• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Evaluasi Strategi Sertifikasi Tanah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kajian Evaluasi Strategi Sertifikasi Tanah"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

Laporan Akhir

KAJIAN EVALUASI

STRATEGI SERTIFIKASI TANAH

DIREKTORAT TATA

RUANG DAN

PERTANAHAN

KEMENTERIAN PPN/

BAPPENAS

2012

(2)

TIM PENYUSUN

Penanggungjawab:

Dr. Ir. Max H. Pohan, CES, MA (Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah)

Ketua Tim Perumus Rekomendasi Kebijakan (TPRK):

Ir. Deddy Koespramoedyo, M.Sc (Direktur Tata Ruang dan Pertanahan) Anggota TPRK:

Uke Mohammad Hussein, S.Si, MPP Ir. Dwi Haryawan S, MA

Mia Amalia, ST, M.Si, Ph.D Ir. Nana Apriyana, MT Zaenal Arifin, ST, MPIA Ir. Rinella Tambunan, MPA Herny Dawaty, SE, ME Khairul Rizal, ST, MPP Santi Yulianti, SIP, MM Aswicaksana, ST, MT, M.Sc

Agung M. H. Dorodjatoen, ST, M.Sc Raffli Noor, S.Si

Tenaga Ahli:

Akhmad Safik, SE, MH, LLM Maslihati Nur Hidayati, SH, MH Idham Khalik, SP, M.Si

Tenaga Pendukung: Sylvia Krisnawati Cecep Saryanto

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas perkenan-Nyalah KAJIAN EVALUASI STRATEGI SERTIFIKASI TANAH dapat terlaksana dengan baik. Kajian ini penting dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai pelaksanaan sertifikasi tanah yang telah dilaksanakan selama ini. Selain itu, diperlukan untuk mendapatkan masukan untuk akselerasi program sertifikasi (pendaftaran) tanah.

Sertifikasi tanah merupakan kewajiban Pemerintah sebagaimana amanat dari Undang-undang No 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (atau yang dikenal dengan UUPA) dan PP No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. Berbagai upaya telah dilakukan Pemerintah dalam rangka percepatan sertifikasi tanah yang didanai oleh Pemerintah, Pinjaman dan Hibah Lembaga Donor, dan swadaya masyarakat. Namun demikian berbagai program dan kegiatan yang telah dilaksanakan tersebut belum cukup signifikan untuk penyelesaian sertifikasi tanah bagi seluruh bidang tanah yang ada. Oleh karena itu, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas c.q Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan pada Tahun 2012 melaksanakan kajian evaluasi strategi sertifikasi tanah yang dilaksanakan saat ini (eksisting). Selain itu, diharapkan tersusunnya desain strategi untuk mempercepat pelaksanaan sertifikasi tanah.

Berbagai upaya dilakukan untuk mendapatkan masukan dari pihak terkait dalam kajian ini melalui beberapa tahap antara lain: desk study, field study ke kantor

pertanahan di Kabupaten/Kota, focus group discussion (FGD), dan seminar nasional.

Untuk itu, pada kesempatan ini kami menyampaikan terimakasih kepada pihak yang telah berkontribusi dalam pelaksanaan kajian ini, antara lain Kepala dan Staf Kantah Bandar Lampung, Kantah Lombok Barat, dan Kantah Karanganyar; Kepala Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri, BPN; Direktur Pengaturan dan Pendaftaran Tanah dan sebagainya. Selain itu, kami juga menyampaikan terimakasih kepada Tim Perumus Rekomendasi Kebijakan (TPRK), tenaga ahli, dan tenaga pendukung lainnya yang telah meluangkan waktu dan pikirannya demi terlaksananya kajian ini.

Kami menyadari bahwa hasil kajian ini belum sempurna sepenuhnya dan masih memerlukan penyempurnaan. Untuk itu kami mengharapkan masukan dan saran untuk perbaikan yang dapat disampaikan kepada kami. Terakhir kami berharap mudah-mudahan kajian ini dapat bermanfaat dalam memperkaya masukan untuk percepatan pendaftaran tanah di Indonesia. Demikian dan terima kasih.

Jakarta, Desember 2012

Direktur Tata Ruang dan Pertanahan, Bappenas Ir. Deddy Koespramoedyo, MSc.

(4)

DAFTAR ISI

TIM PENYUSUN... ii

KATA PENGANTAR...iii

DAFTAR ISI... iv

DAFTAR TABEL...v

DAFTAR GAMBAR ...vii

BAB I PENDAHULUAN ... 8

1.1 Latar Belakang...8

1.2 Tujuan dan Sasaran... 12

1.3 Ruang Lingkup dan Keluaran... 12

BAB II METODOLOGI KAJIAN...14

2.1 Pendekatan ... 14

2.2 Pengumpulan Data ... 15

2.3 Lokasi Kajian... 16

2.4 Kuesioner Kajian ... 17

2.5 Metode Analisis Data... 18

2.6 Alur Kajian ... 18

BAB III TINJAUAN PROGRAM SERTIFIKASI TANAH...20

3.1 Proyek Operasi Nasional Agraria (PRONA) ... 23

3.2 Land Administration Project(LAP)... 24

3.3 Land Management and Policy Development Project(LMPDP)... 25

3.4 Sertifikasi Tanah Massal Swadaya (SMS)... 27

3.5 Sertifikasi Tanah Lintas Kementerian/Lembaga... 28

3.6 Layanan Rakyat untuk Sertifikasi Tanah (LARASITA)... 39

BAB IV EVALUASI PROGRAM SERTIFIKASI TANAH ...44

4.1 Kegiatan Pendaftaran Tanah Kantor Pertanahan Karanganyar... 44

4.2 Kegiatan Pendaftaran Tanah di Kantor Pertanahan Lombok Barat... 55

4.3 Kegiatan Pendaftaran Tanah di Kantor Pertanahan Bandar Lampung ... 64

BAB V ANALISA DAN TEMUAN KAJIAN ...74

5.1 Analisis Gap... 74

5.2 Strategi Percepatan Pendaftaran Tanah... 86

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ...92

6.1 Kesimpulan ... 92

6.2 Rekomendasi... 93

DAFTAR PUSTAKA...96

(5)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Capaian beberapa program pendaftaran tanah periode 2004-2008 ....

Tabel 2. Staf Kantor Pertanahan Kabupaten Karanganyar di Bidang

Pendaftaran Tanah ...

Tabel 3. Anggaran, Target dan Realisasi Program Pendaftaran Tanah di

Kantah Karanganyar tahun 2007-2012 ...

Tabel 4. Target dan Realisasi Program Pendaftaran Tanah Kali di Kantah

Karanganyar Tahun 2007-2012 ...

Tabel 5. Kegiatan Pendaftaran Hak Atas Tanah di Kantah Karanganyar Tahun

2007-2012 ... Tabel 6. Target dan Realisasi PRONA dari tahun 2007-2012 ...

Tabel 7. Target dan Realisasi Pendaftaran Tanah KUKM di Kantah

Karanganyar Tahun 2007-2012 ...

Tabel 8. Target dan Realisasi Pendaftaran Tanah Melalui Program LARASITA

di Kantah Karanganyar Tahun 2007-2012 ... Tabel 9. Staf Kantor Pertanahan Kabupaten Lombok Barat di Bidang

Pendaftaran Tanah ... Tabel 10. Anggaran, Target dan Realisasi Program Pendaftaran Tanah di

Kantah Lombok Barat tahun 2007-2012 ... Tabel 11. Target dan Realisasi Program Pendaftaran Tanah Pertama Kali di

Kantah Lombok Barat Tahun 2007-2012 ... Tabel 12. Kegiatan Pendaftaran Hak Atas Tanah di Kantah Lombok Barat

Tahun 2007-2012 ... Tabel 13. Target dan Realisasi PRONA dari di Kantah Lombok Barat tahun

2007-2012 ... Tabel 14. Target dan Realisasi Pendaftaran Tanah Kemenpera di Kantah

Lombok Barat Tahun 2007-2012 ... Tabel 11. Target dan Realisasi Pendaftaran Tanah Kementerian (KKP) di

Kantah Lombok Barat Tahun 2007-2012 ... Tabel 16. Target dan Realisasi Pendaftaran Tanah Kementerian Koperasi dan

UKM di Kantah Lombok Barat Tahun 2007-2012 ... Tabel 17. Target dan Realisasi Pendaftaran Tanah Kementerian Pertanian di

(6)

Tabel 18. Target dan Realisasi Program LARASITA di Kantah Lombok Barat Tahun 2007-2012 ... Tabel 19. Jumlah Pejabat dan Staf Bidang Pendaftaran Tanah di Kantor

Pertanahan Kabupaten Lombok Barat 2007-2012 ... Tabel 20. Anggaran, Target dan Realisasi Program Pendaftaran Tanah di Kantah Lombok Barat tahun 2007-2012 ... Tabel 21. Target dan Realisasi Program Pendaftaran Tanah Pertama Kali di

Kantah Lombok Barat tahun 2007-2012 ... Tabel 22. Kegiatan Pendaftaran Hak Atas Tanah di Kantah Bandar Lampung Tahun 2007-2012 ... Tabel 23. Target dan Realisasi PRONA dari di Kantah Bandar Lampung tahun

2007-2012 ... Tabel 24. Target dan Realisasi Pendaftaran Tanah Kementerian Koperasi dan

(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Diagram Alir Kajian ... 19

Gambar 2 Skema GIS Untuk Sertifikasi Prona ... 90

Gambar 3 Skema GIS Untuk Sertifikasi Larasita ... 91

(8)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tanah merupakan salah satu unsur vital yang selalu melekat dalam kehidupan sehari-hari umat manusia. Tanah ini dapat menunjang kehidupan manusia dan juga merupakan sumber kemakmuran rakyat seperti yang telah diamanatkan dalam UUD 1945. Namun demikian dengan masih tingginya jumlah rakyat miskin di Indonesia yaitu sekitar 39 juta jiwa, menunjukkan bahwa tanah sebagai sumber kemakmuran rakyat belum dapat terpenuhi sepenuhnya. Oleh karena itulah tanah perlu dikelola dan diatur secara nasional untuk menjaga keberlanjutan sistem kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan demikian, diperlukan penegasan bahwa hendaknya konstitusi

mengarahkan kebijakan pertanahan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.1

