LOGO
Analisis Sumberdaya Alam dan
Pembangunan Ekonomi
Berkelanjutan Propinsi NTB
ADDINUL YAKIN (Addy)
–
Faperta UNRAM
Disampaikan pada Workshop on LECE
–
SUEZ, Kerjasama
WWW Nusa Tenggara dan Pemda NTB.
STRUKTUR PRESENTASI
1.
PENDAHULUAN
2.
KONDISI SUMBERDAYA ALAM STRATEGIS NTB
3.
IMPLIKASI SOSIAL EKONOMI DAN LINGKUNGAN DEGRADASI
SDA NTB
4.
KONSEP, STRATEGI, DAN SASARAN PEMBANGUNAN
BERKELANJUTAN
5.
MENUJU PEMBANGUNAN EKONOMI NTB BERKELANJUTAN
DALAM PERSPEKTIF KEBIJAKAN
6.
POTENSI BENEFIT EKONOMI PERBAIKAN DAN KONSSERVASI
SDA & LINGKUNGAN NTB
7.
PENGELOLAAN SDA DAN LINGKUNGAN DALAM PERSPEKTIF
KEBIJAKAN di NTB
8.
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
1. PENDAHULUAN
Perekonomian NTB masih sangat tergantung pada basis sumberdaya alam,
dimana pada Tahun 2008, 49,5 % masih bekerja di sektor pertanian diikuti
oleh sektor terkait pariwisata (sekitar 36 %). Namun demikian, tingkat
pertumbuhan sektor pertanian relatif rendah (3,61 %) sektor non pertanian
(terutama industri dan terkait pariwisata) relatif lebih tinggi
Kondisi sumberdaya alam dan lingkungan di NTB,semakin mengkhawatirkan,
kalau tidak ditangani maka akan dapat mengancam pertumbuhan ekonomi
dalam jangka panjang
Dalam rangka menuju NTB Hijau dan Pengembangan Pariwisata, semangat
PIN (Percepatan, Inovatif, Nilai Tambah) harus disertai oleh daya dukung
sumberdaya alam dan lingkungan yang memadai
Perlu integrasi dan sinergi antara pelestarian sumberdaya alam dan
2. KONDISI SUMBERDAYA
ALAM DAN LINGKUNGAN
2.1. KONDISI SUMBERDAYA DAN
LINGKUNGAN HUTAN DAN DAS
1999-2006 di Kawasan Gunung Rinjani telah terjadi
Penurunan tutupan hutan seluas 5.715 ha per tahun (WWF,
2008)
Luas lahan kritis di dalam Kawasan Hutan Pulau Lombok
153.810, 45 ha (32, 45 % dari luas wilayah P Lombok (SK
Gubernur NTB No. 122/2005)
Jumlah lahan kritis di DAS/SWSS di P Lombok mencapai
2.1.1. Degradasi Hutan NTB
No.
Tahun
Luas Kawasan Hutan
(Ha)
Degradasi (Ha)
1
1996
1.050.522,1281
2
2000
996.836,5286
53.685,5995
3
2004
962.745,8252
34.090,7034
4
2008
817.831,2368
144.914,5884
Rata-Rata/
Tahun
12.076,25
2.1.2. KONDISI HUTAN DAS DI P LOMBOK
Tabel 3 Katagori Kondisi Daerah Aliran Sungai berdasarkan
Prosentase Luas Hutan dalam DAS di Pulau Lombok
No
Nama
DAS
Luas DAS
(Ha)
Luas Hutan
Dalam DAS
(Ha)
Prosentase
Hutan Dlm
DAS (%)
Katagori
Kondisi
DAS
1
Jelateng
59964.0106
6737.9922
11.24
Sangat
Kritis
2
Dodokan
197480.9951
43583.3467
22.07
Kritis
3
Menanga
97365.6961
25427.4535
26.12
Kritis
4
Putih
95894.6892
41538.5705
43.32
Baik
2.1.3. Kondisi Hutan DAS di P Sumbawa
Tabel 4 Katagori Kondisi Daerah Aliran Sungai berdasarkan Prosentase
Luas Hutan dalam DAS di Pulau Sumbawa
No.
