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara

2.2 Mengamalkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

2.3 Menghayati nilai-nilai yang terkandung dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam berbagai aspek kehidupan ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan, serta hukum.

2.4 Mengamalkan sikap toleransi antar umat beragama dan kepercayaan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

2.5 Mengamalkan perilaku toleransi dan harmoni keberagaman dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara Indonesia.

2.6 Mengamalkan nilai dan budaya demokrasi dengan mengutamakan prinsip musyawarah mufakat dalam kehidupan sehari-hari dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

(16)

tersebut tidak hanya sebatas kognitif, namun tertanam dalam sikap dan perilaku peserta didik. Hal inilah yang ditekankan pada kurikulum 2013. Terkait dengan perilaku yang ditanamkan pada peserta didik pada point 2.4 dan 2.5 berkaitan dengan perilaku toleransi yang tidak hanya di ucapkan namun benar-benar direalisasikan dalam kehidupan. Bagaimana pelaksanaan pembelajarannnya agar perilaku toleransi tersebut menjadi perilaku yang dilaksanakan dalam kehidupan sehari-harinya? Tentu saja pembelajaran tersebut tidak hanya dilakukan di dalam kelas, perlu adanya realisasi pembelajaran pluralisme yang terintegrasi dalam pembelajaran PKn.

Makna pluralisme merupakan suatu kesadaran terhadap kenyataan adanya keragaman agama yang dianut oleh manusia dan sehingga tidak perlu adanya sikap menyalahkan orang lain yang memiliki keyakinan agama yang berbeda. Pluralisme dipahami sebagai pertalian sejati dalam kebhinnekaan yang berikatan

keadaban (Ma‟arif, 2005: 11). Paham pluralisme sangat

menghendaki dialog antar agama sehingga akan memahami dengan cara baru yang mendalam mengenai Tuhannya.

1. Paham Pluralisme dari Berbagai Agama

Pandangan pluralisme dalam Agama Islam tertuang dalam Al-Qur‟an (QS 10:99)

(17)

Dari ayat tersebut tergambar dengan jelas bahwa persoalan kemerdekaan beragama dan keyakinan menjadi “tanggungjawab” Allah SWT, dimana kita semua dituntut toleran terhadap orang yang tidak satu dengan keyakinan kita. Bahkan nabi sendiri dilarang untuk memaksa orang kafir untuk masuk Islam. Maka dengan begitu, tidaklah dibenarkan menunjukkan sikap kekerasan, paksaan, menteror dan menakut-nakuti orang lain dalam beragama. Firman Allah SWT (Al Hujurat 49: 13):

“Wahai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui Lagi Maha Mengenal”.

Allah SWT secara tegas telah menyatakan bahwa ada kemajemukan di muka bumi ini. Perbedaan laki-laki dan perempuan, perbedaan suku bangsa; adalah realitas pluralitas yang harus dipandang secara positif dan optimis. Perbedaan itu, harus diterima sebagai kenyataan dan berbuat sebaik mungkin atas dasar kenyataan itu. Bahkan manusia disuruh untuk menjadikan pluralitas tersebut, sebagai instrumen untuk menggapai kemuliaan di sisi Allah SWT, dengan jalan mengadakan interaksi sosial antara individu, baik dalam konteks pribadi atau bangsa.

(18)

menghendaki sebuah keterbukaan akan pluralisme budaya dan agama. Pendidikan agama haruslah menjadi medan dialog partisipatif antar lintas agama. Kemajemukan mengantarkan untuk merefleskikan bertapa pendidikan agama yang doktriner tidak menjawab keprihatinan dan fakta sosial dewasa ini. Konsili Vatikan II mengajarkan cara pandang Gereja terhadap agama dan kepercayaan lain, dalam usaha mendukung sifat inklusif yaitu: Gaudium Et Spes, Apostolicam Actuisitatem, Nostra Aetate, idan Dignitatis Humanae.