Seperti kita ketahui bersama, bahwa sebelum diberlakukannya Undang-Undang No. 5 tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria, di Indonesia berlaku dualisme hukum dalam bidang tanah dimana berlakunya dua sistem hukum yaitu hukum agraria Barat yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang hanya berlaku bagi orang-orang Eropa dan Timur Asing dan dilain pihak berlaku Hukum Agraria Adat yang berlaku di daerah masing-masing dan berlaku bagi orang-orang

bumiputera.2 Setelah Indonesia merdeka dan berdaulat, maka dualisme hukum

tersebut tidak sesuai lagi dengan keadaan, kepentingan, dan kebutuhan masyarakat, bangsa dan negara sehingga perlu diganti dengan hukum agraria nasional yang sesuai kondisi nasional bangsa Indonesia dan dapat memacu perekonomian nasional dengan cepat dan menyeluruh. Untuk itu maka disusunlah Undang-undang No. 5 tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, atau yang lazim dikenal dengan sebutan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Dengan berlakunya Undang-undang tersebut maka terbentuklah suatu unifikasi hukum tanah nasional di Indonesia dan

meniadakan dualisme hukum yang ada sebelumnya.3

1 Rencana Strategis (RENSTRA) Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia 2010-2014.

2 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Hak-Hak Atas Tanah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2004), hal. 4-5.

(9)

Berdasarkan Undang-undang nomor 5 tahun 1960 (pasal 19) dinyatakan

bahwa untuk menciptakan kepastian hukum pertanahan, Pemerintah

menyelenggarakan pendaftaran tanah dan atas tanah yang telah didaftarkan

selanjutnya diberikan tanda bukti hak atas tanah, yang merupakan alat bukti yang kuat mengenai kepemilikan tanah. Selain itu untuk menciptakan kepastian hukum pertanahan, kegiatan pendaftaran tanah juga berguna untuk mendukung terjadinya lalu lintas perekonomian dalam sektor agraria. UUPA menyatakan bahwa pendaftaran tanah yang bertujuan untuk memberikan kepastian hukum merupakan tugas dan kewajiban pemerintah yang harus dilakukan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa salah satu upaya yang dilakukan dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi seluruh rakyat Indonesia adalah dengan penyelenggaraan pendaftaran tanah yang memungkinkan bagi pemegang hak atas tanah dengan mudah membuktikan hak atas tanah yang dikuasainya, dan bagi pihak yang berkepentingan seperti calon kreditor, untuk memperoleh keterangan yang diperlukan mengenai tanah yang menjadi objek perbuatan hukum yang akan dilakukan, serta bagi Pemerintah untuk

melaksanakan kebijaksanaan di bidang pertanahan.4

Adapun bentuk jaminan kepastian hukum yang hendak dicapai dalam pendaftaran tanah meliputi kepastian status hak yang didaftar, kepastian subjek hak, dan kepastian objek hak yang pada akhir proses ini menghasilkan sertipikat sebagai tanda bukti hak atas tanah. Proses pendaftaran tanah bukanlah semata proses hukum dan administrasi semata tetapi mengandung konsekuensi-konsekuensi ekonomi yang

dapat menguntungkan perkembangan suatu perekonomian.5

Sejarah pendaftaran tanah di Indonesia secara resmi ditandai dengan lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 yang merupakan Peraturan Pelaksanaan dari pasal 19 UUPA. Sejak saat itu berlangsung era baru dalam pelaksanaan pendaftaran tanah dan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah di Indonesia baik yang tunduk pada UUPA maupun yang tidak tunduk pada UUPA secara uniform. Namun demikian, dalam perjalanannya keberadaan peraturan pemerintah tersebut dirasakan belum memenuhi kebutuhan di lapangan sehingga peraturan ini

4 Urip Santoso, Pendaftaran Tanah dan Peralihan Hak Atas Tanah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2011), hal. 5.

(10)

diperbaharui dengan lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.

Kebutuhan mengenai pendaftaran tanah menjadi sangat penting dalam rangka mengamankan hak-hak atas tanah yang dimiliki oleh seseorang sekaligus untuk mewujudkan tertib administrasi pertanahan di Indonesia. Dengan tertibnya administrasi pertanahan maka dapat mewujudkan jaminan hukum atas tanah seseorang, baik sebagai hak milik maupun dimanfaatkan sebagai kepunyaannya. Untuk itu negara harus memprioritaskan kegiatan pendaftaran tanah ini sehingga proses peralihan, pemecahan dan pemanfaatan lain atas tanah dapat terawasi dengan baik, karena kalau adminsitrasi tanah tidak dilaksanakan dengan baik maka dikhawatirkan rakyat akan selalu bersengketa dalam hal hak atas tanah.

Keberadaan peraturan pemerintah tersebut sebagai amanat dari UUPA

merupakan bentuk pelaksanaan pendaftaran tanah dalam rangka rechtscadaster

(pendaftaran tanah) yang bertujuan memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah dengan alat bukti yang dihasilkan pada akhir proses pendaftaran tanah tersebut berupa Buku Tanah dan Sertipikat tanah yang terdiri dari Salinan Buku Tanah dan Surat Ukur. Proses pendaftaran tanah ini diselenggarakan atas dasar petunjuk teknis yang mengatur masalah pengukuran, pemetaan dan pendaftaran peralihannya. Dengan demikian, dari proses pendaftaran tanah akan dapat diperoleh data fisik yang jelas mengenai luas, letak dan batas-batas tanah. Selain itu, dengan adanya pendaftaran tanah maka setiap orang dapat mengetahui subjek hak atas tanah dan sifatnya terbuka untuk umum, artinya setiap orang dapat melihatnya.

Berdasarkan data pada tahun 2005 tercatat angka bidang tanah yang telah terdaftar mencapai 31 persen atau 22.985.559 persil dan pada tahun 2007 tanah yang diindikasikan terlantar mencapai seluas 7,3 juta hektar (2008) yang dapat dikelompokkan atas tanah terdaftar (bersertipikat) yang mencapai 3.064.003 hektar dan tanah yang telah memperoleh dasar penguasaan atas tanah tetapi belum

memperoleh hak seluas 4.322.286 hektar.6 Hal ini berarti potensi-potensi

kebermanfaatan atas tanah belum sepenuhnya dilaksanakan secara optimal.

Namun demikian, banyaknya kasus pertanahan yang muncul akibat beberapa hal seperti ketidaktahuan mengenai kewajiban atas pendaftaran tanah, perebutan

(11)

tanah karena ketidakjelasan mengenai batas-batas wilayah, adanya dua atau lebih sertifikat atas wilayah tanah yang sama, dan sengketa tanah lainnya mengindikasikan bahwa belum tercapainya tujuan hukum agraria nasional seperti yang telah disebutkan di atas. Bahkan seringkali sengketa tanah ini menimbulkan korban jiwa seperti yang terjadi di wilayah Solok baru-baru ini. Masalah lain yang muncul adalah masalah keabsahan sertifikasi tanah dalam kaitannya dengan status tanah yang dijaminkan dalam perjanjian hutang-piutang. Hal ini berkaitan dengan kepastian hukum bagi pihak pemberi jaminan dan pihak ketiga lainnya yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam suatu perjanjian hutang-piutang.

Untuk mendorong percepatan pelaksanaan sertifikasi tanah sudah diinisiasi melalui berbagai program dan proyek, baik yang didanai dari dana Pemerintah maupun lembaga donor. Beberapa upaya yang telah dan sedang berjalan saat antara

lain: Program Nasional Agraria (Prona), Land Administration Project (LAP), Land

Management and Policy Development Project (LMPDP), Reconstruction of Aceh Land Administration System (RALAS), Layanan Rakyat untuk Sertifikasi Tanah (LARASITA), Sertifikasi tanah lintas Kementerian/Lembaga (yang diperuntukkan bagi petani, nelayan, pelaku usaha kecil menengah/UKM, transmigran dan masyarakat berpenghasilan rendah/MBR). Di samping program yang didanai dari pendanaan publik, ada juga program pendaftaran tanah secara swadaya atau dibiayai sendiri oleh masyarakat. Dengan berbagai program percepatan pendaftaran tanah tersebut, saat ini dapat dihasilkan 2 sampai 3 juta bidang sertifikat per tahunnya. Walaupun dengan penerbitan sertifikat tanah yang cukup besar sebagai keluarannya, namun dikarenakan lokasi yang cukup tersebar menyebabkan tidak ada daerah yang secara signifikan merasakan dampak dari program percepatan ini. Dengan total target 10 juta bidang yang disertifikatkan melalui LAP dan LMPDP serta Prona yang menghasilkan lebih dari 300 ribu tanah setiap tahunnya, belum menghasilkan satu daerah pun (setingkat kabupaten atau kota) yang seluruh tanah di wilayahnya terdaftar. Berbagai upaya percepatan pelaksanaan sertifikasi tanah tersebut telah dilaksanakan sejak diterbitkannya UUPA tahun 1960.

Namun demikian berbagai program dan kegiatan yang telah dilaksanakan tersebut belum cukup signifikan untuk penyelesaian sertifikasi tanah bagi seluruh bidang tanah yang ada. Oleh karena itu, dalam rangka mempercepat pendaftaran tanah diperlukan evaluasi terhadap pelaksanaan sertifikasi tanah yang dilaksanakan

(12)

saat ini (eksisting). Selain itu, diharapkan tersusunnya desain strategi untuk mempercepat pelaksanaan sertifikasi tanah di masa mendatang.

1.2 Tujuan dan Sasaran

Tujuan dari kajian ini adalah untuk mengevaluasi pelaksanaan sertifikasi tanah sampai saat ini dan menyiapkan strategi sertifikasi tanah untuk mempercepat penyelesaian sertifikasi tanah.

