• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh E Procurement Terhadap Good Gov (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pengaruh E Procurement Terhadap Good Gov (1)"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Pengaruh E-Procurement Terhadap Good Governance

Astri Damayanti Ardi Hamzah

Fakultas Ekonomi Universitas Trunojoyo

Abstract

The aim of this research to examine the effect of e-procurement in efficiency, effectivity, competitiveness, transparency and responsibility on good governance. The research sample that used is 79 government apparatus that conduct to activity e-procurement. The analysis method of this research used linear regression. The result of research with partially regression indicate that efficiency and transparency have significantly effect on good governance, while effectivity, competitiveness, and responsibility have not significantly effect on good governance. The result of research with simultantly effect indicate that e-procurement in efficiency, effectivity, competitiveness, transparency, and responsibility have significantly effect on good governance. The value R2 is 66,6% indicate that e-procurement in efficiency, effectivity, competitiveness, transparency and responsibility gave to contribution is 66,6% on good governance, while 33,4% cause by others factors such as economic, regulation/law, information and telecommunication et cetera.

Key words: e-procurement, efficiency, effectivity, competitiveness, transparency, responsibility, good governance.

1. Latar Belakang Masalah

Good Governance merupakan paradigma yang menegaskan pentingnya kesetaraan, kesinergian dan kerjasama hubungan antara pemerintah (pemerintah pusat dan daerah), pengusaha, dan Organisasi Masyarakat Sipil (OMS). Secara definitif Good Governance dapat diartikan sebagai suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggungjawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran alokasi dana investasi yang salah dan pencegahan korupsi maupun administrasi, menjalankan disiplin anggaran serta menciptakan legal dan political framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha (Mardiasmo, 2004). Oleh karena itu, partisipasi, transparansi, akuntabilitas, dan keadilan menjadi syarat mutlak terwujudnya Good Governance karena dengan keempat hal tersebut semua aktivitas publik dapat dipertanggungjawabkan, sehingga hak-hak publik dapat dipenuhi.

(2)

karena mereka lebih menyukai metode pelayanan tradisional yang berupa tatap muka langsung, surat menyurat, ataupun telepon yang rawan KKN (Safrial, 2005).

Proses pengadaan barang/jasa di instansi pemerintah sebenarnya telah diatur secara terperinci dalam Keppres yang terkait, berupa Keppres Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang direvisi melalui Keppres Nomor 61 Tahun 2004. Permasalahan yang timbul kemudian adalah terjadinya berbagai bentuk praktek pengadaan barang/jasa pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah yang secara “kemasan” telah memenuhi syarat perundang-undangan dan peraturan yang berlaku, namun prakteknya masih ada yang merugikan keuangan negara dan kepentingan masyarakat. Kerugian tersebut dapat ditinjau dari sudut mutu, jumlah, manfaat, sasaran, waktu penyerahan, serta harga barang.

Hal tersebut diatas terjadi karena praktek pengadaan barang/jasa pemerintahan belum pada prinsip-prinsip Good Procurement Governance yang berbasis pada asas partisipasi, transparansi, efisiensi, efektifitas, akuntabilitas, dan keadilan. Usaha pencegahan yang sistematis dan terintegrasi melalui pemanfaatan kemajuan teknologi sangat diperlukan. Proses pengadaan barang/jasa yang terbuka melalui internet (e-procurement) lebih memungkinkan adanya partisipasi langsung dari masyarakat, berupa pemantauan dan pengawasan karena memudahkan dalam mengaksesnya serta adanya transparansi, akuntabilitas, dan keadilan.

Dalam kaitan proyek yang selama ini sering dituding sebagai biang keladi KKN diharapkan dapat diminimalisir dengan lelang melaui internet (e-procurement). Lelang melalui internet dinilai dapat memenuhi Value for Money (3E) sekaligus terimplementasi Good Governance serta dapat memberantas KKN (Taufiq, 2004). Pada saat ini, aplikasi e-procurement telah diterapkan di Pemerintahan kota Surabaya dan diklaim memberikan efisiensi sebesar 30% hingga 50% bagian anggaran pemerintahan setempat (Agung, 2004). Disinyalir mampu menghemat anggaran negara hingga mencapai 10 - 20 persen dari total biaya tender serta sekitar 70 – 80 persen untuk biaya operasional (Sulaiman, 2005).

