• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Flu burung

2.1.1 Pengertian Penyakit Flu burung

Influenza (flu) merupakan penyakit yang menyerang saluran nafas dan datang mendadak. Penyakit ini sering terjadi saat perubahan musim atau cuaca dengan ciri-ciri penyakit seperti demam, batuk, pilek, dan bersin, juga rasa pegal diotot dan tulang. Kadang-kadang dibarengi sakit kepala, diare atau mual. Flu burung adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza A sub tipe H5N1 yang ditularkan oleh unggas dan juga dapat menyerang manusia. Sebutan lain dari penyakit flu burung adalah avian influenza (Akoso, 2006).

2.1.2 Masa Inkubasi Penyakit Flu burung

Masa inkubasi rata-rata virus flu burung 3 hari (1-7 hari), dengan masa penularan pada manusia adalah 1 hari sebelum dan 3-5 hari setelah gejala timbul. Sedangkan masa penularan pada anak dapat mencapai 21 hari (Depkes RI, 2007). Dan untuk masa inkubasi flu burung pada unggas adalah rata-rata 4 hari (2 – 7 hari).

2.1.3 Sumber dan Cara penularan Penyakit Flu burung

Flu burung (H5N1) dapat menyebar dengan cepat diantara populasi unggas dengan kematian yang tinggi, bahkan dapat menyebar antar peternakan, dan

(2)

menyebar antar daerah yang luas. Penularan penyakit ini kepada manusia dapat melalui :

a. Binatang : kontak langsung dengan unggas baik berupa secret/lender atau tinja binatang yang terifeksi melalui saluran pernafasan atau mukosa konjuctiva (selaput lendir mata) (Depkes RI, 2007).

b. Lingkungan: udara yang tercemar virus flu burung (H5N1) yang berasal dari tinja atau secret/lender unggas atau binatang lain yang terifeksi dalam jarak terbatas (Depkes RI, 2007).

c. Manusia : sangat terbatas dan tidak efisien (ditemukannya beberapa kasus dalam kelompok cluster) (Depkes RI, 2007).

d. Kontak dengan benda yang terkontaminasi virus flu burung (H5N1) (Depkes RI, 2006).

e. Konsumsi produk unggas yang tidak dimasak dengan sempurna dan mempunyai potensi penularan virus flu burung (Depkes RI, 2007).

Sedangkan penularan virus flu burung antar unggas dapat terjadi melalui:

a. Kontak secara langsung antara unggas terinfeksi dengan unggas yang masih sehat. b. Lendir yang berasal dari hidung dan mata unggas dan kotorannya

c. Angin atau air berpotensi menyebarkan virus dalam satu kandang.

d. Perantaraan manusia melaui peralatan yang terkontaminasi virus, seperti sepatu dan peralatan yang dipergunakan (Departemen Peternakan RI, 2006).

2.1.4 Orang Yang Rentan Terinfeksi penyakit Flu burung

Orang yang rentan terinfeksi penyakit influenza yaitu :

(3)

b. Petugas laboratorium

c. Masyarakat luas yang berdomisili dekat dengan unggas.

2.1.5 Gejala Klinis Penyakit Flu burung

Gejala klinis penyakit flu burung pada manusia adalah sama seperti penyakit flu biasa, ditandai dengan demam mendadak (suhu ≥38 0 Celcius), batuk, pilek, sakit

tenggorokan, sesak nafas, sakit kepala, malaise, muntah, diare dan nyeri otot (Depkes RI, 2006).

Sedangkan gejala penyakit flu burung pada unggas adalah adanya kematian unggas yang mendadak dan dalam jumlah yang banyak hingga mencapai 100% dari populasi, pial unggas/ayam bengkak dan berwarna kebiruan, timbul bercak-bercak merah (ptekhie) dan pembengkakan pada telapak kaki dan paha unggas/ayam, pendarahan di bawah kulit pada daerah dada, perut dan kaki, dan keluar cairan berlebihan dari mata dan hidung unggas/ayam (Departemen Peternakan, 2006).