Gaudium Et Spes, Konstitusi Pastoral tentang tugas Gereja dalam dewasa ini, menyatakan:

“Kegembiraan dan harapan, duka dan

kecemasan orang-orang zaman sekarang, terutama kaum miskin dan siapa saja yang menderita, merupakan kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan pada murid Kristus juga. Tiada sesuatupun yang sungguh manusia, yang tak bergema di hati mereka. Sebab persekutuan mereka terdiri dari orang-orang, yang dipersatukan dalam Kristus, dibimbing oleh Roh Kudus dalam perziarahan mereka menuju Kerajaan Bapa dan telah menerima warta keselamatan untuk disampaikan kepada semua orang. Maka persekutuan mereka itu sunguh berhubungan dengan umat manusia

serta sejarahnya” (Konsili Vatikan II, Art 1).

Apostolicam Actuisitatem, dekrit tentang Kerasulan Awam, menyatakan bahwa:

“Niat-niat manusiawi bersama pun tidak jarang

(19)

kerjasama yang dinamis dan bijaksana yang besar maknanya dalam kegiatan-kegiatan duniawi, kaum awam memberi kesaksian akan Kristus Penyelamat Dunia dan akan kesatiaan Keluarga Manusia (Art 27)

Nostra Aetate, pernyataan tentang hubungan dengan agama-agama bukan Kristiani, menyatakan bahwa:

“Gereja Katolik tidak menolak apa pun yang benar dan suci dalam agama-agama bukan Kristen. Gereja Katolik memandang dengan penghargaan yang jujur, cara tindak dan cara hidup, peraturan dan ajaran yang kendati dalam banyak hal berbeda dengan apa yang dipahami dan dianjurkan, toh tidak jarang memantulkan cahaya kebenaran, yang menerangi umat manusia” (art 2).

Dignitatis Humanae, pernyataan tentang Kebebasan Beragama, menyatakan bahwa:

(20)

harus diakui dalam tata hukum masyarakat sedemikian rupa sehingga menjadi hal sipil (art 2).

Pluralisme dalam agama Hindu, dikenal ajaran atau prinsip vasudhaiva kutumbakam. Prinsip ini berasal dari kata vasudha, eva dan kutumbakam. Vasudha berarti dunia, eva merupakan kata penekan yang bermakna benar adanya dan kutumbakam berarti keluarga. Dengan demikian ajaran ini bermakna bahwa seluruh dunia ini hanyalah satu keluarga besar. Ini adalah suatu ajaran yang mencoba untuk memberi pemahaman bahwa seluruh umat manusia pada hakekatnya adalah satu keluarga besar. Ini adalah filsafat sosial yang berakar dari pemahaman spiritual bahwa seluruh umat manusia tercipta dari satu sumber kehidupan yang sama yaitu Brahman atau Hyang Widhi Wasa atau Tuhan Yang Maha Esa (Sumertha. 2013).

Makna sesungguhnya dari prinsip vasudhaiva kutumbakam, bahwa semua berasal dari sumber yang sama dan dengan demikian dunia ini merupakan organisasi kesadaran kosmis Hyang Widhi Wasa. Prinsip Vasudhaiva kutumbakam berasal dari kitab Mahopanishad -VI – 70:

Ayam bandhurayam neti ganana laghuchetasam Udarachairitam tu vasudhaiva kutumbakam

(Sumertha. 2013)

(21)

yang lain adalah orang asing. Bagi mereka yang berjiwa besar, seluruh dunia tidak lain adalah satu keluarga.

Ayat ini bukan saja mengenai kedamaian dan harmoni antara masyarakat tetapi juga mengajak semua untuk hidup bersama seperti keluarga. Dengan alasan ini Hindu mengajarkan bahwa kekuatan apapun dimuka bumi ini baik besar maupun kecil tidak bisa semena-mena, dan mengabaikan yang lainnya (Sumertha. 2013).

Menurut pandangan agama Buddha, menyatakan bahwa Buddha mengajarkan dharma (dhamma cakka pavattava sutta) yang pertama kali untuk membebaskan manusia dari penderitaan. Buddha mengajarkan ajarannya dengan pendekatan adanya penderitaan (dukkha), sebab penderitaan, lenyapnya penderitaan dan jalan menuju lenyapnya penderitaan. Sesungguhnya Buddha bercita-cita mewujudkan suatu masyarakat Buddhis di tengah-tengah berbagai sistem agama yang ada pada waktu itu. Beliau amat memperhatikan masalah-masalah kemanusiaan di dunia ini. Beliau ingin memperbaiki beberapa kondisi hidup manusia, di dalam masyarakat atau secara individual, dengan tujuan untuk mendukung kesejahteraan dan kebahagiaan duniawi. Namun sekaligus menekankan pentingnya perkembangan spiritual manusia.