Penelitian terkait dengan Good Governance sudah dilakukan oleh beberapa peneliti, seperti Pohan (2000), Hamzah (2007), Coryanata (2007), dan Pratolo (2007). Penelitian yang berkaitan dengan e-procurement dilakukan oleh Kartikaningrum (2007). Namun penelitian e-procurement yang berkaitan dengan good governance belum banyak dilakukan, maka dari itu penulis mengambil judul “Pengaruh E-Procurement Terhadap Good Governance”.

Tujuan dari penelitian ini untuk menguji pengaruh prinsip-prinsip berupa efisiensi, efektifitas, daya saing, transparansi, keadilan, dan tanggung jawab dalam e-procurement terhadap terwujudnya good governance.

2. Landasan Teori dan Hipotesis Penelitian 2.1. Pengadaan Barang/Jasa

(3)

kantor/satuan kerja adalah pejabat struktural departemen/lembaga yang bertanggungjawab atas pelaksanaan pengadaan barang/jasa yang dibiayai oleh dana anggaran belanja rutin APBN.

Menurut Erik Siagian (2007) pengadaan barang/jasa pemerintah secara umum dibagi kedalam dua kategori, yaitu: 1. Dengan cara melalui rekanan atau penyediaan barang/jasa dari luar instansi yang bersangkutan atau dengan kata lain cara ini dilakukan dengan mengundang pihak lain untuk berperan serta dalam pengadaan untuk memenuhi keperluan instansi pemerintahan yang bersangkutan; dan 2. Dengan cara swakelola artinya pemerintah mengadakan sendiri barang/jasa yang dibutuhkan tanpa mengundang pihak lain untuk berperan serta dalam pekerjaan yang dimaksud. Menurut Lubis (2006:23) ada beberapa tahap yang harus dilalui dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintahan (procurement), yaitu: a. Tahap penilaian kebutuhan dan penentuan kebutuhan; b. Tahap persiapan perencanaan dan persiapan dokumen tender; c. Tahap seleksi peserta dan penentuan pemenang; d. Tahap pelaksanaan pekerjaan; e. Tahap keuangan dan audit.

Prinsip-prinsip Pengadaan barang/jasa yang baik dilingkungan instansi Pemerintahan sesuai dengan Keputusan Presiden RI wajib dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip sebagai berikut: 1. Efisien, berarti pengadaan barang/jasa harus diusahakan dengan menggunakan dana dan daya yang terbatas untuk mencapai sasaran yang ditetapkan dalam waktu sesingkat-singkatnya dan dapat dipertanggungjawabkan; 2. Efektif, berarti pengadaan barang/jasa harus sesuai dengan kebutuhan yang telah ditetapkan dan dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya sesuai dengan sasaran yang ditetapkan pemerintah; 3. Bersaing, berarti pengadaan barang/jasa harus dilakukan melalui pelelangan/seleksi dan persaingan yang sehat diantara penyedia barang/jasa yang setara dan memenuhi syarat/kriteria tertentu berdasarkan ketentuan dan prosedur yang jelas dan transparan; 4. Transparan, berarti semua ketentuan dan informasi mengenai pengadaan barang/jasa, termasuk syarat teknis administrasi pengadaan, tata cara evaluasi, penetapan calon penyedia barang/jasa, sifatnya terbuka bagi peserta penyedia barang/jasa (peserta pelelangan, pemilihan langsung, penunjukkan langsung) yang berminat bagi masyarakat luas pada umumnya; 5. Adil/tidak diskriminatif, berarti memberikan perlakuan yang sama bagi semua calon penyedia barang/jasa dan tidak mengarah untuk memberi keuntungan kepada pihak tertentu dengan cara dan atau alasan tertentu; dan 6. Bertanggung jawab, berarti harus mencapai sasaran baik fisik, keuangan maupun manfaat bagi kelancaran pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pelayanan masyarakat sesuai dengan prinsip-prinsip serta ketentuan yang berlaku dalam pengadaan barang/jasa.

