Bandung, 2 Maret 2019 195
PEMANFAATAN MEDIA TANAM ABU TERBANG (FLY ASH) BATUBARA DAN
KLASIFIKASI BATANG STEK BIBIT BUAH NAGA (Hylocereus costaricensis) TERHADAP
PERTUMBUHAN TANAMAN
ULTILIZATION OF COAL FLY ASH PLANTING MEDIUM AND THE CLASSIFICATION OF
CUTTINGS OF DRAGON FRUIT (Hylocereus costaricensis) SEEDLING TO PLANT
GROWTH
Enceng Sobari
1)Agli Mahardika
2)M. Subandi
3) 1)Jurusan Agroindustri Politeknik Negeri Subang
2,3)Jurusan Agroteknologi Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung
Korespondensi: [email protected]
ABSTRAK
Meningkatnya pemakaian batubara oleh industri yang ada di Indonesia menyebabkan limbah yang dihasilkan juga meningkat seperti limbah abu terbang (fly ash) batubara. Abu terbang (fly ash) mengandung cukup banyak unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman. Tanaman buah naga (Hylocereus costaricensis) merupakan tanaman yang berasal dari famili kaktus. Produksi buah naga belum mampu memenuhi permintaan pasar, oleh sebab itu salah satu alternatif untuk memenuhi permintaan pasar yaitu dengan memperbanyak bibit buah naga. Salah satu perbanyakannya yaitu dengan cara penyetekan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pertumbuhan bibit buah naga akibat pengaplikasian media tanam abu terbang (fly ash) dan klasifikasi batang stek bibit. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Citanam Kecamatan Nagreg Kabupaten Bandung pada bulan agustus samapi bulan oktober 2017. Metode yang digunakan adalah metode eksperimen dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial dengan dua faktor, faktor pertama yaitu dosis media dosis media fly ash batubara (0%, 20%, 40%, 60%, 80% dan 100%), sedangkan faktor kedua yaitu klasifikasi batang stek (batang bawah, tengah dan atas) dengan 2 kali ulangan. Uji lanjut yang digunakan adalah Uji Jarak Berganda Duncan (UJBD). Hasil penelitian menunjukkan interaksi antara media tanam fly ash dan klasifikasi batang stek tidak berpengaruh nyata terhadap panjang tunas, umur tunas muncul, dan panjang akar. Pengaruh mandiri media tanam fly ash terlihat berpengaruh nyata pada parameter panjang tunas dengan perlakuan optimum pada dosis fly ash 0%, 20% dan 40%. Sedangkan pengaruh mandiri klasifikasi batang stek terlihat tidak berpengaruh nyata pada semua parameter.
Kata Kunci: Buah naga, Hylocereus costaricensis, abu terbang, fly ash, stek
ABSTRACT
The increasing use of coal by existing industries in Indonesia cause the waste generated to increase as well as coal fly ash waste. Fly ash contains a lot of nutrients needed by plant. Dragon fruit plants (Hylocereus costaricensis) is a plant originating from the cactus family. Dragon fruit production has not been able to meet market demand, therefore on of the alternatives to meet market demand is by multiplying the seeds of dragon fruit. One of the multiplication is by way of cuttings. This study aims to determine the growth rate of dragon fruit seeds due to the application of fly ash planting medium and the classification of stem
Bandung, 2 Maret 2019 196 cittings. This research was conducted in Citaman Village, Nagreg District, Bandung Regency in august until October 2017. The method used was experimental method using Randomized Complete Design (RAL) Factorial with two factor, first factor is dose of fly ash coal medium (0%, 20%, 40%, 60%, 80%, 100%), while the second factor nemely stem cuttings (rootstock, middle stem, and stem) so that there are 18 treatment combination with 2 replications. The advance test used is Duncan Multiple Range Test (UJBD). The result showed that the interction between fly ash coal planting medium and stem cuttings classification had no significant effect on the first age of buds, bud length, shoot number, and root length. The independent effect of fly ash coal planting media showed significant effect on shoot length paraneter with optimum treatment at 0%, 20%, and 40% fly ash dose. The independent effect of stem cuttings classificantion did not significantly affect all parameters
Keywords: Dragon fruit, Hylocereus costaricensis, fly ash coal, cuttings
PENDAHULUAN
Penggunaan batubara di industri-industri sebagai proses produksi di Indonesia diperkirakan semakin lama semakin meningkat, sehingga dapat memberikan dampak negatif terhadap kualitas lingkungan. Abu terbang (fly ash) merupakan limbah hasil pembakaran batubara yang termasuk kategori limbah bahan beracun dan berbahaya atau B3 sehingga memerlukan penanganan khusus. Menurut hasil penelitian Wardhani et al., (2012), bahwa adanya kandungan yang berbahaya bagi lingkungan. Adapun kandungan berbahaya tersebut diantaranya tembaga (Cu) dan timbal (Pb) yang membuktikan bahwa fly ash tersebut termasuk dalam kategori B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Fly ash selain kandungan unsur hara Cu dan Pb, juga terdapat unsur hara makro diantaranya Ca, Mg, Na, K, N dan P serta unsur hara mikro diantaranya Fe, Zn, dan Mn. Selain hal itu fly ash juga memiliki sifat polazoik (memperkeras lahan) yang rendah.
