commit to user
i
RUNTUHNYA REZIM HOSNI MUBARAK TAHUN 2011
(Antara Diktatorisme dan Demokrasi di Mesir)
SKRIPSI
Oleh:
TITIS DWI NUR NUGROHO
K4408050
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
ii
RUNTUHNYA REZIM HOSNI MUBARAK TAHUN 2011
(Antara Diktatorisme dan Demokrasi di Mesir)
Oleh:
TITIS DWI NUR NUGROHO
K4408050
Skripsi
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana
Pendidikan Program Pendidikan Sejarah
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
commit to user
commit to user
v
ABSTRAK
Titis Dwi Nur Nugroho. K44408050. 2012.
“RUNTUHNYA REZIM HOSNI
MUBARAK TAHUN 2011 (Antara Diktatorisme dan Demokrasi di Mesir)”
.
Skripsi. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta. Juni 2012.
Tujuan penelitian ini antara lain: (a) Mengetahui jalannya pemerintahan
di Mesir pada masa Hosni Mubarak (b) Mengetahui apa saja yang menjadi faktor
penyebab terjadinya revolusi di Mesir (c) Mengetahui jalannya revolusi di Mesir.
Penelitian ini menggunakan metode historis. Langkah-langkah yang
ditempuh dalam metode historis ada empat tahap kegiatan, yaitu: heuristik, kritik,
interpretasi dan historiografi. Sumber data yang digunakan adalah sumber tertulis
yang meliputi buku-buku, majalah dan koran. Teknik pengumpulan data yang
digunakan adalah teknik studi pustaka. Analisa data yang digunakan adalah
analisa historis yaitu analisa yang mengutamakan ketajaman dalam
menginterpretasi fakta sejarah.
commit to user
vi
ABSTRACT
Titis Dwi Nur Nugroho. K4408050. 2012.
THE COLLAPSE OF HOSNI
MUBARAK’S REGIME IN 2011 (Between Dictatorial and Democracy In
Egypt)
. Thesis. Teacher Training and Education, University of Sebelas Maret
Surakarta, June, 2012.
The purpose of this research are to know: (a) The course of Hosni
Mubarak’s govermental period, (b) The all factor of revolution in Egypt, (c) The
course of revolution in Egypt.
This research uses the historical method. The steps taken by the historical
method there are four stages of activities: heuristic, criticism, interpretation, and
historiography. Data sources used are written sources which books, magazines
and newspapers. Data collection techniques used is the technique of literature.
Analysis of the data used is the analysis of historical analysis that prioritizes
acuity in interpreting the facts of history.
commit to user
vii
MOTTO
Pembangkangan kepada tiran adalah kepatuhan kepada Tuhan.
(Thomas Jefferson)
Keberanian itu menular. Ketika seorang pemberani berdiri tegak, yang lain juga
menjadi tegak.
(Billy Graham)
Cara terbaik untuk meramalkan masa depan kita adalah dengan menciptakan
masa depan itu.
(Stephen R. Covey)
Ketika kita berhenti bermimpi, maka saat itu kita berhenti hidup.
commit to user
viii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan kepada:
Ibu, Ayah dan kakakku tercinta yang senantiasa memberi do’a dan kasih sayang
Tea Limostin yang selalu memberikan motivasi, do’a dan menjadi sumber
inspirasiku
Keluarga Besar Abal-abal yang telah menjadi keluarga keduaku
Saudara-saudaraku Sejarah ’08
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Swt yang senantiasa melimpahkan taufik serta
hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“RUNTUHNYA REZIM HOSNI MUBARAK TAHUN 2011 (Antara
Diktatorisme dan Demokrasi di Mesir)”
.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pendidikan Sejarah, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan,
bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak sehingga dalam kesempatan ini
penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1.
Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret
Surakarta yang telah memberi izin penelitian kepada penulis.
2.
Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberi izin
penelitian kepada penulis.
3.
Ketua Program Pendidikan Sejarah, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta
yang telah memberi izin penelitian kepada penulis.
4.
Drs. Tri Yunianto, M.Hum., selaku Pembimbing I, yang telah memberikan
bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.
5.
Dra. Sri Wahyuni, M.Pd., selaku Pembimbing II, yang telah memberikan
bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.
6.
Eni Susilowati, Dwi Ari Nur Rakhmawati, Cesilia Dea Afifah Wulandari, Ari
Kurnia, Tea Limostin, Suyono, Doni Setyawan, Tri Pujiyanto, Arif Nur Bakhtiar
yang tergabung dalam
the big family of abal-abal
. Terimakasih atas persahabatan
yang kita jalani selama ini.
7.
Dr. Mas Heri selaku pembimbing Mata Kuliah Penyederhanaan.
commit to user
x
9.
Teman-teman Pendidikan Sejarah angkatan 2008 yang telah banyak memberikan
motivasi.
10.
Semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan skripsi ini yang
tidak mungkin disebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan
skripsi ini. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat
penulis harapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi peneliti dan pembaca.
Surakarta, Juni 2012
commit to user
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...
i
HALAMAN PENGAJUAN ...
ii
HALAMAN PERSETUJUAN ...
iii
HALAMAN PENGESAHAN ...
iv
HALAMAN ABSTRAK ...
v
HALAMAN MOTTO ...
vii
HALAMAN PERSEMBAHAN ...
viii
KATA PENGANTAR ...
ix
DAFTAR ISI ...
xi
DAFTAR TABEL ...
xiii
DAFTAR BAGAN ...
xiv
DAFTAR LAMPIRAN ...
xiv
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah ...
1
B.
Rumusan Masalah ...
8
C.
Tujuan Penelitian ...
8
D.
Manfaat Penelitian ...
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
A.
Tinjauan Pustaka ...
10
1.
Kekuasaan ...
10
2.
Diktatorisme ...
14
3.
Demokrasi ...
18
4.
Revolusi ...
22
B.
Kerangka Pemikiran ...
26
commit to user
xii
B.
Metode Penelitian...
29
C.
Sumber Data ...
29
D.
Teknik Pengumpulan Data ...
30
E.
Teknik Analisis Data ...
31
F.
Prosedur Penelitian...
32
BAB IV HASIL PENELITIAN
A.
Mesir ...
36
1.
Sejarah Mesir ...
36
2.
Sejarah Politik Mesir Modern ...
40
B.
Pemerintahan Mesir Masa Hosni Mubarak ...
52
1.
Biografi Hosni Mubarak ...
52
2.
Mesir Masa Hosni Mubarak ...
55
C.
Faktor Penyebab Revolusi Mesir ...
66
D.
Jalannya Revolusi Mesir... ...
76
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A.
Simpulan ...
86
B.
Implikasi ...
87
C.
Saran ...
89
DAFTAR PUSTAKA ...
90
commit to user
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1.
Tabel Data Negara Mesir ... 38
2.
Tabel Daftar Partai Politik Mesir ... 41
3.
Tabel Pendapatan Negara-negara Arab dari Minyak Bumi ... 73
Tabel Daftar Negara-negara
commit to user
xiv
DAFTAR BAGAN
Bagan
Halaman
commit to user
xv
DAFTAR
LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1.
Lampiran 1 : Peta Negara Mesir ... 94
2.
Lampiran 2 : Jurnal Diplomasi ... 95
3.