2.2. E-Procurement

E-procurement banyak diartikan sebagai proses menyeluruh dari pengadaan barang/jasa mulai dari proses awal sampai proses pembayaran secara elektronik. Pengertian e-Procurement sesuai (PERWALI 14, 2007) adalah sistem pengadaan barang/jasa pemerintah yang didalamnya termasuk program komputer berbasis web untuk memfasilitasi rangkaian proses pemilihan penyedia barang/jasa yang meliputi e-Tendering dan e-Selection. Tujuan e-Procurement adalah: a. Memudahkan sourcing, proses pengadaan, dan pembayaran; b. Komunikasi On-line antara buyers dengan vendors; c. Mengurangi biaya proses administrasi pengadaan; dan d. Menghemat biaya dan mempercepat proses. Pihak-pihak yang terkait dengan

e-procurement adalah procury, atau pihak instansi yang menyelenggarakan pelaksanaan e-procurement dan supplier, atau pihak penyedia barang/jasa. Dalam prakteknya,

(4)

terdapat tiga macam prosedur yaitu: 1. Prosedur terbuka, yaitu semua pihak (supplier) mempunyai peluang mengajukan penawaran untuk mengikuti tender; 2. Prosedur terbatas, dalam proses ini hanya pihak-pihak yang diundang oleh procury-lah yang berpeluang untuk mengikuti tender; 3. Prosedur negosiasi, diberlakukan apabila terdapat pengecualian terhadap suatu hal atau kondisi luar biasa. Terdapat dua jenis prosedur negosiasi, yaitu (1) Prosedur negosiasi dengan penerbitan suatu pesan khusus dari procury dan (2) Prosedur negosiasi tanpa pesan khusus dari procury. Secara praktik tiap negara dapat mengaplikasi e-procurement-nya berbeda tergantung dari kondisi dan situasi negara masing-masing. Akan tetapi menurut Graham dalam Sulinar (2006) pada umumnya e-procurement dibagi dalam 4 tahap yaitu: 1. Access to information about contract.; 2. Pre-qualification; 3. Tendering; dan 4. Qualification and Debriefing.

2.3. Good Governance

Secara konseptual pengertian baik (good) dalam istilah kepemerintahan yang baik (good governance) mengandung dua pemahaman, yaitu: 1. Nilai yang menjunjung tinggi keinginan/kehendak rakyat, dan nilai-nilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat dalam pencapaian tujuan (nasional) kemandirian, pembangunan berkelanjutan dan keadilan sosial, dan 2. Aspek fungsional dari pemerintah yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugasnya untuk mencapai tujuan tersebut. Sementara itu, World Bank mendefinisikan good governance sebagai suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggungjawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi, dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha.

Good governance menjadi prasyarat bagi setiap pemerintahan untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dalam rangka mencapai tujuan serta cita-cita bangsa. Untuk mencapai tujuan serta cita-cita tersebut, maka terdapat sembilan prinsip utama good governance yang diungkapkan oleh UNDP yang perlu dipahami dan diimplementasikan dalam penyelenggaraan dan pengelolaan pemerintahan. Sembilan prinsip utama good governance, yaitu: 1. Participation; 2. Rule of law; 3. Transparency; 4. Responsiveness; 5. Consensus orientation; 6. Equity; 7. Efficiency and Effectiveness; 8. Accountability; dan 9. Strategic vision. Kesembilan prinsip tersebut, merupakan bagian yang penting dalam setiap penentuan kebijakan publik, implementasi, dan pertanggungjawabannya dalam bingkai good governance. Tiap prinsip diperlukan untuk mencapai prinsip yang lain. Meskipun demikian, partisipasi menjadi kunci dari semua prinsip tersebut.