Salah satu alernatif penanganan khusus yang dilakukan untuk menghindari limbah batubara ini yaitu dengan cara
memanfaatkan limbah abu terbang (fly ash) tersebut sebagai media tanam.
Buah naga merupakan tanaman berfamili kaktus yang mana tanaman ini mampu hidup pada kondisi lingkungan yang panas dan menghendaki tanah yang berpasir. Seiring berjalannya waktu peminat akan buah naga semakin meningkat dikarenakan buah ini memiliki rasa yang manis dan mudah dijadikan bahan olahan makanan dan minuman. Akan tetapi produksi buah naga belum dapat memenuhi permintaan pasar. Menurut Winarsih (2007) menjelaskan bahwa kebutuhan buah naga di Indonesia mencapai 200 – 400 t/tahun-1, namun kebutuhan buah naga yang dapat terpenuhi masih kurang dari 50%. Indonesia yang memiliki potensi wilayah lahan pertanian yang luas dan subur memiliki kemungkinan besar untuk mengembangkan dan meningkatkan produksi tanaman buah naga ini.
Peningkatan produksi buah naga dapat dilakukan dengan penyediaan bibit yang berkualitas dan perluasan daerah pengembangan, sehingga dapat memenuhi permintaan pasar. Salah satu alternatif
Bandung, 2 Maret 2019 197 untuk meningkatkan produksi yaitu dengan
cara memperbanyak tanaman tersebut. Terdapat dua cara memperbanyak tanaman buah naga yaitu dengan cara generatif dan vegetatif. perbanyakan generatif sangat jarang dilakukan karena membutuhkan waktu yang relatif lama untuk dijadikan bibit siap tanam di lapangan atau lahan. Perbanyakan buah naga yang sering dilakukan yaitu dengan cara vegetatif dengan menggunakan metode stek batang. Salah satu keuntungan perbanyakan buah naga dengan cara stek yaitu bibit yang dihasilkan seragam, cepat, mudah tumbuh dan memiliki sifat yang sama seperti induknya.
Klasifikasi batang stek bibit buah naga merupakan rangkaian teknis penyetekan dengan mengambil bahan induk dari berbagai klasifikasi batang yaitu batang bawah, batang tengah dan batang atas. Mengambil berbagai klasifikasi batang ini melihat bagian batang mana yang cepat tumbuh akar dan tunas baru. Menurut Harjadi (1989) bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi hasil stek diantaranya asal stek, panjang stek dan pengaruh lingkungan. Selain itu juga pertumbuhan dari stek dipengaruhi oleh ketersediaan bahan makanan (Sparta et al. 2012).
Memperhatikan dari kandungan dan sifat yang terdapat pada fly ash tersebut penulis berinisiatif untuk melakukan penelitian tentang memanfaatkan fly ash sebagai media tanam untuk pembibitan buah naga (Hylocereus costaricensis).
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di rumah kaca kebun kelompok tani Nagreg Hill desa Citaman, Kecamatan Nagreg, Kabupaten Bandung Jawa Barat dengan ketinggian 846 mdpl. Penelitian ini dimulai pada bulan Agustus sampai Oktober 2017.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan antara lain polibag, gunting stek, ayakan, cangkul, thermohygrometer, pisau, penggaris, pH meter, timbangan, gembor, sarung tangan, kertas label dan alat tulis.
Bahan-bahan yang digunakan yaitu bibit tanaman buah naga, abu terbang (fly ash) batubara, tanah, ZPT Rootone-up, alkohol 70%, fungisida, Insektisida dan air.