Nama DAS
Luas DAS (Ha)
Luas Hutan
1
Jereweh
95700.3881
74974.8661
78.34
Baik
2
Bako
94896.7374
64013.7927
67.46
Baik
3
Empang
54049.3982
5707.0793
10.56
Sangat Kritis
4
Rimba
106428.4873
37214.7611
34.97
Baik
5
Beh
232835.7428
193105.9876
82.94
Baik
6
Rea
99933.7634
66751.9545
66.80
Baik
7
Moyohulu
126337.4257
21295.7687
16.86
Sangat Kritis
8
Baka
81394.7856
38292.1145
47.04
Baik
9
Rhee
96689.8636
36701.5456
37.96
Baik
10
Sari
43977.3929
6973.9217
15.86
Sangat Kritis
2.1.4. Kondisi Lahan Kritis di Pulau Lombok
Sangat kritis
5952.80
(3,66%)
Kritis
5500.54
(3,38%)
Potensial kritis
110741.4
(68,05%)
Total
162.742,79
132.543,93
153.313,97
448.600,69
2.2. Kondisi Sumberdaya Air (1)
Dalam kurun 1992-2007 curah hujan di DAS ada yang turun, naik,
dan fluktuatif
Beberapa sungai di Kawasan Gunung Rinjani mengalami
penurunan debit rata-rata 3,8 % per tahun
Kondisi debit sungai di kawasan G Rinjani sekarang sebesar 114,34
juta m3 atau sekitar 5371 m3/kapita/ tahun (menengah), dengan
tingkat pertumbuhan penduduk 1,8 %/tahun, pada tahun 2020
hanya mencapai 4260 m3/kapita/tahun (kurang)
Hasil riset pada beberapa sampel DAS, kisaran indeks pencemaran
dari tercemar sedang hingga berat (WWF, 2008)
Hasil Evaluasi Kondisi Koefisien Regime Sungai (KRS) di WS
Lombok ditemukan bahwa dari 19 DAS ditemukan bahwa 5 DAS (
%) dalam kondisi sedang, dan 14 DAS ( %) dalam kondisi buruk
(Balai Hidrologi, 2007)
Kondisi Sumberdaya Air (2)
Di Kab Sumbawa telah terjadi
kehilangan jumlah titik
mata air sebanyak 179
, yaitu dari 250 titik menjadi 71
titik mata air.
56 % mempunyai debit kurang dari 5
liter/detik
. Aliran mata air sangat kecil, dan
debit aliran
menurun mencapai 76,6 %.
Kondisi lahan di sekitar
mata air kurang mendukung karena kondisi hutan rusak
atau pengalihan fungsi lahan.
Di Kabupaten Dompu, Secara keseluruhan debit mata
air telah mengalami penurunan secara signifikan
dengan
rata-rata 58,30 %
dan Di Kabupaten
2.3. KECENDRUNGAN DEGRADASI SDA
DAN LINGKUNGAN PERTANIAN
Parameter
Kini dibandingkan dengan
masa lalu
Esok dibandingkan dengan saat
sekarang
Hasil produksi
60
83,3
12
16,7
58
80,6
14
19,4
Hama/penyakit
50
69,4
22
30,6
48
66,7
24
33,3
Gulma
32
55,6
40
44,4
30
41,7
42
58,3
Standar hidup
64
88,9
8
11,9
68
94,4
4
5,6
Tingkat Erosi
64
88,9
8
11,1
62
86,1
10
13,9
Keragaman
hayati
(
biological diversity
)
8
11,1
64
88,9
2
2,8
70
97,2
Kesuburan tanah
14
19,4
58
80,6
17
23,6
55
76,4
2.4. KONDISI PESISIR DAN KELAUTAN
Sampai saat ini, serangkaian ancaman seperti pengeboman ikan (
blast
fishing
), sedimentasi dan polusi, penangkapan berlebihan, dan
pembangunan pariwisata telah merusak kondisi terumbu karang dan
ekosistemnya (Cesar, 1996; Soede, et.al., 1999). Satu survey 1998
menemukan bahwa kondisi terumbu karang di Indonesia sudah sangat
mengkhawatirkan, di mana hanya 5,3 % sangat baik (tutupan terumbu
karang, 76-100 %); 21.7 % baik (51-75 %); 33,5 % cukup baik (26-50 %);
dan 39,5 % jelek (0-25 %) (World Bank, 2003). Mengingat nilai ekonomi,
budaya, sosial, ekologis terumbu karang yang tinggi (Pendleton, 1995)
pada satu sisi dan tingkat degradasi yang semakin parah pada sisi lain
maka pengelolaan terumbu karang berkelanjutan telah menjadi perhatian
kontemporer (Bunce and Gustavson, 1998). Kegiatan pertambangan
karang dan penangkapan ikan dengan bahan peledak masih berlangsung di
Taman Wisata Alam Gili Matra (TWALGM), sehingga telah mengakibatkan
kerusakan lingkungan terumbu karang yang signifikan, meskipun
Gambar 1: Siklus Masalah Degradasi Sumberdaya Perikanan dan Pesisir
DAMPAK:
•
Penangkapan berlebihan
•
Penangkapan dengan metode destruktif (
illegal-blast fishing
)
•
