commit to user
i SKRIPSI
PEMBERIAN AUKSIN (NAA) DAN SITOKININ (BAP) SEBAGAI PEMACU PEMBENTUKAN TUNAS JERUK KEPROK
TAWANGMANGU SECARA IN VITRO
Oleh
Gunawan Arif Wibowo H0708168
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
commit to user
ii
PEMBERIAN AUKSIN (NAA) DAN SITOKININ (BAP) SEBAGAI PEMACU PEMBENTUKAN TUNAS JERUK KEPROK
TAWANGMANGU SECARA IN VITRO
SKRIPSI
Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian
di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
Oleh
Gunawan Arif Wibowo
H 0708168
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
commit to user
iii SKRIPSI
PEMBERIAN AUKSIN (NAA) DAN SITOKININ (BAP) SEBAGAI PEMACU PEMBENTUKAN TUNAS JERUK KEPROK
TAWANGMANGU SECARA IN VITRO
Gunawan Arif Wibowo H0708168
Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping
Prof. Dr. Samanhudi, SP. MSi NIP. 196806101995031003
Prof. Dr. Ir. Nandariyah, MS NIP. 195408051981032002
Surakarta, Januari 2013 Mengetahui Universitas Sebelas Maret
Fakultas Pertanian Dekan,
commit to user
iv SKRIPSI
PEMBERIAN AUKSIN (NAA) DAN SITOKININ (BAP) SEBAGAI PEMACU PEMBENTUKAN TUNAS JERUK KEPROK
TAWANGMANGU SECARA IN VITRO
yang dipersiapkan dan disusun oleh Gunawan Arif Wibowo
H0708168
telah dipertahankan di depan Tim Penguji pada tanggal:……… dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
Program Studi Agroteknologi
Susunan Tim Penguji:
Ketua Anggota I Anggota II
Prof. Dr. Samanhudi, SP. MSi NIP. 196806101995031003
Prof. Dr. Ir. Nandariyah, MS NIP. 195408051981032002
commit to user
v
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian sekaligus penyusunan skripsi ini. Dalam penulisan
skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karenanya,
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Prof. Dr. Samanhudi, SP. MSi selaku pembimbing utama yang telah
memberikan banyak arahan, masukan, saran, ide dan nasehat untuk penulisan
skripsi ini.
3. Prof. Dr. Ir. Nandariyah, MS selaku pembimbing pendamping sekaligus
pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan saran dalam
penulisan skripsi ini.
4. Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, MS selaku dosen pembahas yang telah banyak
memberikan masukan dan bimbingan dalam penulisan skripsi.
5. Ibunda dan ayahanda tercinta, yang telah memberikan kasih sayang yang tak
terhingga, doa, nasehat, dan dukungan.
6. Teman-temanku seperjuangan Agroteknologi Angkatan 2008 atas
kebersamaan yang telah kita lalui dengan penuh suka dan duka.
7. Segenap Laboran di Laboratorium Fisiologi dan Bioteknologi yang telah
banyak membantu dalam pelaksanaan analisis laboratorium.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan skripsi ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat
diharapkan agar dapat lebih baik. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini
dapat memberikan manfaat bagi penulis sendiri khususnya dan bagi para pembaca
pada umumnya. Amin.
Surakarta, Desember 2012
commit to user
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5
A. Karakteristik Jeruk ... 5
B. Pengenalan Kultur Jaringan ... 6
C. Jenis Eksplan ... 7
D. Zat Pengatur Tumbuh ... 9
E. Hipotesis ... 11
III. METODE PENELITIAN ... 12
A. Tempat dan Waktu Penelitian... 12
B. Bahan dan Alat Penelitian ... 12
C. Rancangan Penelitian ... 12
D. Pelaksanaan Penelitian ... 13
E. Pengamatan Peubah ... 15
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 17
A. Kondisi Umum ... 17
B. Penyajian Hasil Penelitian ... 18
commit to user
vii
2. Jumlah Tunas ... 20
3. Jumlah Daun ... 22
4. Tinggi Tunas ... 24
5. Saat Muncul Akar ... 26
6. Jumlah Akar ... 28
7. Panjang Akar ... 30
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 33
A. Kesimpulan ... 33
B. Saran ... 33
DAFTAR PUSTAKA
commit to user
viii
DAFTAR TABEL
Nomor Judul dalam Teks Halaman
1. Pengaruh konsentrasi BAP terhadap jumlah tunas jeruk
keprok Tawangmangu……… 22
Judul dalam Lampiran 2. Hasil pengamatan saat muncul tunas C. nobilis (9 MST)... 38