2.1.6 Pencegahan Penyakit Flu burung

Upaya pencegahan penularan virus flu burung (H5N1) dari unggas ke manusia dilakukan dengan cara menghindari bahan yang terkontaminasi kotoran dan sekret unggas, dengan tindakan universal precaution antara lain sebagai berikut :

a. Setiap orang yang berhubungan dengan bahan yang berasal dari saluran cerna unggas termasuk pupuk harus menggunakan pelindung diri (masker, kacamata dan sarung tangan).

b. Bahan yang berasal dari saluran cerna unggas seperti tinja harus ditatalaksana dengan ditanam atau dibakar agar tidak menjadi sumber penularan bagi orang disekitarnya.

(4)

c. Alat-alat yang dipergunakan dalam peternakan harus dicuci dengan desinfektan, anata lain sodium hypochlorite (pemutih, kaporit), deterjen, benzol konium Chlorite 10%, alcohol, Lysol dan lain-lain.

d. Keranjang, kandang bekas dan kotoran ayam tidak boleh dikeluarkan dari lokasi peternakan dalam keadaan belum didesinfeksi.

e. Mengkonsumsi daging ayam yang telah dimasak pada suhu 80 0 Celcius selama 1 menit, sedangkan telur unggas perlu dipanaskan pada suhu 64 0 Celcius selama 5 menit.

f. Melaksanakan kebersihan lingkungan

g. Jangan biarkan unggas lain berkeliaran di sekitar rumah (mengkandangkan unggas).

h. Melakukan kebersihan diri (cuci tangan dengan sabun di bawah air mengalir). i. Apabila akan menggunakan pupuk kandang, hendaknya menggunakan alat

pelindung diri (Sarung tangan, masker).

Sedangkan upaya pencegahan penyakit flu burung agar tidak menyebar luas pada daerah peternakan dapat dilakukan dengan :

a. Mengawasi dan membatasi secara ketat lalu lintas hewan atau unggas, produk, peralatan dan limbah peternakan unggas dari atau ke suatu wilayah.

b. Membatasi orang yang tidak berkepentingan untuk masuk ke wilayah peternakan. c. Melakukan desinfeksi terhadap sarana dan prasarana peternakan secara

menyeluruh, meliputi pekaian peternak, kendaraan yang keluar masuk peternakan, dan jalan atau areal sekitar peternakan.

d. Menghindari peternakan tumpang sari antara unggas, babi, dan ikan untuk menekan risiko tukar-menukar virus influenza.

(5)

e. Pengosongan kandang secara periodik untuk memotong penyebaran virus influenza. Pengisian kembali kandang unggas dapat dilaksanakan paling cepat satu bulan setelah pengosongan kandang dan semua tindakan disinfeksi dan disposal selesai dilaksanakan sesuai prosedur (Laboratorium Virologi Fakultas Kedokteran Hewan Uviversitas Udayana, 2005).

f. Vaksinasi secara massal terhadap seluruh ternak sehat yang diprioritaskan pada peternakan sektor 4/peternakan rakyat, yang diulangi setiap 3 – 4 bulan.

g. Melakukan depopulasi atau pemusnahan terhadap unggas yang sehat dan sakit dalam satu kandang bila ditemukan kematian unggas dengan rapid test positif H5N1. Pelaksanaan depopulasi unggas dilakukan di bawah pengawasan dokter hewan berwenang di Kabupaten/Kota setempat dan disaksikan minimal oleh aparat desa/kelurahan setempat. Depopulasi dilakukan dengan gas Carbondioksida (CO), atau menyembelih unggas di atas lubang yang telah disediakan yang jauh dari lokasi perumahan.

h. Melakukan stamping out, yaitu tindakan pemusnahan secara menyeluruh seluruh unggas yang sehat maupun yang sakit pada peternakan tertular dan semua unggas yang berada dalam radius 1 km dari peternakan tertular.

2.1.7 Pengobatan Penyakit Flu burung

Pengobatan penyakit flu burung pada manusia dapat dilakukan dengan pemberian obat oseltamivir oral (Tamiflu) dan Zanamivir inhalasi oral. Pemberian Oseltamivir efektif pada 48 jam pertama sejak timbul gejala demam.