Rancangan Percobaan
Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimen menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial 2 faktor. Faktor pertama yaitu berbagai dosis fly ash batubara (f) yang terdiri dari 6 taraf yaitu; (f1= 0% fly ash + 100% tanah), (f2= 20% fly ash + 80% tanah), (f3= 40% fly ash + 60% tanah), (f4= 60% fly ash + 40% tanah), (f5= 80% fly ash + 20% tanah), (f6= 100% fly ash + 0% tanah). Faktor kedua yaitu klasifikasi batang stek (k) yang terdiri dari 3 taraf yaitu k1= batang bawah, k2= batang tengah, k3= batang atas. Dari kedua faktor tersebut diperoleh 18 kombinasi perlakuan yang diulang sebanyak 2 kali, sehingga diperoleh 36 satuan perlakuan. Parameter pengamatan terdiri dari panjang tunas, umur pertama tunas muncul dan panjang akar.
Bandung, 2 Maret 2019 198 Prosedur penelitian
Persiapan media tanam, media tanam yang digunakan yaitu fly ash batubara, tanah dan pupuk dasar (kompos). Media tanam fly ash dan tanah dicampur dengan dosis (0% fly ash dan 100% tanah), (20% fly ash dan 80% tanah), (40% fly ash dan 60% tanah), (60% fly ash dan 40% tanah), (80% fly ash dan 20% tanah), dan (100% fly ash dan 0% tanah). Setelah itu campurkan kompos sebanyak 25% dari total campuran kedua media tanam tersebut. Sterilkan hama dan jamur dengan insektisida dan fungisida pada media tanam sebanyak 5 gr pada setiap perlakuan.
Persiapan bahan tanam, ambil bagian dari induk stek yang dibagi menjadi 3 bagian yaitu batang bawah, tengah, dan atas lalu disemprot dengan alkohol dan ZPT pada bagian pangkal batang yang akan ditancapkan ke tanah. Potong dengan ukuran panjang stek masing-masing 30 cm. Penanaman, penanaman dilakukan dengan memasukkan bagian batang yang telah diberi ZPT ke media tanam perlakuan sepanjang 5 cm. Setelah itu siram media tanam agar media tanam memadat.
Pemeliharaan meliputi, penyiraman dilakukan satu sekali dalam sehari yaitu pada siang hari atau dilihat dari kelembaban media tanam. Penyulaman dilakukan untuk tanaman yang busuk atau terserang jamur dengan interval waktu 4 minggu setelah tanam. Penggemburan dilakukan agar media tanam tidak mengeras sehingga akar lebih leluasa dalam menyerap air dan unsur hara. Penyiangan dilakukan pada media tanam yang ditumbuhi gulma. Keberadaan gulma mengakibatkan proses fotosintesis terhambat sehingga pertumbuhan akan terganggu (Sobari & Fathurohman, 2017).
HASIL DAN PEMBAHASAN Panjang Tunas
Pada tabel 1 menunjukkan bahwa klasifikasi dan interaksi antara kedua faktor tidak berpengaruh nyata terhadap panjang tunas, namun secara mandiri pemberian berbagai dosis fly ash berpengaruh nyata terhadap pajang tunas. Pada pemberian dosis f1,f2 dan f3 memberikan panjang tunas yang optimum dibandingkan perlakuan f4,f5 dan f6. Hal ini disebabkan karena media tanam (tanah dan fly ash) memiliki unsur hara yang cukup seperti fosfat (P2O5) dan porositas media tanam
yang baik untuk pertumbuhan.
Hal ini sependapat dengan Hardjowigeno (2010), bahwa salah satu fungsi dari fosfat yaitu untuk pembelahan sel tanaman dan metabolisme karbohidrat. Pernyataan tersebut diperkuat oleh (Widarti et al., 2015) keberadaan Fosfor dibutuhkan untuk menyusun 0,1 – 0,4% bahan kering tanaman. Dan sangat penting didalam proses fotosintesis serta fisiologi kimiawi tanaman. Fosfor juga dibutuhkan dalam pembelahan sel, pengembangan jaringan dan titik tumbuh tanaman.
Tabel 1. Pengaruh media tanam fly ash dan klasifikasi batang terhadap panjang tunas
Perlakuan Panjang Tunas ---cm--- Fly ash f1 2,00 b f2 1,50 ab f3 1,80 ab f4 1,40 a f5 1,16 a f6 1,20 a Klasifikasi Batang k1 1,50 a k2 1,50 a k3 1,60 a
Bandung, 2 Maret 2019 199 Keterangan: Angka rata-rata yang diikuti huruf
yang sama menunjukan tidak berbeda nyata berdasarkan uji lanjut duncan pada taraf nyata 5%
Pada pengaplikasian klasifikasi batang tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan panjang tunas (Tabel 1). Diduga bahwa pengaplikasian klasifikasi batang telah memenuhi syarat
pertumbuhan. Syarat batang untuk dijadikan bibit stek buah naga yaitu batang induk tersebut telah mengeluarkan bunga dan buah, berwarna hujau pekat, panjang batang induk sudah mencapai 100 cm dan memiliki cadangan makanan yang cukup di dalam batang tersebut (Dinas Pertanian Tanaman Pangan, 2016).