3. Analisis ragam uji F 5% saat muncul tunas C.nobilis. ... 38
4. Hasil pengamatan jumlah tunas C. nobilis (9 MST). ... 39
5. Analisis ragam uji F 5% jumlah tunas C.nobilis.. ... 39
6. Hasil pengamatan jumlah daun C. nobilis (9 MST). ... 40
7. Analisis ragam uji F 5% jumlah daun C.nobilis. ... 40
8. Hasil pengamatan tinggi tunas C. nobilis (9 MST). ... 41
9. Analisis ragam uji F 5% tinggi tunas C.nobilis. ... 41
10. Hasil pengamatan saat muncul akar C. nobilis (9 MST). ... 42
11. Analisis ragam uji F 5% saat muncul akar C.nobilis. ... 42
12. Hasil pengamatan jumlah akar C. nobilis (9 MST). ... 43
13. Analisis ragam uji F 5% jumlah akar C.nobilis.. ... 43
14. Hasil pengamatan panjang akar C. nobilis (9 MST)... ... 44
commit to user
ix
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul dalam Teks Halaman
1 Saat muncul tunas... 18
5 Histogram pengaruh NAA dan BAP terhadap jumlah daun C.
nobilis secara in vitro (9 MST)....
23
6 Jumlah daun………... 24
7 Cara mengukur tinggi tunas C. nobilis... 24
8 Histogram pengaruh NAA dan BAP terhadap tinggi tunas C.
nobilis secara in vitro (9 MST)………...
12 Histogram pengaruh NAA dan BAP terhadap jumlah akar C.
commit to user
x
RINGKASAN
PEMBERIAN AUKSIN (NAA) DAN SITOKININ (BAP) SEBAGAI PEMACU
PEMBENTUKAN TUNAS JERUK KEPROK TAWANGMANGU SECARA IN
VITRO Skripsi: Gunawan Arif Wibowo (H0708168). Pembimbing: Samanhudi,
Nandariyah, Ahmad Yunus. Program Studi: Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta.
Indonesia kaya akan berbagai jenis buah-buahan yang sangat beragam salah satunya adalah jeruk (Citrus sp.). Beragam jenis jeruk antara lain jeruk keprok, jeruk besar, jeruk purut, jeruk lemon, dan beberapa jenis yang lain. Tanaman jeruk keprok Tawangmangu merupakan salah satu komoditas unggulan yang ada di Tawangmangu Karanganyar dimana tanaman tersebut telah mengalami kepunahan yang diakibatkan oleh serangan Citrus Vein Phloem
Degeneration (CVPD).
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan berapa konsentrasi BAP dan NAA yang sesuai untuk multiplikasi tunas jeruk keprok Tawangmangu secara in
vitro. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan dan
Bioteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta mulai Januari 2012 sampai Agustus 2012, menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan dua faktor perlakuan. Faktor pertama adalah konsentrasi BAP terdiri atas 4 taraf: 0,5; 1; 1,5; 2 ppm dan faktor kedua adalah konsentrasi NAA terdiri atas 4 taraf: 0; 0,5; 1; 1,5 ppm. Terdapat 16 kombinasi perlakuan, tiap perlakuan diulang tiga kali. Data pengamatan dianalisis dengan uji F taraf 5%. Jika terdapat beda nyata, maka dilanjutkan dengan uji DMRT taraf 5%. Variabel pengamatan utama adalah saat muncul tunas dan tinggi tunas.
commit to user
xi SUMMARY
APPLICATION OF AUXIN (NAA) AND CYTOKININ (BAP) TO INDUCE SHOOTS FORMATION OF TAWANGMANGU TANGERINE IN VITRO. Thesis-S1: Gunawan Arif Wibowo (H0708168). Advisers: Samanhudi, Nandariyah, Ahmad Yunus. Study Program: Agrotechnology, Faculty of Agriculture, University of Sebelas Maret (UNS) Surakarta.
Indonesia is rich in various kinds of fruits one of them is orange (Citrus
sp.). There are various types of citrus such as tangerine, grapefruit, lime, lemon, and some others. Tawangmangu tangerine is one of featured commodity from Tawangmangu, Karanganyar where these plants have become extinct due to attack of Citrus Vein Phloem Degeneration (CVPD).
This study aimed to determine the right concentration of BAP and NAA that suitable for shoot multiplication of tangerine Tawangmangu in vitro. This research was conducted at Laboratory of Plant Physiology and Biotechnology, Faculty of Agriculture, The University of Sebelas Maret (UNS) Surakarta from January 2012 until August 2012, using a Completely Randomized Design (CRD) factorial with two treatment factors. The first factor was the concentration of BAP consists of 4 levels: 0.5; 1; 1.5; 2 ppm and the second factor was the concentration of NAA consists of 4 standards: 0; 0.5; 1; 1.5 ppm. There were 16 combinations of treatments, each treatment was repeated three times. Observational data were analyzed by F test level 5%. If there is a real difference, then followed by DMRT test level 5%. Variable major observations were emerging shoots and shoots height.
commit to user I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia kaya akan berbagai jenis buah-buahan yang sangat beragam
salah satunya adalah jeruk (Citrus sp.). Beragam jenis jeruk antara lain jeruk
keprok, jeruk besar, jeruk purut, jeruk lemon, dan beberapa jenis yang lain. Jeruk
memiliki berbagai nama dan karakteristik yang berbeda-beda sesuai daerah asal
atau daerah budidayanya, salah satunya adalah jeruk keprok Tawangmangu.