Dengan tujuan tersebut, beberapa sasaran yang ingin dicapai adalah: (i) tersedianya data jumlah bidang-bidang tanah pada wilayah administrasi yang menjadi sampel kegiatan (Kabupaten/Kota); (ii) tersedianya data jumlah bidang-bidang tanah yang telah tersertifikasi pada wilayah administrasi yang menjadi sampel kegiatan (Kabupaten/Kota); (iii) terlaksananya evaluasi strategi pelaksanaan sertifikasi tanah yang dilaksanakan saat ini; (iv) menyusun strategi percepatan pelaksanaan sertifikasi tanah.

1.3 Ruang Lingkup dan Keluaran

Kajian evaluasi strategi sertifikasi tanah ini akan mencakup beberapa kegiatan sebagai berikut:

1. Identifikasi jumlah bidang tanah yang terdapat pada wilayah administrasi yang menjadi sampel kegiatan (Kabupaten/Kota);

Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui jumlah bidang-bidang tanah yang terdapat pada wilayah administrasi. Jumlah bidang tanah tersebut diperoleh berdasarkan data primer yang dikumpulkan oleh instansi terkait.

2. Identifikasi jumlah bidang tanah yang telah tersertifikasi pada wilayah administrasi yang menjadi sampel kegiatan (Kabupaten/Kota);

Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui jumlah bidang tanah yang telah tersertifikasi sehingga dapat diperoleh gambaran kerangka waktu yang diperlukan untuk penyelesaian sertifikasi tanah.

3. Evaluasi strategi pelaksanaan sertifikasi tanah eksisting saat ini;

Kegiatan ini akan mengevaluasi berbagai strategi pelaksanaan sertifikasi yang telah dilaksanakan saat ini untuk mengetahui kendala dan hambatan pelaksanaan sertifikasi tanah yang dilaksanakan selama ini. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan rekomendasi perbaikan strategi pelaksanaan sertifikasi yang akan datang.

(13)

Evaluasi dilakukan melalui paling tidak tahapan-tahapan berikut:

a. Identifikasi jenis program sertifikasi Pemerintah yang dilakukan pada daerah sampel;

b. Analisa kesesuaian desain program dengan pelaksanaan;

c. Analisa hasil jumlah sertifikasi yang dihasilkan baik secara individu dari masing-masing program ataupun secara agregat dari pelaksanaan beberapa program sekaligus pada daerah sampel sesuai dengan estimasi ideal dari masing-masing desain program terkait;

4. Menyusun strategi sertifikasi tanah untuk percepatan pelaksanaan pendaftaran tanah. Berdasarkan hasil evaluasi di atas, kemudian dilakukan upaya penyusunan strategi percepatan sertifikasi yang harapkan jumlah perkiraan agregat bidang tersertifikasi dari pelaksanaan berbagai program dapat meningkat.

Kegiatan ini diharapkan menghasilkan strategi-strategi yang dapat dilaksanakan oleh Badan Pertanahan Nasional untuk mempercepat program sertifikasi tanah secara nasional dengan keluaran (output) sebagai berikut: (1) teridentifikasinya bidang-bidang tanah yang terdapat pada wilayah administrasi yang menjadi sampel kegiatan (Kabupaten/Kota); (2) teridentifikasinya bidang-bidang tanah yang telah disertifikasi di wilayah administrasi yang menjadi sampel kegiatan (Kabupaten/Kota); (3) hasil evaluasi mengenai strategi program sertifikasi tanah yang telah dilaksanakan saat ini; dan (4) strategi sertifikasi tanah untuk percepatan pelaksanaan pendaftaran tanah.

(14)

BAB II

METODOLOGI KAJIAN

Bab ini menguraikan pendekatan dan metodologi yang digunakan dalam melakukan kegiatan kajian ini.

2.1 Pendekatan

Kajian Evaluasi Strategis Sertifikasi Tanah ini dilakukan dengan berbagai

pendekatan. Pertama adalah pendekatan pustaka7untuk mengkaji berbagai literatur

mengenai sistem pendaftaran tanah dan berbagai penelitian dan kajian yang sudah dilakukan banyak pihak tentang sertifikasi tanah.

Kedua adalah pendekatan deskriptif komparatif8untuk membandingkan antara

berbagai sistem sertifikasi tanah yang diterapkan di Indonesia. Pendekatan ini sangat penting untuk mengetahui program sertifikasi mana yang paling efektif diterapkan di Indonesia.

Ketiga adalah pendekatan yuridis normatif9dan sosiologi hukum (socio legal)10

yang dilakukan untuk memahami peraturan perundang-undangan mengenai pendaftaran tanah. Pendekatan sosiologi hukum yang digunakan untuk mengidentifikasi dan menganalisis praktek-praktek hukum yang nyata-nyata berlaku dalam masyarakat sebagai dampak dari penerapan peraturan perundang-undangan di bidang pendaftaran tanah.

Adapun yang menjadi sumber utama dalam penelitian hukum normatif adalah sebagai berikut:

1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.

2. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. 3. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1997 Tentang Pejabat Pembuat

Akta Tanah (PPAT)

7 Jonny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang: Bayumedia Publishing, 2006), hal. 296.

8 Ibid., hal. 313. 9 Ibid., hal. 162. 10 Ibid., hal. 35-36

(15)

4. Peraturan Menteri Negara Agraria/PMNA Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peraturan Pelaksanaan PP Nomor 24 Tahun 1997.

Dalam rangka menunjang sumber utama dalam kajian ini, maka digunakan data sekunder seperti pendapat para ahli berkaitan dengan kajian strategis mengenai sertifikasi tanah, ataupun hasil-hasil penelitian terdahulu mengenai sertfikasi tanah sehingga menghasilkan output dan outcome yang berkesinambungan.

Pendekatan keempat adalah pendekatan policy matrix11yaitu suatu pendekatan

untuk memastikan bahwa suatu program memiliki kesesuaian antara target dan tujuan. Kemudian tindakan yang disyaratkan dalam suatu program untuk mencapai suatu target tertentu bersifat layak. Monitoring terhadap pelaksanaan program dapat dilakukan untuk memastikan bahwa pelaksanaan suatu kebijakan berada di dalam jalur yang benar. Lebih penting lagi adalah untuk memastikan bahwa komitmen pemerintah terhadap program sertifikasi tanah yang selama ini dilakukan untuk akselerasi pendaftaran tanah adalah layak untuk dijalankan. Dalam konteks

pendekatan yang berbasis kepada program (program based approaches), Policy

Matrixadalah instrumen yang esensial untuk memastikan capaian-capaian dari

hasil-hasil pembangunan dan akuntabilitas bersama atas capaian-capaian tersebut12.

2.2 Pengumpulan Data

Data kualitatif dan kuantitatif yang dibutuhkan dalam Kajian ini dikumpulkan dengan berbagai metode antara lain: (1) Focus Group Discusion/ FGD (2) In-depth Interview dan (3) pengumpulan data sekunder yang tersedia di berbagai lembaga pemerintah maupun non-pemerintah yang terkait dengan pendaftaran tanah.

Sumber-sumber data yang dipergunakan dalam kajian ini, antara lain:

1) Dokumen-dokumen kebijakan yang berkaitan dengan persoalan hukum pendaftaran tanah khususnya adalah mengenai sertifikasi tanah di Indonesia.

2) Laporan-laporan, hasil penelitian, pidato, dan makalah.

11

William N. Dunn, Pengantar Analisis Kebijakan Publik (terjemahan), (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2003), hal. 123.

(16)

3) Kliping berita di media cetak lokal dan nasional dalam kurun waktu lima tahun terakhir terkait masalah-masalah pelaksanaan pendaftaran tanah dan kebijakan strategis sertifikasi tanah.

4) Data yang diperoleh melalui wawancara mendalam (indepth interview)

dengan para pihak terkait pelaksanakan pengaturan teknis pendaftaran tanah dalam rangka sertifikasi tanah di daerah Tingkat II di sampel wilayah yang telah ditentukan berdasarkan kriteria tertentu yaitu terlaksananya program-program sertifikasi tanah yang dilaksanakan oleh BPN yang mewakili kriteria wilayah rural dan urban.

Dalam melakukan wawancara, peneliti akan menggunakan interview guidance

yang disesuaikan dengan tujuan kajian. Para informan, interviewee, atau responden

ini merupakan para pejabat Badan Pertanahan Nasional yang terdiri dari pejabat di Kantor Pertanahan (Kantah) tingkat Kabuaten/Kota.

Selanjutnya, data yang berhasil dikumpulkan kemudian diolah dan di analisis dengan pendekatan deskriptif analitis dan analisis kebijakan mengenai strategi sertifikasi tanah. Berbagai analisis tersebut akan dirumuskan dalam bentuk rekomendasi mengenai strategi kebijakan pendaftaran tanah di Indonesia.

Lebih lanjut dikatakan bahwa langkah-langkah tersebut tidak sepenuhnya harus dilakukan secara berurutan. Bisa saja langkah pertama dan keempat dilakukan terlebih dulu baru kemudian langkah kedua dan ketiga.

2.3 Lokasi Kajian

Kegiatan ini diharapkan menghasilkan strategi-strategi yang dapat

dilaksanakan oleh Badan Pertanahan Nasional untuk mempercepat program sertifikasi tanah secara nasional dengan keluaran (output) sebagai berikut: (1) teridentifikasinya bidang-bidang tanah yang terdapat pada wilayah administrasi yang menjadi sampel kegiatan (Kabupaten/Kota); teridentifikasinya bidang-bidang tanah yang telah disertifikasi di wilayah administrasi yang menjadi sampel kegiatan (Kabupaten/Kota); hasil evaluasi mengenai strategi program sertifikasi tanah yang telah dilaksanakan saat ini; dan strategi sertifikasi tanah untuk percepatan pelaksanaan pendaftaran tanah.