Buddha menekankan pada aturan disiplin, yang menyangkut segi duniawi dan spiritual, untuk dapat dipraktekkan. Keadaan demikian sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Buddha dalam kitab Digha

(22)

kebahagiaan orang banyak, demi kasih sayang terhadap dunia, demi kebaikan dan kebahagiaan para dewa dan manusia. Kehidupan umat Buddha ditengah-tengah masyarakat, erat sekali berhubungan dengan segala macam gerakan sosial. Buddha mengajarkan kepada umat manusia untuk tidak melarikan diri dari kenyataan-kenyataan hidup yang wajar, melainkan mendorong untuk menghadapi dan memecahkannya dengan usaha sendiri. Seorang Buddhis yang baik tidak akan berpaling dari setiap masalah kemasyarakatan, juga tidak menolak untuk bekerja demi kebaikan umum.

Kesadaran umat beragama akan pluralitas keberagamaan merupakan kebutuhan bagi upaya untuk membangun sosial kemasyarakatan antar agama. Seperti kajian tersebut di atas agama Buddha menekankan dan menjunjung tinggi upaya kehidupan sosial kemasyarakatan antar agama yang harmonis. Keharmonisan ini telah dibuktikan sendiri oleh Buddha atas permintaan calon siswaNya yang bernama Upali yang ingin menjadi pengikut Buddha. Meskipun Upali menjadi pengikut Buddha tetapi tetap harus menghargai dan menghormati serta membantu mantan gurunya. Demikian besar toleransi Buddha terhadap agama lainnya (Nyanakaruno, 2013: 3).

2. Pembalajaran Pluralisme di Sekolah

(23)

apalagi dari berbagai kasus di Indonesia yang mengarah pada disintgrasi bangsa karena masalah suku agama ras dan adat. Sekolah Menengah Atas sebagai pendidikan formal menjadi wadah yang tepat untuk mengembangkan pendidikan pluralisme.

Pada masa-masa proses industrialisasi dan modernisasi, pendidikan perlu mengajarkan nilai-nilai serta kebiasaan-kebiasaan baru, seperti orientasi ekonomi, orientasi kemandirian, mekanisme kompetisi sehat, sikap kerja keras, kesadaran akan kehidupan keluarga kecil, di mana nilai-nilai tersebut semuanya sangat diperlukan bagi pembangunan ekonomi sosial suatu bangsa. Menurut Wagner Sudira (2010: 6) dalam kebutuhan kemampuan siswa di abad 21 adalah: 1) Menggunakan 21st century skills (seperti kemampuan berfikir kritis dan pemecahan masalah) untuk memahami isu-isu global. 2) Belajar dari dan bekerja secara kolaboratif dengan individu berbeda budaya, agama, dan lifestyles dalam spirit kebutuhan bersama dan dialog terbuka dalam konteks bekerja dan berkomunikasi. 3) Memahami budaya negara-negara, termasuk penggunaan bahasa inggris. Untuk bisa

survive, diperlukan kemampuan yang fleksibel dan dapat beradaptasi sebagai lifelong learner. 4) Memahami kompetensi kunci yaitu kemampuan melakukan penangan secara ambigu, kemampuan mempelajari bagian-bagian inti dan mendasar, kecerdasan strategis.

(24)

bersama dan dialog terbuka dalam konteks bekerja dan berkomunikasi, memberikan implikasi bahwa kemampuan bekerjasama merupakan kompetensi yang perlu dikuasai peserta didik. Dengan demikian, sekolah sebagai agen perubahan menjadi tempat yang penting untuk mendidik peserta didik agar berkembang kemampuan bekerjasama dengan individu yang beragam. Dengan kata lain, pendidikan pluralisme perlu diajarkan, dipraktikkan pada peserta didik.