Lampiran 3 : Koran ... 117
4.
Lampiran 4 : Foto-foto ... 132
5.
Lampiran 5 : Surat Permohonan Izin Penyusunan Skripsi... 140
6.
Lampiran 6 : Surat Keputusan Dekan FKIP tentang Izin Penyusunan
Skripsi ... 141
7.
Lampiran 7 : Surat Permohonan Izin Penelitian ... 142
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pada zaman modern ini yang disebut diktator adalah orang yang
melakukan kekuasaan sendiri atas negara. Karakteristik dari sistem diktator adalah
tidak ada pertanggungjawaban kekuasaan dan rakyat tidak memiliki wewenang
untuk membatasi kekuasaan penguasa. Dalam pemerintahan diktator, kedaulatan
merupakan milik penguasa dan digunakan untuk kepentingan kekuasaan
penguasa. Dukungan publik diperoleh melalui propaganda dan sistem pendidikan
terkontrol secara absolut. Hanya ada satu partai dan memiliki ciri khusus antara
lain, 1) mengesampingkan oposisi, 2) memerintah dengan kejam, 3)
mengagungkan ras Aria, 4) memasukkan pembangkang ke dalam penjara dan
kamp konsentrasi, 5) membentuk polisi rahasia, 6) melakukan indoktrinasi atas
masyarakat, 7) mengawasi masyarakat secara ketat (Gregorius Sahdan, 2004 : 16).
Diktator yang pernah memerintah antara lain Miguel Primo de Riviera dan
Francisco Franco dari Spanyol, Mustafa Kemal Ataturk dari Turki, Joze Pilsudski
dari Polandia, antonio de Oliviera Salazar dari Portugal, Benito Mussolini dari
Itali, Adolf Hitler dari Jerman, dan Joseph Stalin dari Uni sovyet. Selain itu
diktator yang terkenal di Amerika Latin di antaranya Juan Peron dari Argentina,
Fulgencio Batista dari Kuba, Rafael Trujillo dari Republik Dominika, Porfirio
Diaz dari Mexica, dan Manuel Antonio Noriega dari Panama. Diktator di Timur
Tengah termasuk Sadam Hussein dari Irak, Hafez a-Assad dari Syria,
Hosni
Mubarak di Mesir
dan Muammar Khadafi di Libya (Diunduh dari situs
Kompas.com, pada tanggal 27 Desember 2011).
Pemerintahan yang diktator akan semakin sulit untuk menjaga
eksistensinya di zaman yang semakin maju, karena warga negara mulai mengenal
sistem pemerintahan yang jauh lebih bebas, tanpa pengekangan yaitu sistem
demokrasi. Demokrasi sangat mudah mempengaruhi pola pikir politik seseorang
karena dalam demokrasi ini mengacu pada kebebasan untuk melakukan apapun.
commit to user
dipelajari, sehingga pengetahuan mengenai demokrasi dapat memicu terjadinya
revolusi dalam pemerintahan terutama pemerintahan yang diktator. Rakyat tentu
menginginkan perubahan dalam pemerintahan, dari pemerintahan yang diktator,
selalu mengekang dalam segala hal, menuju pemerintahan yang bebas dan
demokratis.
Gerakan transisi dari rezim diktator menuju demokrasi bisa disebabkan
oleh revolusi. Revolusi merupakan suatu wujud perubahan yang terjadi secara
besar-besaran. Di dalam revolusi, perubahan yang terjadi dapat direncanakan atau
tanpa direncanakan terlebih dahulu dan dapat dilakukan dengan kekerasan atau
tanpa kekerasan. Karakter kekerasan pada ciri revolusi dipahami sebagai akibat
dari situasi ketika perubahan tata nilai dan norma yang mendadak telah
menimbulkan kekosongan nilai dan norma yang dianut masyarakat. Revolusi
dipahami sebagai kondisi dan keadan bagaimana konflik antar elit atau kelas
frustasi. Kondisi ini yang disebut revolusi dan transformasi sosial. Revolusi yang
terjadi di beberapa negara, salah satunya Mesir, merupakan suatu bentuk revolusi
dengan penggunaan kekerasan, perjuangan, dan percepatan perubahan yang
terjadi (Eisenstadt, 1987 : 49)
Trasnsisi melalui revolusi terjadi karena beberapa hal, 1) rezim tidak
melakukan perubahan dan menentang dengan keras segala bentuk tuntutan
perubahan dalam rezim, 2) pihak oposisi yang berseberangan dengan rezim
menghendaki terjadinya perubahan total dalam rezim sampai ke semua bagian,
mulai dari pergantian birokrasi sampai kepada perubahan bentuk rezim diktator
menjadi lebih demokratis (pergantian penguasa dalam rezim), 3) baik oposisi
maupun pemerintah sama-sama mempertahankan pendiriannya masing-masing, 4)
ketidakpuasan di kalangan oposisi membuat kelompok-kelompok extremis dalam
oposisi memobilisasi massa untuk menyerang rezim diktator seperti yang terjadi
di Mesir (Gregorius Sahdan, 2004 : 44-62).
Proses pendirian demokrasi adalah sebuah proses menginstitusionalkan
ketidakpastian, menempatkan semua kepentingan pada ketidakpastian. Dalam
rezim diktator, sejumlah kelompok, terutama angkatan bersenjata, memiliki
commit to user
dengan program kepentingan pemerintah diktator. Situasi tersebut dapat dilihat
sebagai ketidakpastian dari sudut pandang sejumlah kelompok, kelompok yang
tersisih dari blok kekuasaan dan yang terpaksa memandang intervensi angkatan
bersenjata sebagai yang tidak dapat ditolak. Sejumlah kelompok memiliki kontrol
tinggi atas situasi dalam arti suatu kelompok tidak dipaksa untuk menerima
hasil-hasil yang diinginkan. Dalam demokrasi, tidak ada satupun kelompok yang
mampu untuk mengintervensi ketika hasil-hasil konflik mengancam kepentingan
pribadi setiap kelompok. Demokrasi berarti bahwa semua kelompok harus
menundukkan kepentingan pada ketidakpastian. Aksi pengasingan kontrol atas
hasil konflik ini yang merupakan langkah menentukan kearah demokrasi
(Guillermo O’Donnell, Philippe C. Schmitter & Laurence Whitehead, 1993 :
8-10).
Dengan beberapa dasar pemikiran tersebut, dapat dikatakan bahwa
demokrasi tidak kebal terhadap gelombang sejarah. Ada yang runtuh karena
kegagalan politik, menyerah pada perpecahan dari dalam atau dihancurkan oleh
invasi asing. Tetapi negara-negara demokratis juga telah memperlihatkan daya
tahan luar biasa sepanjang waktu, dan telah menunjukkan bahwa dengan
komitmen dan kesadaran pengabdian warga negaranya dapat mengatasi kesulitan
ekonomi yang parah, merujukkan perpecahan sosial etnik, dan jika perlu tegar
dalam zaman perang.
commit to user
sosialisme Islam sebagai ideologi resmi Negara Mesir. Mesir mengklaim bahwa
sosialisme bertujuan menghapus perbedaan kelas, membebaskan kaum tertindas,
serta mengamankan hak-hak mereka (Esposito, dan John O., 1999 : 45).