(6)

2.2 Usaha Peternakan Unggas

Usaha peternakan unggas adalah suatu kegiatan yang dilakukan di tempat tertentu serta perkembangbiakan unggas dan manfaatnya diatur dan diawasi oleh peternak-peternak.

Terkait dengan upaya pencegahan penyakit flu burung, maka usaha peternakan unggas dari segi tingkat biosekuriti dapat dibedakan menjadi 4 sektor yaitu :

a. Peternakan sektor I

Adalah usaha peternakan yang dilakukan dengan tingkat biosekuriti paling aman dengan peralatan yang berteknologi canggih serta tingkat pengamannya telah mengikuti standar operasional prosedur (SOP) teknis usaha peternakan unggas. Contoh usaha peternakan jenis ini adalah usaha peternakan berskala besar seperti usaha pembibitan.

b. Peternakan sektor II

Adalah usaha peternakan yang dilakukan dengan tingkat biosekuriti cukup aman, dengan menggunakan peralatan yang berteknologi menengah dan dalam pengoperasiannya juga telah mengikuti SOP. Contoh usaha peternakan jenis ini adalah usaha peternakan berskala menengah.

c. Peternakan sektor III

Adalah usaha peternakan yang dilakukan dengan tingkat biosekuriti kurang aman, peralatan yang digunakan sederhana dan pengoperasiannya tidak mengikuti SOP. Contoh usaha peternakan jenis ini adalah peternakan rakyat yang memelihara beberapa ternak sekaligus (campuran).

(7)

d. Peternakan sektor IV

Adalah usaha peternakan yang dilakukan dengan tingkat biosekuriti paling tidak aman, peternakan tidak dilengkapi kandang dan dalam pelaksanaannya tidak memenuhi standar operasional prosedur. Usaha ini kerap ditemukan pada usaha peternakan sambilan yang berskala sangat kecil (Departemen Peternakan RI, 2006).

2.3 Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan

2.3.1 Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan adalah merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang

(Overt behavior). Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang

didasari pengetahun akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari pengetahuan.

Menurut Notoadmodjo (2003), pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yakni :

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengatahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. Misalnya menghafal materi yang telah sebelumnya dipelajari.

(8)

b. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemapuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. Misalnya adalah mampu menjelaskan materi kepada orang lain.

c. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi real (sebenarnya). Misalnya adalah mampu menggunakan dan mempraktekkan penggunaan rumus seperti dalam menghitung angka insiden.

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan analisis atau suatu objek kedalam komponen, tetapi masih didalam struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti menggambarkan (membuat bagan) membedakan memisahkan, mengelompokkan dan lain sebagainya. Misalnya untuk menentukan keberlanjutan dari diagnosis.

e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjukkan suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi-formulasi yang ada.

(9)

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian ini didasarkan pada suatu criteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan criteria-kriteria yang telah ada.

Pengetahuan seseorang sering dikaitkan dengan tingkat pendidikan yang telah ditempuhnya. Dalam arti luas pendidikan mencakup seluruh proses kehidupan dan segala bentuk interaksi individu dengan lingkungan baik secara formal maupun informal. Proses dan kegiatan pendidikan pada dasarnya melibatkan masalah perilaku individu maupun kelompok. Hasil dari proses belajar adalah seperangkat perubahan perilaku. Pendidikan merupakan tingkat dasar pengetahuan intelektual yang dimiliki seseorang dalam rangka pembangunan pengetahuan, sikap dan keterampilan. Dengan demikian pendidikan sangat besar pengaruhnya terhadap perilaku (Supriyono, 2004).

Pengetahuan juga dapat diperoleh dari pengalaman sendiri, orang lain maupun dari sumber informasi yang lain (Notoatmojo, 2003). Segala sesuatu yang dapat memberikan informasi, baik yang dibutuhkan secara langsung maupun tidak langsung dapat dikatakan sebagai sumber pengetahuan. Sumber pengetahuan dapat dikelompokkan menjadi manusia dan alat/bahan. Manusia meliputi penyuluhan dari pakar atau orang yang berkompeten di bidangnya. Orang-orang di sekitar juga merupakan sumber pengetahuan, yaitu dari pengalaman-pengalamannya. Bahan atau alat seperti film, televisi, radio, poster, buku, majalah, koran dan lain sebagainya (Sadiman, dkk., 2003).