Taksonomi tanaman jeruk adalah sebagai berikut:
Divisio : Spermatophyta
Merurut Sarwono (1993), tanaman jeruk membutuhkan daerah yang
memiliki tiga bulan kering, sebab apabila ditanam di daerah yang musim
keringnya terlalu pendek, tanaman tidak mampu berbunga. Tanaman jeruk dapat
tumbuh di daerah kering, apabila air tanahnya terletak dibawah 50 cm sampai 200
cm. Tanaman jeruk ini dinamakan jeruk keprok Tawangmangu karena banyak
ditemukan dan dibudidayakan oleh para petani di Tawangmangu Kabupaten
Karanganyar. Buahnya berbentuk agak bulat dengan ukurannya yang kecil sekitar
5,9 x 6,5 cm. permukaan kulit buahnya halus dan setelah matang warnanya hijau
sampai hijau kekuningan. Ujung buah membulat dan tidak memiliki pusar buah,
dengan ketebalan buah sekitar 3 mm. Daging buah bertekstur lunak, berair banyak
dan rasanya manis segar (Anonim 2006a).
Jeruk asli Tawangmangu akhir-akhir ini sudah sulit ditemukan di pasaran
bahkan sudah tidak ada di pasaran, karena adanya serangan CVPD (Citrus Vien
Phloem Degeneration) oleh Leberibacter asiaticus yang penyebarannya melalui
commit to user
serangga vector Diaphorina citri sehingga menyebabkan sebagian besar pohon
jeruk Tawangmangu rusak dan mati. Untuk mencegah kepunahan pohon jeruk
Tawangmangu maka perlu suatu progam pertanian khususnya dalam bidang
budidaya. Salah satu faktor penting yang mendukung progam pertanian adalah
pengadaan bibit yang bermutu, seragam dan tersedia dalam jumlah yang banyak.
Kebutuhan tersebut sulit dipenuhi apabila pengadaan bibit dilakukan secara
konvensional dan juga harus membutuhkan waktu yang lama untuk bisa
memenuhinya. Untuk mengantisipasi hal tersebut, salah satu cara yang dapat di
tempuh melalui perbanyakan tanaman secara kultur jaringan.
Proses kepunahan tanaman jeruk Tawangmangu dalam beberapa dekade
terakhir dipercepat dengan adanya tiga fenomena penting yaitu: erosi materi
plasma nutfah, semakin seragamnya sifat genetik dari tanaman budidaya,
terjadinya kehilangan keanekaragaman plasma nutfah, serta ketidaktahanan
varietas-varietas tanaman budidaya terhadap serangan hama dan penyakit
(Hatta et al.2003).
Perbanyakan masal secara in vitro atau kultur jaringan tingkat
keberhasilannya tidak hanya tergantung pada komposisi media tumbuh yang
sesuai dan pemilihan bahan eksplan yang tepat, tetapi juga pada kebutuhan
optimum unsur hara dan zat pengatur tumbuh bervariasi antar varietas dan klon.
Penggunaan media tanam MS dengan penambahan BAP dan NAA merupakan
komposisi media tumbuh yang biasa digunakan untuk inisiasi kalus. BAP
merupakan salah satu zat pengatur tumbuh yang banyak digunakan untuk memacu
pembentukan tunas dengan daya aktivitas yang kuat mendorong proses
pembelahan sel (George dan Sherrington 1984), sedangkan NAA merupakan zat
pengatur tumbuh yang berperan sebagai perangsang enzim dalam pembelahan sel,
morfogenesis akar dan tunas serta embryogenesis (Wattimena et al.1991).
Penelitian ini menggunakan tunas aksilar, media kultur (Murashige dan
Skoog) MS dengan penambahan zat pengatur tumbuh dari golongan sitokinin
6-Benzylaminopurine (BAP) dan auksin asam α-naftalenasetat (NAA). Perbanyakan
commit to user
bibit jeruk Tawangmangu dalam jumlah banyak, bebas patogen berbahaya, dan
seragam untuk penanaman skala luas serta berkualitas baik.
B. Perumusan Masalah
Masalah utama untuk konsumen memenuhi buah jeruk asli Tawangmangu
adalah tidak adanya lagi buah jeruk asli Tawangmangu di pasaran. Hal ini
disebabkan karena pohon jeruk asli Tawangmangu semakin langka dan tanaman
yang masih hidup tinggal sedikit serta telah tua sehingga produktivitasnya rendah.
Melalui teknik kultur jaringan diharapkan akan diperoleh bibit tanaman
yang memiliki sifat yang sama dengan induknya sehingga menghasilkan produk
yang unggul baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Budidaya tanaman
hortikultura, terutama jeruk Tawangmangu secara kultur jaringan diharapkan
mampu menyediakan bibit dalam jumlah banyak, bermutu, dan seragam dalam
waktu yang singkat. Selain itu, bibit yang diperoleh mampu tumbuh dengan cepat
dibandingkan dengan cara konvensional dan lebih menghemat bahan tanam.