Di Afrika dan Timur Tengah gerakan menuju demokrasi pada dasawarsa
1980 terbatas. Nigeria bergeser kembali dari pemerintahan militer ke
pemerintahan yang dipilih secara demokratis pada tahun 1979, tetapi
pemerintahan ini kemudian digulingkan oleh sebuah kudeta militer pada awal
tahun 1984. Menjelang tahun 1990 sejumlah liberalisasi telah terjadi di Senegal,
Tunisia, Aljazair, Mesir dan Yordania. Pada tahun 1978 pemerintah Afrika
Selatan memulai suatu proses yang lambat untuk mengurangi apartheid dan
memperluas partisipasi politik bagi minoritas bukan kulit putih, tetapi tidak bagi
mayoritas kulit hitam yang sangat besar jumlahnya di negeri itu. Pada tingkatan
yang paling sederhana, demokrasi mensyaratkan beberapa hal, antara lain
berakhirnya sebuah rezim otoriter, dibangunnya sebuah rezim demokrasi, dan
pengkonsolidasian rezim demokratis itu. Sebuah gelombang demokratisasi adalah
sekelompok transisi dari rezim-rezim nondemokratis ke rezim-rezim demokratis,
yang terjadi di dalam kurun waktu tertentu dan jumlahnya secara signifikan lebih
banyak daripada transisi menuju arah sebaliknya (Samuel P. Huntington, 1995 :
13-59).
Dalam dasawarsa 1970 banyak rezim otoriter juga menghadapi masalah
legitimasi karena pengalaman masa lalu negeri tersebut dengan demokrasi. Sedikit
banyak, tubuh politik dalam masyarakat telah terpengaruh demokrasi, sehingga
meskipun rezim demokrasi sebelumnya mengalami kegagalan besar, anggapan
bahwa pemerintah yang benar-benar absah harus berdasarkan pada
praktek-praktek demokrasi tetap bertahan. Dengan demikian para penguasa otoriter
terpaksa harus membenarkan rezim diktator dengan menggunakan retorika
demokrasi dan mengklaim bahwa rezim diktator benar-benar demokratis atau
akan menjadi demokratis pada masa yang akan datang begitu pemerintah berhasil
menanggulangi masalah-masalah mendesak yang dihadapi oleh masyarakat.
commit to user
(Muammar Khadafy). Para penguasa yang digulingkan ini lalai bahwa awalnya
para diktator berangkat dari situasi rakyat biasa, kemudian bergabung dengan
gerakan yang memanfaatkan rakyat miskin, dan kemudian menjadi pimpinan
puncak perubahan (kudeta politik) sampai para diktator berkuasa. Seorang filsuf
politik yaitu Lord Acton dalam Soyomukti dan Iqbal (2011) mengatakan,
“Kekuasaan itu cenderung korup, kekuasaan mutlak akan korup secara mutlak
(power tends to corrupt, absolute power corrupt absolutely)”.
Berdasarkan pendapat para pakar politik di atas, dapat dikatakan bahwa
pada saat diktator berkuasa, kemudian melupakan cita-cita awal untuk merebut
kekuasaan untuk menjadikan negara lebih baik untuk memperjuangkan nasib
rakyat. Secara umum, negara-negara Arab tersebut memang masih memiliki
sistem dan budaya politik yang jauh dari nilai-nilai demokrasi, bahkan sebagian
besar masih mempertahankan corak politik tradisional dan feudal (kerajaan)
dengan kekuasaan mutlak di tangan penguasa. Sebagian besar memang ada yang
memiliki simbol-simbol dan instrument demokrasi yang secara konseptual
digunakan untuk membagi kekuasaan agar tidak terpusat. Tetapi yang berjalan
dalam kenyataan adalah praktik-praktik politik yang amat jauh dari nilai-nilai
demokrasi dan keadilan. Dari banyak Negara di Arab, hanya Libanon, Irak, dan
Palestina yang cukup memberikan kebebasan pada rakyat untuk menentukan
aspirasinya. Sebagian besar Negara di Arab yang telah berbentuk republik dan
memperkenalkan sistem multipartai misalnya Tunisia, Aljazair, Sudan dan Mesir.
Tetapi sitem yang berjalan belum dapat memenuhi kehendak rakyat dalam
maknanya yang sejati, yaitu memenuhi kebutuhan-kebutuhan secara ekonomi,
sosial dan kebudayaan. Masih banyak terjadi kemiskinan, penindasan, korupsi dan
kesewenang-wenangan oleh rezim penguasa (Nuraini Soyomukti, Muhammad
Iqbal, 2011 : 29-31).
commit to user
Ahmad Arabi, seorang kolonel dalam pasukan Mesir, walaupun pada akhirnya
Arabi dan kelompoknya dapat dikalahkan oleh tentara Inggris. Setelah Perang
Dunia I pada November 1918, di Mesir muncul seorang tokoh pemimpin yang
dianggap berjuang dan menuntut kemerdekaan dari Inggris yaitu Sa’ad Zaghlul.
Penyebab terjadinya revolusi pada saat itu adalah penangkapan dan pengasingan
Sa’ad Zaghlul oleh Inggris. Revolusi terjadi pada 9 Maret 1919 di Cairo dan
seluruh wilayah Mesir yang membuat Inggris merubah kebijakan politiknya dan
membebaskan Sa’ad Zaghlul, kemudian Sa’ad Zahgul dipilih sebagai perdana
menteri pada tahun 1924 (David Akhmad Ricardo, 2011).
Penjajahan Inggris dan campur tangan asing serta perang yang terjadi di
Palestina tahun 1948, sistem kerajaan yang menindas rakyat dan tidak adanya
demokrasi yang mengakibatkan merosotnya ekonomi serta rusaknya kehidupan
sosial, seluruh factor tersebut membuat rakyat Mesir melakukan revolusi.
Revolusi dilakukan dengan menguasai pusat-pusat pemerintahan dan
sarana-sarana vital serta mengepung istana Abdeen yang pada saat itu Mesir di bawah
kekuasaan raja Farouk sejak 1936. Raja dipaksa untuk menyerahkan jabatannya
kepada anaknya, Fouad II, namun karena Fouad belum cukup dewasa, maka
kekuasaan dipegang junta (dewan pemerintahan) yang dibentuk oleh Dubbath
Al-Ahrar, kelompok revolusioner yang dipimpin Gamal Abdel Nasser. Dewan
pemerintahan melihat bahwa sistem kerajaan sudah tidak cocok dengan kehidupan
rakyat Mesir. Akhirnya dewan pemerintahan mengumumkan berdirinya sistem
negara republik pada 18 Juni 1953, dan Jenderal Muhammad Naguib terpilih
sebagai presiden pertama sampai 1954.
commit to user
Pada tanggal 6 Oktober 1981, Anwar Sadat terbunuh oleh kelompok radikal
dalam parade militer pada ulang tahun ke-8 perang Yom Kippur. Setelah itu Mesir
dipimpin oleh Hosni Mubarak.