Faktor lain yang mempengaruhi pengetahuan adalah umur. Menurut IB Mantra (1985), semakin bertambahnya umur seseorang akan mempengaruhi

(10)

kemampuan responden dalam menangkap/menerima suatu informasi. Pekerjaan juga memiliki pengaruh dalam kemampuan seseorang mendapatkan informasi/pengetahuan. Seseorang yang terlalu sibuk mencari nafkah akan tidak memiliki banyak waktu untuk mendapatkan informasi sehingga pengetahuannya juga akan terbatas.

2.3.2 Sikap (Attitude)

Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang secara positif atau negatif yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus (Objek) tertentu. Dapat disimpulkan bahwa manifestasi sikap tersebut tidak dapat langsung dilihat tapi hanya ditafsirkan. Dalam kehidupan sehari-hari sikap adalah merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial (Notoatmojo,2003).

Seorang ahli psikologi sosial yaitu Newcomb menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap bukan merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi adalah merupakan “predisposisi” tindakan atau perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka tingkah laku yang terbuka. Lebih dapat dijelaskan lagi bahwa sikap merupakan reaksi terhadap obyek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap obyek (Notoatmojo, 2003).

(11)

Menurut David Krech (1982), komponen-komponen sikap yang berpengaruh pada kesiapan bertindak seseorang dalam menghadapi satu objek, dapat dibedakan antara lain :

1. Komponen kognitif (The cognitice component)

Komponen kognitif dari suatu sikap terdiri dari kepercayaan mengenai suatu obyek. Kognisi yang melekat pada sistem sikap itu merupakan kepercayaan yang evaluatif terhadap obyeknya yang meliputi penilaian menguntungkan atau tidak menguntungkan, dapat diterima atau tidak dapat diterima, baik atau buruk dan lain-lain.

2. Komponen perasaan (The feeling component)

Komponen perasaan dari suatu sikap menunjukkan adanya emosi dalam hubungannya dengan obyek. Suatu obyek dapat dirasakan menyenangkan atau tidak menyenangkan, disukai atau tidak disukai. Bobot emosional inilah yang membuat sikap mempunyai sifat mendesak atau bergerak dalam hubungannya dengan suatu obyek.

3. Komponen kecenderungan bertindak (The action tencency component)

Komponen ini mencakup kesiapan-kesiapan bertingkah laku yang berkaitan dengan sikap. Jika seseorang bersikap positif terhadap suatu obyek, maka ia cenderung untuk membantu atau mendukung obyek tersebut, sebaliknya apabila ia bersikap negatif, ia cenderung untuk merusak atau memusnahkan obyek tersebut.

Ketiga komponen ini secara bersama-sama mebentuk sikap yang utuh (total

attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berfikir, keyakinan dan

emosi memegang peranan penting. Suatu contoh misalnya, seorang peternak unggas yang telah mendapatkan pengatahuan tentang penyakit flu burung yang meliputi

(12)

pengertian, cara penularan dan cara pencegahannya. Dengan bekal pengetahuan ini, peternak unggas akan berfikir dan berusaha sehingga dirinya aman dari penyakit tersebut. Dalam proses berfikir dan berusaha ini komponen emosi dan keyakinan ikut bekerja sehingga peternak unggas tersebut akan berusaha sehingga dirinya tidak terkena penyakit flu burung. Peternak unggas ini kemudian akan mempunyai sikap tertentu terhadap obyek yang berupa penyakit flu burung.

Menurut Notoadmodjo (2003) dalam interaksi sosial, individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai obyek yang dihadapinya. Pembentukan pola sikap ini akan melalui beberapa tahapan yaitu :

1. Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek).

2. Merespon (Responding)

Memberikan jawaban bila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti menerima ide tersebut.