(5)

partisipasi masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik, forum konsultasi publik, pemberantasan korupsi, dan pemberian penghargaan atas kepedulian masyarakat; 5. Terjaminnya konsistensi dan kepastian hukum seluruh peraturan perundang-undangan di tingkat pusat dan daerah, serta berkurangnya perbuatan tindak pidana korupsi. 2.4. Pengaruh E-procurement Terhadap Good Governance

Sebelum adanya e-procurement, pengadaan barang/jasa pemerintah masih memiliki kelemahan dalam sistem prosedur, diantaranya: 1. Tidak transparan/terbuka; 2. Tidak dapat diketahui dengan mudah dan terus-menerus; 3. Ketentuan-ketentuan pengadaan tidak jelas dan multitafsir serta persyaratan-persyaratan yang berlebihan; 4. Adanya peluang yang memungkinkan stake holder terkait untuk saling intervensi; 5. Tata cara evaluasi penawaran yang kurang jelas mengandung ketidakpastian; dan 6. Menghasilkan penyedia jasa yang diragukan kemampuan dan keahliannya untuk dapat menyelesaikan pekerjaan yang berkualitas.

Dilihat dari kelemahan sistem prosedur tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pengadaan barang/jasa pemerintah sebelum diberlakukannya e-procurement sangat tidak efisien dan efektif. Dengan adanya e-procurement diharapkan dalam pengadaan barang/jasa pemerintah sesuai dengan prinsip pengadaan barang dan jasa pemerintah, yaitu efisien, efektif, bersaing, transparan, adil/tidak diskriminatif dan tanggung jawab. Dengan terpenuhinya prinsip tersebut, maka pemerintah dapat menciptakan good governance, yang mana prinsip dalam pengadaan barang/jasa tersebut memenuhi kriteria sebagaimana suatu pemerintahan dapat dikatakan sebagai good governance.

2.5. Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai e-procurement telah dilakukan sebelumnya oleh Kartikaningrum (2007) terkait dengan hubungan e-procurement terhadap Pengadaan Barang pada Bagian Perlengkapan Pemerintah Kota Surabaya. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan e-procurement terhadap pengadaan barang, selain itu juga terdapat hubungan indikator e-procurement, yaitu transparansi, efektifitas dan efisiensi terhadap pengadaan barang. Besarnya hubungan e-procurement terhadap pengadaan barang adalah 66%. Sedangkan besarnya hubungan indikator transparansi e-procurement terhadap pengadaan barang adalah 53% dan indikator efisiensi dan efektifitas e-procurement terhadap efisiensi dan efektifitas pengadaan barang adalah 62%. Dengan demikian pengadaan barang dipengaruhi oleh faktor-faktor lain sebanyak 32%.

2.6. Desain Penelitian

Adapun desain penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:

Regresi

Gambar 2.1 Desain Penelitian

2.7. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan landasan teori dan penelitian terdahulu, maka dapat diajukan hipotesis sebagai berikut:

Good Governance e-Procurement

efisien efektif Bersaing Transparan Keadilan

(6)

H1 : Efisiensi dalam e-procurement berpengaruh signifikan terhadap good governance.

H2 : Efektifitas dalam e-procurement berpengaruh signifikan terhadap good governance.

H3 : Kompetisi/daya saing dalam e-procurement berpengaruh signifikan terhadap good governance.

H4 : Transparansi dalam e-procurement berpengaruh signifikan terhadap good governance.

H5 : Keadilan dalam e-procurement berpengaruh signifikan terhadap good governance.

H6 : Tanggung jawab dalam e-procurement berpengaruh signifikan terhadap good governance.

3. Metoda Penelitian

3.1. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah pegawai Pemerintah Kota Surabaya (Pemkot). Sampel penelitian ini adalah pegawai Pemkot yang pernah melakukan kegiatan e-procurement. Metode penentuan sampel yang digunakan adalah metode purposive sampling. Data diperoleh dengan membuat daftar pertanyaan (kuisioner). Penyebaran kuisioner dilakukan secara langsung (kuisioner diantarkan secara langsung ke responden/instansi yang bersangkutan). Kuisioner disebarkan sebanyak 79 eksemplar, kepada setiap SKPD yang berjumlah 23 dinas, 5 Badan, 4 Kantor dan 9 Bagian di lingkungan Sekretariat Daerah dan Sekretariat DPRD di bawah Pemkot Surabaya, dan anggota ULP (Unit Pelayanan Pengadaan) yang berjumlah 38 orang. 3.2. Identifikasi Variabel

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari variabel independen berupa efisien, efektif, daya saing, transparansi, keadilan, dan tanggung jawab dalam e-procurement serta variabel dependen berupa good governance.