(17)

Tim Kajian menentukan daerah yang akan diteliti yaitu Kantor Pertanahan Kabupaten Karanganyar untuk Provinsi Jawa Tengah, Kantor Pertanahan Kabupaten Lombok Barat untuk Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Kantor Pertanahan Bandar Lampung untuk Provinsi Lampung. Daerah-daerah tersebut ditentukan berdasarkan representasi daerah perdesaan dan perkotaan serta banyaknya program sertifikasi tanah yang ada di wilayah kerja kantor pertanahan tersebut. Selain itu, Kantah setempat sifatnya lebih operasional sehingga lebih memahami, menguasai dan mengenai keadaan wilayah dan proses pendaftaran tanah. Pemilihan ketiga Kantah setempat didasarkan pada keterbatasan dana, waktu dan sumber daya manusia.

Kunjungan lapangan ke Kantor Pertanahan Bandar Lampung untuk Provinsi Lampung dilaksanakan pada tanggal 17-19 Oktober 2012, ke Kantor Pertanahan Kabupaten Lombok Barat untuk Provinsi Nusa Tenggara Barat dilaksanakan pada tanggal 18-20 Oktober 2012 dan ke Kantor Pertanahan Kabupaten Karanganyar untuk Provinsi Jawa Tengah dilaksanakan pada tanggal 30 Oktober-1 November 2012.

2.4 Kuesioner Kajian

Untuk memperoleh data yang mendalam mengenai kegiatan pendaftaran tanah dari masing-masing daerah, dengan terlebih dahulu mengirimkan kuesioner yang kemudian akan diisi oleh masing-masing Kantah dan akan ditindaklanjuti dengan indepth interviewdan FGD. Adapun ruang lingkup kuesioner terdiri sebagai berikut:

a. Informasi Umum, terdiri dari:

- Jumlah staf Kantor Pertanahan

- Jenis-jenis program pendaftaran tanah yang dilakukan oleh Kantah yang

dibiayai oleh APBN/APBD

- Perbandingan anggaran total Kantah dengan anggaran yang dialokasikan

untuk pendaftaran tanah

- Jenis peta pertanahan yang dimiliki/tersedia

- Ketersediaan peta dasar pertanahan

- Prosedur/teknik pembuatan peta yang sudah dilakukan oleh Kantah

- Dokumen yang diperlukan untuk pendaftaran tanah pertama kali dan

(18)

- Jumlah sertifikasi tanah yang diterbitkan oleh Kantah dalam 5 tahun terakhir

- Kendala-kendala dalam pendaftaran tanah

- Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pendaftaran tanah pertama

kali (bulan)

b. Informasi tiap program

- Bagaimana penentuan lokasi pendaftaran tanah masing-masing Kantah

- Penggunaan metode spasial dalam penentuan target pendaftaran tanah

- Kriteria peserta Program

- Target dan realisasi masing-masing program per tahun

- Perubahan alokasi target per program pada tahun anggaran berjalan

- Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan tiap program

2.5 Metode Analisis Data

Selanjutnya, data-data yang berhasil dikumpulkan dari berbagai penelitian dan studi lapangan di kantor pertanahan kemudian diolah dan dianalisis dengan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif analitis. Untuk data-data kuantitatif yang dikumpulkan dalam kajian tersebut diolah dengan metode kuantitatif untuk mengetahui persentase, trend dan aspek-aspek kuantitatif lainnya. Selain itu dilakukan pula analisis komparatif terhadap kebijakan dan implementasi strategi sertifikasi tanah secara nasional dan di tingkat kantor pertanahan. Berbagai analisis tersebut akan dibahas secara mendalam dan pendekatan dari berbagai perspektif kebijakan yang kemudian dirumuskan dalam bentuk rekomendasi mengenai strategi kebijakan pendaftaran tanah di Indonesia.

2.6 Alur Kajian

Dalam penelitian ini, alur studi dilaksanakan sebagai berikut:

a. Dengan melakukan studi literatur (desk study), untuk melihat desain awal (default design) masing-masing program pendaftaran tanah.

b. Melakukan analisis matriks, untuk melihat perbedaan (gap) antara desain awal program dengan pelaksanaan program tersebut.

(19)

Melakukan analisis dan evaluasi berkaitan dengan pelaksanaan program-program dimaksud.

Untuk lebih jelasnya mengenai alur kajian dapat dilihat dalam matriks di bawah ini:

IDENTIFIKASI MASALAH

 Perlu Kepastian Hukum Hak Atas Tanah

 Jumlah bidang tanah yang terdaftar masih sedikit

 Tanah bernilai ekonomi (Mendukung akses permodalan)

Sertifikasi Tanah

Program sertifikasi tanah

 Prona/Proda

 LMPDP

 SMS

 Larasita

 Sertifikasi Lintas K/L Tanah

Evaluasi Dasar Hukum  UU 5/1960 UUPA  PP 24/1997 Pendaftaran Tanah  PMNA 3/1997 Pelaksanaan Program (Kunjungan Lapangan) Tinjauan Program Sertifikasi

(Desk Study)

Analisis Gap

Tidak Sesuai Sesuai

Strategi Percepatan Sertifikasi Tanah Rekomendasi KebijakanImplikasi dan

Keterangan :

(20)

BAB III

TINJAUAN PROGRAM SERTIFIKASI TANAH

Badan Pertanahan Nasional (BPN) telah menyelenggarakan berbagai program pendaftaran atau sertifikasi tanah yang meliputi seluruh wilayah Indonesia. Beberapa program diantaranya diprioritaskan di daerah perdesaan dan daerah-daerah terpencil karena masih banyak bidang tanah yang belum memiliki sertifikat terutama. Di antara program pendaftaran tanah tersebut adalah program LARASITA yang merupakan kantor pertanahan bergerak (mobile land office) yang diharapkan dapat menjangkau daerah terpencil yang jauh dari Kantor Pertanahan. Dengan demikian, peningkatan jumlah bidang tanah yang terdaftar dapat dicapai dan kepastian hukum atas tanah yang merupakan inti dari pelaksanaan sertifikasi tanah dapat ditegakkan.

Selain itu, pemerintah juga telah mengalokasikan APBN/APBD untuk program-program pendaftaran tanah yang dikhususkan bagi masyarakat ekonomi lemah yaitu Proyek Operasi Nasional Agraria (PRONA) maupun PRODA yang dilaksanakan oleh kantor pertanahan (Kantah).

Program-program pendaftaran tanah juga dilakukan oleh Kementerian-Kementerian untuk menjamin kepastian hukum aset-aset tanah yang dimilikinya dan mendaftarkan bidang-bidang tanah masyarakat yang menjadi target atau sasaran program yang dilaksanakan oleh kementerian-kementerian tersebut seperti Kementerian Koperasi dan Usaha Menengah dan Kecil, Kementerian Perumahan Rakyat, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Pertanian dan Kementerian Transmigrasi.

Menurut data yang ada, sejak diundangkannya UU No. 5/1960 sampai dengan terbitnya Peraturan Pemerintah No. 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah sebagai pembaharuan atas UU No. 10/1961 diperkirakan terdapat 85 juta bidang tanah di Indonesia yang perlu didaftar. Dari jumlah tersebut diketahui bahwa sekitar 38.662.620 bidang yang sudah terdaftar (45,49 persen) dan sisanya atau sekitar

46.337.380 bidang belum terdaftar (54,51 %).13Sedangkan data yang ada mengenai

13 Ratna Djuita dan Heni Yuanita, Permasalahan Dan Solusi Pendaftaran Tanah Pertama Kali di Beberapa Kantor Pertanahan, Jurnal Iptek Pertanahan Volume 1 No.1 Tahun 2011, hal. 1.

(21)

jumlah buku tanah yang aktif sampai dengan Juni 2012 adalah berjumlah 26.675.743. Data mengenai jumlah buku tanah aktif menunjukkan bahwa itulah data yang nyata mengenai jumlah bidang tanah yang telah tersertifikasi dari sekitar 85 juta bidang

tanah yang diperkirakan ada di seluruh Indonesia.14

Telah banyak usaha yang dilakukan oleh BPN dalam melakukan percepatan pendaftaran tanah yang dibiayai oleh BPN. Adapun hasilnya sebagai berikut:

Tabel 1. Capaian beberapa program pendaftaran tanah periode 2004-2008

No Kegiatan 2004 2005 2006 2007 2008 1 Prona 91.262 80.361 84.150 349.800 418.766 2 Redistribusi Tanah 5.000 5.000 4.700 74.900 332.935 3 Konsolidasi Tanah 18.000 2.200 1.600 6.635 10.100 4 Legalisasi Tanah UKM 31.600 10.241 13.000 30.000 5 Legalisasi P4T 86.141 43.948 594.139 6 Legalisasi Transmigrasi 54.099 50.000 47.750 26.537 24.970 7 Ajudikasi/LMP DP 33.000 507.000 645.000 651.000 8 Ralas 21.000 118.000 110.597 Jumlah 262.902 532.509 790.384 1.540.152 21.72.507 Sumber: BPN, 2008.

Berdasarkan data BPN pada tahun 2011 program pendaftaran tanah yang ditargetkan yaitu Prona sebanyak 560.160 bidang tanah, untuk UKM sebanyak 20.000 bidang tanah, untuk nelayan sebanyak 9.000 bidang tanah, untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah/MBR sebanyak 7.500 bidang tanah, untuk Transmigran 160.000 bidang tanah, serta legalisasi aset masyarakay melalui swadaya sebanyak 1.062.458 bidang. Namun demikian, capaian semua program tersebut tidak mencapai 40 %.15

Adapun berdasarkan data Puslitbang BPN tahun 2008 tentang 6 Kabupaten/Kota peringkat tertinggi untuk jumlah bidang tanah terdaftar adalah sebagai berikut:16

14 Berdasarkan data buku tanah aktif yang diperoleh dari Badan Pertanahan Nasional sampai dengan Juni 1012

15

http://nasional/kontan.co.id/news/program-sertifikasi-tanah-gratis-tak-memuaskan-1, diakses pada 15 November 2012.