3. Menghargai (Valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap menghargai. Misalnya seorang peternak unggas membahas tentang penyakit influenza kepada keluarganya, hal itu telah membuktikan bahwa peternak unggas tersebut telah mempunyai sikap positif terhadap permasalahan tersebut.

(13)

4. Bertanggung jawab (Responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko adalah merupakan sikap.

Sikap dapat diekspresikan secara verbal, sehingga menjadi suatu opini atau pandangan mengenai suatu obyek. Pandangan seseorang tentang suatu obyek berbeda dengan pengetahuan orang itu mengenai obyek tersebut. Dengan kata lain, pengetahuan mengenai suatu obyek tidak sama dengan sikap terhadap obyek itu. Pengetahuan saja belum menjadi kesiapan utnuk melakukan suatu kegiatan seperti halnya dengan sikap. Pengetahuan tentang suatu obyek baru menjadi sikap terhadap obyek itu, apabila pengetahuan tersebut disertai dengan kesiapan untuk bertindak sesuai dengan pengetahuan mengenai obyek itu (Saifuddin Azwar, 1995).

2.3.3 Tindakan

Defenisi tindakan adalah mekanisme dari suatu pengamatan yang muncul dari persepsi sehingga ada respon untuk mewujudkan suatu tindakan. Tindakan mempunyai beberapa tingkatan yaitu :

a. Persepsi (perception) yaitu mengenal dan memilih berbagai objek yang akan dilakukan.

b. Respon terpimpin yaitu melakukan segala sesuatu sesuai dengan urutan yang benar.

c. Mekanisme yaitu melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis

d. Adaptasi yaitu suatu praktek atau tindakan yang yang sudah berkembang dan dilakukan dengan baik (Notoatmodjo Soekidjo, 2007).

(14)

2.4 Pelayanan Kesehatan

Terwujudnya keadaan sehat adalah kehendak semua pihak. Tidak hanya oleh perorangan,tetapi juga oleh keluarga, kelompok dan bahkan oleh masyarakat. Untuk dapat mewujudkan keadaan tersebut banyak hal yang perlu dilakukan. Salah satu diantaranya yang dinilai cukup penting adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan (Blum,1974). Adapun yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan ialah setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok maupun masyarakat. Agar pelayanan kesehatan dapat mencapai tujuan yang diinginkan, banyak syarat yang harus dipenuhi. Syarat tersebut paling tidak mencakup sebagai berikut :

1. Tersedia dan berkesinambungan. Syarat pokok pertama adalah pelayanan kesehatan harus tersedia di masyarakat (available) serta bersifat berkesinambungan (continuous). Artinya bahwa semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat Dapat diterima dan wajar Pelayanan kesehatan yang baik adalah yang dapat diterima (acceptable) oleh masyarakat serta bersifat wajar (appropriate). Ini berarti bahwa pelayanan kesehatan tidak bertentangan dengan keyakinan dan kepercayaan masyarakat. Pelayanan kesehatan yang bertentangan dengan adat istiadat, kepercayaan, budaya masyarakat bukanlah suatu pelayanan kesehatan yang baik.

2. Mudah dicapai. Pelayanan kesehatan yang baik adalah yang mudah dicapai masyarakat (accessible).

(15)

3. Mudah dijangkau. Mudah dijangkau (affordable) maksudnya ialah dari sisi biaya. Dalam hal ini diupayakan supaya biaya pelayanan kesehatan sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat. Pelayanan kesehatan yang mahal mungkin hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil masyarakat, ini bukan pelayanan yang baik.

4. Efisien serta bermutu. Pelayanan kesehatan harus efisien (efficient) dan bermutu (quality) baik. Pelayanan harus memenuhi standard dan memuaskan para pemakai jasa.

2.5 Perilaku Pencegahan Penyakit

Perilaku merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terbentuk dalam wujud pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain perilaku manusia merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini bersifat pasif dan aktif Itindakan : berfikir, berpendaoat, bersikap). Sesuai batasan, perilaku kesehatan dapat dirumuskan segala bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya (Sarwono, 2007).