Komposisi zat pengatur tumbuh berpengaruh terhadap proses pertumbuhan
eksplan baik tunas maupun akar. Zat pengatur tumbuh yang sering digunakan
adalah sitokinin dan auksin. Peranan keduanya adalah untuk memacu
pertumbuhan tunas dan akar. Eksplan yang digunakan akan berpengaruh terhadap
kecepatan pertumbuhan tunas dan kalus, mengingat nisbah C/N tiap bagian
tanaman berbeda-beda sehingga perlu diketahui bagian tanaman yang paling tepat
digunakan sebagai eksplan. Bagian tumbuhan yang digunakan sebagai eksplan
sangat berpengaruh akan keberhasilan dalam proses multiplikasi jeruk keprok
Tawangmangu, karena dengan eksplan yang tepat berpengaruh terhadap
kemunculan tunas maupun akar.
Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian ini dapat dirumuskan
beberapa masalah sebagai berikut:
1. Apakah pemberian NAA dan BAP mampu untuk multiplikasi jeruk keprok
Tawangmangu?
2. Berapa konsentrasi NAA dan BAP yang sesuai untuk multiplikasi tunas jeruk
commit to user
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengkaji hasil yang didapat dari konsentrasi NAA dan BAP pada
multiplikasi tunas jeruk keprok Tawangmangu.
2. Mendapatkan komposisi konsentrasi NAA dan BAP yang sesuai untuk
multiplikasi tunas jeruk keprok Tawangmangu.
Manfaat penelitian ini untuk mendapatkan kombinasi konsentrasi NAA
dan BAP yang sesuai untuk multiplikasi tunas jeruk keprok Tawangmangu dan
mendapatkan bibit jeruk keprok yang berkualitas baik guna mendukung dan
commit to user
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Karakteristik Jeruk
Menurut Soelarso (1996), tanaman jeruk yang ada di Indonesia adalah
peninggalan orang Belanda yang mendatangkan jeruk manis dan keprok dari
Amerika dan Itali. Jeruk merupakan tanaman buah tahunan yang berasal dari Asia.
Sejak ratusan tahun yang lalu, jeruk sudah tumbuh di Indonesia baik secara alami
atau budidaya.
Salah satu jenis komoditas hortikultura yang banyak digemari oleh
masyarakat, sebagai bahan pelengkap utama dalam penunjang gizi keluarga,
rasanya segar, serta banyak mengandung vitamin A dan vitamin C. Usahatani
merehabilitasi jeruk telah dilakukan baik secara swadaya petani maupun dengan
bantuan dana stimulasi proyek. Kunci keberhasilan dalam merehabilisasi
usahatani jeruk terletak pada kecepatan pemilihan bibit. Bibit yang digunakan
harus bibit yang baik dan bebas penyakit yang berasal dari perbanyakan klonal
tunggal (Anonim 2006b).
Penyebaran beberapa spesies jeruk, khususnya di Indonesia sangat cepat
dan luas. Bahkan banyak bermunculan varietas-varietas jeruk lokal dari beberapa
spesies seperti jeruk keprok Garut (Jawa Barat), Tawangmangu (Jawa Tengah),
Batu 55 (Jawa Timur), Pulung (Ponorogo), Madura (Pulau Madura), dan Tejakula
(Bali) (Hardiyanto et al. 2007)
Buah jeruk keprok Citrus nabilis var. chrysocarpa mempunyai kulit agak
tebal, agak besar, tetapi mudah sekali dikupas dan serta buahnya mudah
dipisahkan. Warna kulit buah orange muda bila telah masak. Tanaman ini sangat
baik dibudidayakan di tempat yang mempunyai ketinggian 700-1200 mdpl, seperti
Batu, Garut, dan Tawangmangu (Sarwono 1993).
Biji jeruk keprok Tawangmangu bersifat poliembrional, artinya dalam 1
biji terdapat lebih dari 1 embrio yang dapat tumbuh. Embrio yang berasal dari
hasil pembuahan disebut embrio genetik, sedangkan embrio yang bukan berasal
dari hasil pembuahan disebut embrio somatik. Embrio somatik mempunyai sifat
sama dengan induknya (Utama 2002).
commit to user
B. Pengenalan Kultur Jaringan
Perbanyakan secara in vitro merupakan suatu perbanyakan dengan cara
mengisolasi bagian dari tanaman seperti protoplas, sel, jaringan, dan organ serta
menumbuhkannya dalam kondisi aseptik sehingga bagian-bagian tersebut dapat
beregenerasi menjadi tanaman lengkap kembali (Prihardini et al. 1994). Teknik
kultur jaringan adalah mengisolasi bagian tanaman seperti daun dan mata tunas
serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media buatan secara aseptik
yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh, dalam wadah tertutup yang tembus
cahaya sehingga tanaman dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi
tanaman lengkap (Rahardja dan Wiryanta 2003).
Totipotensi adalah kemampuan beberapa sel tanaman untuk membentuk
individu tanaman dalam proses kultur jaringan (Rahardja dan Wiryanta 2003).