Umur Pertama Tunas Muncul
Gambar 1. Nilai minimum pengaruh media tanam fly ash dan klasifikasi batang terhadap umur pertama tunas muncul
Umur pertama tunas muncul yang disajikan pada Gambar 1 menunjukkan bahwa grafik nilai minimum yang menunjukkan angka terkecil memiliki daya tumbuh yang cepat, kecuali nilai yang menunjukkan angka nol (0) yang berarti tidak menumbuhkan tunas bibit buah naga. Hal ini karena penggunaan 40% fly ash dan 60% tanah merupakan kombinasi media tanam yang efektif terhadap umur pertama tunas muncul, dikarenakan terdapatnya unsur hara yang cukup lengkap seperti Ca pada fly ash dan P pada tanah yang cukup tinggi. Menurut (Sawara et al., 2012) unsur Ca dapat menaikkan pH tanah serta meningkatkan ketersediaan hara lain yang sukar larut seperti P. Dengan demikian tanaman akan mudah menyerapnya akibat adanya pemulsaan yang memberikan
kelembaban yang baik untuk penyerapan hara tersebut. Sedangkan unsur fosfor yang lebih banyak mampu membantu proses pembentukan bunga, fosfor yang diserap oleh akar berguna untuk proses generatif (Sobari et al., 2018). Dan menurut Hardjowigeno (2010) bahwa fungsi Ca terhadap tanaman yaitu untuk pertumbuhan, terutama pada titik-titik tumbuh tanaman seperti pucuk muda dan ujung akar sedangkan fungsi P untuk pembelahan sel. 53 26 21 0 0 0 47 66 56 72 0 66 41 59 53 59 70 0 20 40 60 80 F1 k1 F2 k1 F3 k1 F4 k1 F5 k1 F6 k1 F1 k2 F2 k2 F3 k2 F4 k2 F5 k2 F6 k2 F1 k3 F2 k3 F3 k3 F4 k3 F5 k3 F6 k3 Har i k e-Perlakuan
Bandung, 2 Maret 2019 200 Gambar 2. Pembentukan Tunas
Perlakuan yang menunjukkan nilai yang kurang baik (Gambar 2) yaitu dengan angka terbesar seperti f4, f5 dan f6, hal itu membuktikan bahwa pengaplikasian fly ash diatas 60% tidak cocok terhadap waktu umur pertama tunas muncul. Diduga hal ini karena dipengaruhi oleh unsur mikro yang berlebihan seperti Cu pada fly ash. Unsur Cu (tembaga) merupakan bahan pembentuk klorofil yang dapat membantu dalam sistem tarnsportasi elektron fotosintesis, dan berperan pula dalam metabolisme protein dan karbohidrat serta fiksasi nitrogen (Adelia et al., 2013) Namun berdasarkan penelitian lain menjelaskan dapat meningkatkan tingkat metabolisme karbohidrat dalam fotosintesis pada tanaman teh (Fauziah et al., 2018).
Panjang Akar
Pada tabel 3 menunjukkan tidak ada pengaruh baik dari perlakuan fly ash, klasifikasi batang maupun interaksi antar dua perlakuan tersebut. Panjang zona rambut akar tergantung pada genotip dan lingkungan. Karakter Panjang akar dipengaruhi oleh faktor genetik atau pengaruh lingkungan (Sobari & Wicaksana, 2017). Faktor lainnya yaitu karena perbanyakan dilakukan di dalam polybag
sehingga menyebabkan perpanjangan akar terbatas. Menurut Nuryana (2012), penggunaan polybag pada pembibitan buah naga dapat menghambat perpanjangan akar, sehingga panjang akar kurang optimal. Karena sistem pembentukan akar yang kuat dan panjang memberikan efek yang baik bagi tanaman (Sondakh et al., 2012).
Tabel 3. Pengaruh media tanam fly ash dan klasifikasi batang terhadap panjang akar
Perlakuan Panjang Akar ---cm--- Fly ash f1 26,70a f2 19,50a f3 34,00a f4 20,90a f5 27,80a f6 22,10a Klasifikasi Batang k1 22,75a k2 28,75a k3 24,00a
Keterangan: Angka rata-rata yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji lanjut duncan pada taraaf nyata 5%
Perlakuan klasifikasi batang menunjukkan tidak berpengaruh nyata terhadap panjang akar (Table 3). Hal ini karena telah tersedianya karbohidrat dalam batang. Rochiman dan Hardjadi (1989) dalam Rianto et all., (2006), kandungan karbohidrat yang tinggi diperoleh tanaman yang cukup umur karena menyimpan fotosintat lebih banyak untuk mendukung pertumbuhan akar.