Merujuk dari apa yang sudah dilakukan oleh Keuskupan Agung Semarang yang menerapkan pembelajaran religiositas pada sekolah-sekolah Katolik di wilayahnya telah dirasakan sebagai pendidikan yang mengajak peserta didik untuk melakukan dialog antar agama dan kepercayaan. Pendidikan religiusitas mengajarkan kepada para siswa dari pelbagai agama untuk mendapatkan kesempatan seluas-luasnya dan bebas untuk mengkomunikasikan pengalaman imannya masing-masing mengenai pelbagai peristiwa pengalaman hidup kemanusiaannya. Dalam pendidikan religiusitas para siswa tidak hanya diajarkan dengan pengetahuan saja tetapi juga membentuk paguyuban umat beriman sehingga diharapkan dapat terbangun relasi atau kerja sama dalam kehidupan sehari-hari. Relasi yang dimaksudkan adalah relasi antara manusia dengan dirinya sendiri, relasi manusia dengan sesamanya, relasi manusia dengan alam sekitarnya dan relasi manusia dengan Tuhan menurut agama dan kepercayaan masing-masing.

(25)

peserta didik untuk mengalami dan meresapi anugrah-anugrah Tuhan dalam dirinya, sesama dan alam ciptaan/ semesta. Dalam arti bahwa pendidikan religiositas mengantar peserta didik kepada inti terdalam dari hidup dan kehidupannya, yaitu cinta kasih kepada Tuhan dan diwujud nyatakan dalam kehidupan sehari-hari. Perbedaan-perbedaan bukan diperuncing, namun untuk saling melengkapi dan menyempurnakan satu sama lain. Diharapkan sikap batin ini membuahkan persaudaraan sejati dan dipergunakan demi kelangsungan hidup manusia dan kehidupan bersama, yaitu perasaan dan tingkah laku saling mencintai, percaya, menghargai, menghormati, merindukan, menolong, kerja sama. Kesemua sikap itu diharapkan diterapkan dengan sebaik-baiknya dan dilakukan dengan ketulusan hati supaya, diri dalam diri mengalir rahmat kehidupan yang menyejukan dan menyegarkan hati bagi setiap makhluk Tuhan.

(26)

seperti inilah yang diharapkan tumbuh dan berkembang dalam diri siswa.

Pendekatan yang digunakan dalam pendidikan religiositas adalah komunikasi iman yang bertitik tolak pada pengalaman hidup dan iman siswa, bukan indoktrinasi. Komunikasi iman tersebut meliputi pribadi siswa dengan siswa, siswa dengan guru, siswa dengan teks, siswa dengan suasana, dan siswa dengan Tuhan. Komunikasi ini hendaknya terjadai dalam proses terarah dan berkesinambungan untuk merefleksikan, mengintepretasikan dan mengaplikasi-kan ajaran iman dari agama dan kepercayaan dalam hidup nyata sehingga semakin menjadi orang beriman. Pendepatan refleksi digunakan sebagai pendekatan yang meliputi tiga unsur urama sebagai satu kesatuan di dalam proses pembelajaran meliputi pengalaman, refleksi dan aksi.

1. Pengalaman. Pengalaman yang melatarbelakangi baik secara faktual maupun aktual dari siswa. pengalaman yang akan direflesi ini digali dari siswa dengan menampilkan kisah kepada mereka yang bisa diambil dari koran, kisah nyata, pengalaman guru atau pengalaman sendiri bahkan dari cerita rakyat.

2. Refleksi, kegiatan untuk menemukan makna lebih, nilai, kesadaran, semangat serta sikap baru.

(27)

Melihat pandangan dari berbagai agama tentang perlunya pluralisme di masyarakat, maka sangat tepat apabila sekolah sebagai tempat untuk mendidik dan membudayakan semangat pluralisme sehingga tercipta keharmonisan dari keberagaman yang ada.

Uraian tersebut menggambarkan bahwa pembelajaran toleransi antara umat beragama (pluralisme) dapat diintegrasikan dalam pelajaran PPKn melalui strategi pembelajaran yang menekankan pada observasi, praktik, menjalin komunikasi dengan orang-orang yang memiliki cara pandang berbeda sesuai dengan agama yang dianutnya. Salah satu kegiatan tersebut adalah kunjungan ke tempat ibadah dan melakukan dialog interaktif sehingga peserta didik saling mengenal inti ajaran masing-masing yang diharapkan akan tumbuh kesadaran untuk menghargai satu sama lain. Strategi pembelajaran tersebut perlu perluas kepada kalangan pendidik lainnya dalam bentuk pelatihan yang tepat bagi guru PPKn tentang pembelajaran berwawasan pluralisme.