Pelaksanaan kultur jaringan diawali dari munculnya teori totipotensi, yaitu setiap
sel tanaman yang hidup dilengkapi dengan informasi genetik dan perangkat
fisiologis yang lengkap untuk tumbuh dan berkembang menjadi tanaman utuh
pada kondisi lingkungan yg sesuai (Santoso dan Nursandi 2004).
Kultur jaringan akan berhasil dengan baik apabila syarat-syarat yang
dibutuhkan dapat terpenuhi, antara lain: pemilihan eksplan/bahan tanam,
penggunaan media yang sesuai, keadaan yang aseptik, dan pengaturan
lingkuangan tempat tumbuh yang sesuai (Santoso dan Nursandi 2004).
Perbanyakan tanaman dengan teknik kultur jaringan ini memiliki banyak
kelebihan, yakni tanaman dapat diperbanyak setiap saat tanpa tergantung musim,
daya multiplikasi tinggi dari bahan tanaman yang kecil, mampu menghasilkan
bibit yang banyak dalam waktu relatif singkat, tidak memerlukan tempat luas,
serta tanaman yang dihasilkan seragam, bebas penyakit terutama bakteri dan
cendawan. Jenis tanaman yang diperbanyak dengan teknik kultur jaringan
terutama ditujukan bagi tanaman yang bermasalah seperti daya perkecambahan
bijinya rendah, tanaman hibrida yang tetua jantannya tidak steril, tanaman langka,
dan tanaman yang selalu diperbanyak dengan cara vegetatif (Widyastuti 2002).
Pada saat ini kultur jaringan menjadi salah satu ilmu pengetahuan yang
commit to user
pengusaha komersial. Pada banyak tanaman hortikultura yang salah satunya
adalah tanaman jeruk, teknik ini telah berhasil diterapkan pada beberapa spesies,
antara lain C. unshiu, C. junos, C. grandis, namun pada C. aurantifolia, teknik ini
belum banyak diterapkan. Aplikasi teknik kultur jaringan terhadap C. aurantifolia
sangat besar manfaatnya, mengingat C. aurantifolia tidak menghasilkan biji
sehingga dengan menggunakan teknik kultur jaringan spesies ini dapat terus
dilestarikan (Zulkarnainet al.1997).
Dalam perbanyakan dengan teknik kultur jaringan penggunaan media
kultur jaringan yang sesuai sangat penting untuk diperhatikan karena
bersangkutan dengan tingkat keberhasilan dalam perbanyakan secara kultur
jaringan. Media kultur jaringan yang memenuhi syarat adalah media yang
mengandung nutrien makro dan mikro dalam kadar perbandingan tertentu, serta
sumber tenaga (umumnya digunakan sukrosa). Media kultur jaringan juga sering
mengandung satu atau dua macam vitamin dan zat perangsang pertumbuhan
(Wetherell 1982).
Aklimatisasi adalah tahapan akhir dari teknik kultur jaringan yaitu
pemindahan hasil kultur dari media kultur ke kondisi lapang/tanah. Aklimatisasi
dilakukan dengan cara memindahkan eksplan ke media aklimatisasi dengan
intensitas cahaya rendah dan kelembaban nisbi tinggi, kemudian secara
berangsur-angsur kelembabannya diturunkan dan intensitas cahaya dinaikkan. Tahap ini
merupakan tahap yang kritis karena kondisi iklim di rumah kaca atau rumah
plastik dan di lapang sangat berbeda dengan kondisi saat di dalam botol kultur
jaringan (Marlina dan Rusnandi 2007).
C. Jenis Eksplan
Eksplan yang umumnya digunakan dalam kultur jaringan adalah ujung
akar, kalus, ovula, ruas, tunas pucuk, nukleus muda, nukleus masak, embrio muda,
embrio masak, daun, kotiledon, buku, anther, titik tumbuh, biji, bagian hipokotil,
sel, protoplas, jaringan kulit, baik kulit buah maupun endosperm (Wardiyati
1998). Maka dari itu, jaringan yang di gunakan dalam kultur jaringan adalah
commit to user
perbanyakannya dan jaringan yang diambil dan ditumbuhkan melalui kultur
jaringan disebut eksplan (Rahardja dan Wiryanta 2003).
Dalam persiapan dan penanaman eksplan harus dilakukan di dalam entkas
atau laminar air flow (LAF) karena semua kegiatan kultur jaringan harus steril
(Rahadja dan Wiryanta 2003). Untuk mendapatkan kalus, penggunaan eksplan
dari daun lebih menguntungkan daripada menggunakan eksplan dari batang.
Untuk mendapatkan kalus, ZPT yang biasa digunakan adalah 2,4-D dari golongan
auksin dan BAP dari golongan sitokinin, sedangkan regenerasi kalus digunakan
kinetin (Dewi et al.2004).
Menurut Wattimena et al. (1991), kultur jaringan menggunakan kultur
pucuk untuk perbanyakan antara lain: kultur pucuk dapat digunakan berbagai
macam tanaman dengan memakai prinsip yang sama sehingga memungkinkan
untuk mengontrol tunas yang dihasilkan bebas virus, tanaman yang dihasilkan
secara genetik akan seragam dan memiliki sifat yang sama dengan induknya.