(22)

 Kota Bandung (81,27 %)

 Kota Pekanbaru (80 %)

 Kota Depok (78 %)

 Kota Palembang dan Pontianak (75 %)

 Kabupaten Bandung (71,46 %)

 Kota Denpasar (71,22 %)

Sedangkan 6 peringkat terendah Kabupaten/Kota untuk jumlah bidang tanah belum terdaftar adalah sebagai berikut:17

 Kabupaten Kampar (97,82 %)  Kabupaten Pontianak (66,67 %)  Kabupaten Konawe (64,72 %)  Kabupaten Banyuasin (62 %)  Kabupaten Bogor (61,20 %)  Kabupaten Tabanan (60 %)

Adapun Perkiraan Penyelesaian Pendaftaran Tanah Pertama Kali di Beberapa Daerah adalah sebagai berikut:18

 Kabupaten Bandung : 5 tahun (2015)

 Kota depok : 6 tahun (2016)

 Kabupaten Pontianak : 11 tahun (2021)

 Kabupaten Gianyar : 42 tahun (2052)

 Kabupaten Konawe : 47 tahun (2057)

 Kota Denpasar : 54 tahun (2064)

 Kota Bandung : 56 tahun (2066)

 Kabupaten Bogor : 73 tahun (2083)

 Kabupaten Banyuasin : 95 tahun (2102)

Dengan demikian, dalam rangka akselerasi pendaftaran atau sertifikasi tanah, Badan Pertanahan Nasional (BPN) tidak hanya membutuhkan koordinasi internal yang baik tetapi juga kerjasama dengan Kementerian-kementerian yang melaksanakan program sertifikasi tanah.

17

Ibid.,

18

(23)

Oleh karena itu, perlu dikaji bagaimana strategi sertifikasi tanah dan upaya-upaya terkait yang dilakukan oleh BPN melalui kantor-kantor pertanahan di seluruh Indonesia dalam rangka percepatan sertifikasi tanah. Untuk itu perlu dilakukan kajian yang difokuskan kepada hal-hal sebagai berikut:

a. Analisis terhadap program sertifikasi tanah yang pembiayaannya berasal dari APBN/APBD. Hal ini dilakukan untuk mengevaluasi program sertifikasi tanah yang sudah dilakukan sehingga diketahui sejauh manakah efektifitas program dan konsistensi dalam penggunaan anggaran.

b. Analisis terhadap 3 (tiga) Kantah yang dijadikan lokasi penelitian untuk melihat pelaksanaan dan evaluasi program sertifikasi tanah secara langsung dikaitkan dengan kondisi internal masing-masing Kantah. Hal ini dilakukan untuk melihat kondisi realita masing-masing Kantah disesuaikan dengan target sertifikasi tanah nasional yang ditetapkan oleh BPN dan selanjutnya memberikan saran dan rekomendasi atas pelaksanaan sertifikasi tanah di seluruh Kantah yang ada di Indonesia. Sesuai dengan maksud dan tujuan kajian, Kantor Pertanahan yang menjadi lokasi penelitian adalah Kantah Karanganyar, Kantah Bandar Lampung dan Kantah Lombok Barat.

Berikut disajikan tinjauan umum program pendaftaran tanah adalah sebagai berikut: 3.1 Proyek Operasi Nasional Agraria (PRONA)

PRONA atau Proyek Operasi Nasional Agraria adalah program pendaftaran tanah yang merupakan amanat dari Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 189 Tahun 1981 tentang Proyek Operasi Nasional Agraria, yang berlaku mulai tanggal 15 Agustus 1981. Dalam pelaksanaannya sekarang ini PRONA harus merujuk kepada PP No 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah, PMNA No. 3/1997 yang merupakan aturan pelaksaanaan PP No 24/1997, dan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Badan Pertanahan Nasional.

PRONA merupakan kegiatan sertifikasi tanah yang bersifat kolektif atau massal bagi masyarakat ekonomi lemah. Lokasi pelaksanaan PRONA ditentukan oleh BPN Pusat berdasarkan usulan atau rekomendasi dari Kantah melalui Kantor Wilayah BPN di tingkat Provinsi. Di antara kriteria lokasi PRONA adalah daerah-daerah yang capaian sertifikasi tanahnya masih rendah.

(24)

Lebih lanjut, dalam rangka menjalankan PRONA, Direktorat Jenderal Agraria Departemen Dalam Negeri tanggal 4 September 1981 telah menentukan penetapan lokasi PRONA, sebagai berikut:

a. Ditetapkan secara berkelompok, terutama untuk pensertifikatan tanah di

daerah-daerah yang penguasaan tanahnya terkena landreform baik untuk

tanah-tanah yang masih menjadi hak bekas pemilik lama maupun yang telah di distribusikan kepada para penggarap.

b. Ditetapkan secara mengelompok untuk daerah-daerah tertinggal.

c. Ditetapkan di daerah yang tanahnya mempunyai potensi produksi bahan pokok yang cukup untuk dikembangkan.

d. Ditetapkan secara berkelompok, untuk pensertifikatan tanah-tanah yang berpenduduk padat dan mempunyai potensi yang cukup besar untuk dikembangkan.

e. Dipilih lokasi mengenai tanah-tanah sengketa yang bersifat strategis dan dapat diselesaikan secara tuntas.

Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 594 Tahun 1982 tanggal 26 Novemver 1982 menyatakan bahwa pembiayaan kegiatan PRONA yang bersumber dari APBN adalah untuk golongan ekonomi lemah, biaya operasionalnya diberi subsidi dari APBN dan APBD sedangkan untuk golongan mampu, beban biaya operasionalnya dibebankan kepada para anggota masyarakat yang akan menerima sertifikat. Dengan demikian subjek PRONA adalah pemilik tanah perseorangan yang termasuk golongan ekonomi lemah dan masih mampu membayar biaya administrasi, sedangkan obyek PRONA adalah pendaftaran tanah pertama kali terhadap bidang-bidang tanah yang belum terdaftar yang jenis penggunaanya adalah tanah pertanian yang luasnya kurang dari 2 hektar, atau tanah non pertanian yang luasnya kurang dari 2.000 meter persegi.

3.2 Land Administration Project (LAP)

Pelaksanaan pendaftaran tanah di Indonesia yang sudah berlangsung 52 tahun sejak lahirnya UU No. 5 Tahun 1960 berjalan relatif lambat. Oleh karena itu Badan Pertanahan Nasional (BPN) menyelenggarakan kegiatan percepatan pendaftaran tanah melalui bantuan dari Bank Dunia yakni the Land Administration Project yang direncanakan berlangsung selama 25 tahun, dimulai pada tahun 1994.

(25)

Pada tahun 1994, terdapat lebih kurang 55 juta bidang tanah di seluruh Indonesia (di luar kawasan hutan), dan diperkirakan baru 18 juta bidang tanah yang sudah didaftarkan. Sampai dengan 25 tahun ke depan jumlah bidang tanah yang harus didaftarkan diestimasikan berjumlah 78 juta akibat fragmentasi kepemilikan

tanah19. Sampai dengan akhir tahun 2003, diperkirakan jumlah bidang tanah

terdaftar  23 juta bidang dari 85 juta bidang tanah di luar kawasan hutan, atau hanya 27 (dua puluh tujuh) persen. Berarti sisa bidang tanah yang belum terdaftar sebanyak 62 juta bidang, belum termasuk adanya penambahan bidang tanah dari alih fungsi hutan menjadi kawasan budidaya dan dari kegiatan pendaftaran tanah derivative, yang semestinya segera ditangani. Jika sisa bidang tanah tersebut harus didaftarkan dalam waktu yang relatif singkat, tentunya harus diambil suatu kebijakan

untuk menyelenggarakan program percepatan pendaftaran tanah20.

Pelaksanaan program percepatan pendaftaran tanah dari LAP (Land

Administration Project) Phase I tahun 1994–2001 telah berhasil mendaftarkan  2

juta bidang tanah, dan ini dapat dijadikan contoh pengalaman (best practice) untuk

pelaksanaan percepatan pendaftaran tanah ke depan21.

Proyek LAP phase 1, dilaksanakan di 7 provinsi yaitu, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur dan Sumatera Utara dan Sumatera Selatan, meskipun dua provinsi yang terakhir baru berpartisipasi dalam LAP I pada tahun 1999/2000.

3.3 Land Management and Policy Development Project (LMPDP)

LAP yang rencananya dilaksanakan selama 25 tahun ternyata berjalan tidak

sesuai dengan rencana. Program LAP dilanjutkan oleh LMPDP (Land Management dan

Policy Development Project) yang diselenggarakan tahun 2004-2009 dengan tujuan untuk meningkatkan jaminan kepastian hukm atas hak atas tanah, meningkatkan efisiensi dan transparansi serta memperbaiki kualitas pelayanan pemberian hak atas tanah dan pendaftaran tanah, memperbaiki kapasitas Pemerintah Daerah dan melaksanakan fungsi manajemen pertanahan secara efisien dan transparan.

19

Op cit, p. 1

20

(26)

Guna mencapai tujuan-tujuan yang sudah disampaikan di atas, LMPDP menentukan lima sasaran utama yang harus dicapai, yakni:

1. Pengembangan kebijakan pertanahan;

2. Pengembangan kelembagaan pertanahan, kapasitas kantor, dan pelatihan; 3. Program percepatan pendaftaran tanah;

4. Pengembangan sistem informasi pertanahan; 5. Peningkatan kapasitas Pemerintah Daerah

Dalam Laporan Monitoring dan Evaluasi yang dilakukan oleh Kementerian

Keuangan, Land Management and Policy Development Project (LMPDP) merupakan

pinjaman Bank Dunia yang bersumber dari IDA (International Development Association) Credit sebesar SDR 21.940.000 dan IBRD Loan sebesar USD 32.800.000 ditandatangani pada tanggal 2 Juni 2004, berlaku efektif tanggal 2 September 2004

dan berakhir (closing date) pada tanggal 31 Desember 2009. Adapun lokasi kegiatan

yang dibiayai LMPDP meliputi 14 propinsi yaitu Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DI Yogyakarta, Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan.