3.3. Definisi Operasional Variabel dan Pengukuran Variabel

Agar tidak terjadi salah pengertian, dalam variabel penelitian yang digunakan berikut ini diberikan definisi secara operasional dan pengukuran dari masing-masing variabel.

1. Efisien (X1), berarti pengadaan barang/jasa harus diusahakan dengan menggunakan dana dan daya yang terbatas untuk mencapai sasaran yang ditetapkan dalam waktu sesingkat-singkatnya dan dapat dipertanggungjawabkan. Variabel ini diperoleh dengan kuisioner yang terdiri dari 4 item berupa biaya proses dan administrasi, kecepatan proses, kemudahan dan anggaran.

2. Efektif (X2), berarti pengadaan barang/jasa harus sesuai dengan kebutuhan yang telah ditetapkan dan dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya sesuai dengan sasaran yang ditetapkan pemerintah. Variabel ini diperoleh dengan kuisioner yang terdiri dari 2 item berupa kesesuaian dan manfaat.

3. Daya saing (X3), berarti pengadaan barang/jasa harus dilakukan melalui pelelangan/seleksi dan persaingan yang sehat diantara penyedia barang/jasa yang setara dan memenuhi syarat/kriteria tertentu berdasarkan ketentuan dan prosedur yang jelas dan transparan. Variabel ini diperoleh dengan kuisioner yang terdiri dari 3 item berupa persaingan, standar, dan kerahasiaan.

(7)

barang/jasa (peserta pelelangan, pemilihan langsung, penunjukkan langsung) yang berminat bagi masyarakat luas pada umumnya. Variabel ini diperoleh dengan kuisioner yang terdiri dari 4 item berupa ketentuan dan informasi, teknis administrasi, pemenang, dan terbuka.

5. Adil/tidak diskriminatif (X5), berarti memberikan perlakuan yang sama bagi semua calon penyedia barang/jasa dan tidak mengarah untuk memberi keuntungan kepada pihak tertentu dengan cara dan atau alasan tertentu. Variabel ini diperoleh dengan kuisioner yang terdiri dari 3 item yaitu perlakuan, ketentuan sama dan KKN.

6. Tanggung jawab (X6), berarti harus mencapai sasaran baik fisik, keuangan maupun manfaat bagi kelancaran pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pelayanan masyarakat sesuai dengan prinsip-prinsip serta ketentuan yang berlaku dalam pengadaan barang/jasa. Variabel ini diperoleh dengan kuisioner yang terdiri dari 2 item yaitu kinerja dan akses.

7. Good governance (Y) adalah penyelenggaraan pemerintahan negara yang solid dan bertanggungjawab, serta efisien dan efektif, dan menjaga kesinergian interaksi antara negara, sektor swasta dan masyarakat. Variabel ini diperoleh dengan kuisioner yang terdiri dari 9 item yang terdiri dari partisipasi, aturan hukum, transparansi, daya tanggap, berorientasi, berkeadilan, efektifitas dan efisiensi, akuntabilitas serta visi strategi.

3.4. Teknik Analisis

Teknik analisis dilakukan dengan analisis regresi linier. Analisis regresi linier untuk menguji pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Sebelum melakukan regresi linier, maka dilakukan uji validitas, reliabilitas dan asumsi klasik berupa normalitas, autokorelasi, multikolinearitas, dan heteroskedastisitas. Uji validitas dilakukan dengan korelasi antara item variabel dengan total item variabel, Uji reliabilitas dilakukan dengan melihat nilai Cronbach Alpha. Apabila nilai Cronbach Alpha lebih besar dari 0,6, maka data dapat dikatakan reliabel. Uji normalitas dilihat dari nilai Kolmogorov-Smirnov. Apabila nilai signifikansi hasil uji Kolmogorov-Smirnov lebih besar dari 0,05, maka data dapat dikatakan normal. Uji autokorelasi dilihat dari nilai Durbin-Watson (DW). Apabila nilai DW terletak diantara du dan 4 – du, maka data terbebas dari autokorelasi. Uji multikolinearitas dengan Varians Inflation Factor (VIF) dan tolerance value. Apabila nilai VIF < 10 dan tolerance value > 0,1, maka variabel tersebut tidak terkena multikolinearitas. Uji heteroskedastisitas digunakan uji glesjer. Apabila nilai signifikansi lebih besar dari 0,05, maka variabel penelitian terbebas dari heteroskedastisitas.