Perbanyakan tanaman melalui kultur pucuk dapat dilakukan dengan dua cara,
yaitu: melalui kultur pucuk (shoot tip culture) dan kultur mata tunas (single node
culture).
Persentase keberhasilan kultur jaringan lebih besar apabila menggunakan
jaringan meristem. Jaringan meristem adalah jaringan muda, jaringan yang terdiri
dari sel-sel yang aktif membelah, dindingnya tipis, belum terjadi penebalan zat
pektin, plasmanya penuh dan vokuolanya kecil-kecil. Pada kultur meristem, suatu
terminal atau tunas cabang samping tumbuh secara aseptik dalam medium agar
atau medium cairan yang berisi berbagai garam, vitamin, nutrisi, dan hormon
(Hendaryono dan Wijayanti 1994).
Dalam perbanyakan dengan kultur jaringan salah satu yang menentukan
keberhasilan dalam kultur adalah ukuran dari eksplan yang digunakan dalam
pengkulturan. Pada umumnya, bagian yang digunakan sebagai eksplan masih
mengandung bahan makanan serta hormon perkembangan tanaman. Sehingga
semakin besar bagian tanaman yang digunakan sebagai eksplan semakin besar
pula kemampuan untuk tumbuh dan beregenerasi. Dengan demikian, bagian
commit to user
pertumbuhan dan regenerasi dibandingkan bagian tanaman yang memiliki bahan
makanan yang sedikit (Katuuk 1989).
Menurut Utama (2002), pertumbuhan eksplan jeruk keprok Tawangmangu
sangat lambat. Hal ini terlihat pada percobaan sub kultur dengan menggunakan
media MS dan BAP 0,05 ppm selama 2 minggu tidak menunjukkan perubahan
apapun pada eksplan, dan setelah 3 bulan pengamatan, rata-rata tinggi eksplan
kurang dari 2,5 cm. Pertumbuhan lambat itu disebabkan karena media MS kadar
garamnya terlalu tinggi, serta sifat genetik eksplan yang digunakan.
D. Zat Pengatur Tumbuh
Menurut Santoso dan Nursandi (2004), hormon dan zat pengatur tumbuh
mutlak diperlukan dalam kultur jaringan, sebab kultur jaringan umumnya
menggunakan bahan tanam berupa sel. Jaringan atau organ tumbuhan
dibudidayakan dalam lingkungan yang terkendali. Ada dua jenis zat pengatur
tumbuh yang sekarang sering dipakai dalam propagasi secara in vitro yaitu auksin
dan sitokinin (Wetherell 1982). Auksin dan sitokinin berperan penting dalam
pembentukan tunas dan akar. Auksin merangsang pembelahan dan pembesaran sel
yang terdapat pada pucuk tanaman, serta menyebabkan pertumbuhan
pupuk-pucuk baru. Selain itu, auksin juga dapat merangsang pertumbuhan akar. Sitokinin
berperan dalam merangsang proliferasi (perbanyakan) tunas, pembelahan sel dan
mendukung pembentukan klorofil.
Penggunaan sitokinin dengan konsentrasi lebih besar dari auksin akan
merangsang inisiasi tunas, sedangkan keadaan sebaliknya akan merangsang
inisiasi akar (Skoog dan Miller 1967 cit. Yusnita 2003). Auksin dan sitokinin
tidak hanya menentukan tumbuhnya jaringan yang dikulturkan, tetapi juga
menentukan bagaimana jaringan itu akan tumbuh.
Penggunaan ZPT dengan perbandingan konsentrasi sitokinin lebih besar
dari auksin, akan memperlihatkan stimulasi pertumbuhan tunas dan daun,
sedangkan apabila sitokinin lebih rendah dari auksin, maka hal ini akan
memperlihatkan stimulasi pada pertumbukan akar. Apabila perbandingan
commit to user
berimbang pula. Pada kondisi konsentrasi sitokini intermediet (sedang) dan
konsentrasi auksin rendah, maka terbentuk kalus (Abidin 1982).
Interaksi yang terjadi antara sitokinin dan auksin merupakan salah satu
cara tumbuhan dalam mengatur derajat pertumbuhan akar dan tunas, misalnya
sitokinin yang tinggi akan menghasilkan tunas yang banyak. Peningkatan
konsentrasi sitokinin akan menyebabkan sistem tunas membentuk cabang dalam
jumlah lebih banyak (Anonim 2006).
Menurut Wetter dan Constabel (1991) cit. Hariyanti et al. (2004),
organogenesis merujuk pada proses yang menginduk pembentukan jaringan, sel
atau kalus menjadi tunas dan tanaman sempurna. Proses ini diawali oleh hormon
pertumbuhan. Penambahan sitokinin tunggal maupun dalam kondisi dengan NAA
atau IAA menyebabkan diferensiasi dan pembentukan tunas. Pembentukan akar
dapat terjadi serentak atau dapat diinduksi sesudahnya.