Menurut Bloom dalam Notoadmodjo 1993 perilaku dibagi dalam 3 dominan yang terdiri dari dominan kognitif, dominan afektif, dan dominan psikomotor. Ketiga dominan ini diukur dalam pengetahuan, sikap, dan tindakan. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.

Menurut Notoadmodjo (1993), unsure-unsur dalam pengetahuan pada diri manusia terdiri dari :

(16)

2. Keyakinan dan kepercayaan tentang manfaat kebenaran dari apa yang dilakukannya.

3. Sarana yang diperlukan untuk melakukannya.

4. Dorongan atau motivasi untuk berbuat yang dilandasi oleh kebutuhan yang dirasakannya.

Makmuri (2004) menyatakan bahwa sebelum seseorang melakukan suatu tindakan, ia harus tahu terlebih dahulu apa arti manfaat yang dilakukannya bagi dirinya atau keluarganya.

Pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Karena itu dari pengalaman dan penelitian ternyata berlaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langsung daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoadmodjo, 2002)

Perilaku merupakan resultan dari berbagai aspek internal maupun eksternal, psikologi maupun fisik, perilaku tidak berdiri sendiri melainkan berkaitan dan berpengaruh dengan faktor-faktor lain. Perilaku berhubungan dengan pengetahuan, perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmojo, 2003).

Untuk mengubah sikap dan perilaku seseorang adalah melalui pendekatan edukatif yang merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara sistematik, terencana, terarah dengan partisipasi aktif individu, kelompok maupun masyarakat, dengan mempertimbangkan faktor-faktor sosial, ekonomi dan budaya setempat (I B Mantera, 1985).

(17)

Menurut Lawrence Green (1980), perilaku seseorang dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu :

1. Faktor predisposisi (predisposing factor), yang mencakup pengetahuan, sikap kepercayaan, keyakinan dan nilai-nilai atau norma-norma yang berlaku.

2. Faktor pendukung (enabling factor), yaitu mengenai hal-hal yang memungkinkan individu, kelompok atau masyarakat untuk berperilaku, seperti : ketersediaan sarana dan prasarana atau sumber dana yang diperlukan dan keterjangkauan. 3. Faktor pendorong (reinforcing factor), yaitu hal-hal yang dapat mendorong

individu, kelompok, atau masyarakat untuk memulai pelaksanaan, seperti sikap dan perilaku petugas, dukungan dari pemuka atau tokoh masyarakat dan sebagainya (Notoatmojo, 2003).

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Karena itu dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.

Notoatmodjo mengungkapkan pendapat Rogers bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru) di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni:

1. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui

terlebih dahulu terhadap suatu stimulus (obyek).

2. Interest (ketertarikan) terhadap stimulus atau obyek tersebut. Di sini sikap subyek

(18)

3. Evaluation (menimbang-nimbang/menilai) terhadap baik atau tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

4. Trial dimana subyek mulai mencoba melakukan segala seuatu dengan apa yang

dikehendaki oleh stimulus.

5. Adoption, dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut di atas.

Perilaku kesehatan dapat diartikan suatu respon organisme atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar subyek tersebut, yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan. Respon ini berbentuk dua macam, yaitu :

1. Bentuk pasif adalah respon internal, yaitu yang terjadi di dalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain, misalnya berfikir, tanggapan atau sikap batin, dan pengetahuan. Contohnya seorang peternak unggas mengetahui bahwa menjaga kebersihan diri dan kebersihan lingkungan dapat mencegah penularan penyakit flu burung, walaupun peternak tersebut tidak selalu menjaga kebersihan diri dan lingkungannya. Contoh lain adalah seorang peternak yang menganjurkan peternak lain untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungannya walaupun dia sendiri belum melakukan hal tersebut. Dari kedua contoh tersebut terlihat bahwa peternak unggas telah mengetahui manfaat perilaku yang sehat untuk pencegahan penyakit flu burung, dan contoh kedua orang tersebut telah mempunyai sikap yang positif untuk mendukung perilaku pencegahan penyakit flu burung,

(19)

meskipun mereka sendiri belum melakukan secara konkret terhadap kedua hal tersebut. Oleh sebab itu perilaku mereka ini masih terselubung (covert

behavior)

2. Bentuk aktif, yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung. Misalnya pada kedua contoh tersebut, peternak unggas sudah melakukan perilaku pencegahan penyakit flu burung yaitu selalu menjaga kebersihan diri dan lingkungannya. Oleh karena perilaku mereka ini sudah tampak dalam bentuk tindakan nyata, maka disebut “overt behavior.”