Perekonomian Mesir di bawah kepemimpinan Mubarak, secara makro
mengalami pertumbuhan yang cukup baik. Mubarak berjuang untuk mencapai
pertumbuhan ekonomi tinggi untuk menekan tingkat pengangguran. Ekonomi
Mesir secara makro memang relatif masih aman, namun tidak sejalan dengan
distribusi kemakmuran. Ketimpangan sosial sangat terlihat di kalangan rakyat
kelas bawah. Di bawah kebijakan ekonomi Mubarak yang liberal, bisnis di Mesir
mengalami pertumbuhan pesat dalam beberapa tahun terakhir, namun hampir
setengah dari total populasi Mesir, yang berjumlah 80 juta jiwa, hidup di dalam
garis kemiskinan menurut standar PBB US$2 per hari. Dalam dua tahun terakhir,
tingkat kemiskinan di Mesir naik dari 20 persen menjadi 23,4 persen (Diunduh
dari situs www.bbc.com, pada tanggal 23 Maret 2012).
Mubarak berjanji akan menciptakan lapangan kerja, sekaligus menekan
tingkat pengangguran, namun Mubarak tidak menepati janjinya. Kelompok
oposisi Mesir juga menyalahkan rezim Mubarak yang tidak serius memberantas
korupsi. Lembaga
Global Coalition Against Corruption
mencatat Mesir di
peringkat 105 dalam daftar negara bersih pada 2006, sejajar dengan dua negara
miskin Afrika, Burkina Faso dan Djibouti. Krisis ini bukan semata-mata karena
rezim yang represif, namun juga gabungan dari masalah lain, seperti masalah
ekonomi dan ketimpangan sosial di kalangan banyak warga (David Akmad
Ricardo, 2011 : 128).
commit to user
yang terjadi di Tunisia yang lebih dahulu terjadi revolusi, sehingga memicu rakyat
Mesir untuk melakukan revolusi (Soyomukti, dan Iqbal, 2011).
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk mengkaji
dan meneliti secara mendalam tentang pemerintahan di Mesir pada masa
kekuasaan Hosni Mubarak dan factor terjadinya revolusi serta jalannya revolusi
Mesir dengan judul
“Runtuhnya Rezim Hosni Mubarak tahun 2011 (Antara
Diktatorisme dan Demokrasi di Mesir)”.
B.
Perumusan Masalah
Agar pembahasan dalam skripsi ini lebih terarah dan jelas bahasan
pokoknya, maka penulis merumuskan pokok permasalahan seperti akan tampak di
bawah ini:
1.
Bagaimanakah pemerintahan di Mesir pada masa Hosni Mubarak?
2.
Apa saja yang menjadi faktor penyebab terjadinya revolusi di Mesir?
3.
Bagaimanakah jalannya revolusi di Mesir?
C.
Tujuan Penelitian
Dengan perumusan masalah diatas maka dapat diperoleh suatu tujuan
penulisan ini adalah untuk mengetahui:
1.
Mengetahui jalannya pemerintahan di Mesir pada masa Hosni Mubarak.
2.
Mengetahui apa saja yang menjadi faktor penyebab terjadinya revolusi di Mesir.
3.
Mengetahui jalannya revolusi di Mesir.
D.
Manfaat Penelitian
1.
Manfaat Teoritis
a.
Mendapatkan data yang sahih mengenai analisis pemerintahan di Mesir masa
Hosni Mubarak.
commit to user
2.
Manfaat Praktis
a.
Menambah perbendaharaan referensi di Perpustakaan Program Sejarah FKIP
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
b.
Merupakan sumber referensi bagi mahasiswa Program Sejarah FKIP Universitas
Sebelas Maret Surakarta, yang akan meneliti lebih lanjut mengenai pemerintahan
di Mesir masa Hosni Mubarak.
commit to user
10
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
Tinjauan Pustaka
1.
Kekuasaan
a.
Pengertian
Harold D. Laswell (1984 : 9) berpendapat bahwa kekuasaan secara
umum berarti ‘’kemampuan pelaku untuk memengaruhi tingkah laku pelaku lain
sedemikian rupa, sehingga tingkah laku pelaku terakhir menjadi sesuai dengan
keinginan dari pelaku yang mempunyai kekuasaan’’. Sejalan dengan itu,
dinyatakan Robert A. Dahl (1978 : 29) bahwa ‘’kekuasaan merujuk pada adanya
kemampuan untuk memengaruhi dari seseorang kepada orang lain, atau dari satu
pihak kepada pihak lain’’.
“Kekuasaan merupakan kemampuan seseorang atau sekelompok orang
untuk memengaruhi pikiran atau tingkah laku orang atau kelompok orang lain,
sehingga orang yang dipengaruhi itu mau melakukan sesuatu yang sebetulnya
orang itu enggan melakukannya. Bagian penting dari pengertian kekuasaan adalah
syarat adanya keterpaksaan, yakni keterpaksaan pihak yang dipengaruhi untuk
mengikuti pemikiran ataupun tingkah laku pihak yang memengaruhi “(Mochtar
Mas’oed dan Nasikun, 1987 : 22). “Kekuasaan merupakan suatu kemampuan
menggunakan sumber-sumber pengaruh yang dimiliki untuk memengaruhi
perilaku pihak lain, sehingga pihak lain berperilaku sesuai dengan kehendak pihak
yang memengaruhi. Dalam pengertian yang lebih sempit, kekuasaan dapat
dirumuskan sebagai kemampuan menggunakan sumber-sumber pengaruh untuk
memengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan, sehingga keputusan
itu menguntungkan dirinya, kelompoknya dan masyarakat pada umumnya”
(Ramlan Surbakti, 1992 : 58)
commit to user
sejumlah orang lain. Pemegang kekuasaan bisa jadi seseorang individu atau
sekelompok orang, demikian juga obyek kekuasaan bisa satu atau lebih dari satu.
Menurut Walter S. Jones (1993 : 3) kekuasaan dapat didefinisikan
sebagai berikut :
1) Kekuasaan adalah alat aktor-aktor internasional untuk berhubungan satu
dengan lainnya. Itu berarti kepemilikan, atau lebih tepat koleksi kepemilikan
untuk menciptakan suatu kepemimpinan; 2) Kekuasaan bukanlah atribut politik
alamiah melainkan produk sumber daya material (berwujud) dan tingkah laku
(yang tidak berwujud) yang masing-masing menduduki posisi khusus dalam
keseluruhan kekuasaan seluruh aktor; 3) Kekuasaan adalah salah satu sarana
untuk menancapkan pengaruh atas aktor-aktor lainnya yang bersaing menggapai
hasil yang paling sesuai dengan tujuan masing-masing; dan 4) Penggunaan
kekuasaan secara rasional merupakan upaya untuk membentuk hasil dari peristiwa
internasional untuk dapat mempertahankan atau menyempurnakan kepuasan aktor
dalam lingkungan politik internasional.
Menurut Benedict Anderson (1972 : 48) kekuasaan dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu konsep pemikiran barat dan konsep pemikiran Jawa.
Menurutnya kekuasaan dalam konsep pemikiran Barat adalah abstrak, bersifat
homogen, tidak ada batasnya, dan dapat dipersoalkan keabsahannya. Sedangkan
kekuasaan menurut konsep Jawa adalah konkrit, bersifat homogen, jumlahnya
terbatas atau tetap dan tidak mempersoalkan keabsahan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kekuasaan sangat penting
kedudukannya dalam masyarakat, dengan kekuasaan suatu kelompok dapat
melakukan apa saja yang diinginkan dan dapat memengaruhi perbuatan-perbuatan
kelompok lain agar taat dan patuh terhadap pemegang kekuasaan.
b.