Regenerasi tunas dan akar in vitro dikendalikan secara hormonal oleh
sitokinin dan auksin. Organogenesis adalah proses terbentuknya organ seperti
tunas dan akar, baik secara lansung dari permukaan eksplan atau secara tidak
langsung melalui pembentukan kalus terlebih dahulu. Pada tahun 1957 Skoog dan
Miller melakukan penelitian menggunakan eksplan empelur tembakau untuk
menunjukkan bahwa nisbah sitokinin dan auksin yang tinggi mendorong
pembentukan tunas, sedangkan nisbah sitokinin dan auksin yang rendah
mendorong pembentukan akar (Yusnita 2003).
Penggunaan 2,4 D cenderung menginokulasi kalus, sedangkan dalam
kultur pucuk pembentukan kalus tidak diharapkan. Secara alami, beberapa eksplan
memproduksi auksin dalam jumlah yang cukup, tetapi kebanyakan masih
membutuhkan tambahan. Penambahan uaksin dalam jumlah besar, atau
penambahan auksin yang lebih stabil, misalnya NAA dan 2,4 D cenderung
menyebabkan terjadinya pertumbuhan kalus dan menghambat regenerasi pucuk
tanaman (Wetherell 1982). NAA dan IBA sangat baik untuk menstimulasi
pembentukan akar karena stabilitas kimianya lebih besar dan mobilitas dalam
tanaman lebih rendah (Gunawan 1988). NAA (asam α-naftalenasetat) dapat
commit to user
pembentukan sel. Tanpa pemberian NAA walaupun telah ditambah sitokinin,
eksplan yang ditumbuhkan secara in vitro belum mampu berakar. Penambahan
NAA dalam media MS dapat merangsang pertumbuhan tunas (Simatupang 1991).
E. Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah:
1. Pemberian berbagai konsentrasi NAA dan BAP dapat memacu hasil
multiplikasi tunas jeruk keprok Tawangmangu.
2. Konsentrasi NAA dan BAP yang sesuai dapat memacu multiplikasi tunas
commit to user
III. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Bioteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta, mulai bulan Januari 2012
sampai dengan Agustus 2012.
B. Bahan dan Alat Penelitian
1. Bahan dan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksplan berupa stek mikro
jeruk keprok Tawangmangu, media Murashige and Skoog (MS), zat pengatur
tumbuh NAA dan BAP, aquadest, clorox, spirtus, alkohol dan detergen.
2. Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah LAFC (Laminar Air Flow
Cabinet), tissue, autoclave, kertas label, magnetic stirrer, hand sprayer, petridish,
rak kultur, labu takar, plastik PP (polypropilen) 0,3 mm, pipet, peralatan diseksi,
timbangan analitik (pinset besar dan kecil), botol-botol kultur, alumunium foil,
karet gelang, lemari pendingin, beker glass, pisau scalpel.
C. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan lingkungan berupa Rancangan
Acak Lengkap (RAL) dengan faktor perlakuan yaitu konsentrasi NAA dan BAP
yang disusun secara faktorial.
1. Konsentrasi NAA dengan 4 taraf, sebagai berikut :
A1 = penambahan NAA 0 ppm
A2 = penambahan NAA 0,5 ppm
A3 = penambahan NAA 1 ppm
A4 = penambahan NAA 1,5 ppm
2. Konsentrasi BAP dengan 4 taraf, sebagai berikut :
B1 = penambahan BAP 0,5 ppm
B2 = penambahan BAP 1 ppm
B3 = penambahan BAP 1,5 ppm
commit to user B4 = penambahan BAP 2 ppm
Berdasarkan dua faktor tersebut, maka ada 16 kombinasi yang terbentuk
dan setiap kombinasi diulang tiga kali. Kombinasi perlakuan yang terbentuk
sebagai berikut :
A1B1 = NAA 0 ppm + BAP 0,5 ppm
A1B2 = NAA 0 ppm + BAP 1 ppm
A1B3 = NAA 0 ppm + BAP 1,5 ppm
A1B4 = NAA 0 ppm + BAP 2 ppm
A2B1 = NAA 0,5 ppm + BAP 0,5 ppm
A2B2 = NAA 0,5 ppm + BAP 1 ppm
A2B3 = NAA 0,5 ppm + BAP 1,5 ppm
A2B4 = NAA 0,5 ppm + BAP 2 ppm
A3B1 = NAA 1 ppm + BAP 0,5 ppm
A3B2 = NAA 1 ppm + BAP 1 ppm
A3B3 = NAA 1 ppm + BAP 1,5 ppm
A3B4 = NAA 1 ppm + BAP 2 ppm
A4B1 = NAA 1,5 ppm + BAP 0,5 ppm
A4B2 = NAA 1,5 ppm + BAP 1 ppm
A4B3 = NAA 1,5 ppm + BAP 1,5 ppm
A4B4 = NAA 1,5 ppm + BAP 2 ppm
Masing-masing perlakuan diulang sebanyak tiga kali.