4. Hasil dan Pembahasan

4.1. Hasil Uji Validitas, Reliabilitas dan Asumsi Klasik

(8)

Hasil uji asumsi klasik berupa normalitas, autokorelasi, multikolinearitas, dan heteroskedastisitas. Hasil pengujian normalitas dengan Kolmogorov-Smirnov menunjukkan nilai signifikansi lebih besar dari 0,05. Ini menunjukkan data dapat dikatakan normal. Hasil pengujian autokorelasi menunjukkan nilai Durbin-Watson adalah 1,827. Nilai ini terletak diantara du dan 4 – du, sehingga variabel-variabel dalam penelitian ini terbebas dari autokorelasi. Pada pengujian multikolinearitas dengan melihat nilai VIF dan tolerance value pada variabel-variabel penelitian menunjukkan nilai VIF dibawah 10 dan tolerance value lebih besar dari 0,1. Ini menunjukkan variabel-variabel penelitian tidak terkena multikolinearitas. Hasil pengujian heteroskedastisitas dengan uji glesjer menunjukkan nilai signifikansi lebih besar dari 0,05. Ini menunjukkan data dalam penelitian ini terbebas dari heteroskedastisitas.

4.2. Hasil Uji Regresi Linier

Hasil uji regrsi linier antara variabel independen berupa efisiensi, efektifitas, daya saing, transparansi, dan bertanggungjawab terhadap variabel dependen berupa good governance dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel

Hasil Pengujian Regresi Linier Antara Variabel Independen (Efisiensi, Efektifitas, Daya Saing, Transparansi dan Bertanggung Jawab)

Terhadap Variabel Dependen (Good Governance)

Variabel Koefisien t-test Sig.

Konstanta 0,366 0,917 0,363

Efisien* 0,232 3,002 0,004

Efektif 0,064 1,190 0,239

Daya Saing 0,138 1,248 0,217

Transparansi** 0,259 2,491 0,016

Tanggung Jawab 0,130 1,658 0,103

R square = 0,666

F-test = 19,621; Sig. = 0,000 Sumber: Data Primer Diolah

Variabel Independen = Good Governance Sig. = 0,01*; = 0,05**

(9)

Pada variabel daya saing diperoleh t hitung sebesar 1,248 dengan taraf signifikan 0,217 sehingga hipotesis H3 ditolak. Ini menunjukkan daya saing tidak berpengaruh secara signifikan terhadap good governance. Pengaruh daya saing dalam e-procurement yang tidak signifikan terhadap good governance dikarenakan masih adanya kerjasama antara pihak penyedia dengan pihak pemerintah walaupun telah menggunakan sistem e-procurement. Hal ini dapat diamati dalam setiap pengadaan barang dan jasa pasti ada dari pihak pemerintah yang ikut dalam tender walaupun atas nama instansi atau perusahaan lain. Hal ini tentunya dapat mengurangi porsi penyedia barang/jasa lainnya yang seharusnya 100% dapat berkurang karena adanya penyedia barang dan jasa dari pihak Pemkot sendiri.

Pada variabel transparansi diperoleh t hitung sebesar 2,491 dengan taraf signifikan 0,016 sehingga hipotesis H4 diterima. Ini menunjukkan transparansi berpengaruh secara signifikan terhadap good governance. Pengaruh transparansi dalam e-procurement yang signifikan terhadap good governance disebabkan dalam proses pengadaan barang dan jasa semua ketentuan dan informasi mengenai pengadaan barang dan jasa, termasuk syarat teknis administrasi pengadaan, tata cara evaluasi, penetapan calon penyedia barang/jasa, sifatnya terbuka bagi peserta penyedia barang/jasa yang berminat bagi masyarakat luas pada umumnya. Pada variabel tanggungjawab diperoleh t hitung sebesar 1,658 dengan taraf signifikan 0,103 sehingga H6 ditolak. Ini menunjukkan tanggungjawab tidak berpengaruh secara signifikan terhadap good governance. Pengaruh tanggungjawab dalam e-procurement yang tidak signifikan terhadap good governance dikarenakan pencapaian sasaran fisik belum maksimal, begitu juga dengan manfaat bagi kelancaran tugas umum pemerintah dan pelayanan masyarakat.