Perilaku terhadap sakit dan penyakit ini dengan sendirinya sesuai dengan tingkat-tingkat pencegahan penyakit, yaitu :

1. Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan, (health

promotion behavior), misalnya mengolah telur sebelum dikonsumsi, makanan

yang bergizi, olah raga, dan sebagainya.

2. Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behavior), adalah respons untuk melakukan pencegahan penyakit, misalnya perilaku yang berhubungan dengan kebersihan diri dan lingkungan yaitu penggunaan alat pelindung diri, pemusnahan unggas secara masal, pemberian vaksinasi pada unggas, pembatasan kendaraan pengangkut unggas yang keluar masuk lokasi peternakan, dan termasuk di dalamnya perilaku untuk tidak menularkan penyakitnya kepada orang lain.

3. Perilaku sehubungan dengan pengobatan (health seeking behavior), yaitu perilaku utnuk melakukan atau mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas kesehatan modern (Puskesmas, Rumah sakit, dokter praktik dan sebagainya), maupun ke fasilitas kesehatan tradisional.

(20)

4. Perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan (health rehabilitation

behavior), yaitu perilaku yang berhubungan dengan usaha-usha pemulihan

kesehatan setelah sembuh dari suatu penyakit.

Di dalam proses pembentukan dan atau perubahan, perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari dalam dan luar individu yang bersangkutan. Faktor tersebut antara lain adalah persepsi, yaitu pengalaman yang dihasilkan melalui panca indera. Setiap orang mempunyai persepsi yang berbeda-beda, meskipun mengamati obyek yang sama. Persepsi merupakan tindakan tingkatan pertama dari tindakan, yaitu mengenal dan memilih berbagai obyek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil. Misalnya seorang peternak unggas dapat memilih cara-cara yang menurutnya paling mudah untuk mencegah penyakit flu burung (Notoatmojo, 2003). Secara umum upaya mengubah perilaku dapat digolongkan menjadi tiga macam cara (Notoatmojo, 2003 & Sarwono, 1993) :

1. Menggunakan kekuatan/kekuasaan

Orang dapat berubah perilakunya jika dipaksa, diancam dengan kekuatan atau dijanjikan imbalan/hadiah. Tetapi perubahan perilaku tidak akan bertahan lama, begitu pengawasan/paksaan mengendor, timbul kecenderungan untuk kembali ke perilaku lama.

2. Memberikan informasi

Dengan memberikan informasi diharapkan akan terjadi peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku kesehatan dalam diri individu/kelompok sasaran berdasarkan atas kesadaran dan kemauan individu yang bersangkutan. Namun cara ini memakan waktu yang lama.

(21)

3. Diskusi dan partisipasi

Perubahan perilaku melalui diskusi dan partisipasi ini dikembangkan dengan asumsi bahwa masyarakat bukanlah sekedar obyek melainkan juga sebagai subyek dari pelayanan kesehatan. Dengan demikian mereka perlu diajak serta mencari alternatif pemecahan masalah-masalah yang ada di masyarakat. Artinya masyarakat tidak hanya pasif menerima informasi dari petugas kesehatan, melainkan ikut aktif mencari masalah-masalah kesehatan yang dirasakan oleh penduduk, memikirkan jalan keluarnya, mencari sumber daya yang dapat digunakan untuk menanggulangi masalah-masalah tersebut dan ikut serta dalam pelaksanaan kegiatan kesehatan. Partisipasi aktif ini dapat memperluas dan memperdalam pemahaman masyarakat tentang kesehatan dan mereka merasa ikut serta mengusulkan/merencanakan suatu kegiatan kesehatan sehingga dalam pelaksanaan kegiatan tersebut mereka lebih termotivasi untuk ikut berperan serta.