D. Pelaksanaan Penelitian
1. Sterilisasi alat
Alat-alat yang disterilkan yaitu botol kultur, petridish, skapel, pinset,
pisau. Alat-alat tersebut dicuci dengan detergen dan dibilas dengan air sampai
bersih kemudian dikeringkan. Setelah kering, dibungkus dengan kertas (Koran)
kemudian disterilisasikan ke dalam autoclave pada tekanan 1,5 kg/cm2 dan suhu
commit to user 2. Pembuatan larutan stok dan ZPT
Pembuatan larutan stok media dilakukan dengan cara menimbang
bahan-bahan kimia sesuai komposisi media MS dan mengencerkannya dengan aquadest.
Larutan tersebut diaduk sampai homogen dengan menggunakan magnetic stirrer,
lalu di masukan dalam botol dan disimpan dalam lemari pendingin.
3. Pembuatan media
Media yang digunakan adalah media MS (Murashige and Skoog), dengan
ditambah gula. Setelah itu ditambah NAA dan BAP sesuai perlakuan dan
ditambah aquadest hingga 100 ml. Kemasaman media diatur pada pH 6,2, setelah
pH stabil ditambah agar. Kemudian dimasak sampai mendidih dengan
menggunakan magnetic stirrer dan hot plate dan dituang ke botol-botol kultur
sebanyak kurang lebih 25 ml setiap botolnya. Media kemudian ditutup dengan
plastik pp 0,3 mm dan disterilisasi dengan autoclave pada tekanan 1,5 kg/cm2 dan
suhu 121 oC selama 45 menit.
4. Sterilisasi eksplan
Bahan tanaman berupa stek mikro. Stek mikro diperoleh dari biji jeruk
yang ditumbuhkan pada media MS tanpa ZPT. Biji dibersihkan dengan air hangat
sambil dihilangkan lapisan lendirnya. Lalu dikeringanginkan selama 15-18 jam.
Biji dikupas kulir luarnya. Biji yang telah dikupas direndam dalam aquades steril
selama dua jam. Biji direndam dengan aquades steril dibawa ke LAFC. Di dalam
LAFC, biji direndam dalam larutan clorox 20% selama lima menit. Terakhir
dibilas dengan aquades steril sebanyak dua kali lalu ditiriskan pada tissue steril
kemudian ditanam dalam media MS0. Botol kemudian ditutup kembali dengan
plastik PP. Setelah berusia ± 3 bulan, bibit jeruk siap dipotong untuk dijadikan
eksplan. Eksplan siap ditanam dalam media perlakuan lalu ditutup dengan plastik
PP. Botol-botol yang telah selesai diberi label sesuai dengan perlakuan dan
tanggal penanaman.
5. Penanaman
Penanaman dilakukan di dalam LAFC. Pengambilan dilakukan dengan
pinset steril, kemudian diletakkan ke dalam media botol dan botol ditutup kembali
commit to user 6. Pemeliharaan
Botol-botol yang telah berisi eksplan diletakkan di dalam rak-rak kultur.
Lingkungan dijaga dalam kondisi yang cukup kelembabannya, cahaya, dan suhu.
Untuk mencegah kontaminasi setiap 2 hari sekali botol-botol kultur yang telah
diletakkan di dalam rak-rak kultur disemprot dengan cairan spirtus.
E. Pengamatan Peubah
1. Saat muncul tunas pertama
Tunas aksilar ditandai dengan adanya tonjolan berwarna hijau pada ketiak
daun apabila panjang tonjolan sudah mencapai ukuran 1 mm. Waktu muncul tunas
ditentukan dalam hari setelah tanam (HST), pengamatan dilakukan setiah hari.
2. Saat muncul akar pertama
Akar ditandai dengan adanya tonjolan berwarna putih pada bagian bawah
eksplan apabila panjang tonjolan sudah mencapai ukuran 1 mm. Waktu muncul
akar ditentukan dalam hari setelah tanam (HST), pengamatan dilakukan setiap
hari.
3. Jumlah tunas
Jumlah tunas ditentukan dengan menghitung jumlah tunas aksilar yang
terbentuk, dilakukan setiap minggu hingga akhir pengamatan.
4. Jumlah daun
Jumlah daun ditentukan dengan menghitung jumlah daun yang muncul
pada akhir pengamatan.
5. Jumlah Akar
Jumlah akar ditentukan dengan menghitung jumlah akar yang muncul pada
akhir pengamatan.
6. Tingi Tunas
Tinggi tunas ditentukan dengan mengukur ketinggian eksplan yang
tumbuh dari pangkal tumbuh sampai ujung tumbuh tertinggi setiap eksplannya.
7. Panjang Akar
Panjang akar ditentukan dengan mengukur dari pangkal muncul akar
commit to user F. Analisis Data
Analisis data dilakukan secara deskriptif dan menggunakan analisis ragam
berdasarkan Uji F taraf 5%. Jika terdapat beda nyata, maka dilanjutkan dengan uji
DMRT taraf 5%. Data-data yang tidak memenuhi kaidah statistika dianalisis
secara deskriptif.