Cara memperoleh kekuasaan
Menurut Haryanto (2005 : 22) kekuasaan dapat diperoleh dengan
beberapa cara, yaitu :
commit to user
yang dianut masyarakat. Kekuasaan yang bersumber dari kepercayaan hanya
muncul di masyarakat di mana anggota-anggotanya mempunyai kepercayaan yang
dimiliki pemegang kekuasaan.
“Kekuasaan bisa diperoleh dari kekerasan fisik (misalnya, seorang Polisi
dapat memaksa penjahat untuk mengakui kejahatannya karena dari segi
persenjataan polisi lebih kuat); pada kedudukan (misalnya, seorang komandan
terhadap bawahannya, seorang atasan dapat memecat pegawainya); pada
kekayaan (misalnya seorang pengusaha kaya dapat memengaruhi seorang
politikus melalui kekayaannya); atau pada kepercayaan (misalnya, seorang
pendeta terhadap umatnya)” (Miriam Budiardjo, 1982 : 36).
c.
Cara mempertahankan kekuasaan
Kekuasaan yang dimiliki oleh seseorang, sekelompok orang atau suatu
negara terhadap pihak lain, dapat membuat penguasa tersebut berupaya untuk
mencapai apa yang menjadi keinginan dan tujuannya. Cara untuk
mempertahankan kekuasaan dapat dilakukan dengan cara damai, antara lain
dengan demokrasi dan mencari dukungan pihak lain, atau dengan kekerasan,
antara lain dengan penindasan dan memerangi pihak yang menentang
kekuasaannya.
“Dalam masyarakat yang tidak demokratis atau masyarakat yang
dipimpin oleh seorang yang diktator, penguasa mempertahankan kekuasaannya
dengan paksaan. Di dalam masyarakat yang tidak demokratis, ada kecenderungan
penguasa untuk masuk terlalu jauh dalam mengatur kehidupan dan kepercayaan
serta pribadi warganya sesuai dengan keinginan penguasa. Dengan paksaan,
warga ditujukan untuk patuh pada penguasa” (Haryanto, 2005 : 57).
commit to user
untuk memengaruhi tindakan dan aktivitas penguasa di bidang administratif,
legislatif dan yudikatif “(Miriam Budiardjo, 1982 : 37).
Berdasarkan uraian di atas dapat dijelaskan, meskipun dalam
mempertahankan kekuasaan ada berbagai macam cara, namun terdapat beberapa
persamaan yaitu pihak satu ingin selalu memerintah pihak lain, ingin lebih tinggi
dari pihak lain dan menginginkan ketaatan pihak lain.
d.
Otoritas penguasa
“Penguasa adalah aktor yang memiliki, menguasai aktor lain dan
memiliki sumber daya yang berwujud maupun tidak berwujud beserta asetnya
untuk memengaruhi peristiwa-peristiwa yang terjadi agar sesuai kehendaknya”
(Walter S. Jones, 1993 : 3) .‘’Penguasa adalah seseorang yang mempunyai
kemampuan untuk menjalin hubungan dan proses yang menghasilkan ketaatan
dari pihak lain untuk tujuan-tujuan yang ditetapkannya’’ (Ossip K. Flechtheim
dalam Miriam Budiarjo, 1982 : 35).
Dari pengertian di atas dapat dijelaskan bahwa otoritas penguasa adalah
hak, kekuasaan dan wewenang yang sah diberikan padanya untuk membuat
peraturan yang harus ditaati atau diikuti pihak lain atau kekuasaan dan wewenang
yang sah untuk membuat orang atau pihak lain bertindak sesuai dengan yang
diinginkan penguasa.
e.
Hancurnya Kekuasaan
Dalam pemikiran Ibnu Khaldun yang dikutip A. Rahman Zainuddin
(1992 : 233) ada beberapa tahapan proses jatuhnya kekuasaan, yaitu :
1) Kekuasaan yang sentralistik, yaitu pemusatan kekuasaan dan kemegahan
berada pada seorang atau sekelompok penguasa, 2) Kekuasaan yang mempunyai
tata cara dan kebiasaan hidup dalam kemegahan, 3) Kekuasaan yang memiliki
pertahanan lemah, tidak mempunyai kekuatan legitimasi. Sehingga tinggal
menantikan kehancurannya.
commit to user
negara atau lebih, konflik dan perang saudara, kudeta (penggulingan kekuasaan)
baik oleh militer maupun sipil dan aksi-aksi demonstrasi yang memungkinkan
pergantian kekuasaan” (Mukhammad Najib, 2001 : 318).
2.
Diktatorisme
Diktator berasal dari bahasa latin
Dictare,
yang menyatakan sebagai
perintah, seorang pemegang kekuasaan mutlak dalam menjalankan pemerintahan
Negara (Ensiklopedia Indonesia, 1989 : 822). Menurut Franz L. Neuman dalam
Jurnal Ilmu Politik (1993 : 39) diktator adalah “pemerintahan oleh seseorang atau
kelompok orang yang menyombongkan diri dan memonopoli kekuasaan dalam
negara dan melaksanakan kekuasaan tersebut tanpa dibatasi”. Pengertian diktator
juga dikemukakan oleh Jules Archer (1985 : 19), diktator adalah seorang
penguasa yang mencari dan mendapatkan kekuasaan mutlak tanpa memperhatikan
keinginan-keinginan nyata dari rakyatnya. Pengertian dari diktator itu sendiri ada
dua macam, yaitu :
1)
Dikatator proletar, di mana antara masyarakat kapitalis dan masyarakat
komunis terdapat suatu masa peralihan dalam suatu transformasi secara
revolusioner dan masyarakat kapitalis menjadi masyarakat komunis, 2) Diktator
militer, yaitu seorang atau segolongan perwira yang menentang tanpa memberi
pertanggungjawaban kepada rakyat, sehingga caranya naik ke pemerintahan
dengan mengadakan kudeta (Miriam Budiardjo, 1989 : 98).
Jules Archer (1985 : 21) mengatakan bahwa sistem kediktatoran
dibedakan menjadi 2 tipe yaitu, “tipe diktator militer, yaitu mendapatkan
kekuasaanya melalaui kekuatan militer, dan tipe diktator politik, yaitu
mendapatkan kekuasaannya melalui pemilihan umum”.
Ciri-ciri negara Diktator menurut Carl J. Frederick dan Z. Bigriewle
Brezinksky dalam Jurnal Ilmu Politik (1993 : 40), adalah sebagai berikut :
commit to user
dipimpin oleh seorang manusia diktator dengan anggota terdiri dari prosentase
yang relatif kecil dari jumlah penduduknya, yang terdiri dari laki-laki dan wanita
di mana mengabdikan dirinya secara menyeluruh terhadap ideologi dan bersedia
melakukan setiap cara agar supaya diterima oleh umum atau partai tersebut
diorganisir lebih tinggi atau sepenuhnya beserta birokrasi pemerintah, 3) Suatu
sistem teror baik psikis maupun phisik yang dilaksanakan melalui partai dan
pengawasan polisi khusus yang ditujukan terhadap musuh-musuh rezim yang
demonstratif
dan
juga
terhadap
golongan
penduduk
yang
tidak
menyetujuinya.Teror itu baik yang dilakukan oleh polisi rahasia maupun oleh
partai yang ditujukan untuk menindas masyarakat secara sitematis dengan
menggunakan ilmu modern.