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Pemberian fly ash berpengaruh nyata terhadap parameter panjang tunas sedangkan klasifikasi stek dan interaksi
Bandung, 2 Maret 2019 201 tidak berpengaruh nyata terhadap
semua parameter yang diamati. 2. Perlakuan dosis fly ash yang paling
optimal yaitu pada dosis (40% fly ash dan 60% tanah) dan (20% fly ash dan 80% tanah)
Saran dari penelitian ini yaitu perlu diteliti lebih lanjut sampai buah naga berbunga dan berbuah agar dapat mengetahui komposisi kandungan nutrisi pada buah naga terhadap pengaplikasian fly ash yang sifatnya beracun.
DAFTAR PUSTAKA
Adelia, P. F., Koesriharti, & Sunaryo. (2013). Pengaruh Penambahan Unsur Hara Mikro (Fe dan Cu) dalam Media Paitan Cair dan Kotoran Sapi Cair Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Bayam Merah (Amaranthus tricolor L.) dengan Sistem Hidroponik Rakit Apung. Produksi Tanaman, 1(3), 48–58. Alloway, B.J. (1995). Heavy Metals in Soils.
Blackie Academica and Professional-Chapman and Hall. London-Glasgow-Wenheim-New York. Tokyo-Melbourne-Madras. 368 p
Dinas Pertanian Tanaman Pangan. (2016). Standar Operasional Prosedur (SOP) Buah Naga. Kabupaten Bandung. Provinsi Jawa Barat
Fauziah, F., Wulansari, R., & Rezamela, E. (2018). Pengaruh Pemberian Pupuk Mikro Zn dan Cu serta Pupuk Tanah terhadap Perkembangan Empoasca sp . pada Areal Tanaman Teh. Agrikultura, 29(1), 26–34.
Hardjowigeno, S. (2010). Ilmu Tanah. Cetakan ketujuh. CV Akademika Pressindo. Jakarta
Sawara, Nurmas, A., & Aj, M. U. H. D. (2012). Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kedelai (Glycine max L.) yang
Diberi Pupuk Guano dan Mulsa Alang-Alang. Agroteknos, 2(2), 97–105. Sobari, E., & Fathurohman, F. (2017).
Efektivitas Penyiangan Terhadap Hasil Tanaman Wortel (Daucus carota L.) Lokal Cipanas Bogor. Jurnal Biodjati,
1(2), 1–8.
https://doi.org/https://doi.org/10.155 75/biodjati.v2i1.1292
Sobari, E., Hadi, M. A., & Fathurohman, F. (2018). Respon Pemberian Kompos Limbah Baglog Jamur dan Pupuk Kandang Domba Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kacang Tanah ( Arachis hypogaea L .). In 9th Industrial research Workshop and national Seminar (p. 25–26 Juli). Bandung.
Sobari, E., & Wicaksana, N. (2017). Keragaman Genetik dan Kekerabatan Genotip Kacang Bambara (Vigna subteranea L.) Lokal Jawa Barat. Jurnal
Agro, IV(2), 90–96.
https://doi.org/https://doi.org/10.155 75/1654
Sondakh, T. D., Joroh, D. N., Tulungen, A. G., D.M.F.Sumampow, Kapugu, L. B., & Mamarimbing, R. (2012). Hasil Kacang Tanah (Arachys hypogaea L.) Pada Beberapa Jenis Pupuk Organik. Eugenia, 18(1), 64–72.
Sparta, E.M., Andini & Taupik R. (2012). Pengaruh Berbagai Panjang Stek terhadap Pertumbuhan Bibit Buah Naga (Hylocereus polyryzus). Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu. Bengkulu
Wardhani, E.M., Sutisna, & Anggi H.D. (2012). Evaluasi Pemanfaatan Abu Terbang (fly ash) Batubara Sebagai Campuran Media Tanam pada
Tanaman Tomat (Solanum
lycopersicum). Jurnal Itenas Rekayasa LPPM Itenas. No.1. Vol. XVI Institut Teknologi Nasional
Widarti, B. N., Wardhini, W. K., & Sarwono, E. (2015). Pengaruh Rasio C/N Bahan Baku Pada Pembuatan Kompos Dari Kubis dan Kulit Pisang. Jurnal Integrasi
Bandung, 2 Maret 2019 202 Proses, 5(2), 75–80.
Winarsih, S. (2007). Mengenal dan Membudidayakan Buah Naga. CV Aneka Ilmu. Semarang