Dalam pelaksanaan kegiatan yang tersebar di banyak provinsi tersebut, selama tiga tahn pelaksanaan proyek, tingkat penarikan dana pinjaman yang bersumber dari IDA Credit adalah sebesar SDR 13.975.811,20 (63,70%), sedangkan yang bersumber dari IBRD Loan tingkat penyerapannya hanya sebesar USD 164.000

(0,5%) yang baru digunakan untuk membayar biaya front end fee.

Dalam kajian evaluasi yang dilaksanakan oleh Departemen Keuangan tersebut diperoleh informasi bahwa pelaksanaan kegiatan ajudikasi dan sertifikasi tanah sebagai salah satu komponen yang dibiayai oleh pinjaman LMPDP berjalan relatif baik, namun masih dijumpai kendala-kendala di lapangan antara lain:

1. Adanya keterlambatan penetapan SK Tim Ajudikasi dan SK Penunjukan Lokasi; 2. Pembatalan pengurusan sertifikat karena tidak sanggup membayar biaya

BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan), sedangkan BPN telah melakukan beberapa tahap sertifikasi mulai dari kegiatan pemetaan (yuridis), pengukuran (fisik), peta bidang, sidang panitia hingga pengumuman; dan

3. Adanya sengketa/komplain atas pengumuman hasil pemetaan dan pengukuran sehingga proses pembukuan dan pencetakan sertifikat tertunda bahkan batal. Rencana tindak yang perlu dilakukan meliputi percepatan penetapan SK

(27)

Penetapan Lokasi, SK Panitia dan Tim Ajudikasi agar kegiatan ajudikasi dapat segera dilaksanakan, pengenaan BPHTB diklasifikasikan menurut status kepemilikan tanah, dan perlu peningkatan koordinasi dengan perangkat desa, kecamatan dan kabupaten agar lebih mendukung pelaksanaan program

ajudikasi dimaksud. Selanjutnya untuk mengurangi biaya pinjaman (cost of

borrowing) khususnya pembayaran commitment fee, perlu dilakukan pemantauan yang ketat sehingga pinjaman dimaksud dapat diselesaikan tepat waktu dan terhadap dana yang mungkin tidak dapat dimanfaatkan agar dapat

segera dilakukan pembatalan dananya (cancellation of unused portion).

3.4 Sertifikasi Tanah Massal Swadaya (SMS)

Sertifikasi Tanah Massal Swadaya (SMS) merupakan salah satu program pendaftaran yang dilaksanakan oleh BPN untuk mempercepat pelaksanaan sertifikasi tanah. Adapun dasar hukum pelaksanaan SMS ini adalah sebagai berikut:

1. Surat Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 12 Tahun 1992 tentang Susunan dan Tugas Panitia Pemeriksaan Tanah.

2. Peraturan Menteri Agraria/Ka.BPN Nomor 3 tahun 1997 tentang ketentuan Pelaksanaan Pendaftaran tanah.

3. Surat Edaran Kepala Badan Pertanahan nasional Nomor 600-1548 tanggal 17 Juni 2004 perihal Pembuatan Surat Perjanjian Kerjasama/Surat Perjanjian Kerja

Pelaksanaan SMS adalah pelaksanaan pendaftaran tanah yang dilakukan dengan mengikutsertakan/melibatkan banyak orang dan dengan kekuatan sendiri. Dengan demikian, konsep SMS ini adalah pendaftaran tanah secara sporadik. Namun demikian, untuk mempercepat pendaftaran tanah, maka dilakukan jemput bola yang dilakukan secara proaktif oleh BPN Pusat yang dilaksanakan secara langsung oleh Kantah dengan target jumlah bidang tanah yang dapat disertifikatkan dan sumber pembiayaan dari masyarakat.

Adapun tujuan dari SMS ini adalah demi terwujudnya tertib administrasi dan kepastian hukum atas bidang-bidang tanah, terwujudnya keadilan atas penguasaan dan perlindungan hukum setiap bidang tanah, tersedianya peta dan daftar pemilik tanah dan lebih khusus kepada para pemilik sertifikat agar sertifikat dapat digunakan untuk kegunaan yang bersifat ekonomis dalam rangka meningkatkan kesejahteraan secara khusus bagi si pemilik sertifikat misalnya dapat digunakan untuk

(28)

mendapatkan modal dari lembaga pembiayaan atau digunakan untuk kepentingan ekonomis lainnya.

Pelaksanaan SMS ini lebih ditekankan kepada inisiatif para warga untuk melakukan sertipikasi atas bidang tanah yang dimiliki secara swadaya dan bersama-sama dengan jumlah bidang tanah minimal sesuai dengan ketentuan Kantah setempat. Karena dilakukan secara bersama-sama dalam waktu yang bersamaan maka diharapkan dana yang dikeluarkan oleh masyarakat akan lebih murah dibandingkan jika harus melakukan sertifikasi secara sendiri-sendiri.

3.5 Sertifikasi Tanah Lintas Kementerian/Lembaga

Dalam rangka akselerasi program pendaftaran tanah seluruh Indonesia, telah dilaksanakan program pendaftaran tanah yang dikordinasikan secara langsung melalui beberapa kementerian terkait seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Perumahan Rakyat, Kementerian Pertanian, Kementerian Koperasi dan UMKM, Kementerian Transmigrasi. Pelaksanaan program pendaftaran tanah melalui Kementerian/Lembaga ini telah berlangsung cukup baik. Adapun yang menjadi tujuan dari kegiatan ini dalam rangka peningkatan akses permodalan dan sumber pembiayaan lainnya serta jaminan kepastian hak atas tanah melalui keputusan bersama antara Badan Pertanahan Nasional dengan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Kementerian Pertanian, Kementerian Perumahan Rakyat dan Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan Surat Kesepakatan Bersama Nomor: 1/SKB-500/I/2012 melalui kesepakatan pembentukan kelompok Kerja Lintas Sektor Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk kegiatan sertipikasi hak atas tanah.

Adapun penjelasan mengenai program pendaftaran tanah

Kementerian/Lembaga adalah sebagai berikut:

3.5.1 Program Pendaftaran Tanah Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Program Pendaftaran Tanah di lingkungan Kementerian Transmigrasi dan Tenaga Kerja didasarkan kepada peraturan perundang-undangan berikut:

(29)

1. UU No.26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang 2. UU No.29 tahun 2009 tentang Ketransmigrasian 3. RPJP Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Bahwa pengembangan pola transmigrasi diarahkan dalam rangka pemanfaatan ruang yang maksimal untuk menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan dan peningkatan keseimbangan pembangunan fungsi dan antar-kegiatan dimana dalam pemanfaatan lahan di Indonesia yang sesuai dengan dana tata ruang dan RTRWP. Selain itu, pemanfaatan ruang diharapkan untuk menjadikan daerah-daerah tertinggal dapat mengejar ketertinggalan dengan daerah-daerah yang lebih maju. Daerah transmigrasi disesuaikan dengan tata ruang wilayah dengan peruntukkannya disesuaikan dengan RTRWP setempat. Daerah transmigrasi diajukan oleh pemda setempat dengan diajukan kepada pemerintah pusat.

Diharapkan dalam penyelenggaraan transmigrasi berbasis kawasan memerlukan dukungan penerapan sistem pengelolaan pertanahan yang efisien, efektif serta penegakan hukum terhadap hak atas tanah dengan menerapkan prinsip-prinsip keadilan, transparansi dan demokrasi berbasis RTRW. Membangun kawasan transmigrasi diarahkan untuk mengembangkan kawasan pedesaan menjadi sistem produksi pertanian dan pengelolaan sumber daya alam yang memiliki keterkaitan fungsional dan hierarki keruangan dengan pusat pertumbuhan membentuk satu kesatuan sistem pengembangan ekonomi wilayah dimana pembangunan dirancang secara holistik dan komprehensif sesuai dengan RTRW berupa wilayah pengembangan transmigrasi (WPT) atau Lokasi Permukiman Transmigrasi (LPT) dengan memberikan kepastian hukum atas tanah kepemilikan pada wilayah transmigrasi dalam rangka mendorong perekonomian.

Selanjutnya lokasi pemukiman atau pengembangan wilayah transmigrasi berasal dari tanah negara atau tanah hak yang diproses menjadi tanah hak pengelolaan (HPL). Tanah yang dipergunakan untuk transmigrasi itu tanah negara dan atau tanah hak, yang kemudian di atas tanah negara itu diproses sesuai dengan peraturan yang berlaku menjadi tanah HPL atas nama Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang pada prinsipnya tanah yang telah diberikan hak milik dengan sertifikat kepada transmigran pada prinsipnya tidak dapat dipindahtangankan.

(30)

Dengan berlandaskan pada nota kesepahaman sertifikasi rumah swadaya yang bertujuan untuk membantu pengadaan sertifikasi rumah swadaya atau rumah yang dibangun oleh warga tanpa campur tangan pengembang. Kementerian Perumahan Rakyat menargetkan pemberian sertifikat bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yaitu dibawah 2,5 juta rupiah. Dimana target sampai dengan tahun 2014 ditargetkan 30.000 sertifikat di 16 propinsi dan 57 kabupaten/kota.

Program bantuan sertifikasi dibagi menjadi lima wilayah di Indonesia. Wilayah I meliputi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Jawa Barat. Wilayah II, Provinsi Riau, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Wilayah III Provinsi Banten, Sulawesi Selatan, Gorontalo, Sulawesi Barat, Wilayah IV Provinsi Lampung, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Wilayah V Provinsi Sumatera Selatan dan Nusa Tenggara Timur. Adapun yang menjadi tujuan dalam program ini adalah mewujudkan mekanisme kerjasama penyipana calon peserta kegiatan sertipikat hak atas tanah dalam rangka pemberdayaan MBR untuk membangun/memperbaiki rumah secara swadaya agar memiliki rumah yang layah huni. Adapun ruang lingkup pelaksanaan program pendaftaran tanah MBR adalah :

a. Melakukan verifikasi calon peserta pokja dan mekanisme penyiapan calon peserta berdasarkan kriteria yang ditentukan;

b. Monitoring dan evaluasi serta pelatihan (pasca sertipikasi); c. Akses ke sumber lain (pasca sertipikasi).