Abu Daud Busroh (1987 : 67) menyebutkan ciri-ciri negara diktator
adalah sebagai berikut : 1) adanya peradilan khusus untuk mengadili orang yang
melawan rezim yang berkausa, 2) tidak ada kebebasan berserikat dan berkumpul,
3) tidak ada Pemilihan umum. “Dalam sistem kediktatoran kegiatan warga negara
adalah terikat oleh penguasa atas negara, sehingga kebebasan yang melekat pada
dirinya adalah memuji sang penguasa” (Soehino, 1980 : 35). Sebagaimana
diungkapkan adalah suatu pemerintahan di mana dalam menjalankan kekuasaanya
akan selalu berpedoman pada prinsip-prinsip kediktatoran.
Gregorius Sahdan (2004 : 16) menyatakan bahwa karakteristik dari
sistem diktator adalah:
Tidak ada pertanggungjawaban kekusaan dan rakyat tidak memiliki wewenang
untuk membatasi kekuasaan penguasa. Dalam pemerintahan diktator, kedaulatan
merupakan milik penguasa dan digunakan untuk kepentingan kekuasaan
penguasa. Dukungan publik diperoleh melalui propaganda dan sistem pendidikan
terkontrol secara absolut. Hanya ada satu partai dan memiliki ciri khusus antara
lain : a) Mengesampingkan oposisi, b) memerintah dengan kejam, c) memasukkan
pembangkang ke dalam penjara dan kamp konsentrasi, d) membentuk polisi
rahasia, e) melakukan indoktrinasi atas masyarakat, f) mengawasi masyarakat
secara ketat.
commit to user
a.
Sejumlah penguasa percaya dan yakin bahwa diktator merupakan satu-satunya
cara untuk mempertahankan atau memperkokoh kekuasaan demi terpeliharanya
stabilitas nasional.
b.
Pemerintahan diktator diciptakan untuk menggantikan pemerintahan yang dinilai
tidak mampu menyelamatkan Negara dari keadaan darurat ataupun dari ancaman
keamanan.
c.
Kediktatoran muncul dari tokoh ambisius yang merasa mampu membangun
kejayaan dan kebesaran bangsa dan negara. Kekuasaan ini biasanya didapat
melalui ssuatu perebutan kekuasaan (kudeta) pada saat Negara dalam keadaan
genting.
d.
Pemerintahan diktator juga dapat lahir untuk menutupi ketidakmampuan
pemerintah mengelola negara mengatasi korupsi, gejolak social, kesulitan
keuangan, atau karena memudarnya kepercayaan rakyat terhadap keabsahan
kewenangan dan lembaga tradisional.
e.
Beberapa pemerintahan diktator menyatakan diri atas kehendak mulia.
f.
Pemerintahan diktator sering juga muncul sebagai kesimpangsiuran keadaan
negara, dari kekacauan yang disebabkan oleh perang atau krisis militer yang tidak
dapat diatasi oleh kekuatan militer yang ada, atau dari kemenangan, dalam suatu
peperangan.
g.
Kediktatoran juga dapat dirancang untuk mengawali usaha perubahan dan
modernisasi besar-besaran.
h.
Pemerintahan diktator dapat juga diciptakan untuk menghadapi kelompok
pembaharu, kaum revolusioner atau kelompok pembangkang. (Ensiklopedia, 2004
: 353).
Dalam
Encyclophedia of Social Sciences
(1968 : 161) kediktatoran
mengacu pada dominasi negara yang terbatas oleh individu, kelompok, atau
kelompok kecil. Contoh diktatorial ditemukan di semua zaman dan semua
peradaban. "Diktatur" menandakan tidak hanya prinsip yang mengatur sistem
politik tetapi juga ideologi yang mendasari cara hidup dan ekspresi normatif
perilaku politik. Beberapa ekspresi telah digunakan untuk mengkarakterisasi
commit to user
Fiihrerstaat, otoritarianisme dan totalitarianism. Terlepas dari kediktatoran
konstitusional menetapkan untuk menangani keadaan darurat pemerintah, semua
bentuk kediktatoran dari berbagi segi berikut:
a.
Eksklusivitas dan kesewenang-wenangan dalam menjalankan kekuasaan.
Kediktatoran dicirikan oleh tidak adanya pembagian kekuasaan, penindasan
bersaing, kelompok-kelompok politik dan sosial yang sah dan lembaga,
konsentrasi kekuasaan politik di tangan seorang diktator atau seorang group
otokratis yang mengatur para pemimpin (elit), dan pemanfaatan suatu alat
otokratis dibimbing dan manipulasi penguasa untuk mengembangkan monopoli
kekuasaan.
b.
Penghapusan atau melonggarkan obligasi yuridis kekuasaan politik. Negara
konstitusional dihilangkan, atau revolusioner baru atau kontra hukum dibuat,
hanya sebagai instrumen kekuasaan. Terkait dengan segi ini adalah kesulitan atau
ketidakmungkinan untuk mengatur suksesi diktator secara sah.
c.
Penghapusan atau pembatasan substansial kebebasan sipil. Alih-alih kerjasama
sukarela sosial dan politik kelompok-kelompok otonom dan asosiasi dalam
pendirian persemakmuran, penekanan ditempatkan pada kewajiban warga untuk
melakukan kerja wajib atau jasa kolektif.
d.
Bentuk, terutama agresif impulsif pengambilan keputusan. Domestik dan asing
untuk kebijakan diikuti oleh diktator dan atau elit politik terkemuka biasanya
dibuat secara impulsif dan terinspirasi oleh aktivisme politik yang dinamis, sering
didasarkan pada sebuah Messianism ideologis dan bertujuan untuk merubah atau
mendisiplinkan masyarakat.
e.
Pekerjaan metode politis yang lalim dan kontrol sosial. Metode tersebut berkisar
dari intimidasi untuk propaganda, dari pengenaan kewajiban ketaatan kepada
metode teror.
Nicolo Machiavelli dalam
Ensiclopedia of Social Sciences
(1968 : 161)
adalah yang pertama kali membedakan antara kediktatoran sebagai lembaga
konstitusional republik dan sebagai bentuk pemerintahan despotik, yang
direkomendasikan untuk diperbaiki penguasa sebagai sarana untuk memulihkan
commit to user
pelaksanaan kekuasaan mengenakan legitimasi tradisional. Namun setiap kali
berdaulat mutlak sebenarnya aturan politik, melanggar standar adat otoritas
monarki, pemerintahannya harus disebut dictator.
3.
Demokrasi
Pengertian tentang demokrasi dapat dilihat dari tinjauan bahasa
(etimologis) dan istilah (terminologis). Secara etimologis demokrasi terdiri dari
dua kata yang berasal dari Yunani yaitu “
demos”
yang berarti rakyat atau
penduduk di suatu tempat dan
“cratein”
atau
“cratos”
yang berarti kekuasaan
atau kedaulatan.jadi secara bahasa demokrasi adalah keadaan negara di mana
dalam sistem pemerintahannya kedaulatan berada di tangan rakyat, kekuasaan
tertinggi berada dalam keputusan bersama rakyat.