Hasil uji regresi linier secara simultan menunjukkan variabel independen berupa (efisiensi, efektifitas, daya saing, transparansi dan tanggung jawab berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen berupa good governance. E-Procurement memberikan kemudahan dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintah. Didalam e-procurement memiliki prinsip-prinsip yang harus dijalankan demi mencapai pengadaan barang/jasa yang baik. Setelah pemerintah mampu menjalankan good procurement governance, tentunya akan berdampak langsung terhadap terwujudnya good governance. Pengaruh e-procurement terhadap terwujudnya good governance disebabkan, prinsip-rinsip dalam e-procurement telah memenuhi syarat terhadap terwujudnya good governance. Dimana efisien, efektif, persaingan, transparansi, dan tanggung jawab sangat dibutuhkan dalam e-procurement begitu juga dengan good governance. Jadi dapat disimpulkan bahwa pengadaan barang/jasa yang baik melalui media elektronik ternyata mampu mendukung terwujudnya good governance. Nilai R square sebesar 0,666 menunjukkan variabel-variabel independen berupa efisiensi, efektifitas, daya saing, transparansi, dan tanggung jawab dapat menjelaskan variabel dependen berupa good governance sebesar 66,6%, sedangkan 33,4% dijelaskan oleh variabel-variabel lain seperti ekonomis, aturan/hukum, informasi dan komunikasi, baik dari pihak panitia maupun penyedia barang jasa, dan sebagainya.

5. Simpulan dan Saran 5.1. Simpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka kesimpulan penelitian ini adalah sebagai berikut:

(10)

saing dan tanggung jawab tidak berpengaruh secara signifikan terhadap good governance.

2. Pengujian secara simultan menunjukkan variabel independen berupa efisiensi, efektifitas, daya saing, transparansi dan tanggung jawab berpengaruh secara signifikan terhadap good governance.

3. Nilai R square sebesar 66,6% menunjukkan variabel-variabel independen berupa efisiensi, efektifitas, daya saing, transparansi, dan tanggung jawab dapat menjelaskan sebesar 66,6% terhadap variabel dependen berupa good governance, sedangkan 33,4 dijelaskan oleh variabel-variabel lain seperti ekonomis, aturan/hukum, informasi dan telekomunikasi, dan sebagainya.

5.2.Saran

Mengacu pada kesimpulan tersebut, maka saran penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Prinsip-prinsip dalam pengadaan barang dan jasa secara elektronik untuk ditindaklanjuti secara cepat dan tepat untuk menjamin terealisasinya pengadan barang dan jasa yang baik.

2. Perlu ditingkatkan pelaksanaan komunikasi baik antar Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) maupun peserta penyedia barang dan jasa/masyarakat secara luas dalam pelaksanaan e-procurement dimana informasi harus disampaikan dengan sejelas-jelasnya, setepat-tepatnya dan seakurat mungkin serta dapat dipahami agar tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan.

3. Dalam rangka pelaksanaan tugas selalu memperhatikan peraturan-peraturan yang berlaku, selalu memperhatikan dan mengevaluasi sumber daya aparat serta selalu diupayakan peningkatan-peningkatan dan kemampuan agar dalam pelaksanaan setiap tugas baik yang berkaitan dengan pelaksanaan e-procurement maupun tugas lain dapat dihandalkan sebagai suatu sumber kekuatan yang positif dalam mencapai good governance.

DAFTAR PUSTAKA

Alhusin, Syahri. 2003. Aplikasi Statistik Praktis. Edisi kedua. Edisi Revisi. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Coryanata, Isma. 2007. Akuntabilitas, Partisipasi Masyarakat dan Transparansi Kebijakan Publik Sebagai Pemoderating Hubungan Pengetahuan Dewan tentang Anggaran dan Pengawasan Keuangan Daerah (APBD). Makasar : Simposium Nasional Akuntansi X.