Deforestasi dan Kehilangan keragaman hayati
•
Kenaikan Suhu Bumi
•
Degradasi fisik ekosistem pesisir utama: terumbu karang, hutan bakau, estuaria, dan pantai berpasir
•
Sedimentasi
•
Eutropikasi
•
Polusi/pencemaran dari industri, limbah domestik, pupuk kimiawi pertanian
•
Kerusakan habitat alami
KONSEKUENSI:
•
Berkurangnya jenis dan jumlah tangkapan
Berkurangnya Kapasitas ekosistem dan habitat
Berkurangnya turis
Hilangnya keragaman hayati
Berkurangnya benefit
Meningkatnya erosi
Meningkatnya biaya penangkapan
Meningkatnya Biaya sosial dan lingkungan
AKAR MASALAH
:
Pertumbuhan penduduk
Kegagalan pasar
Keserakahan manusia
Eksternalitas
Kemiskinan
Kegagalan kelembagaan termasuk lembaga lokal
Pendidikan rendah
Kebijakan yang tidak sesuai
Akses terbuka
Kurangnya penegakan hukum
Sumberdaya tersedia terbatas
Virus dan Penyakit
2.5. Kenapa Degradasi Sumberdaya alam
dan Lingkungan Terjadi
Aktivitas Manusia: Legal dan illegal logging/tangkap,
legal (transmigrasi) dan Illegal occupation (pemukiman,
peternakan masyarakat sekitar), Konversi untuk
pertanian/perkebunan, dan bencana (kebakaran,
longsor, dll)
Kenapa manusia cendrung merusak? Masalah: property
rights, policy /governmental failures, market failures,
institusional failurers
Untuk memperbaiki, koreksi semua kegagalan dan
3.1. IMPLIKASI EKONOMI DEGRADASI
LINGKUNGAN
Biaya sosial dan lingkungan yang tinggi
(pengendalian
banjir,
erosi,
kerusakan
infrastruktur,
kehilangan
hasil
pertanian,
menurunnya wisatawan, dan ekses negatif
lainnya)
Produktivitas Lahan Cendrung Menurun
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Produktivitas Padi NTB
Rata-rata
Produksi_Kw/Ha
3.2. IMPLIKASI LANGSUNG PADA SEKTOR
PERTANIAN DAN SEKTOR LAIN
Ketersediaan Air Menurun mengganggu intensitas tanam
dan produktivitas usahani baik tanaman maupun ternak
Rusaknya Infrastruktur Pertanian, sarana dan prasana
irigasi (saluran, dam, dan sejenis)
Kehilangan hasil pertanian (tanaman dan ternak karena
flooding, erosi, dan sejenis
Kesempatan kerja, pendapatan masyarakat menurun,
rawan sosial-ekonomi dan politik
Bisa menghambat Pertunbuhan Sektor Pariwisata dan
-
50,000.00
100,000.00
150,000.00
200,000.00
250,000.00
Tahun
Luas Tanah Sawah Untuk 1x Tanam dan 2x Tanam di
Prov NTB (1996-2007)
2x tanam
1x tanam
3.3. ILUSTRASI POTENSI KERUGIAN EKONOMI
Pendapatan
perikanan
sustainabel yang
hilang
Kehilangan
proteksi
pesisir
Kehilangan
penerimaan wisata
Blast Fishing
570
160
210
Sedimentasi
20
0
100
Tabel Kehilangan Ekonomi dari Penangkapan Bahan Peledak dan Sedimentasi
selama 20 tahun (Juta US $)
PERSEPSI NELAYAN TENTANG HASIL
TANGKAPAN LAUT
Kriteria
Belakangan
ini
(Desember 1999)
Musim Ikan
Di Luar Musim Ikan
Jumlah
%
Jumlah
%
Jumlah
%
Persepsi Nelayan tentang Kelayakan
Ekonomi Usaha Penangkapan
Pendapat Nelayan
(kriteria)
Persentase (%)
TANJUNG
LUAR
JEROWARU SUKARAJA
Menguntungkan
Untungnya sedikit
Tidak menguntungkan lagi
Sekedar untuk hidup
4. KONSEP, STRATEGI, DAN
SASARAN PEMBANGUNAN
4.1. KONSEP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
(Sustainable Development-SUSDEV) (1)
KOMITMEN GLOBAL SEJAK Konferensi PBB
1972 dan diperkuat pada UNCED 1992 dalam
Pasal 4 dalam
Rio Declaration 1992
:
“
Untuk mewujudkan pembangunan
berkelanjutan, proteksi lingkungan harus
menjadi bagian integral dari proses
pembangunan dan tidak boleh dipisahkan
4.2. KONSEP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
(Sustainable Development)
Brundlant Report in Our Common Future, the final
commission report (1987)
“
Sustainable development as development that meets
the needs of the present without compromising the
ability of future generations to meet their own
needs”.