Demokrasi sering diartikan sebagai penghargaan terhadap hak-hak asasi
manusia, pertisipasi alam pengambilan keputusan dan persamaan hak di depan
hukum. Kemudian muncul idiom-idiom demokrasi seperti
egalite
(persamaan),
equality
(keadilan),
liberty
(kebebasan),
human right
(hak asasi manusia) (Nuraini
Soyomukti, Muhammad Iqbal, 2011 : 77)
Menurut Nurcholis Madjid (2002 : 8) “demokrasi bukanlah kata benda,
tetapi lebih merupakan kata kerja yang mengandung makna sebagai proses
dinamis. Karena itu demokrasi harus diupayakan. Demokrasi berarti sebuah
proses melaksanakan nilai-nilai keadaban
(civility)
dalam bernegara dan
bermasyarakat. Demokrasi adalah proses menuju dan menjaga
civil society
yang
menghormati dan berupaya merealisasikan nilai-nilai demokrasi”.
Howard Cincotta (1965 : 5) juga berpendapat mengenai demokrasi yang
menyatakan bahwa :
commit to user
umum masyarakat. Kebodohan menimbulkan rasa apatis. Demokrasi tumbuh
subur pada tenaga warga negara yang ditunjang oleh arus gagasan, data, pendapat
dan spekulasi yang tidak dihalangi. Negara demokratis tidak dapat menjamin
bahwa kehidupan akan memperlakukan setiap orang dengan sama, dan demokrasi
tidak mempunyai tanggung jawab untuk melakukan hal itu.
Demokrasi sesungguhnya adalah seperangkat gagasan dan prinsip
tentang kebebasan, tapi juga mencakup seperangkat praktek dan prosedur yang
terbentuk melalui sejarah panjang dan sering berliku-liku. Artinya, demokrasi
adalah pelembagaan dan kebebasan. Semua demokrasi adalah sistem di mana
warganaya bebas mengambil keputusan melalui kekuasaan mayoritas. Tetapi
kekuasaan oleh mayoritas tidak selalu demokratis: tak seorangpun, misalnya akan
menyebut suatu sistem adalah adil atau jujur yang mengijinkan 51 persen
penduduknya menindas sisanya yang 49 persen atas nama mayoritas Pemerintah
demokratis tidak mengawasi, mendikte atau menilai isi tulisan atau ucapan orang.
Pada abad XIX pengertian demokrasi mengalami perluasan lagi
mengikuti tradisi pemikiran Schumpeterian, dimana demokrasi dimaknai sebagai
proses pengambilan keputusan kolektif yang penuh melalui pemilu yang bebas,
jujur dan adil guna memilih kandidat-kandidat yang berhak untuk memangku
jabatan politik.
Demokrasi berdasarkan definisi ini meliputi dua dimensi, yaitu ;
a.
Menyangkut kontestan. Semua kontestan yang terlibat di dalam proses demokrasi
(Pemilu) meiliki kesempatan untuk menarik dukungan dari orang lain dan menaati
aturan bersama “rule of the game” yang telah disepakati.
b.
Sebagai pertisipasi untuk mengukur sejauh mana keterlibatan warga Negara dalam
suatu proses politik. Untuk mengukur tingkat partisipasi warga Negara dalam
proses politik, instrument yang digunakan adalah Pemilu.
commit to user
“Pemilu merupakan suatu kesempatan untuk menguji bagaimana seperangkat
berfungsi di masa transisi, dan apakah hak asasi manusia yang fundamental
dilindungi dan dipupuk. Ukurannya dalah warga Negara bebas untuk menyatakan
pendapat politik, berserikat, berkumpul, dan bergerak sebagai bagian dari suatu
proses pemilihan”.
Dari definisi Patrick Merloe di atas, setidaknya ada sepuluh elemen yang
menjadi penopang dan instrument utama dari Pemilu ;
a.
Pengfungsian lembaga Pemilu
b.
Perlindungan dan penghargaan terhadap hak-hak asasi pemilih
c.
Partisipasi warga Negara dalam pemilihan
d.
Adanya lembaga-lembaga independen yang memantau jalannya Pemilu, seperti
Perss, lembaga Independen Pemantau Pemilu (LIPP)
e.
Para calon legislator memiliki kesempatan untuk berkampanye tanpa merasa takut
f.
Militer bertindak netral dan professional
g.
Polisi bertindak jujur dan bertindak adil terhadap semua kontestan Pemilu
h.
Lembaga kehakiman yang mampu menegakkan hukum
i.
Kontrol media massa
j.
Akses informasi peserta Pemilu
Suatu pemerintahan dikatakan demokratis bila dalam mekanisme
pemerintahan mewujudkan prinsip-prinsip demokrasi. Menurut Masykuri
Abdullah (1999 : 14) “prinsip-prinsip demokrasi terdiri atas prinsip persamaan,
kebebasan, dan pluralism”. Menurut Robert A. Dahl dalam Masykuri Abdullah
(1999 : 15) terdapat beberapa prinsip yang harus ada dalam sistem demokrasi
yaitu : (1) kontrol atas keputusan pemerintah, (2) pemilihan yang teliti dan jujur,
(3) hak memilih dan dipilih, (4) kebebasan menyatakan pendapat tanpa ancaman,
(5) kebebasan mengakses informasi, (6) kebebasan berserikat.
commit to user
beberapa partai politik, (10) adanya musyawarah, (11) adanya persetujuan
parlemen, (12) adanya pemerintahan yang konstitusional, (13) adanya ketentuan
tentang pendemokrasian, (14) adanya pengawasan terhadap administrasi publik,
(15) adanya perlindungan hak asasi, (16) adanya pemerintahan yang bersih, (17)
adanya persaingan keahlian, (18) adanya mekanisme politik, (19) adanya
kebijaksanaan negara, dan (20) adanya pemerintahan yang mengutamakan
tanggung jawab.
Amien Rais dalam Achmad Ubaidillah (2005 124) menambahkan kriteria
lain sebagai parameter demokrasi yaitu : (1) adanya partisipasi dalam pembuatan
keputusan, (2) distribusi pendapatan secara adil, (3) kesempatan memperoleh
pendidikan, (4) ketersediaan dan keterbukaan informasi, (5) mengindahkan
politik, (6) kebebasan individu, (7) semangat kerjasama, (8) hak untuk protes.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hakikat
demokrasi sebagai suatu sistem bermasyarakat dan bernegara serta pemerintahan
memberikan penekanan pada keberadaan kekuasaan di tangan rakyat baik dalam
penyelenggaraan negara maupun pemerintahan. Kekuasaan pemerintahan berada
di tangan rakyat mengandung pengertian tiga hal :
a.
Pemerintahan dari rakyat (
govenrment of the people)
commit to user
b.
Pemerintahan oleh rakyat
(government by the people)
Pemerintahan oleh rakyat berarti bahwa suatu pemerintahan menjalankan
kekuasaan atas nama rakyat bukan atas dorongan diri dan keinginannya sendiri.
Selain itu juga mengandung pengertian bahwa dalam menjalankan kekuasaannya,
pe,erintah berada dalam pengawasan rakyatnya. Karena itu pemerintah harus
tunduk kepada pengawasan rakyat
(social control).
Pengawasan rakyat dapat
dilakukan secara langsung oleh rakyat maupun tidak secara langsung yaitu
melalui perwakilannya di parlemen. Dengan adanya pengawasan oleh rakyat akan
menghilangkan ambisi otoriterianisme para penyelenggara Negara.
c.