2.4 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan oleh Puspitasari (2012), tentang pengembangan model pembelajaran IPS berbasis multikultural yang dilakukan di SMK Bina Nusantara menunjukkan bahwa pembelajaran multikultural dapat meningkatkan minat dan motivasi belajar siswa dan berpengaruh positif terhadap peningkatan hasil belajar siswa.

(28)

1) perencanaan meliputi analisis kebutuham penetapan tujuan pelatihan, desain dan perangkat pelatihan; 2) pelaksanaan pelatihan meliputi pelatihan kompetensi multikulturalisme, analisis SK-KD berpotensi multikulturalisme, pengembangan silabus, penyusunan RPP, peer teaching dan penyusunan tindak lanjut; serta 3) evaluasi yang mencakup implementasi program tindak lanjut, moitoring dan evaluasi.

Penelitian lain oleh Jehangir (2012), dengan judul “The Influence of Multicultural Learning Communities on

The Intrapersonal Development of Firs-Generation College

Students” yang melakukan penelitian di Mid Western Research University memberikan kesimpulan bahwa pembelajaran dengan kurikulum multi budaya dalam pembelajaran dapat menciptakan kesepatan untuk meningkatkan kemampuan interpersonal.

Berdasarkan penelitian terdahulu tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan mem-pertimbangkan multikultural, melihat sisi-sisi berbagai budaya memiliki sisi-sisi positif yang perlu dikembangkan. Guru PKn yang lebih dekat dengan materi tentang toleransi perlu dilatih untuk melaksanakan pembelajaran berwawasan pluralisme.

2.5 Kerangka Pikir

(29)

salah satu indikasi terjadinya degradasi moral dan degradasi sikap dan perilaku toleransi yang diharapkan dimiliki oleh bangsa yang berbineka tunggal ika.

Guru adalah kunci keberhasilan proses pembelajaran, karena pembelajaran bukan semata-mata mentransfer pengetahuan kepada peserta didik, namun lebih dari itu adalah membangun nilai-nilai yang bermakna bagi peserta didik. PKn sebagai mata pelajaran wajib bagi SMA memiliki muatan spritual, sikap sosial, pengetahuan dan keterampilan yang hendaknya dikuasai dan diaplikasikan oleh peserta didik sebagai bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat Indonesia dengan Pancasila sebagai pedoman hidup bangsa.

Kondisi tersebut menjadi alasan yang cukup kuat, perlunya pelatihan bagi guru tentang pembelajaran pluralisme yang diintegrasikan dalam pembelajaran PKn. Melalui pelatihan yang tepat diharapkan akan berdampak positif secara langsung terhadap pelaksanakan pembelajaran pluralisme sehingga bermuara pada perilaku pluralisme di kalangan siswa sebagai generasi bangsa.

(30)

Gambar

Tabel 2.1. Tujuan Umum dan Tujuan Khusus Pelatihan bagi Guru
Gambar 2.1.

Referensi

Dokumen terkait

Setelah mempelajari bab ini, peserta didik mampu: 1. menjelaskan pertumbuhan dan perkembangan pada

Meningkatkan pemberdayaan kader ( health cadres empowerment ) terkait peran aktif dalam upaya revitalisasi posyandu melalui: 1) Penyuluhan kepada kelompok sasaran terutama

Tujuan: untuk mengetahui bagaimana kayu, baja, beton dan sebagainya, berubah bentuknya karena gaya-gaya yang dikerjakan pada material itu2. Dalam praktik teknik disebut: ILMU

Perubahan besar yang dialami oleh nabi dan pengikutnya dari kelompok tanap kekuasaan menjadi komunitas yang memiliki kekuatan social politik yang

Pelaksanaannya bisa dirumah (barak / pavilion), diperpustakaan, dilaboratorium, dan hasilnya dipertanggungjawabkan. Metode resitasi adalah cara penyampaian bahan pelajaran

Penelitian ini sangat berguna untuk memperoleh pemahaman dan untuk memperdalam kajian ilmu pengetahuan yang telah di dapat selama perkuliahan selain itu penulis

[r]

Keterbatasan dari penelitian ini adalah hasil penerapan katalog sebagai media promosi kerajinan bambu belum bisa dilihat, karena membutuhkan waktu yang cukup lama, serta komitmen