Pembangunan Berkelanjutan adalah pembangunan
yang dapat memenuhi kebutuhan masa sekarang
4.3 PERSPEKTIF PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
SusDev mensyaratkan interaksi yang harmonis, seimbang,
dan saling ketergantungan antara dimensi-dimensi sosial,
ekonomi, dan lingkungan
.
TIGA PERSPEKTIF SUSDEV:
PERSPEKTIF EKONOMI
dimana alokasi dan penggunaan sumberdaya harus
menciptakan efisiensi ekonomi, pertumbuhan, dan stabilitas, dengan
internaslisasi dan kompensasi bagi kerusakan lingkungan
PERSPEKTIF LINGKUNGAN
di mana alokasi dan penggunaan sumberdaya
harus menciptakan integritas lingkungan di mana biodiversitas dan fleksibilitas
sumberdaya alam dipertahankan sehingga menjamin produksi barang dan jasa
yang berkualitas sepanjang waktu;
4.4. Sasaran Kebijakan bagi Perwujudan Pembangunan
Berkelanjutan ( SADC 1996 dalam UNEP (1999) (1)
Kebutuhan
manusia
Sustainabilitas
ekonomi
(
Economic sustainability)
Sustainablitas Sosial (
Social
sustainability)
Sustainabilitas
lingkungan
(
Environmental sustainability)
Air
Memastikan
suplai
air
yang
cukup
dan
penggunaannya
yang
efisien bagi pembangunan
pertanian,
industry,
perkotaan dan pedesaan.
Memastikan akses yang cukup
bagi mayoritas kaum miskin
pada air bersih baik untuk
keperluan domestic maupun
pertanian skala kecil
Memastikan
perlindungan
yang
memadai
bagi
sumberdaya dan ekosistem
sumber air, perairan dan air
tawar/bersih
Makanan
Meningkatkan
produksi
dan
produktivitas
pertanian bagi ekspor dan
keamanan
pangan
regional
Meningkatkan
produktivitas
dan
profitabilitas
dari
pertanian
skala
kecil
dan
memastikan keamanan pangan
rumahtangga
Memastikan penggunaan yang
berkelanjutan dan konservasi
sumberdaya
lahan,
hutan,
kehidupan
liar
(wildlife),
perikanan dan air.
Kesehatan
Meningkatkan produktivitas
melalui
penangangan
kesehatan
preventif
dan
peningkatan kesehatan dan
keamanan di tempat kerja
Memperkuat standar udara, air,
dan
suara/bising
bagi
perlindungan kesehatan manusia
dan
memastikan
pelayanan
kesehatan dasar bagi mayoritas
kaum miskin
Sasaran Kebijakan bagi Perwujudan Pembangunan
Berkelanjutan ( SADC 1996 dalam UNEP (1999) (2)
Pemukiman
dan jasa-jasa
Memastikan
suplai
sumberdaya yang cukup
dan
penggunaannya
yang
efisien
bagi
bangunan dan sistem
transportasi.
Memastikan akses yang cukup
terhadap
perumahan
yang
terjangkau,
sanitasi,
dan
transportasi
oleh
mayoritas
kaum miskin
Memastikan
penggunaan
yang
optimum dan berkelanjutan dari
sumberdaya lahan, hutan, energi, dan
mineral.
Energi
Memastikan
suplai
energi yang cukup dan
penggunaanya
yang
efisien
bagi
pembangunan
industry, transportasi
dan
penggunaan
rumahtangga
Memastikan akses yang cukup
terhadap
energi
yang
terjangkau
oleh
mayoritas
kaum
miskin,
terutama
alternatif-alternatif bagi kayu
bakar.