Pemerintahan untuk rakyat
(government for the people)
Mengandung pengertian bahwa kekuasaan yang diberikan oleh rakyat
kepada pemerintah itu dijalankan untuk kepentingan rakyat. Kepentingan rakyat
harus didahulukan dan diutamakan di atas segalanya, untuk itu pemerintah harus
mendengarkan dan mengakomodasi aspirasi rakyat dalam merumuskan dan
menjalankan kebijakan dan program-programnya. Oleh karena itu pemerintah
harus membuka saluran dan ruang kebebasan seluas-luasnya kepada rakyat dalam
menyampaikan aspirasinya baik melalui media pers maupun secara langsung.
4.
Revolusi
“Revolusi merupakan wujud perubahan sosial yang paling spektakuler;
sebagai tanda perpecahan mendasar dalam proses historis; pembentukan ulang
masyarakat dari dalam dan pembentukan ulang manusia” (Sztompka, 2004 : 357).
Menurut Sztompka (2004 : 357) revolusi mempunyai lima perbedaan dengan
bentuk perubahan sosial yang lain. Perbedaan tersebut adalah :
a.
Revolusi menimbulkan perubahan dalam cakupan terluas; menyentuh semua
tingkat dan dimensi masyarakat : ekonomi, politik, budaya organisasi sosial,
kehidupan sehari-hari, dan kepribadian manusia.
b.
Dalam semua bidang tersebut, perubahannya radikal, fundamental, menyentuh inti
bangunan dan fungsi sosial.
commit to user
d.
Revolusi merupakan “pertunjukan” paling menonjol; waktunya luar biasa cepat
dan oleh karena itu, sangat mudah diingat.
e.
Revolusi membangkitkan emosional khusus dan reaksi intelektual pelakunya dan
mengalami ledakan mobilisasi massa, antusiasme, kegemparan, kegirangan,
kegembiraan, optimisme dan harapan; perasaan hebat dan perkasa; keriangan
aktivisme dan menanggapi kembali makna kehidupan; melambungkan aspirasi
dan pandangan utopia ke masa depan.
Konsep modern mengenai revolusi berasal dari dua tradisi intelektual,
yaitu pandangan sejarah dan pandangan sosiologis. Berdasarkan konsepsi sejarah,
revolusi mempunyai ciri sebagai suatu penyimpangan yang radikal dari suatu
kesinambungan, penghancuran hal yang fundamental (mendasar) serta kejadian
yang menggemparkan dalam periode sejarah. Konsep revolusi secara sosiologis
menunjuk pada gerakan massa yang menggunakan paksaan dan kekerasan
melawan penguasa dan melakukan perubahan dalam masyarakat (Sztompka, 2004
: 358).
Revolusi yang menekankan pada kekerasan dan perjuangan, serta
kecepatan perubahan, memfokuskan pada teknik perubahan. Dalam hal ini,
revolusi merupakan antonim dari evolusi. Beberapa definisi yang tercakup dalam
kelompok ini antara lain: 1) Menurut Johnson, revolusi dimaknai sebagai
upaya-upaya untuk merealisasikan perubahan dalam konstitusi masyarakat dengan
kekuatan, 2) Menurut Gurr, revolusi merupakan perubahan yang fundamental
(dalam aspek) sosio-politk melalui kekerasan, 3) Menurut Brinton, revolusi
merupakan pergantian yang drastis dan tiba- tiba satu kelompok oleh kelompok
lain dalam pelaksanaan pemerintahan.
commit to user
yang disebut revolusi dan transformasi social. Revolusi yang terjadi di beberapa
negara, salah satunya Mesir, dapat dikatakan sebagai revolusi dengan penggunaan
kekerasan, perjuangan, dan percepatan perubahan yang terjadi. Revolusi dapat
diartikan sebagai lawan dari pembaruan, perhatian utamanya adalah pada proses
transformasi fundamental masyarakat. Selain itu, revolusi dapat dimaknai sebagai
lawan dari evolusi, dan yang terakhir dapat dilihat dari tekanan revolusi yaitu pada
penggunaan kekerasan, perjuangan dan kecepatan perubahan yang terjadi
(Eisenstadt, 1987 : 49).
Sztompka (1994 : 61-63) mengemukakan revolusi dapat berupa
peperangan dan pemberontakan, namun tidak berarti revolusi adalah
pemberontakan dan peperangan. Revolusi selalu memiliki tujuan fundamental
untuk menumbangkan kekuasaan masyarakat atau susunan kekuasaan yang
berkuasa, sedangkan semua jenis gangguan keamanan seperti kerusuhan atau
pemberontakan hanya merupakan bentuk perlawanan kepada penguasa yang
bertujuan menggeser atau mengambil alih kedudukan mereka.
Revolusi membawa dampak pada perubahan melalui kekerasan terhadap
rezim politik yang ada. Perubahan dilakukan melalui penggantian elit politik atau
kelas yang berkuasa. Perubahan secara mendasar pada berbagai bidang
kelembagaan yang ada. Hubungan dengan sistem lama seolah-olah diputuskan
secara radikal. Revolusi juga membawa pengaruh pada bangkitnya kekuasaan
ideologis dan orientasi kebangkitan mengenai gambaran revolusioner. Hal ini
menggambarkan bahwa revolusi tidak hanya membawa transformasi
kelembagaan, melainkan juga perubahan terhadap sistem pendidikan dan moral
sehingga mewujudkan “manusia baru”.
commit to user
kebudayaan, dan dengan berbagai pola inovasi kelembagaan di bidang ekonomi,
kependidikan dan ilmu pengetahuan. Akibatnya gerakan pemberontakan, protes,
dan intelektual yang berada dalam revolusi besar cenderung melibatkan berbagai
tema dan orientasi protes yang realistis ke arah pembentukan pusat dan
kolektivitas, serta pembentukan kelembagaan. Hubungan dengan pembangunan
kelembagaan konkrit serta pembentukan dan pelembagaan pusat ini yang
membedakan dengan seluruh gerakan protes lainnya (Eisenstadt, 1986 : 215-216).
commit to user
B.
Kerangka Pemikiran
Keterangan :
Hosni Mubarak adalah presiden diktator yang menjabat menjadi presiden
Mesir sejak tanggal 14 Oktober 1981 hingga 11 Februari 2011. Sebagai presiden
Mesir, Mubarak dianggap sebagai pemimpin yang paling berkuasa di wilayahnya.
Secara resmi, presiden Republik Arab Mesir dipilih untuk jabatan Kepala Negara
Mesir. Di bawah konstitusi Mesir, seorang presiden juga menjabat Komandan
tertinggi untuk angkatan bersenjata dan kepala Eksekutif pemerintahan Mesir.
Mubarak memegang pemerintahan Mesir dengan diktator, dan Mubarak telah
memerintah Mesir selama 30 tahun. Ini tidak sesuai dengan partai yang diusung
Mubarak, yaitu Partai Demokrasi Nasional dan tentunya dengan sistem
Kekuasaan Diktatorisme Hosni Mubarak
Krisis Mesir Demokrasi di Mesir
Penangkapan Kelompok Ikhwanul Muslimin
menjelang Pemilu
Revolusi Tunisia
Revolusi Mesir
Jatuhnya Rezim Hosni Mubarak Kemiskinan,