Dajan, Anto. 1996. Pengantar Metode Statistik. Jilid II. Jakarta : PT. Pustaka LP3S. Effendi, Taufiq. 2007. Agenda Strategis Reformasi Birokrasi Menuju Good

Governance. http://www.setneg.go.id. Diakses pada tanggal 21 Desember 2007. Hamzah, Ardi. 2007. Analisa Good Governance Dan Value For Money Dalam

Perencanaan dan penganggaran Daerah.

Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo. 2002. Metodologi Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi dan Manajemen. Yogyakarta : BPFE

(11)

Kartikasari. 2007. Pengaruh e-Procurement terhadap Pengadaan Barang pada Bagian Perlengkapan. Surabaya : Univ. Bhayangkara.

Keppres No.80 Tahun 2003. Tentang Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.

Lubis, Todung Mulya. 2006. Mencegah Korupsi Dalam Pengadaan Barang dan Jasa. Jakarta : Transparency Internasional Indonesia.

Mardiasmo. 2003. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta : Andi.

Peraturan Walikota Surabaya No. 14 Tahun 2007. Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan dan Pengendalian Belanja Daerah.

Pohan, Max H. 2000. Mewujudkan Tata Pemerintahan Lokal yang Baik (Local Good Governance) dalam Era Otonomi Daerah.

Pratolo, Surya. 2007. Pengaruh Audit Manajemen, Komitmen Organisasi Manajer, Pengendalian Intern Terhadap Prinsip-prinsip Good Corporate Governance dan Kinerja Badan Usaha Milik Negara di Indonesia. Surabaya : Konferensi Penelitian Akuntansi Sektor Publik Pertama.

Putranto, Suryadhi Joko. 2007. Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Dalam Menunjang pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Rahardjo, Agus. 2007. E-Governance Awards 2007. http://www.wartaekonomi.co.id. Diakses pada tanggal 21 Desember 2007.

Rosjidi. 2001. Akuntansi Sektor Publik Pemerintah. Surabaya : Aksara Satu.

Siagian, Erik. 2007. Pelaksanaan Pekerjaan Swakelola Salah Satu Metode Pengadaan Barang/Jasa yang Efisien dan Efektif.

Sugiyono. 2006. Statistika Untuk Penelitians. Bandung : Alfa Beta.

Gambar

Gambar 2.1 Desain Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

ESD  mempromosikan  kompetensi seperti berpikir kritis, membayangkan skenario masa  depan  dan  membuat  keputusan  dengan cara  kolaboratif.  Pendidikan  untuk

Alat pelajaran yang terdiri atas pembukuan dan alat-alat peraga dan laboratorium. Ketiga Media pendidikan yang dapat dikelompokkan menjadi audiovisual yang

Selain itu, sistem Full day school merupakan sistem pendidikan yang terbukti efektif dalam mengaplikasikan kemampuan siswa dalam segala hal, seperti aplikasi Pendidikan Agama Islam

Pengembangan BahanAjar Berbasis Kompetensi (Sesuaidengan Kurikulum TingkatSatuan Pendidikan). N., Andiek Widodo, Manajemen Sekolah Berbasis ICT.. yang dirancang

Sistem RF dari Bluetooth menggunakan sistem frequency hopping- spread-spectrum yang mengirimkan data dalam bentuk paket pada time slot yang sudah ditentukan di frekuensi

Sekarang udara didinginkan pada tekanan konstan dari temperatur awal T 3 ke temperatur T 4 yang ditunjukkan oleh grafik 3-4 pada gambar 7.. Tetap pada proses ini tidak ada

Ikatan adesi antar muka ( interface ) matriks poliester dengan pengisi partikulit SiC yang dilakukan oleh bahan penggandeng ( coupling agent ) silane dapat meningkatkan nilai

Musrengbangdes merupakan sebuah perencanaan pembangunan di tingkat yang paling bawah, dimana setiap wilayah kelurahan maupun desa yang ada di Indonesia diharuskan merumuskan