Mengurangi dampak lingkungan
lokal, nasional, dan global dari
minyak bumi dan mengembangkan
pembangunan
dan
penggunaan
alternatif-alternatif
bagi
sumberdaya
hutan
dan
yang
sumberdaya terbarukan lainnya
Pendidikan
Memastikan
ketersediaan
orang-orang
terlatih
bagi
semua sektor ekonomi
kunci
Memastikan akses yang cukup
bagi semua pada pendidikan
bagi kehidupan yang sehat dan
produktif
Mengintegrasikan
lingkungan
dalam
program-program
pendidikan dan informasi publik.
Pendapatan
Meningkatkan
efisiensi
ekonomi,
pertumbuhan
dan
Mendukung usaha skala kecil
dan
penciptaan
lapangan
kerja bagi masyarakat miskin
4.5. PERGESERAN PARADIGMA PEMBANGUNAN DAN
PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN
Ada Pengakuan yang meningkat pada kompleksitas hubungan antara
Sektor Kehutanan dan peluang-peluang baru untuk pembangunan
pedesaan baik dalam meningkatkan basis produktif maupun memperkuat
fungsi-fungsi jasa lingkungan (Slee and Wiersum, 2001; Elands and
Wiersum, 2001).
Pada masalalu berorientasi pada fungsi produksi sumberdaya alam (hutan,
kelautan) untuk kemajuan ekonomi pedesaan/pesisir (pendapatan,
kesempatan kerja, dan bahan baku), Saat ini, peran sumberdaya alam
(kehutanan, kelautan) telah berubah kepada upaya mempertahankan dan
kembali memulihkan jasa amenitas dan lingkungan menuju wilayah rekreasi
dan kehidupan yang menarik secara lingkungan untuk populasi perkotaan.
Akibatnya perlu penyesuaian pada kebijakan sektor sumberdaya alam dan
pedesaan.
5.1. Valuasi Lingkungan di Asia
Cesar (2002) melaporkan bahwa 93 persen
studi di Asia Selatan dan Asia Tenggara
ditujukan untuk mengestimasi nilai penggunaan
langsung (
direct use values
) dan hanya sekitar 7
persen yang mengkaji tentang
indirect use
and
non-use values
(Cesar, 2002), sehingga usaha
untuk mengatasi konflik antara konservasi dan
konversi sumberdaya pantai dan kelautan masih
Gambar Kategorisasi nilai ekonomi sumberdaya dan lingkungan terumbu karang
Nilai Ekonomi Total
Nilai Pengguna
(use values)
Nilai bukan pengguna
(non use values)
Langsung
Tidak langsung
Pilihan
Quasi pilihan
Masa depan
keberadaan
Penggunaan
langsung maupun
tidak langsung
masa depan
Benefit fungsional
yang dinikmati secara
tidak langsung
Output & jasa yang
bisa dikonsumsi
Spesies Habitat, dan
Keragaman Hayati
Dukungan biologis pada:
Burung laut, Kura-kura,
Ikan, dan
Ekosistem lainnya
Ekstraktif:
Ikan, Budidaya laut,
Perdagangan
akuarium
Obat-obatan
Menyimpan Nilai
pengguna dan non
pengguna untuk
masa datang
Informasi baru yang
diharapkan untuk
menghindar
kehilangan yang
tidak bisa diperbaiki
Nilai dari pengetahuan
akan keberlanjutan
eksistensi sumberdaya
(keyakinan moral)
Proteksi fisik pada:
Garis pantai
Navigasi
Ekosistem lainnya
Dukungan kehidupan global:
Penyimpanan karbon
5.3. Potensi Nilai Ekonomi Kawasan Hutan
Stabilisasi Fungsi-Fungsi hidrologis
Proteksi tanah
Stabilisasi iklim
Konservasi sumberdaya yang diperbaharui
Proteksi sumberdaya genetik
Preservasi stok pemuliaan, jumlah sumber air
Keragaman hayati
Fasilitas Rekreasi dan Pariwisata
Nilai lingkungan (non-markets)
Kesempatan Kerja
Fasilitas pendidikan, riset dan monitoring
Mempertahankan lingkungan hidup berkualitas
Keuntungan dari perlakuan khusus untuk Masyarakat sekitar kawasan
Preservasi Nilai kebanggaan budaya dan tradisional serta warisan regional
5.5. POTENSI BENEFIT EKONOMI PENGELOLAAN SDA DAN
LINGKUNGAN BERKELANJUTAN (1)
Sumber Benefit
Besarnya Benefit
(Milyar Rp./tahun)
PV selama 10 tahun (milyar
Rp)
15 %
Sumber daya air
423
2.774
Sumberdaya kehutanan (hutan
produksi)
31
206
Sumberdaya pariwisata(1999)
286
1876
Total Nilai WTP (jika pasar
tersedia, dengan pembayaran per
RT)
31
203
Nilai Total
771
5157
5.5. POTENSI BENEFIT EKONOMI PENGELOLAAN
SDA DAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN (2)
2.