Adapun yang menjadi kriteria calon penerima manfaat SHAT adalah: Subjek:

a. WNI

b. Berkeluarga (memiliki akte perkawinan) c. Berpenghasilan tetap atau tidak tetap d. Mempunyai KTP/KK

e. Memiliki tanah kosong atau mempunyai rumah tidak layak huni.

f. Berdomisili di wilayah hukum yang sama dengan letak tanah yang akan disertipikatkan dan bidang tanah rumah pertama.

Objek:

a. Tanah dikuasai secara fisik dan jelas batas-batasnya, tidak dalam sengketa dan tempat berdiri rumah yang akan dibangun atau diperbaiki.

(31)

c. Tidak dalam keadaan dijaminkan. d. Bukan tanah warisan yang belum dibagi.

e. Luas tanah maksimal 2000 meter persegi yang peruntukkannya hanya untuk perumahan.

f. Penggunaan tanah sesuai RTRW setempat.

Berikut mekanisme pelaksanaan program pendafataran tanah MBR:

a. Pra sertifikasi tanah meliputi kegiatan sosialisasi, identifikasi dan inventarisasi untuk menyiapkan data calon peserta, yang dilaksanakan pada periode tahun sebelum pelaksanaan sertipikasi.

b. Pelaksanaan sertipikasi hak atas tanah, dilaksanakan oleh BPN melalui kantor pertanahan Kabupaten/kota pada periode tahun pelaksanaan sertipikat. c. Pasca sertipikasi tanah berupa pembinaan dan pendampingan MBR untuk

mendapatkan akses ke sumber pembiayaan dan sumber-sumber lainnya dalam rangka membangun/memperbaiki rumah secara swadaya untuk mendapatkan rumah yang layak huni, yang dilaksanakan pada periode tahun setelah pelaksanaan sertipikat.

Dalam hal ini kerjasama yang baik antara Kemenpera dan BPN sangat

ditekankan dalam menjelaskan aspek clean and clearpada objek kegiatan.

3.5.3 Program Pendaftaran Tanah Kementerian Kelautan dan Perikanan

Program Sertipikasi Hak Atas Tanah bagi para Nelayan dilaksanakan melalui kerjasama dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) dengan dasar Kesepakatan Bersama antara Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan Badan Pertanahan Nasional Nomor: 04/MEN-KP/KB/XI/2007 dan Perjanjian Kerjasama Nomor: 01/DPT/Dep.KP/PKS/XI/2007 tentang Pemberdayaan Nelayan dan Usaha Perikanan Skala Kecil untuk Peningkatan Akses Permodalan melalui Sertipikasi Hak Atas Tanah. Tujuan pelaksanaan sertipikasi tanah nelayan adalah:

1. Memberikan kepastian/status hukum atas kekayaan (aset) milik nelayan dan usaha penangkapan ikan skala kecil.

2. Memberikan jaminan pada nelayan untuk meningkatkan kualitas permukiman yang layak, permanen dan sehat.

(32)

3. Meningkatkan kepastian usaha nelayan melalui kepemilikan aset berupa tanah yang dapat digunakan sebagai agunan untuk mengakses sumber-sumber permodalan.

4. Meningkatkan minat (interest) dan kepercayaan lembaga keuangan/

perbankan untuk menyalurkan kredit kepada nelayan skala kecil.

Sertipikasi Hak Atas Tanah (SHAT) Nelayan merupakan implementasi Kesepakatan Bersama dan Perjanjian Kerjasama antara Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang telah ditandatangani pada tanggal 15 November 2007. Kerjasama ini bermaksud untuk memberikan dukungan terhadap nelayan dan usaha penangkapan ikan skala kecil untuk memperoleh

kepastian hukum terhadap aset tanah yang dimiliki, dari predikat modal mati (dead

capital) menjadi modal aktif (liquid capital). Disamping itu, kepemilikan aset berupa tanah bersetifikat diharapkan dapat menjadi agunan bagi nelayan untuk memperoleh modal usaha dari lembaga perbankan. Kriteria peserta (subyek hak) dan kriteria bidang tanah (obyek hak) diatur melalui Keputusan Dirjen Perikanan Tangkap Nomor: Kep.15/DJ-PT/2009 perihal Panduan Teknis Seleksi Calon Peserta Pemberdayaan Nelayan dan Usaha Penangkapan Ikan Skala Kecil Untuk Peningkatan Akses Permodalan Melalui Sertifikasi Hak Atas Tanah. Adapun yang menjadi tujuan adalah memberikan kekuatan hukum atas kepemilikan hak atas tanah, memberikan kepastian atas keberlangsungan usaha dan memfasilitasi dalam rangka penyediaan aset sebagai jaminan untuk memperoleh modal dari perbankan.

Kriteria Peserta (Subyek Hak) meliputi: (1) Perorangan, Warga Negara Indonesia (WNI), (2) Memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) sesuai dengan domisili tetap, (3) memiliki pekerjaan utama sebagai nelayan atau berprofesi sebagai awak kapal penangkap ikan atau menjalankan usaha penangkapan ikan skala kecil, (4) memiliki tanah pertanian atau non pertanian yang belum bersertipikat, (5) memiliki dan menyerahkan fotokopi bukti penguasaan/kepemilikan tanah, (6) Bersedia memberikan keterangan tertulis di atas kertas bermeterai, tentang riwayat perolehan tanah, (7) Bersedia menunjukkan batas-batas bidang tanah yang akan disertipikatkan, (8) Berdomisili di kecamatan atau berbatasan dengan kecamatan letak tanah pertanian yang akan disertipikatkan, dan (9) Sanggup membayar Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan uang pemasukan kepada

(33)

negara serta biaya-biaya lain yang ditentukan oleh pemerintah daerah setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Khusus untuk BPHTB sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan RI No.561/KMK.03/2004 tanggal 25 Nopember 2004, nelayan dan usaha penangkapan ikan skala kecil termasuk dalam usaha mikro dan kecil yang dapat diberikan keringanan pembayaran BPHTB sebesar 75 persen.

Sedangkan kriteria Bidang Tanah (Obyek Hak), meliputi: (a) Tanah belum bersertipikat dan tidak dalam sengketa, (b) Luas tanah maksimum 2.000 m2 untuk tanah non pertanian atau maksimum 2 hektar untuk tanah pertanian, (c) Untuk tanah milik adat disertai dengan Surat Keterangan Kepala Desa/Lurah setempat, (d) Untuk tanah pertanian, calon subyek hak harus berdomisili tetap pada kecamatan lokasi tanah atau pada kecamatan yang berbatasan, (e) Mempunyai surat bukti penguasaan/pemilikan tanah, (f) Bukan tanah warisan yang belum dibagi, (g) Penggunaan tanah sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota.

Dalam pelaksanaan sertifikasi tanah, telah dibentuk 3 (tiga) tingkatan kelompok kerja, terdiri :

1. Pokja Pusat, bertugas untuk melakukan koordinasi dengan instansi terkait pada tingkat pusat, merumuskan dan menyusun petunjuk teknis, melaksanakan sosialisasi program di provinsi, menghimpun daftar nominatif peserta program di masing-masing kabupaten/kota berdasarkan laporan dari Dinas Provinsi, dan melaksanakan pemantauan dan evaluasi serta menyusun laporan pelaksanaan program/kegiatan.

2. Pokja Propinsi, bertugas untuk mengkoordinasikan dan mendukung kelancaran pelaksanaan kegiatan di provinsi wilayah kerjanya, melaksanakan sosialisasi program bersama Pokja Kabupaten/Kota, menghimpun daftar nominatif hasil seleksi calon peserta dari masing-masing kabupaten/kota dan

mengirimkan kepada Direktur Jenderal Perikanan Tangkap, dan

melaksanakan pemantauan dan evaluasi serta menyusun laporan pelaksanaan program/kegiatan.

3. Pokja Kabupaten/Kota, bertugas untuk mengkoordinasikan dan mendukung kelancaran pelaksanaan kegiatan di kabupaten/kota wilayah kerjanya, melaksanakan sosialisasi program, seleksi calon peserta dan evaluasi

(34)

administrasi, dan menyusun daftar nominatif calon peserta dan menyampaikannya kepada Kepala Kantor Pertanahan

Proses sertifikasi tanah nelayan tersebut dilaksanakan melalui tiga tahapan yaitu ; 1. Pra sertipikasi meliputi kegiatan sosialisasi, identifikasi dan seleksi yang

dilaksanakan oleh masing-masing K/L dengan dukungan dari pemerintah daerah. Tahap ini dilaksanakan pada tahun sebelumnya atau Tahun – minus 1 (T – 1).

2. Sertipikasi dilaksanakan oleh BPN pada tahun berjalan (Tahun – T)

Paska sertipikasi berupa kegiatan pembinaan dilaksanakan oleh masing-masing K/L dengan dukungan dari pemerintah daerah. Tahap ini dilaksanakan pada tahun selanjutnya atau Tahun – plus 1 (Tahun + 1).

3.5.4 Program Pendaftaran Tanah Kementerian Koperasi dan UMKM

Kerjasama Kementerian Negara Koperasi dan UKM dengan BPN RI dalam sertipikat tanah-tanah pengusaha mikro dan kecil (PMK) dituangkan dalam kesepakatan bersama antara Menteri Negara Koperasi dan UKM dengan Kepala BPN No 04/SKB/M.UKM/VI/2003 tanggal 16 Juli 2003 yang merupakan salah satu program pembangunan koperasi dan UKM di bidang pembiayaan.