Pencegahan adalah hal yang dilakukan untuk mencegah terjadinya ketidaksesuaian atau penyimpangan yang potensial atau situasi lain yang tidak diharapkan dalam rangka pelaksanaan pengujian. Pencegahan ketidaksesuaian dapat dilakukan pada masalah teknis ataupun administrasi. Pencegahan lebih utama daripada perbaikan karena ketidaksesuaian. Sumber identifikasi ketidaksesuaian biasanyan berasal dari catatan-catatan (logbook), adanya pengaduan pelanggan dan dokumen statistic. Adapun langkah-langkah penceghan penyakit meliputi :

1. Pemantauan jalannya proses

2. Jika ditemukan penyimpangan maka dilakukan tindak pencegahan sebelum terjadi ketidaksesuaian

(22)

4. Identifikasi terhadap penyebab potensial dari ketidaksesuaian yang terjadi

5. Berupaya menghilangkan penyebab potensial tersebut

6. Melakukan kaji ulang pencegahan secara rutin (rapat) atau saat kaji ulang manajemen

Perilaku pencegahan penyakit adalah cara yang penting untuk melakukan pencegahan terhadap datangnya penyakit dan merupakan faktor yang penting guna menjaga kesehatan. Banyak orang yang berusaha mencapai berbagai tujuan untuk kesehatan dan kebugaran, kemudian melakukannya dengan caranya sendiri. Tetapi banyak juga dari mereka yang salah menafsirkan. Hal yang utama yang harus dilakukan adalah membangun program untuk kesehatan jangka panjang. Cara sederhana yang dapat dilakukan untuk pencegahan penyakit adalah pemahaman tentang pencegahan penyakit merupakan faktor penting untuk mencapai hidup sehat yang dibangun dari kesadaran sendiri maupun komunitas di sekitar lingkungan seperti melakukan perilaku hidup bersih dan sehat dengan cara mencuci tangan dengan air yang mengalir dan menggunakan sabun anti bakteri. Perilaku pencegahan penyakit merupakan cara yang penting untuk melakukan pencegahan terhadap datangnya penyakit dan merupakan faktor yang penting guna menjaga kesehatan yang meliputi mencuci tangan setelah bekerja dan menggunakan alat pelindung diri pada saat bekerja.

Referensi

Dokumen terkait

Cangkang trochospiral sangat rendah, biconvex, equatorial periphery lobulate , periphery axial dengan jelas oleh keel, dinding cangkang berpori, permukaan pada

Adapun batasan masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah faktor – faktor apa saja yang mempengaruhi hasil produksi karet pada PT.. Perkebunan Nusantara III tahun

Penggunaan BBG pada mesin pompa air telah diteliti oleh Mandra & Sunardi (2014), yang menyatakan bahwa konsumsi bahan bakar pada mesin pompa air berbahan

PURWOREJO, FP – Dalam rangka Hari Kesatuan Gerak Bhayangkari ke-64 serta memperingati Hari Kesehatan Gigi dan Mulut Nasional tahun 2016, Bhayangkari Polres Purworejo

a) Belanja Jasa Agen Perjalanan digunakan untuk kegiatan tinjauan lapangan/observasi lapangan/atau sebutan lainnya dilaksanakan lebih dari 1 hari. b) Komponen Belanja

terbesar (≥ 90%) keluarga contoh memiliki kelentingan keluarga (sistem kepercayaan keluarga, pola organisasi keluarga, dan proses komunikasi keluarga) termasuk pada

(Desain rekayasa adalah aktivitas total yang diperlukan untuk mengadakan dan mendefinisikan solusi-solusi untuk masalah yang belum dipecahkan sebelumnya, atau solusi baru

Berdasarkan hasil pengujian, sistem pengaturan dengan kontroler sliding mode dapat mengatasi perubahan beban yang diberikan dan mampu mempertahankan level pada set