Analisis Biaya Perjalanan (Travel Cost Method) tentang wisata pendakian Gunung
Rinjani menunjukkan ekonomi maksimum yang potensial bisa dicapai adalah sebesar
Rp. 5.464.911.352, dengan harga tikat masuk optimum adalah sebesar Rp 159.500.-
dan tingkat kunjungan optimum sebanyak 34.263 per tahun. Potensial benefit
tersebut adalah jauh lebih besar jika dibandingkan Nilai Ekonomi Wisata
Pendakian Pada Kawasan TNGR Pulau Lombok dengan harga biaya masuk yang
berlaku sekarang, yaitu sebesar Rp 3.106.166.350,-/tahun dengan biaya masuk turis
mancanegara Rp.50.000 dan domestik Rp. 7.500 (Yakin dan Gatut, 2008)
5.5. POTENSI BENEFIT EKONOMI PENGELOLAAN
SDA DAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN (3)
Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) telah menciptakan banyak
kesempatan kerja bagi penduduk local dan mampu memberikan kontribusi
sampai sebesar 46,1 persen (Rp.
6.164.940 per tahun) terhadap
pendapatan keluarga (Rp. 14.535. 766) petani sekitar kawasan yang ikut
bekerja dan/atau berusaha pada kegiatan pariwisata tersebut (Yakin, 2002)
Dengan menggunakan jumlah biaya perjalanan wisatawan yang diestimasi
oleh WWF (2001) selama tinggal di Pulau Lombok yaitu sebesar Rp.345
866,- per kapita, dan dengan total kunjungan wisatawan ke kawasan Gili
Indah sebanyak 85140 orang maka potensial nilai ekonomi pariwisata dari
kawasan TWALGM mencapai Rp. 29.447.031.240,- per tahun (Yakin,
6. PENGELOLAAN SDA DAN
6.1. ISU-ISU PENTING DALAM KEBIJAKAN NTB
Isu SDA dan Lingkungan sudah termuat dengan memadai RPJP Daerah NTB Tahun
2005-2025,
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD): 2009-2013
Integrasi Pengelolaan Sumberdaya Air, belum jelas??? Merujuk kepada UU No. 7/2004
tentang Sumberdaya Air: Konservasi Sumberdaya air; pendayagunaan sumberdaya air;
pengendalian daya rusak air: Bagaimana integrasi dengan Kehutanan???
Kebijakan Pertambangan: Hanya Pembinaan, pengawasan, penertiban? Bagaimana
tentang pembukaan tambang baru (Sekotong, Bima ??), Kalau ya bagaimana?
Pengaturan Tata Ruang dalam UU No. 26/2006 sudah memadai: NTB harus memastikan
bahwa apa yang disyaratkan dalam UU tersebut dipenuhi ( misalnya kawasan hutan harus
minimal 30 % dari luas DAS)
RPJMD dan RTRW perlu diadopsi oleh Kabupaten/Kota
Sharing Anggaran Pusat/Propinsi/Kabupaten/Kota
Perlu Komitmen dan kesungguhan PEMDA Propinsi dan Kabupaten/Kota dalam
implementasinya
Strategi Revenue Generating dari SDA perlu dikembangkan
Sinkronisasi anggaran kaitan dengan PIN, Program Sejuta Sapi, dan sektor lain
6.2. BEBERAPA STRATEGI KUNCI
Penerapan Pengelolaan sumberdaya alam
Lestari/berkelanjutan (
sustainable natural resource
management
)
Penetapan kawasan hutan lindung dan strategis, minimal
sesuai Undang-Undang (30%)
Koreksi pasar dengan Memperjelas hak-hak penguasaan/
pemilikan sumberdaya alam ; dan Valuasi Barang Lingkungan
Penegakan Hukum (
Law enforcement
)
Memperkuat kelembagaan lokal
7.1. KESIMPULAN
Degradasi SDA dan Lingkungan NTB sudah mengkhawatirkan dan telah
menimbulkan biaya sosial dan lingkungan yang signifikan
Untuk mendukung Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan NTB, maka Upaya
Konservasi dan pemulihan SDA dan Lingkungan Strategis NTB (Hutan,
Perikanan, Air) merupakan suatu Keharusan
Kebijakan Pembangunan (RPJP) dan Kebijakan RTRW NTB yang ada
belum menginternalisasikan hal-hal tersebut