Adapun tujuan program ini adalah meningkatkan kemampuan UMK dalam memperoleh kredit dari bank, emningkatkan ratio tertib administrasi pertanahan dan meningkatkan status agunan. Realisasi program ini pada tahun 2003 mencapai 73 % dan melihat keberhasilannya program ini terus berlanjut sampai dengan sekarang.

Program Pemberdayaan UMK melalui kegiatan sertipikasi tanah diatur dalam Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKMK) RI No. 08/Per/M.UKM/VI/2006 tentang petunjuk teknis program pemberdayaan usaha mikro dan kecil melalui kegiatan sertifikasi hak atas tanah.

Adapun yang menjadi kriteria subjek adalah: a. Perorangan (WNI)

b. Perusahaan yang berbadan hukum atau non badan hukum yang didirikan sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia

c. Sudah menjadi debitur atau calon debitur pada Bank Pelaksana

d. Calon debitur sudah emmenuhi kriteria kelayakan usaha dari Bank Pelaksana. e. Memiliki usaha yang produktif

(35)

Subjek calon peserta program ini ditetapkan oleh Bank Pelaksana dan Dinas KUKM, yaitu:

a. Nasabah lama

b. Pembayaran angsurannya berjalan lancar c. Memiliki usaha produktif

d. Jaminan belum memadai e. Termasuk dalam kriteria UMK

f. Nasabah pada bank pelaksana dan anggota KUD

Bank pelaksana yang menyeleksi UMK peserta program ini umumnya adalah Bank BRI, namun bagi program yang disubsidi oleh pemerintah kabupaten atau kota dan LUEB (Lembaga Usaha Ekonomi Perkotaan) adalah BPD setempat.

Adapun yang menjadi kriteria objek adalah:

a. Tanah tidak dalam status sengketa dan jelas batas-batasnya b. Luas tanah terdiri dari

c. Tanah pertanian meliputi tanah perkebunan, tambak dan tanah pesisir maksimal 2 ha

d. Tanah non pertanian maksimal 2.000 meter persegi e. Bukan tanah warisan yang belum dibagi

f. Tanah sudah dikuasai secara fisik oleh UMK

g. UMK bersedia membayar kekurangan biaya pengurusan sertipikat h. Lokasi tanah berada dalam wilayah kabupaten/kota lokasi kegiatan.

i. Untuk tanah pertanian, pemohon harus berdomisili di kecamatan yang sama dengan lokasi tanah

j. Mempunyai alas hak (bukti kepemilikan) yang jelas k. Tanah belum bersertifikat

Persyaratan UMK calon penerima bantuan biaya sertipikat tanah adalah sbb: a. Memenuhi kriteria UMK

b. Melengkapi surat dan atau dokumen otentik tanah yang diperlukan dalam proses sertipikasi

c. Bersedia menunjukkan letak dan batas-batasnya d. Bersedia membayar kekurangan biaya yang diperlukan

e. Memberikan kuasa pada bank pelaksana untuk bertindak atas nama UMK dalam mengajukan permohonan dan meenrima sertipikat hak atas tanah.

(36)

Selanjutnya target kementerian dalam program sertifikasi ini adalah dimana bahwa sertifikasi yang telah dimiliki oleh pelaku usaha tersebut kemudian berhasil mengakses permodalan dari perbankan. Program ini telah dimulai sejak tahun 2003 yang telah dilakukan pada enam propinsi yaitu Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur dan Nusa Tenggara Barat.

Dalam hal ini peran Kantor Pertanahan adalah melaksanakan penyuluhan, mengumpulkan data yuridis, pengukuran tanah, membimbing dan mengarahkan pengisian formulir identifikasi data fisik dan yuridis. Rata-rata waktu pelaksanaan program ini adalah enam bulan sejak persyaratan lengkap. Adapun besarnya biaya subsidi sertifikasi tanah berasal dari APBN yang ditetapkan pada tiap tahunnya (tiap tahun berbeda-beda). Sedangkan biaya yang diperlukan untuk pensertipikatan tanah UMK tergantung dari luas dan letak tanah dimana tambahan biaya yang harus dibayar oleh PMK bervariasi tergantung daerahnya masing-masing.

3.5.5 Program Pendaftaran Tanah Kementerian Pertanian

Dasar hukum pelaksanaan kegiatan ini adalah Keputusan Bersama antara Menteri Pertanian dengan Kepala BPN RI Nomor: 515/Kpts/HK.060/9/2004. Dalam Keputusan Bersama pasal 3 bahwa maksud dan tujuan kegiatan ini adalah dalam rangka mendukung dan mempertahankan program pangan nasional serta mendapatkan sertipikat hak atas tanah yang akan digunakan untuk mengembangkan modal usaha.

Pasal 4 menjelaskan bahwa tanah yang dapat menjadi objek program adalah tanah yang dimiliki oleh para petani sawah beririgasi dan petani lahan kering yang diusahakan untuk komoditi tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan serta tanah yang dimiliki oleh petani peruntukkannya harus sesuai dengan RTRW dan bukan merupakan kawasan hutan ataupun kawasan lindung.Kegiatan sertifikasi hak atas tanah di kementerian ini dibagi menjadi dua tahap yaitu tahap pra sertifikasi dan pasca sertifikasi dimana dana kegiatan pra sertifikasi lahan pertanian bersumber dari DIPA Ditjen Prasaran dan Sarana Pertanian, Kementerian Pertanian yang merupakan dana tugas pembantuan ke kabupaten/kota dalam rangka pemberdayaan petani.

Tujuan kegiatan dari pra sertifikasi lahan pertanian bagi petani (tanaman pangan, holtikultura, peternakan dan perkebunan adalah :

(37)

a. Memberikan kepastian tentang subjek dan objek atas tanah dan kepastian hukum atas kepemilikan tanah yang diusahakan masyarakat petani yang tinggal di pedesaan secara cepat, tepat, mudah, murah dan aman.

b. Mempercepat penyajian dokumentasi administrasi subjek dari objek untuk diproses lebih lanjut dalam pembuatan sertifikat tanah Kantor Pertanahan Kabupaten/kota.

Sasaran dari kegiatan ini adalah:

a. Sasaran objek adalah lahan pertanian di sentra produksi (tanaman pangan, holtikultura, perkebunan dan peternakan).

b. Sasaran subjek adalah petani pemilik penggarap yang telah mengusahakan tanahnya tetapi belum mempunyai hak atas tanah yang tetap.

Kegiatan pra sertifikasi ini meliputi kegiatan penyiapan data, objek dan subjek tanah petani yang akan disertifikasi yang ditetapkan melalui Tim Pokja sertifikasi tanah petani di kabupaten/kota.

Kegiatan pra sertifikasi lahan pertanian ini diperuntukkan bagi petani pemilik dan/atau pemilik penggarap lahan pertanian rakyat (tanaman pangan, holtikultura, perkebunan dan peternakan) dengan luas lahan maksimal 2 hektar/persil/orang dan tanah yang akan dilakukan pra sertifikasi berada dalam kawasan budidaya pertanian sesuai dengan RTRW setempat.

Adapun yang menjadi kriteria subjek adalah:

a. Petani perorangan WNI yang tergabung dalam wadah kelompok tani binaan. b. Petani pemohon harus berdomisili di kecamatan yang sama dengan lokasi

tanah dan sebagai anggota/pengurus kelompok tani binaan. c. Memiliki tanah pertanian yang belum bersertifikat.

d. Petani calon peserta terpilih yang telah diidentifikasi dan diseleksi oleh Dinas lingkup Pertanian Kabupaten/Kota setempat bersama instansi terkait serta telah diverifikasi oleh kantor pertanahan setempat.

e. Bersedia melengkapai persyaratan administrasi kegiatan sertifikasi tanah petani.

f. Memiliki bukti kepemilikan tanah.

g. Memberikan keterangan tertulis di atas materai tentang riwayat perolehan tanah.

Gambar

Tabel 1. Capaian beberapa program pendaftaran tanah periode 2004-2008
Tabel  2  di  bawah  ini  menjelaskan  secara  umum  mengenai  staf  Kantor  Pertanahan  Karanganyar  yang  bertanggungjawab  dalam  pelaksanaan  pendaftaran  tanah dan kegiatan lain yang terkait.
Tabel 4 berikut ini adalah target dan realisasi program pendaftaran tanah yang  dibiayai oleh APBN/APBD:
Tabel  5. Kegiatan Pendaftaran Hak Atas Tanah di Kantah Karanganyar 2007-2012 Tahun Pendaftaran Tanah  Pertama Kali  (Bidang) Pendaftaran Tanah Balik Nama (Bidang) PendaftaranHak Tanggungan(Bidang) Pendaftaran Tanah Lainnya (Bidang) Jumlah 2007 8.180 12.12
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berawal dari keragu-raguan akan adanya pemikiran tersebut dan dalam praktek klinisnya banyaknya ahli bedah yang melakukan irigasi dengan menggunakan povidon yodium, maka

Dalam Perkembangan pasar global sekarang ini, semua perusahaan yang bergerak dibidang industri dihadapkan pada suatu masalah yaitu adanya tingkat persaingan yang

Tujuan penelitian adalah untuk menganalisa hubungan beban kerja mental dan fisik dengan kinerja karyawan yang diukur menggunakan metode nasa task load index Pada PT.. Alfa

Program Studi Teknik Geologi Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian.. Institut

Namun jika ekstrak rimpang lengkuas ini langsung digunakan pada kulit maka menjadi tidak efektif dalam penggunannya, karena bentuk ekstrak memiliki kelemahan jika

• Multimedia : penggunaan komputer untuk menampilkan dan mengkombinasikan text, graphics, audio, video dan animasi dengan menggunakan links dan tools yang memungkinkan pemakai

Naskah manuskrip yang ditulis harus mengandung komponen-komponen artikel ilmiah berikut (sub judul sesuai urutan), yaitu: (a) Judul Artikel, (b) Nama Penulis (tanpa gelar), (c) Alamat

Saran setelah dilakukannya penelitian ini adalah (1) siswa harus percaya diri pada kemampuannya masing-masing dalam menyampaikan informasi pada teman dihadapannya sehingga