Belum ada Komitmen yang jelas baik dari sisi program dan Pembiayaan yang
memadai baik Pemerintah Propinsi dan Kabupaten/Kota
Sinergitas Pembangunan antar sektor dan antar wilayah belum optimal
Perlu Grand Strategy pemulihan SDA alam dan Lingkungan dengan Arah
pembangunan Ekonomi NTB berkelanjutan
7.2. IMPLIKASI KEBIJAKAN
Harus ada strategi yang jelas pada pemulihan dan perbaikan
SDA dan Lingkungan (Program, pendanaan, sumberdaya)
Perlu ada program yang sinergi antara target global, nasional,
regional/daerah
Perlu sinkronisasi kebijakan RPJP dan RTRW dan Kebijakan
Fiskal dan Implementasinya, Propinsi
–
Kabupaten/Kota
Perlu ada mekanisme dan martiks tanggungjawab yang jelas
antara Propinsi dengan Kabupaten/Kota
Referensi (1)
Balai Hidrologi (2007), Booklet Informasi Kondisi Parameter Hidrologi Lahan . Mataram: Dinas Pemukiman dan Prasarana Wilayah NTB.
Balai Hidrologi (2008), Booklet Mata Air Pulau Sumbawa. Mataram: Dinas Pemukiman dan Prasarana Wilayah NTB.
Biro Hukum Setda Provinsi NTB, 2009, Draft Rancangan PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
NOMOR TAHUN 2009 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2009 – 2013
BPS (2000, 2008), NTB Dalam Angka. Mataram: BPS
Basuki, Prayitno (2009), Analisis Ekonomi Regional NTB: Mendukung Pencapaian Pembangunan NTB yang Berkelanjutan. Mataram: WWF Nusa Tenggara Project.
Buttoud, Gerard, 2002. Introduction: Multipurpose management of mountain forests: which approaches? Forest Policy and Economics 4 (2002) 83–87
Cesar, Herman, 1996. Economic Analysis of Indonesian Coral Reefs. Working paper series. Paris: the World Bank. Cesar, Herman, 2002. The Biodiversity Benefits of Coral Reef Ecosystem: Values and Markets. Paris: OECD.
Elands, Birgit H.M and K. Freerk Wiersum, 2001. Forestry and rural development in Europe: an explanation of socio-political discources. Forest Policy and Econmics 3 (2001):5-16.
Fromm, Oliver (2000), Ecological Structure and Functions of Biodiversity as Elements of Its Total Economic Value Environmental and Resource Economics 16: 303–328.
Hidayat, Aceng (2003), Governance Structure in Coral Reef Management: A Report from Gili Indah Village, West Lombok Indonesia. A Working Paper presented at Resource Economic Department, Humboldt University of Berlin.
Hidayat, Aceng (2004), Determinats of Institutional Change and Collective Action in Coral Reef Management: Evidences from Lombok, Indonesia ISTECS JOURNAL, V (2004) 1-13.
Pendleton, Linwood H (1995), ‘Valuing Coral Reef Protection’. Ocean and Coastal Management, Vol.26 No.2, pp. 119-131. Ruitenbeek, HJ (1999), Blue pricing of undersea treasures – needs and opportunities for environmental economics research on
coral reef management in South East Asia. Paper presented to the 12th Biannual Workshop of the Environmental Economics
Program for South East Asia, Singapore, 11-14 May. IDRC, Singapore.
Referensi (2)
Yakin, Addinul (1998), Optimal Fertilizer Policy on Lombok Rice Agriculture: A Cross Sectional Study. Unpublished M.Ec Thesis (by Research), Department of Economics, Faculty of Business dan Law, La Trobe University, Bundoora, Victoria, Australia. Yakin, Addinul (2000a), Implikasi Sosial Ekonomi Pembangunan Hutan Kemasyarakatan dan Prospek Pengelolaan HPH melalui
Koperasi: Kasus di Kabupaten Bima dan Dompu. Majalah Ilmiah Agriteksos Vol. 9(4), Januari 2000.
Yakin, Addinul (2000b), Kebijaksanaan Pemupukan Optimum pada padi sawah dan dampak Pemupukan terhadap stdanar hidup dan kualitas lingkungan di Kabupaten Lombok Barat. Majalah Ilmiah Agroteksos Vol. 12(5), Desember 2000.
Yakin, Addinul (2001) The Environmental Implications of Technological Changes in Agricultural Practices: An Economic dan Policy Perspective. Majalah Ilmiah Agroteksos, Vol 13(1),Oktober 2001.
Yakin, Addinul (2002a), Pemberdayaan Masyarakat Pesisir dalam Perspektif Sosial-Ekonomi dan Lingkungan: Studi Kasus di Kacamatan Keruak Lombok Timur. Majalah Ilmiah Agrimansion, Vol 3(2), Januari 2002.
Yakin, Addinul (2002b), The Impact of Development of Rinjani Mountain National Park toward the Farmer's Economy in the Surrounding Area: A case study at the Village of Senaru, District of West Lombok.Majalah Ilmiah Agroteksos, Vol. 12(2),Oktober 2002.
Yakin, Addinul dan Jamal Othman (2003), “Forest Resource dan Policy at the Age of Regional Autonomy in Indonesia” , Paper yang dipresentasikan pada the 2-day International Seminar on “Sustainable Economic, Business, dan Social Development in an Era of Globalization”, 13/10/2003-14/10/2003 at Equatorial Hotel, Bangi, Selangor, Malaysia.
Yakin, Addinul (2004), Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan: Teori dan Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan. Akedemika Pressindo, Jakarta. Cetakan Kedua.
Yakin, Addinul (2005a), State, Institution, dan Environmental Governance: Special Reference to Indonesia, Malaysia, dan Japan. Paper dipresentasikan pada Seminar Nasional oleh LIPI Jakarta, 29 Maret 2005.
Yakin, Addinul (2005b), Community Involvement dan Environmental Management of Rinjani National Park, Lombok Island in Mitsuda dan Sayuti (editors), Sustainable Lombok: The Rich Nature dan Rich People in the 21st Century. Mataram: Universitas Mataram Press: 93-120.
Yakin, Addinul (2006a), Implementation dan Enforcement of Environmental Policies in Promoting Sustainable Development in Asia: Learning from Malaysia dan Japan in Power, Purpose, Process, dan Practice in Asia: The Work of API Fellows 2003/2004. Asian Public Intellectuals Program. Kuala Lumpur, Malaysia: Sasyaz Holdings Sdn. Bhd. Pages: 1-18.
Referensi (3)
Yakin, Addinul (2007), Application of Polluter Pays Principle for Improving Environmental Quality in the Palm Oil Industry of Malaysia: A Success Story. Vol. (17): 1, April 2007, Agroteksos journal. University of Mataram.
Yakin, Addinul dan Basrun (2007), Valuasi Ekonomi Obyek Wisata Alam Joben pada Kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani: Aplikasi Metode Biaya Perjalanan. Jurnal LEMLIT UNRAM, Pebruari 2007
Yakin, Addinul dan Gatut Panggah Prasetyo (2008), Nilai Ekonomi Wisata Pendakian pada Kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani di Pulau Lombok. Jurnal LEMLIT Unram, Pebruari 2008.
Yakin, Addinul (2007), Dimensi Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan Pemanfaatan Sumberdaya dan Lingkungan pada Taman Wisata Alam Gili Matra, Kabupaten Lombok Barat. Majallah Agroiteksos , Oktober 2007
Yakin, Addinul (2008), Kelembagaan dan Intervensi Kebijakan dalam Pengelolaan Sumberdaya Terumbu Karang
Berkelanjutan: Kasus Taman Wisata Alam Laut Gili Matra, Kabupaten Lombok Barat. Majalah Agroteksos (dalam naik cetak) World Bank (2000). Indonesia: The Challenge of World Bank involvement in Forests. Washington: the World Bank
World Bank (2003). Decentralizing Indonesia: A Regional Public Expenditure Review. Report No. 26191-IND.
WWF (2001, 2002), Resource Economic Valuation of Rinjani Mountain Area. A Report. Mataram: WWF Nusa Tenggara Project.
WWF(2008), Studi Analisis Hidrologis dan Perubahan Tutupan Lahan Kawasan Gunung Rinjani, Lombok. Mataram: WWF Nusa Tenggara Project. Kerjasama dengan Pemda NTB, BALITHUT Mataram, dan BAPEDAS Dodokan Moyosari